PF Neurologi
PF Neurologi
1
Anatomi Kesadaran4
Keadaan sadar ditentukan oleh 2 komponen, yaitu:
a. Aspek “on‐off quality” atau “Arousibility”
Formasio retikularis terletak di rostral mid pons, midbrain
(mesencephalon) dan thalamus ke korteks serebri ARAS
(= Ascending Reticular Activating System)
b. Aspek “Content” ( isi kesadaran) : Korteks Serebri
2
Soporokoma : Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan
rangsang nyeri masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll) masih
baik dan nafas masih adekuat.
Koma : Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi nafas
terganggu atau negatif.
Tingkat kesadaran kualitatif kurang akurat karena merupakan hasil pemeriksaan
individual.
3
Lokasi memberikan rangsangan nyeri.1
4
Verbal4,5
Orientasi baik, berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang = 5
Gelisah (confused), jawaban yang kacau terhadap pertanyaan = 4
Kata tak jelas (inappropriate), seperti berteriak dan tidak menanggapi
pembicaraan orang lain = 3
5
Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible‐sounds), selalu ada suara
rintihan dan erangan = 2
Tak ada suara = 1
7
A.Sewaktu mengangkat
kepala, badan ikut
terangkat.
B.Gerakan leher ke kanan
atau kiri tidak ada
gangguan.
C.Gerakan dorsofleksi tidak
ada tahanan
KERNIG SIGN2,3,5
Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135
derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang
dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.
8
BRUDZINSKI I (Tanda Leher menurut Brudzinski)2,3,5
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan
dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan
kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di
sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.
9
PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL
Pemeriksaan saraf otak dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan
jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu
pemahaman anatomi,fungsi dan hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi dapat
terjadi pada serabut atau bagian perifer (infranuklir, pada inti (nuklir) atau
hubungan ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak hal ini diikuti oleh degerasi saraf
perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri. 2,4
Saraf otak terbagi atas saraf otak I-XII (Nervus cranialis I-XII). Saraf otak
I & II merupakan jaras-jaras berupa tonjolan otak. Saraf otak XI berasal dari
segmen servical atas medula spinalis. Saraf otak III-X dan XII berhubungan
dengan batang otak. Nervus cranial yang mempunyai fungsi motorik berasal dari
kelompok-kelompok sel yang terbenam di batang otak yang analog dengan sel-sel
pada cornu anterior medula spinalis, sedangkan saraf cranial sensorik berasal dari
kumpulan sel di batang otak, biasanya dalam ganglion-ganglion yang dianggap
aanalog dengan ganglion radiks dorsals saraf spinalis.6,7,8
10
SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS )2,4,5,6,7
Anatomi:
Istilah umumnya ditujukan pada traktus olfaktorius, yang muncul dari bulbus
olfaktorius pada bagian ventral lobus frontalis dan dilanjutkan ke posterior untuk
berakhir tepat di sebelah lateral kiasma optikum, tempat dimana jaras tersebut
menembus cerebrum.
11
• Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka
• Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak
sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.
• Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan
atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain
yaitu kakosmia.
• Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik
merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi
bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka
kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi
olfaktorik.
12
menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler
lokal atau oleh kelainan saraf.
1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan ( Visus )
Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus oleh karena penyakit mata.
Tabel Snellen
Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.
Mata kiri ditutup dengan tangan kiri
dan visus mata kanan diperiksa.
Dengan mata kanannya membaca
huruf-huruf dalam tabel snellen.
Begitu juga sebaliknya untuk mata kiri.
Interpretasi
Visus normal : 6/6
x : jarak penderita dengan snellen
y : jarak dimana orang normal dapat melihat
tulisan dalam snellen
Jari-jari Tangan
• Visus pasien menurun →< 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.
• Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya.
• Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.
Interpretasi
• Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m,
• jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m→ visus: 5/60
Gerakan Tangan
– Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.
– Jarak berapa pasien dengan jelas dapat menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
Interpretasi
Normal : Gerakan tangan dari jarak 300 m
Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 m→visus 3/300
Lampu / Cahaya
Memakai rangsangan cahaya.
13
Mata pasien disinari dengan cahaya lampu lalu pasien disuruh menentukan gelap
atau terang.
Interpretasi
Normal : Jarak tak terhingga
Jika dpt melihat cahaya dr jarak 1 m→ visus 1/~.
Cahaya tidak dilihat→visus: nol (nol light perseption)
2. Pemeriksaan & Interpretasi Pengenalan Warna
Pemeriksaan :
– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang wol berwarna.
– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara atau stiling.
– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.
Interpretasi: Normal atau Buta Warna
3. pemeriksaan Lapang Pandang
Metode test :
Tanpa alat : Test konfrontasi.
Dengan alat : Test kampimeter dan Test perimeter
Persiapan :
– Pasien kooperatif.
– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan
Test konfrontasi
Interpretasi: Normal atau menyempit
14
• Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya,
ini disebut dengan SKOTOMA.
• Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.
• Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.
