Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH BAHASA INDONESIA

FONEM

DISUSUN OLEH :
Kelas 2F (S1 Farmasi)

Kelompok:

1. Fidelis Haryanto Simanulang (2201011282)


2. Hera Septiandra (2201011232)
3. Mawaddah (2201011240)
4. Tengku Amalia Sri Intan Rizky (2201011246)
5. Tiara Febrisa (2201011249)
6. Vivie Shabrina (2201011254)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Unsur bahasa yang terkecil berupa lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dikenal dengan artikulasi. Dalam
bentuk tertulisnya disebut huruf. Cara mengucapkan lambang-lambang bunyi ini disebut
dengan lafal. Jadi lafal adalah cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam
mengucapkan lambing – lambing bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya. Tidak ada
pedoman khusus yang mengatur ucapan atau lafal ini seperti
bagaimana diaturnya sistem tata tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis
bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Lafal sering dipengaruhi oleh
bahasa daerah mengingat pemakai bahasa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing. Bahasa
daerah ini merupakan bahasa Ibu yang sulit untuk dihilangkan sehingga
saat menggunakan bahasa Indonesia sering dalam pengucapan diwarnai
oleh unsur bahasa daerahnya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian fonem dan contohnya?
2. Bagaimana fonem dalam bahasa Indonesia beserta wujudnya?
3. Bagaimana peranan alat ucap penghasil ujaran?
4. Apa pengertian vokal dan konsonan di Indonesia?
5. Ejaan apa saja yang pernah berlaku di Indonesia?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian fonem dan contohnya
2. Untuk mengetahui fonem dalam bahasa Indonesia beserta wujudnya
3. Untuk mengetahui peranan alat ucap penghasil ujaran
4. Untuk mengetahui pengertian vokal dan konsonan di Indonesia
5. Untuk mengetahui ejaan yang pernah berlaku di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Fonem Beserta Contohnya


Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti atau makna
(Gleason,1961: 9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunyi bahasa, baik segmental
maupun suprasegmental apabila terbukti dapat membedakan arti dapat disebut fonem.

Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang sama untuk menjadi fonem. Namun,
tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu harus diuji dengan beberapa
pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri fonem, dan watak fonem berasal dari
bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem sama dengan jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat
jarang terjadi. Pada umumnya fonem suatu bahasa lebih sedikit daripada jumlah bunyi suatu
bahasa.

Contoh:
 Pada pasangan kata bahasa Jawa pala dan bala. Kedua kata itu mempunyai makna yang
berbeda karena adanya perbedaan bunyi pada awal kata, yaitu bunyi [p] dan [b]. Kata
pertama berarti ‘buah pala’, sedangkan kata kedua berarti ‘teman’. Kedua bunyi itu
merupakan fonem yang berbeda dan masin-masing ditulis sebagai /p/ dan /b/.
 Pada pasangan kata kaki dan kaku. Kedua kata itu mempunyai makna yang berbeda
karena adanya perbedaan bunyi pada akhir kata, yaitu bunyi [i] dan [u]. Kata pertama
berarti ‘anggota gerak bagian bawah’, sedangkan kata kedua berarti ‘keras/tidak ealstis’.
Kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masin-masing ditulis sebagai /i/ dan
/u/.

2.2. Fonem dalam Bahasa Indonesia Beserta Wujudnya


Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat membedakan arti. Ilmu yang
mempelajari tentang fonem disebut fonemik. Fonemik merupakan bagian dari fonologi.
Fonologi ini khusus mempelajari bunyi bahasa. Untuk mengetahui suatu fonem harus
diperlukan pasangan minimal.
Berdasarkan ada tidaknya rintangan terhadap arus udara, bunyi bahasa dapat
dibedakan menjadi dua kelompok: vokal dan konsonan.

