Status Kedokteran Keluarga Demam Tifoid (Tri Unika Rizka Ramadhani) (Repaired)
Status Kedokteran Keluarga Demam Tifoid (Tri Unika Rizka Ramadhani) (Repaired)
KEDOKTERAN KELUARGA
Disusun oleh:
201610401011042
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang
2018
1
I. IDENTITAS
A. PENDERITA
2
C. GENOGRAM(minimal 3 generasi)
Ny E/ IRT/ Tn S/Guru
SMA SMP/S1
56 57
32 34 28 27 27 26 24
Keterangan
Hubungan Status
Nama Usia Pekerjaan Domisili
No Sex Keluarga (S, I, AK, Perkawinan
(Inisial) (Thn) (deskripsi lengkap) Serumah
AA) (TK, K, J, D)
Ya Tdk
1 Tn. S Laki-laki 57 Guru SMP Ayah Menikah
2 Ny. E Perempuan 56 Ibu rumah tangga Ibu Menikah
3 Ny. A Perempuan 32 Ibu rumah tangga Saudara kandung Menikah
4 Tn. I Laki-laki 34 Teknisi Mesin Saudara ipar Menikah
5 An. Nas Perempuan 8 Pelajar SD Keponakan Belum menikah
6 An. Nay Perempuan 5 Pelajar TK Keponakan Belum menikah
7 Tn. A Laki-laki 28 Pegawai bank Saudara kandung Menikah
8 Ny. V Perempuan 27 Guru SD Saudara Ipar Menikah
9 An. Ak Laki-laki 4 playgroup Keponakan Belum menikah
10 An. Az Laki-laki 2 - Keponakan Belum menikah
11. Tn. A Laki-laki 27 Pegawai PLN Saudara Kandung Menikah
12. Ny. H Perempuan 26 Pegawai pabrik Saudara Ipar Menikah
13. An. Fat Laki-laki 2,5 - Keponakan Belum menikah
14. An. Far Laki-laki 1 - Keponakan Belum menikah
4
II. DATA DASAR KESEHATAN
STATUS MEDIS (Klinis)
Anamnesis : Pasien mengeluh demam sejak 10 hari SMRS. Demam awalnya dirasa sumer, lama-kelamaan meningkat terutama
malam hari, sedangkan siang dan pagi hari tidak terlalu panas. Keluhan disertai pusing dan nafsu makan mulai turun.
Kurang lebih 3 hari SMRS pasien merasa mual dan muntah. Muntah 2x. Muntah berisi makanan yang dikonsumsi dan
cairan, darah (-). Keluhan juga disertai nyeri di ulu hati. Kemudian pasien pergi ke dokter dan diberi obat penurun panas
serta obat anti muntah. 1 hari SMRS pasien mengeluh mencret sebanyak 5x, @ 50-100 cc, mencret cair disertai ampas ,
lendir (-), darah (-) . Keluhan demam belum membaik dan muntah tiap kali makan disertai rasa lemas. Pasien pergi ke
dokter dan cek lab dengan hasil tes widal positip. Buang air kecil normal seperti biasa, tidak ada keluhan nyeri otot serta
tidak ada riwayat bepergian keluar kota/pulau. Tidak ada keluhan batuk / pilek. Pasien belum sempat minum obat lagi
karena muntah.
