Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum KI-3121

Analisis Spektrofotometri

Percobaan 01

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

Nama : Josephine Claudia Tan

NIM : 10517021

Kelompok : 02

Tanggal Percobaan : 18 September 2019

Tanggal Pengumpulan : 25 September 2019

Asisten : Syehnod

LABORATORIUM KIMIA ANALITIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN


I. Tujuan Percobaan
1. Menentukan panjang gelombang pengukuran (λmaks) KMnO4 dan K2Cr2O7.
2. Menentukan konsentrasi masing-masing komponen pada campuran dengan
spektrofotometri tanpa pemisahan.

II. Teori Dasar

Pada larutan 2 komponen yang bercampur dalam suatu larutan, akan terdapat dua
kemungkinan kondisi yang memengaruhi pengukuran spektrum absorbansi. Jika kedua
komponen saling berinteraksi, sifat penyerapannya akan mungkin sekali berubah, sehingga
menghasilkan spektrum absorpsi yang berbeda dari komponennya masing-masing.
Sebaliknya jika tidak terjadi interaksi maka sifat absorbsi kedua komponen tidak mengalami
perubahan. Analisis dua komponen tanpa pemisahan dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu
dengan pemilihan panjang gelombang tertentu atau dengan hukum Lambert-Beer. Pada
metode pertama, dipilih panjang gelombang dimana komponen yang satu memiliki absorbansi
yang jauh lebih besar daripada komponen lainnya, dan panjang gelombang satunya
sebaliknya. Metode lainnya dapat dilakukan melalui perhitungan menggunakan hukum
Lambert-Beer, yaitu pada dalam satu larutan yang mengandung n komponen, maka dapat
diaplikasikan persamaan berikut;

𝐴𝑖 = ∑ 𝑘𝑖𝑗 𝐶𝑗

III. Cara Kerja


Pertama-tama, dari larutan induk KMnO4 0.02 M diambil 5 mL, kemudian H2SO4 2M
5 mL ditambahkan. Larutan lalu diencerkan dalam labu takar 50 mL sehingga
konsentrasinya menjadi 0.002 M. KMnO4 0.002 M kemudian dimasukkan dalam buret 25
mL. Diambil 2.5 mL KMnO4, ditambahkan 5 mL H2SO4, kemudian diencerkan dalam labu
takar 50 mL. KMnO4 0.1 mM tersebut kemudian diukur dengan spektrofotometer UV-vis,
dan ditentukan λmaks nya. Setelah itu larutan-larutan standar KMnO4 0.1 M, 0.2 M, 0.3 M,
dan 0.4 M dibuat dengan volume akhir volume 50 mL, dengan langkah yang sama dengan
sebelumnya, lalu dilakukan pengukuran absorbansi. Dilakukan juga sama pada larutan
K2Cr2O7, namun dengan konsentrasi 0.16 mM; 0,8 mM; 1,28 mM; dan 1,6 mM. Larutan
sampel juga dibuat dengan konsentrasi larutan Mn 0,1 mM dan konsentrasi larutan K2Cr2O7
1,6 mM. Konsentrasi dan komposisinya larutan campuran kemudian diukur dan dilihat
apakah sesuai teori atau tidak. Untuk itu, digunakan kurva untuk menentukan nilai k dari
persamaan linearnya.

IV. Data Pengamatan

A. Pemilihan panjang gelombang (λmaks)

λ1 (λ maks KMnO4) : 522.0 nm


λ2 (λ maks K2Cr2O7) : 393.8 nm

B. Serapan KMnO4 dan K2Cr2O7 pada λ1


Tabel 1. Absorbansi pada λ1

λ1 = 522.0 nm
[KMnO4] (mM) A [K2Cr2O7] (mM) A
0.1 0.30662 0.16 0.00326
0.2 0.61482 0.8 0.01741
0.3 0.92226 1.28 0.03567
0.4 1.13508 1.6 0.04534
Campuran 0.36514
C. Serapan
KMnO4 dan K2Cr2O7 pada λ2
Tabel 2. Absorbansi pada λ2
λ2 = 393.8 nm
[KMnO4] (mM) A [K2Cr2O7] (mM) A
0.1 0.02312 0.16 0.09735
0.2 0.09429 0.8 0.6458
0.3 0.08885 1.28 1.03305
0.4 0.10232 1.6 1.17792
Campuran 1.29904

V. Pengolahan Data
Untuk melihat sifat keaditifan kedua larutan, absorbansi pengukuran larutan
campuran dibandingkan dengan hasil penjumlahan absorbansi tiap larutan pada
konsentrasi yang sama. Perhitungan dilakukan sebagai berikut;

Pada λ1 = 522.0 nm,


Absorbansi campuran = 0,36514
A [KMnO4]+ A [K2Cr2O7] = 0,30662 + 0,04534 = 0,35196

