Anda di halaman 1dari 18

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:

Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss


Exploring The Meaning of Nusantara Bronze Vessels
Ornament: Levi-Strauss Structuralism Approach
Hafiful Hadi Sunliensyar
Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Ilmu Arkeologi, FIB, Universitas Gadjah Mada
hafifulhadi222@gmail.com

ABSTRACT
One of Dong Son Culture product is bronze vessels where found in some areas of
Indonesia that is Kerinci, Madura, Lampung, Kalimantan dan Subang. Study about bronze vessels
is limited on form and ornament description, and analysis. Ornamental study used structrulism
approach on bronze vessels was not done. the purpose of this research is to know about bronze
vessels structure and to give new meaning about it with Levi-Strauss structuralism approach.
From the data and reference study was known that ornament on bronze vessels is an abstract of
ideology/ way of life and ideas of their belonging community. These ideas formed a dualism, such
as, about upper world-under world, men-women, feminin-masculin, stability and harmony of
universe, fertility and strength.
Keywords: Bronze Vessels, Structuralism, Meaning.

ABSTRAK
Salah satu produk budaya Dong Son adalah bejana perunggu yang ditemukan wilayah di
Indonesia yaitu di Kerinci, Madura, Lampung, Kalimantan dan Subang. Kajian terhadap bejana
perunggu tersebut terbatas kepada deskripsi bentuk dan pola hias, serta analisis bahan. Kajian
motif hias melalui pendekatan strukturalisme pada bejana perunggu belum dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur yang terdapat pada bejana perunggu serta memberi
pemaknaan baru terhadap bejana tersebut melalui pendekatan strukturalisme Levi-Strauss. Dari
data yang ada dan studi kepustakaan diperoleh hasil bahwa motif-motif hias yang diterakan pada
bejana perunggu merupakan wujud abstrak dari pandangan hidup, ide-ide dan gagasan masyarakat
pendukungnya di masa lampau. Ide-ide dan gagasan itu adalah dualisme seperti dunia atas-dunia
bawah, lelaki-perempuan, feminin-maskulin, keseimbangan, kekuatan, kesuburan dan harmoni
semesta.

Kata Kunci: Bejana Perunggu, Strukturalisme, Makna.

 
 
 
 
 
Tanggal Masuk  : 9 Desember 2016 
Tanggal Diterima   : 6 Februari 2017 

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               51 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
PENDAHULUAN baik itu yang sifatnya bendawi
maupun ilmu pengetahuan dalam
Perkembangan teknologi teknik pembuatannya. Menurut Hoop
merupakan salah satu indikator (1932) masuknya logam di Indonesia
kemajuan peradaban manusia masa diperkirakan pada tahun 500-300
lampau. Beralihnya teknologi batu SM. Di antara artefak logam temuan
menuju teknologi logam adalah hasil Indonesia yang menunjukkan ciri
dari berkembangnya pengetahuan kentara pengaruh kebudayaan Dong
manusia dalam penggunaan Son adalah nekara perunggu, kapak
teknologi api. Sejak saat itu manusia perunggu, patung perunggu, dan
mulai memproduksi berbagai produk bejana perunggu. Pada masa
benda logam yang digunakan untuk selanjutnya artefak perunggu sudah
keperluannya sehari-hari. diproduksi secara lokal seperti
Bukti arkeologi menunjukkan contohnya nekara tipe pejeng
bahwa artefak logam tertua ataupun moko yang ditemukan di
ditemukan di Turki yang diperkirakan Bali dan Nusa Tenggara Timur
berasal dari tahun millennium ke-6 (Bintarti, 2001).
SM (Haryono, 2001: 2). Sementara Bejana perunggu salah satu
itu, di Asia Tenggara zaman logam produk budaya bendawi masa
diperkirakan di mulai pada tahun perundagian, telah menjadi objek
2000 SM. Hal ini berdasarkan pada penelitian menarik dalam ilmu
tinggalan-tinggalan produk budaya arkeologi. Penelitian yang
bendawi berupa artefak logam berkembang hanya menyangkut
perunggu yang ditemukan di aspek teknis untuk mengetahui
Thailand (Haryono, 2001). bagaimana bejana dibuat pada
Van-Heekeren (1958:1) masa silam atau lebih menekankan
mengemukakan bahwa di Indonesia analisis bahan dengan pendekatan
tidak dikenal adanya zaman saintifik untuk melihat bagaimana
tembaga atau zaman perunggu persamaan komposisi bahannya
karena temuan perunggu di dengan artefak perunggu lainnya
Indonesia pada umumnya terdapat yang dihubungkan dengan
pada lapisan yang sama dengan paradigma difusi. Sayangnya, dari
temuan besi, karena itu dia sisi keartistikan dan estetika dengan
menggunakan terminologi zaman berbagai motif indah pada
perunggu-besi untuk menyatakan permukaan bejana sedikit sekali
zaman logam di Indonesia. peneliti yang berminat untuk
Heekeren juga berpendapat bahwa mengkajinya. Padahal pola dan
kebudayaan perunggu Indonesia ragam hias yang ada pada bejana
berasal dari luar yaitu dari Dong menunjukkan ciri khusus yang ada
Son, wilayah Vietnam Utara saat ini. padanya.
Para ahli berbeda pendapat dalam Van-Heekeren (1958)
hal kapan dimulainya zaman mencatat bahwa kajian-kajian
perunggu di wilayah Dong Son, terhadap bejana perunggu yang
namun H. Geldern menduga bahwa telah dilakukan pada saat itu hanya
masa perunggu Dong Son di mulai terbatas pada deskripsi bentuk, motif
sekitar abad ke-8 dan ke-7 SM hias dan teknik pembuatannya saja.
(Haryono, 2001: 50). Analisis bahan hanya dilakukan
Berbagai bentuk budaya pada satu objek bejana saja yaitu
Dong Son telah diimpor ke yang ditemukan di Asemjaran,
Nusantara di masa perundagian, Madura. Sementara itu, Sumardjo

