Anda di halaman 1dari 8

BAB VIII

PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL EMULSI

A. Teori Umum
Aspal emulsi adalah aspal cair yang dihasilkan dengan cara
mendispersikan aspal keras ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan
bahan pengemulsi. Aspal emulsi ada dua jenis yaitu aspal emulsi kationik
dan anionik. Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan
positif dan aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang bermuatan negatif:
Aspal emulsi kationik ada tiga jenis yaitu rapid curing (RC), medium
curing (MC) dan slow curing (SC). Sesuai dengan standarisasi SNI 03-6832-
2002 yaitu minimal 65%, dan untuk hasil suling minimal 30%.
Pada proses emulsifikasi, aspal dijadikan butiran yang sangat kecil (0,1
– 20 mikron) dan diberi muatan listrik statis oleh emulsifier. Akibat adanya
muatan listrik ini, terjadi gaya saling tolak antara butiran aspal (asphalt
droplets) sehingga aspal tersebar secara merata dalam media air dan menjadi
emulsi. Gaya saling tolak ini cukup stabil sehingga aspal tidak menyatu
kembali.
Di dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk
menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih
besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Aspal emulsi dihasilkan
melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal
keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung emulsifer
(emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan
sebagian besar berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran koloid.
Jenis emulsifer yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan
pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan.
Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakkan di atas
jalan yang telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi
pengikat di antara keduanya. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat
kasar, agregat halus dan filler. Berikut ini diberikan pula beberapa contoh
usaha pemanfaatan aspal alam (aspal buton).
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

Pada keadaan yang solid tersebut, maka di dalam penggunaannya aspal


perlu dipanaskan terlebih dahulu, contoh pada pembuatan beton aspal
campuran panas (hot mix) dengan pemanasan maka tingkat kekerasan
(konsistensi) aspal akan berubah. Bahan yang konsistennya berubah dengan
berubahnya suhu disebut bahan thermoplastic dan aspal termasuk ke dalam
kelompok ini.
Daya lekat antar aspal emulsi dan permukaan batu atau jalan sangat
tergantung pada proses penguapan air dan reaksi kimia antara kedua
permukaan yang bersentuhan tersebut. Macam-macam aspal:
1. Aspal emulsi enionik
Reaksi kimia pada dua permukaan akan berjalan apabila batunya
bermuatan positif (contoh batu :limestone, dolomites, laterik gravels).dan
proses coating dapat berjalan setelah proses penguapan air berjalan.
2. Aspal emulsi cationic
Mengingat adanya aliran listrik positif pada bitumen, maka daya ikat
dengan batu yang bermuatan negative sangat besar walaupun masih ada
selaput air. Kenyataan menunjukkan bahwa ikatan kedua permukaan itu
tidak tergantung adanya selaput air.
Aspal campuran panas dengan gradasi dense graded cenderung
memiliki volume rongga (void) relatif kecil dan stabilitas yang tinggi
dibanding dengan agregat bergradasi terbuka atau open graded (susunan
agregat yang mengandung sedikit atau tanpa filler), macam (susunan agregat
yang kasar dan seragam) atau coarse graded (menggunakan agregat
tertinggal di atas ayakan No.8 (mesh) yang akan menghasilkan dengan
volume rongga relatif besar. Susunan butir agregat mempunyai pengaruh
besar terhadap volume rongga yang terbentuk dalam campuran,
mempengaruhi sifat kemudahan dikerjakan (workability) dan dapat
menentukan nilai kekuatan (stabilitas). Dengan dasar tersebut dan adanya
aturan dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Panas (dengan
pendekatan kepadatan mutlak) yang menyatakan bahwa dalam memilih
gradasi agregat campuran, kecuali untuk gradasi Latasir dan Lataston, maka

