Ranitidine adalah obat untuk penyakit-penyakit yang disebabkan oleh kelebihan produksi asam lambung,
seperti sakit maag dan tukak lambung. Ranitidine termasuk golongan antagonis reseptor histamin H2
(histamin H2-receptor antagonist) yang bekerja dengan cara menghambat secara kompetitif kerja
reseptor histamin H2, yang sangat berperan dalam sekresi asam lambung. Penghambatan kerja reseptor
H2 menyebabkan produksi asam lambung menurun baik dalam kondisi istirahat maupun adanya
rangsangan oleh makanan, histamin, pentagastrin, kafein dan insulin. Tidak seperti cimetidine, ranitidine
tidak memiliki efek pada sistem enzim sitokrom P450.
INDIKASI
Gastroesophageal reflux disease (GERD) : suatu penyakit yang disebabkan oleh iritasi oleh asam lambung.
Penderita biasanya mengalami sensasi terbakar pada area dada dan kerongkongan.
Untuk mengobati tukak lambung dan tukak usus duabelas jari.
Radin Injection (ranitidine) digunakan juga untuk menangani erosif esophagitis, meskipun dibandingkan
obat-obat golongan penghambat pompa proton (PPI) seperti omeprazole atau lansoprazole,
efektivitasnya lebih rendah.
Zollinger ellison syndrome : penyakit langka akibat adanya tumor di pankreas atau karena usus duabelas
jari melepaskan hormon yang menyebabkan kelebihan sekresi asam lambung. Saat ini, obat-obat
penghambat pompa proton (PPI) lebih dipilih untuk tujuan ini.
Untuk mengobati penyakit maag, obat-obat antagonis H2 seperti Radin Injection (ranitidine) lebih banyak
dipilih dibandingkan antasida, karena durasi kerjanya lebih lama dan efektivitasnya lebih tinggi.
Pencegahan tukak lambung yang disebabkan oleh pemakaian obat-obat NSAID.
Mengurangi resiko aspirasi pneumonitis pada pasien sebelum menjalani operasi bedah. Untuk tujuan ini
Radin Injection (ranitidine) lebih efektif dibandingkan obat-obat golongan penghambat pompa proton.
Pengobatan dispepsia pada pasien berusia muda dengan antagonis reseptor-H2 dapat diterima, namun
perhatian khusus harus dilakukan jika obat diberikan kepada pasien dewasa atau usia lanjut karena obat-
obat golongan antagonis reseptor-H2 dapat menutupi gejala kanker lambung.
KONTRA INDIKASI
Jangan menggunakan obat ini untuk pasien yang diketahui memiliki riwayat hipersensitif pada ranitidine
atau obat golongan antagonis reseptor H2 lainnya.
Jangan menggunakan Radin Injection untuk penderita dengan riwayat porfiria akut.
PERHATIAN
Hal-hal yang perlu diperhatikan pasien jika menggunakan Radin Injection (ranitidine) adalah sebagai
berikut :
Hentikan pemakaian Radin Injection (ranitidine) jika terjadi reaksi alergi, seperti ruam, gatal, sakit
tenggorokan, demam, arthralgia, pucat, atau tanda-tanda lainnya, karena bisa berakibat yang lebih fatal.
Penyesuaian dosis Radin Injection perlu dilakukan pada pasien dengan klirens kreatinin < 50 mL / menit.
Pemantauan fungsi ginjal secara berkala sangat dianjurkan.
Hati-hati memberikan Radin Injection (ranitidine) untuk pasien dengan disfungsi hati karena Radin
Injection (ranitidine) dimetabolisme di hati.
Radin Injection bisa menyebabkan pusing. Jangan mengemudi atau menyalakan mesin selama
menggunakan obat ini.
Ranitidine ikut keluar bersama air susu ibu (ASI), dengan konsentrasi puncak terlihat 5.5 jam
setelah pemberian. Perhatian harus dilakukan ketika Radin Injection diresepkan untuk wanita menyusui.