52                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


(2002) pernah melakukan penafsiran menemukan prinsip-prinsip dasar
terhadap makna pola hias bejana pikiran manusia yang tertuang dalam
perunggu Kerinci secara unsur-unsur budaya dominan seperti
hermeneutis-historis. Setelah itu, budaya bendawi (Tanudirjo, 2016).
penulis belum menemukan referensi Ada beberapa premis dalam
tentang kajian-kajian berikutnya strukturalis yang dikemukakan oleh
dengan objek bejana perunggu Tanudirjo. Pertama, ada pola pikir
tersebut. manusia yang berulang-ulang dalam
Ahimsa-Putra (1999a) dalam tindakan-tindakan yang akhirnya
artikelnya telah menawarkan cara memberi ciri khas pada suatu
baru dalam mengupas masalah- budaya tertentu. Kedua, struktur
masalah arkeologi terutama pikiran dalam suatu lingkungan
arkeologi semiotik, yaitu melalui budaya tertentu secara terpadu
pendekatan strukturalisme Levi- melatarbelakangi berbagai aspek
Strauss. Lebih lanjut Tanudirjo kehidupan manusia dalam. Ketiga,
(2016) mengemukakan bahwa pola pikiran disatu aspek kehidupan
analisis struktural mencoba akan tercermin dalam aspek
menemukan prinsip-prinsip dasar kehidupan lain, misalnya pola hias
pikiran manusia sebagaimana yang pada bejana perunggu
tertuang dalam unsur budaya mencerminkan pola religi
dominan seperti pola masyarakat pendukungnya.
perkampungan, pola hiasan, Dari serangkaian konsep-
kekerabatan mitos dan lainnya. Oleh konsep yang dikemukakan oleh
sebab itu melalui penalaran induktif Levi-Strauss, dikatakan bahwa
dalam tulisan ini, penulis mencoba benda-benda arkeologis juga dapat
menggunakan cara analisis dengan dianalisis seperti yang dilakukan
pendekatan struktural Levi-Strauss oleh ahli bahasa. Hal ini bila dilihat
pada objek bejana perunggu dengan dari perspektif bahwa artefak-artefak
tujuan untuk mengetahui makna dan atau materi kebudayaan bukan
struktur apa yang terdapat dalam sekedar diciptakan untuk tujuan
motif hias bejana-bejana perunggu ekonomis semata, tetapi merupakan
yang ditemukan di Indonesia. suatu sistem simbol dan sistem
tanda. Melalui benda-benda
Strukturalisme Levi-Strauss tinggalan tersebut dapat diungkap
dalam Arkeologi Semiotik ide-ide, pandangan mereka, yang
Pendekatan struktural dalam semuanya merupakan pesan yang
arkeologi dapat didefinisikan sebagai bersifat sosial ataupun individual
penafsiran data arkeologi yang (Ahimsa-Putra, 1999b).
didasari oleh anggapan bahwa Dari berbagai pandangan
tindakan manusia dipadu oleh mengenai pendekatan dalam kajian
kepercayaan dan konsepsi simbolis semiotika, dapatlah ditarik sebuah
yang sebenarnya berakar dari kesimpulan bahwa analisis ataupun
struktur pikiran manusia (Tanudirjo, pendekatan strukturalisme Levi-
2016). Dalam perspektif arkeologi Strauss sangat bisa diterapkan pada
(terutama pasca-prosesual), budaya tinggalan-tinggalan budaya bendawi.
dianggap sebagai struktur simbol Ahimsa-Putra (1999a;1999b)
yang dianut bersama dan mengemukakan alasan-alasan dan
merupakan hasil akumulasi hasil hal ihwal mengapa strukturalisme
pikir manusia. Analisis struktural Levi-Strauss dipilih untuk diterapkan
yang dilakukan bertujuan untuk dalam bidang arkeologi. Pertama,

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               53 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
kritik terhadap arkeologi prosesual Ahimsa-Putra (1999b) dalam
yang positivistik dan mengabaikan artikelnya yang berjudul “Arca
kebermaknaan tinggalan arkeologi Ganesya dan Strukturalisme Levi-
bagi si pembuat dan si pemiliknya di Strauss: Sebuah Analisis Awal”,
masa lampau. Kedua, kecendrungan dimana di dalam artikel tersebut
analisis ke arah simbolis dan Ahimsa-Putra melakukan analisis
semiotis telah lama ada dalam kajian awal menggunakan pendekatan
arkeologi di Indonesia, namun strukturalisme Levi-Strauss terhadap
kajian-kajiannya tidak eksplisit hasil penelitian Edi Sedyawati
kerangka teorinya dan tidak mampu mengenai ikonografi arca Ganesya
menghasilkan konsep-konsep pada masa Jawa kuna. Kajian Edi
penajaman arkeologis yang penting. Sedyawati yang berada pada jalur
Ketiga, analisis struktural tidak sejarah seni dengan analisis
membutuhkan dana yang begitu luar kontekstual yang dilakukan
biasa besarnya dan juga tidak sebelumnya, hanya mampu
membutuhkan analisis material yang membuahkan hipotesis dan bukan
canggih dimana terbatas dana dan rumusan fungsional antar fenomena
fasilitasnya di Indonesia. yang lebih pasti (Ahimsa-Putra,
Menurut riwayatnya, Levi- 1999b: 66). Sementara itu, melalui
Strauss pertama kali menerapkan analisis struktural yang dilakukan
analisis strukturalnya pada mitos oleh Ahimsa-Putra telah membuka
dan karya sastra Yunani dan orang- peluang baru untuk penelitian arca
orang Indian di Amerika (Ahimsa- Ganesya lebih lanjut seperti
Putra, 2006). Hal ini diikuti pula oleh kemungkinan penelitian yang
Ahimsa-Putra (2006) dengan memusatkan perhatian pada makna
menerapkan analisis strukturalisme apa yang ingin disampaikan lewat
Levi-Strauss pada mitos dan karya berbagai kombinasi ciri-ciri khusus
sastra yang ada di Indonesia. yang ada pada arca Ganesya
Pendekatan struktural dalam bidang ataupun arah penelitian baru berupa
arkeologi pertama kali dilakukan survei dan ekskavasi untuk
oleh Andrei Leroi-Gourham pada menemukan arca Ganesya yang
tahun 1960-an. Menurut Gourhan, memperlihatkan kombinasi-
gambar-gambar pada lukisan gua kombinasi baru dari ciri-ciri khusus
yang diteliti dibuat berdasarkan yang ada dengan asumsi bahwa
sebuah komposisi dimana gambar arca Ganesya yang telah dianalisis
kuda dan bison merupakan 60% dari belum menampilkan keseluruhan
semua gambar yang ada di gua itu. kombinasi ciri-ciri khusus (Ahimsa-
Melihat dari penyataan itu bisa Putra, 1999b).
diperkirakan bahwa gambar-gambar Setidaknya analisis
tersebut tidak asal dibuat tapi struktural Levi-Strauss yang
memiliki sebuah struktur aturan yang dilakukan oleh Ahimsa-Putra
mengindikasikan kesadaran terhadap penelitian arkeologi Edi
(consciousness) dari masyarakat Sedyawati itu menggambarkan
pembuatnya. Bisa disimpulkan keunggulan penerapan pendekatan
bahwa sejak 30.000 tahun sebelum ini di bidang arkeologi, yaitu
masehi, manusia sudah memiliki kesempatan penelitian-penelitian
kesadaran secara kognitif dimana dengan pendekatan dan asumsi
faktor ini membedakan manusia dari baru menggunakan analisis
binatang (Renfrew dan Bahn, 2000: struktural walaupun pada objek yang
392-393). sudah diteliti sebelumnya, serta

