Makalah Sejarah Promosi Kesehatan
Makalah Sejarah Promosi Kesehatan
sejarah
“Promosi kesehatan”
KELOMPOK I
KELAS : IC
DIV KEPERAWTAN
1) Nur Fathan Suleman
2) Pratiwi Suga
3) Desrian Adam
4) Febrinando Pakaya
5) Muh. Irfandi Saleh
6) Agung Sentosa Utina
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan lancar.
Makalah kami yang berjudul “Patofisiologi Abses Paru”
Makalah ini disusun dari bebbagai sumber. Tak lupa pula kami
mengucapkan terimah kasih banyak kepada seluruuh pihak yang terlibat,
khususnya guru bidang studi atas bimbingan dan arahan dalam pembuatan
makalah dan power point kami.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi perbaikan selanjutnya menuju arah yang lebih
baik. Akhir kata kami berharap tugas ini dapat member manfaat bagi kita
semua.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 : Pendahuluan
3
4.1 Perkembangan Konsep Dasar Promosi Kesehatan
4.2 Definisi Promosi Kesehatan
4.3 Strategi promosi kesehatan
4.4 Metode dan tehnik promosi kesehatan
4.5 Sasaran
4.6 Peran promosi kesehatan
Bab 5 : penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar pustaka
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangssa, yang berarti
memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup.
5
perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat,
Perubahan lingkungan .Kelima, Demokratisasi.
Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma
sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan
mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui
kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif.
1. 2 RUMUSAN MASALAH
6
BAB II
INTERNASIONAL
7
beredar banyak istilah lain yang mempunyai kemiripan makna, atau setidaknya satu
nuansa dengan istilah promosi kesehatan, seperti:
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Pemasaran social
Mobilisasi social
Pemberdayaan masyarakat, dll
Adalah ͢kegiatan yang ditujukan kepada para pembuat keputusan/ penentu kebijakan
yang berwawasan kesehatan. Setiap kebijakan pembangunan di bidang apa saja harus
mempertimbngkan dampak kesehatannya bagi masyarakat. Misalnya, orang yang
mendirikan pabrik/ industri, sebelumnya harus dilakukan analisis dampak lingkungan
agar tidak tercemar dan tidak berdampak kepada masyarakat.
8
Adanya kesalahan persepsi mengenai pelayanan kesehatan, tanggung jawab
pelayanan kesehatan kadang hanya untuk pemberi pelayanan (health provider ),
tetapi pelayanan kesehatan juga merupakan tanggung jawab bersama antara
pemberi pelayanan kesehatan ( health provider ) dan pihak yang mendapatkan
pelayanan.
9
pesan-pesan kesehatan atau upaya-upaya kesehatan, sehingga masyarakat menerima
atau membeli (dalam arti menerima perilaku kesehatan) atau mengenal pesan-pesan
kesehatan tersebut yang akhirnya masyarakat mau berperilaku hidup sehat. dari
pengertian promosi kesehatan yang kedua ini, maka sebenarnya sama dengan
pendidikan kesehatan (health education). Karena pendidikan kesehatan pada
prinsipnya bertujuan agar masyarakat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan.
Memang promosi kesehatan dalam konteks kesehatan masyarakat pada saat ini
dimaksudkan sebagai revitalisasi atau pembaruan dari pendidikan kesehatan pada
waktu yang lalu. Berubahnya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak
terlepas dari sejarah praktik pendidikan kesehatan di dalam masyarakat di Indonesia,
maupun secara praktik kesehatan secara global.
YAYASAN KESEHATN VICTORIA
Komfrensi kesehatan victoria menyatakan sebagai berikut:
Health promotion is a programs are design to bring about “change” within
people, organization, communities, and their environment.
Batasan ini menekankan, bahwa promosi kesehatan adalah suatu program
perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh, dalam konteks masyarakatnya.
Bukan hanya perubahan perilaku (within people), tetapi juga perubahan
lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan
efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.
