Anda di halaman 1dari 7

FAKHRUN NISA

13010112130132
SASTRA INDONESIA (C)

UTS TAKE HOME


FONOLOGI BAHASA INDONESIA

1. a) Fonologi secara etimologi berasal dari gabungan kata fone atau fona yang berarti
‘bunyi’ atau bunyi bahasa yang diucapkan oleh manusia dengan alat ucap manusia yang
wajar, dan logi atau logos yang berarti ‘ilmu’. Sebagai sebuah ilmu, fonologi lazim
diartikan sebagai bagian dari kajian linguistik yang mempelajari, membahas,
membicarakan, dan menganalisis bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat-alat ucap
manusia.
b) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fonologi adalah bidang ilmu linguistik yang
menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Jadi, Fonologi Bahasa Indonesia
adalah kajian linguistik yang mempelajari, membahas, membicarakan, dan menganalisis
bunyi-bunyi bahasa Indonesia yang diproduksi oleh alat ucap atau alat bicara manusia.
Dalam Fonologi Bahasa Indonesia, bahasa Indonesialah yang menjadi objek kajian.
Mengkaji bunyi-bunyi bahasa Indonesia sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta
dengan “gabungan” antar bunyi yang membentuk suku kata.
c) Manfaat pembelajaran Fonologi Bahasa Indonesia:
 Untuk mengetahui bahwa ucapan atau bunyi bahasa itu mempunyai variasi.
Contoh: pengucapan /i/ pada kata ‘titik’.
 Untuk mengetahui bahwa variasi bunyi bahasa diikuti dengan perubahan bunyi.
Contoh: pengucapan kata ‘senang’ antara orang Jawa dan orang Batak.
 Sebagai bahan pembelajaran bahasa bagi anak.
 Sebagai patokan pemetaan bahasa.
 Sebagai bahan dalam pemahaman vokal, untuk mengetahui apakah vokal tersebut
bulat atau tidak bulat, bersuara atau tidak bersuara.
 Sebagai bahan dalam pemahaman konsonan, termasuk jenis apakah konsonan
tersebut.
d) Sub cabang fonologi dalam pembelajaran bahasa Indonesia:
1) Fonetik
Fonetik (phonetics) ialah cabang kajian fonologi yang menyelidiki bunyi-bunyi
bahasa tanpa melihat fungsi bunyi itu sebagai pembeda makna dalam suatu
bahasa atau tanpa melihat apakah bunyi-bunyi itu dapat membedakan makna kata
atau tidak. Fonetik ini berhubungan dengan alat ucap, atau secara sederhana,
fonetik adalah ilmu yang mempelajari bunyi bahasa itu diucapkan oleh alat ucap
yang mana.
Contoh dari objek kajian fonetik adalah bunyi /i/ pada kata [tani] dan kata [batik]
adalah tidak sama.
Berdasarkan dimana beradanya bunyi bahasa itu sewaktu dikaji, fonetik
dibedakan menjadi tiga macam, yakni, fonetik artikulatoris, fonetik akustik dan
fonetik auditoris.
2) Fonemik
Fonemik adalah cabang kajian fonologi yang mengkaji bunyi-bunyi bahasa
dengan memperhatikan fungsinya sebagai pembeda makna (kata). Atau juga dapat
diartikan sebagai bagian dari fonologi yang mempelajari bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil yakni fonem. Fonemik berhubungan dengan bunyi bahasa itu
bermakna atau tidak.
Contoh dari objek kajian fonemik adalah bunyi /b/ dan /p/ pada kata [kabur] dan
[kapur] berbeda sehingga menyebabkan kedua kata itu memiliki makna yang
tidak sama.

