Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang mutlak bagi setiap
individu dimanapun mereka berada, hal ini menjadikan setiap negara di dunia
berlomba-lomba membuat kebijakan yang ideal demi kualitas pendidikannya.
Seperti halnya kualitas pendidikan di Finlandia, mendapat predikat dengan
kualitas pendidikan terbaik di dunia. Hal ini seharusnya menjadi sebuah
acuan bagi kita di Indonesia untuk mencontoh bagaimana upaya dalam
meningkatkan suatu kualitas pendidikan.
Beberapa kebijakan di Finlandia tersendiri tidak begitu rumit, dan
tidak menuntut bagi peserta didik. Seperti halnya yang disampaikan oleh
halaman youtube tertentu tentang bagaimana kebijakan waktu pelaksanaan
pembelajaran yang singkat namun tetap kualitas, dihapuskannya
bemberlakuan Ujian Nasional, PR, kualitas pendidik dan lainnya yang
membuat anak mampu menemukan dunianya tanpa tekanan beban
pembelajaran.
Proses pembelajaran tersendiri benar-benar menggunakan media yang
konkrit yang mampu dipahami oleh anak, terutama pada materi matematika.
Mereka mendapat pemahaman yang mendalam dengan media tertentu yang
menjadikan mereka antusias untuk belajar matematika, karena biasanya
beberapa anak kurang begitu antusias akan materi matematika jika tidak
diimbangi benda-benda konkrit.
Namun sebaliknya saat kita melihat kurikulum dan kebijakan
pendidikan di Indonesia dari beberapa tahun ini mengalami perubahan. Hal
ini yang kemudian menjadi dilema tersendiri bagi peserta didik maupun para
pendidik. Contohnya sederhananya saja tentang pemberlakuan kurikulum
2013 dari kurikulum 2006. Berdasarkan pengalihan tersebut tidak
terealisasikan dengan merata karena kurangnnya persiapan yang pada
akhirnya ada beberapa sekolah yang memutuskan masih memakai kurikulum

1
lama dibandingkan kurikulum baru, Ini menjadikan suatu keadaan yang
membuat sistem pendidikan kita masih belum tertata secara sistematis.
Adapun beberapa uraian tentang bagaimana perubahan pembelajaran
Matematika dari beberapa tahun kebelakang menurut Alhaddad (2015: 13)
bahwa perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia dimulai dengan
Matematika tradisional (sebelum tahun 1975), pembelajaran Matematika
modern (Kurikulum 1975), pembelajaran Matematika masa kini (Kurikulum
1984), pembelajaran Matematika pada Kurikulum 1994, pembelajaran
Matematika pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004) serta
pembelajaran Matematika pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(Kurikulum 2006). Begitupun sebagai tambahan yang diberlakukan saat ini
adalah kurikulum 2013, meskipun belum sepenuhnya sekolah di Indonesia
melaksanakannya.
Kurikulum sebelumnya yang memisahkan mata pelajaran, kemudian
harus dijadikan suatu tema dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran
menjadikan guru harus lebih mahir dalam mengatur pembelajaran. Dewasa
ini, masih terdapat guru yang masih belum terbiasa melakukan hal tersebut
yang kemudian menghambat proses pembelajaran dan memutuskan untuk
menggunakan kurikulum lama.
Keberadaan pendidik pula masih beberapa saja yang menggunakan
media dalam proses pembelajaran karena masih terdapat beberapa pendidik
yang tidak ingin sulit dan ingin instan saja tanpa media. Permasalahan ini
menjadi peringatan kita selaku pendidik, bahwa proses pembelajaran yang
baik dan mampu memberikan pemahaman yang baik terhadap peserta didik
adalah dengan menggunakan media, terutama dalam pembelajaran
matematika. Contohnya dalam materi bangun ruang, kita harus mampu
membawa media yang berhubungan dengan bangun ruang seperti: kaleng
susu bekas, kardus bekas, bola, dan lainnya.

