DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
KELAS B
.
RENDITYA RAMADHAN P. 200110160026
INDAH KOMALASARI 200110160028
FARHAN FAOZI 200110160042
ATIKA AMALIA 200110160044
SARFINA NADILA P. 200110160xxx
MUHAMMAD MUSA S. 200110160168
IMAS NURAENI 200110160186
MUHAMMAD YUSYA S. N. 200110160xxx
MUHAMMAD FEBRIANA 200110160223
ASYHARI JUMATUS S. 200110160229
ACHMAD NURFAIZI 200110160231
HILMAN ISLAHUDDIN A. 200110160233
FAKULTAS PERTERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
Tugas mata kuliah Teknologi Hasil Ternak. Kemudian shalawat beserta salam kita
sampaikan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Teknologi Hasil Ternak
Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam Ras”. Selanjutnya kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Hartati Chairunnisa, SU. selaku dosen
mata kuliah Teknologi Hasil Ternak tidak lupa kepada segenap pihak yang telah
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Kami menerima kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan laporan
Penyusun
2
I
PENDAHULUAN
Telur adalah produk peternakan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan
oleh tubuh karena merupakan sumber protein, lemak, dan mineral yang murah
dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun, telur
merupakan produk peternakan yang mudah rusak. Telur yang disimpan pada
suhu ruang tidak dapat bertahan lama. Daya simpan telur ayam ras sangat
terjadinya banyak penguapan cairan dan gas dalam telur sehingga akan
menyebabkan rongga udara semakin besar. Oleh karena itu, pelu dilakukan
dan terlepasnya gas-gas dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan
tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin. Penutupan poripori kulit
nabati (minyak sayur), air kaca (water glass), dicelupkan dalam air mendidih,
adalah terjadinya reaksi penyamakan pada bagian luar kulit telur olah zat
3
penyamak (tanin) (Koswara, 2009). Daun kelor merupakan salah satu tanaman
yang mengandung tanin. Menurut Naiborhu (2002), tanin pada daun kelor
pengawetan telur ayam ras. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk
larutan daun kelor dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 30% terhadap kualitas
internal telur ayam ras, yaitu indeks putih telur, indeks kuning telur, haugh unit,
mampu meningkatkan indeks putih telur dan nilai haugh unit telur ayam ras.
terhadap indeks putih telur dan haugh unit telur ayam ras.
1) Mengetahui kualitas interior ayam petelur yang dicelupkan dengan larutan daun
kelor
4
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1 Telur
gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and
Tannenbaum (1977), protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki
susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk
menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain, tetapi di samping adanya hal-
hal yang menguntungkan tersebut, Winarno (2002) menyebutkan bahwa telur juga
memiliki sifat yang mudah rusak. Menurut Whitaker and Tannenbaum (1977),
kerusakan pada telur dipicu oleh kandungan beberapa komponen zat nutrisi dan zat
lainnya.
Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2-0,4 mm yang berkapur dan berpori pori.
Kulit telur ayam berwarna putih-kuning sampai coklat, telur bebek berwarna kehijauan
dan warna kulit telur burung puyuh ditandai dengan adanya bercak bercak (totol-totol)
dengan warna tertentu. Bagian sebelah dalam kulit telur ditutupi oleh dua lapisan yang
menempel satu dengan yang lain, tetapi keduanya akan terpisah pada ujung telur yang
pada telur segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan (Sriyuniarti,
2000). Kantung udara dapat digunakan untuk menentukan umur telur (Stadelmanand
Cotterill, 1995).
5
Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel,
mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda kekentalannya
(Silverside and Scott, 2000). Menurut Cunningham (1976), bagian putih telur yang
terletak dekat kuning telur lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza
mengelilingi kuning telur dan membentuk cabang ke arah dua sisi yang berlawanan
membentuk kalaza. Kalaza ini berbentuk seperti tali yang bergulung dan yang satu
menjulur ke arah ujung tumpul, dan yang lain ke arah ujung lancip dari telur. Dengan
adanya kalaza ini, kuning telur pada telur segar akan berada di tengah-tengah telur. Bila
diamati lebih jauh, kuning telur ternyata terdiri atas lapisan-lapisan gelap dan terang
yang berselang-seling (Nesheim and Card, 1979; Romanoff and Romanoff, 1963).
