Anda di halaman 1dari 20

1.

Strategi Promosi Kesehatan Menurut WHO (1994), ada tiga strategi untuk mewujudkan
visi dan misi promosi kesehatan,
a) Advokasi (Advocacy)
Kegiatan yang ditujukan kepada pembuat keputusan (decision makers) atau penentu
kebijakan (policy makers) baik di bidang kesehatan maupun sektor lain di luar
kesehatan, yang mempunyai pengaruh terhadap publik. Dengan kata lain advokasi
adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau
mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi
adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai
sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung
program kesehatan yang kita inginkan.
Tujuannya adalah agar para pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan-kebijakan
antara lain dalam bentuk peraturan, undang-undang, instruksi, dan sebagainya yang
menguntungkan kesehatan publik. Bentuk kegiatan advokasi ini antara lain lobbying,
pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan formal atau informal terhadap para pembuat
keputusan, penyajian isu-isu atau masalah-masalah kesehatan atau yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat setempat, seminar-seminar masalah kesehatan, dan sebagainya.
Output kegiatan advokasi adalah undang-undang, peraturan-peraturan daerah, instruksiinstruksi yang mengikat masyarakat dan instansi-instansi yang terkait dengan masalah
kesehatan. Oleh sebab itu, sasaran advokasi adalah para pejabat eksekutif, dan
legislative, para pemimpin dan pengusaha, serta organisasi politik dan organisasi
masyarakat, baik tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan maupun desa atau
kelurahan.
b) Dukungan Sosial (Social Support)
Kegiatan yang ditujukan kepada para tokoh masyarakat, baik formal (guru, lurah,
camat, petugas kesehatan, dan sebagainya) maupun informal (tokoh agama, dan
sebagainya) yang mempunyai pengaruh di masyarakat. Tujuan kegiatan ini adalah agar
kegiatan atau program kesehatan tersebut memperoleh dukungan dari para tokoh
masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga). Selanjutnya toma dan toga diharapkan
dapat menjembatani antara pengelola program kesehatan dengan masyarakat. Dengan
kegiatan

mencari

dukungan

sosial

melalui

toma

pada

dasarnya

adalah

mensosialisasikan program-program kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan


mau berpartisipasi terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini
juga dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang kondusif
terhadap kesehatan.

Pada masyarakat yang masih paternalistic seperti di Indonesia ini, toma dan toga
merupakan panutan perilaku masyarakat yang sangat signifikan. Oleh sebab itu, apabila
toma dan toga sudah mempunyai perilaku sehat, akan mudah ditiru oleh anggota
masyarakat yang lain. Bentuk kegiatan mencari dukungan social ini antara lain,
pelatihan-pelatihan para toma dan toga, seminar, lokakarya, penyuluhan, dan
sebagainya.
c) Pemberdayaan masyarakat (Emprowerment)
Pemberdayaan ini ditujukan kepada masyarakat langsung, sebagai sasaran primer atau
utama promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki kemampuan
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (visi promosi
kesehatan). Pemberdayaan masyarakat ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan,
antara lain penyuluhan kesehatan, pengorganisasian dan pembangunan masyarakat
dalam bentuk, misalnya koperasi dan pelatihan keterampilan dalam rangka peningkatan
pendapatan keluarga (latihan menjahit, pertukangan, peternakan, dan sebagainya).
Melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan masyarakat memiliki kemampuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (self reliance in health). Oleh
karena bentuk kegiatan pemberdayaan masyarakat ini lebih pada kegiatan penggerakan
masyarakat untuk kesehatan, misalnya adanya dana sehat, adanya pos obat desa, adanya
gotong royong kesehatan, dan sebagainya, maka kegiatan ini sering disebut gerakan
masyarakat untuk kesehatan. Meskipun demikian, tidak semua pemberdayaan
masyarakat itu berupa kegiatan gerakan masyarakat. Dalam pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat yang sangat penting adalah bagaimana mengajak dan
menggairahkan masyarakat untuk dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan
mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
Strategi Promosi Kesehatan Menurut Piagam Ottawa atau lebih dikenal dengan Ottawa
Charter merupakan hasil dari sebuah Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa,
Kanada pada tahun 1986. Salah satu isi dari Ottawa Charter adalah rumusan tentang strategi
promosi kesehatan. Rumusan strategi promosi kesehatan dalam Piagam Ottawa (Ottawa
Charter) tersebut menjadi salah satu acuan bagi penyelenggara pelayanan kesehatan di
seluruh dunia dalam meninjau, memerhatikan, menilai, dan menganalisa kebutuhan apa yang
harus diupayakan agar visi dan misi promosi kesehatan tercapai secara optimal dimana
penyelenggara (provider) dan masyarakat (consumer) mampu bersinergi dengan baik.
Strategi promosi kesehatan berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter) antara lain:
1) Kebijakan berwawasan kesehatan (healthy public policy)

