Anda di halaman 1dari 41

SKRIPSI

ANALISIS KESALAHAN FONOLOGIS

Disusun oleh:

HERNIANTI 2153006

DOSEN: YUSDARWATI YUSUF S,P.d.,M,P.d

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

STKIP COKROAMINOTO PINRANG


2018

BAB 1

KAJIAN FONOILOGI

1.1 Batasan dan Kajian Fonologi

Istilah fonologi berasal dari bahasa Yunani yaitu phone = ‘bunyi’, logos =

‘ilmu’. Secara harfiah, fonologi adalah ilmu bunyi.

Fonologi merupakan bagian dari ilmu bahasa yang mengkaji bunyi. Objek

kajian fonologi yang pertama bunyi bahasa (fon) yang disebut tata bunyi

(fonetik) dan yang kedua mengkaji fonem yang disebut tata fomen (fonemik).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fonologi adalah cabang ilmu

bahasa (linguistik) yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa, proses terbentuknya

dan perubahannya. Fonologi mengkaji bunyi bahasa secara umum dan

fungsional.

1.2 Beberapa Pengetian Mengenai Tata Bunyi

a}.Fonem

Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yanng

bersifatfungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan

makna.

Fonem dalam bahasa mempunyai beberapa macam lafal yang

bergantunpada tempatnya dalam kata atau suku kata. Contoh fonem /t/ jika

berada di awal kata atau suku kata, dilafalkan secara lepas. Pada kata /topi/,
fonem /t/ dilafalkan lepas. Namun jika berada di akhir kata, fonem /t/ tidak

diucapkan lepas. Bibir kita masih tetap rapat tertutup saat mengucapkan

bunyi, misal pada kata /buat/

b}. Alofon

Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada

kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem

yang tidak membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan diantara

dua kurung siku […]. Kalau[p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja,

sedangkan [p] yang tak lepas kita tandai dengan [p>]. Maka kita dapat

berkata bahwa dalam Bahasa Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon,

yakni [p] dan [p>].


BAB-2

KAJIAN FPNEMIK

2.1 Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara dalam

saluran suara.

1). Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami

rintangan. Pada

2). Konsonan adalah bunyi bahasa yang dibentuk dengan menghambat

arus udara

3).   Bunyi semi-vokal adalah bunyi yang secara praktis termasuk

konsonan,tetapi karena pada waktu diartikulasikan belum membentuk

konsonan murni.

2.2 Berdasarkan jalan keluarnya arus udara.

1)     Bunyi nasal, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menutup arus udara

ke  luar melalui rongga mulut dan membuka jalan agar arus udara dapat

keluar melalui rongga hidung.

2)       Bunyi oral, yaitu bunyi yang dihasilkan dengan jalan mengangkat

ujung anak tekak mendekati langit-langit lunak untuk menutupi rongga

hidung, sehingga arus udara keluar melalui mulut.

2.3 Berdasarkan ada tidaknya ketegangan arus udara saat bunyi di

artikulasikan.
1)     Bunyi keras (fortis), yaitu bunyi bahasa yang pada waktu di

artikulasikan disertai ketegangan kuatarus.

2)      Bunyi lunak (lenis), yaitu bunyi yang pada waktu di artikulasikan tidak

disertai ketegangan kuatarus.

2.4 Berdasarkan lamanya bunyi pada waktu diucapkan atau

diartikulasikan

1)      Bunyi panjang

2)        Bunyi pendek

2.5 Berdasarkan derajat kenyaringannya

Bunyi dibedakan menjadi bunyi nyaring dan bunyi tak nyaring. Derajat

kenyaringan ditentukan oleh luas atau besarnya ruang resonansi pada

waktu bunyi diucapkan. Makin luas ruang resonansi saluran bicara waktu

membentuk bunti, makin tinggi derajat kenyaringannya. Begitu pula

sebaliknya.

2.6 Berdasarkan perwujudannya dalam suku kata

1)        Bunyi tunggal, yaitu bunyi yang berdiri sendiri dalam satu suku kata

(semua bunyi vokal atau monoftong dan konsonan).

2)        Bunyi rangkap, yaitu dua bunyi atau lebih yang terdapat dalam satu

suku kata. Bunyi rangkap terdiri dari

3)        Diftong (vocal rangkap) : [ai], [au] dan [oi].

4)       Klaster (gugus konsonan) : [pr], [kr], [tr] dan [bl].

2.7 Berdasarkan arus udara


Bunyi egresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara mengeluarkan arus

udara dari dalam paru-paru. Bunyi egresif di bedakan menjadi :

(a). Bunyi egresif pulmonik : di bentuk dengan mengecilkan ruang paru-paru,otot

perut dan rongga dada.

(b). Bunyi egresif glotalik : terbentuk dengan cara merapatkan pita suara

sehingga glottis dalam keadaan tertutup.

Bunyi ingresif, yaitu bunyi yang di bentuk dengan cara menghisap udara ke

dalam paru-paru:

(a). Ingresif glotalik : pembentukannya sama dengan egresif glotalik tetapi

berbeda pada arus udara.

(b). Ingresif velarik : di bentuk dengan menaikkan pangkal lidah di tempatkan

pada langit-langit lunak. Kebanyakan bunyi bahasa Indonesia merupakan bunyi

egresif.

2.8 Pembentukan Vokal

Vokal dibedakan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang

bergerak, bentuk bibir, dan strikturnya. Berikut ini jenis-jenis vokal berdasarkan

cara pembentukannya, yakni:

1). Berdasarkan bentuk bibir : vokal bulat, vokal netral, dan vokal tak bulat;

2). Berdasarkan tinggi rendahnya lidah : vokal tinggi, vokal madya (sedang), dan

vokal rendah;

3). Berdasarkan bagian lidah yang bergerak : vokal depan, vokal tengah, dan

vokal belakang;
4). Berdasarkan strikturnya : vokal tertutup, vokal semi-tertutup, vokal semi-

terbuka, dan vokal terbuka.