Bobot telur dipengaruhi oleh kandungan kalsium, protein (Zayas, 1997) dan
energi yang terkandung dalam pakan serta umur ayam (Gleaves et al., 1977). Penelitian
tentang pengaruh konsumsi kalsium pada bobot telur pada ayam arab sepanjang
sepengatahuan penulis belum ada tapi faktanya pada ayam ras, Roland et al. (1985)
melaporkan bahwa pemberian kalsium dengan level yang berbeda tidak berpengaruh
signifikan terhadap bobot telur, seperti pemberian kalsium sebesar 4,1% akan
menghasilkan bobot telur sebesar 56,5 gram, sedangkan pemberian kalsium yang lebih
sedikit yaitu 3,5% bobot telurnya sebesar 57,0 gram. Pernyataan ini didukung oleh
Ahmad dkk, (2003) bahwa pemberian kalsium tidak berpengaruh terhadap bobot telur
pada ayam ras, rata-rata bobot telur dengan tingkat kalsium 2,5-5,0% didapatkan bobot
6
Menurut Nesheim and Card (1979), bobot telur dipengaruhi oleh factor genetik
terutama keturunan (herediter), umur pertama kali bertelur, umur ayam ransum yang
pemeliharaannya. Menurut Yuwanta (2010), faktor umur ayam berperan penting dalam
menentukan bobot telur yang diproduksinya. Di samping itu, jenis ayam juga dapat
dikatakan bahwa indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur
dengan diameter rata-rata putih telur kental. Indeks putih telur segar berkisar antara
0,050-0,174. Diameter putih telur akan terus melebar sejalan dengan bertambah tuanya
umur ayam, dengan demikian indeks putih telur pun akan semakin kecil. Menurut
Silverside and Scott (2000) dan Yuwanta (2010), perubahan pada putih telur ini
disebabkan oleh pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori-pori
kerabang telur dan penguapan air akibat dari lama penyimpanan, suhu, kelembaban
dan porositas kerabang telur. Selama penyimpanan, tinggi putih telur kental akan
menurun secara cepat, kemudian secara lambat. Indeks putih telur akan menurun
sebesar 40% dalam 20 jam pada suhu 320C (Romanof dan Romanof, 1963).
Di samping indeks putih telur, indeks kuning telur juga dapat dihitung dengan
perbandingan tinggi dan diameter rata-rata kuning telur serta mengalikan hasilnya
dengan 100 (Mountney, 1976). Indeks kuning telur merupakan perbandingan antara
tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur. Menurut Badan Standarisasi Nasional
(2008) tentang SNI 3926 : 2008 menyatakan bahwa indeks kuning telur segar berkisar
7
antara 0,33-0,52. Penyimpanan telur dapat menyebabkan terjadinya pemindahan air
dari putih telur menuju kuning telur sebanyak 10 mg/hari pada suhu 100C. Tekanan
osmosis kuning telur lebih besar daripada putih telur, sehingga air dan putih telur
berpindah menuju ke kuning telur. Perpindahan air secara terus menerus akan
menyebabkan viskositas kuning telur menurun, sehingga kuning telur menjadi pipih
dan kemudian pecah (Romanof dan Romanof, 1963). Pemindahan air tersebut
menurun, kemudian membran vitelin akan rusak dan menyebabkan kuning telur pecah.
Menurut Yuwanta (2010), indeks kuning telur akan menurun dari 0,45 menjadi 0,30
apabila disimpan selama 25 hari pada suhu 250C. Masa simpan telur yang terlalu lama
dengan suhu penyimpanan di atas 250C akan menyebabkan kuning telur semakin
besar, sehingga indeks kuning telur pun semakin kecil. Penurunan tinggi kuning telur
akan terjadi setelah 3 bulan penyimpanan pada suhu 20C, namun demikian, tinggi
kuning telur akan menurun lebih cepat lagi setelah disimpan 3 minggu pada suhu
menggunakan egg quality slide rule atau dengan menggunakan rumus Haugh unit
(Stadelman dan Cotteril, 1995). Nilai Haugh unit merupakan nilai yang mencerminkan
keadaan albumen telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nilai Haugh unit
ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu korelasi antara bobot telur dan tinggi
putih telur. Penurunan nilai Haugh unit selama penyimpanan terjadi karena penguapan
8
air dalam telur dan kantung udara yang bertambah besar (Muchtadi dan Sugiyono,
1992).