Beri jarak yang cukup antara penggunaan obat dan menyusui.
Efektivitas dan keamanan penggunaan pada anak-anak belum diketahui.
INTERAKSI OBAT
Obat-obat yang bioavailabilitasnya baik dalam kondisi asam seperti ketoconazole, itraconazole,
atazanavir, dan ester ampicillin, penyerapannya akan menurun sehingga mengurangi efektivitasnya.
Sedangkan obat-obat yang labil dalam kondisi asam seperti erythromycin, dan digoxin penyerapannya
akan meningkat jika digunakan bersama Ranitidine.
Antagonis histamin H2 seperti Ranitidine menurunkan absorpsi sefpodoksim.
Ranitidine memberi efek antagonis terhadap efek tolazolin.
Bioavailabilitas ranitidin akan menurun jika digunakan bersama dengan antasida.
Ranitidin dapat menghambat metabolisme antikoagulan coumarin, teofilin, diazepam, dan propanolol di
dalam organ hati.
Dosis lazim dewasa untuk tukak lambung dan usus duabelas jari
Oral : 150 mg 2 x sehari, atau 300 mg 1 x sehari setelah makan malam atau sebelum tidur.
Parenteral : 50 mg, intravena atau intramuskular, setiap 6 - 8 jam. Atau, infus intravena kontinu dapat
diberikan dengan rate 6.25 mg / jam selama 24 jam.
2. BUSCOPAN INJEKSI
Buscopan adalah obat bermerek yang mengandung bahan aktif hyoscine butylbromide. Obat ini
digunakan untuk meredakan nyeri kolik akibat kejang otot polos atau kram pada saluran pencernaan dan
saluran kemih, misalnya sumbatan usus, usuu buntu, batu ginjal, batu ureter, kram menstruasi, dan
sebagainya.
Buscopan tersedia dalam bentuk tablet dan cairan injeksi, sebagai berikut:
Bucopan 20 mg/ml injeksi, artinya mengandung hyoscine butylbromide 20 mg dalam setiap 1 ml.
Adapula sediaan dengan merek Buscopan plus, plus disini maksudnya ada tambahan zat lain
selain hyoscine butylbromide, yaitu parasetamol 500 mg yang tersedia dalam bentuk tablet. Hyoscine
butylbromide adalah obat yang termasuk dalam golongan antispasmodik alias anti spasme otot polos
yang menyebabkan nyeri kolik. Hyoscine-n-butylbromide memiliki mekanisme kerja
memberikan bekerja memberikan efek antikolinergik dan anti-muskarinik pada
sistem saraf pada organ target sehingga otot polos menjadi rileks dan hasil akhirnya adalah berkurangnya
kejang atau spasme otot. Baca juga: Kram Perut : Penyebab, Bahayanya dan Pengobatannya Hiosin yang
terkandung dalam obat Buscopan ini dapat mengurangi kejang dengan merelaksasikan otot polos
dalam lambung, usus, kandung empedu, ureter dan kandung kemih. Fungsinya hampir sama dengan
Spasminal.
INDIKASI
Seperti telah disebutkan sebelumnya, obat ini berguna untuk meredakan nyeri kolik (kram perut) seperti
pada kasus kolik abdomen, kolik bilier, dan kolik renal yang bisa terjadi pada penyakit-penyakit di bawah
ini:
KONTRAINDIKASI
Jangan gunakan obat ini jika Anda:
alergi terhadap hiosin atau bahan-bahan yang terkandung dalam obat ini
alergi terhadap atropinics lainnya (misalnya, atropin, skopolamin)
memiliki myasthenia gravis
memiliki megacolon (usus membesar)
memiliki glaukoma
memiliki hipertrofi prostat obstruktif (pembesaran prostat)
Selain itu, bentuk injeksi obat ini tidak boleh digunakan jika Anda:
Untuk Dosis Buscopan injeksi adalah 10 mg sampai 20 mg diberikan secara intramuskular (suntikan ke
dalam otot), intravena (ke pembuluh darah), atau subkutan (di bawah kulit).