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang termasuk ke dalam hakikat Matematika?
2. Apa saja teori yang berhubungan dengan Matematika?
3. Jelaskan bagaimana hakikat Matematika terhadap kurikulum 2006 dan
2013?
4. Apa saja yang termasuk ke dalam hakikat peserta didik di tingkat SD?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Mengetahui tentang materi yang termasuk ke dalam hakikat
Matematika;
2. Mengetahui teori belajar yang memiliki hubungan dengan Matematika;
3. Mengetahui tentang hakikat Matematika terhadap kurikulum 2006 dan
2013;
4. Mengetahui hakikat peserta didik di tingkat SD;

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Menurut Shadiq (2014: 5) kata Matematika berasal dari bahasa
latin manthain atu mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”,
sedang dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu “pasti”. Di
Indonesia matematika pernah disebut ilmu pasti, karena berkaitan dengan
istilah penalaran (reasoning). Dikenal dua macam penalaran, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Kemudian menurut NRC dalam (Shadiq, 2014: 7) Matematika
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bilangan dan bangun
(datar dan ruang) lebih menekankan pada materi matematikanya. Namun
kecenderungan pada saat ini, definisi matematika lebih dikaitkan dengan
kemampuan berfikir yang digunakan matematikawan.
Menurut Fathani dalam (Sangadah, 2017: 4) matematika dapat
didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang eksak dan
terorganisasi secara sistematik. Selain itu matematika merupakan ilmu
pengetahuan tentang penalaran yang logik dan masalah yang berhubungan
dengan bilangan.
Berdasarkan pengertian di atas, bahwa matematika berarti ilmu
pengetahuan yang didapat dengan berfikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan
dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena
pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan
penalaran dan bilangan.
2. Ciri Khas Matematika
Adapun beberapa ciri khas dari Matematika menurut Soedjadi
dalam (Fadillah, 2015: 144) ciri khusus dari matematika yaitu: (1)
memiliki objek kajian abstrak, (2) bertumpu pada kesepakatan, (3) berpola
berpikir deduktif, (4) memiliki simbol yang kosong dari arti, dan (5)

4
memperhatikan semesta pembicaraan. Dari ciri-ciri matematika sebagai
ilmu tersebut banyak sekali nilai karakter yang terkandung didalamnya.
Dengan mempelajari matematika diharapkan nilai-nilai yang terkandung
dalam matematika itu akan tercapai dengan sendirinya. Melalui
pembelajaran matematika diharapkan dengan sendirinya para siswa akan
cermat dalam melakukan pekerjaan, mampu berpikir kritis dan kreatif,
konsisten dalam bersikap, akan jujur, akan taat pada aturan, bersikap
demokratis, dan sebagainya.
3. Kompetensi yang Harus Dikuasai Siswa Setelah Mempelajari
Matematika
Adapun beberapa kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik selama
proses mempelajari matematika, menurut De Lange dalam Shadiq (2014:
8-9) adalah sebagai berikut:
a. Berfikir dan bernalar secara matematis;
b. Berargumentasi secara matematis dalam arti memahami pembuktian,
mengetahui bagaimana pembuktian, menikuti dan menilai rangkaian
argumentasi, memiliki kemampuan menggunakan heuristic
c. Berkomunikasi secara matematis, dapat menyatakan pendapat dan ide
secara lisan, tulisan maupun bentuk lain serta mampu memahami
pendapat dan ide orang lian.
d. Pemodelan, menyusun model matematika dari suatu keadaan atau
situasi, menginterpretasi model matematika dalam konteks lain atau
pada kenyataan yang sesungguhnya, bekerja dengan model-model,
memvalidasi model, serta menilai model matematika yang sudah
disusun.
e. Penyusunan dan pemecahan masalah, menyusun, memformulasi,
mendefinisikan, dan memecahkan masalah dengan berbagai cara.
f. Representasi, membuat, mengartikan, mengubah, membedakan, dan
menginterpretasi representasi dan bentuk matematika lain. Serta
memahami hubungan antar bentuk atau representasi tersebut.

5
g. Simbol, menggunakan bahasa dan operasi yang menggunakan simbol
baik formal maupun teknis.
h. Alat dan teknologi, menggunakan alat bantu dan alat ukur, termasuk
menggunakan dan mengaplikasikan teknologi jika diperlukan.
4. Tujuan Pendidikan Matematika
Tujuan pendidikan matematika bagi peserta didik terutama di
tingkat SD menurut Depdiknas dalam (Shadiq, 2014: 11) adalah sebagai
berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
5. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Adapun ruang lingkup pelajaran matematika menurut Abdurahman
dalam (Delphie, 2009: 3) yaitu bilangan, geometri, dan pengukuran, serta
pengolahan data. Mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah
dasar mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri.
Kompetensi dalam bilangan ditekankan pada kemampuan memahami
konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya, serta
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.