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 62


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

untuk campuran jenis Laston yang harus diperhatikan kurva Fuller, titik
kontrol dan zona terbatas gradasi. Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana
kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga di antara
mineral agregat (VMA) yang minimum.
Dengan naiknya temperatur maka kekentalan aspal akan menurun. Hal
ini disebabkan oleh energi termal, energy meningkat dan melarutkan
asphaltenese-nya ke dalam oil. Aromatic mineral oils mempunyai daya pelarut
asphaltenese yang lebih besar dibanding dengan paraffinic minerals oil,
sehingga aspal yang berasal dari aromatic based bitumen cenderung bersifat
lebih peka terhadap perubahan suhu (higher temperatue suscepability) bila
dibandingkan dengan paraffinic based bitumen.
Aspal didiamkan pada suhu ruangan yang tidak kena sinar matahari,
lama-kelamaan terjadi selaput tipis yang keras. Selaput keras ini efektif untuk
menghalangi proses oksidasi lebih lanjut. Pada kondisi di luar (terkena sinar
matahari) proses terbentuknya selaput tipis lebih cepat. Selaput tipis ini bila
terkena tekanan mekanis dapat pecah, sehingga membuka kesempatan oksidasi
bagi lapisan yang ada di bawahnya. Pada oksidasi ini selalu timbul lapisan yang
getas (brittle) yang terdapat komponen baru yang larut dalam air.
Absorpsi adalah penyerapan yang terjadi di agegat halus, peningkatan
massa agregat karena air yang diserap ke dalam pori-pori material, tetapi tidak
termasuk air yang melekat pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai
persentase massa kering agregat dianggap "kering" ketika telah dipertahankan
pada suhu (110 ± 5)°C atau (230 ± 9)°F untuk waktu yang cukup untuk
menghapus semua kombinasi air.
Karena adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika
pembentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh
perubahan cuaca, maka terbentuklah pori-pori (lubang) dengan ukuran yang
mikrokopis. Pori-pori tersebut tersebar di seluruh butiran. Beberapa jenis
agregat yang sering digunakan mempunyai volume pori tertutup sekitar 0 –
20% dari volume butirnya.

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 63


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

Pori-pori mungkin terjadi reservoir air bebas didalam agregat.


Persentase berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika direndam
dalam air disebut serapan air. Agregat yang jenuh air (pori-porinya terisi penuh
oleh air) namun permukaannya kering sehingga tidak mengganggu air bebas
dipermukaannya disebut jenuh kering muka.
Air dalam agregat ada dua macam, yaitu air yang meresap dan air yang
ada dipermukaan butiran. Air yang meresap berada dalam pori antar butir dan
mungkin tidak tampak permukaan dan ini dipengaruhi oleh besar pori butiran
agregatnya. Pada agregat normal kemampuan menyerap air ini sekitar 1% - 2%
dan dihitung sebagaimana menghitung kadar air jenuh kering kemampuan
menyerap ini disebut serapan air atau daya serap suatu agregat.
Menurut Bambang Irianto (1988) dan Silvia Sukirman (1999), aspal
beton adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran antara batuan (agregat
kasar dan agregat halus) dengan bahan ikat aspal yang mempunyai persyaratan
tertentu, dimana kedua material sebelum dicampur secara homogen, harus
dipanaskan terlebih dahulu. Karena dicampur dalam keadaan panas, maka
sering disebut sebagai hot mix. Semua pekerjaan pencampuran hot mix
dilakukan di pabrik pencampur yang disebut sebagai Asphalt Mixing Plant
(AMP). Konstruksi jalan terdiri dari beberapa lapis, antara lain Subgrade, Sub
Base Course, Base Course, dan Surface. Aspal beton yang dipergunakan untuk
lapis perkerasan jalan juga terdiri dari beberapa jenis, yaitu lapis pondasi, lapis
aus satu dan lapis aus dua.

B. Maksud dan Tujuan


Untuk menentukan persentase kadar residu dalam aspal emulsi.

C. Benda Uji
Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah aspal emulsi.

D. Peralatan
1. Labu gelas berleher panjang dengan cabang berkapasitas 500 ml

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 64


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

2. Alat penyuling lengkap, terdiri dari:


a. Labu gelas.
b. Tabung pendingin.
3. Tabung pengarah.
4. Tabung penerima (gelas ukur 100 ml).
5. Thermometer.
6. Pembakar dan pembakar gelang.
7. Timbangan ketelitian.

E. Prosedur Percobaan
1. Mengambil contoh aspal emulsi sebanyak 200 gram;
2. Menimbang labu gelas dan tabung penerima yang akan dipakai;
3. Mengocok contoh aspal emulsi hingga homogen, timbang sebanyak 200
gram;
4. Menutup labu dengan tutup gabus yang telah dilubangi untuk memasukkan
thermometer kedalam labu gelas;
5. Mengatur peralatan atau perlengkapan sesuai dengan gambar yang ada;
6. Mengalirkan air kedalam tabung perbandingan;
7. Menyalakan pembakar gelang ditengah-tengah antara labu dan cabang labu
dengan jarak 1,5 cm;
8. Menyalakan pembakar dan atur nyala api secukupnya (tidak terlalu besar)
dan pemanasan dilakukan secara merata dengan memutar sekeliling dinding
labu yang berisi benda uji. Karena sulitnya cara pemanasan ini dan sering
mengakibatkan terjadinya kegagaglan dalam penyulingan. Berdasarkan
pengalaman dianjurkan untuk;
a. Pemanasan dari samping pada permukaan benda uji dan api diatur
sedemikian rupa (tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil) usahakan
agar busa/buih yang terjadi tidak sampai meluap memasuki tabung
penerima.
b. Jangan melakukan pemanasan dari tengah bawah labu, sebab biasanya
penyulingan akan gagal.

