Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“KORUPSI”
Oleh
Jurusan Matematika
Shelma Maharani Pelu 201779001
Bela Anggara Putri Yunus 201779002
Christia Maharani Tomasoa 201779005
Firda Wali 201779006
Nanang Ondi 201779007
Fandi Sanudin 201779009
Martha Johannis 201779011
Zalsia Alwi 201779012
Goldi M J Tulus 201779017
Irfandi wally 201779018
Syanli C Izaac 201779023
Felix Usmany 201779028
Bierhoff Kastanja 201779030
Jesica Tentua 201779034
Nehemia T Natasian 201779035
Sualdi Umasangaji 201779037
Ellyn T Lekatompessy 201779041
Olifia Salamena 2017790
Moren E N Soukotta 201779045
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan pada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmat ,
karunia dan kesehatan yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Makalah Pendidikan Pancasila mengenai “Korupsi” , yang penulis susun untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Tak lupa penulis ucapkan terimakasih pada pihak – pihak yang telah membantu
penulis menyelesaikan makalah ini. Terimakasih juga pada dosen mata kuliah
Pendidikan Pancasila yang telah memberikan kesempatan bagi penilis untuk
menyelesaikan makalah ini. Besar harapan penulis, dengan terselesaikannya makalah ini
dapat menjadi bahan referensi bagi pembaca dan mudah – mudahan makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis sadar dan mengakui bahwa makalah ini memiliki kekurangan sehingga
hasilnya jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap pada semua pihak yang membaca
makalah ini kiranya dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang Pendidikan Pancasila.

Penulis

Jurusan Matematika
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Korupsi
2.2 Gambaran umum korupsi di Indonesia dan jenis-jenis korupsi
2.3 Tindak pidana korupsi dalam prespektif normatif
2.4 Hukum yang mengatur tentang korupsi

BAB III Kesimpulan dan Saran


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi menjadi kosakata yang paling popular karena sering digunakan dalam
hampir sebagian pemberitaan. Tiada hari tanpa frasa kata “korupsi”. Lebih
dari itu, ada cukup banyak seminar, diskusi, studi, demonstrasi dan diskursus
publik yang berkaitan dengan isu dan tema “korupsi”. Korupsi diyakini bukan
sekedar isu belaka tetapi juga fakta kongkrit, dan disebagian kalangan
bahkan menyebutkan korupsi telah bersifat massif, sistemik dan
terstruktur. Hal menimbang di dalam Undang Undang Tipikor menyatakan
“tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas”. Mantan Jaksa
Agung Abdurahman Saleh menyatakan “hampir setiap orang di Indonesia
telah menjadi korban korupsi, khususnya bila ia berurusan dengan birokrasi.”

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Korupsi ?
2. Apa saja jenis-jenis korupsi?
3. Hukum apa saja yang mengatur tentang korupsi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi
2. Untuk mengetahui Tindak Pidana Korupsi dalam prespektif Normatif
3. Untuk mengetahui hukum yang mengatur tentang korupsi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr.
Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku
pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari
struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan
guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara.
Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan
negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal
(misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri
sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim
(dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan
hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya,
Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima
atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau
partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang
demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah
tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan
masyarakat.

2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia dan Jenis-Jenis Korupsi


Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
“Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh
Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi
korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal
dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan
reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain
ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi &
Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.

Jenis-Jenis Korupsi
Menurut perspektif hukum, berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 dan UU No.
20Tahun 2001, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk atau jenis
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
Ketiga puluh bentuk atau jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kerugian Keuangan Negara
a. Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri dan dapat merugikan
keuangan negara (pasal 2).
b. Menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan
dapat merugikan keuangan negara (pasal 3).
2. Suap – menyuap
a. Menyuap pegawai negeri (pasal 5 ayat 1 huruf a dan b).
b. Memberi hadiah kepada pegawai karena jabatannya (pasal 13).
c. Pegawai negeri menerima suap (pasal 5 ayat 2, pasal 12 huruf a dan b).
d. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
(pasal 11).
e. Menyuap hakim (pasal 6 ayat 1 huruf a).
f. Menyuap advokat (pasal 6 ayat 1 huruf b).
g. Hakim dan advokat menerima suap (pasal 6 ayat 2).
h. Hakim menerima suap (pasal 12 huruf c).
i. Advokat menerima suap (pasal 12 huruf d).
3. Penggelapan dalam jabatan
a. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan (pasal
8).
b. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi (pasal
9).
c. Pegawai negeri merusak bukti (pasal 10 huruf a).
d. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusak bukti (pasal 10 huruf b).
e. Pegawai negeri membantu orang lain merusak bukti (pasal 10 huruf c).
4. Pemerasan
a. Pegawai negeri memeras (pasal 12 huruf e dan g).
b. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain (pasal 12 huruf f).
5. Perbuatan curang
a. Pemborong berbuat curang (pasal 7 ayat 1 huruf a).
b. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang (pasal 7 ayat 1 huruf b).
c. Rekanan TNI atau Polri berbuat curang (pasal 7 ayat 1 huruf c).
d. Pengawas rekanan TNI atau Polri membiarkan perbuatan curang (pasal
7 ayat 1 huruf d).
e. Penerima barang TNI atau Polri membiarkan perbuatan curang (pasal 7
ayat 2).
f. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
(pasal 12 huruf h).
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
a. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya (pasal 12
huruf i).
7. Gratifikasi
a. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK (pasal 12 B jo
pasal 12 C).