Nilai Haugh unit yang tinggi menunjukkan kualitas telur tersebut juga tinggi
(Sudaryani, 2000). Nilai Haugh unit lebih dari 72 dikategorikan sebagai telur
berkualitas AA, nilai Haugh unit 60-72 sebagai telur berkualitas A, nilai Haugh unit
31-60 sebagai telur berkualitas B dan nilai Haugh unit kurang dari 31 dikategorikan
sebagai telur berkualitas C (Mountney, 1976). Izat dkk, (1986) menyatakan bahwa nilai
Haugh unit dipengaruhi umur ayam, dengan pertambahan umur ayam maka akan
menurunkan nilai Haugh unit, karena kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi
9
III
METODE PENELITIAN
3.1 Materi
Pertanian, Universitas Lampung. Bahan yang digunakan adalah 72 butir telur ayam ras
dari strain isa brown yang berumur 60 minggu, daun kelor, dan air. Telur yang diseleksi
berwarna cokelat, bersih, utuh, tidak retak, tekstur halus, dan berbentuk oval. Bobot
telur yang digunakan rata-rata 63,0 ±1,51 g/butir dengan koefisien varian sebesar 2,4%.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah alat tulis untuk mencatat data, egg
tray, timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,1 g; jangka sorong dengan tingkat
ketelitian 0,05 mm; meja kaca; pisau, thermohygrometer; kantong plastik berukuran 15
3.2 Metode
perlakuan, dan 6 ulangan. Setiap ulangan terdiri atas 3 butir telur sebagai satuan
percobaan. Data hasil pengamatan dianalisis ragam pada taraf nyata 5% dan
dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Steel dan Torrie, 1993). Perlakuan
10
R3 : Perendaman telur dengan larutan daun kelor 30% (b/v)
Pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Indeks putih telur
Indeks putih telur adalah perbandingan tinggi putih telur (albumen) kental
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas internal telur antara
lain:
Haugh unit
11
Persentase penurunan berat dihitung dengan cara bobot awal telur(g) sebelum
disimpan (A), dikurangi dengan bobot telur (g) setelah disimpan (B), dibagi
denganbobot awal telur (g) sebelum disimpan (A), dan kemudian dikali 100%
(Hintono,1993)
12
IV
PEMBAHASAN
Indeks putih telur (IPT) adalah perbandingan tinggi putih telur kental dengan
lebar putih telur. Putih telur merupakan salah satu bagian dari sebuah telur utuh yang
mempunyai persentase sekitar 58-60% dari berat telur. Putih telur terdiri dari empat
bagian yaitu berturut-turut dari bagian luar sampai bagian dalam adalah lapisan putih
telur encer bagian luar, lapisan putih telur kental bagian luar, lapisan putih telur encer
bagian dalam dan lapisan calazaferous. Lapisan calazaferous merupakan bagian yang
terbesar dari telur utuh (lebih kurang 60%) (Stadelman dan Cotterill, 1995 dalam
Rosidah 2006). Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan bagian
lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang cepat rusak (Ramonaff dan
putih telur yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan P0 (0,0191). Tampak
larutan daun kelor dengan konsentrasi 10%, 20%, dan 30% memberikan pengaruh
terhadap peningkatan indeks putih telur. Hal ini diduga disebabkan oleh bahan
penyamak (tanin) yang terkandung di dalam daun kelor menutup pori-pori kerabang
telur sehingga gas CO2 dapat dihambat keluar dan menghambat mikroba masuk ke
13
dalam telur. Tanin bereaksi dengan protein yang terdapat pada permukaan kerabang
Tanin dapat membunuh bakteri pada kerabang telur dengan cara merusak dinding
sel bakteri dan mendenaturasi protein pada bakteri. Kerusakan pada dinding sel bakteri
dapat menyebabkan kematian. Hal ini sesuai pendapat (Naiborhu, 2002), tanin pada
daun kelor berperan sebagai pendenaturasi protein serta proses pencernaan bakteri.
diperlukan dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini yang akhirnya menyebabkan
penguapan CO2, dan kerusakan serabut ovomucin. Menurut (Koswara, 2009), indeks
dipercepat oleh naiknya pH. Pemberian larutan daun kelor dapat memperbaiki indeks
putih telur. Hal ini disebabkan oleh larutan daun kelor dapat memperlambat penguapan
air dan gas CO2 melalui pori-pori kerabang sehingga pH telur dapat dipertahankan.
Penguapan CO2 menyebabkan pH telur menjadi meningkat. Menurut (Kurtini, 2014),
putih telur sebagian besar mengandung unsur anorganik natrium dan kalium
bikarbonat, saat terjadi penguapan CO2 selama penyimpanan maka putih telur menjadi
Penyimpanan telur selama 30 hari pada penelitian ini menunjukkan indeks putih
telur menurun. Indeks putih telur segar berkisar antara 0,134-0,175 (BSN, 2008).