Dosis harian maksimum adalah 100 mg.
Dosis bisa berbeda antar pasien, karena banyak hal yang dapat mempengaruhi dosis obat, seperti berat
badan, kondisi medis lainnya, dan obat lain yang digunakan. Jika dokter Anda telah merekomendasikan
dosis berbeda dari yang tercantum di sini, jangan mengubahnya tanpa persetujuan dokter.
Sebelum menggunakan obat ini, beritahu dokter tentang riwayat kesehatan Anda,
terutama: glaukoma atau masalah mata lainnya, penyakit jantung, pembesaran prostat (laki-laki), alergi,
penyakit lambung atau usus.
Pada ibu hamil, buscopan hanya digunakan atas indikasi yang jelas dan sesuai arahan dokter.
Diskusikan risiko dan manfaat dengan dokter Anda.
Belum diketahui apakah obat ini diekskresikan ke dalam ASI. Oleh sebab itu, konsultasikan dengan dokter
sebelum menggunakan buscopan pada ibu menyusui.
Pengawasan ketat perlu dilakukan apabila Buscopan hendak digunakan pada orang tua (Lansia).
Beritahu dokter jika Anda menggunakan obat-obatan lain, terutama antidepresan trisiklik, MAO Inhibitor
(misalnya, phenelzine, linezolid, tranylcypromine, isocarboxazid, selegiline, furazolidone ), quinidine,
amantadine, antihistamin (misalnya,diphenhydramine), antikolinergik,
suplemen kalium klorida, antasida, dan kaolin-pektin).
Jangan memulai atau menghentikan obat apapun tanpa persetujuan dokter atau apoteker.
Produk ini hanya dapat diberikan oleh dokter, atau oleh tenaga medis di bawah pengawasan dokter. Obat
ini terdiri dari 2 ampul yang disuntikkan ke dalam otot. Setiap ampulnya berisi:
TENTANG NEUROBION
Neurobion tidak diperuntukkan bagi anak-anak, karena tingginya bahan aktif di dalamnya, kecuali
atas petunjuk dokter.
Hindari menggunakan Neurobion jika memiliki kadar kalium yang rendah di dalam darah
(hipokalemia).
Orang yang alergi terhadap kobalt, dan vitamin B1, B6, dan B12 tidak diperkenankan untuk
menggunakan Neurobion.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera hubungi dokter.
DOSIS NEUROBION
Dosis pemakaian Neurobion dan Neurobion Forte adalah 1 tablet sehari. Obat ini dapat dikonsumsi pada
saat atau sesudah makan. Dosis Neurobion dapat ditingkatkan sesuai petunjuk dokter.
Neurobion Injeksi dan Neurobion Injeksi 5000 disuntikkan ke otot sekali sehari atau 2-3 kali per minggu.
Obat suntikan ini hanya diberikan oleh dokter, atau oleh tenaga medis sesuai petunjuk dokter.
Penggunaan Neurobion dengan obat tertentu dapat menimbulkan efek interaksi obat. Berikut
penjelasannya:
Penurunan efektivitas obat levodopa, bila obat ini digunakan bersamaan dengan Neurobion.
Penurunan khasiat dari vitamin B6 di dalam Neurobion, bila digunakan bersamaan dengan
isoniazid.
Penurunan kadar vitamin B6 dalam darah, bila digunakan bersama furosemide.
Biasanya tablet Neurobion dan Neurobion Forte tidak menyebabkan efek samping bila dikonsumsi sesuai
petunjuk pemakaian atau anjuran dokter.
Efek samping dapat terjadi jika Anda meningkatkan dosis Neurobion yang dikonsumsi tanpa petunjuk
dokter. Efek samping tersebut dapat berupa buang air kecil berlebih, sakit perut, diare, dan kerusakan
saraf.