6
Pengukuran dan geometri ditekankan pada kemampuan
mengidentifikasi pengelolaan data dan bangun ruang serta menentukan
keliling, luas, volume, dalam pemecahan masalah. Pengelolaan data
ditekankan pada kemampuan mengumpulkan, menyajikan dan membaca
data
B. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Matematika
Berikut ini adalah teori belajar dari beberapa ahli yang memiliki
keterkaitan dengan pembelajaran matematika di sekolah dasar. Teori-teori
belajar tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Teori Belajar Piaget
Perkembangan intelektual anak menurut Piaget dalam,
(Kudyartanta, 2012: 45) mengemukakan bahwa perkembangan intelektual
anak sekolah dasar dimulai pada umur 7-11 tahun sebagai fase operasional
konkret (nyata). Masa ini adalah masa sekolah dasar 6 tahun. Anak-anak
telah dapat berpikir secara logis tetapi masih dengan bantuan benda-benda
nyata dan dapat dialami langsung.
Anak-anak umur 11-12 tahun atau umur 14-15 tahun adalah fase
operasi formal. Anak-anak dapat mengerjakan sesuatu dengan logis.
Artinya masuk akal, nalar, dengan peristiwa-peristiwa hipotetis yang dapat
dialami secara langsung.
Operasi-operasi formal diatas, berlangsung terus menerus
sepanjang hayat manusia. Operasi formal melibatkan kemampuan
mengabstraksi, lepas dari benda-benda konkret, orang dapat berpikir
secara kreatif, inovatif, dan terjadilah perkembangan intelektual tinggi,
yang dapat menghasilkan karya-karya besar dalam kebudayaan dan
peradaban kemanusiaan ini sepanjang zaman.
Manusia, dengan berpikir dan berbuat berkembanglah ilmu dan teknologi
serta seni, dan pada tokoh-tokoh pemikiran besar dapat menghasilkan
penemuan-penemuan yang mengagungkan dapat menunjang kebahagiaan
hidup manusia.

7
2. Teori Belajar Bruner
Menurut Bruner dalam (Karso, dkk 2009: 1.12) menekankan
bahwa setiap individu pada waktu mengalami atau mengenal peristiwa
atau benda di dalam lingkungannya, menemukan cara untuk menyatakan
kembali peristiwa atau benda tersebut di dalam pikirannya, yaitu suatu
model mental tentang peristiwa atau benda yang dialaminya atau
dikenalnya, hal tersebut sebagai proses belajar yang terbagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
a. Tahap Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive)
Tahap pertama anak belajar konsep adalah berhubungan dengan
benda-benda real atau mengalami peristiwa di dunia sekitarnya. Pada
tahap ini anak masih dalam gerak reflek dan coba-coba; belum
harmonis. Ia memanipulasikan, menyusun, menjejerkan, mengutak-atik,
dan bentuk-bentuk gerak lainnya (serupa dengan tahap sensori motor
dari Peaget)
b. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic)
Pada tahap ini, anak telah mengubah, menandai, dan
menyimpan peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan mental.
Degnan kata lain anak dapat membayangkan kembali atau memberikan
gambaran dalam pikirannya tentang benda atau peristiwa yang dialami
atau dikenalnya pada tahap enaktif, walaupun peristiwa itu telah berlalu
atau benda real itu tidak lagi berada di hadapannya (tahap pre-operasi
dari peaget)
c. Tahap Simbolik (Symbolic)
Pada tahap terakhir ini anak dapat mengutarakan bayangan
mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Apabila ia berjumpa
dengan suatu simbol maka bayangan mental yang ditandai itu akan
dapat dkenalnya kembali. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami
simbol-simbol dan menjelaskan dengan bahasanya. (serupa dengan
tahap operasi konkret dan formal dari Piaget).

8
Setelah memperhatikan teori belajar Bruner di atas, maka dapat
diketahui bahwa memang untuk memudahkan pemahaman dan
keberhasilan anak pada pembelajaran matematika haruslah secara
bertahap dimulai dari hal yang nyata menuju ke abstrak.
C. Hakikat Matematika Terhadap Kurikulum KTSP 2006 dan 2013
1. Pengertian Kurikulum
Untuk pengertian kurikulum tersendiri menurut Saylor, dkk
dalam (Sanjaya, 2009: 4) merupakan sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik, merupakan konsep kurikulum yang
sampai saat ini banyak mewarnai teori-teori dan praktik.
Sedangkan menurut Daryanto (2014: 1) kurikulum adalah suatu
respon pendidikan terhadap keutuhan masyarakat dan bangsa dalam
membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum
adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta
didik mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum
adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis
bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.
Kurikulum sebagai mata pelajaran yang harus dikuasai oleh
anak didik. Menurut Sanjaya (2009: 5) dalam proses perencanaan
memiliki ketentuan sebagai berikut:
a. Perencaan kurikulum biasanya menggunakan judgment ahli bidang
studi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial dan faktor
pendidikan, ahli tersebut menentukan mata pelajran apa yang harus
diajarkan pada siswa.
b. Dalam menentukan dan menyeleksi kurikulum perlu di
pertimbangkan bebrapa hal seperti tingkat kesulitan minat siswa,
urutan bahan pelajaran, dan lain sebagainya.
c. Perencaan dan implementasi kurikulum di tekankan kepada
penggunaan metode dan strategi pembelajaran yang memungkinkan

