Anda di halaman 1dari 47

RESUME

Rencana Strategis DJKN di Bidang Pengelolaan Barang Milik


Negara Tahun 2019 – 2028

Dosen Pengajar

Sumartono

Disusun Oleh

Agung Putra Audia

Kelas 3-02

DIII Manajemen Aset 2018

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

2019
BAB I

Pendahuluan

1.1 Pengertian Aset atau Kekayaan Negara

Kekayaan negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kekayaan yang dimiliki pemerintah (domain privat)

Kekayaan yang dimiliki pemerintah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
dengan menggunakan APBN/ APBD atau dengan menggunakan perolehan lainnya yang
sah.

Kekayaan yang dimiliki pemerintah pusat terdiri dari:

1. Kekayaan Negara yang Dipisahkan

Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN
atau dengan perolehan lainnya yang sah dan dijadikan penyertaan modal negara
kepada BUMN yang dikelola secara korporasi.

Pemerintah dalam penyertaan modal BUMN terbagi menjadi:

a) Investasi jangka pendek

Investasi jangka pendek adalah investasi pemerintah yang dikelola dalam kurun
waktu dua belas bulan guna menjamin ketersediaan dan pengelolaan kas yang
optimal dan tetap produktif.

b) Investasi jangka panjang

Investasi yang dengan tujuan memperoleh manfaat masa depan dengan jangka
waktu lebih dari duabelas bulan.

Pemerintah mengkategorikan investasi jangka panjang menjadi dua bagian yaitu:

 Investasi Jangka Panjang Permanen yang di dalamnya terdapat Kekayaan Negara


yang Dipisahkan pengelolaannya dari APBN (KND)
 Investasi Jangka Panjang Non Permanen yang Pengelolaannya tidak dipisahkan
dari sistem pengelolaan APBN yang kedua-duanya bertujuan memberikan
layanan kepada masyarakan sebagai bagian dari kewajiban pemerintah.
Pengelolaan kekayaan negara berupa investasi pemerintah jangka panjang yang
dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan,
baik yang ditujukan di antaranya untuk penyertaan modal kepada BUMN atau LKI
sebagai investasi pemerintah Jangka Panjang permanen, maupun investasi
pemerintah pada badan/Lembaga dengan pola pengelolaan Badan Layanan Umum
(BLU) untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah pada bidang kesehatan,
pendidikan, komunikasi, termasuk penyediaan infrastruktur.

2. Kekayaan Negara yang Tidak Dipisahkan

Kekayaan negara yang tidak dipisahkan dikenal dengan aset negara yang dalam
keuangan negara menggunakan terminologi yang berbeda-beda dari perspektif, yaitu:

 Sistem penganggaran mengklasifikasikannya bukan berdasarkan jenis aset


namun berdasarkan substansi peruntukan belanja.
 Sistem pengelolaan kekayaan negara atau manajemen aset yang secara spesifik
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 menggunakan istilah “Barang
Milik Negara” (BMN) sebagai segala sesuatu barang berwujud dan/atau tidak
berwujud, sepanjang diperoleh dari APBN atau perolehan lain yang sah.
 Sistem akuntasi dalam konteks akuntansi dan pelaporan, aset dikenal dengan
berbagai jenis akun dan dapat berbentuk persediaan, aset tetap, dan aset lain-
lain.

Manajemen atas aset negara dan investasi pemerintah tersebut memerlukan


suatu tata kelola yang akuntabel dan modern dimana dalam roadmap ini
dipergunakan istilah “manajemen aset dan investasi” untuk menunjukkan proses dari
pengelolaan. Sedangkan subyek yang mengelola menggunakan terminologi “Manajer
Aset”.

b. Kekayaan yang Dikuasai Negara

Kekayaan yang dikuasai negara (domain publik) atau kekayaan negara potensial
saat ini dilaksanakan oleh beberapa instansi baik di pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.

Pengelolaan kekayaan negara potensial setidaknya menyangkut 3 (tiga) aspek


penting, yaitu:

a. Subyek yang menguasai atau memiliki kekayaan negara.


Negara sebagai subyek atas kekayaan memiliki dua pengertian yaitu negara
sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia dan negara sebagai
Pemerintah Republik Indonesia. Negara sebagai organisasi kekuasaan tidak bertindak
sebagai pemilik atas kekayaan negara tetapi lebih tepat sebagai institusi yang
menguasai.

b. Obyek kekayaan negara.

Yang dimaksud dengan obyek kekayaan negara adalah semua kekayaan yang dikuasai
oleh negara.

c. Hubungan hukum antara subyek dan obyek

Hubungan hukum antar subyek dan obyek adalah dimana sebagai sebuah organisasi
kekuasaan dari rakyat dimana negara memiliki hak menguasai.

Kekayaan negara potensial secara garis besar terdiri dari sumber daya alam
(SDA) dan lingkup kekayaan yang dikuasai negara lainnya yang mencakup Aset Bekas
Milik Asing/Tionghoa (ABMA/T), Benda Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT),
serta aset lain-lain yang berasal dari:

a) Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Pemerintah RI dengan badan


internasional dan/atau negara asing
b) Pembubaran badan yang dibentuk Kementerian/Lembaga seperti unit pelaksana
teknis yang dibentuk oleh K/L;
c) Pembubaran badan-badan ad hoc
d) Pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK.

Dalam rangka pengelolaan kekayaan negara potensial, diperlukan informasi


dan data yang diandalkan mengenai kekayaan negara potensial yang tersaji dalam
neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup (Neraca SDA LH). Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang instrumen ekonomi lingkungan
hidup, maka neraca SDA LH disajikan dalam bentuk neraca aset dalam satuan fisik dan
satuan mata uang yang disusun oleh instansi pemeirntahan di bidang statistik. Neraca
dalam satuan mata uang disajikan setelah berkoordinasi dengan instansi yang
memiliki tugas di bidang keuangan, dalam hal ini adalah DJKN melalui kegiatan
penilaian SDA LH.
1.2 Reformasi Pengelolaan Aset/ Kekayaan Negara
Reformasi manajemen aset merupakan bagian dari reformasi pengelolaan sektor
publik (reformasi birokrasi) yang dimulai pada era 1980-an di beberapa negara industri maju
dan negara berkembang dalam rangka perbaikan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Penerapan akuntansi berbasis akrual juga menjadi salah satu elemen penggerak dalam
reformasi manajemen aset sektor publik di beberapa negara yang memiliki praktik terbaik
(best practices) pengelolaan aset seperti Inggris, Australia, dan Selandia Baru.

Manajemen aset negara dan investasi pemerintah di Indonesia khususnya pada


tataran pemerintah pusat mengalami perkembangan yang signifikan dalam satu dasawarsa
terakhir. Diawali oleh terbitnya paket undang-undang keuangan negara di tahun 2003-2004
perkembangan manajemen aset negara dan investasi pemerintah mengalami percepatan saat
terjadi reformasi birokrasi kementerian keuangan pada tahun 2007. Kemajuan telah banyak
dialami dari sisi paradigma dan kejelasan konsepsi, kualitas proses bisnis (governance),
sumber daya manusia, organisasi, dan penerapan teknologi informasi.

Tahap I: Era Baru Manajemen Aset dan Membangun Kapasitas Internal

Saat itu, terbitnya infrastruktur regulasi yang memadai menandai era baru
manajemen aset. Tahun 2007, DJKN diemban tugas untuk menyelesaikan temuan berulang
BPK atas LKPP terkait penyajian nilai aset tetap pada neraca awal pemerintah pusat yang
belum disajikan secara wajar hingga menjadi hasil wajar dengan pengecualian pada tahun
2009 serta menyusun laporan investasi tahun 2011 yang memuat kekayaan negara dipisahkan
dan dana bergulir yang dikelola pemerintah.

Tahap II: Membangun Tata Kelola dan Penguatan Sumber Daya serta Orientasi Pemangku
Kepentingan

Regulasi teknis dan implementasi perencanaan dan penganggaran aset dan investasi.
K/L diperlukan sehingga dituntut cermat dalam merencanakan kebutuhan aset dengan
assestment sesuai asas value of money.

Tahap III: Penyempurnaan Tata Kelola dan Akselerasi Sumber Daya serta Fokus
Pelanggan/Pemangku Kepentingan

Pencanangan DJKN sebagai revenue center dan terbentuknya lembaga manajemen


aset negara sebagai satu badan layanan umum (BLU) di bawah DJKN menunjukan komitmen
kuat untuk mengelola aset negara secara profesional yang dapat mengakselerasi tercapainya
misi DJKN dan Kementerian Keuangan. LMAN juga diharapkan menjadi model pengelolaan
aset dengan praktek terbaik (best practices) yang dapat diadaptasi dan diadopsi oleh pihak
lain yang menjalani bisnis yang sama termasuk mandat pendanaan pengadaan tanah untuk
proyek strategis nasional (infrastruktur) sekaligus manajemen dari aset hasil pengadaan
tersebut.

Tahap IV: Kesinambungan dan Ekspansi

Analisis SWOT DJKN mengidentifikasi kesenjangan antara tugas, fungsi ideal dan
implementasi riil yang saat ini dilakukan (current state). Kondisi paripurna aset terbagi
menjadi 3, yaitu;

1. Kekayaan negara dikelola optimal dan berkelanjutan


2. Instrumental dalam keuangan negara
3. Kontribusi dalam perekonomian nasional.

a. Visi Manajemen Aset dan Investasi Pemerintah

Visi DJKN adalah menjadi pengelola kekayaan negara yang professional dan akuntabel
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk merealisasikan visi tersebut, DJKN
menetapkan misi yang diantaranya mewujudkan efektivitas, efisiensi, optimalisasi
penerimaan dan pembiayaan risiko minimum serta meningkatkan tata kelola yang dapat
mewujudkan keseimbangan makro dalam pembangunan nasional.

Aset harus dikelola secara efektif demi menyediakan layanan yang prima kepada
masyarakat. Namun PNBP harus optimal agar belanja modal dan belanja pemeliharaan
menjadi lebih efisien. Sesuai misinya, DJKN diharapkan memiliki basis data dengan tingkat
coverage yang luas dan harus terus diperbaharui, dianalisis, dan disampaikan ke publik
sehingga menjadi referensi penting bagi manajer aset pemerintah dan swasta serta pihak
lain yang berkepentingan.

b. Misi Manajemen Aset dan Invenstasi Pemerintah

Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan, maka DJKN akan menetapkan Misi
terkait manajemen aset dan investasi pemerintah, yang terdiri dari.

1. Mewujudkan efektivitas pengelolaan kekayaan negara, efisiensi pengeluaran,


optimalisasi penerimaan, dan pembiayaan dengan risiko minimum.
2. Meningkatkan tata kelola pengelolaan kekayaan negara dan investasi pemerintah
yang dapat mewujudkan keseimbangan makro dalam pembangunan nasional melalui
kebijakan investasi yang tepat, sehingga terjadi sinergi pemerintah, BUMN dan sektor
swasta.
3. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam
berbagai keperluan.
4. Melaksanakan pengelolaan piutang negara yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel.
5. Mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai
instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
6. Mengelola sumber daya untuk pengelolaan kekayaan negara dan investasi
pemerintah secara efisien.
7. Mengembangkan proses bisnis berbasis digital yang responsif dengan perkembangan
teknologi.
BAB II
REALITA ORGANISASI YANG DIHADAPI
2.1 STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Struktur organisasi DJKN terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Barang Milik
Negara, Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara
Lain-lain, Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi, Direktorat Penilaian,
Direktorat Lelang, dan Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Selain itu, dalam melaksanakan
pendayagunaan dan kerjasama operasional aset yang bertujuan untuk optimalisasi aset dibentuk
Lembaga Manajemen Aset Negara sebagai Badan Layanan Umum yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan melalui DJKN . LMAN merupakan unit organisasi non
eselon di lingkungan Kementerian Keuangan yang menerapkan pengelolaan keuangan badan
layanan umum.