Rumusan kebijakan yang berwawasan kesehatan ini ditujukan kepada para pembuat
keputusan atau penentu kebijakan agar pihak tersebut mengeluarkan atau mengembangkan
kebijakan pembangunan yang berwawasan kesehatan. Berwawasan kesehatan berarti
bahwa setiap kebijakan pembangunan kesehatan di bidang apa saja harus memikirkan
dampak kesehatannya bagi masyarakat luas. Contoh: Jika pemerintah daerah suatu kota
akan membuka daerah untuk perumahan penduduk, maka terlebih dahulu pihak yang
terkait melakukan survey dan analisis terhadap kondisi tanah, udara, dan ketersediaan air
yang memadai sehingga nantinya keputusan membangun perumahan tersebut tidak
merugikan masyarakat yang menempati perumahan.
2) Lingkungan yang mendukung (supportive environtment)
Strategi ini berupa kegiatan untuk mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang
mendukung. Strategi ini ditujukan kepada para pemimpin organisasi masyarakat serta
pengelola tempat-tempat umum (public places). Melalui promosi kesehatan dengan
disertai pembangunan lingkungan yang mendukung diharapkan pembangunan di bebagai
sektor akan memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Adapun lingkungan yang
dimaksud adalah lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik yang mendukung atau
kondusif terhadap kesehatan masyarakat.
3) Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service)
Kegiatan ini menekankan bahwa kesehatan masyarakat bukan hanya mencakup masalah
pihak pemberi pelayanan kesehatan atau provider, baik pemerintah maupun swasta saja,
melainkan juga masalah pada masyarakat sendiri atau consumer. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab dan kerja sama antara pihak pemberi
pelayanan (provider) dan penerima pelayanan. Sudah menjadi pemahaman masyarakat
pada umumnya, bahwa dalam pelayanan kesehatan itu ada "provider" dan "consumer".
Penyelenggara (penyedia) pelayanan kesehatan adalah pemerintah dan swasta dan
masyarakat adalah sebagai pemakai atau pengguna pelayanan kesehatan. Pemahaman
semacam ini harus diubah, harus direorientasi lagi, bahwa masyarakat bukan hanya
sekadar pengguna atau penerima pelayanan kesehatan, tetapi sekaligus juga sebagai
penyelenggara juga, dalam batas-batas tertentu. Sistem pelayanan konvensional cenderung
menitikberatkan pada pemberi pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
tetapi kurang melibatkan masyarakat sebagai pihak penerima pelayanan kesehatan. Dalam
konteks ini, melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan bararti sebuah
pemberdayaan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya sendiri.
Bentuk pemberdayaan ini dapat bervariasi, seperti mengadakan kegiatan promosi tentang

wabah disentri yang menyerang suatu perkampungan dengan melibatkan warga dalam
diskusi, mengambil keputusan, konsultasi dan bagian dari pelaksana kegiatan preventif
sehingga warga menjadi paham akan pentingnya mempertahankan lingkungan hidup yang
sehat.
4) Keterampilan individu (personal skill)
Peningkatan keterampilan individu bertujuan untuk mewujudkan kesehatan masyarakat
yang optimal. Lingkup kesehatan masyarakat kesehatan secara menyeluruh, yang terdiri
dari kelompok, keluarga, dan individu. Oleh sebab itu, kesehatan masyarakat terwujud
apabila kesehatan kelompok, kesehatan keluarga, dan kesehatan individu mampu terwujud
dengan optimal. Upaya peningkatan keterampilan masyarakat agar mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri sangatlah penting dilakukan. Setiap individu
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik mengenai bagaimana cara
meningkatkan status kesehatan, mengenal jenis penyakit dan penyebabnya, memahami
tindakan preventif terhadap suatu penyakit, mempertahankan kesehatan, dan mencari
solusi bila anggota keluarga mereka sakit.
5) Gerakan masyarakat (Community action)
Gerakan masyarakat dimaknai sebagai pergerakan bersama-sama oleh unsur-unsur yang
ada di masyarakat dengan tujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Optimal berarti kesehatan elemen-elemen masyarakat, meliputi kesehatan individu,
keluarga, dan kelompok. Upaya yang dilakukan adalah mencanangkan program atau
kegiatan-kegiatan masyarakat yang menunjang dalam peningkatan kesehatan mereka,
seperti tindakan preventif terhadap gejala penyakit kolera.
Dengan dirumuskankannya strategi kesehatan dalam Piagam Ottawa, diharapkan
penyelenggaraan kegiatan promosi kesehatan nantinya dapat meninjau secara menyeluruh
mengenai tujuan penyelenggaraan, pentingnya keterlibatan masyarakat, peningkatan
kualitas SDM penyedia layanan kesehatan, dan dampak dari keberadaan fasilitas dan
program kesehatan bagi masyarakat sehingga visi dan misi promosi kesehatan tercapai
optimal.
Dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja maka strategi promosi kesehatan yang lebih
tepat digunakan adalah versi Ottawa , hal ini dikarenakan poin poin dalam promosi
kesehatan versi Ottawa lebih menyeluruh dan mencakup banyak aspek dibandingkan versi
WHO yang lebih umum dan bertitik berat terutama di pengambil kebijakan.
Dalam pelaksanaannya dapat dijabarkan sebagai berikut;
1) Kebijakan Berwawasan Kebijakan (Healthy Public Policy)