Selain itu, penyuntikan vitamin B12 dilaporkan dapat menyebabkan seseorang berjerawat.
Menggunakan Neurobion juga dapat menyebabkan seseorang mengalami reaksi alergi, seperti muncul
ruam kulit yang terasa gatal, keringat dingin, jantung berdebar, hingga syok. Namun, reaksi alergi parah
yang sampai menimbulkan syok ini jarang sekali terjadi.
4. NORAGES INJEKSI
KOMPOSISI : Tiap 1 ml NORAGES® injeksi mengandung, Metamizole sodium …………. 500 mg
FARMAKOLOGI :
NORAGES® injeksi mengandung Metamizole sodium suatu senyawa yang memiliki efek analgesik. NORA
GES® injeksi dapat diberikan secara i.v., hal ini memungkinkan untuk mendapatkan efek analgesikyang
kuat untuk berbagai kondisi. Metamizole merupakan suatu derivat metansulfonat aminopirin.Pengaruhnya terhadap
susunan saraf pusat (sentral) dan perifer. Secara sentral diduga bekerja padahipotalamus dan secara perifer menghambat
pembentukan prostaglandin di tempat inflamasi, mencegahsensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau
kimiawi.
INDIKASI :
-Mengatasi nyeri berat akut dan kronis seperti pada keadaan penyakit rematik, sakit kepala, sakit gigi atauadanya tumor. Nyeri
setelah kecelakaan atau sehabis operasi.
-Mengatasi nyeri berat yang disebabkan oleh spasme otot polos baik itu akut dan kronis seperti pada spasmeotot, kolik pada
saluran pencernaan, saluran empedu, ginjal dan saluran kemih bagian bawah.
KONTRA INDIKASI :
-Hipersensitif terhadap Metamizole, derivat pirazolone dan komponen obat lainnya.
-Wanita hamil dan menyusui.
-Penderita dengan tekanan darah sistolik < 100 mmHg.
PERHATIAN :
-Hati-hati penggunaan NORAGES® injeksi pada pasien dengan instabilitas aliran darah seperti padakeadaan infark jantung,
multiple injuries dan syok, serta pada penderita dengan gangguan pembentukandarah seperti pada saat melakukan terapi
sitostatik.
-Penderita dengan gangguan asma bronkhial atau penderita dengan infeksi saluran pernafasan kronis(terutama apabila
dikombinasi dengan gejala-gejala : urtikaria kronis, sering terjadi konjungtivitis dan rhinosinusitis poliposa), dan
penderita yang hipersensitif terhadap obat penghilang rasa sakit danantirematik (intoleransi analgesik) berisiko
terkena serangan asma atau syok dengan pemberian obat ini.
-Tidak untuk mengobati sakit otot pada gejala-gejala flu, lumbago, sakit punggung, bursitis dan sindroma bahu lengan.
-Hati-hati pada penderita dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
-Pada pemakaian jangka lama dapat timbul sindrom neuropathy yang akan berangsur hilang jika obatdihentikan.
-Jangan digunakan lebih dari 1 gr sekaligus karena dapat menimbulkan syok.
-Obat-obat analgesik tidak boleh digunakan dalam jangka waktu lama atau dosis yang tinggi kecuali atas petunjuk dokter
atau dokter gigi.
-Urine dapat menjadi berwarna kemerahan sebagai hasil metabolisme dari Metamizole menjadi asamrubazonic, dan hal ini
akan hilang setelah pengobatan selesai.