LMAN memilikitugas melaksanakan optimalisasi aset yang berasal dari :

 Barang milik negara dan/atau kekayaan negara lain yang diserahkelolakan dari DJKN
 aset yang perolehannya dibiayai dengan dana yang bersumber dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara (BUN) Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian
Anggaran 999.03)
 aset hasil pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN)

LMAN juga bertugas dalam perencanaan kebutuhan dan pengembangan lahan/tanah,


pengelolaan dana investasi pemerintah termasuk pendanaan pengadaan tanah untuk PSN
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DJKN didukung oleh kantor vertikal di daerah.
Instansi vertikal di lingkungan DJKN terdiri dari 17 (tujuh belas) Kantor Wilayah (Kanwil) dan 85
(delapan puluh lima) Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dari 85 KPKNL yang
ada, sampai dengan saat ini telah efektif beroperasi adalah 71 KPKNL.

 Susunan organisasi DJKN

 Susunan organisasi KPKNL

Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, DJKN didukung oleh 3.639 pegawai per
15 Oktober 2018 tersebar di Kantor Pusat (640 orang), 17 Kantor Wilayah (818 orang), dan 71 KPKNL
(2.181 orang). Sebagian besar pegawai berpendidikan D4/S1 (1.601 orang) dengan perincian
berdasarkan latar belakang pendidikan sebagaimana dalam Gambar 2-4
Berdasarkan komposisi gender, pegawai DJKN terdiri dari sekitar 30% wanita (1.087 orang),
sedangkan pegawai pria sebanyak 2.552 orang.Dari sisi usia,pegawai DJKN berada pada usia dibawah
40 tahun mendekati 50% (1.801 orang), berusia 41 sampai dengan 50 tahun sebanyak 35% (1.268
orang ), dan selebihnya merupakan pegawai yang berusia diatas 50 tahun (570 orang).

2.2 PENCAPAIAN MANAJER ASET SAAT INI ATAS TUJUAN DAN


SASARAN STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan tahun 2015-2019, telah
ditetapkan 7 (tujuh) tujuan dan 16 (enam belas) sasaran strategis sebagai kondisi akhir yang ingin
dicapai secara nyata sampai dengan tahun 2019 yang mencerminkan hasil (outcome) dari program-
program yang telah dilaksanakan. Tujuan Kementerian Keuangan pada tahun 2015- 2019 adalah:

1. Terjaganya kesinambungan fiskal


2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan sertareformasi
kepabeanan dan cukai;
3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang andal
untukoptimalisasi penerimaan negara;
4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer
ke daerah;
5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran;
6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan;
7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
kelembagaan.

Pencapaian DJKN dengan tugas dan fungsi spesifik sebagai manajer aset atas beberapa
tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan tersebut direalisasikan dalam pelaksanaan
pengelolaan kekayaan negara yang optimal dan pembiayaan yang aman untuk mendukung
kesinambungan fiskal. Keberhasilan dari tujuan ini diukur dengan beberapa indikator sebagaimana
dalam Tabel 2-1.

Capaian tiga indikator tersebut menunjukan hasil yang sangat baikcdari tahun 2015-2018.
Pada tahun 2018, capaian indikator “Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap” mampu
mencapai 87,30% atau Rp4.348,34 triliun, meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar
81,63%. Capaian ini telah melampaui target Renstra tahun 2019, yaitu sebesar 52%. Dimulai pada
tahun 2019 rasio dana aktif yang akan dimonitor tidak hanya mencakup BUMN/Lembaga di bawah
Kemenkeu, tapi juga BUMN di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri BUMN.
Indikator “Rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap
total ekuitas” dan “Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan” juga telah
mencapai target sejak tahun 2016. Hal ini mencerminkan upaya DJKN dalam menjaga amanat
Renstra Kementerian Keuangan dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal
serta pembiayaan yang aman.

Penjelasan atas capaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1. Rasio Utilisasi Aset terhadap Total Aset Tetap


Utilisasi mengacu pada proses pendayagunaan sumber daya. Aset sebagai salah satu sumber
daya harus diutilisasi dengan optimal. Proses utilisasi atas aset dilakukan berdasarkan hasil analisa
the highest and best use (HBU) 11. Berdasarkan prinsip ini, aset dapat dikatakan optimal apabila
seluruh kapasitas yang dimiliki oleh aset tersebut difungsikan dengan optimal sehingga mampu
memenuhi asas legal (legally permissible), kelayakan fisik (physically possible), kelayakan finansial
(financially feasible), dan produktif (maximally productive). Untuk memastikan utilisasi atas aset
negara berjalan dengan optimal, maka ditetapkanlah indikator “rasio utilisasi aset terhadap total
aset tetap” dalam sasaran pengelolaan kekayaan negara yang optimal. Objek utilisasi pada indikator
ini meliputi aset-aset tetap yang dimiliki oleh negara

Berdsasarkan data LKPP aset tetap selalu memiliki porsi terbesar dengan nilai pertumbuhan
yang meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Berikut adalah data pertumbuhan aset tetap
pada LKPP tahun 2004 – 2017 (dalam trilun rupiah).
Penggunaan indikator ini berfungsi untuk memastikan aset tetap yang dimiliki negara,
benar-benar diberdayakan dengan optimal, sehingga berdampak pada adanya nilai tambah (value
added) serta menghindari opportunity loss atas aset tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, realisasi utilisasi sampai dengan tahun 2018 mampu
mencapai 87,30%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesarRp4.348,34 triliun dari total aset telah
ditetapkan status utilisasinya. Berikut ini adalah grafik pertumbuhan utilisasi aset dari tahun 2010-
2017 (dalam triliun rupiah).

Gambar 2-7 Pertumbuhan utilisasi aset tahun 2010-2018 (dalam Rp. Triliun)
Realisasi utilisasi aset sampai dengan tahun 2017 tersebut sebagian besar bersumber dari
penggunaan aset Kementerian/Lembaga yang berasal dari perolehan APBN dan penetapan aset 21
sebagai underlying asset penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sedangkan realisasi
utilisasi aset sampai dengan tahun 2018 sebagaimana diuraikan dalam Tabel 2-

Sampai dengan tahun 2018, nilai rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kementerian
Keuangan tercapai sebesar 3,58 dari target 3,25 (110,15%), meningkat dari 3,19 pada tahun 2017.
Rincian atas capaian tersebut sebagaimana dalam Tabel 2-3.
2.2.3. Strategi yang Dilakukan
Dalam rangka mewujudkan tujuan, sasaran, dan indikator dalam pengelolaan kekayaan yang
optimal, beberapa strategi telah diterapkan pada periode tahun 2015-2019. Adapun rincian atas
implementasi strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut.

a) Penguatan dan penyempurnaan regulasi


b) Pengamanan kekayaan negara melalui 3T (Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan Tertib
Hukum)
c) Implementasi perencanaan kebutuhan aset (asset planning)
d) Pembentukan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN)
e) Pengintensifan pengawasan dan pengendalian
f) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas dana investasi pemerintah yang dialokasikan
dalam APBN untuk mengukur efisiensi dan efektivitas penganggaran.
g) Mengoptimalkan hasil pengelolaan aset Bendahara Umum Negara (BUN)
h) Pelaksanaan program penilaian kembali BMN

2.3. PRAKTIK TERBAIK MANAJEMEN ASET


Setidaknya terdapat 3 (tiga) elemen kemampuan utama (core capabilities) organisasi yaitu
SDM, proses, dan teknologi yang secara sinergis berperan dalam penciptaan nilai tersebut dimana
aset mengambil peran sebagai salah satu sarana utamanya (enabler). Sejatinya, manajemen aset
merupakan bagian dari keseluruhan manajemen strategis organisasi dalam mencapai tujuan
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2-8.

Sebagai bagian dari keseluruhan


manajemen strategis organisasi, secara konkrit yang
dapat dilakukan manajemen aset misalnya :

a) ketika organisasi perlu memperbaiki


struktur biaya/anggaran yang terbatas,
maka strategi efisiensi biaya
operasionalisasi aset dapat ditempuh
dimana manajemen aset dapat
merumuskan strategi tersebut yang tidak
menghambat produktivitas organisasi
b) manakala organisasi ingin mengoptimalkan
aset, maka manajemen aset dapat
memastikan aset yang diperlukan sesuai
kebutuhan sedangkan aset berlebih
(surplus) atau idle dapat diutilisasi atau
dilepas,
c) pada saat organisasi menargetkan standar layanan prima kepada pelanggan dan
stakeholders, maka manajemen aset memastikan aset yang dipergunakan untuk service
delivery memenuhi standar kualitas dan ketentuan yang berlaku, dapat diandalkan,
mengutamakan faktor keamanan dan keselamatan, serta ramah/berwawasan lingkungan.
2.3.1. Lingkungan Manajemen Aset
Manajemen aset memiliki proses bisnis yang spesifik, seiring terjadinya perubahan internal
dan eksternal, manajemen aset harus menjadi bagian integral dalam dinamika organisasi. Dengan
demikian personil di setiap jenjang dalam organisasi, dari level staf sampai dengan top management
perlu memahami prinsip manajemen aset.

Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, manajemen aset masih merupakan disiplin ilmu baru
dimana terdapat pandangan beragam (Wijnia & de Croon, 2015). Manajemen aset diartikan sebagai
aktivitas terkoordinasi dan sistematis dalam mewujudkan atau meningkatkan manfaat aset secara
efektif, efisien, optimal dan sustainable dengan mempertimbangkan kinerja, resiko dan biaya dari
masing-masing siklus aset (asset life cycles) untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, aktivitas yang
terkoordinasi untuk mewujudkan kebernilaian dari suatu aset merupakan manajemen aset.

Dari perspektif industri atau praktisi, maka manajemen aset kontemporer menjadi semakin
kompleks dengan menghadapi tantangan-tantangan yang belum pernah dialami sebelumnya seperti
semakin terbatasnya sumber daya (khususnya finansial), meningkatnya ekpektasi publik,
menurunnya kualitas pengelolaan berwawasan lingkungan, menurunnya usia ekonomis asetakibat
perubahan iklim, dan meningkatnya ketergantungan dan keterlibatan (interdependensi) antar sektor
dan lembaga (Brown et al., 2014). Disamping itu, seiring profesionalisme manajer aset yang dituntut
untuk meningkat dalam beberapa dekade terakhir maka sebagai konsekuensi, manajemen aset perlu
melibatkan berbagai disiplin ilmu, lintas sektoral, dan beragamnya aspek teknis.

Sedangkan manajemen aset di sektor Pemerintah relatif lebih unik, karena keberadaan aset
negara memiliki tujuan khusus yang dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu 30 tradisional
dan non-tradisional (Kaganova & Nayyar-Stone, 2000; Wheeler, 1993). Secara tradisional,
manajemen aset di sektor publik bertujuan untuk menyediakan secara tepat (kuantitas) aset dengan
biaya yang paling efisien dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tujuan non-
tradisional adalah mewujudkan peran aset dalam perekonomian dan mampu menghasilkan
penerimaan. Sehingga dalam rangka penyediaan aset dan pemberian pelayanan, pemerintah
berupaya melakukan upaya utilisasi aset secara efektif, efisien, dan optimal yang tidak hanya dapat
menghasilkan cost-saving dan daya ungkit (leveraging) namun juga penerimaan negara (PNBP)
sebagai sumber alternatif selain dari penerimaan pajak. Manajemen aset terkini sebagaimana telah
diuraikan dapat diilustrasikan dalam Gambar 2-9.
2.3.2. Manfaat Manajemen Aset
Beberapa manfaat penerapan manajemen aset antara lain :

1. Meningkatkan nilai tambah yang dapat mengatasi keterbatasan anggaran melalui:

a. Penyusunan rencana kebutuhan aset yang efektif sesuai tugas dan fungsi masing-masing
organisasi yang sekaligus mendorong peningkatan kinerja aset tersebut dengan indikator
manfaat non finansial (benefit) dan manfaat ekonomis (return on investments).

b. Data/informasi yang dapat diandalkan yang telah mempertimbangkan biaya, resiko,


peluang dan kinerja untuk digunakan dalam pengambilan keputusan investasi, penggunaan,
pemanfaatan, dan pelepasan asetsehingga menekan keberadaan aset yang tidak diutilisasi
optimal (underutilized) atau adanya pembelian aset berlebih. Keputusan yang tepat pada
gilirannya mewujudkan tidak hanya efisiensi biaya operasional aset, pemeliharaan, dan
pengamanan aset yang lebih baik namun dapat meningkatkan penerimaan yang berasal dari
utilisasi aset.