14
Menurut (Kurtini, 2014), dengan bertambahnya lama penyimpanan maka tinggi lapisan
kental putih telur akan menurun. Penurunan kekentalan putih telur terutama disebabkan
oleh terjadi perubahan struktur gelnya akibat adanya kerusakan fisikokimia dari serabut
ovomucin yang menyebabkan keluarnya air dari jala-jala yang telah dibentuknya.
Nilai indeks kuning telur merupakan salah satu cara untuk mengetahui kualitas
telur. Semakin tinggi kuning telur dan semakin rendah ukuran diameter kuning telur
maka semakin baik kualitas indeks kuning telur. Transfer air ke dalam kuning telur
semakin lama penyimpanan maka kualitas yolk juga akan menurun karena semakin
Hal tersebut dikarenakan beberapa mikroorganisme yang masuk melalui putih telur
(keener, dkk, 2006). Hal ini sesuai pendapat (Kurtini, dkk, 2014) yang menyatakan
bahwa selama penyimpanan, membran vitelin mudah pecah karena kehilangan
kekuatan dan menurunnya elastisitas sehingga indeks kuning telur turun. Hal tersebut
akibat terjadinya migrasi air ke kuning telur. (Fasenko, dkk, 1995) dalam (Brake,
vitellin menjadi lemah dan lebih elastis serta beberapa komponennya berubah ataupun
hilang.
15
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Haugh Unit
haugh unit yang relatif sama dengan perlakuan kontrol. Tanin dalam larutan daun kelor
10% belum dapat mempertahankan kekentalan putih telur yang disebabkan oleh
perubahan fisik dan kimia akibat kehilangan CO2. Fakta ini sesuai pendapat Muchtadi
dan Sugiono (1992) yang menyatakan bahwa kehilangan CO2 melalui pori-pori kulit
dari albumen menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Albumen yang kehilangan CO2
dan tampak berair (encer). Pengenceran tersebut disebabkan perubahan struktur protein
Semakin encer putih telur maka semakin rendah nilai haugh unit. Haugh Unit
menggambarkan keadaan putih telur sekaligus kesegaran internal telur. Hasil penelitian
membuktikan bahwa telur tanpa perendaman dan telur yang direndam dalam larutan
daun kelor dengan konsentrasi 10% menggambarkan kondisi putih telur yang lebih
encer. Kandungan tanin yang sedikit pada konsentrasi 10% menyebabkan pengenceran
putih telur lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 20% dan 30%. Menurut
Sudaryani (2000) yang menyatakan bahwa makin encer putih telur maka makin kecil
telur. Putih telur yang encer disebabkan oleh kerusakan yang terjadi pada ovomucin
sehingga air akan keluar dari protein putih telur. Kandungan tanin yang sedikit belum
dapat mencegah pengenceran putih telur dengan sempurna sehingga terjadi kerusakan
sebagian ovomucin. Hal ini sesuai pendapat Stadelman dan Cotteril (1995) yang
16
menyatakan bahwa nilai HU dipengaruhi oleh kandungan ovomucin yang terdapat
pada putih telur. Dilanjutkan oleh Kurtini et al. (2014) yang menyatakan bahwa
dalam melapisi kerabang telur untuk menghambat terjadinya transfer air dan
karbondioksida melalui pori-pori. Kandungan tanin pada daun kelor yang sedikit
terutama putih telur sehingga putih telur menjadi lebih encer dan mempercepat proses
penguapan air dan gas CO2, NH3, N2, dan H2S. Menurut Haryoto (1993), telur dapat
bakteri. Bakteri dapat masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit
telur, baik melalui air, udara, maupun kotoran ayam. Sedangkan menurut Winarno
(2002), jumlah bakteri dalam telur makin meningkat sejalan dengan lamanya
ada di dalam telur menjadi senyawa berbau khas yang mencirikan kerusakan telur.
Evaporasi air tersebut semakin meningkat karena suhu dan kelembapan yang
17
tinggi. Hal tersebut menyebabkan hilangnya sebagian isi telur selama penyimpanan.
Penurunan bobot telur diduga disebabkan oleh berkurangnya air dari albumen ke luar
melalui pori-pori dan degradasi isi telur oleh mikroorganisme. Hal ini sesuai pendapat
Buckle et al. (1987) penyusutan berat telur disebabkan oleh terjadinya penguapan air
selama penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh
penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S akibat degradasi komponen organik
telur. Didukung pendapat Kurtini et al. (2014) yang menyatakan bahwa kehilangan
berat adalah salah satu perubahan yang nyata selama penyimpanan dan berkorelasi
hampir linier terhadap waktu di bawah kondisi lingkungan yang konstan. Kecepatan
penurunan berat telur dapat diperbesar pada suhu dan kelembapan yang relatif tinggi.