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 65


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

c. Untuk jenis contoh tertentu yang seringkali gagal dalam penyulingan,


maka jika pemeriksaan kadar minyak dengan penyulingan micro tidak
diperlukan untuk menghindari kegagalan penyulingan dapat digunakan
amoniak (Na4OH) atau alkohol (C2H5OH) sebanyak 50 ml yang
dimasukkan kedalam benda uji dan pemanasan dilakukan sama seperti
cara tersebut diatas.
9. Mengatur suhu pemanasan benda uji tidak melebihi 100° C, sampai air dari
benda uji habis/tidak menetes;
10. Setelah air habis, api dibesarkan untuk menaikkan suhu benda uji hingga
mencapai 260° C, api segera dimatikan;
11. Waktu penyulingan dari mulai pemanasan hingga selesai antara (60-75)
menit kemudian timbang labu beserta isi residu;
12. Menimbang berat hasil suling dalam tabung penerima;
13. Menuang isi labu (residu aspal emulsi) setelah penimbangan sambil
sekaligus disaring dengan saringan No.40 kedalam cawan penguap;
14. Mendinginkan residu dalam cawan penguap hingga suhunya turun
mencapai ±130° C sambil diaduk dengan batang pengaduk.
15. Perhitungan:
B
Residu= A x100% ……........................................................………………..(9.1)
C
Hasil suling= A x100% …...................................................………………..(9.2)

dimana:
A = Berat benda uji semula
B = Berat residu
C = Berat hasil suling dalam tabung penerima

F. Data Pengamatan dan Perhitungan


1. Data Pengamatan
Data Pengamatan (Tabel 8.1 Terlampir)
2. Perhitungan
a. Perhitungan Residu

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 66


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

Diketahui :
Beratbenda uji (A) = 200 gram
Berat residu (B) = 185 gram
B
Residu = A x100%
185
= x100%
200
= 92,5 %
b. Perhitungan Hasil Suling
Diketahui :
Berat benda uji (A) = 200 gram
Berat Hasil Suling Tabung Penerima (C) = 85 gram
C
Hasil Suling = A x100%
85
= 200 x100%
= 42,5 %

G. Gambar Alat dan Gambar Kerja


1. Gambar Alat
Gambar Alat (Tabel 8.2 Terlampir)
2. Gambar Kerja
Gambar Kerja (Tabel 8.3 Terlampir)

H. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian persentase kadar residu dan aspal emulsi
diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 8.4 Kesimpulan Residu dan aspal emulsi

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 67


KELOMPOK 6
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI

SNI (Standar Nasional


Percobaan Nilai Kesimpulan
Indonesia)

(SNI 03-6832-2002)
kadar residu nilai minimal untuk Sesuai
92,5%
aspal emulsi kadar residu aspal emulsi dengan SNI
adalah 65 %

(SNI 03-6832-2002)
Hasil Sesuai
nilai minimal untuk hasil 42,5%
Penyulingan dengan SNI
suling 30 %

2. Saran
Hasil dari percobaan diatas diperoleh beberapa saran dalam melakukan
percobaan yaitu :
a. Untuk menghindari kegagalan penyulingan dapat digunakan amoniak
(Na4OH) atau alcohol (C2H5OH) sebanyak 50 ml yang dimasukkan
kedalam benda uji dan pemanasan dilakukan sama seperti cara tersebut
diatas.
b. Sebaiknya dari samping pada permukaan benda uji dan api diatur
sedemikian rupa (tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil) usahakan
agar busa/buih yang terjadi tidak sampai meluap memasuki tabung
penerima.
c. Jangan melakukan pemanasan dari tengah bawah labu, sebab biasanya
penyulingan akan gagal.
d. Tanyakan kepada asisten apabila praktikum menemui kesulitan.

PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN 2017 68


KELOMPOK 6

Anda mungkin juga menyukai