Anda di halaman 1dari 12

Sekilas tentang Paradigma Desain Arsitektur Tropis

Paradigma desain arsitektur tropis merupakan pandangan dalam upaya mencapai


karakter-karakter arsitektur yang dapat diidentifikasi sebagai karakter yang dimiliki
daerah tropis sehingga dapat membedakannya dengan arsitektur di daerah yang
beriklim lain. Adapun paradigma desain tropis terdiri dari tiga paradigma yaitu:

1) Line, edge, & shade


2) Tradition base
3) New screen & Louver Kitsch

Ketiga paradigma tersebut masing-masing memiliki ciri. Untuk paradigma line,


edge & shade adalah paradigma yang desainnya beriorientasi kedepan tanpa
memperdulikan desain yang masanya sudah berlalu. Tradition Based adalah
paradigma yang mempertahankan kebudayaan sekitar atau kearifan lokal tanpa
melupakan prinsip desain arsitektur tropis itu sendiri. Sedangkan New screen &
Louver Kitsch adalah paradigma yang hanya memberi kesan desain tropis atau gaya
desainnya yang hampir mirip dengan desain tropis namun sebenarnya bukan desain
tropis.
Identifikasi Paradigma Desain Arsitektur Tropis

Pada Bangunan di Sekitar Kota Palu

Gedung perkantoran Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah yang


terletak di JL. Prof. Mohammad Yamin, No. 48

Gedung BPS ini menggunakan paradigma New screen & Louver. Bangunan
ini sekilas menampilkan beberapa ciri dari desain tropis diantaranya adalah bukaan
yang lebar dengan jumlah yang sangat banyak serta penerapan air menjadi elemen
penghias dan lanskap. Sangat baik pencahayaan di dalam gedung ini berupa
pencahayaan skylight.
Namun, gedung ini sebenarnya bergaya moderen dengan penggunaan ACP
(aluminium composite panel) dan Cladding kaca berbingkai aluminium sebagai
material utama dinding yang mengelilingi gedung.
Gedung ini menampilkan sekilas dari desain tropis yaitu pencahayaan yang
baik dengan adanya sun shading di beberapa bagian. Akan tetapi sun-shading
tersebut tidak sepenuhnya dapat menghalangi dari cahaya matahari mengingat
orientasi bangunan ini menghadap ke arah barat yang apabila sore hari akan terpapar
langsung sinar matahari dan terasa sangat panas. Sun shading tersebut hanyalah
sebagai penambah estetika terutama pada pintu masuk sekaligus pelengkap fasad.
Selain itu, dalam arsitektur tropis juga penggunaan vegetasi dan penataan
landscape yang rapih dan teduh sangat diperlukan. Vegetasi dapat menyaring sinar
matahari langsung ke arah gedung walaupun ada yang tidak secara menyeluruh.
Vegetasi tersebut juga dapat menyaring polusi udara yang berasal dari kendaraan
yang melintasi jalan raya depan area gedung. Akan tetapi setelah memasuki halaman,
gedung BPS ini terlihat gersang karena hampir sebagian ditutupi paving blok dan
minim tanaman. Mungkin karena gedung ini masih baru. Selain itu pada sisi lain
halaman terdapat kolam hias yang kemudian membentang disisi kiri dan kanan
gedung ini. Kolam ini dapat dijadikan sebagai elemen estetika ataupun sebagai
pendingin bangunan.
Sesungguhnya gedung BPS ini jauh dari kesan tropis. Ditinjau dari aspek bentuk,
bangunan ini mengikuti bentuk gedung statistik pusat yang berada di Jakarta. Prinsip
repetisi penggunaan kaca hampir disemua sisi dan elemen vertikal horizontal dengan
atap yang datar. Bentuk tersebut sangat tidak cocok diterapkan di kota Palu
mengingat kondisi iklim dan cuaca yang berada di kota Palu dengan intensitas curah
hujan yang tak menentu serta panas yang tak menyenangkan hampir terjadi setiap
harinya.

Penggunaan kaca tersebut hanya akan menimbulkan panas yang berlebih di dalam
bangunan terutama pada siang dan sore hari. Apalagi bahwa kaca dan ACP bukanlah
isolator panas yang baik. Selain itu tidak adanya roster ataupun cross ventilation
yang terdapat pada gedung ini dan hanya mengandalkan penggunaan pendingin
ruangan/ AC. Gedung ini hanya memiliki keunggulan dengan sistem pencahayaan
yang baik pada siang hari layaknya bangunan berdisain arsitektur tropis pada
umumnya bila ditinjau dari segi pencahayaan.