54                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


analisis yang lebih mendalam pada perunggu di Indonesia, khususnya
tinggalan arkeologis. Di sisi lain, yang ada di Sulawesi, Flores dan
arkeolog dapat melihat sesuatu yang Kalimantan berhubungan dengan
belum terlihat sebelumnya pada Asia Tenggara Daratan (Heekeren,
benda arkeologis melalui 1958). Sedangkan H. Parmentier
pendekatan struktural ini. Hal ini menyatakan bahwa berdasarkan
berarti potensi-potensi tinggalan perbandingan seni hias nekara ada
arkeologis dapat meningkat melalui kemiripan antara yang ditemukan di
tafsiran dan pemaknaan baru Vietnam dengan di Indonesia
sehingga memperkaya khazanah (Haryono, 2001).
keilmuan di bidang arkeologi. Akan tetapi penelitian
terhadap kebudayaan perunggu
masa itu lebih terfokus kepada objek
METODE nekara. Karena nekara perunggu
merupakan artefak penting di dalam
Data mengenai bejana kebudayaan perunggu di Asia
perunggu nusantara diperoleh dari Tenggara, khususnya Dong Son.
studi kepustakaan, terutama dari Bintarti (2001) dalam penelitiannya,
tulisan Heekeren (1958), katalog melakukan perbandingan antara
museum Barbier Mueller yang bisa nekara tipe pejeng yang ditemukan
diakses secara on-line dan katalog di Bali dengan nekara Heger I yang
museum daerah Subang. Selain itu banyak ditemukan di Indonesia.
juga digunakan data etnografi untuk Bintarti menyimpulkan bahwa nekara
membantu interpretasi hasil analisis. tipe pejeng adalah nekara yang
Analisis yang dilakukan diproduksi lokal. Hal ini diperkuat
dalam penelitian ini adalah analisis dengan temuan batu cetakan nekara
makna. Analisis makna ditujukan tipe Pejeng di desa Manuaba, Bali
untuk menggali makna dari suatu (Bellwood, 2000: 407). Bagaimana
artefak dan juga untuk dengan bejana perunggu yang
mengungkapkan ‘tata bahasa’ atau ditemukan di Nusantara? Meskipun
pesan-pesan yang ada dalam para ahli menyebut budaya
proses penciptaan benda-benda perunggu nusantara berasal dari
simbolis itu sendiri yang bersifat Dong Son, sampai saat ini belum
nirsadar (Ahimsa-Putra, 1999b: 61). ada temuan arkeologis yang
meyakinkan untuk membuktikan
bahwa bejana perunggu yang
ditemukan di Nusantara juga diimpor
HASIL PENELITIAN dari wilayah Dongson atau
diproduksi secara lokal. Namun
Deskripsi Bejana Perunggu demikian, Bosch menyebutkan
Nusantara bahwa motif hias pada bejana
Sebuah pertanyaan yang perunggu Kerinci merupakan
masih menjadi perdebatan para perkembangan motif hias secara
arkeolog hingga kini adalah tentang lokal karena pengaruh Hindu.
asal usul kebudayaan perunggu di Sementara motif hias bejana
Indonesia. Worsae dalam Heekeren perunggu Madura lebih memiliki
(1958) mengatakan bahwa tanah gaya Dongsonian karena kesamaan
asalnya dari India Belakang. motif hiasnya dengan bejana yang
Sebaliknya Meyer dan Richer ditemukan di Kamboja (Heekeren
berpendapat bahwa kebudayaan 1958: 34-36).

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               55 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
Bejana perunggu nusantara oleh motif berbentuk huruf kapital ‘J’.
memiliki kesamaan dalam bentuknya Sekat ketiga di antara leher dan
yaitu mirip kepis atau wadah ikan, mulut bejana dihiasi motif persegi
sebagian menyebutnya berbentuk panjang dengan garis bergerigi.
seperti gitar arab (Oud-gambus). Sementara itu, sekat ke empat pada
Bejana ini dibentuk dari dua bagian badan bejana dihiasi motif
potongan sisi cembung yang sama berbentuk huruf kapital ‘J’, motif
kemudian dipadukan bersama spiral, motif mata kapak, motif
secara sempurna. Bejana perunggu persegi dan motif segitiga. Motif
dibagi atas tiga bagian yaitu mulut persegi terdiri atas dua bagian
bejana, leher bejana dan badan dimana bagian luar persegi
bejana. Perbedaan hanya terdapat berbentuk garis rata sementara
pada ukuran dan motif hias yang bagian dalam persegi tersebut
diterakan dipermukaannya. dibentuk dengan garis bergerigi.

