Untuk ukuran tetesan yang lebih kecil, teknik lain yang disebut High
Internal Phase Ratio (HIPR) diperkenalkan oleh Lissant et al. Dalam teknik ini,
Samanos melakukan penelitian tentang pembuatan emulsi aspal untuk digunakan
dalam pembuatan dan pemeliharaan perkerasan aspal, dengan tujuan untuk
mencapai sifat emulsi terkontrol melalui penggunaan fase dispersi dalam
pencampur yang sesuai. Berdasarkan penelitian ini, banyak penelitian yang
dikembangkan kemudian mencoba mengoptimalkan parameter pembuatan (suhu
aspal dan sabun, laju geser, komposisi bahan, dan sifat dasar aspal). Pendekatan
HIPR (Gambar 10) menggunakan inversi fase, yang mempertimbangkan
karakteristik fisikokimia dan konsentrasi setiap komponen selama fabrikasi. Oleh
karena itu, jenis emulsi yang dihasilkan serta karakteristiknya dapat
disesuaikan. Proses ini memerlukan perpaduan langsung fase yang sangat kental
(1–5000 Pa·s) dengan fase kedua yang tidak dapat bercampur dengan fase
pertama dan mengandung setidaknya satu surfaktan. Ini menghasilkan pasta
viskoelastik yang dapat diencerkan hingga konsentrasi fase terdispersi yang
diperlukan menggunakan geser rendah (500–1500 rpm) dan aliran laminar. Proses
ini biasanya memakan waktu singkat. Teknik ini dapat menghasilkan emulsi
monomodal dengan distribusi ukuran partikel yang sangat sempit dan ukuran
tetesan rata-rata yang kecil sekitar 1 μm. Selain itu, teknik ini mampu
menghasilkan emulsi aspal yang pekat dan sangat pekat (70–95%). Ukuran tetesan
emulsi yang dihasilkan dengan metode ini dapat dengan mudah dimodifikasi
dengan memvariasikan kecepatan putaran, parameter formulasi, atau konsentrasi
fase terdispersi yang digunakan selama pembuatan. Emulsi unimodal memiliki
distribusi ukuran partikel tunggal (diproduksi dalam metode ini), namun emulsi
bimodal memiliki dua ukuran dan distribusi tetesan yang dapat dikontrol, seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 11.