2.9 Pembentukan Konsonan

Pembentukan konsonan didasarkan pada empat faktor, yakni daerah

srtikulasi, cara artikulasi, keadaan pita suara, dan jalan keluarnya udara.

Berikut ini klasifikasi konsonan tersebut:

1). Berdasarkan daerah artikulasi : konsonan bilabial, labio dental, apikodental,

apikoalveolar, palatal, velar, glotal, dan laringal;

2). Berdasarkan cara artikulasi : konsonan hambat, frikatif, getar, lateral, nasal,

dan semi-vokal;

3). Berdasarkan keadaan pita suara : konsonan bersuara dan konsonan tak

bersuara;

4). Berdasarkan jalan keluarnya udara : konsonan oral dan konsonan nasal.
BAB-3

KAJIAN FONEMIK

Istilah fonem dapat didefinisikan sebagai satuan bahasa terkecil yang

bersifat fungsional, artinya satuan fonem memiliki fungsi untuk membedakan

makna. Fonem juga dapat dibatasi sebagai unit bunyi yang bersifat distingtif 

atau unit bunyi yang signifikan.

Dalam hal ini perlu adanya fonemisasi yang ditujukan untuk menemukan

bunyi-bunyi yang berfungsi dalam rangka pembedaan makna tersebut.

Dengan demikian fonemisasi itu bertujuan untuk

1.menentukan struktur fonemisebuah bahasa,dan

2. membuat ortografi yang praktis atau ejaan sebuah bahasa.

Untuk mengenal dan menentukan bunyi-bunyi bahasa yang bersifat

fungsional atau fonem, biasanya dilakukan melalui “ kontras pasangan

minimal”.

Dalam hal ini pasangan minimal ialah pasangan bentuk-bentuk bahasa yang

terkecil dan bermakna dalam sebuah bahasa (biasanya berupa kata tunggal)

yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi berbeda.  Sekurang-kurangnya ada

empat premis untu kmengenali sebuah fonem,yakni

1. bunyi bahasa dipengaruhi lingkungannya,

2. bunyibahasaitusimetris,
3. bunyi bahasa yang secara fonetis mirip, harus digolongkan ke dalam kelas

fonem yang berbeda,dan

4. bunyi bahasa yang bersifat komplementer harus dimasukkan ke dalam

kelas fonem yang sama.

3.1 Realisasi Fonem

Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau

satuan fonologis, yakni  fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat

kaitannya dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud

pengungkapan dari realisasi fonem. Secara segmental fonem bahasa

Indonesia dibedakan atas vokal dan konsonan.

3.2 Variasi Fonem

Variasi fonem adalah wujud pelbagai manifestasi bersyarat maupun tak

bersyarat dari fonem. Wujud variasi suatu fonem yang ditentukan oleh

lingkungannya dalam distribusi yang komplementer disebut varian alofonis

atau alofon.
BAB-4

GEJALAH FONOLOGI BAHASA INDONESIA

4.1 Penambahan Fonem

Penambahan fonem pada suatu kata pada umumnya berupa

penambahan bunyi vokal. Penambahan ini dilakukan untuk kelancaran

ucapan.

4.2 Penghilangan Fonem

Penghilangan fonem adalah hilangnya bunyi atau fonem pada awal,

tengah dan akhir sebuah kata tanpa mengubah makna. Penghilangan ini

biasanya berupa pemendekan kata.

4.3 Perubahan Fonem

Perubahan fonem adalah berubahnya bunyi atau fonem pada sebuah

kataagar kata menjadi terdengar dengan jelas atau untuk tujuan tertentu.

4.4 Kontraksi

Kontraksi adalah gejala yang memperlihatkan adanya satu atau lebih

fonem yang dihilangkan. Kadang-kadang ada perubahan atau penggantian

fonem.

4.5 Analogi

Analogi adalah pembentukan suatu kata baru berdasarkan suatu contoh

yang sudah ada (Keraf, 1987:133).

4.6 Fonem Suprasegmental


Fonem vokal dan konsonan merupakan fonem segmental karena dapat

diruas-ruas. Fonem tersebut biasanya terwujud bersama-sama dengan ciri

suprasegmentalseperti tekanan, jangka dan nada. Disamping ketiga ciri itu,

pada untaian terdengar pula ciri suprasegmental lain, yakni intonasi dan

ritme.

a). Jangka, yaitu panjang pendeknya bunyi yang di ucapkan. Tanda […]

b). Tekanan, yaitu penonjolan suku kata dengan memperpanjang pengucapan,

meninggikan nada dan memperbesar intensitas tenaga dalam pengucapan

suku kata tersebut.

c). Jeda atau sendi, yaitu cirri berhentinya pengucapan bunyi.

d).  Intonasi, adalah cirri suprasegmental yang berhubungan dengan naik

turunnya nada dalam pelafalan kalimat.

e). Ritme, adalah ciri suprasegmental yang berhubungan dengan pola pemberian

tekanan pada kata dalam kalimat.

Pada tataran kata, tekanan, jangka, dan nada dalam bahasa Indonesia

tidak membedakan makna. Namun, pelafalan kata yang menyimpang dalam

hal tekanan, dan nada kan terasa janggal.


BAB-5

ASPEK MAKNA UJARAN

5.1 Hakikat Makna Ujaran

Berbicara tentang makna, pertama perlu diingat adanya dua kajian

tentang makna, yaitu semantik dan semiotik. Dalam praktik berbahasa

teryata makna suatu ujaran tidak bisa dipahami hanya dari kajian semantik,

tetapi juga harus dibantu oleh kajian semiotik, seperti pemahaman mengejai

gerak-gerik tubuh dan anggota tubuh, serta mimik dan sebagainya.