2. Memenuhi ekspektasi masyarakat melalui:

a. Terpenuhinya harapan pelanggan dan pemangku kepentingan melalui pemanfaatan aset


yang dapat memenuhi kebutuhan dan pelayanan masyarakat secara prima.

b. Resiko yang dapat lebih dikelola sehingga mitigasi terhadap faktor-faktor yang
menurunkan fungsi optimal aset dan reputasi organisasi dilakukan secara tepat sasaran yang
berdampak positif untuk meningkatkan aspek keamanan, kesehatan, dan kepedulian
terhadap lingkungan.

c. Pengurangan emisi gas karbon sebagai dampak operasionalisasi aset melalui efisiensi
energi dan penggunaan material aset yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.

3. Aset dapat dimanfaatkan melebihi usia ekonomisnya melalui:

a. Pemenuhan atau kepatuhan terhadap standar dan regulasi yang berlaku.

b. Perbaikan terus menerus atas tata kelola, prosedur, dan kinerja aset berdasarkan reviu
menyeluruh dan mengacu pada praktik terbaik.

c. Tersedianya strategi operasional dan pemeliharaan aset yang baik dengan ketersediaan
anggaran yang memadai.

d. Upaya mempertahankan kondisi aset dari penurunan usia ekonomis karena dampak
perubahan iklim dan bencana alam, misalnya melalui asuransi, renovasi/retrofitting, dan
adaptasi aset.

2.3.3 Faktor-faktor Utama dalam Manajemen Aset


Kontemporer sesuai Praktik Terbaik
Diantara beberapa standar atau sistem manajemen aset yang terkemuka dewasa ini dapat
diidentifikasi apa saja faktor-faktor utama dalam manajemen aset sebagaimana dalam Tabel 2-4.
Berdasarkan sintesa atas beberapa sistem tersebut, untuk mendukung proses manajemen aset yang
sesuai praktik terbaik perlu mempertimbangkan faktor-faktor utama yang dapat dikategorisasikan ke
dalam elemen core capabilities (SDM, proses, dan teknologi) sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia


 Kompetensi manajerial dan teknis
 Organisasi yang fit for purpose
 Kepemimpinan
 Manajemen Perubahan
2. Proses
 Proses Bisnis
 Prinsip kesinambungan
 Manajemen Resiko
 Komunikasi
 Perencanaan
 Pelayanan
 Peraturan
3. Teknologi
 Data dan Manajemen Informasi
 Teknologi Informasi
2.3.4. Indikator dilaksanakannya Manajemen Aset yang baik
secara garis besar manajemen aset yang baik jika memenuhi setidaknya 7 (tujuh) indikator
seperti:
1. Pemahaman jenis utilisasi atas seluruh aset.
2. Penggunaan nilai wajar aset.
3. Aspek tata kelola yang baik: Transparansi.
4. Aspek tata kelola yang baik: Lelang.
5. Perencanaan strategis dalam manajemen aset.
6. Sistem manajemen aset komprehensif (whole-of government) yang terintegrasi.
7. Program continuous professional development (CPD).