18
V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
meningkatkan indeks putih telur dan Nilai Haugh Unit telur ayam ras. Hal ini
karena adanya bahan penyamak (tanin) yang terkandung dalam daun kelor
sehingga mampu menutup pori-pori kerabang telur agar gas CO2 dapat
dihambat keluar dan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur. Dengan
demikian kualitas kekentalan putih telur dan kekuatan membrane vitelin dapat
terjaga.
peningkatan indeks putih telur dan Haugh Unit telur ayam ras.
5.2 Saran
larutan daun kelor dengan konsentrasi lebih dari 30% pada lama simpan yang berbeda.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H.A., S.S. Yadalam and D.A. Roland. 2003. Calcium requirement of bovanes
hens. International Journal of Poultry Science. 2:417-420
BRAKE, J., T. J. WALSH, C. E. BENTON, J. PEITTE, R. MEIJERHOF and G.
PENALVA. 1997. Egg Handling and storage. Poultry Sci. 76: 144-151.
Cunningham, F.E. 1976. Properties of egg white foam drainage. J. Poultry Sci. 55:738-
743.
FASENKO G.N, VL. CHRISTENSEN, M.R. BAKST, and J.N. PETITE. 1995.
Evaluating yolk membranes from short and long stored turkey eggs using
transmission electron microscopy. Poultry Sci. 74(Suppl. 1): 44. (Abstr).
Izat, A.I., F.A. Gardner and D.B. Meller. 1986. The effect of egg of bird and season of
the year on egg quality. II. Haugh Unit and compositional attributes. Poultry Sci.
65:726-728.
KEENER, K. M., K. C. McAVOY, J. B. FOEGEDING, P. A. CURTIS, K. E.
ANDERSON, and J. A. OSBORNE.
Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2014. Produksi Ternak Unggas Edisi Revisi.
Aura Printing dan Publishing. Bandar Lampung.
Mountney, G.I. 1976. Poultry Technology. 2ndEdit. The AVI Publishing Inc.,
Westport
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Naiborhu, P. E. 2002. Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak Mangrove (Sonneratia alba
dan Sonneratia caseolaris) Sebagai Bahan Alami Antibakterial pada
20
Patogen Udang Windu, Vibrio Harveyi. Scientific Journal of Bogor
Agricultural University. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Nesheim, M.C. and L.E. Card. 1979. Poultry Production. 11th Ed. Lea and Febiger.
Philadelphia PEITTE, R. MEIJERHOF and G. PENALVA. 1997. Egg Handling
and storage. Poultry Sci. 76: 144-151.
Polin, D. and P. O. Sturkie. 1974. Role of magnum and uterus in the determinism of
albumen quality of laid egg. Poultry Sci. 39(1) : 9-17.
Roland, D.A., M. Farmer and D. Marple. 1985. Calcium and its relationship to excess
feed consumption, body weight, egg size, fat deposition, shell quality, and fatty
liver hemorrhagic syndrome. Poultry Science. 64 : 2341 – 2350
Romanoff, A.L. and A.J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. John Wiley and
Sons, Inc. New York.
ROSIDAH, 20pe06. Hubungan Umur Simpan Dengan Penyusutan Bobot Nilai
Haugh Unit, Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur Itik Telur Tegal Pada
Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Silverside, F.G. and T.A. Scott. 2000. The relationships among measure of egg
albumen height, pH and whipping volume. J. Poultry Sci. 83:1619-11623.
Sriyuniarti, P. 2000. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Telur Konsumsi dan
Telur Biologis terhadap Kualitas Interior Telur Ayam Kampung. Tesis.
Universitas Terbuka. Fakultas Peternakan, Jakarta.
STADELMAN, W.J. and O.J. Cotteriil. 1977. Egg Scince and Technology. The 2nd
Edition. The AVI Publ. Co. Inc. West Port, Connecticut, New York.
Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food
Product Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Alih Bahasa B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Whitaker, J.R. and S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing Company,
Inc. Westport. Connecticut
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta
21
Yuwanta, T. 2010. Pemanfaatan Kerabang Telur. Program Studi Ilmu dan Industri
Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Zayas, J.F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer, Verlag Berlin.
Heidenberg.
22