5.2 Makna Leksikal

Dalam kajian morfologi laksem atau leksikal lazim diartikan sebagai

bentuk dasar setelah mengalami proses gmatikalisasi akan menjadi kata

(Kridalaksana, 1989). Sedangkan dalam kajian semantik laksem lazim

diartikan sebagai satuan bahasa yang memiliki satu makna atau satu

pengertian, seperti air dalam arti sejenis barang cairyang digunakan untuk

keperluan sehari-hari, pensil yang diartikan sejenis alat tulis.

5.3 Makna Gramatikal

Tahap kedua untuk bisa memahami makna suatu ujaran dalah

memahami makna gramatikal, yakni makna yang muncul sebagai hasil suatu

proses gramatikal. Proses gramatikal yakni, proses afiksasi, proses


reduplikasi, proses komposisi, proses pemfrasean, dan proses

pengkalimatan.

BAB-6

SEBAB-SEBAB PERUBAHAN MAKNA

6.1 Perkembangan dalam Ilmu Teknologi

Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuan teknologi dapat

menyebabkan terjadinya perubahan makna bunyi setiap kata. Di sini makna

kata yang tadinya mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang

sederhana, tetap digunakan walaupun konsep makna yang dindung telah

berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori baru dalam suatu

bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi. Perubahan

makna kata sastra dari makna tulisan sampai pada makna imajinatif adalah

salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandanagan

baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra yang

tadinya bermakna buku yang baik isinya menjadi karya yang bersifat

imajinatif kreatif

6.2 Perkembangan Sosial dan Budaya

Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat

menyebabkan terjadinya perubahan makna. Disini sama dengan terjadi

sebagai akibat perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata
pada mulanya bermakna “A” lalu berubah menjadi bermakna “B” atau “C’.

Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapi konsep makna yeng dikandungnya

berubah.

6.4 Perbedaan Bidang Pemukiman

Kata-kata yang menjadi kosakata dalam bidang-bidang tertentu itu

dalam kehudupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbentuk dari

bidangnya. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki makna baru

atau makna lain disamping makna aslinya. Misalnya kata menggarap yang

berasal dari bidang pertanian, seperti tampak dalam frase menggarap sawah,

tanah garapan dan petani penggggarap, kini banyak juga digunakan dalam

bidang-bidang lain dengan makna “mengerjakan” seperti tampak digunakan

dalam frase menggarap skripsi, menggarap naskah drama.

6.5 Adanya Asosiasi

Kata-kata yang digunakan diluar bidangnya, seperti dibicarakan diatas

masih ada hubungannya atu pertautan maknanya dengan makna ynag

digunakan pada bidang asalnya. Umpamanya kata mencatut yang berasal

dari bidang atau lingkungan pertukanagan dan perbengkelan mempunyai

makna berkerja denagn menggunakn catut. Dengan menggunakan catut ini

maka pekerjaan yang dilakukan, misalnya mencabut paku, menjadi dapat

dilakukan dengan mudah. Oleh karena itu, kalau digunakan dalam frase

seperti mencatut karcis akan memiliki makna memperoleh keuntungan

dengan mudah melalui jual beli karcis.

6.6 Pertukaran Tanggapan Indera


Alat indera kita yang lima sebenarnya sudah mempunyai tugas-tugas

tertentu untuk menangkap gejala-gejal yang terjadi di dunia ini. Umpamanya

rasa pahit, getir dan manisharus ditanggap oleh alat perasa lidah.

Namun dalam penggunaan bahasa banyak terjadi perubahan kasus

pertukaran tanggaoan antara indera yang satu dengan indera yang alin/ rasa

pedas misalnya, yang seharusnya ditanggap dengan alat indera perasa lidah,

tertukar ditanggap oleh alat indera pendengaran seperti tampak dalam

ujaran kata-katanya cukup pedas.

6.7 Perbedaan Tanggapan

Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah

mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan

ukuran dalam norma kehidupan di dalam masyarakat, maka banyak makna

kata memiliki nilai rasa rendah. Di samping itu ada juga yang memiliki nilai

yang tinggi. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah ini lazim

disebut peyoratif, sedangnkan uyang nilainya naik menjadi tinggi disebut

amelioratif. Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif sedangkan istri dianggap

amelioratif.

6.8 Adanya Penyingkiran

Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang

karena sering dugunakan, maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan

secara keseluruhan orang sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu, orang

lebih banyak menggunakan singkatan daripada menggunakan bentuk

utuhnya.
6.9 Proses Gramatikal

Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi atau komposisi akan

menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang

sebenarnya terjadi bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah

berubah sebagai hasil proses gramatikal. Dalam bagian pendahuluan sudah

dibicrakan kalau bentuk berubah atau berbeda. jadi tidaklah dapat dikatakan

kalau dalam hal ini terjadi perubahan makna, sebab yang terjadi dalam

proses gramatikal, dan proses gramatikal itu telah melahirkan makna-makna

gramatikal.

6.10 Pengembangan Istilah

Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah

baru adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada

dengan menyempitkan makna kata tersebut, meluaskan maupun memberi

arti baru sama sekali. Misalnya kata papan yang semual bermakna

lempengan kayu besi tipis, kini diangkat menjadi istilah untuk makna

perumahan, kata sandang yang semula bermakna selendang kini diangkat

menjadi istilah pakaian.


BAB-7

JENIS-JENIS PERUBAHAN MAKNA

7.1 meluas

Gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya hanya

memiliki makna sebuah makna, tetapi kemudian karena berbagai faktor

menjadi memiliki makna-makna-makna lain. Umpamanya kata saudara yang

hanya memiliki makna sekandung. Kemudian maknanya berkembang

menjadi siapa yang sepertalian darah. Akibatnya anak paman pun disebut

saudara.

7.2 Menyempit

Yang dimaksud perubahan menyempit adalah gejala gejala yang

terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup

luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.

Misalnya kata sarjana yang pada mulanya berarti orangg pandai, kemudian

hany berarti orang yang lulus dari perguruan tinggi.