2.4Keunggulan dan permasalahan organisasi


Dari sisi internal DJKN mengalami perkembangan organisasi yang signifikan.
Dengan kemajuan tersebut terkandung keunggulan dan kekuatan yang
dimiliki organisasi untuk mencapai tujuannya. Namun demikian dalam
usianya lebih dari satu dasawarsa, secara faktual relatif masih ada
permasalahan serta kelemahan yang telah diidentifikasi sebagaimana yang
akan diuraikan lebih lanjut.
2.4.1 Keunggulan yang ada
1. Sebagai regulator dan otorisator pengelola aset negara
Undang-undang no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan
negara telah mengamanatkan Menteri Keuangan dalam
pengelolaan Barang Milik Negara yang merupakan kekayaan
negara dimana pelaksanaannya dilakukan oleh DJKN melalui
mandat dan pendelegasian. Adapun untuk investasi
pemerintah, alur pengelolaan dilakukan dengan perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan dan penatausahaan, dan monitoring
dan evaluasi. Dalam pengelolaan piutang negara, memiliki
peran dalam edukasi kepada K/L dalam penatausahaan
piutang.
Sejak tahun 2007, pengelolaan kekayaan negara telah
menggunakan prinsip good governance dan berbasis kinerja
menggunakan balanced score card (BSD).
2. Terdapat mekanisme penilaian kinerja dan manajemen resiko
organisasi
DJKN menggunakan BSC dalam rangka pengukuran kinerja
organisasi. Setiap tahun dilakukan kontrak kinerja dari mulai
level eselon 1 sampai dengan staf pelaksana untuk mencapai
target kinerja. Disamping itu,untuk menjamin efektivitas
manajemen kinerja yang mumpuni, juga dilakukan reviu
kontrak kinerja dan survei SFO. Organisasi juga membutuhkan
manajemen resiko untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
3. Terdapat unit kepatuhan internal dan sebagian unit vertikal
berprediksi kantor pelayanan terbaik dan wilayah bebas dari
korupsi
Sebagai satu program reformasi birokrasi dilakukan upaya
pembagunan Zona Integrasi yang diharapkan dapat
menciptakan WBK/WBBM, menjadi pilot project dan panutan
untuk unit kerja lainnya.
4. Proporsi aset yang signifikan pada LKPP dengan predikat WTP
Aset yang dikelola DJKN relatif besar dan beragam, ada
sebagian aset dapat dimafaatkan untuk memperoleh PNBP.
Terdapat aset yang mengalami perpindahan antar K/L untuk
optimalisasi aset yang ada. Sampai dengan 2008, LKPP selalu
mendapat opini disclaimer, pada tahn 2009 mendapat opini
wajar dengan pengecualian dan Wajar Tanpa Pengecualian
pada 2016. Opini WTP tersebut tidak akan diperoleh ketika
aset negara tidak dicatat dan dikelola dengan baik.
5. Kontribusi pengelolaan aset ke PNBP terus tumbuh
Terbitnya UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP memperkuat
brunding DJKN yang dapat terus berkembang, karena objek
PNBP dalam pasal 4 ayat (1) sebagian besar berada dalam
tugas dan fungsi manajer aset di DJKN. Selain PNBP yang
berasal dari pengelolaan aset, DJKN juga memberikan
kontribusi PNBP dari lelang yang semakin meningkat setiap
tahun. Semakin besar PNBP yang dihasilkan dari pengelolaan
aset akan bermanfaat karena pemerintah dapat memiliki
sumber alternatif sumber penerimaan APBN selain dari
penerimaan rutin perpajakan.
6. Kontribusi cost-saving
Semakin optimal pengelolaan aset akan berkontribusi pada
pengurangan eksposur APBN terhdapat pembiayaan untuk
aset negara karena optimalisasi tersebut membawa dampak
terhadap efisiensi belanja pemeliharaan dan belanja modal
(cost saving).
7. Pengelola underlying asset SBSN sebagai alternatif
pembiayaan APBN
Aset SBSN adalah obyek pembiayaan dalam rangka penerbitan
sukuk dijadikan sebagai underlying asset. Sesuai UU 19 tahun
2008 tentang SBSN mengatur beberapa hal, yaitu tidak terjadi
pemindahan hak kepemilikan dan hanya pemindahan hak
manfaat sehingga tidak ada pengalihan fisik, hak manfaat atas
BMN baik dijual atau disewakan, dan disewa kembali oleh
pemerintah sampai jatuh tempo SBSN sehingga instansi
pengguna BMN dapat menggunakan aset SBSN sesuai
fungsinya. SBSN akan dibeli kembali oleh pemerintah pada
saat jatuh tempo, BMN akan tetap dimiliki oleh negara.
8. Kontribusi daya ungkit
Dalam rangka perencanaan anggaran pembiayaan investasi,
alokasi dana yang diusulkan dalam APBN diharapkan mampu
menjadi katalis dan pendorong dalam rangka mendukung
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
9. Eksistensi LMAN
LMAN adalah BLU dibawah pimpinan DJKN berperan sebagai
salah satu operator Pengelola Aset yang mendukung
optimalisasi pengelolaan aset negara guna meningkatkan
manfaat ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return
on assets dan PNBP yang berasal dari barang milik negara. Dari
aspek organisasi DJKN, keberadaan dari kinerja LMAN telah
memperkuat kualitas tata kelola dan spektrum pengelolaan
aset negara ke arah profesionalisme sebagai manajer aset bagi
negara.
10. Modernisasi lelang
Demi mewujudkan misi DJKN berupa lelang yang efisien,
transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebgai instrumen
jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingaan
masyarakat, DJKN terus melakukan perbaikan-perbaikan
antara lain pengembangan bisnis lelang berbasis Teknologi
Informasi.
11. Kompetensi manajemen aset dan penilaian
Setiap tahapan dalam siklus pengelolaan kekayaan negara,
telah dilaksanakan oleh DJKN dan terjadi peningkatan
kompetensi secara signifikan karena program pengembangan
sumber daya manusia di bidang-bidang tersebut ditangani
serius. Penilaian sebagai salah satu fungsi dalam DJKN telah
memperoleh sertifikasi ISO 9001:2015. Kapasitas penilai yang
ada saat ini telah meiliki kemampuan untuk penilaian SDA,
sehingga DJKN mulai dijadikan rujukan oleh lembaga sejenis di
dalam maupun di luar negeri yang dimulai dari kawasan Asia
Tenggara.
12. Reformasi birokrasi dan komitemen manajemen terus tumbuh
Reformasi birokrasi pada DJKN mencakup proses transformasi
kelembagaan, transformasi organisasi dan manajemen
perubahan. Pada area transformasi organisasi DJKN telah
memberikan masukan terkait reorganisasi pada tema treasury,
implementasi layanan bersama (co-location) dan memberikan
masukan untuk tata kelola special mission vehicle. Sedangkan
pada area manajemen perubahan, DJKN telah melakukan
kegiatan yang meliputi mengawal proses perubahan dan
resitensi, pembentukan mindset, budaya organisasi, dan
efisiensi organisasi.
13. Basis data aset terkomputerisasi sebagian besar terbangun
Pendekatan pengelolaan aset dengan manajemen portofolio
aset memungkinkan DJKN membuat keputusan strategis atas
pengelolaan aset dengan keseimbangan risiko serta manfaat
dengan sebaran yang terukur. Hal ini merupakan prinsip yang
dilaksanakan paralel dengan asset-mapping. Melalui asset
mapping juga dapat dipergunakan dalam penentuan aset yang
akan diasuransikan.
14. E-Goverment/digitalisasi sebagian proses bisnis
DJKN telah mengimplementasikan e-government. Hal ini
ditunjukkan dari implementasi teknologi informasi di dalam
pengelolaan proses bisnis dan layanan kepada stakeholder
(government to government) maupun yang berkaitan dengan
layanan kepada masyarakat (government to citizen). Di
samping itu, guna meningkatkan efektivitas pengelolaan
investasi Pemerintah, dikembangkan aplikasi Modul Kekayaan
Negara Dipisahkan (Modul KND) yang di dalamnya memuat
data-data keuangan maupun nonkeuangan BUMN.
15. DJKN telah memiliki blue print Teknologi Informasi dan
Komunikasi DJKN
DJKN telah memiliki blue print TIK yang di dalamnya
memberikan arah bagi DJKN dalam melakukan transformasi
proses bisnis dan digitalisasi dengan peta jalan
pengembangannya meliputi tahapan penguatan fungsi sistem
aplikasi untuk mendukung operasional, integrasi dan registrasi
aset, pembentukan data warehouse, serta penggunaan data
dan informasi aset untuk pengambilan keputusan strategis
DJKN.
2.4.2 Kelemahan dan permasalahan yang terjadi
1. Regulasi dan kebijakan yang belum integratif, komprehensif,
dan implementif
Integrasi pelayanan DJKN melihat bahwa proses manajemen
aset melibatkan otorisator, penilai, dan peleleang merupakan
satu kesatuan prose dan menjadi tanggungjawab DJKN untuk
mengintegrasikan lebih sederhana dengan akuntabilitas tetap
baik. Proporsi aset yang sedemikian besar berada di K/L
dibanding DJKN, komitmen untuk pelaksanaan manajemen
aset yang ideal tidak memadai jika hanya dilakukan oleh DJKN
namun urgensinya justru juga berada pada K/L.
2. Manajemen aset belum didasarkan pada prinsip-prinsip
berkelanjutan
Paradigma pengelolaan aset dalam praktik terbaik menuntut
dimilikinya sistem pengelolaan aset yang berkelanjutan yang
ditandai dengan peran aset dalam tiga aspek inti dalam
sustainability yaitu sosial, ekonomi/finansial, dan lingkungan,
masih dalam tahap awal untuk implementasi. Oleh karena itu,
jika dibandingkan dengan praktik terbaik, maka disinilah perlu
akui bahwa DJKN masih perlu melakukan perbaikan.
3. Manajemen aset hulu migas belum optimal
Unit yang saat ini mengelola di dalam DJKN belum memadai
mengingat adanya sejumlah keterbatasan baik dari aspek
regulasi, kelembagaan, SDM, penganggaran maupun kondisi
objektif aset.
4. Belum terbangun penilaian kinerja dan manajemen resiko aset
Dalam pengelolaan aset negara dan juga investasi pemerintah,
disadari bahwa DJKN belum secara keseluruhan mampu
membangun penilaian atas kinerja aset dan portofolio
investasinya, termasuk belum mampu menerapkan
manajemen risiko atas pengelolaan aset.
5. Belum optimalnya pengawasan dan pengendalian atas aset
Kementerian Keuangan bahwa pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian pada DJKN selaku Manajer Aset belum optimal.
Hal ini ditandai dari masih banyaknya aset yang idle dan belum
terdata komprehensif oleh K/L maupun oleh DJKN selaku
pengelola, masih terdapat pemanfaatan aset yang tidak
dilakukan dengan prosedur yang tepat dan dengan
akuntabilitas yang rendah.
6. Terdapat aset non free and clear dan idle
Masih terdapat aset negara bermasalah yang meliputi aset
yang (1) belum memiliki dokumen kepemilikan, (2) dikuasai
pihak lain, (3) dalam sengketa, (4) belum ditemukan, dan (5)
rusak berat tetapi belum dihapuskan. Hal tersebut dapat
menghambat penetapan utilisasi kekayaan negara.
7. Fungsi organisasi sebagai regulator, pembina, dan layanan
pada kantor pusat dan kantor vertikal belum sepenuhnya
konsisten
Pembagian tugas-tugas dan fungsi organisasi secara konsisten
sebagai (1) regulator, (2) pembina, dan (3)
layanan/operasional belum sepenuhnya terwujud. Di masa
lalu hal ini perlu dilakukan mengingat distribusi kualitas SDM
yang belum merata antara unit kantor pusat dengan kantor
vertikal.
8. Belum terwujud budayakebijakan manajemen aset berbasis
riset dan bukti
Salah satu cara utilisasi hasil penelitian untuk
memformulasikan kebijakan adalah dengan membangun
sistem knowledge management termasuk diadakannya
program-program seminar dan konferensi untuk
mempertemukan penghasil pengetahuan (knowledge
producer) yaitu peneliti baik internal atau eksternal DJKN
dengan pengguna pengetahuan (knowledge user) yaitu DJKN.
Hal-hal tersebut sampai saat ini masih belum menjadi budaya
bagi DJKN.
9. Basis data aset terkomputerisasi belum interkonektif
Belum terjadinya interkoneksi data dengan fungsi treasury
Kementerian Keuangan, belum terintegrasinya arus data dan
informasi antar DJKNdengan K/L. Belum adanya interkoneksi
sistem informasi DJKN dengan sistem governance di
Kementerian BUMN menyebabkan upaya kajian dan analisa
terkait kinerja PMN pada BUMN yang menjadi tugas dan fungsi
DJKN belum sepenuhnya optimal.
2.5 Peluang dan tantangan
Seiring perkembangan pelaksanaan demokrasi, masyarakat semakin
menuntut
pengelolaan kekayaan negara yang sesuai dengan tata kelola pemerintah
yang baik. Dari dinamika perubahan lingkungan tersebut melahirkan peluang
dan tantangan yang harus diantisipasi oleh DJKN.
2.5.1 Peluang yang dimiliki
1. Program prioritas nasional “Nawa Cita”
DJKN mengambil peran dalam memastikan perencanaan dan
penganggaran kebutuhan serta pemeliharaan oleh K/L, DJKN juga
dapat mengambil peran dalam peningkatan kemampuan fiskal
dan kinerja keuangan daerah, DJKN berperan dalam peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur, dan
DJKN mengambil peran dalam penguatan kapasitas fiskal negara
melalui optimalisasi PNBP.
2. Aspek Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
peluang (menakar signifikansi peran DJKN dalam SDGs).
SDGs adalah dokumen yang memuat indikator-indikator berupa
17 tujuan dan 169 sasaran global tahun 2016-2030 untuk
menjadikan kehidupan masyarakat dunia menjadi lebih baik.
Keseriusan Indonesia dalam upaya mencapai indikator-indikator
SDGs dimana telah diintegrasikannya indikator tersebut ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2040.
3. Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK)
DJKN telah berkomitmen untuk mengimplementasikan reformasi
manajemen keuangan negara sebagai bagian dari perubahan
mendasar dalam agenda reformasi birokrasi dan transformasi
kelembagaan secara keseluruhan. Terbentuknya satuan kerja
khusus Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang fokus
pada pengelolaan aset tersebut dapat memberikan kontribusi
positif kepada negara. Special Mission (SMV) yang didefinisikan
sebagai Misi-misi pembangunan yang cakupannya di luar
pelaksanaan urusan keuangan yang dikelola dan tersebar di tigas
unit eselon I yang berbeda, membutuhkan pembagian tugas dan
kewenangan yang jelas agar tidak terjadi overlapping antara satu
unit dengan unit yang lain.
4. Manajemen perubahan
Manajemen Perubahan sangat penting dalam memastikan bahwa
semua stakeholders, baik internal maupun eksternal, terlibat dan
mendukung tercapainya agenda yang telah disusun.
5. Best Practices dan Research-based Policy dalam Manajemen Aset.
Agar manajemen aset dapat dijalankan untuk mencapai tujuan
berorganisasi, maka terdapat beberapa faktor atau dikenal
sebagai “critical success factors” atau “enablers” yang perlu ada
bahkan dapat dikatakan sebagai faktor fundamental (Ngwira &
Manase, 2015)
6. Sertifikasi Internasional manajemen aset (ISO 55001)
Merupakan peluang ke depan bagi DJKN selaku manajer aset
untuk meraih sertifikasi ISO 55001 sebagai wujud implementasi
manajemen aset yang baik. Untuk menguatkan profil dan
kredibilitas distinguished asset manager yang diakui secara
nasional dan internasional, maka upaya untuk memperoleh
sertifikasi tersebut menjadi suatu keniscayaan yang perlu
ditargetkan untuk dicapai dalam jangka pendek atau menengah.
7. Otomasi dalam manajemen aset
Otomasi dalam manajemen aset diharapkan user friendly dalam
penggunaan dengan lingkup lebih menyeluruh meliputi fase-fase
dalam pengelolaan aset sampai pelaporan termasuk didalamya
pelaksanaan penilaian dan pemindahtanganan aset melalui
lelang.
8. Berkembangnya collaborative working space yang menggeser
“traditional” working space
Desain coworking space merupakan peluang baru bagi manajer
aset untuk menyediakan ruang-ruang bekerja bagi coworker yang
dimanfaatkan dengan sewa guna menghasilkan PNBP dengan
mengoptimalkan space gedung-gedung milik pemerintah yang
terletak di lokasi strategis.
9. Isu green building dan penggunaan bahan terbarukan (renewable
materials) untuk pembangunan gedung.
Bangunan hijau dan bahan bangunan terbarukan menjadi
tantangan bagi manajer aset untuk memadukan antara dukungan
terwujudnya gedung hijau milik pemerintah di tengah
keterbatasan finansial untuk mewujudkan hal tersebut.
10. Pengembangan lelang terhadap objek lelang berupa barang tidak
berwujud (Hak Menikmati Barang).
Konsep lelang “hak menikmati barang” juga bisa digunakan untuk
mengurangi aset BMN/BMD yang idle/tidak terpakai ataupun aset
BMN/BMD yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak, yang
menyebabkan tidak optimalnya dalam pengelolaan dan
pemanfaatan aset tersebut.
11. Era internet of things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan
dalam manajemen aset dan investasi
Terdapat beberapa hal konkrit dalam implementasi pemanfaatan
big data dalam pengelolaan aset di DJKN antara lain Prediksi Nilai
Ekonomis dan Utilisasi Aset Negara, Prediksi nilai jual
aset/properti atau barang yang dipindahtangankan atau dilelang,
dan Sentiment Analysis atas DJKN pada media sosial dan portal
berita.
12. Perkembangan smart city
Arah manajemen aset pemerintah harus siap terintegrasi dan
menjadi subset dari smart city sehingga tercipta tidak hanya
efektifitas dalam penggunaan aset namun dapat meningkatkan
efisiensi dalam operasional aset negara
13. Rencana Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia
Dengan demikian DJKN dituntut untuk mengambil peran dalam
rencana tersebut dengan memulai pemetaan aset pemerintah di
Jakarta secara komprehensif dengan diikuti kajian mendalam.
Manajer aset DJKN harus mampu dan terlebih dulu memahami
batasan-batasan atau peraturan terkait dengan rencana
pemindahan ibu kota dimaksud karena berperan besar terhadap
keberhasilan pemindahan ibu kota tersebut.
2.5.2 Tantangan yang dihadapi
1. Aset dominan berada di K/L
Proporsi aset yang sedemikian besar berada di K/L, maka
komitmen untuk pelaksanaan manajemen aset yang ideal tidak
cukup hanya dilakukan oleh DJKN namun yang terpenting justru
oleh K/L. Dengan demikian, peningkatan kapasitas manajer aset di
K/L harus sama dengan peningkatan para manajer aset yang
berada di DJKN.
2. Aset idle secara fisik tapi tidak diungkapkan oleh K/L.
Dengan kata lain terdapat potensi manfaat dalam jumlah dan nilai
yang besar tak terealisasi akibat hilangnya kesempatan tindakan
pemanfaatan aset maupun pelepasan aset untuk manfaat yang
mungkin lebih besar.
3. Adanya permasalahan hukum (perlawanan hukum/litigasi dan
permasalahan legalitas)
Terhadap aset yang bermasalah tersebut, Pemerintah harus
melakukan upaya-upaya ekstra sampai dengan adanya perkara di
lembaga peradilan.
4. Belum terbentuk Enterprise Architecture (EA) Kementerian
Keuangan
EA juga sangat diperlukan dalam proses bisnis di DJKN karena
dalam rangka menjawab tantangan yang perlu diselesaikan salah
satunya mengenai data yang bersumber dari single source of truth
dan integrasi data antar unit eselon I di Kementerian Keuangan.
5. Perubahan iklim dan isu ketahanan kota (city resilience) yang
berdampak pada aset.
Dengan adanya dampak perubahan iklim, manajer aset dituntut
untuk dapat segera mengidentifikasi atau melakukan asset-
mapping wilayah-wilayah mana yang mempunyai resiko yang
paling tinggi khususnya yang terletak di wilayah yang tidak jauh
dari pantai/pesisir. Dengan demikian manajer aset perlu untuk
melakukan koordinasi dan berkolaborasi dengan instansi atau
elemen terkait.
6. Belum optimalnya manajemen aset dan kapasitas K/L
7. Virtual space (hyperconnectivity) yang menggeser “traditional”
property.
Ke depan manajer aset harus memliki kemampuan untuk
mengambil kebijakan strategis dalam mengoptimalkan aset
negara dan melihat kemungkinan untuk dilakukan disposal
terhadap aset negara berupa gedung yang berlebih demi
mengefisienkan biaya operasional aset.
8. Lelang di Era Disrupsi.
Agar bisnis lelang di Indonesia tidak tergusur oleh fenomena
disrupsi, maka untuk jenis lelang dan objek tertentu dapat
dikembangkan cara melelang yang sederhana yang menawarkan
kemudahan dan kenyamanan bertransaksi dengan platform e-
marketplace.
BAB III