BAB III
INDONESIA
3.1 ERA PROPAGANDA DAN PENDIDIKAN KESEHATAN RAKYAT
(Masa Penjajahan dan Awal Kemerdekaan sampai sekitar Tahun 1960 an)
10
jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak korban jiwa penduduk.
Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di Batavia (Jakarta), Semarang dan
Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan pada tahun 1809, dan Peraturan
Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun
1827 kedua jawatan digabungkan dan baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara
kedua jawatan tersebut. Pada permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok
masyarakat penjajah (Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga
meliputi orang pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara
keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas Kesehatan
Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-mula dilakukan
adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS Tentara.
Dengan adanya wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang
diberi nama “Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi,
menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis usaha ini
adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan jabatan
“propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan kesehatan kepada
rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan pemutaran film
kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun 1923.
Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene. Kegiatan
pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten..Lambat laun
pemberantasan cacing tambang tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch
Hygienische Propaganda”. Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya,
bahkan melangkah pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada
anak-anak sekolah yang sakit. Timbullah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah”
dimana-mana. Hanya saja gerakan ini tidak lama usianya.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam bentuk
Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah dari Dinas
Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat.
Apa yang telah dirintis oleh Hydrick tersebut kemudian ternyata dilanjutkan oleh
Pemeritah (Belanda). Perhatian Pemerintah Belanda terhadap usaha preventif
dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, tindakan dan peraturan (perundang-undangan).
Motto yang berbunyi “Prevention is better than cure” diwujudkan dalam berbagai
kegiatan a.l. :
12
kesehatan yang tidak dapat dipergunakan, karena rusak, ditinggalkan, bahkan para
petugas kesehatanpun meninggalkan posnya untuk turut bergabung dengan para
gerilyawan. Obat-obatan didaerah Republik juga sulit.
Baru setelah penyerahan Kedaulatan (27 Desember 1949), Pemerintah
memberikan perhatian pada kesehatan rekyat. Pemerintah (RI) juga memberikan
perhatiannya pada kesehatan masyarakat di desa. Pada waktu itu dikembangkan
Usaha Pembangunan Masyarakat Desa yang antara lain melakukan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat. Pada waktu itu ada yang disebut Gerakan Kebersihan,
Pekan Kerja Bakti, dll. Diadakan pula Usaha Kesehatan di sekolah-sekolah, yang
berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan, perbaikan gizi, dll. Bahkan di masa
masih bergolak (1948) sudah didirikan sekolah untuk penyuluh kesehatan di
Magelang dan dibuat dua daerah percontohan, yaitu di Magelang dan Yogyakarta.
Paling tidak ada dua hal penting dalam Undang-undang tersebut yang perlu
dikemukakan dan dijadikan landasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Kesehatan
Masyarakat yaitu :
13
Mico, Helen Ross, Iwan Sutjahja, dll). Dari berbagai definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan merupakan upaya yang ditekankan pada
terjadinya perubahan perilaku, baik pada individu maupun masyarakat. Bahkan dalam
salah satu jargonnya, yang bermula dari Ruskin sebagaimana dikutip di awal bab ini,
ditegaskan bahwa fokus Health Education adalah pada perubahan perilaku itu, bukan
hanya pada peningkatan pengetahuan saja. Oleh karena itu area Pendidikan Kesehatan
adalah pada Knowledge (Pengetahuan), Attitude (Sikap) dan Practice (Perilaku), yang
Pada sekitar tahun 1960-an malaria merupakan salah satu penyakit rakyat yang
berkembang dengan subur. Ratusan ribu jiwa mati akibat malaria. Berdasarkan
penyelidikan dan pengalaman, sebenarnya penyakit malaria di Indonesia dapat
dilenyapkan. Untuk itu cara kerja harus dirubah dan diperbarui. Maka pada September
1959 dibentuk Dinas Pembasmian Malaria (DPM) yang kemudian pada Januari 1963
dirubah menjadi Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPEM). Pembasmian
malaria tersebut ditangani secara serius oleh pemerintah dengan dibantu oleh USAID
dan WHO. Direncanakan bahwa pada tahun 1970 malaria hilang dari bumi Indonesia.