Oleh karena itu, bangunan ini menggunakan paradigma New Screen & Louver
yang hanya menampilkan beberapa kesan disain tropis tapi sebenarnya orientasinya
bukan terhadap desain tropis melainkan hanya mengambil beberapa gaya keseluruhan
ataupun tidak secara keseluruhan untuk kepentingan estetika dan image publik
semata.
Gedung perkantoran BPKP provinsi Sulawesi Tengah

Gedung BPKP ini menggunakan paradigma Tradition-Based yang


mengandung unsur vernakuler tanpa menghilangkan jati diri sebagai desain
arsitektur tropis. Jenis Tradition-Based yang digunakan adalah jenis Reinterpreting
Tradition yaitu menginterpretasikan kembali nilai-nilai dalam arsitektur vernakuler
Sulawesi Tengah. Hasilnya berupa pengasingan bentuk, dimana bentuk tradisional itu
ada tapi tidak terlalu nampak secara keseluruhan. Desainnya lebih berbaur dengan
arsitektur moderen tanpa meninggalkan kesan traditional yang terdapat pada beberapa
bagian dari bangunan tersebut. Dapat dikatakan Reinterpreting Tradition ini sebagai
gaya moderen-kontemporer.
Gaya tradisional pada gedung ini terlihat dari penggunaan bentuk atap. Bentuk
atapnya mengambil bentuk atap rumah adat lobo yang merupakan salah satu rumah
adat tradisional daerah Sulawesi Tengah. Pada bagian atapnya terdapat roster atau
ventilasi atap yang dapat menjadi tempat sirkulasi udara yang berada dibawah atap
agar panas tidak terjebak dibawah atap bangunan sehingga suhu yang dihasilkan
untuk bagian dalam bangunan tetap stabil. Hal tersebut mencirikan desain arsitektur
tropis.

Gedung BPKP ini menghadap ke arah barat dengan mendapat penyinaran


matahari secara langsung pada sore hari. Akan tetapi, sinar matahari tersebut bisa
disiasati dengan penggunaan sun-shading yang tepat seperti pada gedung BPKP ini.
Sinar matahari dapat dibiaskan sehingga tidak secara langsung masuk kedalam
bangunan. Gedung ini menggunakan bukaan yang memadai pada setiap sisinya
lengkap dengan sistem cross ventilation. Selain itu, penggunaan kaca riben untuk
kaca jendela dan pintunya sangat tepat untuk menanggulangi intensitas cahaya
matahari yang banyak terutama pada sore hari.

Desain bukaannya tetap memperhatikan gaya tradisional dengan bingkai kayu


mengelilingi bagian jendela dan ventilasinya. Sentuhan moderen terlihat pada
bingkai pintu atau kusen pintu yang terbuat dari aluminium berwarna hitam.
Selain itu, penataan landscape gedung ini sangat baik. Gedung ini berkesan
teduh walaupun bagian luarnya terpapar langsung sinar matahari dari arah barat
karena penggunaan vegetasi yang mendukung. Material yang digunakan adalah
material yang tidak menyerap panas. Cat yang digunakan pada eksterior gedung ini
sangat cocok dengan kondisi lingkungannya.
Gedung BPKP ini sangat mencerminkan arsitektur vernakuler dengan
memasukkan beberapa ciri khas yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah tanpa
menghilangkan sentuhan masa kini pada bangunanya.

Oleh sebab itu, gedung perkantoran BPKP ini disebut sebagai desain
kontemporer dengan mengambil paradigma Tradition Based yaitu Reinterpreting
Tradition dengan memadupadankan unsur tradisional dan unsur moderen.
PARADIGMA DESAIN ARSITEKTUR TROPIS

“ Identifikasi Paradigma Arsitektur Tropis Gedung Perkantoran


di Wilayah Kota Palu”

oleh

KELOMPOK 2
Miranda Arasyid
Dinda Aprilia
Egy Wulandari
George Joshua
Reski P. Lagarense
Moh. Rais

Anda mungkin juga menyukai