Anda di halaman 1dari 9

TUGAS IX

REKAYASA TAMBAK

DOSEN PEMBIMBING :
MUDJIATKO, S.T, M.T

DISUSUN OLEH :
RIZKA MARDIANA (1707111289)

JURUSAN TEKNIK SIPIL S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
2020
BAB X
TAMBAK PADA LAHAN GAMBUT

10.1 Pengertian Gambut


Menurut Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2016, gambut adalah material
organik yang terbentuk secara alami dan berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang
mengalami dekomposisi tidak sempurna, serta memiliki ketebalan lebih dari 50 cm dan
terakumulasi pada rawa, cekungan atau daerah pantai.
Lahan gambut adalah suatu kawasan lahan yang lapisan tanahnya tersusun oleh
bahan organik dengan kondisi anorganik yang memiliki kandungan karbon organik
sekitar 18% dan tebalnya lebih dari 50 cm.
10.2 Faktor-Faktor Pembentuk Tanah
Ekosistem gambut umumnya terbentuk dan terletak diantara2 (dua) sungai
dan/atau di antara sungai dan laut dan/atau rawa.Dalam jangka panjang proses
penumpukan lapisan-lapisan gambut akan memenuhi daerah rawa atau danau, yang
kemudian akan membentuk kubah-kubah gambut (peat dome).
Ekosistem gambut sejatinya merupakan proses interaksi dan relasi utuh dan saling
berkaitan antara tiga unsur pembentuk pokok yaitu
a. tanah gambut,
b. tumbuhan (vegetasi), dan
c. air (hidrologi) yang terwujud dalam KHG
10.3 Proses Pembentukan Tanah Gambut
Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari sisa- sisa binatang atau
tumbuhan baik yang tengah dalam keadaan layu maupun tidak layu yang telah
mengalami proses dekomposisi yang tidaksempurna. Proses dekomposisi yang tidak
sempurna ini dikarenakan jumlah bakteri yang kurang dan dalam kondisi yang terbatas
oksigen atau anaerob. Proses terbentuknya tanah gambut di Bumi sudah terjadi sangat
lama, yakni sekitar 5000 hingga 10000 tahun yang lalu. Sehingga dapat dikatakan
bahwa tanah gambut di muka bumi ini sudah sangat tua. Lalu bagaimana cara kita
untuk mengetahui apakah tanah gambut tersebut tua atau belum? Mudah saja bagi kita
untuk mengetahuinya, yakni dengan melihat kedalaman pada tanah gambut tersebut.
Karena tanah gambut ini selalu menumpuk, maka dapat dikatakan bahwa tanah gambut
yang semakin dalam, maka usianya akan semakin tua. Tanah gambut sangat sering kita
jumpai di daerah yang basah dan lembab. Bahkan tanah gambut juga seringkali
membentuk suatu hutan. hutan gambut sendiri sudah ada di bumi ini dari sejak ribuan
tahun yang lalu dan tersebar di penjuru- penjuru wilayah bumi.
Proses pembentukan tanah gambut terjadi dengan peranan tanaman- tanaman air,
yakni tanaman air yang tumbuh pada danau yang dangkal akan mati. Kemudian
tanaman itu akan tenggelam ke dasar laut dan mengalami pelapukan disana, sehingga
terbentuklah lapisan- lapisan organik. Perlu diketahui tanah yang telah menupuk di
dasar laut ini kaya akan lapisan organik namun sifatnya tidak terlalu subur.
10.4 Tahap-Tahap Proses Pembentukan Endapan Tanah Gambut
Secara alami gambut terbentuk bermula dari tempat yang basah. Prosesnya
sebagai berikut:
a. Pembentukkan gambut dimulai dari adanya danau yang dangkal secara perlahan
ditumbuhi tanaman air dan vegetasi lahan basah.
b. Tanaman yang mati dan melapuk secara perlahan dan bertahap membentuk lapisn
yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapirsan gambut dengan substrantum
(lapisan dibawahnya) berupa tanah mineral.
c. Tanaman berikutknya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini
dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi
penuh atau tertutup yang dengan bantuan cahaya matahari akan tumbuh dengan
besar.
Gambar 10. 1 Proses Pembentukan Tanah Gambut