Area Perubahan untuk Mencapai Kondisi yang Dikehendaki

3.1 Terwujudnya Efektifitas, Efisiensi, Optimalisasi, dan Produktifitas Manajemen Aset dan
Investasi Pemerintah

Untuk mencapai kondisi ideal yang diharapkan, yaitu DJKN sebagai manajer asset yang
unggul (distinguished asset manager) dengan end state:

maka disusun elemen-elemen Kondisi yang Dikehendaki (Tujuan) yang memuat sasaran
Strategis sebagai implementasi konkrit yang dikelompokan berdasarkan karakteristik/prinsip
distinguished asset manager (Kontributif, Instrumental, Otoritatif, dan Sustainable & Adaptif)
sebagai berikut:

 Kontributif dalam artian berperan mendorong perekonomian nasional melalui aspek


penerimaan, belanja, dan pembiayaan APBN serta penyediaan infrastruktur yang menjadi
tulang punggung dan katalisator pembangunan.
 Instrumental bagi keuangan negara melalui peran konsultasi, implementasi, dan
pengawasan efektif dalam manajemen asset dan investasi.
 Otoritatif artinya paling berpengaruh dalam tataran teoritis maupun praktis, sehingga
menjadi acuan untuk diadopsi dan direplikasi oleh manajer asset lain di level nasional
maupun internasional.
 Sustainable, melalui pengingkatan tata kelola dan nilai tambah asset dan investasi
pemerintah yang mengurangi eksposur APBN karena adanya kemampuan dan kemandirian
finansial dengan risiko yang minimum.
 Adaptif terhadap perkembangan teknologi, perubahan iklim, tujuan pembangunan
berkelanjutan, dan dinamika kontemporer lainnya.

3.1.1 Terwujudnya manajemen aset yang penggunaanya efektif dan berkontribusi optimal bagi
penerimaan negara (PNBP)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya perumusan kebijakan indikator fiskal dari manajemen aset.


b) Berdirinya unit pengelola BMN hulu migas.
c) Terbitnya regulasi tentang solusi penyelesaian pemanfaatan aset tanpa persetujuan.
d) Terlaksananya pengembalian aset tidak digunakan K/L kepada Pengelola Barang.
e) Terlaksananya penilaian dan pemetaan aset yang mutakhir.
f) Terlaksananya kajian HBU atas aset.
g) Terlaksananya penilaian kinerja aset (asset performance review).
h) Terlaksananya kajian asset repurposing, rezoning, recycling dengan piloting di
kementerian keuangan.
i) Terlaksananya kajian asset repurposing, rezoning, recycling di K/L besar dari segi jumlah
aset.
j) Terlaksananya kajian asset repurposing, rezoning, recycling di seluruh K/L.
k) Terlaksananya pengelolaan langsung oleh Pengelola Barang atas seluruh aset tanah yang
tidak dimanfaatkan.
l) Terwujudnya konektifitas pencatatan dan pelaporan aset hulu migas dalam sistem yang
terkoneksi stakeholder.
m) Tercapainya target PNBP dalam manajemen aset.
n) Tercapainya target PNBP dalam manajemen aset sesuai rata-rata best practices.
o) Terwujudnya target optimalisasi pemanfaatan aset oleh pihak ketiga dan aset eks
terminasi
p) Terlaksanakannya pengenaan sewa/biaya pemanfaatan pada pihak ketiga dan kontraktor
alih kelola aset hulu migas
q) Terlaksanakannya pengamanan dan pemeliharaan tanah eks hulu migas yang
dikembalikan
3.1.2 Terwujudnya manajemen aset yang efisien bagi belanja negara (cost-savings)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya kolaborasi dan sinkronisasi manajemen aset dalam perencanaan


pembangunan dengan melibatkan DJA dan Bappenas.
b) Terlaksananya kajian efisiensi pengelolaan aset komprehensif (life cycle costing) sejak
tahap acquisition/requisition, operasional, sampai dengan penghapusan aset.
c) Terwujudnya penurunan life cycle costing pengelolaan aset sejak tahap
acquisition/requisition, operasional, sampai dengan penghapusan aset di seluruh K/L.
d) Tercapainya target cost-saving atau efisiensi manajemen aset.
e) Tersedianya anggaran secara efisien untuk pengelolaan aset yang dikembalikan pada
usaha hulu migas.
f) Terwujudnya utilisasi penuh aset.
3.1.3 Terwujudnya manajemen aset yang berperan dalam pembiayaan pada APBN secara optimal
dan prudent (underlying asset SBSN dan Efek Beragun Aset)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya utilisasi aset dengan optimal memenuhi kebutuhan underlying asset SBSN.
b) Terwujudnya utilisasi aset melalui sekuritisasi atau penerbitan efek beragun aset.
3.1.4 Terwujudnya optimalisasi manajemen investasi Pemerintah (PNBP dan manfaat sosial dan
ekonomi)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Tercapainya target PNBP dari investasi pemerintah.


b) Terwujudnya optimalisasi rasio dana aktif BUMN/Lembaga.
c) Terwujudnya optimalisasi rasio dana aktif investasi pemerintah.
d) Terealisasinya manfaat ekonomi dari investasi pemerintah yang selaras dengan 17 tujuan
dalam SDGs.
e) Terealisasinya manfaat ekonomi dan sosial dari investasi pemerintah sebagai salah satu
key factor dalam mendukung tujuan pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan oleh
Bappenas.
3.1.5 Terwujudnya Pelaporan Investasi Pemerintah yang transparan dan akuntabel

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya framework digitalisasi pelaporan keuangan investasi pemerintah dan Modul


Investasi Pemerintah.
b) Terwujudnya digitalisasi Ikhtisar Laporan Keuangan Penyertaan Negara (ILKPN).
c) Terwujudnya pengembangan Laporan Manajemen Pengelolaan Investasi Pemerintah.
d) Terwujudnya informasi Investasi Pemerintah yang dapat diakses dengan mudah.
e) Terwujudnya peningkatan pemahaman dan ketaatan KPA dalam penyusunan laporan
keuangan investasi pemerintah yang lebih berkualitas.
f) Terwujudnya monitoring tindaklanjut laporan hasil pemeriksaan berbasis IT yang efektif.
g) Terwujudnya framework pengendalian dan pengawasan internal yang memadai.
h) Terimplementasikannya pengendalian internal yang memadai dan penyelesaian
rekomendasi hasil pelaksanaan pengawasan internal.
i) Terwujudnya kepercayaan publik terhadap pengelolaan investasi pemerintah
(selfassessment).
j) Terwujudnya kepercayaan publik terhadap pengelolaan investasi pemerintah (lembaga
survey).
3.1.6 Terwujudnya penatausahaan Investasi Pemerintah yang akuntabel

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya digitalisasi penatausahaan KND.


b) Terwujudnya penatausahaan investasi pemerintah berbasis mobile.
c) Tersajinya informasi Investasi Pemerintah yang sejalan dengan SDGs dengan memuat
aspek manfaat sisial dan ekonomi.
d) Terciptanya ekosistem penatausahaan investasi pemerintah berbasis TIK yang kolaboratif
dan integratif dengan para pemangku kepentingan.
3.1.7 Terlaksananya pembinaan dan pengawasan Special Mission Vehicle (SMV) Kemenkeu yang
optimal

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya SOP dan peraturan mengenai tata kelola SMV Kemenkeu yang andal.
b) Terwujudnya SOP dan peraturan mengenai tata kelola SMV Kemenkeu yang lebih andal
dan berkualitas
c) Terwujudnya Penyempurnaan SOP dan peraturan mengenai tata kelola SMV Kemenkeu.
d) Terwujudnya peran aktif unit vertikal DJKN dalam sosialisasi peran dan fungsi SMV ke
stakeholder.
e) Terlaksananya peran unit vertikal DJKN sebagai katalis perencanaan investasi di daerah,
3.1.8 Terwujudnya pendayagunaan SMV Kemenkeu dalam pembangunan nasional berkelanjutan
(SDGs)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya sinergi antar SMV dan antara SMV dengan Unit Eselon I Kemenkeu.
b) Terwujudnya sinergi antar SMV Kemenkeu dengan BUMN Lainnya.
c) Terwujudnya peran SMV berperan dalam pembangunan nasional berkelanjutan.
d) Terwujudnya penguatan kelembagaan SMV (transformasi PT SMI menjadi LPPI).
e) Terwujudnya image SMV Kemenkeu sebagai top of mind masyarakat/pengguna jasa
terkait bidang usaha SMV.
f) Terwujudnya SMV yang berperan sebagai fiscal tools yang efektif.
3.1.9 Terjadinya penguatan fungsi Monitoring dan Evaluasi Investasi Pemerintah

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:


a) Terlaksananya monitoring realisasi penggunaan dana investasi pemerintah yang efektif
dan efisien.
3.1.10 Terlaksananya asesmen atas kinerja Investasi Pemerintah yang komprehensif

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya evaluasi terhadap BUMN penerima PMN.


b) Terlaksananya evaluasi BUMN dan BLU yang mendapat Pembiayaan Investasi.
c) Terlaksananya evaluasi BUMN dan BLU yang mendapat Pembiayaan Investasi yang lebih
optimal.
d) Terwujudnya evaluasi portfolio Investasi Pemerintah.
e) Terciptanya framework CA BUMN dan BLU penerima investasi pemerintah.
f) Terwujudnya peningkatan Pengawasan Kinerja BUMN berdasarkan Modul Investasi
Pemerintah.
3.1.11 Penguatan analisis pengelolaan Investasi Pemerintah (Penambahan/ Pengurangan PMN,
Holding, Privatisasi, Restrukturisasi dan Revitalisasi)

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya penyempurnaan dan perluasan mandat Kepdirjen Nomor 77/KN/2012.


b) Terwujudnya regulasi yang komprehensif dan kredibel dalam mendukung kajian investasi
pemerintah.
c) Terbitnya regulasi terkait Pengelolaan Investasi Pemerintah yang tepat waktu.
d) Terwujudnya platform analisis pengelolaan investasi pemerintah yang implementatif.
e) Terwujudnya center of excellence pengelolaan investasi pemerintah.
f) Terwujudnya DJKN benchmark pengelolaan investasi pemerintah yang kredibel.

