Anda di halaman 1dari 9

TEORI BELAJAR NEUROSAINS DAN MULTIPLE INTELEGENSI

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran Matematika
yang Dibina Bapak Dr.Subanji, M.Si.

oleh :
Maulidatus Soleha (190313718007)
Muhsang Sudadama L L (190313718002)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI MAGISTER MATEMATIKA
OKTOBER 2020
TEORI BELAJAR NEUROSAINS DAN MULTIPLE INTELEGENSI

A. Teori Belajar Neurosains


Teori belajar Neurosains adalah sistem pendidikan baru yang mempelajari tentang sistem
kerja syaraf. Neurosains juga disebut sebagai ilmu yang mempelajari otak dan seluruh fungsi-
fungsi syaraf lainnya. Bagi teori Neurosains, sistem syaraf dan otak merupakan asas fisikal
bagi proses pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara proses
kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan dihasilkan. Hal ini dapat
diartikan bahwa, setiap perintah yang diproses oleh otak akan mengaktifkan daerah-daerah
penting pada otak.
1. Teori-teori Neurosains dalam Pembelajaran
a. Teori Emosi
Cannon (1927) menyatakan bahwa peranan utama emosi berada di talamus, yang
merupakan bagian inti dari pusat otak. Talamus memberikan respon terhadap
stimulus yang membangkitkan emosi dengan mengirim impuls secara serempak ke
korteks cerebral dan ke bagian tubuh yang lain. Perasaan emosional merupakan
akibat keterbangkitan korteks dan sistem saraf simpatik. Menurut teori ini yang
dikembangkan oleh Bard dan dikenal sebagai teori Cannon Bard, perubahan badan
dan pengalaman emosi terjadi pada saat yang sama.
Emosi bukan peristiwa sesaat, tetapi pengalaman yang terjadi selama beberapa
saat. Pengalaman emosional dapat ditimbulkan oleh masukan eksternal pada sistem
sensoris. Tetapi sistem saraf otonom menjadi aktif segera setelah itu, sehingga
umpan balik dari perubahan badan menambah pengalaman emosional. Jadi,
pengalaman sadar tentang emosi melibatkan integrasi informasi tentang keadaan
fisiologis tubuh dan informasi tentang situasi yang membangkitkan emosi.

b. Amygdala
Amygdala adalah struktur dalam sistem saraf berbentuk seperti almonds yang
terletak di dasar lobus temporalis. Amygdala merupakan bagian dari sistem limbik
yang terlibat dalam pengalaman emosional dan fungsi seksual. Struktur ini berperan
dalam ingatan yang bersifat emosional dan terbentuk dari sebuah nukleus atau
kluster badan sel.
Amygdala menyimpan memori tentang peristiwa emosional, menerima input dari
sistem visual, auditif dan pencernaan, termasuk bagian otak yang mengenal rasa dan
sentuhan. Amygdala adalah peran stimulasi, regulasi, emosi dan respon emosional
terhadap informasi sensor serta mengevaluasinya dengan cepat dalam menentukan
nilai emosionalnya serta mengambil keputusan terhadap kejadian tertentu. Jadi
amygdala adalah struktur yang menghubungkan antara emosional dan rasio atau
kesadaran emosional (emotional awareness).

c. Teori Triune Brain


Berdasarkan teori Triune Brain ini, otak manusia terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu Reptilian Complex (Otak Reptil), Limbic System (sistem Limbic), dan
NeoCortex (Neokorteks). Ketiga lapisan otak tersebut saling terkait dalam satu
organisme menyeluruh dan saling terlibat dalam tugasnya dengan cara yang rumit,
tapi menentukan.
Menurut teori ini, lapisan otak manusia terdiri dari tiga bagian dasar yang
berbeda, yaitu otak reptil, sistem limbik, dan otak neokorteks yang disebut juga
dengan otak belajar.