Bejana Perunggu Kerinci Bejana Perunggu Madura


Bejana perunggu Nusantara Sekitar tiga puluh tahun
pertama kali ditemukan pada tahun kemudian bejana perunggu
1922 di Mendapo Lolo, Kerinci Indonesia kedua ditemukan di
(Heekeren, 1958: 34). Mendapo Lolo Asemjaran, Sampang, Madura
adalah wilayah setingkat district tepatnya di tahun 1951 (Heekeren,
pada masa pemerintahan kolonial 1958: 35). Bejana ini kemudian
Belanda yang saat itu berada dalam disimpan di Museum Nasional.
afdelling Kerinci-Painan, Sumatera Kondisi bejana perunggu Madura
Westkust (Yakin, 1986). Saat ini, rusak parah di salah satu sisinya.
wilayah Mendapo Lolo terbagi atas Panjang bejana ini 90 cm yang
beberapa desa yaitu Desa Lolo dihitung dari tangkai bagian
Gedang, desa Lolo Kecil, desa dasarnya dan lebarnya adalah 54
Pasar Kerman dan desa Talang cm (lihat gambar 1.B). Permukaan
Kemuning yang berada dalam logam dipenuhi motif hias. Pada
Kecamatan Gunung Raya, bagian mulut bejana atau sekat
Kabupaten Kerinci, Jambi. Bejana pertama terdapat motif segitiga dan
perunggu Kerinci sekarang motif burung merak, pada bagian
tersimpan di Museum Nasional sekat kedua di leher bejana dihiasi
Indonesia dengan nomor inventaris motif huruf kapital J dan motif
MNI 1443. anyaman, pada sekat ketiga antara
Bejana perunggu Kerinci (lihat leher dan badan bejana dihiasi oleh
gambar 1.A.) berasal dari periode motif segitiga dan motif rusa. Pada
paleometalik, memiliki ukuran sekat keempat atau badan bejana
panjang 50, 8 dan lebar 37 cm dihiasi oleh motif persegi, motif
(Heekeren, 1958: 34). Sedikit bagian spiral, dan motif huruf kapital J.
mulut dan lehernya sudah rusak,
tetapi sudah direkonstruksi Bejana Perunggu Kalimantan
bentuknya dalam gambar. Seluruh Salah satu koleksi dari
permukaan bejana terdapat motif Musée Barbier Mueller, Jenewa,
hias yang sama di kedua sisinya. Swiss adalah sebuah bejana
Pada bagian mulut bejana (sekat perunggu yang ditemukan di
pertama) terdapat motif hias Kalimantan. Bejana ini diperkirakan
berbentuk segitiga. Sekat kedua berasal dari abad I-III M. Panjang
pada bagian leher bejana dihiasi bejana ini adalah 74 cm dan

56                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


lebarnya 45.8 cm (Musée Barbier yang menjadi objek penelitian ini.
Mueller Catalog, https://nga.gov.au, Paling tidak motif hias pada bejana
diakses 25 November 2016). Pada perunggu Lampung akan mengikuti
bagian mulut bejana atau sekat pola hias bejana perunggu Kerinci
pertama terdapat motif segitiga dan atau motif hias yang terdapat pada
motif burung merak, pada bagian bejana Madura, Subang dan
sekat kedua di leher bejana dihiasi Kalimantan.
motif huruf kapital J dan motif Heekeren (1958: 96-98)
anyaman, pada sekat ketiga antara menyebutkan bahwa motif-motif hias
leher dan badan bejana dihiasi oleh pada artefak logam dari kebudayaan
motif segitiga dan motif rusa. Pada Dong Son seperti pola hias pada
sekat keempat atau badan bejana bejana perunggu menunjukkan ciri
dihiasi oleh motif persegi, motif persamaan yang sangat besar
spiral, dan motif huruf kapital J (lihat dengan tinggalan zaman perunggu
gambar 1. C). di Eropa dan kebudayaan Cina, di
antara motif hias tersebut adalah: (1)
Bejana Perunggu Subang motif hias spiral, memiliki
Pada tahun 2006 dilaporkan karakteristik dekorasi zaman besi di
adanya temuan bejana perunggu di Kaukasus dan zaman perunggu di
Kampung Tangkil, Subang, Jawa Eropa. Motif ini juga muncul di
Barat. Bejana ini kemudian disimpan zaman neolitik kebudayaan
di Museum Daerah Subang. Bejana Danubian, Ukraina dan ditemukan
Subang mempunyai ukuran yang pula pada periode akhir Chou di
lebih besar dari bejana perunggu Cina; dan (2) motif segitiga, memiliki
yang lainnya. Panjang bejana ini 90 gaya geometrik asli dari Yunani dan
cm dan lebar 60 cm. Secara umum kebudayaan Hallstatt.
mempunyai pola hias yang sama
dengan bejana perunggu Kalimantan
dan Madura. Pada bagian mulut DISKUSI DAN PEMBAHASAN
bejana atau sekat pertama terdapat
motif segitiga dan motif burung Analisis
merak, pada bagian sekat kedua di Ragam motif hias di permukaan
leher bejana dihiasi motif berbentuk keempat bejana ini merupakan salah
huruf kapital J dan motif anyaman, satu ciri khusus yang dimiliki bejana
pada sekat ketiga antara leher dan perunggu selain dari variasi
badan bejana dihiasi oleh motif ukurannya. Ciri khusus ini
segitiga dan motif rusa. Pada sekat merupakan ciri yang memperkuat
keempat atau badan bejana dihiasi penandaan atas bejana perunggu,
oleh motif persegi, motif spiral, dan dimana keberadaannya bervariasi
motif huruf kapital J (gambar 1.D). antar bejana. Ciri khusus bejana
Selain dari keempat wilayah perunggu ini meliputi sejumlah motif
ini, bejana perunggu juga ditemukan hias yaitu: (1) motif hias berbentuk
di Labuhan Meringgai, Lampung. huruf kapital “J” ; (2) motif hias spiral
Oleh karena minimnya data yang (bentuk huruf kapital S); (3) motif
tersedia terkait bejana perunggu hias segitiga atau tumpal; (4) motif
tersebut, bejana ini tidak hias burung merak; (5) motif hias
dimasukkan ke dalam data rusa; (6) motif hias kapak; (7) motif
penelitian. Namun apabila dilihat dari hias persegi. Tujuh motif ini
kecenderungan motif-motif hias yang dijadikan sebagai unit atau satuan
ada pada keempat bejana perunggu analisis terkecil dalam penelitian ini.

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               57 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
Sekat I
A  B
Sekat II

Sekat III

Sekat IV

C  D

Gambar 1. (A). Bejana Perunggu Kerinci, sumber: www.media‐kitlv.nl; (B) bejana perunggu 
Madura, Sumber: Heekeren, 1958; (C) bejana perunggu Kalimantan, koleksi Musée Barbier 
Mueller Swiss, sumber: www.nga.gov.au; (D) bejana perunggu Subang, sumber: kotasubang.com 

Tabel 1. Motif-motif yang terdapat pada masing-masing sekat pada bejana


perunggu nusantara
Nama Bejana Kerinci Bejana Bejana Bejana
Bejana Madura Kalimantan Subang

Ruang
Sekat I Motif segitiga Motif segitiga Motif segitiga Motif segitiga
dan motif dan motif merak dan motif
merak merak
Sekat II Motif huruf J Motif huruf J Motif huruf J Motif huruf J

