Anda di halaman 1dari 5

PRINSIP DASAR NEUROSAINS, NEUROBEHAVIOUR, DAN

NEUROPLASTISITAS
1
Bagus Wahyu Mulyono dan 2Yudha Nurdian
1
Medical Student, Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
2
Faculty of Medicine, University of Jember, Indonesia
Coresponding author : Bagus Wahyu Mulyono, baguswahyu215@gmail.com

Intisari

Neurosains adalah studi tentang system saraf mengenai dasar biologis dari
kesadaran, persepsi, memori, dan pembelajaran. Neurosains mempelajari seluruh
system saraf manusia yang meliputi otak dan system saraf lainnya. Neurosains
menghubungkan pengamatan terhadap perilaku kognitif dengan proses fisik yang
actual yang mendukung perilaku tersebut.

Neurosains juga memiliki beberapa ruang lingkup, antara lain: 1) seluler-


molekuler; 2) system saraf; 3) neurosains perilaku; dan 4) neurosains social.

1. Seluler molekuler
Lingkup kajian seluler-molekuler ini mempelajari berbagai macam sel
saraf dan bagaimana mereka melakukan fungsi-fungsi spesifik yang
berbeda satu dengan yang lain untuk menghasilkan pelbagai perilaku yang
kompleks, seperti emosi, kognisi, dan tindakan. Lebih singkatnya
ketiganya adalah emosi dan rasio yang menjadi satu kesatuan dalam
jaringan neural dari akal sehat.6 Hal tersebut memunculkan pengetahuan
dan tindakan yang diakibatkannya.
2. Sistem saraf
Bidang sistem saraf mengkaji sel-sel saraf yang berfungsi sama dalam
sebuah sistem yang kompleks. Misalnya, masalah penglihatan dikaji dalam
"sistem visual"; masalah gerakan dikaji dalam "sistem isotonik" atau
sistem kinestetik; masalah pendengaran dikaji dalam "sistem auditori"; dan
seterusnya.
3. Neurosains perilaku
Neurosains perilaku mengkaji bagaimana berbagai sistem syaraf bekerja
sebagaimana disebutkan di atas bekerja sama untuk menghasilkan perilaku
tertentu. Misalnya, bagaimana saraf visual, saraf auditori, saraf motorik
memproses informasi (materi pelajaran) secara simultan (meskipun hanya
salah satu yang dominan).
4. Neurosains social

Bidang ini mempelajari bagaimana "otak sosial" manusia berperan dalam


membantu manusia membentuk hubungan dengan orang lain.

Neurobehaviour adalah studi proses mental yang dapat dimodelkan secara


saintifik berkaitan dengan perilaku dan kognitif pada hubungannya dengan system
saraf. Neurobehaviour menghubungkan fungsi luhur dengan perilaku pada
manusia. Berbagai system saraf pada manusia bekerja sebagai satu kesatuan
sehingga menghasilkan pola perilaku yang sesuai untuk tujuan tertentu. Berbagai
system saraf itu seperti, serebrum, serebellum, batang otak, hypothalamus,
thalamus, dan yang terkahir adalah system limbic. Sebagian besar pola perilaku
dan motivasi dikendalikan oleh system limbic dengan melibatkan seluruh system
saraf yang lainnya. System limbic bukanlah suatu struktur terpisah, melainkan
suatu cincin struktur-struktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan saling
berhubungan melalui jalur-jalur neuron rumit. Struktur ini mencakup lobus pada
korteks serebrum (terutama korteks asosiasi limbic), nucleus basal, thalamus, dan
hypothalamus. Anyaan interaktif kompleks ini berkaitan dengan emosi,
kelangsungan hidup dasar, pola perilaku sosioseksual, motivasi, dan belajar.

Bukti-bukti mengisyaratkan peran sentral system limbic dalam semua


aspek emosi. Stimulasi terhadap region-regio spesifik di dalam system limbic
manusia sewaktu pembedahan otak menimbulkan beragam sensasi subjektif samar
yang dinyatakan oleh pasien sebagai kesenangan, kepuasan, atau kenikmatan di
satu region, serta kekecewaan, ketakutan, atau kecemasan di regio lain. Sebagai
contoh, amigdala, di interior sisi bawah lobus temporalis sangat penting untuk
memproses masukan yang menghasilkan sensasi takut. Pada manusia dan hingga
tahap yang belum diketahui pada spesies lain, tingkat-tingkat korteks yang lebih
tinggi juga krusial bagi kesadaran akan perasaan emosional.