Vokal adalah bunyi bahasa yang arus udaranya tidak mengalami rintangan dan kualitasnya
ditentukan oleh tiga faktor:

 tinggi-rendahnya posisi lidah (tinggi, sedang, rendah)


 bagian lidah yang dinaikkan (depan, tengah, belakang)
 bentuk bibir pada pembentukan vokal itu (normal, bundar, lebar/terentang)

Vokal dibagi menjadi dua, yaitu


 vokal tunggal (monoftong) yang meliputi a, i, u, e, o
 vokal rangkap (diftong), yang meliputi ai, au, oi.

Konsonan adalah bunyi bahasa yang arus udaranya mengalami rintangan dan kualitasnya
ditentukan oleh tiga faktor:

 keadaan pita suara (merapat atau merenggang - bersuara atau tak bersuara)
 penyentuhan atau pendekatan berbagai alat ucap/artikulator (bibir, gigi, gusi, lidah,
langit-langit)
 cara alat ucap tersebut bersentuhan/berdekatan

Contoh konsonan antara lain b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z.


Konsonan rangkap disebut kluster. Contoh kluster pada kata drama, tradisi, film, modern.

2.3. Peranan Alat Ucap Penghasil Ujaran

Artikulator adalah alat ucap yang bersentuhan atau yang didekatkan untuk
membentuk bunyi bahasa.

Daerah artiulasi adalah daerah pertemuan antara dua artikulator. Macamnya:

 Bilabial - bibir atas dan bibir bawah (kedua bibir terkatup), mis.: [p], [b], [m]
 Labiodental - bibir bawah dan ujung gigi atas, mis.: [f]
 Alveolar - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gusi, mis.: [t], [d], [s]
 Dental - ujung/daun lidah menyentuh/mendekati gigi depan atas
 Palatal - depan lidah menyentuh langit-langit keras, mis.: [c], [j], [y]
 Velar - belakang lidah menempel/mendekati langit-langit lunak, mis.: [k], [g]
 Glotal (hamzah) - pita suara didekatkan cukup rapat sehingga arus udara dari paru-
paru tertahan, mis.: bunyi yang memisahkan bunyi [a] pertama dan [a] kedua pada
kata saat

Cara artikulasi adalah cara artikulator menyentuh atau mendekati daerah artikulasi.
Macamnya:

 Bunyi hambat - kedua bibir terkatup, saluran ke rongga hidung tertutup, kemudian
katup bibir dibuka tiba-tiba. Mis.: [p] dan [b]
 Bunyi semi-hambat - kedua bibir terkatup, udara dikeluarkan melalui rongga hidung.
Mis.: [m]
 Bunyi frikatif - arus udara dikeluarkan melalui saluran sempit sehingga terdengar
bunyi berisik (desis). Mis.: [f] dan [s]
 Bunyi lateral - ujung lidah bersentuhan dengan gusi dan udara keluar melalui
samping lidah. Mis.: [l]
 Bunyi getar - ujung lidah menyentuh tempat yang sama berulang-ulang. Mis.: [r]

2.4. Pengertian Vokal dan Konsonan di Bahasa Indonesia

Vokal Konsonan
 Bunyi yang tidak  Bunyi yang dibentuk dengan menghambat
disertai hambatan arus udara pada sebagian alat bicara.
pada alat bicara.  Terdapat artikulasi.
Hambatan hanya  Konsonan bersuara adalah konsonan
terdapat pada pita yang dihasilkan dengan bergetarnya
suara. pita suara. Konsonan tidak bersuara
 Tidak terdapat adalah konsonan yang dihasilkan tanpa
artikulasi bergetarnya pita suara.
 Semua vocal
dihasilkan dengan
bergetarnya pita
suara.
 Dengan demikian,
semua vokal
adalah bunyi suara.