9
anak didik dapat menguasai pelajaran, semacam menggunakan
pendekatan ekspositori.
2. Pandangan Kurikulum Tingkat Satuan 2006 Terhadap
Matematika
Kurikulum Tingkat Satuan (KTSP) kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan
dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta
kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP) (Mulyasa, 2011: 20).
Masih menurut Mulyasa (2011: 20) bahwa hal yang perlu
dipahami dalam kaitannya dengan KTSP adalah sebagai berikut:
a. KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan,
potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat
setempat dan peserta didik.
b. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan KTSP dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kuikulum dan standar
kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas pendidikan
kabupaten/ kota, dan departemen agama yang bertanggung jawab
di bidang pendidikan.
Berdasarkan Permen 23 Tahun 2006. Adapun SKL untuk
mata pelajaran matematika adalah sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep
dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.

10
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah. Dengan demikian pengembangan kurikulum
matematika di tingkat satuan pendidikan haruslah relevan
kecenderungan pembelajaran matematika saat ini dan mengakomodir
standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan pemerintah.
3. Pandangan Kurikulum 2013 Terhadap Matematika
Seperti yang telah kita ketahui bahwa kurikulum 2013 merupakan
penyempurna dari kurikulum sebelumnya yakni KTSP. yang dirancang
dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif, serta mampu berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat
maupun bernegara.
Kurikulum 2013 memiliki karakteristik berbasis kompetensi dan
karakter. Selain dua karakteristik tersebut, kurikulum 2013 juga memiliki
karakteristik lain yaitu mengembangkan sikap spiritual, social, rasa ingin
tahu, kreativitas, kerjasama antara kemampuan intelektual dan
psikomotorik. Siswa dilatih menerapkan apa yang telah dipelajari di
sekolah ke dalam kehidupan bermasyarakat serta memanfaatkannya
sebagai sumber belajar (Sangadah, 2017: 3).
Masih menurut (Sangadah, 2017: 3 kurikulum 2013 revisi 2016
terdapat hal baru dimana mata pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang berdiri sendiri di tahun pelajaran semester genap. Hal ini
berbeda dengan kurikulum 2013 awalditerapkan tahun 2014 yang mana
mata pelajaran matematika masih tergabung atau terintegrasi dengan
mata pelajaran lainnya.

11
Berdasarkan penjelasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa
kurikulum 2013 merupakan kurikulum penyempurna dari kurikulum
sebelumnya, yakni KTSP. Kurikulum 2013 yang selama ini masih
digunakan memiliki karakteristik tertentu, yakni berbasis kompetensi dan
karakter demi menciptakan peserta didik yang berkualitas dan berakhlak
mulia. Kurikulum 2013 dalam aspek pembelajaran mata pelajaran
matematika adalah kurikulum yang dirancang dan diterapkan oleh suatu
lembaga pendidikan guna memperdalam ilmu pengetahuan tentang
penalaran untuk mencapai tujuan pendidikan.
D. Hakikat Peserta didik di Sekolah Dasar
Menurut Sadulloh (2011: 135-136) peserta didik merupakan
seseorang yang sedang berkembang, memiliki potensi tertentu dan dengan
bantuan pendidik ia mengembangkan potensinya tersebut secara optimal.
Untuk mengetahui siapa anak didik perlu dipahami bahwa, ia sebagai
manusia yang sedang berkembang menuju ke arah kedewasaan memiliki
beberapa karakteristik sebagai berikut Tirtarahadja dalam (Sadulloh, 2011:
135-136):
a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga
merupakan makhluk yang unik;
b. Individu yang sedang berkembang;
c. Individe yang membutuhkan bimbinganindividual dan perlakuan
manusiawi;
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri;
1. Karakter Anak Didik Sekolah Dasar
Menurut Islamuddin (2012: 44) bahwa masa usia sekolah dasar
sebagai masa kanak-kanak akhir berlangsung dari usia 6 tahun hingga
11 atau 12 tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk
sekolah dasar, dan dimulainya sejarah baru dalam kehidupan yang kelak
akan mengubah sikap dan tingkah lakunya. Para guru mengenal masa
ini sebagai “masa sekolah”, oleh karena pada usia inilah anak untuk
pertama kalinya menerima pendidikan formal. Tetapi bisa juga

