Anda di halaman 1dari 6

REVIEW JURNAL ILMIAH

Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Gambut


Dosen Pengampu: Dr. Isna Syauqiah, ST., MT

Disusun oleh: Kelompok 2


1. Desy Isnainiati Ulfah (1610814220003)
2. Dimas Andrya Perkasa (1610814110004)
3. Fekry Norachman (1610814210010)
4. Muhammad Hasyim (1610814310007)
5. Novelia Ananda Fitrila (1610814120011)

PEMANFAATAN DAN KONSERVASI EKOSISTEM LAHAN RAWA


GAMBUT DI KALIMANTAN

Lahan rawa gambut adalah lahan rawa yang didominasi oleh tanah
gambut. Lahan rawa gambut di Indonesia cukup luas, mencapai 20,6 juta ha atau
10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan ini mempunyai fungsi hidrologi dan
lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup
lainnya sehingga harus dilindungi dan dilestarikan. Konservasi dan optimalisasi
pemanfaatan lahan rawa gambut sesuai dengan karakteristiknya memerlukan
informasi mengenai tipe, karakteristik, dan penyebarannya.
Untuk menunjang pembangunan berkelanjutan maka pengembangan
pertanian pada lahan rawa gambut memerlukan perencanaan yang cermat dan
teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat. Pemanfaatan
hutan rawa gambut untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan
perkebunan menghadapi kendala yang cukup berat, terutama dalam mengelola
dan mempertahankan produktivitas lahan. Berkurang atau hilangnya kawasan
hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan, bahkan menyebabkan
banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran pada musim kemarau.
Hal inilah yang mendasari Tim Sintesis Kebijakan dari Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian melakukan usaha pemanfaatan dan
pelestarian lahan gambut yang dituangkan dalam bentuk kajian ilmiah berupa
jurnal yang berjudul “Pemanfaatan dan Konservasi Ekosistem Lahan Rawa
Gambut di Kalimantan” yang dipublikasikan oleh Pengembangan Inovasi
Pertanian 1(2), 2008: 149-156.
Analisis masalah yang dilakukan oleh Tim Sintesis Kebijakan dilakukan
dengan menelaah tinjauan-tinjauan umum yang berkaitan dengan lahan rawa
gambut khususnya yang ada di Kalimantan. Tanah gambut adalah tanah-tanah
yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan
jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Tanah
gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang,
seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau
daerah depresi/basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan
organic dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah
beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Di Kalimantan, ada beberapa spesies
indikator yang mencirikan suatu hutan rawa gambut, antara lain ramin
(Gonystylus bancanus), suntai (Palaquium burckii), semarum (Palaquium
microphyllum), terentang (Camnosperma auriculata), dan meranti rawa (Shorea
spp.).
Berdasarkan tinjauan yang dilakukan oleh Tim Sintesis Kebijakan,
karakteristik lahan rawa gambut di Kalimantan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Terletak pada zona lahan rawa air tawar, dan sebagian pada zona lahan
rawa pasang surut.
2. Berdasarkan tingkat kematangan atau dekomposisinya, tanah gambut
dibedakan menjadi tiga, yakni:
a. gambut yang tingkat dekomposisinya baru dimulai atau masih
awal, disebut fibrik.
b. gambut hemik, sekitar separuh bahan (hemi =
separuh/pertengahan) telah mengalami dekomposisi;
c. gambut saprik, sebagian besar gambut telah mengalami
dekomposisi (matang).
3. Hasil inventarisasi dengan menggunakan citra satelit rekaman tahun
2002-2003 menunjukkan, luas lahan rawa gambut di Kalimantan
mencapai 5.769.246 ha, yang terdiri atas
a. lahan gambut sangat dangkal (<50 cm) seluas 189.448 ha;
b. dangkal (50-100cm) 1.740.585 ha;
c. sedang (100-200 cm) 1.390.7887 ha;
d. dalam (200-400 cm) 1.105.096 ha;
e. sangat dalam (400-800 cm) 1.065.636 ha,
f. dalam sekali (800-1200 cm) 277.694 ha.
4. Lapisan tanah mineral bawah gambut berasal dari endapan liat marin,
pasir kuarsa, dan liat bukan marin (endapan sungai).
a. Pada gambut dengan lapisan tanah bawah dari endapan marin
dapat terjadi bahaya keracunan asam sulfat yang berasal dari
oksida senyawa sulfur. Keracunan terjadi bila lapisan gambut
telah menipis, baik karena kesalahan dalam pembukaan
maupun karena terjadinya subsidence, sehingga senyawa pirit
teroksidasi dan menghasilkan asam sulfat dan besi.
b. Adanya lapisan tanah bawah yang berupa pasir kuarsa
menunjukkan bahwa gambut memiliki kesuburan yang rendah,
karena terbentuk dari vegetasi hutan yang miskin unsur hara.
Tanah gambut yang terletak di atas lapisan tanah mineral relatif
lebih subur, karena lapisan tanah mineral berasal dari
lingkungan endapan sungai. Gambut tersebut terdapat di daerah
pedalaman yang jauh dari pantai
5. Gambut memiliki daya menahan air yang besar, yaitu 300-800% dari
bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar. Dalam kaitan ini,
keberadaan lahan gambut, terutama gambut sangat dalam (lebih dari 4
m), sangat penting untuk dipertahankan sebagai daerah konservasi air,
terlebih bila pada bagian hilirnya terdapat kota-kota pantai seperti
Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda.
Dijabarkan dari hasil tinjauan Tim Sintesis Kebijakan, sifat fisik dan sifat
kimia lahan rawa gambut ialah:
a. Sifat fisika