58                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


Sekat III Motif segitiga Motif segitiga Motif segitiga Motif segitiga
dan motif rusa dan motif rusa dan motif rusa
Sekat IV Motif huruf J, motif Motif huruf J, Motif huruf J, Motif huruf J,
huruf S, motif motif huruf S motif huruf S motif huruf S
persegi, dan motif dan motif dan motif dan motif
kapak. persegi persegi persegi

Langkah selanjutnya dalam Kerinci. tetapi terdapat motif kapak;


analisis secara struktural adalah (2) motif segitiga, motif huruf kapital
dengan menyusun rantai sintagmatis J, motif persegi dan motif spiral
dan membandingkan secara terdapat pada semua bejana
paradigmatis (Ahimsa-Putra, perunggu yang ditemukan. Dari data
1999:10). Dalam hal ini susunan yang tersaji pada tabel 2 dapat
sintagmatisnya terdiri dari ketujuh disimpulkan bahwa motif burung
motif hias bejana sedangkan secara merak, motif rusa dan motif kapak
paradigmatik dilakukan dengan merupakan ciri pembeda dari
membandingkan motif hias pada keempat bejana perunggu yang
bejana perunggu temuan di suatu ditemukan di Nusantara.
tempat dengan tempat lain di Dengan menyusun
Nusantara (lihat tabel 2). kombinasi-kombinasi ciri pembeda
Tabel 2 memberikan tersebut, maka akan didapatkan
informasi bahwa: (1) motif hias hasil seperti yang terdapat dalam
burung merak dan motif rusa tidak tabel 3.
terdapat pada bejana perunggu

Tabel 2. Motif-motif hias yang terdapat pada bejana perunggu nusantara


Bejana Tidak Tidak Motif Motif Motif Motif Motif
Kerinci ada ada hias Segitiga Huruf J persegi Spiral
kapak

Bejana Motif Motif Tidak Motif Motif Huruf Motif Motif


Madura hias rusa ada Segitiga J persegi spiral
Burung
Merak
Bejana Motif Motif Tidak Motif Motif Huruf Motif Motif
Kalimant hias rusa ada Segitiga J persegi spiral
an Burung
Merak
Bejana Motif Motif Tidak Motif Motif huruf Motif Motif
Subang hias rusa ada Segitiga J persegi spiral
Burung
Merak

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               59 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
Tabel 3. Kombinasi-kombinasi motif hias keseluruhan baik yang ditemukan
maupun yang tidak ditemukan
Kombinasi Motif Keterangan
1. motif burung merak - motif rusa - motif kapak Tidak ditemukan
2. motif burung merak - motif rusa - ………………………. Ditemukan
3. motif burung merak - ………………… - motif kapak Tidak ditemukan
4. motif burung merak - ………………… - ……………………….. Tidak ditemukan
5. ……………………… - motif rusa - motif kapak Tidak ditemukan
6.………………………. - motif rusa - ……………………….. Tidak temukan
7. …………………........ - ………………… - motif kapak Ditemukan

Tabel 3 menunjukkan bahwa kebudayaan Eropa. Penggunaan


hingga saat ini hanya ditemukan dua data dari kebudayaan lain terkait
jenis kombinasi motif hias pada dengan pendapat Bosch yang
bejana perunggu yaitu: pertama, menyatakan bahwa motif bejana
kombinasi motif hias burung merak perunggu berkembang dalam bentuk
dan motif hias rusa. Kombinasi motif lokal dan dipengaruhi oleh budaya
ini terdapat pada bejana perunggu Hindu (India) dan pendapat Geldern
Madura, Subang dan Kalimantan. yang menyatakan bahwa
Motif merak dan rusa juga terdapat kebudayaan Dongson dipengaruhi
pada nekara Heger I dari pulau oleh kebudayaan Eropa (Kaukasian)
Selayar dan dari pulau Sangeang, (Heekeren, 1958).
Sumbawa (Bintarti, 2001).
Keberadaan kedua motif ini Interpretasi Makna
memperkuat indikasi bahwa bejana
Motif Tumbuhan
perunggu dengan kombinasi motif ini
Motif atau pola hias segitiga
dipengaruhi gaya Dongsonian.
(tumpal), bentuk huruf kapital ‘J’ dan
Kedua, motif kapak yang tidak
motif spiral pada dasarnya tidak
dikombinasikan dengan motif
hanya ditemukan pada pada bejana
hewan. Kombinasi seperti ini hanya
perunggu saja tetapi terdapat pula
terdapat pada bejana perunggu
pada produk-produk bendawi lainnya
Kerinci.
yang dihasilkan oleh berbagai etnik
Interpretasi yang dilakukan
di Nusantara seperti pada ukiran
selanjutnya adalah untuk
kayu dan motif kain tradisional.
mengungkapkan makna-makna
Suku Kerinci yang mendiami
yang diperoleh dari hasil analisis
Dataran Tinggi Jambi menyebut
yaitu: mengapa motif huruf J, motif
motif segitiga (tumpal) dengan
tumpal, motif persegi, motif spiral
sebutan motif pucuk rebung (gambar
terdapat pada semua bejana
1) dan motif huruf ‘J’ disebut dengan
perunggu? Dan mengapa motif
motif keluk paku (gambar 2). Motif ini
kapak tidak dikombinasikan dengan
diambil dari dua jenis tumbuhan
motif hewan?
yaitu tumbuhan paku-pakuan dan
Interpretasi makna yang
tumbuhan bambu. Seperti yang
bertujuan untuk menjawab
diketahui bahwa tumbuhan paku
permasalahan ini sangat dibantu
memiliki ciri khas dengan daun yang
oleh berbagai data etnografi baik
masih muda menggulung. Pola-pola
dari kebudayaan Nusantara maupun
relung daun paku muda inilah yang
dari kebudayaan India dan