EFEK SAMPING :
injeksi adalah reaksi anafilaksis. Yang paling berat yaitu syokdan diskrasia darah (agranulositosis, lekopenia, trombositopenia)
kedua reaksi ini jarang terjadi akan tetapidapat mengancam jiwa. Tanda-tanda akan terjadinya serangan syok, sering terjadi
selama penyuntikan : berkeringat dingin, pusing, stupor, mual, terjadi perubahan pada warna kulit, kesulitan
bernafas. Sebagaigejala tambahan dapat terjadi bengkak pada wajah, gatal-gatal, peningkatan detak jantung, sensitisasi
rasadingin di sekitar tangan dan kaki, gejala ini dapat terjadi setelah 1 hari pemakaian. Apabila salah satu ataulebih dari tanda-
tanda tadi diketahui, segera hubungi dokter untuk diberikan pertolongan secepatnya.Serangan asma dapat terjadi pada
pasien yang mempunyai riwayat asma sebelumnya. Efek samping yanglain yaitu reaksi hipersensitif pada kulit dapat berupa :
urtikaria, dan yang terberat adalah sindroma StevenJohnson atau sindroma Lyell's, apabila terjadi efek samping ini, hentikan
segera pemakaian dan konsultasike dokter. Pengobatan dalam keadaan emergency untuk keadaan syok anafilaktik : Segera
beri suntikan i.v.epinephrine (adrenalin) : suntikkan 1 ml (ekivalen dengan 0,1 mg epinephrine), sambil memonitor
tekanandarah dan detak jantung, perhatikan adanya gangguan ritme jantung, jika diperlukan dapat diulang.Kemudian
suntikkan glukokortikoid i.v., contohnya 250 mg - 1000 mg methylprednisolone, ulangi jikadiperlukan. Dosis ini dianjurkan
untuk dewasa dengan bobot badan normal, untuk anak-anak diperlukan pengurangan dosis dan diberikan
berdasarkan bobot badan. Untuk menyeimbangkan cairan tubuh dapat diberikan pengganti cairan tubuh
(plasma expander). Selain itu dilakukan pula pernafasan buatan, inhalasioksigen dan pemberian antihistamin.
Over dosis : Dalam keadaan overdosis bantuan kesehatan sangatdiperlukan.
INTERAKSI OBAT :
Pemberian bersamaan dengan cyclosporin, dapat menurunkan kadar cyclosporin, oleh karena itu diperlukan pengontrolan
secara teratur. NORAGES® injeksi dan alkohol dapat saling mempengaruhi efek masing-masing.
DOSIS :
Dewasa dan anak-anak 15 tahun : Dosis sekali : 2 - 5 ml i.v. atau i.m. Dosis sehari tidak lebih dari 10 ml
5. CORTISONE
Cortisone adalah steroid yang mencegah pelepasan zat dalam tubuh yang menyebabkan peradangan.
Cortisone digunakan untuk mengobati berbagai kondisi seperti gangguan alergi, kondisi kulit, kolitis
ulserativa, radang sendi, lupus, psoriasis, atau gangguan pernapasan.
INDIKASI
Gangguan Endokrin
Insufisiensi adrenokortikal primer atau sekunder (hidrokortison atau kortison adalah pilihan
pertama; analog sintetis dapat digunakan bersamaan dengan mineralokortikoid jika ada;
suplemen mineralokortikoid pada bayi sangat penting).