Lahan gambut memiliki bobot isi atau kerapatan lindak (bulk density-BD)
gambut berkisar antara 0,05- 0,30 g/cm3.

Tanah gambut dengan kandungan bahan organik lebih dari 65%
mempunyai bulk density untuk gambut fibrik 0,11-0,12 g/cm3, untuk
hemik 0,14-0,16 g/cm3, dan untuk saprik 0,18-0,21 g/cm3.

Bila kandungan bahan organik antara 30-60%, kerapatan lindak untuk
hemik adalah 0,21-0,29 g/cm3 dan saprik 0,30-0,37 g/cm3.

Nilai kerapatan lindak sangat ditentukan oleh tingkat
pelapukan/dekomposisi bahan organik dan kandungan mineral.

b. Sifat kimia
 Tanah gambut pada umumnya memiliki sifat asam dengan pH 3,0-4,5.
Gambut dangkal mempunyai pH lebih tinggi (pH4,0-5,1) daripada gambut
dalam (pH 3,1-3,9). Kandungan basa (Ca, Mg, K dan Na) dan kejenuhan
basa rendah.
 Kandungan Al pada tanah gambut umumnya rendah sampai sedang, dan
berkurang dengan menu-runnya pH tanah.
 Kandungan unsur mikro, khususnya Cu, Bo dan Zn, sangat rendah, namun
kan-dungan besi (Fe) cukup tinggi
 Umumnya gambut dangkal (<1 m) yang terdapat di bagian tepi kubah
mempunyai kadar abu sekitar 15%, bagian lereng dengan kedalaman 1-3
m berkadar sekitar 10%, sedangkan di pusat kubah yang lebih dari 3 m
berkadar <10% bahkan <5%. Makin tebal gambut, kandungan abu makin
rendah, kandungan Ca dan Mg menurun dan reaksi tanahnya lebih masam.