• Macam macam gangguan ”visual field” antara lain :
- hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal )
- homonymous hemianopsia
- homonymous quadrantanopsia
- total blindness dsb
4. Pemeriksaan Funduskopi
o Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.
o Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.
o Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus tangan kiri yang
memegang dahi pasien.
o Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa,begitu
sebaliknya.
o Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi.
Interpretasi Funduskopi:
1. Gambaran retina
Normal :
_ Latar belakang :merah jingga
_ Papil nervus optikus : lebih muda
_ Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-
cabangnya ke seluruh retina
_ Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua
_ Reflek sinar hanya tampak pada arteri
_ Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelokdibandingkan arteri
_ Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola
mata → pulsasi lebih jelas
15
2.Gambaran Nervus Optikus
Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal sedikit pucat,
batas tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri
3:2
16
sinus kavernosus untuk keluar dari rongga cranium melalui fisura orbitalis
superior.
17
Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus
/endoftalmus
B.Observasi celah kelopak mata
Pemeriksaan :
Penderita memandang lurus kedepan
Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.
Interpretasi
Normal : simetris kanan-kiri
Kelainan : 1.Celah kelopak mata menyempit : Ptosis, Enoftalmus dan
blefarospasmus
2.Celah kelopak mata melebar : Eksoftalmus & proptosis
2. Pemeriksaan gerakan bola mata
Penilaian gerakan monokular
Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah
Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak
Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (doll’s eye movement)
Kelainan :
– Pintpoin pupil
– Bentuk ireguler
– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya
– Pupil marcus gunn
– Pupil argyll robertson
– Pupil adie
19
SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS )3,6,7,8
Anatomi :
Nervu V (trigeminus) berisi radiks sensoris yang besar dan radiks motorik yang
lebih kecil. Bagian sensorik berasal dari sel-sel pada ganglion semilunaris
(gasseri) yang besar di bagian lateral sinus kavernosus, berjalan ke posterior di
antara sinus petrosus superior dan tentorium, serta menembus pedunkulus
cerebelaris medius untuk memasuki pons. Serabut-serabut bagian opthalmika
masuk ke dalam tengkorak melalui fisura orbitalis superior. Serabut-serabut
sensorik bgian mndibularis, bersatu dengan bagian motorik atau masticator yang
meninggalkan pons di bagian ventromedial sensory rootlets dan meninggalkan
rongga cranium melalui foramen ovale.
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N. Trigeminus
2. Fungsi sensorik N.Trigeminus
3. Reflek Trigeminal
1. Fungsi Motorik N. Trigeminus
• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter & temporalis
•Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah (m.pterigoideus
lateralis)
•Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan (M.Pterigoideus
Medialis)
20
Interpretasi
Normal:
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris
– Rahang bawah berada ditengah tengah
– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan kiri
Kelainan :
– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan kiri (-) / melemah.
– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi m.pterigoideus lateralis
yg lumpuh.
– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang lumpuh lebih dangkal.
2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus
Cara pemeriksaan :
Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,
kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.
Interpretasi :
Normal : gangguan sensibilitas(-)
Kelainan :
•Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri
•Termanestesi : tidak merasakan rangsangan suhu
•Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba
3.Reflek Trigeminal
a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V)
Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup
matanya atau Lalu menanyakan apakah pasien dapat merasakan.
b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V)
Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu,
lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer
refleks”. Normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak
ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m.
pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex
meninggi.
21
c. Refleks supraorbital
Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan
mata menutup homolateral (tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang
lain).
Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N.Fasialis
2. Fungsi sensorik N.Fasialis
3. Parasimpatis N.Fasialis
1.Pemeriksaan dan Interpretasi fungsi motorik
a.Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat
Pemeriksaan :
Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan
kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis,
lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.
22
b.Observasi otot wajah saat digerakkan
– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.
– Mengangkat alis
– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.
– Moncongkan bibir atau menyengir.
– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan
apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi
yang lumpuh.
2.Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
Bahan : larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine (rasa pahit), cuka (rasa
asam)
Pemeriksaan:
1.Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya
2.Bersihkan lidah sebelum pemeriksaan
3.Berilah rangsangan pada indera pengecapnya 2/3 bagian depan
4. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas
Interpretasi : Ageusia, Pargeusia, Hipoageusia dan Hemiageusia
3.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Pemeriksaan :
1. Inspeksi lakrimasi dan sekresi kelenjar ludah
2. Gunakan kertas lakmus untuk memeriksa sekresi glandula lakrimasi, glandula
submaxilaris dan glandula sublingualis
Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.
Cara :
• Sekresi air mata.
• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )
• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm
• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).
Interpretasi :
Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan sublingualis baik
Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.submaxilaris dan sublingualis
23
SARAF OTAK VIII (NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS
VESTIBULARIS)2,3,5,6,7,8
Antomi :
Nervus akustikus atau statoakustikus memasuki rongga cranium melalui meatus
akustikus internus dan masuk kedalam batang otak di belakang tepi posterior
pedunkulus serebelaris medius. Bagian vestibuler timbul dari sel-sel dalam
ganglion vestibularis (ganglion dari scarpa) yang terletak di dalam bagian dorsal
meatus auditori inteernus. Bagian koklear timbul dari ganglion spiralis.