Hiperplasia adrenal kongenital Tiroiditis nonsuppuratif Hiperkalsemia berhubungan dengan
kanker
Gangguan Rematik
Sebagai terapi tambahan untuk pemberian jangka pendek (untuk mengatasi pasien melalui
episode akut atau eksaserbasi) di:
Psoriatic arthritis
Rheumatoid arthritis, termasuk rheumatoid arthritis remaja (kasus tertentu mungkin
memerlukan terapi pemeliharaan dosis rendah)
Ankylosing spondylitis
Bursitis akut dan subakut Tenosinovitis nonspesifik akut Artritis gout akut
Osteoarthritis pasca-trauma Synovitis osteoarthritis Epicondylitis
Penyakit Kolagen
Selama eksaserbasi atau sebagai terapi pemeliharaan pada kasus:
Lupus eritematosus sistemik
Karditis rheumatik akut
Dermatomiositis sistemik (polymyositis)
Penyakit Dermatologis
Pemfigus
Dermatitis bulosa herpetiformis
Eritema parah multiforme (sindrom Stevens-Johnson) Dermatitis eksfoliatif
Mycosis fungoides
Psoriasis parah
Dermatitis seboroik yang parah
Alergi
Pengendalian kondisi alergi yang parah atau tidak mampu yang sulit dilakukan untuk uji coba
pengobatan konvensional yang adekuat:
Rinitis alergi musiman atau menetap
Asma bronkial Kontak dermatitis Dermatitis atopik Serum sakit
Reaksi hipersensitivitas obat
Penyakit Mata
Proses alergi dan inflamasi akut dan kronis
Melibatkan mata dan adneksa, seperti: konjungtivitis alergi
Keratitis
Ulkus marjinal kornea alergi Herpes zoster oftalmik Iritis dan iridoklikitis Chorioretinitis
Radang segmen anterior
Persebaran uveitis posterior dan choroiditis
Neuritis optik
Sympathetic ophthalmia
Penyakit Pernafasan
Sarkoidosis simtomatik
Sindrom Loeffler yang tidak bisa dikendalikan dengan cara lain
Beriliosis
Tuberkulosis paru
Pneumonitis aspirasi
Gangguan Hematologis
Idiopatik thrombocytopenic purpura pada orang dewasa. Trombositopenia sekunder pada
orang dewasa diperoleh (autoimun)
Anemia hemolitik Erythroblastopenia (anemia sel darah merah)
Anemia hipoplastik kongenital (eritroid)
Penyakit Neoplastik
Untuk pengelolaan paliatif: Leukemia dan limfoma pada orang dewasa Leukemia akut pada
masa kanak-kanak
Edematous
Untuk menginduksi diuresis atau mengurangi proteinuria pada sindrom nefrotik, tanpa uremia, tipe
idiopatik atau karena lupus eritematosus.
Penyakit gastrointestinal
Untuk mengatasi pasien selama masa kritis penyakit ini: Kolitis ulserativa
Enteritis regional
Miscellaneous
Meningitis tuberkulosis
Trichinosis
KONTRA INDIKASI
Infeksi jamur sistemik
Hipersensitivitas
PERINGATAN DAN PERHATIAN
Pada pasien dengan terapi kortikosteroid mengalami tekanan yang tidak biasa, peningkatan dosis
kortikosteroid dengan tindakan cepat sebelum, selama, dan setelah situasi stres diindikasikan.
Insufisiensi adrenokortikal sekunder akibat obat dapat disebabkan oleh penarikan kortikosteroid
yang terlalu cepat dan dapat diminimalkan dengan pengurangan dosis secara bertahap. Jenis
insufisiensi relatif ini mungkin bertahan selama berbulan-bulan setelah penghentian terapi; Oleh
karena itu, dalam situasi stres yang terjadi selama periode tersebut, terapi hormon harus dilakukan
kembali. Jika pasien sudah menerima steroid, dosis mungkin harus ditingkatkan. Karena sekresi
mineralokortikoid dapat terganggu, garam dan / atau mineralokortikoid harus diberikan secara
bersamaan.
Kortikosteroid mungkin menutupi beberapa tanda infeksi, dan infeksi baru mungkin muncul selama
penggunaannya. Mungkin ada penurunan resistensi dan ketidakmampuan untuk melokalisasi
infeksi saat kortikosteroid digunakan. Selain itu, kortikosteroid dapat mempengaruhi tes nitroblue-
tetrazolium untuk infeksi bakteri dan menghasilkan hasil negatif palsu.
Kortikosteroid dapat mengaktifkan amebiasis laten. Oleh karena itu, dianjurkan amebiasis laten
atau aktif dikesampingkan sebelum memulai terapi kortikosteroid pada pasien yang memiliki waktu
di daerah tropis atau pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan.
Penggunaan kortikosteroid yang berkepanjangan dapat menghasilkan katarak subsapsular
posterior, glaukoma dengan kemungkinan kerusakan pada saraf optik, dan dapat meningkatkan
pembentukan infeksi okular sekunder akibat jamur atau virus.