10.5 Sifat Fisik, Kimia, dan Morfologi Gambut


Sifat dan ciri tanah gambut dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya.
Sifat Fisik dan kimia tersebut berupa :
a. Warna. Gambut berwarna coklat tua sampai kehitaman, meski bahan dasarnya
berwarna kelabu, cokelat atau kemerah-merahan, tetapi setelah mengalami
dekomposisi muncul senyawa humik berwarna gelap;
b. Berat isi. Berat isi tanah organik bila dibandingkan tanah mineral adalah rendah.
Tanah gambut yang telah mengalami dekomposisi lanjut memiliki berat isi berkisar
antara 0,2 – 0,3;
c. Kapasitas menahan air. Akibat berat isi yang rendah, maka gambut memiliki
kapasitas menyimpan air yang besar, sekitar 2 – 4 kari dari berat bobot keringnya,
bahkan gambut lumut yang belum terdekomposisi dapat menyimpan air 12 atau 15
bahkan 20 kali dari bobotnya sendiri;
d. Sifat kolidal. Tanah gambut memiliki luas adsorbsi yang besar, yaitu sampai 4 kali
lebih besar dibanding liat montmorillonit.
e. Reaksi masam. Dekomposisi bahan organik akan akan menghasilkan asam-asam
organik yang terakumulasi pada tubuh tanah, sehingga akan meningkatkan keasaman
tanah gambut;
f. Sifat penyangga. Umumnya tanah gambut memperlihatkan daya resistensi yang
nyata terhadap perubahan pH bila dibandingkan dengan tanah mineral. Akibatnya,
tanah gambut membutuhkan lebih banyak kapur untuk menaikkan pH pada tingkat
nilai yang sama dengan tanah mineral. Begitupun tanah gambut membutuhkan dosis
pupuk yang lebih tinggi dari tanah mineral;
g. Kadar unsur hara. Kadar N dan bahan organik tinggi pada tanah gambut juga
mempunyai perbandingan C dan N yang tinggi, namun walaupun demikian prosis
nitrifikasi N juga tinggi, akibat tingginya kadar N, cukup Ca dan tidak aktifnya
sebagian karbon dari bahan yang resisten, sehingga kegiatan
organisme heterotropik tidak terlalu dirangsang, akibatnya organisme yang aktif
dalam proses nitrifikasi memperoleh kesempatan melakukan aktifitasnya. Selain itu,
kadar P dan K tanah gambut umumnya rendah dibanding tanah mineral, oleh sebab
itu tanaman yang diusahakan diatas tanah gambut sangat respon terhadap
pemupukan P dan K.
A. Sifat Fisik
Sifat fisik tanah gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian dan
pertambakan meliputi kadar air, berat isi (bulk density, BD), daya menahan beban
(bearing capacity), subsiden (penurunan permukaan), dan mengering tidak balik
(irriversible drying). Kadar air tanah gambut berkisar 100 – 1.300% dari berat
keringnya (Mutalib et al., 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai
13 kali bobotnya, sehingga gambut dikatakan bersifat hidrofilik. Kadar air yang tinggi
menyebabkan BD menjadi rendah, gambut menjadi lembek dan daya menahan
bebannya rendah (Nugroho et al., 1997; Widjaja-Adhi, 1988). Berat isi (BD) tanah
gambut lapisan atas bervariasi antara 0,1-0,2 g cm-3 tergantung pada tingkat
dekomposisinya. Gambut fibrik yang umumnya berada di lapisan bawah memiliki BD
0,2 g cm-3 (Tie and Lim, 1991), karena adanya pengaruh tanah mineral. Volume
gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan
permukaan tanah.
(subsiden).Selain karena pemadatan gambut, subsiden juga terjadi karena adanya
proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah gambut didrainase, laju
subsiden bisa mencapai 50 cm tahun-1. Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2
– 6 cm tahun-1 tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase.
Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung.