d. Belahan Otak Kiri Dan Kanan


Menurut Jeffrey Gray (1970), aktivitas belahan otak kiri terutama lobus frontal
dan temporalnya berkaitan dengan sistem aktivasi perilaku. Hal tersebut ditandai
dengan peningkatan aktivitas (saraf) autonom dari level rendah hingga tinggi dan
kecenderungan untuk mendekat (ke orang lain) yang dapat mengindikasi kesenangan
atau kemarahan. Peningkatan aktivitas lobus frontal dan temporal belahan otak
kanan diasosiasikan dengan sistem inhibisi perilaku yang meningkatkan perhatian
dan pembangkitan, menginhibisi tindakan dan menstimulasi emosi, antara lain rasa
takut dan muak.
Perbedaan antara kedua belahan otak berkaitan dengan kepribadian. Secara rata-
rata, individu yang memiliki aktivasi korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak
kiri cenderung lebih bahagia, mudah bergaul dan lebih suka bersenang-senang.
Individu yang memiliki aktivitas korteks frontal lebih tinggi pada belahan otak
kanan cenderung lebih tertutup, tidak puas dengan hidup dan lebih mudah emosi
yang tidak menyenangkan. Belahan otak kanan lebih responsif terhadap stimulus
emosional daripada belahan otak kiri.
2. Tujuan Teori Neurosains dalam Pendidikan
Tujuan utama dari teori ini adalah mempelajari dasar-dasar biologis dari setiap perilaku.
Artinya, tugas utama dari neurosains adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut
pandang aktivitas yang terjadi di dalam otaknya. Penelitian mutakhir di bidang neurosains
menemukan sejumlah bukti hubungan tidak terpisahkan antara otak dan perilaku (karakter)
manusia. Melalui instrumen Positron Emission Tomography (PET) diketahui bahwa terdapat
enam sistem otak (brain system) yang secara terpadu meregulasi semua perilaku manusia.
Keenam sistem otak tersebut adalah cortex prefrontalis, sistem limbik, gyros cingulatus,
ganglia basalis, lobus temporalis, dan cerebellum.
Keenam sistem otak tersebut mempunyai peranan penting dalam pengaturan kognisi,
afeksi, dan psikomotorik, termasuk IQ, EQ, dan SQ ( Pemisahan jasmani, ruhani dan akal
akan berimplikasi pada pengembangan ketiganya (IQ, EQ dan SQ) yang secara otomatis
melanggengkan ketidakseimbangan pada ranah kognisi, afektif dan psikomotorik dalam
pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter tidak lepas dengan
mengembangkan potensi otak. Semua sistem dalam otak bekerja secara bersama-sama untuk
membangun sikap dan perilaku manusia.
Oleh karena itu, meregulasi kinerja otak secara normal akan menghasilkan fungsi optimal
sehingga perilaku dapat dikontrol secara sadar dengan melibatkan dimensi emosional dan
spiritual. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat dijelaskan dalam mekanisme kerja
otak pada tingkat molekuler, khususnya enam sistem di atas. Atas dasar inilah neurosains
yang disebut ilmu yang menghubungkan antara otak dan pikiran (brain-mind connection)
atau jiwa dan badan, termasuk hati dan akal.