Hidrokortison atau kortison dosis rata-rata dan besar dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah, retensi garam dan air, dan peningkatan ekskresi kalium. Efek ini cenderung tidak terjadi
dengan turunan sintetis kecuali bila digunakan dalam dosis besar. Pembatasan garam diet dan
suplementasi potassium mungkin diperlukan. Semua kortikosteroid meningkatkan ekskresi kalsium.
Orang yang menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh lebih rentan
terhadap infeksi dibanding individu sehat. Cacar air dan campak, misalnya, dapat memiliki cara yang
lebih serius atau bahkan fatal pada anak-anak yang tidak imun atau orang dewasa pada
kortikosteroid. Pada anak-anak atau orang dewasa yang belum memiliki penyakit ini, perhatian
khusus harus diberikan untuk menghindari paparan. Bagaimana dosis, rute dan durasi pemberian
kortikosteroid mempengaruhi risiko pengembangan infeksi disebarluaskan tidak diketahui.
Kontribusi penyakit yang mendasari dan / atau perawatan kortikosteroid sebelumnya terhadap
risiko juga tidak diketahui. Jika terkena cacar air, profilaksis dengan varicella zoster immune globulin
(VZIG) dapat diindikasikan. Jika terkena campak, profilaksis dengan imunoglobulin intramuskular
gabungan (IG) dapat diindikasikan. Jika cacar air berkembang, pengobatan dengan agen antivirus
dapat dipertimbangkan.
Penggunaan tablet cortisone acetate pada tuberkulosis aktif harus dibatasi pada kasus tuberkulosis
fulminasi atau disebarluaskan dimana kortikosteroid digunakan untuk pengelolaan penyakit
bersamaan dengan rejimen antituberkulosis yang sesuai.
Jika kortikosteroid diindikasikan pada pasien dengan tuberkulosis laten atau reaktivitas tuberkulin,
observasi yang ketat diperlukan karena reaktivasi penyakit dapat terjadi. Selama terapi
kortikosteroid berkepanjangan, pasien ini harus menerima chemoprophylaxis.
Setelah terapi yang berkepanjangan, penarikan kortikosteroid dapat menyebabkan gejala sindrom
penarikan kortikosteroid termasuk demam, mialgia, artralgia, dan malaise. Hal ini dapat terjadi pada
pasien bahkan tanpa bukti adanya insufisiensi adrenal.
Ada peningkatan efek kortikosteroid pada pasien dengan hipotiroidisme dan pada orang dengan
sirosis.
Kortikosteroid harus digunakan dengan hati-hati pada pasien herpes simpleks okular karena
kemungkinan perforasi kornea.
Dosis kortikosteroid serendah mungkin harus digunakan untuk mengendalikan kondisi di bawah
perawatan, dan bila pengurangan dosis dimungkinkan, pengurangannya harus bertahap.
Aspirin harus digunakan dengan hati-hati bersamaan dengan kortikosteroid dalam
hypoprothrombinemia.
Steroid harus digunakan dengan hati-hati dalam kolitis ulserativa nonspesifik, jika ada kemungkinan
terjadi perforasi, abses, atau infeksi piogenik lainnya, divertikulitis, anastomosis usus baru, ulkus
peptik aktif atau laten, insufisiensi ginjal, hipertensi, osteoporosis, dan myasthenia gravis. Tanda-
tanda iritasi peritoneum mengikuti perforasi gastrointestinal pada pasien yang menerima
kortikosteroid dosis besar mungkin minimal atau tidak ada. Emboli lemak telah dilaporkan sebagai
kemungkinan komplikasi hiperortisonisme.
Bila dosis besar diberikan, beberapa petugas menyarankan agar kortikosteroid dikonsumsi dengan
makanan dan antasida yang diminum di antara waktu makan untuk membantu mencegah tukak
lambung.
Bila kortikosteroid diberikan bersamaan dengan diuretik kalium penipisan, pasien harus diobservasi
dengan seksama untuk perkembangan hipokalemia.