3.2 Terwujudnya Lelang Sebagai Suatu Industri Modern yang Berperan Optimal dan
Terpercaya

Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:

3.2.1 Terwujudnya peningkatan peran penyelenggaraan lelang dalam perekonomian nasional


Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya penguatan regulasi lelang dengan terselesaikannya RUU Perlelangan.


b) Terlaksananya penyempurnaan bisnis proses terutama untuk sektor swasta melalui lelang
dengan platform e-marketplace.
c) Terwujudnya industri lelang sebagai pilihan jual beli yang andal & modern sesuai format
UU Pelelangan.
d) Terwujudnya sustainability dalam industri lelang modern.
e) Terlaksananya distribusi wewenang melelang kepada instansi di luar Kementerian
Keuangan.
3.2.2 Terwujudnya perlindungan hukum bagi stakeholder melalui transaksi yang efektif,
transparan dan akuntabel

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya penguatan regulasi melalui implementasi UU Perlelangan.


b) Terwujudnya lelang yang andal dan modern.
c) Terwujudnya penurunan jumlah permasalahan hukum dalam pelaksanaan lelang melalui
lelang yang semakin mudah, transparan, dan berkekuatan hukum.
3.2.3 Optimalnya pelayanan Lelang melalui sinergi dengan institusi terkait
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya penguatan regulasi.
b) Terwujudnya perjanjian kerja sama dengan instansi terkait.
c) Terwujudnya pertukaran data elektronik dengan instansi terkait.

3.3 TERWUJUDNYA PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PENGELOLAAN ASET DAN


INVESTASI PEMERINTAH YANG KOMPREHENSIF DAN MUTAKHIR

Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:

3.3.1 Terwujudnya peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset negara
pada RPJMN dan APBN

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:


a) Terwujudnya rancangan sistem perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset negara
dengan sistem informasi bidang treasury (DJA dan DJPB).
b) Terwujudnya konektivitas sistem perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset negara
pada Pengelola dan Pengguna Barang dengan sistem informasi bidang treasury (DJA dan
DJPB).
c) Terwujudnya implementasi sistem perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset secara
digital.
d) Terwujudnya sistem informasi portofolio aset dengan database yang andal memuat profil aset
secara individual yang sistematis, komprehensif, dan real time.
e) Terwujudnya profil aset-aset prioritas secara individual meliputi informasi kinerja, resiko, dan
kajian HBU atas aset.
f) Terwujudnya sistem informasi portofolio aset-aset prioritas secara individual untuk
kepentingan proyeksi life-cycle costs.
g) Terlaksananya kajian perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset komprehensif (life
cycle costing) sejak tahap acquisition/requisition, operasional, sampai dengan penghapusan
aset di Kementerian Keuangan.
h) Terlaksananya kajian perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset komprehensif (life
cycle costing) sejak tahap acquisition/requisition, operasional, sampai dengan penghapusan
aset di seluruh K/L.
i) Terlaksananya evaluasi atas perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset dengan
kebutuhan aset.
j) Terlaksananya penyelesaian rekomendasi BPK terkait perencanaan dan penganggaran
pengelolaan aset.

3.4 TERWUJUDNYA PERAN KONSULTANSI STRATEGIS MANAJEMEN ASET YANG


INSTRUMENTAL DALAM KEUANGAN NEGARA
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:

3.4.1 Terwujudnya peran DJKN dalam konsultansi manajemen aset yang andal bagi K/L, Pemda, dan
Pemerintah Desa

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:


a) Terlaksananya revisi tugas dan fungsi Kantor Vertikal DJKN dan LMAN sebagai asset
advisor.
b) Terbitnya regulasi Kantor Vertikal DJKN dan LMAN sebagai asset advisor.
c) Terbitnya regulasi penguatan kompetensi Jabatan Fungsional Penilai dan Jabatan gsional
Panatalaksana Barang dalam rangka implementasi Kantor Vertikal DJKN dan LMAN
sebagai asset advisor.
d) Terbitnya metodologi dan tool analisa untuk implementasi asset advisor.
e) Terwujudnya sistem evaluasi efektifitas hasil atas peran sebagai asset advisor.
f) Terbitnya MoU antara Kantor Vertikal DJKN atau LMAN dengan pengguna jasa.
g) Terbitnya rekomendasi atau desain konsep pengembangan/pembangunan atas aset.
h) Terwujudnya peran DJKN sebagai unit yang terdepan dalam konsultansi manajemen aset.
3.4.2 Terwujudnya peran DJKN sebagai asset arranger pemanfaatan aset negara (project
development facility) bagi K/L dan Pemda

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya revisi tugas dan fungsi Kantor Vertikal DJKN dan LMAN sebagai asset
arranger.
b) Terbitnya regulasi Kantor Vertikal DJKN dan LMAN sebagai asset arranger.
c) Terbitnya regulasi penguatan kompetensi Jabatan Fungsional Penilai dan Jabatan
Fungsional Panatalaksana Barang dalam rangka implementasi Kantor Vertikal DJKN dan
LMAN sebagai asset arranger.
d) Terbitnya metodologi dan tool analisa untuk implementasi asset arranger.
e) Terwujudnya sistem evaluasi efektifitas hasil atas peran asset arranger.
f) Terlaksananya studi kelayakan pemanfaatan aset
g) Terbitnya rekomendasi collaborative asset repurpose.

3.4.3 Terlaksananya peran DJKN sebagai koordinator, pembina, dan pengawas penilai
pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Tersusunnya grand design peran DJKN sebagai koordinator, pembina, dan pengawas
penilai pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
b) Terlaksananya revisi tugas dan fungsi yang memperkuat peran DJKN sebagai koordinator,
pembina, dan pengawas penilai pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
c) Terbitnya pedoman dalam rangka peran DJKN sebagai koordinator, pembina, dan
pengawas penilai pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
d) Terlaksananya penyusunan regulasi peran DJKN sebagai koordinator, pembina, dan
pengawas penilai pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
e) Terlaksananya monitoring dan evaluasi atas peran DJKN sebagai koordinator, pembina,
dan pengawas penilai pemerintah di lingkungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah.
3.4.4 Terlaksananya edukasi dan diseminasi secara periodik

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terlaksananya edukasi dalam manajemen aset secara periodik (a.l. program property
class)
b) Terlaksananya diseminasi dan sosialisasi hasil konsultansi strategis dalam manajemen
aset secara periodik.
c) Terbitnya publikasi/press release hasil kajian.
d) Pemanfaatan helpdesk konsultansi manajemen aset oleh semua stakeholders.
e) Peningkatan indikator pemahaman stakeholders dalam manajemen aset.
3.4.5 Terwujudnya aksesibilitas informasi aset

Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:

a) Terwujudnya pusat data transaksi dan bisnis serta layanan informasi aset.
b) Terwujudnya database aset yang andal dan dapat diakses oleh publik.

3.5 OPTIMALNYA PENGELOLAAN PIUTANG PADA KEMENTRIAN LEMBAGA DAN BENDAHARA


UMUM NEGARA
a) Terwujudnya peningkatan pengurusan Piutang Negara dengan masuk daftar SLIK (Sistem
Layanan Infomasi Keuangan) melalui sinergi dengan OJK, Kemendagri-Ditjen Dukcapil,
Kemenkumham-Ditjen AHU melalui terwujudnya MoU
b) Optimalnya penglolaan piutang Negara pada K/L melalui kolaborasi dengan K/L, DJPB,
dan DJA.
c) Terwujudnya pelaksanaan pengelolaan Piutang Negara yang terkoneksi atau
terintegrative antara K/L dengan Kementrian Keuangan (DJA, DJPB, DJKN) secara realtime
dan terpantau.
d) Terjadinya nilai penurunan piutang tak tertagih dan penurunan penyisihan piutang
dengan pencatatan atau pelepasan piutang secara tertib.
3.6 TERWUJUDNYA PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN YANG ANDAL
a) Terwujudnya optimalisasi pengawasan dan pengendalian yang semakin adil dan solutif
terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan dengan penyempurnaan regulasi.
b) Terwujudnya asset 3T dengan tertib administrasi, tertib fisik (dan terlaksananya sertifikasi
seluruh asset T/B Kementrian Keuangan dan K/L), dan tertib hukum.
c) Terwujudnya efektivitas operasional asset dengan terbitnya pedoman standar barang dan
standar kebutuhan asset.
d) Terwujudnya minimalisasi kualifikasi dalam pemeriksaan laporan keuangan terkait
dengan manajemen asset dengan terbangunnya database dan profiling status asset serta
terlaksannya revaluasi BMN dan benchmark pemanfaatan asset.
e) Terbentuknya asset whistle blowing system dengan terlaksananya sosialisasi, piloting, dan
asset intelligence yang efektif
f) Terwujudnya tingkat pelanggaran yang terus menurun dengan penguatan unit kepatuhan
internal, penyempurnaan system, pengendalian internal, dan pengendalian gratifikasi.
g) Terwujudnya lelang sebagai bagian proses bisnis dalam siklus pengelolaan kekayaan
Negara dengan terbangunnya marketplace asset, e-marketplace, dan database nilai
taksasi asset.
3.7 TERWUJUDNYA PERAN DJKN YANG OTORITATIF DAN MENJADI ROLE MODEL “DISTINGUISHED
ASSET MANAGER”
a) Terwujudnya brand image DJKN dan menjadi bench marking manajemen asset dan
investasi dengan penyempurnaan dan penguatan standar, tercapainya target unit vertical
DJKN, terlaksananya pelatihan dan knowledge sharing serta study banding, dankerjasama
dengan lembaga yang memiliki kompetensi untuk branding DJKN
b) Terwujudnya DJKN sebagai leading unit yang menjadi sumber literature manajemen asset
dan ivnestasi dengan sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan, terbitnya
katalog publikasi, diseminasi hasil kajian manajemen asset dan investasi secara periodic,
terlibatnya DJKN dalam workshop/seminar bertaraf intenasional, kegiatan internship dan
secondment manajemen asset, serta penysunan buku sebagai pedoman
c) Terwujudnya Pejabat DJKN sebagai tenaga ahli dan tokoh di bidang aktivitas inti DJKN
(manajemen aset dan investasi) dan aktivitas pendukung utama DJKN (penilaian, lelang,
dan pengelolaan piutang negara).
d) Terwujudnya kolaborasi dengan praktisi dalam manajemen asset dengan terlaksananya
punyusunan kajian strategis, studi, benchmarking, kajian, pedoman kerja sama, serta
draft MoU
e) Terwujudnya peningkatan kompetensi jabatan fungsional manajemen aset di pengguna
barang dan Penilai yang ada di pemerintah (K/L dan Pemda) dengan terbentuknya standar
kompetensi dan jabatan fungsional.
f) Tercapainya Sertifikasi ISO 55001 dengan terlaksananya pleminiary assessment, sosialisasi
rencana implementasi, dan persyaratan implementasi.
g) Terjadinya oengingkatan frekuensi/penguatan stakeholder intimacy dengan peningkatan
kepecayaan stakeholder, partisipasi stakeholder dalam pengelolaan asset Negara,
terwujudnya pusat data transaksi dan bisnis serta layanan asset.
3.8 TERWUJUDNYA PERAN DJKN SEBAGAI SUMBER DATA NILAI SERTA RISET ASET DAN INVESTASI
PEMERINTAH

Terwujudnya pusat data nilai dan riset sebagai center of excellent bidang manajemen asset dan
investasi sector public

a) Terlaksananya publiaksi nilai dan hasil riset terkait asset dan investasi pemerintah dengan
penguatan tugas dan fungsi di DJKN dan penguatan regulasi serta aksesbilitas nilai asset
3.9 TERCIPTANYA KEBIJAKAN MANAJEMEN ASET DAN INVESTASI PEMERINTAH BERBASIS RISET
a) Terwujudnya penguatan fungsi penelitian dalam pengambilan kebijakan dengan revisi
tugas dan fungsi, penyusunan regulasi, pelatihan SDM, serta monitoring dan evaluasi hasil
riset yang diterapkan.
b) Terlaksananya kajian ilmiah (riset) manajemen asset dan investasi pemerintah yang
berkualitas dan digunakan dalam pengambilan keputusan dengan terbitnya pedoman
terkait penyusunan dan implementasi evidence-based policy
c) Terlaksananya evidence-based policy degan terselesaikannya RUU, kajian regulasi dan
desain atau penyempuranaan regulasi dan proses bisnis.