12
dikatakan bahwa masa usia sekolah adalah masa matang untuk belajar
maupun masa matang untuk sekolah.
Pada masa keserasian bersekolah ini, secara relatif anak-anak
lebih mudah di didik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini
menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu: (1) Masa
kelas-kelas rendah sekolah dasar kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9
atau 10 tahun. (2) masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur
9 atau 10 sampai kira-kira umur 12 atau 13 tahun.
Kemudian menurut Menurut Sadulloh (2011: 63) Ciri-ciri
Perkembangan Kejiwaan Anak SD
a. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat
b. Kehidupan sosial diperkaya dengan kemampuan bekerja sama dan bersaing
dalam kehidupan kelompok.
c. Mempunyai kemampuan memahami sebagai akibat.
d. Dalam kegiatan-kegiatannya belum membedakan jenis kelamin, dan dasar
yang digunakan adalah kemampuan dan pengalaman yang sama.
2. Masa Kelas-kelas Rendah Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini antara
lain adalah sebagai berikut (Islamuddin, 2012: 45):
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan
kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah.
b. Adanya sikap yang cenderung untuk mematuhi peraturan-
peraturan permainan yang tradisional.
c. Ada kecenderungan memuji sendiri.
d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain
kalau hal itu di rasanya menguntungkan untuk
meremehkan anak lain.
e. Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal
itu dianggapnya tidak penting.
f. Pada masa ini (terutama pada 6 sampai 8 tahun), anak
mengehendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa

13
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai
baik atau tidak.
3. Masa Kelas-kelas Tinggi Sekolah Dasar
Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah
sebagai berikut (Islamuddin, 2012: 46):
a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari
yang konkret, hal ini menimbulkan adanya
kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-
perkerjaan praktis.
b. Amat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-
hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli
ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor.
d. Sampai kira-kira 11 tahun anak membutuhkan guru atau
orang-orang dewasa lainnya.
e. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok
sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di
dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada
aturan permainan yang tradisional, mereka membuat
peraturan sendiri.

14
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan materi yang telah dijelaskan dalam pembahasan,
bahwasannya matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peran
penting untuk perkembangan peserta didik. Materi matematika
disampaikan secara bertahap disesuaikan dengan usia perkembangannya,
dan agar mereka mengerti akan materi matematika maka penyampaiannya
dimulai dari konkret ke abstrak.
Mata pelajaran matematika pula mengalami perubahan kurikulum
dari tahun ke tahun. Hal ini bentuk penyempurnaan yang dilakukan
pemerintah untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
B. Saran
Materi yang kami susun, diharapkan mampu dijadikan sebagai
sumber referensi yang berguna bagi para pendidik di Indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA
Alhaddad, I. (2015). Perkembangan Pembelajaran Matematika Masa
Kini. Vol 4. No 1. ISSN. 2089-855x. Delta-Pi: Jurnal Matematika
Dan Pendidikan Matematika. (Diakses Pada Tanggal, 8 Oktober
2018 Pada Pukul 13:30 Wib).
Daryanto. (2014). Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Gava Media.
Delphie, B. (2009). Matematika Untuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Klaten: PT. Intan Sejati.
Fadilah, S. (2015). Pembentukan Karakter Siswa Melalui Pembelajaran
Matematika. Vol 6. No 2. Jurnal Pendidikan Matematika Paradikma.
(Diakses Pada Tanggal, 8 Oktober 2018 Pada Pukul 17:38 Wib).
Islamuddin, H. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karso, dkk. (2009). Modul Pembelajaran Matematika di SD. Jakarta
Universitas Terbuka.
Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. (2007).
Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Kurikulum.
Kudyartanta. (2012). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Mulyasa, E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2009). Kurikulum Pembelajaran. Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sadulloh, U. (2011). Pedagogik Ilmu Mendidik. Bandung: Alvabeta.
Sangadah, C. (2017). Implementasi Kurikulum 2013 dalam Mata
Pembelajaran Matematika di Kelas IV A Madrasah Ibtidaiyah
Negeri Tanjungsari Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen
Tahun Pelajaran 2016/ 2017.
Shadiq, F. (2014) Pembelajaran Matematika Cara Meningkatkan Cara
berfikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sanjaya, W. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

16

Anda mungkin juga menyukai