2. a) Proses pembunyian atau proses memproduksi bunyi secara garis besar dapat dibagi
menjadi empat, yaitu:
a. Proses mengalirnya udara
b. Proses fonasi
c. Proses artikulasi
d. Proses oro-nasal
Atau secara lebih sederhana proses pembunyian dimulai dengan kesenyapan awal udara
masuk (ingresi), lewat paru-paru dan diakhiri dengan kesenyapan akhir udara keluar
(regresi).
Penjelasan: Udara dihisap ke dalam paru-paru dan dihembuskan keluar bersama-sama
waktu sedang bernafas. Tempat atau alat bicara yang dilewati antara lain: batang
tenggorok, pangkal tenggorok, kerongkongan, rongga mulut, dan rongga hidung. Ketika
udara dikeluarkan melalui rongga mulut disebut oro atau oral, dan ketika udara
dikeluarkan melalui rongga hidung disebut nasal.
Dalam proses memproduksi bunyi bahasa dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu:
 Komponen subglotal. Komponen ini terdiri dari paru-paru, saluran bronkial, saluran
pernafasan (trakea), otot-otot paru-paru, dan rongga dada. Fungsi utama komponen
ini adalah “memberi” arus udara yang merupakan syarat mutlak untuk terjadinya
bunyi bahasa.
 Komponen laring. Komponen ini merupakan kotak yang terbentuk dari tulang rawan
yang beebentuk lingkaran. Di dalamnya terdapat pita suara. Laring berfungsi sebagai
klep yang mengatur arus udara antara paru-paru, mulut dan hidung.
 Komponen supraglotal. Adalah alat-alat ucap yang berada di dalam rongga mulut dan
rongga hidung baik yang menjadi artikulator aktif maupun yang menjadi artikulator
pasif.
b) Pengucapan vokal dan konsonan relatif berbeda saat pengucapan khususnya di rongga
mulut adalah ada tidaknya hambatan ketika udara keluar.
 Vokal adalah bunyi bahasa yang dihasilkan dengan cara, setelah arus udara keluar
dari glotis (celah pita suara), lalu arus ujar hanya “diganggu” atau diubah oleh
posisi lidah dan bentuk mulut. Jadi, tidak ada hambatan pada alat bicara, hambatan
hanya terjadi pada pita suara. Karena vokal dihasilkan dengan hambatan pita suara,
maka pita suara bergetar. Glotis dalam keadaan tertutup, tetapi tidak rapat sekali.
Dengan demikian semua vokal adalah bunyi bersuara. Vokal merupakan segmen
yang paling nyaring. Contoh: bunyi /i/, /u/, /a/.
 Konsonan adalah bunyi bahasa yang terjadi setelah arus ujar melewati pita suara
diteruskan ke rongga mulut dengan mendapat hambatan dari artikulator aktif da
artikulator pasif. Jadi, ada hambatan pada alat bicara. Bila disertai dengan
bergetarnya pita suara maka yang terbentuk adalah bunyi konsonan bersuara. Jika
tidak disertai dengan bergetarnya pita suara dan glotis dalam keadaan terbuka,
maka bunyi yang dihasilkan adalah konsonan tak bersuara. Konsonan mempunyai
tingkat kenyaringan yang rendah. Contoh: bunyi /b/ yang mendapat hambatan pada
kedua bibir dan bunyi /d/ yang mendapat hambatan pada ujung lidah dan gigi atas.

3. Vokal dapat diklasifikasikan berdasarkan tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak, struktur, dan bentuk bibir.
a) Tinggi rendahnya lidah
Berdasarkan tinggi rendahnya lidah maka vokal dapat dibagi atas:
a)) Vokal tinggi, misalnya: [i, u]
b)) Vokal madya, misalnya: [e, o]
c)) Vokal rendah, misalnya: [a]
b) Bagian lidah yang bergerak
Berdasarkan bagian lidah yang bergerak vokal dapat dibedakan menjadi:
a)) Vokal depan, misalnya: [i, e, a]
b)) Vokal tengah
c)) Vokal belakang, misalnya: [u, a]
c) Struktur
Menurut strukturnya vokal dapat dibedakan atas:
a)) Vokal tertutup, misalnya: [i, u]
b)) Vokal semi tertutup, misalnya: [e, o]
c)) Vokal semi terbuka, dan
d)) Vokal terbuka, misalnya: [a]
d) Bentuk bibir
Berdasarkan bentuk bibirnya maka vokal dapat dibedakan menjadi:
a)) Vokal bulat, misalnya: [o, u]
b)) Vokal netral, dan
c)) Vokal tak bulat, misalnya: [i, e, a]

Dalam bahasa Indonesia kita mengenal enam vokal, yakni: /a, i, u, e, o, dan é/
Setiap vokal relatif mempunyai alofon atau variasi bunyi yang tidak membedakan makna,
terlebih vokal yang mengalami tegang kendur. Di antara enam vokal tersebut, yang relatif
tidak mengalami tegang kendur adalah vokal /a/.
Vokal mempunyai alofon terjadi karena:
 Pengaruh dialek
 Alat ucap yang tidak atau kurang beres
 Dibuat-buat atau disengaja
 Karena ketidaktahuan
Contoh vokal yang mempunyai alofon:
 Vokal /i/
- Vokal /i/ diucapkan [i] ketika bunyi vokal diucapkan sempurna (tinggi dan
tegang) apabila berada pada suku terbuka. Contoh: manis, sakit, putih, bersih,
rajin, cantik, nyaris, musik, gurih, kasih, dan gajih.
Vokal /i/ yang diucapkan [i] ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu,
a) Vokal /i/ yang nasal (sengau). Contoh: sisi, kaki, pipi.
b) Vokal /i/ yang tidak nasal (tidak sengau). Contoh: kami, tani, nyayi,
pelangi.
- Vokal /i/ diucapkan [I] ketika bunyi vokal diucapkan tidak sempurna (tinggi
dan kendur) pada suku tertutup. Contoh: siksa, miskin, sirna, listrik, nista,
istri, dan indonesia.
- Fonem /i/ direalisasikan sebagai [ᵂi] dan [ᵂI], apabila vokal /i/ didahului oleh
vokal belakang. Contoh: bui [buᵂi], buih [buᵂih].