Pada akhir tahun 1963, dalam rangka pembasmian malaria dengan racun
serangga DDT, telah dijalankan penyemprotan rumah-rumah di seluruh Jawa, Bali
dan Lampung, sehingga l.k. 64,5 juta penduduk telah mendapat perlindungan dari
kemungkinan serangan malaria. Usaha itu juga dilanjutkan dengan nusaha surveilans
yang berhasil menurunkan ”parasite index” dengan cepat, yaitu dari 15 % menjadi
Hanya 2%.
Pada saat itulah, tepatnya pada tanggal 12 November 1964, peristiwa
penyemprotan nyamuk malaria secara simbolis dilakukan oleh Bung Karno selaku
Presiden RI di desa Kalasan, sekitar 10 km di sebelah timur kota Yogyakarta.
Meskipun peristiwanya sendiri merupakan upacara simbolis penyemprotan nyamuk,
14
tetapi kegiatan tersebut harus dibarengi dengan kegiatan pendidikan atau penyuluhan
kepada masyarakat.
15
(PKMD). Ketuanya adalah Dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
Landasan dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya bangsa Indonesia
yang telah turun temurun, yakni “gotong royong’ dan “musyawarah”. Mengacu pada
dua prinsip ini maka konsep PKMD dikembangkan dengan semangat kekeluargaan
dan saling membantu, yang kuat membantu yang lemah, yang kaya membantu yang
miskin,dan yang sehat membantu yang sakit.
Pada waktu itu semua program pembangunan harus didasarkan pada Garis-
Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Demikian pula PKMD, yang di dalam GBHN
dengan jelas disebutkan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk mencacapai
kesempatan yang luas bagi setiap warga Negara untuk meningkatkan derajat
kesehatannya sebagai bagian dari pencapaian kesejahteraan sosial. Hal itu juga sejalan
dengan Undang-Undang Kesehatan No. 9/1960 yang menyebutkan bahwa kesehatan
bukan hanya sekedar bebas penyakit dan cacat, tetapi merupakan keadaan sempurna
baik fisik, mental dan sosial. Kesehatan adalah hak setiap warga Negara untuk
mecapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan derajat
kesehatan seperti ini, maka perlu dilaksanakan pembangunan kesehatan masyarakat
desa, sebagi bagian dari pembanguan nasional.
Dalam pertumbuhannya, PKMD mememperoleh komitmen dari lembaga-
lembaga baik pemerintah maupun swasta. Departemen-Departemen dan lembaga-
lembaga non departemen yang telah meberikan komitmen terhadap PKMD adalah:
Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Depertemen Pertanian,
Departemen Sosial, Depertemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama , Departemen
Perdagangan dan Industri dan Departemen Keuangan. Sedangkan lembaga
pemerintahan non Departemen, dan lemabga swadaya masyarakat lainnya yang
terlibat adalah: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bank
Rakyat Indonesia , Badan Perencanaan Nasional (Bappenas), Pramuka, Komite
Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Perkumpulan Kelauraga Berenecana Indonsia
(PKBI), Organisasi Wanita dan Palang Merah Indonsia.
16
masalah/kebutuhan yang dirasakan mayarakat. Kegiatan PKMD ini dimaksudkan
untuk mengembangkan kemampuaan masyarakat dalam bidang kesehatan maupun
dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan.
17
Suatu ketika pada sekitar akhir tahun 1994, Dr. Ilona Kickbush, yang baru saja
menjabat sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter Geneva, datang ke
Indonesia. Sebagai direktur baru ia mengunjungi beberapa negara, termasuk
Indonesia. Kebetulan pada waktu itu Kepala Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes
juga baru saja diangkat, yaitu Drs. Dachroni MPH, yang menggantikan Dr. IB Mantra
yang purna bakti (pensiun). Dengan kedatangan Dr. Kickbush, diadakanlah pertemuan
dengan pimpinan Depkes dan pertemuan lainnya baik internal penyuluhan kesehatan
maupun external dengan lintas program dan lintas sektor, termasuk FKM UI. Bahkan
sempat pula mengadakan kunjungan lapangan ke Bandung, yang diterima dengan
baik oleh Ibu Neni Surachni (kepala Sub Dinas PKM Jabar waktu itu) dan teman-
teman lain di Bandung. Dari serangkaian pertemuan itu serta perbincangan selama
kunjungan lapangan ke Bandung, kita banyak belajar tentang Health Promotion
(Promosi Kesehatan). Barangkali karena terkesan dengan kunjungannya ke Indonesia,
ia kemudian menyampaikan usulan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah
Konferensi International Health Promotion yang keempat, yang sebenarnya memang
sudah waktunya diselenggarakan.