Pemeriksaan N. Kokhlearis
Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.
a. Pemeriksaan Weber.
Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan
kiri pasien. Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan
kanan sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ).
Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis
media kiri, pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat ” nerve
deafness ” disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .
b. Pemeriksaan Rinne.
Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari
pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama
dari pada melalui tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai
24
pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan
meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test
positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada ” Conduction deafness ”
test Rinne negatif.
c. Pemesiksaan Schwabach.
Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa
yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat
telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala
ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh
pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi
udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada
tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak
mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk
konduksi tulang) lebih pendek.
Pemeriksaan N. Vestibularis
a. Pemeriksaan dengan test kalori
Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan.
Bila telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri.
Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,
misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan
keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.
b. Pemeriksaan “past pointing test”
25
Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,
kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya
pasien harus dapat melakukannya.
c. Test Romberg
Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang
lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan
dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri
dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
d. Test melangkah ditempat ( Stepping test )
Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah
dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk
berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test
berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari
1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.
26
Nervus IX Nervus X
27
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Inspeksi sekresi kelenjar ludah
Interpretasi :
Normal : sekresi kelenjar ludah ada
Kelainan : sekresi kelenjar ludah (-)
28
1.Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa,
kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.
Interpretasi :
Normal : Kontraksi +
Kelainan : Kontkaksi -
2.Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius
Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien
diminta untuk mengangkat pundaknya.
A.Saat Istirahat
B.Saat bahu digerakkan
Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris : kelemahan pada bahu yg sakit
29
Cara pemeriksaan.
• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak
dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.
• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke daerah lumpuh
karena tonus disini menurun.
• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.
• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .
• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke samping pada pipi
dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.
30
3. Palpasi otot
• Pengukuran besar otot
• Nyeri tekan
• Kontraktur
• Konsistensi (kekenyalan)
• Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
– Kontraktur otot.
• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:
– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.
4. Perkusi otot.
• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan
berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.
• Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat
pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).
• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh
karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian
ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan
lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.
• Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).
• Hipotoni : tahanan berkurang.
• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN.
• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
• Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua
cara:
31
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan
pemeriksa menahan gerakan ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.
Untuk memeriksa kekuatan otot maka sebaiknya dilakukan satu arah gerakan pada
satu sendi saja dan otot atau kelompok otot tersebut langsung dinilai. Gerakan
dapat pula dilakukan dengan menyuruh pasien membuat gerakan tersebut.5
Cara menilai kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5, yaitu :5
Derajat 5 : kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan
otot tersebut dengan tahanan maksimal dari pemeriksa yang
dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.
Derajat 4 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan
gaya berat dan juga melawan tahanan ringan dan sedang dari
pemeriksa.
Derajat 3 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan
gaya berat, tetapi tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa.
Derajat 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat
dihilangkan.
Derajat 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan.
Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali, paralisis total.
Cara pemeriksaan otot :
Pasien disuruh menggerakkan otot menurut fungsinya dan pemeriksa memberikan
perlawanan terhadap gerakan tersebut, atau sebaliknya pemeriksa melakukan
gerakan pasif pada anggota gerak pasien dan pasien disuruh melawan gerakan
tersebut.
Anggota gerak atas,yaitu :3
• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
32
• Pemeriksaan abduksi ibu jari.
• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
• Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah, yaitu ;3
• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
• Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
• Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis
7. Gerakan involunter.
• Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif,
yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan
ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus
pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex
ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi,
substansia nigra, nucleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelum.
• Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada
corpus striatum ( nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan
lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada
sindroma Parkinson.
• Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar,
disebabkan gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap
aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan
gerakan volunter.
33
• Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan,
eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang
hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus
striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
• Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan
atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit ,
torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.
Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nucleus kaudatus.
• Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra,
hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerakan ini
dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area
prerubral dan berkas porel.
• Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot
yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron.
Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit. keduten tidak
secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi.
• Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung
sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot
skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi.
• Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah
pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex,
basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik
dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada
serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “
Cerebellar sign “.
• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”
– Test telunjuk hidung.
– Test jari – jari tangan.
– Test tumit – lutut.
– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.
– Test fenomena rebound.
34
– Test mempertahankan sikap.
– Test nistagmus.
– Test disgrafia.
– Test romberg.
• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata
tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan
kestabilan ( bergoyang – goyang ).
• Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan
menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “
• Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan,lengan atau
tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah. Gait dan
Station.
• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk
itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil
pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis.
Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan ,
ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
• Jalan diatas tumit.
• Jalan diatas jari kaki.
• Tandem walking.
• Jalan lurus lalu putar.
• Jalan mundur.
• Hopping.
• Berdiri dengan satu kaki.
35
• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau
paralisis n. Peroneus.
• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan,
khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua
tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan
setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.
36
DAFTAR PUSTAKA
37