Pemeriksaan Fisik :
5
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign :
RR : 18x/menit
t : 36,7oC
Status Generalisata :
Thoraks:
6
Abdomen : Inspeksi: Bentuk datar
Palpasi: soefl, hepar lien tak teraba, Nyeri tekan epigastrium (+), turgor baik
Perkusi: Timpani
Pem Penunjang : - DL
7
UPAYA & PERILAKU KESEHATAN
KETERANGAN
NO KOMPONEN URAIAN UPAYA & PERILAKU (RASIONAL /
IRRASIONAL)
1 Promotif - -
Menjaga kesehatan dengan makan teratur 3 kali sehari dengan makanan higienis dan bergizi, tidak
2 Preventif Rasional
membeli makanan di warung yang kurang terjaga kebersihannya
Segera pergi berobat ke faskes terdekat dan minum obat secara teratur dan apabila keluhan
3 Kuratif Rasional
bertambah segera memeriksakan diri ke RSI Hasanah untuk diperiksa lebih lanjut
Menjaga kebersihan lingkungan terutama makanan yang dikonsumsi dan istirahat total untuk
4 Rehabilitatif Rasional
beberapa hari
8
STATUS SOSIAL
NO KOMPONEN KETERANGAN (Deskripsikan dengan lengkap dan jelas)
Pasien bekerja sebagai guru dari jam 07.00 s.d 14.30 WIB
Beribadah di rumah, terkadang sholat berjamaah di masjid dekat rumah
Jarang berolahraga, kadang hanya 1 bulan 2x di hari minggu
1 Aktifitas sehari-hari
Jarang mengikuti perkumpulan di lingkungan sekitar, jarang mendatangi rumah tetangga jika tidak
ada keperluan, tidak mengikuti kerja bakti
Seminggu 2-3 kali keluar jalan-jalan bersama teman-temannya untuk refreshing
Makan 3x/hari, kualitas cukup, makan sesuai waktu, menu: nasi, sayur,
tahu/tempe/telur/ayam/ikan/daging , buah dan susu
Sering membeli makanan diluar
2 Status Gizi
Minum air yang dibeli per-galon, sering minum es
Alergi makanan (-)
Senang makan makanan pedas dan asin serta junkfood dan makanan siap saji
3 Pekerjaan Guru
9
FAKTOR RESIKO LINGKUNGAN
KOMPONEN
NO KETERANGAN
LINGKUNGAN
Rumah di kawasan perkotaan padat penduduk. Rumah milik pribadi ukuran 6x12 m2, berdinding
tembok, lantai berkeramik, ventilasi kurang
Sumber penerangan listrik, pencahayaan cukup
1 Fisik MCK 2 buah, milik pribadi, Septic tank ditanam dibawah bangunan rumah jarak 4 meter dari sumur
bor yang juga ditanam dibawah bangunan.
Dapur bersebelahan dengan tempat mencuci pakaian dan kamar mandi, tempat menjemur pakaian di
lantai 2
Menanam tumbuhan di dalam pot yang diletakkan di samping dan depan rumah
2 Biologi
Tidak memelihara hewan
SPAL melalui selokan kecil yang berada di belakang dialirkan ke sungai
3 Kimia
Sumber air minum dari air PDAM
4 Sosial Hubungan antar keluarga maupun dengan tetangga sekitar baik
Tidak mengikuti kegiatan di lingkungan sekitar
5 Budaya
Jarang berkunjung ke rumah tetangga jika tidak ada keperluan
6 Psikologi Pasien dengan keluarga maupun dengan masyarakat tidak memiliki masalah yang serius
Tanah dan rumah milik pribadi luas 6x12 m2
7 Ekonomi Perabot rumah tangga milik pribadi
Sumber penghasilan dari pekerjaanya sebagai guru
Pasien berangkat kerja dengan sepeda motor dengan menggunakan helm, jarang menggunakan jaket
8 Ergonomi
dan penutup tangan.
10
III. DIAGNOSIS HOLISTIK (Lima ASPEK)
Aspek 1:
Chief complain: demam 10 hari
Fear: keluhan berkepanjangan
Hope: berharap sembuh dan tidak kambuh lagi
Aspek 2:
Demam tifoid
Aspek 3:
Sadar kesehatan, segera memeriksakan diri jika ada keluhan
jarang olahraga
setiap hari membeli makan di luar
Aspek 4:
Hubungan antar anggota keluarga maupun dengan masyarakat baik
Pekerjaan sebagai guru
Rumah daerah perkotaan padat peduduk, ventilasi kurang
Aspek 5:
Social function scale 1
11
IV. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF:
Kuratif:
- po paracetamol 3 x 500mg
- po Asam Mefenamat 3x500mg jika nyeri
Rehabilitatif:
- Vaksin tiphoid
- Menjaga kebersihan makanan dan lingkungan
- Bedrest total beberapa hari
- Mengurangi makanan kasar, asam dan pedas.