Strategi promosi k3 yang ditujukan kepada pendekatan ke pimpinan atau manajemen, agar
mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan di tempat kerja yang mendukung atau
menguntungkan pelaksanaan program k3 di tempat kerja. Dengan perkataan lain, agar
kebijakan-kebijakan dalam bentuk peraturan, surat-surat keputusan, SOP dan sebagainya,
selalu berwawasan atau berorientasi kepada kesehatan dan keselamatan kerja.
2) Lingkungan yang Mendukung (Supportive Environment)
Strategi ini ditujukan kepada para pengelola tempat kerja dalam hal

agar mereka

menyediakan saranaprasarana atau fasilitas yang mendukung terciptanya perilaku sehat dan
pencegahan kecelakaan kerja. Lingkungan yang mendukung program k3 misalnya
tersedianya jalur terpisah pejalan kaki dan jalur kendaraan alat angkut, tersedianya kantin di
perusahaan, tersedianya air minum bersih di setiap unit kerja, tersedianya ruangan bagi
perokok dan non-perokok, dan sebagainya.
3) Reorientasi Pelayanan Kesehatan (Reorient Health Services)
Realisasi dari reorientasi pelayanan kesehatan ini adalah melibatkan tenaga kerja agar dapat
berperan bukan hanya sebagai penerima pelayanan kesehatan kerja, tetapi juga sekaligus
berperan dalam menjaga kesehatan mereka sendiri dan teman kerja. Dalam mereorientasikan
pelayanan kesehatan ini peran promosi kesehatan sangat penting.
4) Keterampilan individu (Personnel Skill)
Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja akan terwujud apabila setiap tenaga kerja
mengerti,paham dan melaksanakan program k3. Oleh sebab itu, strategi untuk mewujudkan
keterampilan individu-individu (personnel skill) dalam memelihara dan melaksanakan k3
sangat penting. Langkah awal dari personnel skill adalah memberikan pemahamanpemahaman kepada tenaga kerja tentang cara-cara memelihara kesehatan selama bekerja,
mencegah kecelakaan kerja, mengenal penyakit akibat kerja yang harus mereka kenali,
pertolongan pertama pada kejadian kecelakaan kerja, pengelolaan substansi berbahaya sesuai
SOP dan sebagainya. Metode dan teknik pemberian pemahaman ini lebih bersifat individual
daripada massa.
5) Gerakan Masyarakat (Community Action)
Untuk mendukung perwujudan budaya k3 maka di dalam masyarakat pekerja (termasuk
keluarga di rumah dan manajemen-pimpinan di tempat kerja) itu sendiri harus ada gerakan
atau kegiatan-kegiatan tentang k3. Oleh sebab itu, promosi k3 harus mendorong dan memacu
kegiatan-kegiatan di tempat kerja dalam mewujudkan kesehatan dan keselamatan kerja
mereka. Dengan adanya kegiatan k3 yang didukung oleh seluruh komponen yang terlibat di
bidang k3, niscaya terwujud perilaku yang kondusif untuk upaya k3.