B. Teori Belajar Multiple Intelegensi


Intelegensi atau kecerdasan merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses
berpikir secara rasional, sehingga intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan
harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses
berpikir rasional tersebut. Para ahli sepakat menyatakan bahwa intelegensi merupakan (a)
kapasitas untuk belajar dari pengalaman dan (b) kapasitas seseorang untuk beradaptasi
dengan lingkungan (Fatmawiyati, 2018).
Seorang professor bidang pendidikan di Harvard University, Howard Gardner tidak
memandang intelegensi manusia berdasarkan skor semata dan bukan sesuatu yang dapat
dilihat atau dihitung, melainkan dengan ukuran kemampuan yang diuraikan sebagai berikut.
(1) Kemampuan untuk menyelesaikan masalah; (2) kemampuan untuk menghasilkan
persoalan-persoalan baru untuk dipecahkan; (3) kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau
memberikan penghargaan untuk budaya seseorang.
Kecerdasan majemuk (multiple intelligences) adalah sebuah penilaian yang melihat secara
dekriptif bagaimana individu menggunakan kecenderungan untuk memecahkan masalah dan
menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat bagaimana pikiran
manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang
abstrak. Bagi Gardner tidak ada anak yang bodoh atau pintar yang ada anak yang menonjol
dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan. Menurut Gardner ada beberapa jenis
kecerdasan dalam multiple intelligences diantaranya:
1. Kecerdasan Linguistik (Linguistic Intelligence)
Kecerdasan linguistik adalah kecerdasan dalam mengolah kata atau kemampuan
menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tertulis. Orang yang cerdas
dalam bidang ini dapat berargumentasi, meyakinkan orang, menghibur atau mengajar
dengan efektif lewat kata-kata yang diucapkannya. Kecerdasan ini memiliki empat
keterampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan berbicara.
2. Kecerdasan Matematis-Logis (Logical-Mathematical Intelligence)
Kecerdasan matematis-logis adalah kecerdasan dalam hal angka dan logika. Kecerdasan
ini melibatkan keterampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika
atau akal sehat. Seseorang yang menonjol kecerdasan matematis-logis lumrahnya senang
dengan yang berbau angka, mencintai ilmu pengetahuan, senang memecahkan misteri,
menghabiskan waktu mengerjakan asah otak atau teka-teki logika, senang
mengorganisasikan informasi dalam tabel serta grafik, dan menggunakan komputer lebih
dari sekedar untuk bermain permainan.
3. Kecerdasan Spasial (Spatial Intelligence)
Visual spasial merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan gambar di dalam
pikiran seseorang. Kecerdasan ini digunakan oleh anak untuk berpikir dalam bentuk
visualisasi dan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau menemukan jawaban.
4. Kecerdasan Kinestetik (Bodily-Kinestehetic Intelligence)
Kecerdasan kinestetik merupakan keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk
mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya sebagai aktor, pemain pantomime, atlet
atau penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah
sesuatu (misalnya sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan
ini meliputi kemampuan fisik yang spesifik seperti koordinasi, keseimbangan,
keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima
rangsangan (proprioceptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile and haptic).
5. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence)
Kecerdasan musikal adalah kemampuan untuk memproduksi dan mengapresiasi irama,
nada, dan warna suara, serta apresiasi segala macam bentuk musik. Orang dengan
kecerdasan musikal mampu membedakan berbagai tingkatan nada baik naik turun
maupun tinggi rendahnya serta mampu mengolah nada menjadi suatu karya. Pemahaman
tentang musik yang tinggi membuat orang dengan kecerdasan musikal lebih cepat
mempelajari segala hal yang berkaitan dengan musik.
6. Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan antarpribadi disebut juga kecerdasan sosial. Kecerdasan interpersonal
merupakan kemampuan untuk memahami dan bekerja sama dengan orang lain.
Kecerdasan interpersonal muncul ketika seseorang mampu menjalin hubungan sosial
dengan orang lain dan mampu memberikan tanggapan secara layak. Orang dengan
kecerdasan interpersonal mampu mencerna dan merespon secara tepat suasana hati,
tempramen, motivasi, dan keinginan orang lain. Kemunculan kecerdasan ini dapat dilihat
dari kemampuan menggerakkan dan berkomunikasi dengan orang lain. Ketika seseorang
mampu menggerakkan dan berkomunikasi dengan orang lain, maka orang tersebut telah
menciptakan relasi dimana kedua belah pihak memiliki hubungan saling
menguntungkan.
7. Kecerdasan Intrapersonal (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intrapersonal adalah kecerdasan mengenai diri sendiri. Kecerdasan ini adalah
membuat seseorang kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab
atas kehidupannya. Orang-orang yang Kecerdasan interpersonal bertumpu pada
kemampuan seseorang untuk mengenal dan memahami dirinya sendiri baik secara
karakter, emosi, dan tingkah laku. Jika seseorang dapat memahami dirinya sendiri, ia
dapat mengetahui kelebihan dan kekuranganya sehingga mampu untuk menempatkan
dirinya diberbagai situasi. Kecerdasan ini berkaitan dengan prinsip dan pandangan hidup
seseorang terhadap dirinya sendiri sehingga kecerdasan intrapersonal sangat
mempengaruhi karakter nya. Orang yang memiliki kecerdasan intrapersonal yang baik
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
8. Kecerdasan Natural (Naturalist Intelligence)
Kecerdasan naturalis merupakan keahlian dalam mengenali dan mengklasifikasikan
berbagai spesies flora dan fauna, dari sebuah lingkungan individu. Kecerdasan natural
adalah kemampuan seseorang untuk untuk peduli terhadap lingkungan, melestarikan
alam, dan memanfaatkan berbagai sumber daya alam. Orang dengan kecerdasan natural
memiliki ketertarikan tinggi terhadap lingkungan sekitarnya.
9. Kecerdasan Spiritual/ Kecerdasan Eksistensial
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient disingkat SQ) adalah kecerdasan untuk
memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku
dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain.
SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan Intellegent Quotient (IQ) dan
Emotional Quotient (EQ) secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi
kita, karena SQ merupakan landasan dan sumber dari kecerdasan yang lain.
Spiritualitas, dalam pengertian yang luas, merupakan hal yang berhubungan dengan
spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan
hidup manusia, sering dibandingkan dengan sesuatu yang yang bersifat duniawi dan
sementara.