12
Lampiran:
13
14
15
Resume Kasus
I. Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan
II. Epidemiologi
Negara yang sedang berkembang. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di
dunia ini sangat sukar ditentukan sebab penyakit ini dikenal mempunyai gejala
terdapat 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000
kasus kematian tiap tahun Case Fatality Rate (CFR) = 3,5%. Berdasarkan Laporan
Sakit di Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15% (Depkes
RI, 2009)
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit terbanyak di Rumah Sakit dan
Puskesmas di Jawa Timur pada tahun 2008, 2009 dan 2010. Pada data Riskesdas
16
Data RSUD dr. Abdoer Rahem pada tahun 2013 menyatakan bahwa demam
tifoid termasuk posisi ke 3 penyakit rawat inap pada tahun 2012. Kelompok usia
5–14 tahun merupakan kelompok usia terbanyak yang terkena demam tifoid yakni
sebanyak 136 kasus dari 406 kasus. Berdasarkan laporan dari RSUD dr. Abdoer
Rahem Situbondo pada tahun 2014 menyatakan bahwa angka kejadian demam
tifoid mengalami kenaikan dari tahun 2011 hingga 2013 (Nuruzzaman & Syahrul,
2016).
Gambar 2.1 Jumlah Kejadian Demam Tifoid di RSUD dr. Abdoer Rahem
tahun 2014)
III. Etiologi
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam
bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan
17
pemanasan (suhu 600C) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar kuman. Bagian ini
tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (antigen flagela) terletak pada flagela, fimbria, atau fili dari
kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
IV. Penyebaran
1. Salmonella typhi dilewatkan dalam feses atau urin dari orang yang
terinfeksi.
telah ditangani oleh orang yang terinfeksi atau terkontaminasi oleh limbah
pembuangan limbah yang tidak memadai dan banjir, atau air minum yang
tidak aman.
18
4. Ketika kualitas air tinggi, transmisi lebih mungkin terjadi melalui makanan
2014).
V. Patogenesis
lambung. Kuman yang masih bertahan selanjutnya mencapai usus halus (ileum),
kemudian menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus
masuk ke aliran darah sistemik (disebut bakteremia ke-1) lalu mencapai retikulo
patogenesis terjadinya tanda dan gejala klinis, komplikasi pada demam tifoid.
Kuman S. Typhi yang mampu bertahan di kandung empedu dan saluran kemih
feses atau urinnya. Pada umumnya tifoid karier terjadi pada pasien dewasa
(KEMENKES, 2013).
19
Sumber : (Brusch, 2018).
Gejala Klinis :
relatif, nyeri perut dan nyeri tekan, hepatomegali, splenomegali, batuk tidak
produktif pada tahap awal penyakit dan naik bintik-bintik (di punggung, lengan
dan kaki) (Heymann, 2008). Sembelit lebih mungkin dengan tifoid dan diare
dengan paratifoid. Gejala demam tifoid yang tidak spesifik dapat menyerupai
20
gejala malaria, demam berdarah, influenza, atau penyakit demam lainnya (WHO
Pada minggu pertama demam tifoid, ciri-ciri tidak spesifik dengan sakit kepala
konstipasi (16%) atau diare (28%). Konstipasi lebih sering terjadi pada orang
terutama pada batang dan dada, jelas pada 30% pasien pada akhir minggu pertama
dan menghilang setelah 2-5 hari (sulit untuk dideteksi dalam gelap orang berkulit).
