A. Teori Umum
Aspal emulsi adalah aspal cair yang dihasilkan dengan cara
mendispersikan aspal keras ke dalam air atau sebaliknya dengan bantuan
bahan pengemulsi. Aspal emulsi ada dua jenis yaitu aspal emulsi kationik
dan anionik. Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan
positif dan aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang bermuatan negatif:
Aspal emulsi kationik ada tiga jenis yaitu rapid curing (RC), medium
curing (MC) dan slow curing (SC). Sesuai dengan standarisasi SNI 03-6832-
2002 yaitu minimal 65%, dan untuk hasil suling minimal 30%.
Pada proses emulsifikasi, aspal dijadikan butiran yang sangat kecil (0,1
– 20 mikron) dan diberi muatan listrik statis oleh emulsifier. Akibat adanya
muatan listrik ini, terjadi gaya saling tolak antara butiran aspal (asphalt
droplets) sehingga aspal tersebar secara merata dalam media air dan menjadi
emulsi. Gaya saling tolak ini cukup stabil sehingga aspal tidak menyatu
kembali.
Di dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk
menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih
besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Aspal emulsi dihasilkan
melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal
keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang mengandung emulsifer
(emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan
sebagian besar berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran koloid.
Jenis emulsifer yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan
pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan.
Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakkan di atas
jalan yang telah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi
pengikat di antara keduanya. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat
kasar, agregat halus dan filler. Berikut ini diberikan pula beberapa contoh
usaha pemanfaatan aspal alam (aspal buton).
BAB VIII PERSENTASE KADAR RESIDU DAN ASPAL
EMULSI
untuk campuran jenis Laston yang harus diperhatikan kurva Fuller, titik
kontrol dan zona terbatas gradasi. Kurva Fuller adalah kurva gradasi dimana
kondisi campuran memiliki kepadatan maksimum dengan rongga di antara
mineral agregat (VMA) yang minimum.
Dengan naiknya temperatur maka kekentalan aspal akan menurun. Hal
ini disebabkan oleh energi termal, energy meningkat dan melarutkan
asphaltenese-nya ke dalam oil. Aromatic mineral oils mempunyai daya pelarut
asphaltenese yang lebih besar dibanding dengan paraffinic minerals oil,
sehingga aspal yang berasal dari aromatic based bitumen cenderung bersifat
lebih peka terhadap perubahan suhu (higher temperatue suscepability) bila
dibandingkan dengan paraffinic based bitumen.
Aspal didiamkan pada suhu ruangan yang tidak kena sinar matahari,
lama-kelamaan terjadi selaput tipis yang keras. Selaput keras ini efektif untuk
menghalangi proses oksidasi lebih lanjut. Pada kondisi di luar (terkena sinar
matahari) proses terbentuknya selaput tipis lebih cepat. Selaput tipis ini bila
terkena tekanan mekanis dapat pecah, sehingga membuka kesempatan oksidasi
bagi lapisan yang ada di bawahnya. Pada oksidasi ini selalu timbul lapisan yang
getas (brittle) yang terdapat komponen baru yang larut dalam air.
Absorpsi adalah penyerapan yang terjadi di agegat halus, peningkatan
massa agregat karena air yang diserap ke dalam pori-pori material, tetapi tidak
termasuk air yang melekat pada permukaan luar partikel, dinyatakan sebagai
persentase massa kering agregat dianggap "kering" ketika telah dipertahankan
pada suhu (110 ± 5)°C atau (230 ± 9)°F untuk waktu yang cukup untuk
menghapus semua kombinasi air.
Karena adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika
pembentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh
perubahan cuaca, maka terbentuklah pori-pori (lubang) dengan ukuran yang
mikrokopis. Pori-pori tersebut tersebar di seluruh butiran. Beberapa jenis
agregat yang sering digunakan mempunyai volume pori tertutup sekitar 0 –
20% dari volume butirnya.
C. Benda Uji
Benda uji yang dipakai dalam percobaan ini adalah aspal emulsi.
D. Peralatan
1. Labu gelas berleher panjang dengan cabang berkapasitas 500 ml
E. Prosedur Percobaan
1. Mengambil contoh aspal emulsi sebanyak 200 gram;
2. Menimbang labu gelas dan tabung penerima yang akan dipakai;
3. Mengocok contoh aspal emulsi hingga homogen, timbang sebanyak 200
gram;
4. Menutup labu dengan tutup gabus yang telah dilubangi untuk memasukkan
thermometer kedalam labu gelas;
5. Mengatur peralatan atau perlengkapan sesuai dengan gambar yang ada;
6. Mengalirkan air kedalam tabung perbandingan;
7. Menyalakan pembakar gelang ditengah-tengah antara labu dan cabang labu
dengan jarak 1,5 cm;
8. Menyalakan pembakar dan atur nyala api secukupnya (tidak terlalu besar)
dan pemanasan dilakukan secara merata dengan memutar sekeliling dinding
labu yang berisi benda uji. Karena sulitnya cara pemanasan ini dan sering
mengakibatkan terjadinya kegagaglan dalam penyulingan. Berdasarkan
pengalaman dianjurkan untuk;
a. Pemanasan dari samping pada permukaan benda uji dan api diatur
sedemikian rupa (tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil) usahakan
agar busa/buih yang terjadi tidak sampai meluap memasuki tabung
penerima.
b. Jangan melakukan pemanasan dari tengah bawah labu, sebab biasanya
penyulingan akan gagal.
dimana:
A = Berat benda uji semula
B = Berat residu
C = Berat hasil suling dalam tabung penerima
Diketahui :
Beratbenda uji (A) = 200 gram
Berat residu (B) = 185 gram
B
Residu = A x100%
185
= x100%
200
= 92,5 %
b. Perhitungan Hasil Suling
Diketahui :
Berat benda uji (A) = 200 gram
Berat Hasil Suling Tabung Penerima (C) = 85 gram
C
Hasil Suling = A x100%
85
= 200 x100%
= 42,5 %
(SNI 03-6832-2002)
kadar residu nilai minimal untuk Sesuai
92,5%
aspal emulsi kadar residu aspal emulsi dengan SNI
adalah 65 %
(SNI 03-6832-2002)
Hasil Sesuai
nilai minimal untuk hasil 42,5%
Penyulingan dengan SNI
suling 30 %
2. Saran
Hasil dari percobaan diatas diperoleh beberapa saran dalam melakukan
percobaan yaitu :
a. Untuk menghindari kegagalan penyulingan dapat digunakan amoniak
(Na4OH) atau alcohol (C2H5OH) sebanyak 50 ml yang dimasukkan
kedalam benda uji dan pemanasan dilakukan sama seperti cara tersebut
diatas.
b. Sebaiknya dari samping pada permukaan benda uji dan api diatur
sedemikian rupa (tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil) usahakan
agar busa/buih yang terjadi tidak sampai meluap memasuki tabung
penerima.
c. Jangan melakukan pemanasan dari tengah bawah labu, sebab biasanya
penyulingan akan gagal.
d. Tanyakan kepada asisten apabila praktikum menemui kesulitan.