Usulan itu diterima oleh pimpinan Depkes (Menteri Kesehatan waktu itu Prof.
Dr. Suyudi). Kunjungan Dr. Kickbush itu ditindak lanjuti dengan kunjungan pejabat
Health Promotion WHO Geneva lainnya, yaitu Dr. Desmond O Byrne, sampai
beberapa kali, untuk mematangkan persiapan konferensi Jakarta. Sejak itu khususnya
Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan konsep promosi
kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia. Sebagai tuan rumah konferensi
internasional tentang promosi kesehatan, seharusnyalah kita sendiri mempunyai
kesamaan pemahaman tentang konsep dan prinsip-prinsipnya serta dapat
mengembangkannya paling tidak di beberapa daerah sebagai percontohan. Dengan
demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia tersebut dipacu oleh
perkembangan dunia internasional.
Konferensi ke IV di Jakarta ini dihadiri oleh sekitar 500 orang dari 78 negara,
termasuk sekitar 150 orang Indonesia, khususnya dari daerah. Ini karena konferensi
tersebut juga merupakan konferensi nasional promosi kesehatan yang pertama
(Selanjutnya nanti ada konferensi nasional kedua di Hotel Bidakara, Jakarta, tahun
18
2000, dan konferensi nasional ketiga di Yogyakarta, tahun 2003). Konferensi dibuka
oleh Presiden RI, Bapak Soeharto, di Istana Negara. Selain pembicara-pembicara
internasional, juga tampil pembicara Indonesia, yaitu Prof Dr. Suyudi selaku Menteri
Kesehatan, dan Prof. Dr. Haryono Suyono, selain selaku Menteri Kependudukan juga
sebagai pakar komunikasi. Pada acara Indonesia Day, tampil pembicara-pembicara
dari berbagai program, sektor dan daerah, menyampaikan pengalamannya dalam
berbagai kegiatan promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan dalam program atau
daerah masing-masing (diselenggarakan dalam sidang-sidang yang berjalan secara
serentak/pararel).
Konferensi ini bertema: “New players for a new era: Leading Health Promotion
into the 21st century” dan menghasilkan Deklarasi Jakarta, yang diberi nama: “The
Jakarta Declaration on Health Promotion into the 21st Century”. Selanjutnya
Deklarasi Jakarta ini memuat berbagai hal, antara lain sebagai berikut:
19
Bahwa prioritas Promosi Kesehatan abad 21 adalah :
1. Meningkatkan tanggungjawab sosial dalam kesehatan;
2. Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan;
3. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan;
4. Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan
masyarakat;
5. Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.
Selanjutnya menyampaikan himbauan untuk bertindak, dengan menyusun
rencana aksi serta membentuk atau memperkuat aliansi promosi kesehatan di
berbagai tingkatan, mencakup. :
Pada tahun 1998 Presiden Soeharto digantikan oleh Presiden Habibie. Sebagai
Menteri Kesehatan ditetapkan Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek. Setelah melalui
persiapan antara lain pertemuan dengan para pakar, pertemuan nasional dengan
daerah-daerah, pertemuan lintas sektor dan dengar pendapat dengan DPR, pada 1
Maret 1999 oleh Presiden Habibie dicanangkan : “Gerakan Pembangunan yang
Berwawasan Kesehatan”, atau dikenal dengan “Paradigma sehat”. Sebagai
konsekwensinya adalah bahwa semua pembangunan dari semua sektor harus
mempertimbangkan dampaknya di bidang kesehatan, minimal harus memberi
kontribusi dan tidak merugikan pertumbuhan lingkungan dan perilaku sehat.
Disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah: Indonesia Sehat 2010, dengan
misi: (1) Menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan; (2)
Mendorong kamandirian masyarakat untuk hidup sehat; (3) Meningkatkan pelayanan
kesehatan yang bermutu; dan (4) Meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat termasuk lingkungannya. Salah satu pilar Indonesia Sehat 2010 tersebut
adalah : perilaku sehat, disamping dua pilar lainnya yaitu: lingkungan sehat dan
20
pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata.
Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program
pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan bahwa
salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan perilaku sehat
dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan promosi kesehatan
sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis (Renstra) Depkes 2005-2009
juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan merupakan program tersendiri dan
diposisikan pada urutan pertama. Ini menegaskan bahwa Paradigma Sehat dengan
Visi Indonesia Sehat-nya tersebut sangat sesuai dengan Deklarasi Jakarta, dan dengan
demikian promosi kesehatan (termasuk PHBS), yang berorientasi pada perilaku hidup
sehat, semakin memperoleh pijakan yang kuat.
Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini Promosi Kesehatan
menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota seluruh Indonesia pada
bulan Juli 2000 yang menyepakati tentang perlunya perhatian Daerah secara lebih
sungguh-sungguh terhadap program kesehatan, kelembagaan, ketenagaan serta
anggaran yang mendukungnya. Berbagai pertemuan khusus untuk menjelaskan dan
mendiskusikan tentang Paradigma Sehat dan Visi Indonesia sehat 2010 juga
diselenggarakan kepada partai-partai politik dan anggota DPR kkhususnya komisi
yang mengurusi bidang kesehatan.
21
BAB IV
22
a) Membangun kebijakan public berwawasan kesehatan ( Built Health Public Policy ),
artinya mengupayakan agar para pembantu kebijakan diberbagai sector dan tingkatan
administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari setiap kebijakan yang
dibuatnya.
b) Menciptakan lingkungan yang mendukung ( Create Supportive Environtments )
artinya menciptakan suasana lingkungan ( baik fisik maupun social politik ) yang
mendukung sehingga masyarakat termotivasi untuk melakukan upaya – upaya yang
positife bagi kesehatan.
c) Memperkuat gerakan masyarakat ( Streghthen community action ) artinya
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya dalam upaya
mengendalikan factor – factor yang mempengaruhi kesehatan.
d) Mengembangkan ketrampilan individu ( Develop personal skill ) artinya
mengupayakan agar masyarakat mampu membuat informasi, pendidikan dan
pelatihan memadai. Upaya ini akan lebih efektiv dan efisien bila dilakukan melalui
pendekatan tatanan ( setting ).
e) Reorient pelayanan kesehatan ( Reorient Health Service ) artinya mengubah orientasi
pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya preventive dan promotivetanpa
mengesampingkan upaya curative dan rehabilitative
23
a. Advokasi; pendekatan terencana yang ditujukan kepada para penentu kebijakan
dalam rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Advokasi yang
berhasil akan menentukan keberhasilan kegiatan promosi kesehatan pada langkah
selanjutnya sehingga keberlangsungan program dapat lebih tejamin.
b. Mediasi. kegiatan promosi kesehatan tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi harus
melibatkan lintas sector dan lintas program. Mediasi berarti menjembatani
“pertemuan” diantara beberapa sector yang terkait . Karenanya masalah kesehatan
tidak hanya dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak
juga perlu peduli terhadap masalah kesehatan tersebut. Sebagai contoh, kegiatan
promosi kesehatan terkait kebersihan lingkungan harus melibatkan unsure
kimpraswil dan pihak lain yang terkait sampah.
c. Memampukan masyarakat (enable), adalah kegiatan pemberian pengetahuan dan
keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu menjaga dan memelihara
serta meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Kemandirian masyarakat dalam
menjaga dan meningkatkan kesehatanya merupakan tujuan dari kegiatan promosi
kesehatan.