2. Dalam kemitraan terdapat tiga kata kunci yaitu:

Kerjasama antara kelompok, organisasi , individu

Bersama mencapai tujuan tertentu

Saling menanggung risiko dan keuntungan


PRINSIP KEMITRAAN:
1) Prinsip kesetaraan (equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus
merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang
disepakati.
2) Prinsip keterbukaan atau (transparency)
Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing masing anggota serta
sebagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain.
Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan
saling keterbukaan ini akan saling menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu
diantara golongan (mitra).
3) Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh
manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan
atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

Dalam meningkatkan upaya kesehatan dan keselamatan kerja perlu adanya kemitraan dengan
cara kerjasama pertemuan lintas program - lintas sektor, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, tokoh masyarakat,

wartawan dan LSM. Dalam menyelenggarakan k3

dijumpai banyak organisasi sebagai pelaku dalam pelaksanaanya, karena ruang lingkup k3
sangat multi disiplin dalam keilmuan, maka penyelenggaraanya tidak dapat dilakukan oleh
ahli k3 secara tunggal, tetapi harus dilakukan secara kemitraan.
Pengorganisasian dalam penyelenggaraan kesehatan kerja, melibatkan unsur pemerintah,
segenap

potensi

masyarakat,

termasuk

lembaga

swadaya

masyarakat,

organisasi

kemasyarakat, organisasi profesi dan kalangan dunia usaha yang penyelenggaraanya


dilakukan secara kemitraan.
Dalam pengorganisasian pelaksanaan di lapangan, upaya k3 seyogyanya diselenggarakan
secara kemitraan oleh institusi pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta, dunia usaha

dan masyarakat pekerja dalam hubungan (kerjasama) berdasarkan kesetaraan, keterbukaan


dan saling menguntungkan (memberi manfaat) atas kesepakatan, prinsip dan peran masingmasing. Adapun bentuknya tidaklah selalu penyediaan pelayanan kesehatan, namun lebih dari
suatu upaya menyeluruh untuk terselenggaranya pelayanan kesehatan dan keselamatan kerja
yang paripurna sekaligus memenuhi kebutuhan semua pihak yang terlibat (stake holders).
kemitraan dalam k3 berarti komponen mitra yang diidentifikasi dapat menjadi partner dalam
penyelenggaraan K3 baik pada tahap input, proses, output maupun outcome.

3. Menurut Notoatmodjo (2005), kemitraan adalah upaya untuk melibatkan berbagai sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerja sama
dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan prinsip dan peranan
masing-masing. Pendapat lain mengatakan kemitraan adalah jalinan kerjasama hubungan
timbal balik, saling menguntungkan yang terjalin berdasarkan kepedulian, kesetaraan dan
kebersamaan yang sinergis antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam
pembangunan kesejahteraan social.
Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan
pelbagai macam bentuk kerjasama dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya.
Kemitraan di bidang kesehatan adalah kemitraan yang dikembangkan dalam rangka
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Unsur kemitraan adalah :

Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih

Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut

Adanya keterbukaan atau kepercayaan (trust relationship) antara pihak-pihak


tersebut.

Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi


manfaat.

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut :
a) Common interest
b) Trust
c) Saling menyadari pentingnya kemitraan
d) Kesepakatan visi,misi, tujuan.nilai yg sama
e) Berpijak pada landasan yang sama
f) Kesediaan untuk berkorban
Landasan kemitraan :
a) Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing (structure).
b) Saling memahami kemampuan masing-masing anggota (capacity)
c) Saling menghubungi (linkage).

d) Saling mendekati (proximity).


e) Saling terbuka dan bersedia membantu (openes)
f) Saling mendorong dan saling mendukung (synergy)
g) Saling menghargai (reward)
Langkah lankah kemitraan yaitu :
1. Penjajakan
2. Penyamaan persepsi
3. Pengaturan peran
4. Komunikasi intenif
5. Pelaksanaan
6. Monitoring /evaluasi
Untuk mengembangkan kemitraan di bidang k3 secara konsep terdiri 3 tahap yaitu:
1. tahap pertama adalah kemitraan lintas program di lingkungan perusahaan sendiri,
2. tahap kedua kemitraan lintas sektor dan yang
3. tahap ketiga adalah membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas
sektor

Secara umum pembinaan diartikan sebagai usaha untuk memberi pengarahan dan
bimbingan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Pembinaan merupakan hal umum yang
digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, kecakapan dibidang tertentu. Pembinaan
menekankan pada pendekatan praktis, pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan.
Pembinaan K3, dapat dilakukan antara lain dengan :
A. Penyuluhan, dapat berupa :
- ceramah-ceramah K3
- pemasangan poster-poster K3
- pemutaran film/slide K3
B. Safety Talk (Toolbox Meeting)
Dilakukan setiap awal gilir kerja/shif
C. Safety Training
- Pelatihan penggunaan peralatan kesl. Kerja
- Pelatihan pemadam kebakaran
- Pelatihan pengendalian keadaan darurat
- Pelatihan P3K