Pasien dapat memiliki dua atau tiga tanaman lesi, dan Salmonella dapat dibiakkan
Selama minggu kedua penyakit, pasien terlihat lebih beracun dengan suhu
minggu ketiga, perkembangan demam tinggi terus menerus dan keadaan bingung
mengigau dengan distensi abdomen diucapkan, ileus, atau diare dapat terjadi,
dan hipotensi dan ronki dapat berkembang di atas dasar paru-paru. Kematian
dapat terjadi pada tahap ini dari toksemia yang luar biasa, miokarditis, perdarahan
- Diagnosis
diagnosis laboratorium demam tifoid sangat tergantung pada deteksi organisme dalam
darah oleh PCR (paling cocok untuk survei epidemiologi) atau budaya (meskipun
21
sensitivitas tetap menjadi batasan). tes untuk produksi antibodi tidak dapat diandalkan
dan tes serologi generasi baru seperti typhidot dan tubex belum terbukti dapat
diandalkan di Afrika atau Asia (Wain, Mikoleit, Keddy, & Ochiai, 2014).
Satu format tes baru yang menunjukkan janji adalah tes diagnostik tipus-paratifoid,
yang mendeteksi IgA. Metode ini memiliki kota khusus untuk mendeteksi IgA yang
dan inkubasi limfosit darah perifer (Wain, Mikoleit, Keddy, & Ochiai, 2014).
- Penatalaksanaan
- Non- farmakologi
di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil, buang air besar
yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan
menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan
22
saluran cerna atau perforasi usus (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata,
- Farmakologi
demam, diare, obstipasi, mual, muntah, dan meteorismus. Jika obstipasi > 3
hari, perlu dibantu dengan parafin atau lavase dengan glistering. Obat
(disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil
pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau demam tifoid yang mengalami
dalam 30 menit sebagai dosis awal dilanjutkan dengan 1 mg/kg BB tiap 6 jam
digunakan di daerah di mana strain rentan hadir (Wain, Mikoleit, Keddy, &
Ochiai, 2014).
23
Sumber : (Upadhyay, et al., 2015) .
VII. Komplikasi
Komplikasi paling penting yang ditemui dalam praktek klinis yaitu perdarahan
sebagai akibat dari toksemia, dan miokarditis beracun (Upadhyay, et al., 2015).
a. Perdarahan usus
Pada plaque peyeri yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk tukak.
Jika tukak menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah, terjadi
perdarahan. Jika tukak menembus dinding usus, terjadi perforasi. Perdarahan juga
dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah (DIC). Sekitar 25% penderita
perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Jika transfuse
24
dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, biasanya perdarahan ini merupakan
suatu proses self limiting yang tidak perlu bedah (Cammie & Samuel, 2015).
VIII. Prognosis
kronis. Risiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuaiusia.
Karier kronisterjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam tifoid (Lethneck,
2017).
25
Daftar Pustaka
Alan, R. T. (2013). Diagnosis dan Tatalaksana Demem Tifoid. Pediatrics Update. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia .
Baydack, R. (2015). Typhoid and Parathypoid Fever (Enteric Fever). Communicable Disease
Management Protocol .
Cammie, F. L., & Samuel, I. M. (2015). Salmonellosis : Principles of Internal Medicine. 897-
900.
Depkes RI, R. (2009). Sistem Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Nuruzzaman, H., & Syahrul, F. (2016). Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid berdasarkan
kebersihan diri dan kebiasaan jajan dirumah. Jurnal Berkala Epidemiologi , vol 4.
74-86.
PABDI. (2016). Standar Pelayanan Medik. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia .
Paul, U. K. (2017). Typhoid Fever - Recent Management. Journal of Infection , chapter 15.
Rahayu, E. (2013). Sensitivitas Uji Widal dan Tubex untuk Diagnosis Demam Tifoid
Berdasarkan Kultur Darah. Jurnal Penelitian Universitas Muhammadiyah
Semarang .
Soedarmo, S. (2012). Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Pusat: Interna Publishing.
26
Upadhyay, R., Nadkar, M. Y., Muruganathan, A., Tiwaskar, M., Amarapurkar, D., Banka, N.,
et al. (2015). API Recommendations for the management of Typhoid Fever.
Journal of The Association if Physicians of India , vol 63.
Wain, J., Mikoleit, M. L., Keddy, K. H., & Ochiai, R. L. (2014). Typhoid Fever.
www.thelancet.com , 6736 (13).
27