4. a) Bunyi bahasa tergabung dengan bunyi bahasa lain dapat disebut sebagai fonem sendiri
biasanya dikarenakan:
 Masuknya kata serapan ke dalam bahasa Indonesia.
Contoh: kata {syarat} merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa arab. Kata
{syarat} terdiri atas enam huruf dan lima fonem, yaitu: [ʃarat]. Kata {syarat} sendiri
berbeda dengan kata {sarat}.
 Apabila sebuah kata yang berakhir dengan bunyi /i/ dan diberi sufiks {–an} maka akan
muncul fonem baru.
Contoh: {hari} + {-an} maka menjadi [hariyan]
 Dalam deret vokal, fonem konsonan hadir di antara dua huruf vokal sehingga disebut
semi vokal.
Contoh: kata {uang} mempunyai fonem [uwang]
kata {radio} mempunyai fonem [radiyo]
penambahan huruf ‘w’ dan ‘y’ disebut fonem konsonan semi vokal.
 Dalam diftong, dua vokal yang berdampingan itu dibaca menjadi satu sehingga
menjadi satu fonem.
Contoh: kata {santai}. Dua vokal ‘a’ dan ‘i’ adalah satu fonem dan disebut fonem
diftong /ay/.
b) Permasalahan tentang jumlah huruf dan fonem:
Jumlah fonem lebih banyak dari jumlah huruf, karena fonem terus berkembang
sementara huruf tidak. Dari dulu sampai sekarang jumlah huruf tetap 26 bermula dari
‘a’ dan berakhir di ‘z’, sedangkan fonem dari waktu ke waktu terus berkembang.
Ditambah lagi dengan jumlah alofon dari setiap fonem yang jumlahnya cukup banyak.
Contohnya seperti kasus di atas. Bahwa bunyi bahasa yang tergabung dengan bunyi
bahasa lain dapat menimbulkan fonem sendiri, hal ini membuktikan bahwa jumlah
fonem bisa terus berkembang, seperti karena masuknya unsur serapan.
c) Dalam bahasa Indonesia jumlah fonem relatif banyak akibat kontak bahasa, karena
bahasa Indonesia sendiri merupakan bahasa yang terbuka, yang memungkinkan unsur
bahasa lain masuk sehingga mudah terjadi kontak bahasa atau sentuh bahasa. Contoh
yang paling nyata adalah adanya deret vokal dan diftong dalam bahasa Indonesiayang
menimbulkan adanya fonem baru. Selain itu, dipengaruhi juga oleh masuknya kata
serapan ke dalam bahasa Indonesia seperti kata {khitan} yang berasal dari bahasa arab.
Kata {khitan} mempunyai fonem [xitan]. Dalam bahasa Indonesia tidak ada kata asli
dengan fonem /x/.

5. Ada beberapa konsonan yang relatif tidak dapat menduduki pada posisi di akhir kata,
seperti konsonan ‘c’, ‘j’, dan ‘kh’.
Konsonan ‘c’ dan ‘j’ merupakan jenis konsonan hambat letup medio-palatal. Bunyi /c/
adalah konsonan keras tak bersuara dan bunyi /j/ adalah konsonan lunak bersuara. Bunyi
/c/ dan /j/ dalam bahasa Indonesia hanya berdistribusi di awal dan tengah saja, tidak bisa
sebagai penutup kata.
Konsonan ‘kh’ merupakan jenis konsonan geseran dorso-velar. Karena pita suara tidak
ikut bergetar maka bunyi dari konsonan ‘kh’ adalah tidak bersuara. Bunyi /x/ dari
konsonan ‘kh’ pada bahasa Indonesia berdistribusi pada awal, tengah dan akhir kata
terdapat pada kata-kata pungutan terutama dari bahasa Arab.
Contoh:
- Awal: kata {khitan}, {khilaf}
- Tengah: kata {akhirat}
- Akhir: kata {syekh}

Anda mungkin juga menyukai