.Gambar 10. 2 Akar pohon menggantung dan tanaman yang roboh di lahan gambut

B. Sifat Kimia
Tanah gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga kandungan
karbon pada tanah gambut sangat besar. Fraksi organik tanah gambut di Indonesia
lebih dari 95%, kurang dari 5% sisanya adalah fraksi anorganik. Fraksi organik terdiri
atassenyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20%, sebagian besar terdiri atas
senyawa-senyawa non-humat yang meliputi senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa,
lilin, tannin, resin,suberin, dansejumlah kecil protein. Sedangkan senyawa-senyawa
humat terdiri atas asam humat, himatomelanat dan humin.
Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam dan ditentukan
oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral
pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975)
mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya
didominasi oleh bahan kayu-kayuan. Oleh karena itu komposisi bahan organiknya
sebagian besar adalah lignin yang umumnya melebihi 60% dari bahan kering,
sedangkan kandungan komponen lainnya seperti selulosa, hemiselulosa, dan protein
umumnya tidak melebihi 11%.
C. Morfologi Gambut
Morfologi tanah gambut seperti warna, kedalaman dan lapisan mineral
dibawahnya yang biasa (umumnya) ditemukan pada tanah gambut di daerah Sumatera
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Tropohemist (Haplohemist, sistem Taxonomy 1998) : Warna coklat kemerahan
(5YR 3/2-7,5 YR 3/2) sampai merah lembayung (2,5 YR 3/2), hemik, kandungan
serat 3/10 sampai 6/10; tanah mineral di bawahnya berwarna abu-abu(5Y5/1)
sampai abu-abu kehijauan (5Y 5/1) atau abu-abu kebiruan (5BG 5/1),unripe
(lunak), agak lekat, liat atau lempung berliat.
2. Troposaprist (Haplosaprist, sistem Taxonomy 1998) : Warna coklat sampai coklat
tua (5YR 3/2), saprik, kandungan serat 1/10 sampai kasar 2/10.
3. Tropofibrist (Haplofibrist, sistem Taxonomy 1998) : Warna merah lembayung atau
coklat tua kemerahan, fibrik, kandungan serat sekitar 8/10; tanah mineral di
bawahnnya berwarna abu-abu, lunak, lekat, liat.