3.10 TERLAKSANANYA MANAJEMEN ASET DAN INVESTASI BERKELANJUTAN


(SUSTAINABILITY) YANG TERINTEGRASI DAN ADAPTIF
3.10.1 Terwujudnya target Aspek Lingkungan melalui proses bisnis yang menerapkan
prinsip-prinsip efisiensi sumber daya dan ramah lingkungan
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan :
a) Terwujudnya pengembangan dan implementasi program go-green secara konsisten
dan berkelanjutan.
b) Terwujudnya penyusunan standardisasi sarpras yang mendukung program go-green
DJKN.
c) Terwujudnya penyusunan tata kelola green building DJKN.
d) Terwujudnya target terbangunnya dan tersertifikasinya beberapa green building
DJKN.
e) Terwujudnya target terbangunnya dan tersertifikasinya beberapa green building
Kementerian Keuangan dan K/L.
f) Terwujudnya pengelolaan aset (data-driven asset management) yang efisien dalam
penggunaan energi (a.l. penggunaan solar system, automation/smart system).
g) Terlaksananya penggunaan renewable materials dalam pembangunan gedung
pemerintah
3.10.2 Terwujudnya Target Aspek Sosial
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan:
a) Terwujudnya pedoman analisa aspek sosial sebagai akibat/dampak dari
pembangunan/keberadaan suatu aset atau investasi.
b) Terwujudnya hasil analisa aspek sosial sebagai akibat/dampak dari
pembangunan/keberadaan suatu aset atau investasi.
c) Terwujudnya lingkungan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang
aman, sehat, dan memiliki akses bagi difabel.
d) Terlaksananya identifikasi aset heritage di seluruh Indonesia dan kajian peran
heritage asset sebagai warisan budaya yang berperan dalam kepariwisataan
setempat, promosi budaya dan produk lokal, dan/atau pertumbuhan angkatan kerja.
3.10.3. Tercapainya target Aspek Ekonomi/Finansial
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan:
a) Tersusunnya pedoman analisa peranan aset dalam perkonomian setempat, pasar
properti, meningkatkan jumlah pembayar pajak, dan/atau pertumbuhan angkatan
kerja.
b) Tersusunnya hasil analisa peranan aset dalam perkonomian setempat, pasar
properti, meningkatkan jumlah pembayar pajak, dan/atau pertumbuhan angkatan
kerja.
c) Terlaksananya repurposing, rezoning, dan recycling aset.
3.10.4. Terwujudnya regulasi manajemen aset yang adaptif terhadap isu sustainability.
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya peningkatan kerjasama khususnya di bidang manajemen aset dan
investasi dengan negara lain/lembaga internasional.
b) Terwujudnya pelaksanaan benchmarking ke negara lain/lembaga internasional
dalam rangka penyusunan asset management and investment best practices.
c) Terwujudnya pelaksanaan identifikasi regulasi terkait manajemen aset dan investasi
dengan kriteria adaptif terhadap perubahan lingkungan.
d) Terlaksananya focused group discussion (FGD) dengan K/L dalam rangka perumusan
hasil identifikasi. e. Tersusunnya draft kajian dan masukan terkait manajemen aset
dan investasi dengan kriteria adaptif terhadap perubahan lingkungan.
e) Tersusunnya regulasi manajemen aset dan investasi yang adaptif terhadap
lingkungan.
f) Terwujudnya implementasi regulasi manajemen aset dan investasi yang adaptif
terhadap lingkungan. h. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas implementasi
manajemen aset dan investasi dengan kriteria adaptif terhadap lingkungan.
3.10.5. Terwujudnya siklus pengelolaan aset pada DJKN dan “7 cycle” yang efektif dan
berkesinambungan pada LMAN
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya kegiatan repurposing, rezoning, recycling atas aset dengan piloting di
Kementerian Keuangan.
b) Terlaksananya kegiatan repurposing, rezoning, recycling atas aset dengan piloting di
satker K/L terpilih.
c) Terlaksananya kegiatan repurposing, rezoning, recycling atas aset di seluruh K/L.
d) Terwujudnya regulasi terkait mekanisme pemanfaatan aset yang lebih sederhana.
e) Terwujudnya skema pemanfaatan aset yang market/industry-based.
f) Terwujudnya aset register modern dalam portofolio asset secara digital.
3.10.6. Terwujudnya asset resilience provision yang berkontribusi bagi ketahanan kota dan
adaptif serta tangguh terhadap dampak climate change dan ring of fire.
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya pedoman pencegahan dan recovery aset berisiko bencana bekerjasama
dengan Kementerian PUPR dan BNPB.
b) Terwujudnya manajemen aset yang responsif bencana.
c) Terlaksananya sosialisasi asuransi aset dan piloting.
d) Terlaksananya asuransi aset sesuai prioritas
3.10.7. Terwujudnya aset negara sebagai pendukung dalam “smart city”
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terbitnya pedoman aset negara sebagai pendukung dalam “smart city”.
b) Terwujudnya forum koordinasi dengan Pemda setempat yang menerapkan konsep
“smart city
3.11. TERCAPAINYA KEPUASAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) ATAS
LAYANAN YANG DIBERIKAN DJKN
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:
3.11.1. Tercapainya kepuasan pemangku kepentingan internal atas sarana dan prasarana
serta layanan yang diberikan DJKN
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya inventarisasi dan pemetaan kelengkapan dan kelayakan sarana dan
prasarana DJKN.
b) Tersusunnya pedoman rancangan dan implementasi desain interior dan eksterior
bangunan gedung kantor DJKN yang berkarakter khas atau kearifan lokal yang
mendukung open space dan coworking space, digital workplace, e-office, dan
branding DJKN.
c) Tersusunnya pedoman open space dan coworking space di DJKN.
d) Tersusunnya pedoman digital workplace dan e-office DJKN.
e) Terwujudnya lingkungan dan ruang bekerja yang memenuhi standar keamanan,
kenyamanan, ramah lingkungan, mendukung gerakan “go-green”, dan memenuhi
unsur estetika.
f) Terwujudnya ruang bekerja yang mendukung implementasi desain interior dan
eksterior bangunan gedung kantor DJKN yang berkarakter khas atau kearifan lokal
yang mendukung open space dan coworking space, digital workplace, e-office, dan
branding DJKN.
g) Terwujudnya implementasi open space dan coworking space di Kantor Pusat DJKN.
h) Terwujudnya implementasi digital workplace dan e-office di Kantor Pusat DJKN.
i) Terwujudnya implementasi digital workplace dan e-office di Kantor Vertikal DJKN.
j) Terwujudnya ruang bekerja yang mendukung open space dan coworking space di
beberapa kantor terpilih pada K/L.
k) Terwujudnya ruang bekerja yang mendukung open space dan coworking space di
seluruh kantor pada K/L.
l) Tersusunnya rumusan dan pedoman penilaian kinerja bangunan gedung milik DJKN
dengan balance scored card sesuai best practices dalam facility management.
3.11.2. Tercapainya kepuasan pemangku kepentingan eksternal atas sarana dan prasarana
serta layanan yang diberikan DJKN
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada layanan unggulan DJKN.
b) Terwujudnya pelayanan yang prima, responsif dan proaktif pada Area Pelayanan
Terpadu (APT) pada seluruh unit DJKN.
c) Terwujudnya sarana dan prasarana APT yang berkarakter khas atau kearifan lokal
untuk mendukung branding DJKN.
d) Tersusunnya rumusan dan pedoman penilaian kinerja bangunan gedung milik DJKN
dengan balance scored card sesuai best practices dalam facility management.
e) Terlaksananya penilaian kinerja bangunan gedung milik DJKN dengan balance scored
card sesuai best practices dalam facility management.
f) Terwujudnya sarana dan prasarana bangunan gedung pelayanan Kantor Vertikal
DJKN yang responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan seperti penyandang
disabilitas, wanita hamil, lansia, dan lain sebagainya.
g) Terwujudnya sarana dan prasarana bangunan gedung pelayanan Kantor Vertikal
DJKN yang memenuhi standar keamanan, kenyamanan, ramah lingkungan,
mendukung gerakan go-green, mendukung digital workplace, dan memenuhi unsur
estetika.
h) Terwujudnya pelayanan DJKN yang tepat waktu, memberi kepastian biaya
pelayanan, dan mudah dipantau progres penyelesaian secara online (dalam
jaringan/daring).
i) Tercapainya indeks kepuasan pemangku kepentingan.
j) Terlaksananya monitoring dan evaluasi dampak pemberlakuan open
space/coworking space/digital workplace/e-office terhadap kepuasan pemangku
kepentingan
3.11.3. Terwujudnya simplifikasi dan integrasi regulasi dan proses bisnis aktivitas inti DJKN
(manajemen aset dan investasi) dan aktivitas pendukung utama DJKN (penilaian, lelang,
dan pengelolaan piutang negara) yang komprehensif, berorientasi pada pengguna jasa, dan
memenuhi prinsip akuntabilitas.
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya kajian simplifikasi dan integrasi regulasi dan proses bisnis secara
komprehensif.
b) Terwujudnya simplifikasi dan integrasi regulasi dan proses bisnis secara
komprehensif.
c) Terwujudnya implementasi regulasi yang sederhana dan integratif.
d) Terwujudnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas implementasi regulasi yang
ditetapkan.
e) Terwujudnya implementasi proses bisnis yang sederhana dan integratif.
f) Terwujudnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas implementasi proses bisnis
yang ditetapkan.
g) Terlaksananya cleansing data error sistem laporan keuangan. h. Terwujudnya
pengurangan jumlah produk laporan.
3.12. TERBANGUNNYA BUDAYA ASET YANG BAIK (SOUND ASSET CULTURE)
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:
3.12.1. Terciptanya dan terlaksananya pengembangan kompetensi baru manajer aset
(distinguished asset manager)
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya standar kompetensi yang diperlukan oleh distinguished asset manager
yang antisipatif terhadap revolusi industri 4.0. dan pembangunan berkelanjutan.
b) Terbentuknya Jabatan Fungsional Manajer Aset (JF Penatalaksana Barang tingkat
ahli).
c) Terpenuhinya kompetensi baru distinguished asset manager DJKN.
3.12.2. Terwujudnya budaya dan kode etik “distinguished asset manager” yang sejalan
dengan nilai-nilai Kementerian Keuangan Adapun indikator capaian atau program yang
dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya rumusan budaya kerja yang sesuai dengan nilai-nilai Kementerian
Keuangan.
b) Tersusunnya modul budaya kerja organisasi dan distinguished asset manager.
c) Terlaksananya pembahasan dan penetapan modul budaya kerja organisasi dan
distinguished asset manager.
3.12.3. Terwujudnya perilaku distinguished asset manager sesuai dengan kode etik Adapun
indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya internalisasi budaya kerja dan kode etik.
b) Terlaksananya sosialisasi nilai budaya dan kode etik.
c) Terlaksananya monitoring dan evaluasi perilaku distinguished asset manager sesuai
dengan kode etik
3.13. OPTIMALNYA MODAL ORGANISASI
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:
3.13.1. Terwujudnya fit-for-purpose organization
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya reorganisasi penajaman fungsi regulator, pembina, dan
operasional/layanan pada kantor pusat, kantor vertikal, dan LMAN.
b) Terwujudnya regulasi terkait kewenangan, tugas, dan fungsi Direktorat KND dan
pembagian kewenangan, tugas dan fungsi yang jelas antara Direktorat KND dengan
unit terkait lainnya.
c) Terwujudnya sinkronisasi dan sinergi tugas dan fungsi manajemen aset antar
lembaga dalam perencanaan dan monev.
d) Terwujudnya sinkronisasi regulasi terkait pengelolaan investasi pemerintah dengan
stakeholder terkait
e) Terwujudnya reorganisasi penajaman fungsi regulator, pembina, dan
operasional/layanan pada kantor pusat, kantor vertikal, dan LMAN sebagai dampak
pelaksanaan virtual office di masa depan.
f) Terwujudnya perluasan wewenang kepada DJKN terutama aset T/B.
g) Terwujudnya perluasan pendelegasian wewenang manajemen aset kepada K/L.
3.13.2. Terwujudnya center of excellence di bidang Manajemen Aset dan Investasi
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya penyusunan kajian strategis dan kebijakan kerjasama kelembagaan
dalam rangka pengembagan manajemen aset dan investasi.
b) Terlaksananya studi dan benchmarking.
c) Tersusunnya kajian dan pedoman kerja sama kelembagaan di bidang manajemen
aset dan investasi dengan lembaga di dalam dan luar negeri.
d) Tersusunnya draft MoU dan pelaksanaan kerja sama kelembagaan di bidang
manajemen aset dan investasi dengan lembaga di dalam dan luar negeri.
e) Terlaksananya monitoring dan evaluasi efektifitas kerja sama kelembagaan
3.14. OPTIMALNYA MODAL SUMBER DAYA INSANI YANG PROFESIONAL, BERINTEGRITAS,
MODERN, DAN BERWAWASAN GLOBAL
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:
3.14.1. Terwujudnya SDM dengan pemahaman dan implementasi nilai-nilai Kementerian
Keuangan dan budaya organisasi yang mumpuni.
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya rumusan budaya kerja DJKN yang sesuai dengan nilai-nilai Kementerian
Keuangan.
b) Terlaksananya budaya organisasi yang mendukung peningkatan/implementasi nilai
integritas.
3.14.2. Terwujudnya sistem pembelajaran dan pengembangan SDM yang berkelanjutan
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya Program continuous professional development bagi DJKN
bekerjasama dengan PKN STAN, Pusdkilat KNPK, dan lembaga akademik dan
pelatihan lainnya.
b) Terwujudnya grand design program secondment.
c) Terwujudnya penguatan kapasitas K/L melalui penjadwalan secondment ke DJKN
dan/atau bekerja sama dengan PKN STAN, Pusdiklat KNPK, serta lembaga akademik
dan pelatihan lainnya.
d) Terwujudnya penguatan kapasitas Penilai Pemerintah melalui penjadwalan
secondment ke DJKN dan/atau bekerja sama dengan PKN STAN, Pusdiklat KNPK,
serta lembaga akademik dan pelatihan lainnya.
e) Terwujudnya penguatan kapasitas Penatalaksana Barang melalui penjadwalan
secondment ke DJKN dan/atau bekerja sama dengan PKN STAN, Pusdiklat KNPK,
serta lembaga akademik dan pelatihan lainnya.
f) Terselenggaranya penempatan pegawai untuk program secondment pada SMV
dengan target pengenalan proses busnis SMV.
g) Terwujudnya budaya kepemimpinan yang mampu memberdayakan pegawai melalui
coaching dan mentoring.
h) Terbangunnya sistem e-learning yang memenuhi kriteria lengkap, mudah diakses,
berbasis mobile.
3.14.3. Terlaksananya program internship di dalam dan luar negeri
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya grand design program internship.
b) Terwujudnya kerjasama program internship.
c) Terlaksananya monitoring dan evaluasi efektifitas program internship.
3.14.4. Terwujudnya penguatan dan penyediaan tenaga fungsional dan profesional
bersertifikasi
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya penguatan Jabatan Fungsional Pelelang dan Pranata Komputer.
b) Terwujudnya Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah, Penatalaksana Barang, Analis
Investasi dan Jabatan Fungsional lain yang relevan di lingkungan DJKN.
c) Terwujudnya Jabatan Fungsional Penilai Pemerintah di lingkungan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
d) Tercapainya target SDM bersertifikasi profesional penilai internasional (Royal
Institution of Chartered Surveyors/RICS).
e) Tercapainya target SDM bersertifikasi profesional analis keuangan dan investasi
(Certified Public Accountant/CPA dan Certified Financial Analyst/CFA).
3.14.5. Terwujudnya knowledge management DJKN Adapun indikator capaian atau
program yang dilakukan, yaitu:
a) Terselenggaranya “community of practice” dengan mendorong terbentuknya forum
diskusi dan komunikasi pegawai dalam satu bidang tugas/profesi (knowledge cafe,
komunitas profesi).
b) Terlaksananya “research-based policy” dengan membudayakan menulis dan
membaca, serta melakukan penelitian yang mendukung pengambilan kebijakan di
DJKN.
c) Terlaksananya “knowledge sharing” melalui diseminasi pengetahuan untuk
mendapatkan manfaat yang lebih luas (knowledge sharing alumni tugas belajar atau
pelatihan).
d) Terwujudnya “knowledge management system” dengan pemanfaatan TIK untuk
meningkatkan kualitas dan memperluas cakupan knowledge management (a.l.
portal elearning, forum diskusi).
3.14.6. Terwujudnya perlindungan hukum bagi Jabatan Fungsional di DJKN (Pelelang,
Penilai, Penatalaksana Barang, Analis Investasi Pemerintah) Adapun indikator capaian atau
program yang dilakukan, yaitu:
a) Terbitnya pedoman dalam rangka perlindungan hukum bagi Jabatan Fungsional di
DJKN (Pelelang, Penilai, Penatalaksana Barang, Analis Investasi Pemerintah)
b) Terbitnya regulasi penguatan perlindungan hukum bagi Jabatan Fungsional di DJKN
(Pelelang, Penilai, Penatalaksana Barang, Analis Investasi Pemerintah)
3.15. OPTIMALNYA MODAL TEKNOLOGI INFORMASI
Tujuan tersebut diharapkan dapat tercapai melalui sasaran strategis sebagai berikut:
3.15.1. Terwujudnya Enterprise Architecture (EA) DJKN
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Tersusunnya cetak biru Enterprise Architecture DJKN dan Kementerian Keuangan.
b) Terlaksananya Enterprise Architecture DJKN dan Kementerian Keuangan.
3.15.2. Implementasi e-Office secara menyeluruh Adapun indikator capaian atau program
yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya penyusunan regulasi e-Office DJKN.
b) Terwujudnya integrasi aplikasi saat ini ke dalam e-Office DJKN dan e-Kemenkeu.
c) Terwujudnya implementasi aplikasi e-Office DJKN lingkup Kantor Pusat.
d) Terwujudnya implementasi aplikasi e-Office DJKN seluruh instansi DJKN.
3.15.3. Terwujudnya transformasi digital proses bisnis manajemen aset dan investasi DJKN
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya penyempurnaan “Blue-print TIK DJKN 2016-2020” sebagai blue-print
transformasi digital manajemen aset.
b) Terlaksananya piloting transformasi digital di Kementerian Keuangan dan K/L
terpilih.
c) Terlaksananya transformasi digital manajemen aset dan investasi di K/L
3.15.4. Terwujudnya IT-based services dalam manajemen aset
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terlaksananya penyusunan klasifikasi data DJKN.
b) Terlaksananya sinergitas dengan sharing industri.
c) Terwujudnya konektivitas Big Data.
d) Terbangunnya sistem integrasi dan interkoneksi basis data DJKN.
e) Terwujudnya pelayanan pengelolaan aset berbasis IT (SIMAN).
f) Terwujudnya Portal Lelang Indonesia berbasis e-commerce best practice
g) Terbangunnya “asset intelligence” melalui portofolio aset memuat profil aset yang
terpetakan (GIS), real-time, sistematis, dan komprehensif.
3.15.5. Pengelolaan investasi pemerintah berbasis IT yang andal
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terwujudnya Modul Investasi Pemerintah yang terintegrasi dengan sub modul:
i) Early Warning System Kinerja BUMN.
ii) Monitoring dan Evaluasi Badan Layanan Umum.
iii) Perencanaan Investasi Pemerintah.
iv) Monitoring Kinerja Dekomwas.
v) Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan.
b) Terwujudnya interkoneksi data dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian
BUMN.
c) Aksesibilitas informasi Investasi Pemerintah kepada masyarakat.
d) Terwujudnya artificial intelligence Investasi Pemerintah.
e) Terbangunnya Modul Investasi Pemerintah sub modul Sistem Pendukung Laporan
Keuangan Invetasi Pemerintah.
f) Terealisasinya Modul Investasi Pemerintah fokus Penguatan Pengelolaan BUMN di
bawah pembinaan dan pengawasan BUMN Menteri Keuangan.
g) Mobile Version Modul Investasi Pemerintah.
h) Terbangunnya basis data aset dan KND terkomputerisasi secara komprehensif,
integratif, dan interkonektif dengan fungsi treasury (Integrated Financial
Management System/IFMS) dan governance investasi pemerintahyang menjadi
subsistem yang mendukung pendekatan integratif (whole-of government).
i) Terwujudnya sistem monitoring tindaklanjut laporan hasil pemeriksaan
j) Terkoneksi dengan Arsitektur IT Kementerian Keuangan
3.15.6. Terwujudnya pusat data yang integratif dan andal untuk berbagai kepentingan
Adapun indikator capaian atau program yang dilakukan, yaitu:
a) Terbangunnya basis data penilaian yang tersentralisasi di DJKN dan terkoneksi secara
komprehensif dan integratif untuk mendukung penilaian dan pengelolaan kekayaan
negara.
b) Terwujudnya Pusat Data BUMN dan BLU andal.
c) Terwujudnya pusat data investasi pemerintah yang integratif dan andal
d) Terwujudnya optimalisasi pemanfaatan “big data”, “internet of things”, dan “artificial
intelligence” untuk manajemen aset (transformasi digital manajemen aset).
e) Terlaksananya evaluasi dan pengembangan teknologi “big data”, “internet of things”,
dan “artificial intelligence” secara konstruktif sehingga dapat menjadi TIK yang andal
dan akuntabel.
f) Terwujudnya pelayanan lelang melalui Portal Lelang Indonesia berbasis e-commerce
best practice baik secara mandiri atau berkolaborasi dengan e-marketplace.
BAB IV