60                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


dinamakan sebagai motif keluk paku tetapi akan terus meregenerasi
oleh orang Kerinci. Sementara itu, menjadi ratusan bahkan ribuan
tunas bambu muda akan terlihat pengganti yang lebih baik. Cara
berpola seperti segitiga. Motif perkembangbiakan tanaman paku
berbentuk pola-pola segitiga merupakan analogi yang tepat
(tumpal) dikatakan sebagai motif terhadap filosofi yang mereka anut.
pucuk rebung. Secara singkat, motif keluk paku
Baik bambu maupun pakis menjadi lambang bagi kesuburan.
keduanya adalah dua jenis tanaman Oleh karena tunas paku
yang banyak dijumpai di daerah menjadi lambang kesuburan bagi
Kerinci. Begitu pula dengan wilayah suku Kerinci, motif ini juga terdapat
lainnya di Indonesia yang beriklim pada ukiran-ukiran kayu di rumah
tropis basah. Tanaman pakis dan lumbung padi mereka. Bahkan
dimanfaatkan sebagai bahan dijadikan bentuk nisan seperti yang
makanan oleh beberapa suku di dijumpai pada situs-situs megalitik di
Indonesia sama halnya dengan Sumatera Barat (Gambar 2). Dalam
rebung, akan tetapi tanaman bambu kebudayaan lain kesuburan
lebih banyak dimanfaatkan dalam kerapkali dihubungkan dengan
berbagai hal. perempuan (feminin). Di Jawa
Tanaman paku-pakuan misalnya kesuburan dilambangkan
merupakan tanaman yang dengan seorang dewi yaitu Dewi Sri.
berkembang biak sangat cepat Berbeda dengan tanaman
terutama pada iklim tropis basah. paku-pakuan, tanaman bambu dapat
Tanaman paku muda tumbuh hidup di berbagai kondisi iklim.
melalui spora yang tersebar dari Beberapa jenis bambu yang tunas
tanaman induknya. Hal ini mudanya dapat dijadikan bahan
menjadikan tanaman paku memiliki makanan, tumbuh dengan baik di
nilai filosofis tersendiri bagi orang Indonesia yang beriklim tropis
Kerinci. Istilah adat mereka basah. Bambu dimanfaatkan oleh
menyebutkan istilah patah tumbauh banyak etnik di Indonesia,
ila bagentoi (patah tumbuh hilang digunakan sebagai bahan bangunan
berganti) dan mati so tumbu saribu rumah tradisional, alat angkut,
(mati satu akan tumbuh seribu), bahan seni seperti alat musik tiup
kedua kalimat adat diterjemahkan dan alat musik pukul.
bahwa segala sesuatu yang sudah
mati tidak akan lenyap begitu saja

A  B  C 

Gambar 2.  (A) motif segitiga (tumpal) pada Bejana Kerinci, sumber: media‐kitlv.nl, Edited. Hafiful 
Hadi, (B) Motif Hias Pucuk Rebung pada Naskah Surat Incung, Siulak Mukai, sumber: eap.bl.uk, 
edited.Hafiful Hadi, kedua motif ini terinspirasi dari (C) Pucuk Rebung. 

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               61 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
A  B  C 

Gambar 3. (A) motif huruf J pada bejana perunggu, sumber: Heekeren, 1958 dengan perbaikan, 
(B) bentuk menhir mempunyai kesamaan pola hias dengan bejana perunggu, Sumber: 
Disporaparbud Kerinci, (C) Tunas paku muda sebagai inspirasi lahirnya motif keluk paku 

Suku Kerinci memanfaatkan Melihat bahwa dalam motif ini, pola


potongan bambu sebagai atap relung paku berada pada sisi
rumah. Bambu yang dipecah disebut berbeda dan arah hadap berlawanan
pelupuh digunakan sebagai dinding tetapi disatukan dalam batangan
dan lantai rumah (Schefold, 2008). lurus, kemungkinan merupakan
P. Voorhoeve (1970) mengatakan simbol dari penyatuan oposisi-
bahwa surat Incung1 orang Kerinci oposisi yang ada di alam semesta.
yang berisi ratapan-ratapan ditulis Sumardjo (2002: 121) menyebutkan
pada media tabung bambu karena bahwa motif huruf S (spiral) sebagai
bambu dinilai mempunyai daya lambang dari perpaduan antara
magis. Penggunaan bambu untuk lelaki (sifat maskulin) dan
berbagai keperluan, tidak lain karena perempuan (sifat feminin) sehingga
kelenturan dan kekuataan yang mewujudkan sebuah harmoni atau
terdapat pada batangnya. Simbol keselarasan semesta.
kekuatan diwujudkan dalam bentuk
pola hias pucuk rebung. Di sisi lain, Motif Persegi
kekuatan seringpula dikaitkan sifat Hal yang paling menonjol
kejantanan atau maskulin, misalnya dalam motif persegi ini adalah
dalam mitologi Yunani terdapat kisah munculnya pola bilangan empat
Hercules seorang lelaki yang seperti empat buah sisi dan empat
mempunyai kekuatan sangat besar. buah sudut yang menjadi pembentuk
Hercules sendiri adalah anak Dewa pola persegi.
Zeus dengan seorang wanita di Bilangan empat ini banyak
bumi. muncul dalam aspek sosial-budaya
Motif spiral (bentuk huruf ‘S’) berbagai etnik di Nusantara. Suku
merupakan bentuk stilisasi dari motif Kerinci dalam tatanan adat mereka
‘J’ dimana relung pakunya berada mengenal istilah kato nan mpat,
pada dua sisi yang berbeda dengan negeri nan mpat, undang-undang
arah hadap berlawanan. Motif spiral nan mpat, adat nan mpat, lembago
dalam masyarakat Kerinci disebut nan mpat, dan parbokalo bungkan
sebagai motif pilin (Rassuh, 2008). yang barempat (Yakin, 1986;
Zakaria: 1984). Istilah parbakalo
                                                            
1 bungkan yang barempat misalnya
  Surat  Incung  adalah  aksara  asli  yang 
merujuk kepada empat orang yang
digunakan oleh Suku Kerinci  