Pada λ2 = 393,8 nm,


Absorbansi campuran = 1,29904
A [KMnO4]+ A [K2Cr2O7] = 0.02312 + 1.17792 = 1,20104

Umtuk penetuan tetapan k, berikut ini adalah plot absorbansi larutan terhadap konsentrasi
larutan beserta persamaan linearnya;

Absorbansi KMnO4 pada λ1 Absorbansi K2Cr2O7 pada λ1


1.4 0.05
0.045
1.2
0.04
1 0.035
0.8 0.03
0.025
0.6 y = 2792.8x + 0.0465 0.02
y = 29.754x - 0.0031
0.4 R² = 0.9931 0.015 R² = 0.9862
0.01
0.2
0.005
0 0
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002

Absorbansi KMnO4 pada λ2 Absorbansi K2Cr2O7 pada λ2


0.12 1.4

0.1 1.2
1
0.08
0.8
0.06 y = 273.22x - 0.0014
R² = 0.9701 0.6 y = 767.02x + 0.0022
0.04 R² = 0.9904
0.4
0.02 0.2

0 0
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004 0.0005 0 0.0005 0.001 0.0015 0.002

Grafik 1. Kurva linear absorbansi terhadap konsentrasi larutan (M): (a) kiri atas
absorbansi KMnO4 pada λ1, (b) kiri bawah absorbansi KMnO4 pada λ2, (c) kanan atas
absorbansi K2Cr2O7 pada λ1, (d) kanan bawah K2Cr2O7 pada λ2.
Dari persamaan linier diatas didapatkan :

k KMnO4 (λ1= 522 nm) = 2792.8 k11


k KMnO4 (λ2= 393.8 nm) = 273.22 k21
k K2Cr2O7 (λ1= 522 nm) = 29.754 k12
k K2Cr2O7 (λ2= 393.8 nm)= 767.02 k22

Dengan demikian didapatkan 2 persamaan;


A1 = k11 C1 + k12 C2 [i]
A2 = k21 C1 + k22 C2 [ii]
A1 = sampel pada λ1
A2 = sampel pada λ2
C1 = konsentrasi KMnO4
C2 = konsentrasi K2Cr2O7

0.36514 = 2792.8 C1 + 29.754 C2


1.29904 = 273.22 C1 + 767.02 C2

Persamaan diubah dalam bentuk matriks A.x = B;

A x B

2782.8 29.754 C1 0.3614


273.22 767.02 C2 1.29904

Untuk mendapatkan nilai x, matriks A diinvers sehingga x = A-1. B

A-1

0.00036 -0.00001
-0.00013 0.00131
dilakukan perkalian dengan matriks B, didapat nilai C1 dan C2;

C1 = 0.000112 M = 0.112 mM
C2 = 0.001654 M = 1.654 mM

Konsentrasi teoritis campuran:


[KMnO4] = 0,0001 M = 0,1 mM
[K2Cr2O7] = 0,0016 M = 1,6 mM

0.112 mM−0.1 mM
Galat [KMnO4] = x 100% = 12%
0,1 mM
1.654 mM−1,6 mM
Galat [K2Cr2O7] = x 100% = 33.75%
1,6 mM

VI. Pembahasan

Spektrofotometri UV-vis adalah pengukuran serapan cahaya pada daerah sinar


tampak (350 nm – 800 nm) dan daerah ultraviolet (200nm – 350 nm). Serapan cahaya
pada panjang gelombang tersebut akan mengakibatkan transisi elektronik, yaitu
eksitasi elektron ke orbital yang lebih tinggi. Detektor kemudian dapat mengukur
intensitas cahaya yang tersisa setelah penyerapan untuk eksitasi elektron tersebut,
untuk kemudian diolah menjadi data absorbansi. Pada larutan yang mengandung
komponen berwarna, konsentrasi larutan yang dianalisis akan sebanding dengan
jumlah sinar yang diserap komponen dalam larutan tersebut.
Pada percobaan ini, digunakan dua larutan, KMnO4 yang berwarna ungu dan
K2Cr2O7 yang berwarna kuning-jingga. Pertama-tama, larutan KMnO4 pada konsentrasi
0,1 mM diukur dengan spektrofotometri UV-vis, kemudian panjang gelombang pada
absorbansi maksimum ditetapkan menjadi λ1. Begitu pula dengan larutan K2Cr2O7 pada
konsentrasi 1,6 mM, didapat λ2. Kedua panjang gelombang tersebut akan menjadi
panjang gelombang pengukurna pada percobaan ini. Panjang gelombang ini diambil
karena pada panjang gelombang λ1, absorbansi KMnO4 akan jauh lebih besar daripada
absorbansi K2Cr2O7. Begitu pula sebalikanya pada panjang gelombang 2.
Setelah itu, dilakukan pengukuran terhadap campuran larutan dengan konsentrasi
masing-masing 0,1 mM KMnO4 dan 1,6 mM K2Cr2O7. Diambil absorbansi pada kedua
panjang gelombang, lalu dibandingkan dengan jumlah aljabar absorbansi masing-
masing larutan komponen terpisah. Dari data yang didapat, absorbansi campuran dan
hasil penjumlahan pada λ1 berturut-turut sebesar 0,36514 dan 0,35196. Sedangkan pada
λ2 berturut-turut sebesar1,29904 dan 1,20104. Hasil yang didapat tidak berbeda terlalu
jauh, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua larutan kemungkinan besar
memiliki sifat aditif, sehingga analisis kedua komponen secara bersamaan tanpa
pemisahan akan dapat dilakukan dengan spektrofotometri. Dari perbandingan kedua
nilai dapat terlihat bahwa absorbansi campuran sedikit lebih besar dari hasil
pemjumlahan. Hal ini menjunjukkan adanya interaksi antar kedua molekul walaupun
sedikit, karena larutan tidak ideal.
Selain dikarenakan sifat aditifnya, KMnO4 dan K2Cr2O7 digunakan karena
memiliki perbedaan warna di rentang cahaya tampak, sehingga dapat diukur pada
spektrofotometri UV-Vis. Alasan lainnya yaitu karena kedua komponon, KMnO4 dan
K2Cr2O7 memiliki bilangan oksidasi tertinggi sehingga tidak akan teroksidasi oleh
kontak dengan udara, sehingga warnanya akan relatif konstan selama proses
pembuatan larutan hingga pengukuran. Penambahan H2SO4 ke dalam sampel juga
berfungsi untuk mencegah terjadinya reduksi pada kedua spesi tersebut.
Untuk menentukan nilai k masing-masing larutan, perlu dibuat kurva kalibrasi
dengan membuat larutan standar pada percobaan ini masing-masing 4 konsentrasi
untuk KMnO4 pada rentang 0,1 mM - 0,4 mM, sedangkan pada K2Cr2O7 pada rentang
0,16 mM – 1,6 mM. Absorbansi masing-masing diukur pada 2 panjang gelombang, lalu
di plot, dicari persamaan linearnya, sehingga nilai k masing-masing dapat ditentukan.
Absorbansi campuran pada pengukuran 2 panjang gelombang dapat dimasukkan
dalam persamaan yang didapat dari kurva kalibrasi. Dengan demikian, didapatkan 2
persamaan dengan 2 variabel, sehingga kedua variabel, yaitu konsentrasi kedua
komponen campuran akan dapat ditentukan nilainya. Dari data percobaan, didapat
konsentrasi KMnO4 dan K2Cr2O7 pada campuran berturut-turut 0.112 mM dan 1.654
mM, sedangkan pada pembuatan larutan diketahui konsentrasinya secara berurutan 0,1
mM dan 1,6 mM. Galat konsentrasi yang didapat sebesar 12 % dan 33,75%. Galat ini
dapat disebabkan oleh human error selama pembuatan larutan. Hal ini akan dapat
diminimalisir dengan memperbanyak larutan standar kurva kalibrasi, sehingga
persamaan linear yang dihasilkan bisa lebih akurat. Seperti pada grafik 1(b), ada 1 data
yang dihilangkan karena penyimpangannya terlalu besar.

VII. Kesimpulan
Panjang gelombang pengukuran 522 nm dan 393,8 nm. NIlai k hasil kurva kalibrasi
pada kedua panjang gelombang maksimum sebagai berikut;

k KMnO4 (λ1= 522 nm) = 2792.8 k11


k KMnO4 (λ2= 393.8 nm) = 273.22 k21
k K2Cr2O7 (λ1= 522 nm) = 29.754 k12
k K2Cr2O7 (λ2= 393.8 nm)= 767.02 k22

Konsentrasi KMnO4 pada campuran didapat sebesar 0,112 mM, dnegan galat
sebesar 12%, sedangkan konsentrasi K2Cr2O7 didapat sebesar 1,654 mM dengan
galat sebesar 33,75%.

VIII. Daftar Pustaka


Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry, 1st ed. McGraw-Hill, USA. Hal.
389
Skoog, Douglas A. 2004. Fundamental of Analytical Chemistry, 8th ed. USA :
Saunders
Jeffery, G. H. Basset, J. Mendham, J. Denney, R. C. Vogel’s Textbook of
Quantitative Chemical Analysis.5th edition.Longman Scientific and Technical.
London. 1989. Page 715-716.

Anda mungkin juga menyukai