7.3 Perubahan Total

Yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya sama sekali

makna sebuah kata dari makna aslanya. Misalnya, kata ceramah yang

mulanya berarti cerewet atau banyak cakap tetapi kini berarti pidato atau

uraian mengenai suatu hal yang disampaikan, didepan orang banyak.

7.4 Penghalusan

Gejala penghalusan makna ini bukan barang baru dalam masyarakat

Indonesia. Orang-orang dulu karena kepercayaan atau sebab-sebab lainnya

akan mengganti kata buaya atau harimau dengan kata nenek mengganti kata

ular dengan kata akar. Lalu, pada tahun lima puluahanpun banyak usaha

dilakuakan untuk penghalusan ini. Misalnya buta diganti dengan tunanetra,

tuli dignati dengan tunarungu, dan gelandangan diganti dengan tunawisma.

7.5 Pengasaran

Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam

situasi yang tidak ramah. Misalnya kata masuk kotak dipakai untuk

mengganti kata kalah. Namun, banyak juga kata yang sebenarnya bernilai

kasar tetapi sengaja digunakan untik lebih memberi tekanan tetapi tanpa

terasa kekasarannya. Misalnya kata menggondol yang biasa dipakai untuk

binatang seperti anjing menggondol tulang.

7.6 Perubahan Bunyi dalam Bahasa Indonesia

Dalam premis telah disebutkan bahwa bunyi-bunyi lingual condong

berubah karena lingkungannya. Dengan demikian, perubahan bunyi tersebut

bisa berdampak pada dua kemungkinan. Apabila perubahan itu tidak sampai
membedakan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi

tersebut masih merupakan alofon atau varian bunyi dari fonem yang sama.

Dengan kata lain, perubahan itu masih dalam lingkup perubahan fonetis.

Tetapi, apabila perubahan bunyi itu sudah sampai berdampak pada

pembedaan makna atau mengubah identitas fonem, maka bunyi-bunyi

tersebut merupakan alofon dari fonem yang berbeda. Dengan kata lain,

perubahan itu disebut sebagai perubahan fonemis.

Jenis-jenis perubahan bunyi tersebut berupa asimilasi, disimilasi,

modifikasi vokal, netralisasi, zeroisasi, metatesis, diftongisasi,

monoftongisasi, dan anaptiksis, sebagaimana uraian berikut.

1}. Asimilasi

Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua hal bunyi yang tidak sama

menjadi bunyi yang sama atau hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-

bunyi bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk

saling mempengaruhi atau dipengaruhi.

Dalam bahasa Indonesia, asimilasi fonetis terjadi pada bunyi nasal pada kata

tentang dan tendang. Bunyi nasal pada tentangdiucapkan apiko-dental

karena bunyi yang mengikutinya, yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal

pada tendang diucapkan apiko-alveolar karena bunyi yang mengikutinya,

yaitu [d], juga apiko-alveolar. Perubahan bunyi nasal tersebut masih dalam

lingkup alofon dari fonem yang sama.

2}. Disimilasi
Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau

mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda.

Contoh :

Kata bahasa Indonesia belajar [bǝlajar] berasal dari penggabungan prefix ber

[bǝr] dan bentuk dasar ajar [ajar]. Mestinya, kalau tidak ada perubahan

menjadi berajar [bǝrajar]. Tetapi, karena ada dua bunyi [r], maka [r] yang

pertama diperbedakan atau didisimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi

[bǝlajar]. Karena perubahan tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r]

merupakan alofon dari fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/,

maka disebut disimilasi fonemis.

3}. Modifikasi vokal

Modifikasi vokal adalah perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari

pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Perubahan ini sebenarnya bisa

dimasukkan kedalam peristiwa asimilasi, tetapi karena kasus ini tergolong

khas, maka perlu disendirikan.

4}. Netralisasi

Netralisasi adalah perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh

lingkungan. Untk mejelaskann kasus ini bisa dicermati ilustrasi berikut.

Dengan cara pasangan minimal [baraƞ] ‘barang’−[parang] ‘paraƞ’ bisa

disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada fonem /b/ dan /p/.Tetapi

dalam kondisi tertentu, fungsi pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal

setidak-tidaknya bermasalah karena dijumpai yang sama. Minsalnya,

fonem /b/ pada silaba akhir pada kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap]
dan [sǝbab’], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/ pada atap dan

usap: [atap’] dan [usap’]. Mengapa terjadi demikian? Karena konsonan

hambatan letup bersuara [b] tidak mungkin terjadi pada posisi koda. Ketika

dinetralisasikan menjadi hambatan tidak bersuara, yaitu [p’], sama dengan

realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/.

5}. Zeroisasi

Zeroisasi adalah penghilangan bunyi fonemis sebagai akibat upaya

penghematan atau ekonomisasi pengucapan. Peristiwa ini biasa terjadi pada

penuturan bahasa-bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia, asal saja

tidak menggangu proses dan tujuan komunikasi. Peristiwa ini terus

dikembangkan karena secara diam-diam telah didukung dan disepakti oleh

komunitas penuturnya.

Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai pemakaian katatak ataundak untuk

tidak, tiada untuk tidak ada, gimana untuk bagaimana, tapi untuk tetapi.

Padahal, penghilangan beberapa fonem tersebut dianggap tidak baku oleh

tatabahasa baku bahasa Indonesia. Tetapi, karena demi kemudahan dan

kehematan, gejala itu terus berlangsung.

Zeroisasi dengan model penyingkatan ini biasa disebut kontraksi.

Apabila diklasifikasikan, zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis, yaitu :

aferesis, apokop, dan sinkop.

6}. Metatesis
Metatesis adalah perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata

sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Dalam bahasa Indonesia,

kata-kata yang mengalami metatesis ini tidak banyak.

7}. Diftongisasi

Diftongisasi adalah perubahan bunyi vokal tunggal (monoftong)

menjadi dua bunyi vokal atau vokal rangkap (diftong) secara berurutan.

Perubahan dari vokal tunggal ke vokal rangkap ini masih diucapkan dalam

satu puncak kenyaringan sehingga tetap dalam satu silaba.