10.6 Budidaya Kolam di Lahan Gambut


Gambut adalah tanah yang mengandung bahan organik lebih dari 30%,
sedangkan lahan gambut adalah lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm.
Lahan yang ketebalan gambutnya kurang dari 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut
terbentuk dari hasil dekomposisi bahan – bahan organik seperti daun, ranting, semak
belukar yang berlangsung dengan kecepatan lambat dan dalam suasana anaerob.
Berbeda dengan kolam tanah biasa, kegiatan budidaya ikan di lahan gambut
memerlukan perlakuan khusus karena lahannya yang spesifik dan merupakan lahan
marjinal untuk kegiatan budidaya, antara lain kegiatan pengolahan lahan dan air
sebagai berikut :
Pembersihan Kolam
Kegiatan pengolahan lahan dimulai dengan pembersihan kolam dari rumput-rumput liar
serta akar-akar tanaman yang telah lapuk dan mengapung di pinggir kolam dan
permukaan air. Pengapuran dan Pemupukan Kolam
Dalam pelaksanaan kegiatan awal pengapuran dilakukan dengan dua metode yaitu
dengan penyedotan air kolam menggunakan pompa, dan tanpa penyedotan. Metode
dengan penyedotan dimaksudkan agar kolam dapat kering dan lumpur dasar dapat
dibuang, dalam kenyataannya kolam sulit untuk dikeringkan mengingat rembesan air
gambut dari luar cukup kuat. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa kolam
yang telah disedot sampai kedalaman air 50 cm (kedalaman kolam 2,5 – 3 m) dalam
waktu 2 hari telah kembali penuh seperti semula, dalam keadaan tersebut penebaran
kapur segera dilakukan dengan dosis sebanyak 700-900 gram/m2. Jenis kapur untuk
pengapuran dasar yang digunakan adalah jenis kapur tohor Ca(OH)2 dengan tujuan
membasmi hama/penyakit dan menaikkan pH air dari 3 menjadi 5 atau 6. Pengapuran
dilakukan dengan cara ditebarkan secara merata dipermukaan kolam serta pinggir
kolam. Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan menebarkan secara merata
didalam kolam, dan sebagian diapungkan di air, setelah seminggu kemudian diberikan
pupuk UREA dan NPK yang diberikan secara bersamaan pemberian dapat dilakukan
dengan cara ditebar secara merata dalam kolam. Kolam kemudian didiamkan tanpa ada
perlakukan sampai beberapa hari (paling lama 15 hari). Apabila pH air telah mencapai
5 kemudian dilakukan penebaran benih ikan.
Penyedotan Lumpur
Untuk menjaga kualitas air kolam, maka secara periodik dilakukan penyedotan lumpur
setelah dilakukan pemanenan ikan dan sebelum persiapan kolam tahap berikutnya.
Pemeliharaan Ikan
Kegiatan pemeliharaan ikan yang dilakukan adalah pemeliharan ikan-ikan lokal seperti
Gabus Haruan,papuyu . Pakan ikan Papuyu yang diberikan berupa pelet dengan dosis 3
– 5 % dari berat total perhari, dengan frekuensi pemberian 2 kali sehari (pagi dan sore
hari). Pemberian pakan dengan cara sedikit demi sedikit agar jangan sampai ada pakan
yang tidak termakan. Pemberian pakan dihentikan apabila ikan Gabus Haruan yang
dipelihara terlihat sudah tidak mau makan lagi walaupun pakan yang diberikan masih
belum sampai 5%.
10.7 Mutu Lingkungan Budidaya Tambak
Mutu lingkungan tambak berhubungan dengan timbulnya penyakit, karena itu
perlu dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lingkungan, se-hingga usaha untuk
mencegah timbulnya penyakit dapat dilakukan sedini mungkin.
Mutu lingkungan tambak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor
lingkungan mikro (internal) dan faktor lingkungan makro (eksternal). Ling-kungan
mikro adalah kondisi lingkungan di dalam lingkup tambak yang sepenuhnya dapat
dikendalikan oleh petani tambak, sedangkan lingkungan makro adalah kondisi
lingkungan di luar tambak, termasuk daerah pesisir dan Daerah Aliran Sungai (DAS),
yang mempunyai pengaruh cukup dominan terhadap mutu lingkungan mikro di dalam
tambak, tetapi sulit untuk dikendalikan oleh petani tambak.
Komponen yang berpengaruh dominan terhadap mutu lingkungan mikro terutama
adalah tanah/lahan tambak, tata letak dan konstruksi tambak, pengelolaan budidaya,
dan jasad pengganggu.
Tata letak dan konstruksi tambak mempunyai fungsi strategis terhadap mutu air
di dalam tambak udang intensif. Tata letak harus dibuat sedemikian rupa sehingga air
buangan limbah dari petakan tidak mencemari sumber air pasok. Tata letak tersebut
sangat penting terutama bagi tambak intensif yang terletak di satu hamparan.
Pada saat ini, hampir di setiap hamparan tambak intensif mempunyai saluran
pasok utama dan buang pada tiap unit tambak yang kondisinya tumpang tindih,
sehingga terjadi kontaminasi limbah dari air tambak. Kontaminasi limbah tersebut akan
semakin parah karena pembuangan dan pengambilan air oleh masing-masing petani
tambak tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan. Situasi demikian sangat dirasakan
oleh petani yang mempunyai tambak di pantai yang landai dan berlumpur sedangkan
arusnya lemah.Usaha yang dilakukan untuk mencegah kontaminasi adalah semua
petani tambak di satu hamparan membuang air limbah secara bersamaan pada saat air
surut. Dengan cara demikian, air limbah dapat terbilas dengan cepat dan tuntas karena
dorongan arus yang lebih kuat. Bagi tambak-tambak yang berlokasi di sepanjang pantai
yang landai dan airnya keruh serta perbedaan pasang tertinggi dan surut terendahnya
kecil, misalnya di sepanjang pantai Timur Lampung dan pantai Utara Jawa, perlu
dibuatkan petak atau parit pengendapan yang sekaligus berfungsi sebagai tandon atau
reservoir. Tandon tersebut disamping berfungsi mengendapkan partikel lumpur juga
menampung residu polutan yang berasal dari limbah industri, pertanian, dan
pemukiman. Dengan demikian air yang masuk ke dalam petak pembesaran sudak
bersih. Hal ini sangat membantu usaha memper-tahankan kestabilan mutu air di dalam
tambak.

Anda mungkin juga menyukai