D. Safety Inspection
- Inspeksi rutin
- Inspeksi berkala
- Inspeksi K3 bersama, dll
E. Safety Investigasi
Investigasi terhadap kejadian berbahaya/hampir kecelakaan
F. Safety Meeting
Suatu pertemuan yang membahas hal-hal yg berkaitan dgn permasalahan K3
G. Safety audit
H. Pemantauan Lingkungan Kondisi Kerja
Penyedian Alat-Alat Perlengkapan K3
- Alat Pelindung Diri
- Alat Perlengkapan K3
J. Organisasi K3
K. Program K3 Tahunan
Berguna sbg evaluasi pelaksanaan K3 yang telah diterapkan (dpt sbg monitoring)
Unsur-unsur program K3 :
- Kebijakan/Policy K3
- Tanggung Jawab K3
- Rasa Keterlibatan
- Motivasi
Sedangkan komponen program K3, terdiri :
1. Program pelatihan observasi K3
2. Program JSA
3. Inspeksi terencana
4. Inspeksi bersama
5. Pertemuan K3
6. Pelatihan K3
7. Audit K3
Dari penjabaran diatas maka perbedaan antara kemitraan dan pembinaan lebih terletak
pada kesetaraan . pada kemitraan kedua belah pihak /organisasi pada posisi yang sama dan
bekerjasama untuk saling menguntungkan melalui upaya hubungan kerja dengan para
mitra kerja, sedangkan pada pembinaan ada satu pihak atau organisasi yang berada di sisi
memberi (baik ilmu, keterampilan, kecakapan) sedangkan pihak yang lain menerima hal

tersebut. Pembinaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok masyarakat,


khususnya kelompok penerima sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan
dalam :
-

Memenuhi kebutuhan dasarnya akan upaya k3

Menjangkau sumber-sumber produktif agar terciptanya k3

Berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan upaya k3


Pembinaan juga dapat terkandung dalam suatu bagian kemitraan. pembinaan adalah
upaya untuk mendorong dan memotivasi sumber daya yang dimiliki serta berupaya
mengembangkan dan memperkuat potensi tersebut yaitu penguatan individu dan
organisasi dengan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki. Dalam
Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997 terutama dalam Pasal 1
menyatakan bahwa:
Kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan
atau dengan Usaha Besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah
dan atau Usaha Besardengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling
memperkuat dan saling menguntungkan. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara
lain pembinaan di dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan manajemen
usaha, pembinaan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM), pembinaan manajemen
produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula pembinaan di dalam
pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi serta investasi.

4.
a.

Simposium menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah (1) pertemuan


dengan beberapa pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu
atau tentang beberapa aspek dari topik yg sama; (2) kumpulan pendapat tentang
sesuatu, terutama yang dihimpun dan diterbitkan; (3) kumpulan konsep yang diajukan
oleh beberapa orang atas permintaan suatu panitia. Pendapat lain menyebutkan
simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang
menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan
tentang suatu masalah. Simposium dipimpin oleh seorang ketua / moderator yang
bertugas mengatur jalannya diskusi. Pendengar bertanya dan para ahli menjawab.
Moderator hanya

mengkoordinasikan jalannya

pembicaraan dan meneruskan

pertanyaan-pertanyaan, sanggahan atau pandangan umum dari peserta. Hasil


simposium dapat disebar luaskan, terutama dari pembahas utama dan penyanggah,
sedangkan pandangan-pandangan umum yang dianggap perlu saja.
Simposium adalah bentuk diskusi yang dilaksanakan dengan membahas
berbagai aspek dengan subjek tertentu yang diikuti oleh moderator, beberapa
pembicara, dan banyak peserta. Kadang-kadang juga peninjau. Simposium dimulai
dengan pidato pembicara dan dilanjutkan dengan tanya jawab. Simposium bertujuan
membekali peserta dengan sejumlah materi, wawasan ataupun pengetahuan Setiap
penyaji menyajikan karyanya dalam waktu 5-20 menit diikuti dengan sanggahan dan
pertanyaan dari audience/peserta. Bahasan dan sanggahan dirumuskan oleh panitia
sebagai hasil simposium. Jika simposium melibatkan partisipasi aktif pengunjung
disebut simposium forum.
Simposium merupakan pertemuan terbuka dengan beberapa pembicara yang
menyampaikan ceramah pendek mengenai aspek yang berbeda tetapi saling berkaitan
tentang suatu masalah. Simposium dipimpin oleh seorang ketua yang bertugas
mengatur jalannya diskusi. Pendengar bertanya dan para ahli menjawab.
Perbedaan simposium adalah biasanya pidato pendek, dapat dipakai pada
kelompok besar maupun kecil. Dapat mengemukakan informasi banyak dalam waktu
singkat. Kurang interaksi kelompok.
Simposium merupakan suatu rangkaian ceramah yang diberikan oleh dua atau
sampai lima oranag, dengam topic yang berlainan, tetapi berhubungan erat satu sama
lain yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menganalisis beberapa aspek yang saling berhubungan dan yang dapat diperdebatkan,

serta membantu peserta untuk dapat mengerti hubungan dari macam-macam bagian
dari tajuk atau inti permasalahan.
Penggunaan Simposium
1.
2.
3.
4.