62                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


dipilih sebagai dewan pertimbangan dianggap sebagai perwujudan roh
dalam pemerintahan adat Kerinci, ke leluhur yang melindungi desa.
empat orang ini ditempatkan dalam Sementara itu dalam kebudayaan
empat sisi permukiman sebagai India dan kebudayaan Cina. Burung
lambang keseimbangan. Tidak merak dianggap sebagai lambang
hanya di Sumatera, di Jawa keabadian dan simbol dari
misalnya terdapat konsep moncopat kekuasaan. Misalnya di India, merak
yang diartikan sebagai sebuah merupakan kendaraan dewa
konsep yang menunjukkan pada keabadian yaitu Kartikeya atau
empat desa lain terdekat dan Skanda, sementara itu di Cina, bulu
terletak di keempat mata angin desa merak dijadikan hiasan singgasana
tersebut (Van-Ossenbruggen dalam raja (Munandar, 2012).
Ahimsa-Putra, 1999a: 6). Motif hewan lain yang
Sementara itu, Frutiger terdapat pada tiga bejana perunggu
(1989: 43) berpendapat bahwa pola Nusantara adalah motif rusa
persegi sebagai simbol sebuah (gambar 4). Motif ini terdapat pada
denah permukiman yang dihuni, sekat ketiga bejana. Dalam mitologi
simbol permukaan bumi dan empat Yunani, rusa dihubungkan dengan
arah mata angin yang merupakan Dewi Artemis yaitu dewi bulan dan
bagian dari perwujudan alam perburuan. Sementara itu dalam
semesta. Dari dua pandangan di kebudayaan Turki masa prasejarah
atas dapat dikatakan bahwa pola di Azerbaijan, memaknai rusa
persegi dimaknai sebagai simbol berhubungan dengan dewi
keseimbangan alam semesta. kesuburan, dewi bumi dan dewi
penguasa hewan (Rzayeva, 2009).
Motif Hewan Berggren (2004: 156)
Motif burung sebenarnya menjelaskan bahwa lengkungan
telah menjadi motif khas budaya tanduk pada beberapa hewan
Dong Son. Hampir semua nekara sangat mirip dengan kenampakan
perunggu bertipe Heger memiliki bulan sabit, oleh sebab itu rusa dan
motif hias burung yang diterakan kambing ibex sering dijadikan
pada bidang pukulnya (Heekeren, sebagai simbol dewi bulan pada
1958: Bintarti, 2001). Motif burung kebudayaan masa prasejarah di
juga terdapat pada sekat pertama Timur Tengah dan Asia Tengah.
bejana perunggu Subang, Dapat dikatakan bahwa
Kalimantan dan Madura, dimana kedua motif hewan pada bejana
burung yang menjadi motif hiasnya perunggu merupakan perwujudan
adalah burung merak (gambar 4). dunia atas dalam berbagai
Menurut Sumardjo (2002: 9) pandangan kebudayaan. Akan tetapi
burung dalam pandangan mengapa motif hias ini diterakan
masyarakat prasejarah merupakan bersama? Besar kemungkinan untuk
simbol dari dunia atas atau dunia memunculkan unsur dualisme di
rohani. Dunia yang menjadi dalamnya yaitu lelaki (sifat maskulin)
persemayaman para roh atau para dan wanita (sifat feminin). Bila dilihat
dewa. Senada dengan itu, Munandar dari motif hias burung merak pada
(2012) berpendapat bahwa dalam bejana perunggu akan terlihat
masyarakat prasejarah, burung bahwa burung merak yang
merak dianggap dekat dengan digambarkan adalah burung merak
kekuatan adikodrati, keberadaan betina ditandai dengan ekor yang
mereka di sekeliling permukiman lebih pendek sebagai wujud dari

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               63 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
feminin. Sementara itu, rusa dengan Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi
tanduk yang besar dan bercabang Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau
merupakan ciri dari rusa jantan yang Selayar, Flores, Maluku, Pulau Roti,
mewakili sifat maskulin. dan Irian dekat Danau Sentani
(Poesponegoro dan Notosusanto,
2008: 234).
Motif Kapak
Bentuk kapak yang dijadikan
Dalam kajian prasejarah
motif bejana perunggu Kerinci
dikatakan bahwa kapak merupakan
merupakan kapak perunggu tipe
produk budaya paling awal yang
bejana (gambar 5). Kapak ini
dibuat manusia. Pembuatan kapak
memiliki bentuk yang lebar dengan
dalam bentuk alat serpih dengan
penampangnya yang lonjong. Garis
permukaan kasar sudah di mulai
pangkal tangkainya ada yang
zaman paleolitikum (Belwood, 2000).
cekung dan ada juga yang lurus.
Evolusi bentuk kapak batu mencapai
Umumnya bagian tajaman terlihat
puncaknya pada zaman neolitik
sangat cembung (Poesponegoro
(Bellwood, 2000).
dan Notosusanto, 2008).
Sejak munculnya
Kapak perunggu dengan tipe
pengetahuan penggunaan api
bejana biasanya digunakan sebagai
sebagai sebuah teknologi baru bagi
kapak untuk ritual atau sebagai
manusia, kapak tidak hanya dibuat
bekal kubur pada kebudayaan
dari batu, tetapi sudah diproduksi
megalitik. Menurut Sumardjo (2002:
dengan menggunakan bahan logam
109) alat-alat upacara ritual pada
terutama dari perunggu. Soejono
masa prasejarah seperti nekara dan
membagi bentuk kapak perunggu
kapak perunggu merupakan medium
menjadi 8 tipe pokok, antara lain tipe
perantara atau pilar kosmis yang
umum, tipe ekor burung seriti, tipe
menjadi penghubung dunia atas
pahat, tipe tembilang atau tajak, tipe
(ruh) dengan dunia manusia. Melalui
bulan sabit, tipe jantung, tipe
medium perantara tersebut daya-
candrasa, dan tipe kapak roti. Kapak
daya gaib dari dunia atas hadir di
perunggu di Indonesia tersebar
dalam dunia manusia.
hampir di seluruh wilayah Indonesia,
terutama di wilayah Sumatra

Gambar 4. Motif rusa dan Motif burung Merak pada bejana perunggu, Sumber: Heekeren, 1958, 
edit. Hafiful Hadi

64                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


Gambar 5. (A) Motif mata kapak pada bejana perunggu kerinci, Sumber: media‐kitlv.nl edit. 
Hafiful Hadi (b) salah satu bentuk kapak tipe bejana 