EFEK SAMPING
Keropos tulang, katarak, gangguan pencernaan, kelemahan otot, sakit punggung, memar, kandidiasis oral.
DOSIS
Bergantung pada individu, penyakit, dan respon pasien.
Dosis awal bervariasi dari 25 sampai 300 mg per hari tergantung pada penyakit yang diobati. Pada
dosis penyakit yang kurang parah dosisnya lebih rendah dari itu.
Setelah mendapat respons awal yang baik, dosis perawatan yang tepat harus ditentukan dengan
mengurangi dosis awal dalam jumlah kecil pada dosis terendah yang mempertahankan respons
klinis yang memadai.
Pasien harus diobservasi secara ketat untuk tanda-tanda yang mungkin memerlukan penyesuaian
dosis, termasuk perubahan status klinis akibat remisi atau eksaserbasi penyakit, responsaksis obat
individual, dan efek stres (mis., Pembedahan, infeksi, trauma). Selama stres mungkin diperlukan
untuk meningkatkan dosis sementara.
Jika obat tersebut dihentikan setelah perawatan lebih dari beberapa hari, biasanya obat harus
dihentikan secara bertahap.
INTERAKSI OBAT
amiodarone
azithromycin / trovafloxacin
ciprofloxacin
levofloxacin
levomethadyl acetate
nalidixic acid
ofloxacin
SEDIAAN
Tablet 25 mg, vial 10 ml (cairan injeksi 25 mg/ml)
6. DIPHENHYDRAMINE INJEKSI
Diphenhydramine adalah obat yang digunakan untuk meredakan reaksi alergi pada tubuh, seperti mata
merah, iritasi, gatal, dan berair; bersin-bersin, serta pilek. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk:
Meredakan batuk yang disebabkan iritasi tenggorokan ringan atau saluran pernapasan.
Mencegah dan mengobati mabuk perjalanan.
Mengendalikan gejala pada penyakit Parkinson, yaitu kesulitan dalam bergerak, mengendalikan
otot, dan menjaga keseimbangan; atau untuk mengatasi keluhan gangguan pergerakan yang
disebabkan efek samping dari suatu pengobatan.
Diphenhydramine terkadang digunakan untuk mengatasi insomnia jangka pendek, namun manfaat dan
risikonya masih dipertanyakan. Bahkan konsumsi diphenhydramine rutin untuk mengatasi insomnia dapat
menurunkan kualitas tidur, serta menimbulkan rasa kantuk di siang hari.
Diphenhydramine merupakan golongan obat antihistamin. Obat ini bekerja dengan cara menghentikan
atau memblokir aksi histamin, yaitu zat kimia alami dalam tubuh yang menyebabkan gejala alergi.
TENTANG DIPHENHYDRAMINE
Golongan Obat bebas
Kategori Antihistamin
PERINGATAN:
DOSIS DIPHENHYDRAMINE
Penentuan dosis obat diphenhydramine tergantung kepada kondisi yang diderita pasien. Berikut ini
adalah takaran umum penggunaan obat diphenhydramine:
Bentuk obat: Suntik
INTERAKSI OBAT
Interaksi dapat terjadi jika diphenhydramine digunakan bersama dengan beberapa jenis obat berikut ini:
Meningkatkan efek mengantuk, bila diberikan dengan obat penenang dan antidepresan.
Meningkatkan efek obat antikolinergik, seperti atropin.
Rasa kantuk
Gelisah
Disorientasi
Euforia
Kejang
Vertigo
Penglihatan kabur
Penglihatan ganda
Telinga berdenging
Menurunkan fungsi kognitif pada pasien orang tua
Jantung berdebar
Tekanan darah rendah
Konstipasi
Nafsu makan menurun
Gangguan waktu menstruasi
Mulut kering
Mukosa hidung kering
Tenggorokan terasa kering
Dahak kental
Agranulositosis
Anemia hemolitik
Trombositopenia