Strategi Promosi Kesehatan berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, yaitu:
a. Strategi Promosi Kesehatan Primer
Tindakan pada fase ini adalah untk mencegah terjadinya kasus penyakit. Berfokus
pada masyarakat yang masih daam keadaan sehat.
b. Strategi Promosi Kesehatan Sekunder
Strategi promosi kesehatan sekunder berfokus pada masyarakat yang beresiko
untuk mengalami penyakit.
c. Strategi Promosi Kesehatan Tersier
Dala tahap ini, strategi kesehatan difokuskan pada masyarakat yang sudah terkena
penyakit. Focus penanganan yaitu dengan rehabilitasi untuk mencegah kecacatan/
kemunduran lebih lanjut dari penyakitnya tersebut.
24
Metode ini digunakan apabila seseorang yang mempromosikan kesehatan dapat
berkomunikasi secara langsung dengan klien, baik bertatap muka maupun melalui
sarana komunikasi lainnya.
b. Metode Promosi Kesehatan Kelompok
Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. metode promosi kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya : dengan
melakukan diskusi kelompok, saling mencurahkan pendapat.
2. metode promosi kesehatan untuk kelompok besar, misalnya : metode ceramah
yang diikuti dengan tanya jawab, seminar.
c. Metode Promosi Kesehatan Massal
Sasaran promosi kesehatan massal dapat dilihat dari kelompok umur, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, sosial budaya, dsb. Sebelum melakukan promosi
kesehatan, promotor kesehatan harus merancang pesan kesehatan yang akan
disampaikan. Metode promosi kesehatan massal adalah :
1. Ceramah umum, biasa dilakukan di lapangan terbuka dan tempat-tempat
umum.
2. Penyampaian pesan melalui alat elektronik seperti radio dan televisi.
3. Penggunaan media cetak seperti koran, majalah, buku, selebaran, poster, dsb.
4.5. Sasaran
Sasaran promosi kesehatan adalah :
a. Indvidu atau keluarga
Dengan diberikannya promosi kesehatan individu diharapkan memperoleh
informasi baik secara langsung ataupun melalui berbagai media, mempunyai
kemampun untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya, dapat
melakukan tindakan hidup bersih dan lingkungan yang sehat, ikut berperan dalam
kegiatan sosial yang berkaitan dengan kesehatan.
26
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
5.2 SARAN
Perawat Dalam melakukan promosi kesehatan bidan harus menjaga hubungan
dengan klien, agar isi dari promosi kesehatan yang disampaikan dapat diterima dan
diterapkan oleh klien dan masyarakat. Dalam menerima promosi kesehatan klien
harus berperan dalam menentukan keputusan untuk dirinya sendiri.
27
DAFTAR PUSTAKA
http://nazmasweet.blogspot.co.id/2009/11/sejarah-perkembangan-promosi-kesehatan.html
(April 11, 2016 pukul 22:18)
e-book promosi kesehatan HDJ Maulana, S Sos, M Kes - 2009 - books.google.com (April 11,
2016 pukul 20:31)
Bahan ajar Ayubi Dian( 2010 ).Konsep Promosi Kesehatan. Departemen Promosi Kesehatan
dan Ilmu Perilaku FKM UI.
Efendi, F & Makhfudli.( 2009 ). Keperawataan kesehatan Komunitas teoti dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta; Salemba Medika
Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Notoatmojo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
Oktaviani.2013.makalah promosi kesehatan. (online) available: http://oktioktaviani
36.blogspot.com/2013/05/makalah-promosi-kesehatan.html diakses tanggal 31 Agustus
Wikipedia.2011.(http://id.wikipedia.org/wiki/Promosi_kesehatan) diakses tanggal 30
Agustus 2014
Kapalawi, Irwandi, 2007, Tantangan Bidang Promosi Kesehatan Dewasa Ini, dalam
Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008.
Tawi, Mirzal, 2008, Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil dari
http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalam-promkes,
diakses tanggal 15 Oktober 2008
Taylor, Shelley E., 2003, Health Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill.
28
WHO, 1986, The Ottawa Charter for Health Promotion, Geneva: WHO, dari
http://www.who.int/health promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal 25
September 2008.
29