2.3 Tindak Pidana Korupsi dalam Prespektif Normatif


Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu
korupsi Aktif dan Korupsi Pasif,
A. Korupsi Aktif
1) Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
2) Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi
yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan
keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999)
3) Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
4) Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak
pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
5) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat
sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal
5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
6) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena
atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b
Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
7) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
(Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
8) Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang
atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001)
9) Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
10) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun
2001)
11) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan
Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam
huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
12) Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara
waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu
dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
13) Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan
administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
14) Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk
sementara waktu dengan sengaja menggelapkan
menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau
membuktikan

B. Korupsi Pasif
1) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau
janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang
Nomor 20 tahun 2001)
2) Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung
dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6
ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
3) Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional
indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang
nomor 20 tahun 2001.
4) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20
tahun 2001)
5) Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-
undang nomor 20 tahun 2001)
6) Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat
atau pendapat uang diberikan berhubungan dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-
undang nomor 20 tahun 2001)
7) Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun
2001).
2.4 Hukum yang Mengatur Tentang Korupsi
Negara Indonesia adalah negara hukum, tentunya ada hukum yang
mengatur tentang korupsi.Berikut beberapa peraturan perundangan yang
mengatur tentang korupsi, yaitu:
TAP MPR:
1. TAP MPR No. XI Tahun 1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas
KKN
UNDANG-UNDANG:

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum


Acara Pidana
2. Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negera yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
4. Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
7. Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tindak Pidana Pencucian Uang
8. Undang-Undangn No. 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi
9. Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
10. Undang-Undang No.11/1980 Tentang Tindak Pidana Suap
11. Undang-Undang No. 15/2002 Tentang Tindak Pidana Anti Pencucian
Uang.
12. Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang No 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
13. Undang-Undang No. 7 Tahun 2006 Tentang Pengesahan Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003
14. Undang-Undang No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik Masalah
pidana.
15. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Peraturan Pemerintah:
1. Peraturan Pemerintah No. 71/2000 ttg peran serta masyarakat dalam
pemberantasan korupsi
2. Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan Keuangan
DPRD
3. Penjelasan Peraturan Pemerintah No.110 tahun 2000 tentang kedudukan
Keuangan DPRD
4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2004 tentang Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD
5. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan
Tata Tertib DPRD
6. Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2000 tentang Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
INPRES:

1. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi


2. Inpres No. 4 Tahun 1971, Tentang Pengawasn Tertib Administrasi di
Lembaga Pemerintah
3. Inpres No. 9 Tahun 1977, Tentan Operasi Tertib
4. Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah
5. Inpres No 1 Tahun 1971, tentang koordinasi pemberantasan uang palsu
6. Inpres No. 9 tahun 2011 (english version)
KEPPRES:

1. Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 Tentang Timtastipikor


2. Keppres No. 12 Tahun 1970 tentang "Komisi 4"
3. Keppres No 80 Tahun 2003, tentang pedoman pengadaan barang jasa di
instansi pemerintah
4. Keppres No 16 Tahun 2004, tentang perubahan keppres 80/2003 tentang
pedoman pengadaan barang jasa di instansi pemerintah
5. Keppres No. 7 tahun 2007 tentang Pembentukan Panitia Seleksi dan
Pemilihan Calon Anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
PERATURAN PRESIDEN
1. Perpres No. 13 tahun 2007 tentang Susunan Panitia Seleksi, Tata Cara
Pelaksanaan Seleksi dan Militancies Calon Anggota Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban
2. Perpres No. 1 tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan
Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan
SURAT EDARAN:

1. Surat edaran Jaksa Agung tentang percepatan penanganan kasus korupsi


tahun 2004
2. Surat edaran Dirtipikor Mabes Polri, tentang pengutamaan penanganana
kasus korupsi
3. Surat Keputusan Jaksa Agung tentang Pembentukan Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Tahun 2000
4. Keputusan Bersama KPK-Kejaksaan Agung dalam Kerjasama
Pemberantasan korupsi
PERDA:
1. Perda Kabupaten Solok No 5 Tahun 2004 Tentang Transparansi
Penyelenggaraan Pemerintahan
Konvensi Internasional
1. United Nations Conventions Agains Corruption
Rancangan Undang-Undang/Draft
1. RUU Layanan Publik
2. RUU Rahasia Negara
3. Rancangan Inpres Pemberdayaan Instansi Terkait Dalam Sistem
Penanganan Laporan Korupsi
4. Draft UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik versi DPR
5. Draft UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik versi Koalisi LSM

2.5 Contoh Kasus Korupsi di Indonesia


1) Kasus korupsi E-KTP
2) Kasus korupsi Hambalang
3) Kasus korupsi angelina Sondakh
4) Kasus korupsi gayus tambunan
5) Kasus korupsi setya novanto
BAB III
Kesimpulan dan Saran

3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk
kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan
pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan
rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di
berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan
negara.

3.2 Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan
pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahkita.com/contoh-makalah-kasus-korupsi-indonesia-lengkap/
http://mahalipan.co.id/2013/04/peraturan-dan-perundangan-tentang_17.html
http://handarsubhandi.blogspot.co.id/2014/06/pengelompokkan-tindak-pidana-
korupsi.html
http://digilib.uin-suka.ac.id/824/
UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Anda mungkin juga menyukai