Untuk mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari suatu topik tertentu.


Jika kelompok peserta besar.
Kalau kelompok membutuhkan keterampilan yang ringkas.
Jika ada pembicara yang memenuhi syarat (ahli dalam bidang yang disoroti).

a. Kelebihan :
Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil.
Dapat mengemukakan informnasi banyak dalam waktu singkat.
Pergantian pembicara menambah variasi dan sorotan dari berbagai segi akan
menjadi sidang lebih menarik.
Dapat direncanakan jauh sebelumnya.
b. Kelemahan :
Kurang spontanitas dan kneatifitas karena pembahas maupun penyanggah sudah

ditentukan.
Kurang interaksi kelompok.
Menekankan pokok pembicaraan.
Agak terasa formal.
Kepribadian pembicara dapat menekankan materi.
Sulit mengadakan kontrol waktu.
Secara umum membatasi pendapat pembicara.
Membutuhkan perencanaan sebelumnya dengan hati-hati untuk menjamin

jangkauan yang tepat.


Cenderung dipakai secara berlebihan

b. Lokakarya atau istilah lainnya workshop adalah suatu acara di mana beberapa orang
berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Sebuah
lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil atau pertemuan antara para ahli (pakar)
untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam
bidang keahliannya. Lokakarya mempunyai ruang lingkup tertentu dan dibahas secara
mendalam. Pesertanya adalah orang orang yang ahli di bidang tersebut. Pertemuan
lokakarya dihadiri oleh sekelompok orang yang pekerjaannya sejenis. Tujuan lokakarya
mengevaluasi proyek kerja yang telah dilaksanakan dan bertukar pengalaman untuk
meningkatkan kualitas kerja agar lebih efektif dan efisien.
Lokakarya biasanya diadakan jika :
a. Ingin mengevaluasi suatu proyek yag sudah dilaksanakan

b. Ingin mengadakan pembaharuan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat; dan
c. Untuk bertukar pengalaman dengan tujuan lebih meningkatkan kemampuan kerja
Teknik penyelenggaraannya:
1.
Peserta lokakarya antara 20 hingga 30 orang atau lebih;
2.
Lama lokakarya sangat bervariasi, dapat 1 hari atau lebih;
3.
Topik lokakarya lebih ditentukan oleh pesertanya berdasarkan minat dan kebutuhan
4.

mereka sendiri, namun dapat pula berdasarkan penugasan dari organisasi;


Lokakarya dimulai dengan sidang pleno, pengarahan diberikan dengan teknik

5.

ceramah, pemutaran film, demonstrasi dan sebagainya untuk seluruh peserta;


Kemudian peserta dipecah menjadi kelompok kecil untuk menjalani latihan praktek.
Disamping itu kelompok ini dapat juga menjadi kelompok kerja (work group) yang
ditugaskan untuk membuat tugas tertentu seperti membuat program, menyusun

6.

rancangan peraturan dan sebagainya;


Lokakarya menghasilkan suatu keputusan dan rekomendasi untuk diberikan kepada

pemberi tugas.
Keunggulan Metode Lokakarya
1.
Memberi kebebasan berargumen kepada peserta loka karya dan pemakalah
2.
Memberi peluang melibatkan banyak peserta
3.
Menyerap informasi sebanyak mungkin untuk suatu hasil atau perubahan konsep
semula sehingga ide pemakalah akan diuji dan mendapat tangapan tentang kelebihan
4.

dan kekurangan dari ide para pemakalah


Dapat digunakan sebagai referensi bagi pengamat dan pemegang kebijakan baik

masyarakat umum dan pemerintah


Kelemahan Metode Lokakarya
1.
Memerlukan persiapan yang relatif lama
2.
Memerlukan tenaga dan biaya yang besar
3.
Melibatkan banyak orang sehingga menyita waktu guru untuk melaksanakan
4.

pembelajaran di kelasnya
Menimbulkan banyak pro dan kontra sehingga menimbulkan potensi konflik di antara
pengamat pendidikan dan pelaksana kebijaksanaan

c. Konferensi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah rapat atau pertemuan
untuk berunding atau bertukar pendapat mengenai suatu masalah yg dihadapi
bersama; permusyawaratan; muktamar. Sumber lain menyebutkan konferensi adalah
pertemuan untuk menginformasikan sesuatu. Dalam konferensi, orang akan belajar
dengan cara berbagi informasi, ide dan pengalaman. Pendapat lain mengatakan
konferensi adalah diskusi yang diselenggarakan oleh suatu badan atau organisasi
yang membicarakan masalah-masalah aktual. Konferensi bertujuan membicarakan
kebijakan-kebijakan telah dilakukan sebelumnya sebagai proses evaluasi.

