1.3 Tujuan
1. Guna mengetahui dan memahami unsur segmental dan suprasegmental
2. Guna mengetahui klasifikasi unsur segmental dan suprasegmental
3. Guna mengetahui bentuk-bentuk deskripsi bunyi segmental
BAB II
PEMBAHASAN
2. Kluster
Kluster adalah dua atau lebih konsonan rangkap.
Kluster ini merupakan bagian dari struktur fonetis yang
disadari oleh penuturnya. Jadi, pengucapannya pun harus
sesuai dengan struktur fonetis. Sebab, jika
pengucapannya salah akan berdampak pada pembedaan
makna. Dalam Bahasa Indonesia, kluster muncul sebagai
akibat pengaruh struktur fonetis unsur serapan. Pada
umumnya, kluster Bahasa Indonesia seputar kombinasi
berikut:
1. Jika kluster terdiri atas dua kontoid (konsonan) yang
berlaku adalah:
-kontoid pertama hanyalah sekitar [p], [b], [t], [d], [k],
[g], [f], dan [s].
-kontoid kedua hanyalah sekitar [l], [r], [w], [s], [m],
[n], [k].
Contohnya [dr] pada [drama], [sr] pada [pasrah], dan
[ps] pada [psikologi]
2. Jika kluster terdiri atas tiga kontoid yang berlaku
adalah:
-kontoid pertama [s]
-kontoid kedua [t] atau [p]
-kontoid ketiga [r] atau [l]
Contohnya [str] pada [strategi]
Karena di dalam kosakata asli Bahasa Indonesia, tidak
mempunyai kluster maka ketika menggunakan kluster
kata-kata serapan, penutur cenderung untuk
menduasukukan dengan menambahkan [ə] misalnya
pada kata [prangko], sering diucapkan [pərangko] dan
kata [stempel], sering diucapkan [sətempel]
2.2.2.4 Silaba (Suku kata)
Para linguis atau fonetisi dalam memahami suku kata
ini, didasarkan pada dua teori, yaitu teori sonoritas dan teori
prominans. Teori sonoritas menerangkan bahwa suatu
rangkaian bunyi Bahasa yang diucapkan oleh penutur selalu
terdapat puncak-puncak kenyaringan (sonoritas) di antara
bunyi-bunyi yang diucapkan. Puncak kenyaringan ini dapat
ditandai dengan adanya denyutan dada yang menyebabkan
udara didorong keluar oleh paru-paru. Satuan kenyaringan
yang diikuti dengan satuan denyutan dada yang menyebabkan
udara keluar dari paru-paru inilah yang kemudian disebut
dengan satuan silaba atau suku kata.
Contoh kata [mendaki] terdiri atas tiga puncak
kenyaringan, yaitu [ə] pada [mən], [a] pada [da] dan [i] pada
[ki]. Dengan demikian, kata [məndaki] mempunyai tiga suku
kata. Suku kata pertama berupa bunyi sonor [ə] yang
didahului kontoid [m] dan diikuti kontoid [n]; suku kata
berupa bunyi sonor [a] yang didahului kontoid [d]; dan suku
kata ketiga berupa bunyi sonor [i] yang didahului kontoid [k].
Teori prominans menitikberatkan pada gabungan
sonoritas dan ciri-ciri suprasegmental, terutama jeda. Ketika
rangkaian bunyi itu diucapkan, selain terdengar satuan
kenyaringan bunyi, juga terasa adanya jeda di antaranya,
yaitu kesenyapan sebelum dan sesudah puncak kenyaringan.
Menurut teori ini, batas di antara bunyi-bunyi puncak diberi
tanda [+]. Jadi, kata tersebut terdiri atas tiga suku kata atau
silaba.
Dalam praktinya persoalan silabisasi atau penyukuan
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Silabisasi fonetis
Silabisasi fonetis adalah penyukuan kata yang didasarkan
pada realitas pengucapan, ditandai dengan satuan
hembusan napas dan bunyi sonor.
2. Silabisasi fonemis
Silabisasi fonemis adalah penyukuan kata yang
didasarkan pada struktur fonem Bahasa yang
bersangkutan.
3. Silabisasi morfologis
Silabisasi morfologis adalah penyukuan kata yang
memperhatikan proses morfologis ketika kata itu
dibentuk.
2.3 Deskripsi unsur bunyi Segmental
Bunyi segmental, baik vokoid maupun kontoid yang diucapkan oleh
penutur Bahasa sangat variatif, apalagi setelah diterapkan. Jumlah dan
variasi bunyi tersebut bisa dideskripsikan sebagai berikut:
1. Bunyi vokoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh Kata
[i] Tinggi, depan, tak bulat [bila] ‘bila’
[ī] Agak tinggi , tak bulat [adī?] ‘adik’
[e] Tengah, depan, tak bulat [ide] ‘ide’
[ɛ] Agak rendah, depan, tak bulat [nɛnɛ?] ‘nene?’