2.4.1. Bunyi Huruf Vokal

Bunyi vokal dibedakan berdasarkan posisi tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak, struktur, dan bentuk bibir. Dengan demikian, bunyi vokal tidak dibedakan
berdasarkan posisi artikulatornya karena pada bunyi vokal tidak terdapat artikulasi.
Klasifikasi vokal sebagai berikut :

1. Vokal berdasarkan tinggi rendahnya posisi lidah.


Vokal Tinggi = [ i ], [ I ], [ u ], [ U ]
Vokal Madya = [ e ], [ e ], [ o ], [ c ]
Vokal Rendah = [ a ]

2. Vokal berdasarkan bagian lidah (depan, tengah, belakang) yang bergerak (gerak naik
turunnya lidah).
Vokal Depan = [ i ], [ I ], [ e ], [ a ]
Vokal Tengah = [ a ]
Vokal Belakang = [ o ], [ c ], [ u ], [ U ]

3. Vokal berdasarkan posisi strukturnya


Struktur adalah keadaan hubungan posisional artikulator aktif dan artikulator pasif.
Artikulator aktif adalah alat ucap yang bergerak menuju alat ucap yang lain saat
membentuk bunyi bahasa. Artikulator pasif adalah alat ucap yang dituju oleh artikulator
aktif saat membentuk bunyi bahasa.
Dalam bunyi vokal tidak terdapat artikulasi, maka struktur untuk vokal ditentukan
oleh jarak lidah dengan langit-langit. Menurut strukturnya, vokal dapat dibedakan seperti
uraian berikut:
a. Vokal tertutup (close vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat
setinggi mungkin mendekati langit-langit. Vokal tertutup antara lain [ i ], [ u ].
b. Vokal semitertutup (half-close) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat
dalam ketinggian sepertiga di bawah tertutup atau dua per tiga di atas vokal terbuka.
Vokal semitertutup antara lain [ e ], [ o ], [ I ], [ U ]
c. Vokal semiterbuka (half-open) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah diangkat dalam
ketinggian sepertiga di atas terbuka atau dua per tiga di bawah vokal tertutup. Vokal
semiterbuka antara lain [ a ], [ c ].
d. Vokal terbuka (open vowels) yaitu vokal yang dibentuk dengan lidah dalam posisi
serendah mungkin. Vokal terbuka adalah [ a ].

4. Vokal berdasarkan bentuk bibir saat vokal diucapkan.


 Vokal tidak bulat/unrounded vowels (bibir tidak bulat dan terbentang lebar) = [ i ],
[ I ], [ e ], [ e ]
 Vokal netral/neutral vowels (bibir tidak bulat dan tidak terbentang lebar) = [a]
 Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Terbuka bulat = [ c ]
 Vokal bulat/rounded vowels (bibir bulat) Tertutup bulat = [ o ], [ u ], [ U ]