Konferensi adalah rapat atau pertemuan untuk berunding atau bertukar pendapat
mengenai suatu masalah yg dihadapi bersama; permusyawaratan; muktamar:
Konferensi (conference) merupakan suatu pertemuan resmi para ahli atau pakar dari
berbagai instansi dan lembaga dengan tujuan mencoba menyepakati hal-hal yang
penting dan khusus, sehingga diperoleh hasil yang lebih baik atau memadai, karena
diungkapkan dari pemikiran-pemikiran para ahli. Atau pertemuan dengan beberapa
pembicara yang mengemukakan pidato singkat tentang topik tertentu atau tentang
beberapa aspek dari topik yang sama; kumpulan pendapat tentang sesuatu, terutama
yang dihimpun dan diterbitkan; kumpulan konsep yang diajukan oleh beberapa orang
atas permintaan suatu panitia
Konferensi terdiri atas tiga tahap berikut ini :
a. Pembukaan yang memuat pemaparan tujuan program dan orientasi mengenai
program
b. Program
c. Penutupan: berisi kesimpulan dan evaluasi.

5. Sasaran dari Promosi Kesehatan pabrik pestisida adalah:

Primer : Karyawan di tempat kerja.

Sekunder : Pengelola K3, serikat atau organisasi pekerja.

Tertier : Pengusaha dan manajer/ Direktur

Prinsip Promosi Kesehatan Di pabrik pestisida.


Prinsip Promosi Kesehatan Di pabrik pestisida hendaknya dilakukan
secara komprehensip, partisipasi dan kewenangan yang ada. Promosi
Kesehatan Di pabrik pestisida hendaknya dikembangkan dengan
melibatkan kerja sama dengan berbagai sektor yang terkait, dan
melibatkan beberapa kelompok organisasi masyarakat yang ada sehingga
lebih mantap serta berkesinambungan.
Komprehensip.
Promosi Kesehatan Di pabrik pestisida merupakan kegiatan yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu guna memaksimalkan tujuan yang ingin
dicapai yaitu berkembangnya tempat kerja yang sehat, aman dan nyaman
sehingga dengan lingkungan kerja yang mendukung tersebut diharapkan
terjadi perubahan perilaku individu dan kelompok kearah yang positif
sehingga dapat menjaga lingkungan agar tetap sehat.
Partisipasi.
Para pekerja di semua tingkatan dalam pabrik pestisida hendaknya
terlibat secara aktif mengindetifikasi masalah kesehatan yang dibutuhkan
untuk pemecahannya dan meningkatkan kondisi lingkungan kerja yang
sehat. Partisipasi para pengambil keputusan di tempat kerja merupakan
hal yang sangat mendukung bagi para pekerja untuk lebih percaya diri
dalam meningkatkan kemampuan mereka dalam merubah gaya hidup dan
mengembangkan kemampuan pencegahan dan peningkatan terhadap
penyakit.
Keterlibatan berbagai sektor terkait.
Kesehatan yang baik adalah hasil dari berbagai faktor yang
mendukung. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesehatan pekerja
hendaknya harus melalui pendekatan yang integrasi yang mana
penekanannya pada berbagai faktor tersebut bila memungkinkan.
Untuk itu, meningkatkan kesehatan pekerja dan membangun tempat
kerja yang sehat dibutuhkan koordinasi berbagai pengambil keputusan