[a] Rendah, depan, tak bulat [cari] ‘cari’
[u] Tinggi, belakang, bulat [buku] ‘buku’
[U] Agak tinggi, belakang, bulat [batU?] ‘batuk’
[o] Tengah, belakang, bulat [toko] ‘toko’
[O] Agak rendah, belakang, bulat [tOkOh] ‘tokoh’
[α] Rendah, belakang, bulat [allαh] ‘allah’
[ə] Tengah, pusat, tak bulat [əmas] ‘emas’
2. Bunyi kontoid
Bunyi Ciri-ciri Contoh Kata
[p] Mati, oral, bilabial, plosif [paku] ‘paku’
[b] Hidup, oral, bilabial, plosif [baru] ‘baru’
[t] Mati, oral, apiko-dental, plosif [tidUr] ‘tidur’
[d] Hidup, oral, apiko-dental, plosif [dari] ‘dari’
[k] Mati, oral, velar, plosif [kaku] ‘kaku’
[g] Hidup, oral, velar, plosif [gali] ‘gali’
[?] Mati, oral, glottal, plosif [jara?] ‘jara?’
[c] Mati, oral, lamino-palatal, afrikatif [ciri] ‘ciri’
[j] Hidup, oral, lamino-palatal, [jara?] ‘jara?’
afrikatif
[f] Mati, oral, labio-dental, frikatif [final] ‘final’
[s] Mati, oral, apiko-alveolar, frikatif [satu] ‘satu’
[z] hidup, oral, apiko-alveolar, frikatif [zaman] ‘zaman’
[š] Mati, lamino-palatal, frikatif [šarat] ’syarat’
[x] Mati, oral, frikatif [xas] ’khas’
[Ɣ] Hidup, oral, velar, frikatif [tablîƔ] ‘tabligh’
[h] Mati, oral, laringal, frikatif [tahan] ‘tahan’
[]׀ Hidup, oral, apiko-alveolar, trill [lama] ’lama’
[m] Hidup, nasal, bilabial [makan] ’makan’
[n] Hidup, nasal, apiko-dental [minta] ’minta’
[n] Hidup, nasal, apiko-alveolar [tanam] ’tanam’
[ñ] Hidup, nasal, lamino-palatal [ñala] ‘nyala’
[ŋ] Hidup, nasal, velar [ŋilu] ’ngilu’
[w] Mati, oral, bilabial [waktu] ’waktu’
[y] Mati, oral, lamino-palatal [yatim] ’yatim’
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan penjelasan yang ada di atas, penulis menyimpulkan bahwa
unsur segmental adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang
dapat disegmen-segmenkan atau dipisah-pisahkan baik bunyi vokoid maupun
kontoid. Sedangkan unsur suprasegmental adalah bunyi yang tidak dapat
disegmentasikan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menemani,
atau menyertai bunyi segmental (bunyi-bunyi Bahasa ketika diucapkan, ada
yang disegmen-segmenkan, diruas-ruaskan, atau dipisah-pisahkan, baik
vokoid maupun kontoid).
Klasifikasi unsur segmental berdasarkan berbagai macam kriteria, yaitu
ada tidaknya gangguan, mekanisme udara, arah udara, pita suara, lubang
lewatan udara, mekanisme artikulasi, cara gangguan, maju mundurnya lidah,
tinggi rendahnya lidah, dan bentuk bibi.
Klasifikasi unsur suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu,
nada, tekanan, panjang pendeknya bunyi atau (tempo), dan jeda.
Bunyi pengiring adalah bunyi yang ikut serta muncul ketika bunyi utama
dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh ikut sertanya alat-alat ucap lain ketika alat
ucap pembentuk bunyi utama difungsikan. Oleh karena itu, ada yang
mengistilahkan koartikulasi atau artikulasi sertaan.
Diftong adalah bunyi vocal rangkap yang tergolong dalam satu suku kata dan
satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Bunyu kluster adalah dua atau
lebih konsonan rangkap dan pengucapannya pun harus sesuai dengan struktur
fonetis, sebab jika salah pengucapan akan berdampak pada pembedaan
makna. Silaba atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam satu arus
ujaran.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun merekomendasikan
berupa saran-saran yaitu makalah ini belum sempurna, karena hanya
mengumpulkan beberapa data yang sudah ada di dalam buku lalu
menyusunnya. Maka untuk kebutuhan pembuatan makalah berikutnya,
dengan tema pembahasan yang sama, diharapkan bisa lebih baik dari ini dan
lebih luas data yang diperoleh.
Daftar pustaka