Konsep Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences


Multiple Intelligences mempunyai metode discovering ability, artinya proses menemukan
kemampuan seseorang. Metode ini meyakini bahwa setiap orang pasti memiliki
kecenderungan jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan tersebut harus ditemukan melalui
pencarian kecerdasan. Konsep multiple intelligences yang menitikberatkan pada ranah
keunikan selalu menemukan keunikan setiap anak. Lebih jauh, konsep ini percaya bahwa
tidak ada anak yang bodoh, sebab setiap anak pasti minimal memiliki satu kelebihan. Apabila
kelebihan tersebut dapat dideteksi dari awal otomatis kelebihan itu adalah potensi kepandaian
sang anak. Atas dasar itu, seyogyanya sekolah menerima siswa barunya dalam kondisi
apapun. Dari metode diatas dapat dikatakan bahwa merupakan tugas sekolah dalam meneliti
kondisi siswa dalam hal psikologis dengan proses mengetahui kecenderungan beberapa
model kecerdasan siswa melalui kecerdasan riset yang dinamakan Multiple Intelligences
Research (MIR).
Teori multiple intelligences membuka kemungkinan bagi setiap anak untuk belajar dan
mencapai tugas perkembangan. Multiple intelligences menghindarkan anak dari kegagalan
tugas perkembangan, seperti rasa rendah diri dan tidak bahagia, rasa ketidaksetujuan dan
penolakan sosial, yang akan menyulitkan penguasaan tugas perkembangan baru. Tugas
perkembangan akan terganggu jika anak tidak memperoleh kesempatan untuk belajar apa
yang diharapkan oleh kelompok sekolah, tidak memperoleh bimbingan dalam belajar, dan
tidak memiliki motivasi untuk belajar. Sebaliknya anak akan terdukung oleh lingkungan yang
memberikan kesempatan anak untuk belajar, bimbingan belajar dari orang tua dan pendidik,
serta motivasi yang kuat untuk belajar. Hal ini berarti, multiple intelligences memberi
kesempatan pada anak untuk mendapatkan dukungan untuk pencapaian tugas perkembangan.
DAFTAR RUJUKAN

Fatmawiyati, Jati. 2018. Telaah Intelegensi.


https://www.researchgate.net/publication/328224033 (Online)
Gardner, Howard. 1983. Frames Of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. New York:
BesicBooks
Wijaya. H. 2018. Pendidikan Neurosains Dan Implikasinya Dalam Pendidikan Masa Kini.
https://www.researchgate.net/publication/323114055_Pendidikan_Neurosains_Dan_I
mplikasinya_Dalam_Pendidikan_Masa_Kini (Online)
Kusniati, Endang. 2016. Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences.
https://core.ac.uk/download/pdf/229570963.pdf (Online)
Mustika, Sarah. 2020. Kecerdasan Majemuk Gardner.
https://www.researchgate.net/publication/343151984 (Online)
Wathon, A. 2015. Neurosains dalam Pendidikan.
https://media.neliti.com/media/publications/177272-ID-neurosains-dalam-
pendidikan.pdf (Online)

Anda mungkin juga menyukai