dari sektor-sektor terkait termasuk pemerintah, industri, sektor kesehatan,


universitas yang terkait, organisasi pekerja, organisasi pengusaha ,
organisasi masyarakat, masyarakat dan lain-lain. Para propesional dari
berbagai disiplin ilmu juga diperlukan.
Kelompok organisasi masyarakat.
Program pencegahan dan peningkatan kesehatan hendaknya
melibatkan semua anggota pekerja, termasuk kelompok organisasi wanita
dan laki-laki yang ada, termasuk juga tenaga honorer dan tenaga kontrak.
Kebutuhan melibatkan dengan berbagai organisasi masyarakat yang
mempunyai
pengalaman
atau
tenaga
ahli
dalam
membantu
mengembangkan Promosi kesehatan Di pabrik pestisida hendaknya di
perhitungkan dalam mengembangkan program sebelumnya.
Berkesinambungan atau Berkelanjutan
Promosi kesehatan di pabrik pestisida yang berhubungan erat
dengan kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai arti penting pada
lingkungan tempat kerja dan aktifitas manajemen sehari-hari. Program
promosi kesehatan dan pencegahan hendaknya terus menerus dilakukan
dan tujuannya jangka panjang. Apabila pelaksanaan promosi kesehatan di
pabrik pestisida ingin lebih mentap, program hendaknya sesuai dan
responsif terhadap kebutuhan pekerja dan masalah yang berhubungan
dengan kondisi lingkungan kerja.
Proses pembentukan Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja.
Siapa yang harus terlibat ?
Membangun kemitraan dengan sektor dan para disiplin ilmu terkait.
Mengembangkan
Promosi
Kesehatan
di
pabrik
pestisida
membutuhkan upaya dari semua sektor terkait baik di tingkat nasional,
propinsi dan kabupaten. Sektor yang sangat erat dengan hal ini hendaknya
menjadi leading dalam pelaksanaannya dan bertanggung jawab untuk
mendorong sektor terkait lainnya untuk membantu dan partisipasi aktif
seperti ; departemen kesehatan , tenaga kerja, perindustrian, lingkungan
hidup dll.
Langkah mengembangkan Promosi Kesehatan Di pabrik pestisida:
1. Menggalang dukungan manajemen.
Untuk mengembangkan Promosi kesehatan Di pabrik pestisida,
dukungan dan komitmen dari para pengambil keputusan dari semua pihak
sangat penting sekali. Ini termasuk bukan saja sebagai sponsor, tetapi
komitmen untuk pelaksanaan Promosi kesehatan tersebut. Para manager
hendaknya membuat program dan informasi umum tentang pelaksanaan
promosi kesehatan yang diedarkan keseluruh staf atau tenaga kerja untuk

di diskusikan. Koordinator program hendaknya memilih fasilitas yang ada


untuk pelaksanaan.
2. Melaksanakan koordinasi.
Untuk lancarnya proses jalannya pelaksanaan, para pengambil
keputusan membentuk kelompok kerja (team) yang baik, contohnya
panitia dari bagian kesehatan, bagian keselamatan, lingkungan dan
ketenagaan. Kelompok kerja tersebut hendaknya mengikuti semua
komponen yang terkait di semua tingkatan di tempat kerja maupun di
sektor terkait.
Anggota dari kelompok kerja disesuaikan dengan lingkungan yang
ada, baik besarnya dan struktur dari pabrik pestisida tersebut.
3. Penjajakan kebutuhan.
Team hendaknya melakukan need assessment. Hal ini untuk
mengumpulkan segala informasi yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan kerja. Tujuan dari need assessment ini adalah
mengidentifikasi
masalah
yang
mempengaruhi
kesehatan
dan
menjadikannya program. Need assessment merupakan dasar untuk disain
program dan hal ini harus fokus pada permasalahan atau perhatian dari
perusahaan dan pekerja. Hasil secara rinci dari need assessment ini
hendaknya dikoordinasikan dengan team dan manajemen perusahaan.
4. Memprioritaskan Kebutuhan .
Team memproiritaskan masalah berdasarkan keinginan
kebutuhan masalah masalah yang mempengaruhi kesehatan.

dan

5. Menyusun perencanaan .
Berdasarkan
prioritas
masalah
dan
kebutuhan
,
team
mengembangkan perencanaan yaitu perencanaan jangka panjang dan
jangka pendek lengkap dengan goal dan tujuan, strateginya, aktifitasnya,
biaya dan jadwal pelaksanaan. Biaya perencanaan hendaknya diajukan
setiap tahun anggaran.
6. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaannya hendaknya kegiatan di awasi dan diberikan
dukungan peralatan yang dibutuhkan, serta partisipasi aktif dari para team
dan pengambil keputusan sangat membantu lancarnya pelaksanaan.
Pelaksanaan dilaksanakan sesuaikan dengan rencana yang dibuat,
walaupun ada kemungkinan perubahan di tengah proses pelaksanaan apa
bila diperlukan.

7. Monitoring dan Evaluasi.


Monitoring dan Evaluasi merupakan hal yang sangat penting untuk
melihat seberapa baiknya program tersebut terlaksana, untuk
mengidentifikasi kesuksesan dan masalah-masalah yang ditemui dan
umpan balik (feedback) untuk perbaikan.
8. Revisi dan perbaikan program.
Setelah mendapatkan hasil dari evaluasi tentunya ada kekurangan
dan masukan yang perlu untuk pertimbangan dalam melakukan perbaikan
program, sekaligus merevisi hal yang sudah ada.

Anda mungkin juga menyukai