KESIMPULAN adanya makna khusus yang bisa jadi


mengarah kepada perbedaan fungsi
Keberadaan motif tumbuhan dua bejana bagi si pemilik atau si
(motif huruf J, motif spiral, motif pembuatnya di masa lalu.
tumpal dan motif persegi) pada Bejana perunggu Kerinci
seluruh bejana nusantara tidak menampilkan motif hewan
menunjukkan bahwa ada pesan atau tetapi menonjolkan motif kapak
makna umum yang ingin perunggu. Kapak perunggu yang
disampaikan komunitas pemiliknya difungsikan sebagai benda ritual
atau pembuatnya di masa lampau. adalah simbol dari penghubung
Makna-makna tersebut adalah dunia atas dan dunia manusia,
mengenai dualisme yaitu laki-laki keberadaannya pada bejana
(sifat maskulin) dan wanita (sifat perunggu dalam bentuk motif
feminin), kekuatan yang muncul dari memperkuat dugaan bahwa bejana
sifat maskulin serta kesuburan yang perunggu benar-benar difungsikan
diidentikkan dengan wanita (sifat sebagai alat ritual atau alat upacara
feminine). Dualisme tersebut tertentu di masa lalu.
disimbolkan dengan berbagai bentuk Sementara itu, pada tiga
motif yang terinspirasi dari keadaan bejana perunggu lainnya lebih
lingkungan si pemilik atau si menonjolkan motif hewan yang
pembuatnya di masa lalu seperti menjadi simbol dunia atas.
tanaman yang tumbuh di sekitarnya. Kemungkinan bejana perunggu
Motif segitiga yang menjadi simbol dengan motif seperti ini lebih
laki-laki, sifat maskulin, dan dijadikan sebagai lambang status
kekuatan terinspirasi dari bentuk sosial dari pemiliknya di masa lalu.
rebung bambu. Sementara simbol Pemilik bejana perunggu dengan
wanita, sifat feminim dan kesuburan motif burung merak dan rusa
terinspirasi dari tunas pakis. Pesan barangkali merupakan para
atau makna umum lain yang penguasa lokal, karena merak dan
disampaikan adalah mengenai rusa yang dekat dengan dunia atas
harmoni (keselarasan) dan merupakan simbol keabadian untuk
keseimbangan semesta. mengekalkan status dan kedudukan
Tidak dikombinasikannya sosial si pemilik.
motif mata kapak dengan motif
hewan adalah hal yang sangat
menarik. Hal ini menunjukkan

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               65 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
SARAN DAN REKOMENDASI

Analisis yang dilakukan pada


pola hias bejana perunggu ini hanya
melihat adanya perbedaan pola-pola
hias yang terdapat pada keempat
bejana. Tentu saja makna yang
diperoleh belum utuh dan tidak
sempurna. Diharapkan pada
penelitian selanjutnya analisis
makna juga memperhatikan jumlah
masing-masing pola hias dan
penampilan jenis pola hias pada
masing-masing sekat bejana.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima


kasih sebesar-besarnya kepada
Prof. Dr. Heddy Shri Ahimsa Putra
dan Dr. Daud Aris Tanudirjo atas
bimbingan yang telah diberikan.

66                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68


DAFTAR PUSTAKA

Ahimsa-Putra, H.S. 2006, Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra,


Yogyakarta, Kepel Press

-------------------, 1999a. “Strukturalisme Levi-Strauss untuk Arkeologi Semiotik”,


Jurnal Humaniora Vol XI No. Mei-Agustus hlm. 9-14

-------------------,1999b, “Arca Ganesya dan Strukturalisme Levi-Strauss: Sebuah


Analisis Awal”, dalam Cerlang Budaya: gelar karya untuk Edi
Sedyawati, Pusat Lembaga Penelitian Kemasyarakatan dan
Budaya, Universitas Indonesia, hlm. 53-82

Bellwood, Peter, 2000. Prasejarah Kepulauan Indo-Malaysia Edisi Revisi,


Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Bintarti, D.D., 2001. “Nekara Tipe Pejeng:Kajian Banding terhadap Nekara Tipe
Heger I”. Disertasi. Universitas Gadjah Mada

Breggren, Kristina. 2004. “When the rest of the world thought male ibex, why did
the people of San Giovenale think female sheep?” PECUS. Man
and animal in antiquity. Proceedings of the conference at the
Swedish Institute in Rome, September 9-12, 2002. Ed. Barbro
Santillo Frizell, The Swedish Institute in Rome. Projects and
Seminars, Rome

Frutiger, Adrian, 1989. Signs and Symbols: Their Design and Meaning. New
York, Van Nostrand ReinHold

Haryono, Timbul, 2001. Logam dan Peradaban Manusia. Yogyakarta,


Phylosophy Press

Heekeren, H. R. Van, 1958.The Bronze-Iron Age of Indonesia. Land en


Volkenkunde, Van Het Koninklijk Instituut Voor Taal, S-
Gravenhage, Martinus Nijhoff

Hoop, A.N.J Th.a.Th Van,1932. Megalithic Remain in South Sumatra. Zutphen:


Thieme

Munandar, Agus Aris, 2012, “Kebudayaan Austronesia sebagai Akar Peradaban


Nusantara: Ornamen pada Nekara dan Artefak
Perunggu Lainnya”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar
Internasional Indonesian Studies Update Seminar Series,
“Mengurai Kembali Peradaban Manusia (Rethinking Human
Civilization)”, FIB UI, Depok, 28—29 November

Rasuh, Ja’afar dkk. 2008. Ragam Hias Daerah Jambi. Dinas Kebudayaan dan
Parawisata Jambi. Jambi

Menggali Makna Motif Hias Bejana Perunggu Nusantara:;               67 


Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss (Hafiful Hadi Sunliensyar)
Renfrew, C and Bahn, P. 2000. Archaeology: Theories, Methods, and Practices.
Third Edition, London, Thames and Hudson, hlm. 49-59.

Ryazeva, Saltanat, 2009, The Symbol of Deer in the Ancient and Early Medieval
Cultures of Azerbaijan. Peregrinations, International Society For
Study of Pilgrimage Art

Schefold, Reimar and Peter JM Nas. 2008. Indonesian Houses Vol. I Survey of
Vernacular Architecture in Western Indonesia. Verhandelingen van
het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, KITLV
Press

Soemardjo, Jacob. 2002. Arkeologi Budaya Indonesia: Pelacakan Hermeneutis-


Historis terhadap Artefak-artefak Kebudayaan. Yogyakarta, CV.
Qalam Yogyakarta

Tanudrijo, Daud Aris. 2016. “Pendekatan Struktural dalam Arkeologi”.


(Powerpoint Slides). Dipresentasikan Tanggal 18 September 2016
di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Poesponegoro, Mawarti Djoened dan Notosusanto, Nugroho, 2008. Sejarah


Nasional Indonesia I Edisi Pemutakhiran Editor. R.P. Soejono dan
R.Z. Leirissa. Jakarta, Balai Pustaka

Voorhoeve, Petrus. 1970. Kerintji Documents. Bijdragen tot de Taal-Land en


Volkenkunde’. 126: 369-399

Yakin, A. Rasyid, 1986. Menggali Adat Lama Pusaka Usang di Sakti Alam
Kerinci, Sungai Penuh, Percetakan Anda

Zakaria, Iskandar, 1984. Tambo Sakti Alam Kerinci. Jakarta, Depdikbud

http://www.nga.gov.au , diakses tanggal 25 November 2016

68                                                Berkala Arkeologi Vol.37 Edisi No.1 Mei 2017: 51-68

Anda mungkin juga menyukai