Pola perilaku dasar yang dikontrol, paling tidak sebagian, oleh system
limbic mencakup pola-pola yang ditujukan untuk mempertahankan hidup
(menyerang dan mencari makan) dan yang ditujukan untuk memperbanyak
spesies (perilaku sosioseksual yang kondusif bagi perkawinan). Hubungan antara
hypothalamus, system limbic, dan daerah-daerah korteks yang lebih tinggi
mengenai emosi dan motivasi masih belum sepenuhnya dipahami. Tampaknya
keterlibatan mendalam hypothalamus dan system limbic mengatur respons
internal involunter berbagai system tubuh dalam persiapan untuk
melaksanakantindakan yang sesuai dengan keadaan emosional yang sedang
terjadi.

Daerah korteks yang lebih tinggi tingkatannya juga dapat memperkuat,


memodifikasi, atau menekan respons perilaku dasar, sehingga dapat dituntun oleh
perencanaan, strategi, dan penilaian berdasarkan pemahaman tentang situasi yang
ada, sebagai contoh, korteks pra-frontal memformulasikan rencana dan perilaku
terarah, menekan respons yang dipicu oleh amigdala yang mungkin kurang sesuai
dengan situasi yang dihadapi.

Neuroplastisitas adalah kemampuan sel saraf (otak) untuk berubah,


remodeling, dan reorganize dengan tujuan untuk mencapai kemampuan yang
lebih baik untuk beradaptasi terhadap stimulasi yang baru. Kata plastisitas
digunakan untuk menjelaskan kemampuan ini, karena dapat dianalogikan bahwa
plastic dapat dimanipulasi menjadi bentuk apapun yang diinginkan untuk
melakukan tujuan tertentu. Kemampuan otak untuk melakukan modifikasi sesuai
kebutuhan lebih menonjol pada tahun-tahun awal perkembangan, tetapi bahkan
otak dewasa sedikit banyak memperlihatkan plastisitas. ketika suatu bagian otak
yang berkaitan dengan aktivitas tertentu mengalami kerusakan, bagian-bagian lain
otak dapat secara bertahap mengambil alih sebagian atau semua fungsi yang
rusak. Para peneliti kini mulai dapat mengungkapkan mekanisme molekuler yang
mendasari plastisitas otak. Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa
pembentukkan jalur sarah baru (bukan neuron baru, tetapi koneksi baru antara
neuron-neuron yang sudah ada) sebagai respon terhadap perubahan pengalaman
sebagian diperantarai oleh perubahan bentuk dendrit akibat modifikasi elemen
sitoskeleton tertentu. Ketika dendritiknya bertambah panjang dan semakin
bercabang serta terbentuk lebih banyak spina dendrit, neuron menjadi mampu
menerima dan mengintegrasikan lebih banyak sinyal dari neuron lain. Karena itu,
koneksi sinaps yang tepat antara neuron-neuron tidak bersifat tetap, tetapi dapat
dimodifikasi oleh pengalaman.

Modifikasi bertahap otak masing-masing orang oleh rangkaian


pengalaman unik merupakan dasar biologis bagi individualitas. Namun, terdapat
batasan-batasan yang telah ditentukan oleh genetic dan juga terdapat keterbatasan
perkembangan dalam tingkat pengaruh pola pemakaian remodelling.

Penutup

Neurosains adalah studi tentang system saraf mengenai dasar biologis dari
kesadaran, persepsi, memori, dan pembelajaran. Neurosains mempelajari seluruh
system saraf manusia yang meliputi otak dan system saraf lainnya. Neurosains
menghubungkan pengamatan terhadap perilaku kognitif dengan proses fisik yang
actual yang mendukung perilaku tersebut. Sedangkan neurobehaviour adalah studi
proses mental yang dapat dimodelkan secara saintifik berkaitan dengan perilaku
dan kognitif pada hubungannya dengan system saraf. Neuroplastisitas adalah
kemampuan sel saraf (otak) untuk berubah, remodeling, dan reorganize dengan
tujuan untuk mencapai kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap
stimulasi yang baru.

Referensi

Aliyu, H. "Evaluation of Neurobehavioural adn Cognitive Changs Induced by


Crabamazepine and/or Phenytoin in Wistar Rats." Global Journals , 2016.
Demarin, Vida. "Neuroplasticity." PERIODICUM BIOLOGORIUM, 2014.
Dimitrov, Alexander G. "Information Theory of Neuroscience." J Compur
Neurosci, 2011.
Falk, Emily B. "What is a Representative brain? Neuroscience Meets Population
Science." PNAS, 2013.
Hall, John E. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. USA:
ELSEVIER, 2011.
Kania, Bogdan Feliks. "Introduction to Neural Plasticity Mechanism." Journal of
Behavioural and Brain Science, 2017.
Kolb, Bryan. "Principles of Neuroplasticity and Behavior." Cambridge University
Press, 2015.
Sherwood, Lauralee. Introdution to Human Physiology. USA: Brooks/Cole, 2013.
Vorhauser-Smith, Sylvia. "The Neuroscience of Learning and Development."
Page Up People, 2011.
Zasler, Nathan D. "Neurobehavioral Disorders." Barnes, 2013.

Anda mungkin juga menyukai