PENUTUP

Roadmap merupakan penjabaran dari visi dan misi DJKN selaku manajer aset negara dalam
mendukung agenda kebijakan Kementerian Keuangan dan nasional seperti Program Pembangunan
dalam agenda Nawa Cita dan Sustainable Development Goals (SDGs). Roadmap to a Distinguished
Asset Manager ini disusun yang menjadi pedoman dan landasan dalam penyusunan Rencana Kerja,
sebagai acuan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra), dan menjadi arah penyusunan strategi
dan implementasinya dalam rangka mewujudkan visi dan misi DJKN. Dengan demikian, kriteria
distinguished asset manager tersebut harus built-in dalam rangka mencapai end state: “Kekayaan
negara dikelola optimal serta berkelanjutan, instrumental dalam keuangan negara dan kontributif
dalam perekonomian nasional” setelah memenuhi lima belas tujuan dalam kurun tahun 2019- 2028
sebagai berikut:

1. Efektifitas, efisiensi, optimalisasi, dan produktifitas manajemen aset & investasi


2. Lelang sebagai suatu industri jasa modern terpercaya
3. Perencanaan dan penganggaran pengelolaan aset & investasi komprehensif dan mutakhir
4. Peran konsultansi strategis manajemen aset & investasi
5. Optimalnya pengelolaan Piutang Negara
6. Pengawasan dan pengendalian yang andal
7. Peran DJKN yang otoritatif & menjadi role model
8. Peran DJKN sebagai sumber data nilai
9. Kebijakan manajemen aset & investasi pemerintah berbasis riset
10. Manajemen aset & investasi pemerintah yang sustainable dan adaptif
11. Tercapai kepuasan stakeholder
12. Terbangunnya budaya aset yang baik
13. Optimalnya organisasi
14. Optimalnya sumber daya insani
15. Optimalnya TIK

Anda mungkin juga menyukai