8}. Monoftongisasi

Monoftongisasi yaitu perubahan dua bunyi vokal atau vokal rangkap

(diftong) menjadi vokal (monoftong) . (Muslich 2012 : 126). Peristiwa

penunggalan vokal ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia sebagai sikap

pemudahan pengucapan terhadap bunyi-bunyi diftong.

Monoftongisasi adalah proses perubahan dua buah vokal atau gugus vokal

menjadi sebuah vokal. Poses ini banyak terjadi dalam bahasa Indonesia

akibat dari ingin memudahkan ucapan. (Chaer 2009 : 104).

Monoftongisasi adalah proses perubahan bentuk kata yang berujud sebuah

diftong berubah menjadi sebuah monoftong.

Jadi, monoftongisasi adalah proses perubahan dua bunyi vokal menjadi

sebuah vokal.

Contoh:

Ramai menjadi (rame)

Kalao menjadi (kalo)


Danau menjadi (danau)

Satai menjadi (sate)

Damai menjadi (dame)

Sungai menjadi (sunge)

9}. Anaptiksis

Anaptiksis atau suara bakti adalah perubahan bunyi dengan jalan

menambahkan bunyi vokal tertentu di antara dua konsonan untuk

memperlancar ucapan. Bunyi yang biasa ditambahkan adalah bunyi vokal

lemah. Dalam bahasa Indonesia, penambahan bunyi vokal lemah ini biasa

terdapat dalam kluster. (Muslich 2012 : 126).

Anaptiksis adalah proses penambahan bunyi vokal di antara dua konsoan

dalam sebuah kata; atau penambahan sebuah konsonan pada sebuah kata

tertentu. (Chaer 2009 : 105).

Anaptiksis (suara bakti) adalah proses perubahan bentuk kata yang

berujud penambahan satu bunyi antara dua fonem dalam sebuah kata guna

melancarkan ucapan.

Jadi, anaptikis adalah perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi

vokal tertentu di antara dua konsonan.

Contoh:

Putra menjadi putera

Putri menjadi puteri

Bahtra menjadi bahtera

Srigala menjadi serigala


Sloka menjadi seloka

Anaptikis ada tiga yaitu:

Protesis adalah proses penambhan bunyi ada awal kata. Misalnya:

Mas menjadi emas

Mpu menjadi empu

Tik menjadi ketik

Lang menjadi elang

BAB-8

MACAM-MACAM FONETIK

8.1 Fonetik Artikularis / Fonetik Organis / Fonetik Fisiologis

Mempelajari bagaimana alat-alat bicara manusia bekerja dalam

menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi itu

diklasifikasikan.

8.2 Fonetik Akustik

Mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau feomena alam.

8.3 Fonetik Auditoris

Mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu

oleh telinga kita.

8.4 Alat Ucap

Nama-nama alat ucap yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa.

Berikut adalah contoh video alat ucap


   1. Paru-paru (lung)

   2. Batang tenggorok (trachea)

   3. Pangkal tenggorok (larynx)

   4. Pita suara (vocal cord)

   5. Krikoid (cricoid)

   6. Tiroid (thyroid) atau lekum

   7. Aritenoid (arythenoid)

   8. Dinding rongga kerongkongan (wall of pharynx)

   9. Epiglotis (epiglottis)

  10. Akar lidah (root of the tongue)

  11. Pangkal lidah (back of the tongue, dorsum)

  12. Tengah lidah (middle of the tongue, medium)

  13. Daun lidah (blade of the tongue, laminum)

  14. Ujung lidah (tip of the tongue, apex)

  15. Anak tekak (uvula)

  16. Langit-langit linak (soft palate, velum)

  17. Langit-langit keras (hard palate, palatum)

  18. Gusi, lengkung kaki gigi (alveolum)

  19. Gigi atas (upper teeth, dentum)

  20. Gigi bawah (lower teeth, dentum)

  21. Bibir atas (upper lip, labium)

  22. Bibir bawah (lower lip, labium)

  23. Mulut (mouth)


  24. Rongga mulut (oral cavity)

  25. Rongga hidung (nasal cavity)

8.5 Proses Fonasi

Terjadinya bunyi bahasa dimulai dengan proses pemompaan udara

keluar dari paruparu melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok, yang

di dalamnya terdapat pita suara yang harus berada dalam posisi

terbuka,melalui rongga mulut atau rongga hidung,udara diteruskan ke udara

bebas.

8.7 Tulisan Fonetik

Tulisan fonetik dibuat berdasarkan huruf-huruf dari aksara Latin,

yang ditambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi

terhadap huruf Latin itu. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan

bermakna lain.

8.8 Klasifikasi Bunyi

-          Yang pertama berdasarkan keluarnya udara ada 2 yaitu oral dan nasal

(sengau)

-          Berdasarkan adanya hambatan udara ketika bunyi di lafalkan ada 2 yaitu

vokal dan konsonan

-          Dua vokal yang di ucapakan satu kali hembusan nafas (diftong)

1.4.1 Vokal adalah bunyi yang tidak terhalang contohnya A, I, U, E, O


1.4.2 Konsonan adalah bunyi yang terhalang hurufnya semua huruf abjad

selain A,I,U,E,O

1.4.3 Diftong disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika

memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak

sama, ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah

yang bergerak serta strukturnya. Namun yang dihasilkan bukan dua buah

bunyi melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silakel

contohnya AI,OI, AU.

8.9 Unsur Suprasegmental

Unsur suprasegmental adalah unsur yang menemani dan memengaruhi

bunyi bahasa dan bukan bunyi sejati. Unsur suprasegmental disebut pula

prosodi. Didalam unsur suprasegmental terdiri atas tekanan, nada, dan jeda.

8.9.1Tekanan

Tekanan atau stres menyangkut masalah keras lemah nya bunyi.

Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat

sehingga menyebabkan amplitudonya menyebar, pasti diberangi dengan

tekanan keras.

Sebaliknya,sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang

tidak kuat, sehingga amplitudonya menyempit pasti di seberangi dengan

tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis; migkin juga

telah berpola,mungkin juga bersifat disningtif artinya dapat membedakan

makna tapi juga bisa tidak. Dalam bahasa indonesia tekanan dapat

membedakan makna.
8.9.2 Nada

Nada atau pitch berkenaan dangan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu

bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan

disertai nada yang tingggi

.Sebaliknya,bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran

yang rendah, maka nada yang menyertanya akan rendah.

Dalam bahasa tradisional Thai dan bahasa Vietnam nada bersifat fonemis,

artinya dapat membedakan makna kata. Dalam bahasa Tonal,biasanya

dikenal ada lima macam nada, yaitu:

a)   Nada naik atau nada meninggi yang biasanya diberi tanda garis ke

atas( )

b) Nada datar yang biasanya diberi tanda garis lurus mendatar ( ͞ ).

c)   Nada turun atau merendah yang biasanya diberi tanda garis menurun( ).

d)  Nada turun naik yakni nada yang merendah lalu meninggi. Biasanya

diberi tanda garis sebagai (۷).

e)   Nada naik turun yaitu nada yang biasanya meninggi lalu merendah

biasanya diberi tanda garis (۸).

Sama dengan tekanan,dalam bahasa indonesia nada juga tidak “bekerja”pada

tingkat sintaksis, karena dapat membedakan makna kalimat.

Variasi nada yang mfnyertai unsur segmental dalam kalimat disebut intonasi,

yang biasanya dibedakan menjadi empat yaitu:

a).   Nada rendah, di tandai dengan angka 1

b).   Nada sedang, ditandai dengan angka 2


c).    Nada tinggi, ditandai dengan angka 4

8.9.3 Jeda

Jeda atau perhentian berkenaan dengan hentian bunyi arus dalam arus

ujaran. Disebut jeda karena adanya perhentian itu, diebut persendian karena

di tempat perhentian itulah terjadinya sambungan antara dua segmen ujaran.

Jeda ini dapat bersifat penuh atau bersifat sementara, buiasanya dibedakan

adanya sendi dalam(internal juncture) dan senda luar (open juncture).

Sendi dalam menunjukan batas antara atu silabel dengan silabel

lainnya. Silabel dalam ini menjasi batas silabel biasanya ditansai sengan

tanda (+).

Contoh:

[am+bil]

[lak+sa+na]

[ke+le+la+war]

Sendi luar menunjuklan batas yang lebih besar dari silabel.Dalam hal ini

biasanya dibedakan adanya:

a.       Jeda antar kata dalam frase,ditandai dengan garis miring tunggal ( / )

b.      Jeda antarfrase dalam klausa,ditandai dengan garis miring ganda ( // )

c.       Jeda antarkalimat dalam wacana/paragraf,ditandai dengan garis silang

ganda (#)

Tekanan dan jeda dalam bahasa indonesia sangat penting karena tekanan

dan jeda itu dapat merbah makna kalimat. Contoh:

#buku//sejarah/baru#
#buku/sejarah//baru#

Kalimat pertama bermakna ‘buku mengenai sejarah buku’;sedangkan kalimat

kedua bermakna ‘buku baru mengenai sejarah’.

     8.10 Silabel

Silabel atau suku kata itu adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu

urus ujaran atau runtunan bunyi ujaran. Satu silabel biasanya meliputi satu

vokal dan satu konsonan atau lebih.Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai

puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal.

Kenyaringan atau sonoritas, yang menjadi puncak silabel, terjadi karena

adanya ruang resonasia berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-

rongga lain, didalam kepala dan dada.

Bunyi yang paling banyak menggunakan ruang resonasi itu adalah

bunyi vokal. Karena itulah, yang dapat disebut bunyi silabis atau punyak

silabis adalah bunyi vokal.

8.1.1 Pola Suku Kata

Pola suku kata Bahasa Indonesia sebagai berikut :

1. V                   : a pada kata adik.

2. VK                : an pada kata anda.

3. KV                : bu pada kata ibu.

4. KVK             : duk pada kata duduk.

5. KKV             : tra pada kata putra.

6. KKKV          : stra pada kata strata.


7. KKVK          : trak pada kata kontrak.

8. KKKVK       : struk pada kata struktur.

9. VKK             : eks pada kata eksploitasi.

10. KVKK          : teks pada akta konteks.

11. KKVKK       : pleks pada kata kompleks.

12. VKKK          : arts pada kata arts.

13. KVKKK       : korps pada kata korps.

14.  Suku kata adalah penggalan-penggalan bunyi dari kata dalam satu ketuka

atau satu hembusan nafas. Kata rumah akan diucapkan ru dan mah, kata

berenang akan diucapkan be, re, dan nang jika kedua kata itu diucapkan

dengan cara sepenggal- sepenggal.

15.  Setiap ka ta dalam bahasa Indonesi memiliki suku kata yg berbeda-beda.

16.  1). Terdiri dari satu suku kata, contoh: cat, bor, bom, lap, dan lain-lain.

2). Terdiri dari dua suku kata, contoh: pa-gi, ru-mah, a-ku, ka-mu, dll

3). Terdiri dari tiga suku kata, contoh: me-re-ka, ke-ma-ri, sa-ra-

pan,dll

4). Terdiri dari empat suku kata, contoh: tu-na-wis-ma, da-sa-war-sa,

dll

5). Terdiri dari lima suku kata, contoh: pra-mu-ni-a-ga, dar-ma-wi-sa-

ta.

17.  1). Pola KV (konsonan vokal), contoh: sa-ku, se-la-ma, se-pa-tu, dll
2). Pola VK, contoh: an-da, am-pun, dan lain-lain.

3). Pola KVK, contoh: lak-sa-na, pe-rak, dan lainnya.

4). Pola KKV, contoh: pra-mu-ga-ri.

5). Pola KKVK, contoh: ben-trok.

6). Pola KKKVK, contoh: struk-tur.

18.  Jika suku kata berahir dengan vokal, maka disebut suku buka. Dan jika

berahir dengan konsonan disebut suku tutup.

Aturan pemenggalan atau penyukuan kata:

1). Jika dua vokal berada di tengah kata, maka pemenggalan diantara dua

vokal, contoh: main dipenggal ma-in.

2). Jika konsonan diapit dua pokal seperti kata anak, barang, maka

pemenggalan sebelum hurup konsonan, contaoh: a-nak, ba-rang.

3). Jika dua konsonan berurutan di tengah kata, pemenggalan dilakukan

diantara dua konsonan, contoh: sanjung menjadi san-jung..

BAB-9

FONEM

Fonem adalah satuan bunyi terkecil dalam sebuah bahasa yang dapat

membedakan makna. Diantara bunyi-bunyi bahasa ada yang disebut fonem,

artinya tidak semua bunyi bahasa yang terdapat dalam sebuah bahasa

termasuk dalam fonem bahasa itu. Untuk mengetahui suatu fonem harus

diperlukan pasangan minimal. Yang dimaksud dengan pasangan minimal

adalah bentuk-bentuk bahasa yang secara ideal sama, kecuali satu bunyi yang
tidak sama. Bila terdapat di dalam pasangan minimal, dengan segara terlihat

bahwa bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip akan merupakan fonem-fonem

yang berbeda.

Contoh:

(tiri) dan (diri), (acar) dan (ajar), (laku) dan (lagu)

Bunyi-bunyi yang ada dalam fonem itu menunjukkan fonem-fonem yang

berlainan.

9.1 Alofon

Alofon adalah variasi fonem karena pengaruh lingkungan suku kata.

Contoh: simpul-simpulan. Fonem /u/ pada kata [simpul] berada pada

lingkungan suku tertutup dan fonem /u/ pada kata [simpulan] berada pada

lingkungan suku terbuka. Jadi, fonem /u/ mempunyai dua alofon, yaitu [u]

dan (u)

9.2 Klasifikasi Fonem

Fonem dalam bahasa Indonesia terdiri atas vocal dan konsonan.

Fonem dapat dibedakan atas fonem segmental dan fonem suprasegmental.

Fonem segmental atau fonem primer ialah fonem yang dapat dipisahkan dan

dibedakan atas fonem vocal dan fonem konsonan. Fonem suprasegmental

atau fonem sekunder ialah fonem yang menyertai fonem segmental, yakni

tekanan, nada, panjang, dan jeda.

9.3 Khazana fonem


Khazana fonem ini pada pokoknya adalah gambaran atau daftar dari

fonem-fonem, dengan symbol tertentu yang telah dipilih-biasanya

didasarkan kepada pertimbangan fonetik untuk masing-masing fonem. Jadi

orang dapat menggambarkan fonem-fonem bahasa Yahudi ‘Grodno’. Fonem-

fonem ini dapat secara ‘alamiah’ ditunjukkan dengan symbol-simbol yang

telah dipilih: yaitu hubungan antara symbol dan realisasi fonetik bersifat

non-arbitrer. Oleh karena itu akan mengharap bentuk yang secara

fonemikal/harts/menjadi secara fonetikal [kIʄk€].

9.4 Perubahan Fonem

Perubahan fonem bahasa Indonesia dapat terjadi karena pengucapan

bunyi ujaran memiliki pengaruh timbal balik antara fonem yang satu dengan

yang lain.

Macam-macam perubahan fonem antara lain:

9.4.1 Asimilasi

Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain

sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya, sehingga bunyi itu

menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang

mempengaruhinya. Umpamanya, kata sabtu dalam bahasa Indonesia lazim di

ucapkan saptu dimana terlihat bunyi /b/ berubah menjadi /p/ sebagai akibat

pengaruh bunyi /t/

Menurut pengaruhnya terhadap fonem, asimilasi dibagi menjadi dua yaitu :

 fonemis, yang menyebabkan berubahnya identitas suatu fonem.


 fonetis, yang tidak menyebabkan perubahan identitas suatu fonem.

Menurut letak bunyi yang diubah, asimilasi dibagi tiga yaitu :

 progresif, jika bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang

memengaruhinya, contoh : mit der Frau dalam bahasa jerman yang di

ucapkan mit ter frau.

 regresif, jika bunyi yang diubah terletak di depan contoh : op de weg

dalam bahasa belanda yang di ucapkan ob de weg.

 resiprokal, jika perubahan terjadi pada kedua bunyi yang saling

memengaruhi contoh : bereng hamu dalam bahasa batak toba yang di

ucapkan berek kamu.

9.4.2 Disimilasi

Disimilasi adalah proses yang mengakibatkan dua bunyi yang sama menjadi

tidak sama.

Disimilasi dibagi menjadi dua, yaitu

1.Disimilasi sinkronis

Disimilasi sinkronis yaitu disimilasi yang menekankan pada

kesejajaran pengucapan fonem agar tidak berbunyi bertumpuk. Misalnya:

ber+ajar = berajar, tetapi terdapat penumpukan fonem r sehingga diubah

menjadi belajar. Contoh lain yaitu ber+cermin --> becermin, ter+cermin -->

tecermin, dll. Sedangkan

2. Disimilasi diakronis
yaitu disimilasi yang berkenaan dengan pendekatan terhadap bahasa

dengan melihat perkembangan sepanjang waktu. Misalnya: kata "cipta"

berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu "citta". Tetapi fonem "tt" pada kata citta

berubah menjadi "pt" sehingga menjadi kata "cipta".

9.4.3 Netralisasi

`Netralisasi adalah alternasi fonem akibat pengaruh lingkungan atau

pembatalan perbedaan minimal fonem pada posisi tertentu. Alternasi fonem

adalah perubahan fonem menjadi fonem lain tanpa membedakan makna.

Misalnya kata jilid tidak dilafalkan dengan /d/ pada akhir kata, melainkan

dengan /t/. tetapi tambahan imbuhan pada akhir kata menyebabkan /d/ itu

kembali umpamanya dalam kata penjilidan.

9.4.4 Arkifonem

Dalam bahasa indonesia ada kata jawab yang di ucapkan /jawap/ atau

/jawab/; tetapi bila di beri akhiran –an bentuknya menjadi jawaban. Jadi di

sini ada arkifonem /B/, yang realisasinya bias menjadi /b/ atau /t/

9.4.5 Umlaut

Umlaut barasal dari bahasa Jerman, dalam studi fonologi umlaut artinya

perubahan vocal sedemikian rupa sehingga vokal itu di ubah menjadi vocal

yang lebih tinggi sebagai akibat dari vocal yang berikutnya yang tinggi. Dalam

bahasa jawa umlaut adalah rubahnya bunyi pada akhir suku kata karena

adanya imbuhan tertentu. Umlaut juga disebut sebagai harmoni vokal.

Contohnya dalam bahasa jawa adalah bunyi [u] dan [I] yang termasuk bunyi
renggang, tetapi setelah diberi imbuhan –e menjadi bunyi kencang, yaitu

suara [i] dan [u].

cont0h : [pirin] + -e

[timun] + -e

9.4.6 Ablaut

Ablaut adalah perubahan vokal bukan hanya terbatas pada peninggian vokal

akibat pengaruh bunyi berikutnya dan bukan pula terbatas hanya pada

peninggian bunyi tetapi juga pada pemanjangan , pemendekan dan

penghilangan vokal.

Contohnya dalam Bahasa jawa adalah kata garing [garin] artinya

kering, tapi biasa keringnya, tapi apabila pengucapanya garing berarti

maknanya sangat kering, atau kering sekali.

9.4.7 Harmoni vokal

Harmoni vokal berasal dari bahasa Turki, dalam bahasa Turki harmoni vocal

itu berlangsung dari kiri ke kanan,atau dari silabel yang mendahului kea rah

silabel yang menyusul. Sebaliknya, ada pula harmoni vocal dari kanan ke kiri.

9.4.8 Kontraksi

Dalam percakapan yang cepat atau dalam situasi informal seringkali penutur

menyingkat atau memperpendek ujaranya. Dalam pemendekan seperti ini,

yang dapat berupa hilangnya sebuah fonem atau lebih,ada yang berupa

kontraksi.

Contohnya adalah kata dalam bahasa Jawa ora weruh diucapkan menjadi ra

ruh.
9.4.9 Metatesis Dan Epentesis

Proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain,

melainkan mengubah arutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.

. Contoh epentesis dalam bahasa Jawa adalah sebagai berikut.

Akasa = angkasa

Upama = umpama

9.5 Fonem Dan Grafem

o   Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau

dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan apakah suatu bunyi

berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya.

o   Alofon merupakan realisasi sebuah fonem. Alofon dapat

dilambangkan dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik yaitu penulisan

pengubahan menurut bunyi, dan tandanya.

o   Grafem merupakan pelambangan fonem ke dalam transkripsi

ortografis, yaitu penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem ejaan

yang berlaku pada suatu bahasa, atau penulisan menurut huruf dan ejaan

suatu bahasa.

Fonem/ᵑ/,/ñ /,/x/,dan/Š/masing-masing dilambangka ndengan

<ng>,<ny>,<kh>,dan <sy>

Contoh :

/Meƞaƞa/ : <menganga>

/ñ añ i/ : <nyanyi>

/maxluk/ : <makhluk>
/Šarat/ : <syarat>

2.      Fonem /e/ dan /Ə/dilambangkan<e>

Contoh :

/sate/ : <sate>

/ide/ : <ide>

/mƏnang/ :<menang>

/bƏrat/ :<berat>

Walaupun demikian,EYD yang digunakan sekarang ini sudah

berusaha untuk mengurangi kelemahan ejaan sebelumnya.Ejaan van

ophuijsen (dipakaitahun 1901-1947) dan ejaan Suwandi (dipakai

tahun1947-1972) lebih banyak kelemahannya.

Padaejaan van ophuijsen :

1.      Fonem /u/,/j/,/c/,/ƞ/,/ñ /,/Š/, dilambangkanduahuruf :

<oe>,<dj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>

Contoh :

/untuk/ : <oentoe’>

/jƏjak/ :<djedja’>

/cacat/ :<tjatjat>

/mƏƞaƞa/ :<menganga>

/ñ añ i/ :<njanji>

/maxluk/ :<machlu’>

/Šarat/ :<sjarat>

2.      Fonem /k/ dilambangkan<’>


Contoh:

/tidak/ <tida’>

/maxluk/ <machlu’>

/yakni/ <ja’ni>

3.      Fonem/e/ dan /Ə/ dilambangkan /e/.

Contoh:

/sate/ <sate>

/ide/ <ide>

/mƏnang/ <menang>

/bƏrat/ <berat>j

PadaEjaanSuwandi :

1)      Fonem/j/ , / c / , /ƞ/,/ñ /,/x/,dan/s/

dilambangkan<dj>,<tj>,<ng>,<nj>,<ch>,<sj>

Contoh :

/jƏjak/ /djedjak/

/cacat/ /tjatjat/

/meƞaƞa/ /menganga/

/ñ añ i/ <njanji>

/maxluk/ <machluk>

/Šarat/ <sjarat>

2)      Fonem /e/ dan/Ə/ dilambangkan<e>

Contoh :
/sate/ <sate>

/ide/ <ide>

/mƏnang/ <menang>

/bƏrat/ <berat>

3)      Fonem/f/,/v/,/z/ belumdiakuisebagaifonembahasa Indonesia sehingga

Dalam penerapannya disesuaikan kelambang-lambang yang mirip ,yaitu<p>

(untuk /f/dan /v/)dan<j> (untuk /z/).

Anda mungkin juga menyukai