Berdasarkan pada tinjauan-tinjauan yang dilakukan oleh Tim Sintesis


Kebijakan, maka didapatkan beberapa solusi dalam pemanfaatan dan konservasi
lahan rawa gambut di Kalimantan. Pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian
pada awalnya memerlukan investasi yang besar untuk pembuatan saluran
drainase, dan dalam perkembangannya, pengelolaan air, peningkatan kesuburan
dan produktivitas merupakan masalah utama yang harus diatasi. Gambut yang
paling potensial untuk pertanian adalah gambut dangkal (0,5-1 m) sampai sedang
(1-2 m) yang terletak pada bagian pinggiran kubah. Makin tebal gambut, makin
kurang potensinya untuk pertanian. Berbagai jenis tanaman dapat tumbuh pada
lahan gambut. Komoditas pertanian yang dapat diusahakan di lahan gambut antara
lain adalah tanaman pangan tanaman palawija dan sayuran tanaman buah-buahan
tanaman perkebunan serta bambu.
Potensi lahan gambut untuk pengembangan pertanian dipengaruhi oleh
kesuburan alami gambut dan tingkat manajemen usaha tani yang diterapkan.
a. Padi Sawah
Lahan rawa gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah tanah bergambut
(tebal lapisan gambut 20-50 cm) dan gambut dangkal (0,5-1,0 m). Padi kurang
sesuai pada gambut sedang (1-2 m).
b. Tanaman Palawija, Hortikultura, dan Tanaman Lahan Kering Semusim
Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman pangan semusim (annual
crops) adalah gambut dangkal dan gambut sedang (ketebalan gambut 1-2 m).
c. Tanaman Tahunan/Perkebunan
Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan adalah
yang memiliki ketebalan gambut 2-3 m. Beberapa tanaman yang dapat tumbuh
baik adalah lain, karet, kelapa sawit, kopi, kakao, rami, dan sagu.
Menurut Keppres No.32/1990 tentang Kawasan Lindung dan Undang-
undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUTR), serta petunjuk
penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN, kawasan tanah
gambut dengan ketebalan 3 m atau lebih, yang terdapat di bagian hulu sungai dan
rawa, ditetapkan sebagai kawasan lindung bergambut. Perlindungan terhadap
kawasan ini dilakukan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai
penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di
kawasan tersebut.
Pengelolaan lahan rawa gambut dilakukan dengan pendekatan konservasi yang
meliputi perlindungan, pengawetan dan peningkatan fungsi dan manfaat.
Berdasarkan fungsi wilayah rawa dibedakan ke dalam:
- Kawasan lindung
- Kawasan pengawetan
- Kawasan reklamasi
Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1991 bertujuan mengatur ekosistem
lahan rawa gambut sebagai kawasan tampung hujan dan sumber air. Sebagai
sumber air, rawa (gambut) pedalaman sangat menentukan keadaan air daerah
pinggiran atau hilirnya. Oleh karena itu, rawa di hulu sungai rawa atau rawa
pedalaman perlu dipertahankan sebagai kawasan non-budi daya, yang berfungsi
sebagai kawasan penampung hujan dan merupakan “danau” sumber air bagi
daerah pertanian di sekitarnya. Gambut memiliki daya menahan air yang tinggi,
300- 800% bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar. Gambut dalam (lebih
dari 3 m), telah dinyatakan sebagai kawasan non-budi daya dengan luas minimal
1/3 dari luas total lahan gambut di wilayah daerah aliran sungai tersebut.
Implikasi kebijakan yang dilakukan oleh Tim Sintesis Kebijakan, hutan
rawa gambut tropika di Kalimantan memiliki keanekaragaman hayati dan
merupakan sumber plasma nutfah yang potensial. Lahan rawa gambut mempunyai
nilai konservasi yang tinggi dan fungsi-fungsi lain seperti fungsi hidrologi,
cadangan karbon, dan keanekaragaman hayati yang penting untuk kenyamanan
lingkungan. Oleh karena itu, pengelolaannya perlu menerapkan pendekatan
konservasi.
Demikian berdasarkan tinjauan yang dilakukan oleh Tim Sintesis
Kebijakan dalam Jurnal Ilmiahnya yang dipublikasikan oleh Pengembangan
Inovasi Pertanian 1(2), 2008: 149-156 tentang “Pemanfaatan dan Konservasi
Ekosistem Lahan Rawa Gambut di Kalimantan” dimana pemanfaatan serta
konservasi lahan rawa gambut yang ada di Kalimantan dapat dilakukan dengan
cara, lahan gambut sangat dangkal (<50 cm) dapat digunakan untuk sawah,
gambut dangkal <200 cm untuk tanaman palawija dan hortikultura, serta gambut
sedang (2-<3 m) untuk perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan sagu, dengan
perencanaan dan penerapan teknologi yang sesuai.

Anda mungkin juga menyukai