2.4.2. Bunyi Huruf Konsonan


Klasifikasi konsonan berdasarkan cara pengucapan atau cara artikulasi
, sebagai berikut :
1. Konsonan Hambat Letup (Stops, Plosives)
Konsonan hambat letup ialah konsonan yang terjadi dengan hambatan penuh arus
udara. Kemudian, hambatan itu dilepaskan secara tiba-tiba. Berdasarkan tempat
artikulasi, konsonan hambat letup dibedakan seperti berikut.
a. Konsonan hambat letup bilabial. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir
bawah dan artikulator pasifnya bibir atas. Bunyi yang dihasilkan [ p, b ].
b. Konsonan hambat letup apiko-dental. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya
ujung lidah dan artikulator pasifnya gigi atas. Bunyi yang dihasilkan [ t, d ].
c. Konsonan hambat letup apiko-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya
ujung lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras (langit-langit atas). Bunyi yang
dihasilkan [ t , d ]. [ t ] ditulis th sedangkan [ d ] ditulis dh.
d. Konsonan hambat letup medio-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya
tengah lidah dan artikulator pasifnya langitlangit keras. Bunyi yang dihasilkan [ c, j ].
e. Konsonan hambat letup dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya
pangkal lidah dan artikulator pasifnya langitlangit lunak (langit-langit bawah). Bunyi
yang dihasilkan [ k, g ].
f. Konsonan hamzah. Konsonan ini terjadi dengan menekan rapat yang satu terhadap
yang lain pada seluruh pita suara, langit-langit lunak beserta anak tekak di tekan ke atas
sehingga arus udara terhambat beberapa saat.
2. Konsonan Nasal (Sengau)
Konsonan nasal (sengau) ialah konsonan yang dibentuk dengan menghambat rapat
(menutup) jalan udara dari paru-paru melalui rongga hidung. Bersama dengan itu
langit-langit lunak beserta anak tekaknya diturunkan sehingga udara keluar melalui
rongga hidung. Berdasarkan tempat artikulasinya, konsonan nasal dibedakan sebagai
berikut:
a. Konsonan nasal bilabial. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah
dan artikulator pasifnya bibir atas. Nasal yang dihasilkan [ m ].
b. Konsonan nasal medio-palatal. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah
lidah dan artikulator pasifnya langit-langit keras. Nasal yang dihasilkan ialah [ ñ ].
c. Konsonan nasal apiko-alveolar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya ujung
lidah dan artikulator pasifnya gusi. Nasal yang dihasilkan ialah [ n ].
d. Konsonan nasal dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal
lidah dan artikulator pasifnya langit-langit lunak. Nasal yang diberikan [ h ].
3. Konsonan Paduan ( i tes)
Konsonan paduan adalah konsonan hambat jenis khusus. Tempat artikulasinya ialah
ujung lidah dan gusi belakang. Bunyi yang dihasilkan [ts , d5]. Bunyi [ ts ] ditulis ch
sedangkan bunyi [d5] ditulis dg.
4. Konsonan Sampingan ( te ls)
Konsonan sampingan dibentuk dengan menutup arus udara di tengah rongga mulut
sehingga udara keluar melalui kedua samping atau sebuah samping saja. Tempat
artikulasinya ujung lidah dengan gusi. Bunyi yang dihasilkan [ I ].
5. Konsonan Geseran atau Frikatif
Konsonan geseran atau frikatif adalah konsonan yang dibentuk dengan menyempitkan
jalan arus udara yang diembuskan dari paruparu, sehingga jalan udara terhalang dan
keluar dengan bergeser. Menurut artikulasinya, konsonan geseran dibedakan sebagai
berikut:
a. Konsonan geseran labio-dental. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir
bawah dan artikulator pasifnya gigi atas. Bunyi yang dihasilkan [ f , v ].
b. Konsonan geseran lamino-alveolar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya
daun lidah (lidah bagian samping) dan ujung lidah sedangkan artikulator pasifnya gusi.
Bunyi yang dihasilkan [ s , z ].
c. Konsonan geseran dorso-velar. Konsonan ini terjadi jika artikulator aktifnya pangkal
lidah dan artikulator pasifnya langit-langit lunak. Bunyi yang dihasilkan [ x ].
d. Konsonan geseran laringal. Konsonan ini terjadi jika artikulatornya sepasang pita
suara dan glotis dalam keadaan terbuka. Bunyi yang dihasilkan [ h ].
6. Konsonan Getar ( ills, i ts)
Konsonan getar ialah konsonan yang dibentuk dengan menghambat jalan arus udara
yang diembuskan dari paru-paru secara berulang-ulang dan cepat. Menurut tempat
artikulasinya konsonan getar dinamai konsonan getar apiko-alveolar. Konsonan ini
terjadi jika artikulator aktif yang menyebabkan proses menggetar adalah ujung lidah
dan artikulator pasifnya gusi. Bunyi yang dihasilkan [ r ].
7. Semivokal
Bunyi semivokal termasuk konsonan. Hubungan antarpenghambat dalam mengucapkan
semivokal adalah renggang terbentang atau renggang lebar. Berdasarkan hambatannya,
ada dua jenis semivokal sebagai berikut.
a. Semivokal bilabial, semivokal ini terjadi jika artikulator aktifnya bibir bawah dan
artikulator pasif adalah bibir atas. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi [ w ].
b. Semivokal medio-palatal, semivokal ini terjadi jika artikulator aktifnya tengah lidah
dan artikulator pasifnya langit-langit keras. Bunyi yang dihasilkan [ y ].

2.5. Ejaan yang Pernah Berlaku di Indonesia


2.5.1. Ejaan Van Ophuijsen
adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti
oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan
Belanda, antara lain:
 huruf ‘j’ untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.
 huruf ‘oe’ untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.
 tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata
ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf
tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda
sampai saat ini.

2.5.2. Ejaan Republik (edjaan repoeblik)

adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang berlaku sejak 17 Maret 1947.
Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan kala itu. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen
yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

Perbedaan-perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

 huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru.


 bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan
‘k’, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
 kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
 awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan
imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan.

Ejaan Soewandi ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) pada masa menteri Mashuri Saleh. Pada masa jabatannya sebagai
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei 1972 Mashuri mengesahkan penggunaan
Ejaan Yang Disempurnakan dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi.
Sebagai menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama jalan yang
melintas di depan kantor departemennya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi Jl. Cilacap.

2.5.3. Pembaruan ejaan (bahasa Inggris: spelling reform)

adalah tindakan untuk memperbaiki sistem ejaan dengan membuatnya lebih


menggambarkan fonem yang ada dalam suatu bahasa. Sejak awal abad ke-19, lebih dari 31
bahasa modern telah melakukan pembaruan ejaan, kadang secara radikal. Indonesia telah
mengalami beberapa kali pembaruan ejaan dengan yang terakhir berupa pemberlakuan
Ejaan Yang Disempurnakan pada tahun 1972.

2.5.4. Ejaan Melindo

adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama Edjaan
Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan
dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan
dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak
pernah sampai diterapkan.

2.5.5. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

adalah penyempurnaan dari ejaan – ejaan sebelumnya yang merupakan hasil kerja
dari panitia ejaan Bahasa Indonesia yang dibentuk oleh LBK (Lembaga Bahasa dan
Kesusastraan) pada 1966. Ejaan ini diresmikan dalam pidato kenegaraan memperingati
HUT Kemerdekaan RI ke 27, 17 Agustus 1972. Selanjutnya dikukuhkan dalam Surat
Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.

Beberapa penyempurnaan itu diantaranya adalah :

1. Huruf J, DJ, NJ, CH, TJ, SJ pada Ejaan Soewandi diubah menjadi Y, J, NY, KH, C, SY

2. Kata ulang harus ditulis hanya dengan menggunakan tanda hubung. Penggunaan angka 2
diperkenankan hanya pada penulisan cepat atau notula.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Unsur bahasa yang terkecil berupa lambang bunyi ujaran disebut
fonem. Ilmu yang mempelajari fonem disebut fonologi atau fonemik. Fonem
dihasilkan oleh alat ucap manusia yang dikenal dengan artikulasi. Dalam
bentuk tertulisnya disebut huruf. Cara mengucapkan lambang-lambang bunyi ini disebut
dengan lafal. Jadi lafal adalah cara seseorang atau sekelompok penutur bahasa dalam
mengucapkan lambing – lambing bunyi yang dihasilkan oleh alat ucapnya. Tidak ada
pedoman khusus yang mengatur ucapan atau lafal ini seperti
bagaimana diaturnya sistem tata tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis
bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Lafal sering dipengaruhi oleh
bahasa daerah mengingat pemakai bahasa Indonesia terdiri atas berbagai
suku bangsa yang memiliki bahasa daerahnya masing-masing.

3.2. Saran
Mungkin inilah yang dapat disampaikan pada penulisan kelompok ini meskipun
penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita memahami tulisan ini. Masih banyak
kesalahan dari penulisan kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan
dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan kami juga butuh saran/ kritikan
agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai