Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Rencana Strategis DJKN di Bidang Pengelolaan Barang Milik Negara Tahun


2019 – 2028

Dosen Pengajar

Sumartono

Disusun Oleh

Agung Putra Audia

Kelas 3-02

DIII Manajemen Aset 2018

POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN


2019

BAB I

Pendahuluan

A. Pengertian Renstra

Renstra adalah kepanjangan dari rencana strategi, biasanya renstra di bentuk dari visi,
misi, tujuan, kebijakan, program dan kegiatan yang berorientasi pada apa yang hendak di
capai dalam kurun waktu tertentu sehubungan dengan tugas pokok dan fungsi instansi/
lembaga dengan mempertimbangkan perkembangan lingkungan strategic, atau renstra juga
dapat diartikan sebagai suatu dokumen perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin
dicapi dalam kurun waktu 1-5 tahun sehubungan dengan tugas dan fungsi SKPD serta
disesuaikan dengan memperhitungkan perkembangan lingkungan strategis.

 Renstra SKPD disusun berpedoman pada RPJM Daerah sesuai Tugas dan Fungsi SKPD
 Renstra SKPD adalah dokumen perencanaan daerah berwawasan waktu 5 (lima) tahun
 Renstra SKPD adalah acuan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja) Tahunan SKPD
 Renstra SKPD adalah acuan dalam penilaian kinerja SKPD oleh lembaga auditor baik
internal ataupun eksternal
 Renstra SKPD diwajibkan menerapkan dan mencapai Standar Pelayanan Minimal (SPM)
yang ditetapkan Kementrian/Lembaga

B. Pengertian Aset atau Kekayaan Negara

Kekayaan negara dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Kekayaan yang dimiliki pemerintah (domain privat)

Kekayaan yang dimiliki pemerintah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
dengan menggunakan APBN/ APBD atau dengan menggunakan perolehan lainnya yang
sah.
Kekayaan yang dimiliki pemerintah pusat terdiri dari:

1. Kekayaan Negara yang Dipisahkan

Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari APBN
atau dengan perolehan lainnya yang sah dan dijadikan penyertaan modal negara
kepada BUMN yang dikelola secara korporasi.

Pemerintah dalam penyertaan modal BUMN terbagi menjadi:

a) Investasi jangka pendek

Investasi jangka pendek adalah investasi pemerintah yang dikelola dalam kurun
waktu dua belas bulan guna menjamin ketersediaan dan pengelolaan kas yang
optimal dan tetap produktif.

b) Investasi jangka panjang

Investasi yang dengan tujuan memperoleh manfaat masa depan dengan jangka
waktu lebih dari duabelas bulan.

Pemerintah mengkategorikan investasi jangka panjang menjadi dua bagian yaitu:

 Investasi Jangka Panjang Permanen yang di dalamnya terdapat Kekayaan Negara


yang Dipisahkan pengelolaannya dari APBN (KND)
 Investasi Jangka Panjang Non Permanen yang Pengelolaannya tidak dipisahkan
dari sistem pengelolaan APBN yang kedua-duanya bertujuan memberikan
layanan kepada masyarakan sebagai bagian dari kewajiban pemerintah.
Pengelolaan kekayaan negara berupa investasi pemerintah jangka panjang yang
dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi serta pelaporan,
baik yang ditujukan di antaranya untuk penyertaan modal kepada BUMN atau LKI
sebagai investasi pemerintah Jangka Panjang permanen, maupun investasi
pemerintah pada badan/Lembaga dengan pola pengelolaan Badan Layanan Umum
(BLU) untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah pada bidang kesehatan,
pendidikan, komunikasi, termasuk penyediaan infrastruktur.

2. Kekayaan Negara yang Tidak Dipisahkan


Kekayaan negara yang tidak dipisahkan dikenal dengan aset negara yang dalam
keuangan negara menggunakan terminologi yang berbeda-beda dari perspektif, yaitu:

 Sistem penganggaran mengklasifikasikannya bukan berdasarkan jenis aset


namun berdasarkan substansi peruntukan belanja.
 Sistem pengelolaan kekayaan negara atau manajemen aset yang secara spesifik
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 menggunakan istilah “Barang
Milik Negara” (BMN) sebagai segala sesuatu barang berwujud dan/atau tidak
berwujud, sepanjang diperoleh dari APBN atau perolehan lain yang sah.
 Sistem akuntasi dalam konteks akuntansi dan pelaporan, aset dikenal dengan
berbagai jenis akun dan dapat berbentuk persediaan, aset tetap, dan aset lain-
lain.

Manajemen atas aset negara dan investasi pemerintah tersebut memerlukan


suatu tata kelola yang akuntabel dan modern dimana dalam roadmap ini
dipergunakan istilah “manajemen aset dan investasi” untuk menunjukkan proses dari
pengelolaan. Sedangkan subyek yang mengelola menggunakan terminologi “Manajer
Aset”.

b. Kekayaan yang Dikuasai Negara

Kekayaan yang dikuasai negara (domain publik) atau kekayaan negara potensial
saat ini dilaksanakan oleh beberapa instansi baik di pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.

Pengelolaan kekayaan negara potensial setidaknya menyangkut 3 (tiga) aspek


penting, yaitu:

a. Subyek yang menguasai atau memiliki kekayaan negara.

Negara sebagai subyek atas kekayaan memiliki dua pengertian yaitu negara
sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat Indonesia dan negara sebagai
Pemerintah Republik Indonesia. Negara sebagai organisasi kekuasaan tidak bertindak
sebagai pemilik atas kekayaan negara tetapi lebih tepat sebagai institusi yang
menguasai.

b. Obyek kekayaan negara.


Yang dimaksud dengan obyek kekayaan negara adalah semua kekayaan yang dikuasai
oleh negara.

c. Hubungan hukum antara subyek dan obyek

Hubungan hukum antar subyek dan obyek adalah dimana sebagai sebuah organisasi
kekuasaan dari rakyat dimana negara memiliki hak menguasai.

Kekayaan negara potensial secara garis besar terdiri dari sumber daya alam
(SDA) dan lingkup kekayaan yang dikuasai negara lainnya yang mencakup Aset Bekas
Milik Asing/Tionghoa (ABMA/T), Benda Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT),
serta aset lain-lain yang berasal dari:

a) Pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Pemerintah RI dengan badan


internasional dan/atau negara asing
b) Pembubaran badan yang dibentuk Kementerian/Lembaga seperti unit pelaksana
teknis yang dibentuk oleh K/L;
c) Pembubaran badan-badan ad hoc
d) Pembubaran yayasan sebagai tindak lanjut temuan pemeriksaan BPK.

Dalam rangka pengelolaan kekayaan negara potensial, diperlukan informasi


dan data yang diandalkan mengenai kekayaan negara potensial yang tersaji dalam
neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup (Neraca SDA LH). Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang instrumen ekonomi lingkungan
hidup, maka neraca SDA LH disajikan dalam bentuk neraca aset dalam satuan fisik dan
satuan mata uang yang disusun oleh instansi pemeirntahan di bidang statistik. Neraca
dalam satuan mata uang disajikan setelah berkoordinasi dengan instansi yang
memiliki tugas di bidang keuangan, dalam hal ini adalah DJKN melalui kegiatan
penilaian SDA LH.

C. Reformasi Pengelolaan Aset/ Kekayaan Negara


Reformasi manajemen aset merupakan bagian dari reformasi pengelolaan sektor
publik (reformasi birokrasi) yang dimulai pada era 1980-an di beberapa negara industri maju
dan negara berkembang dalam rangka perbaikan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas.
Penerapan akuntansi berbasis akrual juga menjadi salah satu elemen penggerak dalam
reformasi manajemen aset sektor publik di beberapa negara yang memiliki praktik terbaik
(best practices) pengelolaan aset seperti Inggris, Australia, dan Selandia Baru.
Manajemen aset negara dan investasi pemerintah di Indonesia khususnya pada
tataran pemerintah pusat mengalami perkembangan yang signifikan dalam satu dasawarsa
terakhir. Diawali oleh terbitnya paket undang-undang keuangan negara di tahun 2003-2004
perkembangan manajemen aset negara dan investasi pemerintah mengalami percepatan saat
terjadi reformasi birokrasi kementerian keuangan pada tahun 2007. Kemajuan telah banyak
dialami dari sisi paradigma dan kejelasan konsepsi, kualitas proses bisnis (governance),
sumber daya manusia, organisasi, dan penerapan teknologi informasi.

Tahap I: Era Baru Manajemen Aset dan Membangun Kapasitas Internal

Saat itu, terbitnya infrastruktur regulasi yang memadai menandai era baru
manajemen aset. Tahun 2007, DJKN diemban tugas untuk menyelesaikan temuan berulang
BPK atas LKPP terkait penyajian nilai aset tetap pada neraca awal pemerintah pusat yang
belum disajikan secara wajar hingga menjadi hasil wajar dengan pengecualian pada tahun
2009 serta menyusun laporan investasi tahun 2011 yang memuat kekayaan negara dipisahkan
dan dana bergulir yang dikelola pemerintah.

Tahap II: Membangun Tata Kelola dan Penguatan Sumber Daya serta Orientasi Pemangku
Kepentingan

Regulasi teknis dan implementasi perencanaan dan penganggaran aset dan investasi.
K/L diperlukan sehingga dituntut cermat dalam merencanakan kebutuhan aset dengan
assestment sesuai asas value of money.

Tahap III: Penyempurnaan Tata Kelola dan Akselerasi Sumber Daya serta Fokus
Pelanggan/Pemangku Kepentingan

Pencanangan DJKN sebagai revenue center dan terbentuknya lembaga manajemen


aset negara sebagai satu badan layanan umum (BLU) di bawah DJKN menunjukan komitmen
kuat untuk mengelola aset negara secara profesional yang dapat mengakselerasi tercapainya
misi DJKN dan Kementerian Keuangan. LMAN juga diharapkan menjadi model pengelolaan
aset dengan praktek terbaik (best practices) yang dapat diadaptasi dan diadopsi oleh pihak
lain yang menjalani bisnis yang sama termasuk mandat pendanaan pengadaan tanah untuk
proyek strategis nasional (infrastruktur) sekaligus manajemen dari aset hasil pengadaan
tersebut.
Tahap IV: Kesinambungan dan Ekspansi

Analisis SWOT DJKN mengidentifikasi kesenjangan antara tugas, fungsi ideal dan
implementasi riil yang saat ini dilakukan (current state). Kondisi paripurna aset terbagi
menjadi 3, yaitu;

1. Kekayaan negara dikelola optimal dan berkelanjutan


2. Instrumental dalam keuangan negara
3. Kontribusi dalam perekonomian nasional.

a. Visi Manajemen Aset dan Investasi Pemerintah

Visi DJKN adalah menjadi pengelola kekayaan negara yang professional dan akuntabel
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk merealisasikan visi tersebut, DJKN
menetapkan misi yang diantaranya mewujudkan efektivitas, efisiensi, optimalisasi
penerimaan dan pembiayaan risiko minimum serta meningkatkan tata kelola yang dapat
mewujudkan keseimbangan makro dalam pembangunan nasional.

Aset harus dikelola secara efektif demi menyediakan layanan yang prima kepada
masyarakat. Namun PNBP harus optimal agar belanja modal dan belanja pemeliharaan
menjadi lebih efisien. Sesuai misinya, DJKN diharapkan memiliki basis data dengan tingkat
coverage yang luas dan harus terus diperbaharui, dianalisis, dan disampaikan ke publik
sehingga menjadi referensi penting bagi manajer aset pemerintah dan swasta serta pihak
lain yang berkepentingan.

b. Misi Manajemen Aset dan Invenstasi Pemerintah

Untuk merealisasikan visi yang telah ditetapkan, maka DJKN akan menetapkan Misi
terkait manajemen aset dan investasi pemerintah, yang terdiri dari.

1. Mewujudkan efektivitas pengelolaan kekayaan negara, efisiensi pengeluaran,


optimalisasi penerimaan, dan pembiayaan dengan risiko minimum.
2. Meningkatkan tata kelola pengelolaan kekayaan negara dan investasi pemerintah
yang dapat mewujudkan keseimbangan makro dalam pembangunan nasional melalui
kebijakan investasi yang tepat, sehingga terjadi sinergi pemerintah, BUMN dan sektor
swasta.
3. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan acuan dalam
berbagai keperluan.
4. Melaksanakan pengelolaan piutang negara yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel.
5. Mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebagai
instrumen jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
6. Mengelola sumber daya untuk pengelolaan kekayaan negara dan investasi
pemerintah secara efisien.
7. Mengembangkan proses bisnis berbasis digital yang responsif dengan perkembangan
teknologi.
BAB II
REALITA ORGANISASI YANG DIHADAPI
2.1 STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Struktur organisasi DJKN terdiri dari Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Barang Milik
Negara, Direktorat Kekayaan Negara Dipisahkan, Direktorat Piutang Negara dan Kekayaan Negara
Lain-lain, Direktorat Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi, Direktorat Penilaian,
Direktorat Lelang, dan Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat. Selain itu, dalam melaksanakan
pendayagunaan dan kerjasama operasional aset yang bertujuan untuk optimalisasi aset dibentuk
Lembaga Manajemen Aset Negara sebagai Badan Layanan Umum yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri Keuangan melalui DJKN . LMAN merupakan unit organisasi non
eselon di lingkungan Kementerian Keuangan yang menerapkan pengelolaan keuangan badan
layanan umum.

LMAN memilikitugas melaksanakan optimalisasi aset yang berasal dari :

 Barang milik negara dan/atau kekayaan negara lain yang diserahkelolakan dari DJKN
 aset yang perolehannya dibiayai dengan dana yang bersumber dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara (BUN) Pengelolaan Investasi Pemerintah (Bagian
Anggaran 999.03)
 aset hasil pengadaan tanah untuk Proyek Strategis Nasional (PSN)

LMAN juga bertugas dalam perencanaan kebutuhan dan pengembangan lahan/tanah,


pengelolaan dana investasi pemerintah termasuk pendanaan pengadaan tanah untuk PSN
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, DJKN didukung oleh kantor vertikal di daerah.
Instansi vertikal di lingkungan DJKN terdiri dari 17 (tujuh belas) Kantor Wilayah (Kanwil) dan 85
(delapan puluh lima) Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Dari 85 KPKNL yang
ada, sampai dengan saat ini telah efektif beroperasi adalah 71 KPKNL.

 Susunan organisasi DJKN

 Susunan organisasi KPKNL

Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, DJKN didukung oleh 3.639 pegawai per
15 Oktober 2018 tersebar di Kantor Pusat (640 orang), 17 Kantor Wilayah (818 orang), dan 71 KPKNL
(2.181 orang). Sebagian besar pegawai berpendidikan D4/S1 (1.601 orang) dengan perincian
berdasarkan latar belakang pendidikan sebagaimana dalam Gambar 2-4
Berdasarkan komposisi gender, pegawai DJKN terdiri dari sekitar 30% wanita (1.087 orang),
sedangkan pegawai pria sebanyak 2.552 orang.Dari sisi usia,pegawai DJKN berada pada usia dibawah
40 tahun mendekati 50% (1.801 orang), berusia 41 sampai dengan 50 tahun sebanyak 35% (1.268
orang ), dan selebihnya merupakan pegawai yang berusia diatas 50 tahun (570 orang).

2.2 PENCAPAIAN MANAJER ASET SAAT INI ATAS TUJUAN


DAN SASARAN STRATEGIS KEMENTERIAN KEUANGAN
Dalam rangka mewujudkan visi dan misi Kementerian Keuangan tahun 2015-2019, telah
ditetapkan 7 (tujuh) tujuan dan 16 (enam belas) sasaran strategis sebagai kondisi akhir yang ingin
dicapai secara nyata sampai dengan tahun 2019 yang mencerminkan hasil (outcome) dari program-
program yang telah dilaksanakan. Tujuan Kementerian Keuangan pada tahun 2015- 2019 adalah:

1. Terjaganya kesinambungan fiskal


2. Optimalisasi penerimaan negara dan reformasi administrasi perpajakan sertareformasi
kepabeanan dan cukai;
3. Pembangunan sistem Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang andal
untukoptimalisasi penerimaan negara;
4. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer
ke daerah;
5. Peningkatan kualitas pengelolaan kekayaan negara dan pembiayaan anggaran;
6. Peningkatan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai serta perbatasan;
7. Kesinambungan reformasi birokrasi, perbaikan governance, dan penguatan
kelembagaan.

Pencapaian DJKN dengan tugas dan fungsi spesifik sebagai manajer aset atas beberapa
tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan tersebut direalisasikan dalam pelaksanaan
pengelolaan kekayaan negara yang optimal dan pembiayaan yang aman untuk mendukung
kesinambungan fiskal. Keberhasilan dari tujuan ini diukur dengan beberapa indikator sebagaimana
dalam Tabel 2-1.

Capaian tiga indikator tersebut menunjukan hasil yang sangat baikcdari tahun 2015-2018.
Pada tahun 2018, capaian indikator “Rasio utilisasi aset terhadap total aset tetap” mampu
mencapai 87,30% atau Rp4.348,34 triliun, meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar
81,63%. Capaian ini telah melampaui target Renstra tahun 2019, yaitu sebesar 52%. Dimulai pada
tahun 2019 rasio dana aktif yang akan dimonitor tidak hanya mencakup BUMN/Lembaga di bawah
Kemenkeu, tapi juga BUMN di bawah pembinaan dan pengawasan Menteri BUMN.
Indikator “Rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kementerian Keuangan terhadap
total ekuitas” dan “Persentase pengadaan utang sesuai kebutuhan pembiayaan” juga telah
mencapai target sejak tahun 2016. Hal ini mencerminkan upaya DJKN dalam menjaga amanat
Renstra Kementerian Keuangan dalam mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal
serta pembiayaan yang aman.

Penjelasan atas capaian masing-masing indikator tersebut adalah sebagai berikut.

2.2.1. Rasio Utilisasi Aset terhadap Total Aset Tetap


Utilisasi mengacu pada proses pendayagunaan sumber daya. Aset sebagai salah satu sumber
daya harus diutilisasi dengan optimal. Proses utilisasi atas aset dilakukan berdasarkan hasil analisa
the highest and best use (HBU) 11. Berdasarkan prinsip ini, aset dapat dikatakan optimal apabila
seluruh kapasitas yang dimiliki oleh aset tersebut difungsikan dengan optimal sehingga mampu
memenuhi asas legal (legally permissible), kelayakan fisik (physically possible), kelayakan finansial
(financially feasible), dan produktif (maximally productive). Untuk memastikan utilisasi atas aset
negara berjalan dengan optimal, maka ditetapkanlah indikator “rasio utilisasi aset terhadap total
aset tetap” dalam sasaran pengelolaan kekayaan negara yang optimal. Objek utilisasi pada indikator
ini meliputi aset-aset tetap yang dimiliki oleh negara

Berdsasarkan data LKPP aset tetap selalu memiliki porsi terbesar dengan nilai pertumbuhan
yang meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Berikut adalah data pertumbuhan aset tetap
pada LKPP tahun 2004 – 2017 (dalam trilun rupiah).
Penggunaan indikator ini berfungsi untuk memastikan aset tetap yang dimiliki negara,
benar-benar diberdayakan dengan optimal, sehingga berdampak pada adanya nilai tambah (value
added) serta menghindari opportunity loss atas aset tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, realisasi utilisasi sampai dengan tahun 2018 mampu
mencapai 87,30%. Hal ini menunjukkan bahwa sebesarRp4.348,34 triliun dari total aset telah
ditetapkan status utilisasinya. Berikut ini adalah grafik pertumbuhan utilisasi aset dari tahun 2010-
2017 (dalam triliun rupiah).

Gambar 2-7 Pertumbuhan utilisasi aset tahun 2010-2018 (dalam Rp. Triliun)
Realisasi utilisasi aset sampai dengan tahun 2017 tersebut sebagian besar bersumber dari
penggunaan aset Kementerian/Lembaga yang berasal dari perolehan APBN dan penetapan aset 21
sebagai underlying asset penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Sedangkan realisasi
utilisasi aset sampai dengan tahun 2018 sebagaimana diuraikan dalam Tabel 2-

Sampai dengan tahun 2018, nilai rasio dana aktif BUMN/Lembaga di bawah Kementerian
Keuangan tercapai sebesar 3,58 dari target 3,25 (110,15%), meningkat dari 3,19 pada tahun 2017.
Rincian atas capaian tersebut sebagaimana dalam Tabel 2-3.
2.2.3. Strategi yang Dilakukan
Dalam rangka mewujudkan tujuan, sasaran, dan indikator dalam pengelolaan kekayaan yang
optimal, beberapa strategi telah diterapkan pada periode tahun 2015-2019. Adapun rincian atas
implementasi strategi-strategi tersebut adalah sebagai berikut.

a) Penguatan dan penyempurnaan regulasi


b) Pengamanan kekayaan negara melalui 3T (Tertib Administrasi, Tertib Fisik, dan Tertib
Hukum)
c) Implementasi perencanaan kebutuhan aset (asset planning)
d) Pembentukan Sistem Informasi Manajemen Aset Negara (SIMAN)
e) Pengintensifan pengawasan dan pengendalian
f) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas dana investasi pemerintah yang dialokasikan
dalam APBN untuk mengukur efisiensi dan efektivitas penganggaran.
g) Mengoptimalkan hasil pengelolaan aset Bendahara Umum Negara (BUN)
h) Pelaksanaan program penilaian kembali BMN

2.3. PRAKTIK TERBAIK MANAJEMEN ASET


Setidaknya terdapat 3 (tiga) elemen kemampuan utama (core capabilities) organisasi yaitu
SDM, proses, dan teknologi yang secara sinergis berperan dalam penciptaan nilai tersebut dimana
aset mengambil peran sebagai salah satu sarana utamanya (enabler). Sejatinya, manajemen aset
merupakan bagian dari keseluruhan manajemen strategis organisasi dalam mencapai tujuan
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2-8.

Sebagai bagian dari keseluruhan


manajemen strategis organisasi, secara konkrit yang
dapat dilakukan manajemen aset misalnya :

a) ketika organisasi perlu memperbaiki


struktur biaya/anggaran yang terbatas,
maka strategi efisiensi biaya
operasionalisasi aset dapat ditempuh
dimana manajemen aset dapat
merumuskan strategi tersebut yang tidak
menghambat produktivitas organisasi
b) manakala organisasi ingin mengoptimalkan
aset, maka manajemen aset dapat
memastikan aset yang diperlukan sesuai
kebutuhan sedangkan aset berlebih
(surplus) atau idle dapat diutilisasi atau
dilepas,
c) pada saat organisasi menargetkan standar layanan prima kepada pelanggan dan
stakeholders, maka manajemen aset memastikan aset yang dipergunakan untuk service
delivery memenuhi standar kualitas dan ketentuan yang berlaku, dapat diandalkan,
mengutamakan faktor keamanan dan keselamatan, serta ramah/berwawasan lingkungan.
2.3.1. Lingkungan Manajemen Aset
Manajemen aset memiliki proses bisnis yang spesifik, seiring terjadinya perubahan internal
dan eksternal, manajemen aset harus menjadi bagian integral dalam dinamika organisasi. Dengan
demikian personil di setiap jenjang dalam organisasi, dari level staf sampai dengan top management
perlu memahami prinsip manajemen aset.

Dari sudut pandang ilmu pengetahuan, manajemen aset masih merupakan disiplin ilmu baru
dimana terdapat pandangan beragam (Wijnia & de Croon, 2015). Manajemen aset diartikan sebagai
aktivitas terkoordinasi dan sistematis dalam mewujudkan atau meningkatkan manfaat aset secara
efektif, efisien, optimal dan sustainable dengan mempertimbangkan kinerja, resiko dan biaya dari
masing-masing siklus aset (asset life cycles) untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, aktivitas yang
terkoordinasi untuk mewujudkan kebernilaian dari suatu aset merupakan manajemen aset.

Dari perspektif industri atau praktisi, maka manajemen aset kontemporer menjadi semakin
kompleks dengan menghadapi tantangan-tantangan yang belum pernah dialami sebelumnya seperti
semakin terbatasnya sumber daya (khususnya finansial), meningkatnya ekpektasi publik,
menurunnya kualitas pengelolaan berwawasan lingkungan, menurunnya usia ekonomis asetakibat
perubahan iklim, dan meningkatnya ketergantungan dan keterlibatan (interdependensi) antar sektor
dan lembaga (Brown et al., 2014). Disamping itu, seiring profesionalisme manajer aset yang dituntut
untuk meningkat dalam beberapa dekade terakhir maka sebagai konsekuensi, manajemen aset perlu
melibatkan berbagai disiplin ilmu, lintas sektoral, dan beragamnya aspek teknis.

Sedangkan manajemen aset di sektor Pemerintah relatif lebih unik, karena keberadaan aset
negara memiliki tujuan khusus yang dapat dikelompokan ke dalam dua kategori, yaitu 30 tradisional
dan non-tradisional (Kaganova & Nayyar-Stone, 2000; Wheeler, 1993). Secara tradisional,
manajemen aset di sektor publik bertujuan untuk menyediakan secara tepat (kuantitas) aset dengan
biaya yang paling efisien dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Sedangkan tujuan non-
tradisional adalah mewujudkan peran aset dalam perekonomian dan mampu menghasilkan
penerimaan. Sehingga dalam rangka penyediaan aset dan pemberian pelayanan, pemerintah
berupaya melakukan upaya utilisasi aset secara efektif, efisien, dan optimal yang tidak hanya dapat
menghasilkan cost-saving dan daya ungkit (leveraging) namun juga penerimaan negara (PNBP)
sebagai sumber alternatif selain dari penerimaan pajak. Manajemen aset terkini sebagaimana telah
diuraikan dapat diilustrasikan dalam Gambar 2-9.
2.3.2. Manfaat Manajemen Aset
Beberapa manfaat penerapan manajemen aset antara lain :

1. Meningkatkan nilai tambah yang dapat mengatasi keterbatasan anggaran melalui:

a. Penyusunan rencana kebutuhan aset yang efektif sesuai tugas dan fungsi masing-masing
organisasi yang sekaligus mendorong peningkatan kinerja aset tersebut dengan indikator
manfaat non finansial (benefit) dan manfaat ekonomis (return on investments).

b. Data/informasi yang dapat diandalkan yang telah mempertimbangkan biaya, resiko,


peluang dan kinerja untuk digunakan dalam pengambilan keputusan investasi, penggunaan,
pemanfaatan, dan pelepasan asetsehingga menekan keberadaan aset yang tidak diutilisasi
optimal (underutilized) atau adanya pembelian aset berlebih. Keputusan yang tepat pada
gilirannya mewujudkan tidak hanya efisiensi biaya operasional aset, pemeliharaan, dan
pengamanan aset yang lebih baik namun dapat meningkatkan penerimaan yang berasal dari
utilisasi aset.

2. Memenuhi ekspektasi masyarakat melalui:

a. Terpenuhinya harapan pelanggan dan pemangku kepentingan melalui pemanfaatan aset


yang dapat memenuhi kebutuhan dan pelayanan masyarakat secara prima.

b. Resiko yang dapat lebih dikelola sehingga mitigasi terhadap faktor-faktor yang
menurunkan fungsi optimal aset dan reputasi organisasi dilakukan secara tepat sasaran yang
berdampak positif untuk meningkatkan aspek keamanan, kesehatan, dan kepedulian
terhadap lingkungan.

c. Pengurangan emisi gas karbon sebagai dampak operasionalisasi aset melalui efisiensi
energi dan penggunaan material aset yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas
hidup masyarakat.

3. Aset dapat dimanfaatkan melebihi usia ekonomisnya melalui:

a. Pemenuhan atau kepatuhan terhadap standar dan regulasi yang berlaku.

b. Perbaikan terus menerus atas tata kelola, prosedur, dan kinerja aset berdasarkan reviu
menyeluruh dan mengacu pada praktik terbaik.

c. Tersedianya strategi operasional dan pemeliharaan aset yang baik dengan ketersediaan
anggaran yang memadai.

d. Upaya mempertahankan kondisi aset dari penurunan usia ekonomis karena dampak
perubahan iklim dan bencana alam, misalnya melalui asuransi, renovasi/retrofitting, dan
adaptasi aset.

2.3.3 Faktor-faktor Utama dalam Manajemen Aset


Kontemporer sesuai Praktik Terbaik
Diantara beberapa standar atau sistem manajemen aset yang terkemuka dewasa ini dapat
diidentifikasi apa saja faktor-faktor utama dalam manajemen aset sebagaimana dalam Tabel 2-4.
Berdasarkan sintesa atas beberapa sistem tersebut, untuk mendukung proses manajemen aset yang
sesuai praktik terbaik perlu mempertimbangkan faktor-faktor utama yang dapat dikategorisasikan ke
dalam elemen core capabilities (SDM, proses, dan teknologi) sebagai berikut:

1. Sumber daya manusia


 Kompetensi manajerial dan teknis
 Organisasi yang fit for purpose
 Kepemimpinan
 Manajemen Perubahan
2. Proses
 Proses Bisnis
 Prinsip kesinambungan
 Manajemen Resiko
 Komunikasi
 Perencanaan
 Pelayanan
 Peraturan
3. Teknologi
 Data dan Manajemen Informasi
 Teknologi Informasi
2.3.4. Indikator dilaksanakannya Manajemen Aset yang baik
secara garis besar manajemen aset yang baik jika memenuhi setidaknya 7 (tujuh) indikator
seperti:
1. Pemahaman jenis utilisasi atas seluruh aset.
2. Penggunaan nilai wajar aset.
3. Aspek tata kelola yang baik: Transparansi.
4. Aspek tata kelola yang baik: Lelang.
5. Perencanaan strategis dalam manajemen aset.
6. Sistem manajemen aset komprehensif (whole-of government) yang terintegrasi.
7. Program continuous professional development (CPD).
2.4 Keunggulan dan permasalahan organisasi
Dari sisi internal DJKN mengalami perkembangan organisasi yang signifikan.
Dengan kemajuan tersebut terkandung keunggulan dan kekuatan yang dimiliki
organisasi untuk mencapai tujuannya. Namun demikian dalam usianya lebih
dari satu dasawarsa, secara faktual relatif masih ada permasalahan serta
kelemahan yang telah diidentifikasi sebagaimana yang akan diuraikan lebih
lanjut.
2.4.1 Keunggulan yang ada
1. Sebagai regulator dan otorisator pengelola aset negara
Undang-undang no 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan
negara telah mengamanatkan Menteri Keuangan dalam
pengelolaan Barang Milik Negara yang merupakan kekayaan
negara dimana pelaksanaannya dilakukan oleh DJKN melalui
mandat dan pendelegasian. Adapun untuk investasi pemerintah,
alur pengelolaan dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan,
pelaporan dan penatausahaan, dan monitoring dan evaluasi.
Dalam pengelolaan piutang negara, memiliki peran dalam
edukasi kepada K/L dalam penatausahaan piutang.
Sejak tahun 2007, pengelolaan kekayaan negara telah
menggunakan prinsip good governance dan berbasis kinerja
menggunakan balanced score card (BSD).
2. Terdapat mekanisme penilaian kinerja dan manajemen resiko
organisasi
DJKN menggunakan BSC dalam rangka pengukuran kinerja
organisasi. Setiap tahun dilakukan kontrak kinerja dari mulai
level eselon 1 sampai dengan staf pelaksana untuk mencapai
target kinerja. Disamping itu,untuk menjamin efektivitas
manajemen kinerja yang mumpuni, juga dilakukan reviu
kontrak kinerja dan survei SFO. Organisasi juga membutuhkan
manajemen resiko untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
3. Terdapat unit kepatuhan internal dan sebagian unit vertikal
berprediksi kantor pelayanan terbaik dan wilayah bebas dari
korupsi
Sebagai satu program reformasi birokrasi dilakukan upaya
pembagunan Zona Integrasi yang diharapkan dapat
menciptakan WBK/WBBM, menjadi pilot project dan panutan
untuk unit kerja lainnya.
4. Proporsi aset yang signifikan pada LKPP dengan predikat WTP
Aset yang dikelola DJKN relatif besar dan beragam, ada
sebagian aset dapat dimafaatkan untuk memperoleh PNBP.
Terdapat aset yang mengalami perpindahan antar K/L untuk
optimalisasi aset yang ada. Sampai dengan 2008, LKPP selalu
mendapat opini disclaimer, pada tahn 2009 mendapat opini
wajar dengan pengecualian dan Wajar Tanpa Pengecualian
pada 2016. Opini WTP tersebut tidak akan diperoleh ketika aset
negara tidak dicatat dan dikelola dengan baik.
5. Kontribusi pengelolaan aset ke PNBP terus tumbuh
Terbitnya UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP memperkuat
brunding DJKN yang dapat terus berkembang, karena objek
PNBP dalam pasal 4 ayat (1) sebagian besar berada dalam
tugas dan fungsi manajer aset di DJKN. Selain PNBP yang
berasal dari pengelolaan aset, DJKN juga memberikan
kontribusi PNBP dari lelang yang semakin meningkat setiap
tahun. Semakin besar PNBP yang dihasilkan dari pengelolaan
aset akan bermanfaat karena pemerintah dapat memiliki sumber
alternatif sumber penerimaan APBN selain dari penerimaan
rutin perpajakan.
6. Kontribusi cost-saving
Semakin optimal pengelolaan aset akan berkontribusi pada
pengurangan eksposur APBN terhdapat pembiayaan untuk aset
negara karena optimalisasi tersebut membawa dampak terhadap
efisiensi belanja pemeliharaan dan belanja modal (cost saving).
7. Pengelola underlying asset SBSN sebagai alternatif
pembiayaan APBN
Aset SBSN adalah obyek pembiayaan dalam rangka penerbitan
sukuk dijadikan sebagai underlying asset. Sesuai UU 19 tahun
2008 tentang SBSN mengatur beberapa hal, yaitu tidak terjadi
pemindahan hak kepemilikan dan hanya pemindahan hak
manfaat sehingga tidak ada pengalihan fisik, hak manfaat atas
BMN baik dijual atau disewakan, dan disewa kembali oleh
pemerintah sampai jatuh tempo SBSN sehingga instansi
pengguna BMN dapat menggunakan aset SBSN sesuai
fungsinya. SBSN akan dibeli kembali oleh pemerintah pada
saat jatuh tempo, BMN akan tetap dimiliki oleh negara.
8. Kontribusi daya ungkit
Dalam rangka perencanaan anggaran pembiayaan investasi,
alokasi dana yang diusulkan dalam APBN diharapkan mampu
menjadi katalis dan pendorong dalam rangka mendukung
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
9. Eksistensi LMAN
LMAN adalah BLU dibawah pimpinan DJKN berperan sebagai
salah satu operator Pengelola Aset yang mendukung
optimalisasi pengelolaan aset negara guna meningkatkan
manfaat ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return
on assets dan PNBP yang berasal dari barang milik negara.
Dari aspek organisasi DJKN, keberadaan dari kinerja LMAN
telah memperkuat kualitas tata kelola dan spektrum
pengelolaan aset negara ke arah profesionalisme sebagai
manajer aset bagi negara.
10. Modernisasi lelang
Demi mewujudkan misi DJKN berupa lelang yang efisien,
transparan, akuntabel, adil, dan kompetitif sebgai instrumen
jual beli yang mampu mengakomodasi kepentingaan
masyarakat, DJKN terus melakukan perbaikan-perbaikan antara
lain pengembangan bisnis lelang berbasis Teknologi Informasi.
11. Kompetensi manajemen aset dan penilaian
Setiap tahapan dalam siklus pengelolaan kekayaan negara, telah
dilaksanakan oleh DJKN dan terjadi peningkatan kompetensi
secara signifikan karena program pengembangan sumber daya
manusia di bidang-bidang tersebut ditangani serius. Penilaian
sebagai salah satu fungsi dalam DJKN telah memperoleh
sertifikasi ISO 9001:2015. Kapasitas penilai yang ada saat ini
telah meiliki kemampuan untuk penilaian SDA, sehingga
DJKN mulai dijadikan rujukan oleh lembaga sejenis di dalam
maupun di luar negeri yang dimulai dari kawasan Asia
Tenggara.
12. Reformasi birokrasi dan komitemen manajemen terus tumbuh
Reformasi birokrasi pada DJKN mencakup proses transformasi
kelembagaan, transformasi organisasi dan manajemen
perubahan. Pada area transformasi organisasi DJKN telah
memberikan masukan terkait reorganisasi pada tema treasury,
implementasi layanan bersama (co-location) dan memberikan
masukan untuk tata kelola special mission vehicle. Sedangkan
pada area manajemen perubahan, DJKN telah melakukan
kegiatan yang meliputi mengawal proses perubahan dan
resitensi, pembentukan mindset, budaya organisasi, dan
efisiensi organisasi.
13. Basis data aset terkomputerisasi sebagian besar terbangun
Pendekatan pengelolaan aset dengan manajemen portofolio aset
memungkinkan DJKN membuat keputusan strategis atas
pengelolaan aset dengan keseimbangan risiko serta manfaat
dengan sebaran yang terukur. Hal ini merupakan prinsip yang
dilaksanakan paralel dengan asset-mapping. Melalui asset
mapping juga dapat dipergunakan dalam penentuan aset yang
akan diasuransikan.
14. E-Goverment/digitalisasi sebagian proses bisnis
DJKN telah mengimplementasikan e-government. Hal ini
ditunjukkan dari implementasi teknologi informasi di dalam
pengelolaan proses bisnis dan layanan kepada stakeholder
(government to government) maupun yang berkaitan dengan
layanan kepada masyarakat (government to citizen). Di
samping itu, guna meningkatkan efektivitas pengelolaan
investasi Pemerintah, dikembangkan aplikasi Modul Kekayaan
Negara Dipisahkan (Modul KND) yang di dalamnya memuat
data-data keuangan maupun nonkeuangan BUMN.
15. DJKN telah memiliki blue print Teknologi Informasi dan
Komunikasi DJKN
DJKN telah memiliki blue print TIK yang di dalamnya
memberikan arah bagi DJKN dalam melakukan transformasi
proses bisnis dan digitalisasi dengan peta jalan
pengembangannya meliputi tahapan penguatan fungsi sistem
aplikasi untuk mendukung operasional, integrasi dan registrasi
aset, pembentukan data warehouse, serta penggunaan data dan
informasi aset untuk pengambilan keputusan strategis DJKN.
2.4.2 Kelemahan dan permasalahan yang terjadi
1. Regulasi dan kebijakan yang belum integratif, komprehensif,
dan implementif
Integrasi pelayanan DJKN melihat bahwa proses manajemen
aset melibatkan otorisator, penilai, dan peleleang merupakan
satu kesatuan prose dan menjadi tanggungjawab DJKN untuk
mengintegrasikan lebih sederhana dengan akuntabilitas tetap
baik. Proporsi aset yang sedemikian besar berada di K/L
dibanding DJKN, komitmen untuk pelaksanaan manajemen
aset yang ideal tidak memadai jika hanya dilakukan oleh DJKN
namun urgensinya justru juga berada pada K/L.
2. Manajemen aset belum didasarkan pada prinsip-prinsip
berkelanjutan
Paradigma pengelolaan aset dalam praktik terbaik menuntut
dimilikinya sistem pengelolaan aset yang berkelanjutan yang
ditandai dengan peran aset dalam tiga aspek inti dalam
sustainability yaitu sosial, ekonomi/finansial, dan lingkungan,
masih dalam tahap awal untuk implementasi. Oleh karena itu,
jika dibandingkan dengan praktik terbaik, maka disinilah perlu
akui bahwa DJKN masih perlu melakukan perbaikan.
3. Manajemen aset hulu migas belum optimal
Unit yang saat ini mengelola di dalam DJKN belum memadai
mengingat adanya sejumlah keterbatasan baik dari aspek
regulasi, kelembagaan, SDM, penganggaran maupun kondisi
objektif aset.
4. Belum terbangun penilaian kinerja dan manajemen resiko aset
Dalam pengelolaan aset negara dan juga investasi pemerintah,
disadari bahwa DJKN belum secara keseluruhan mampu
membangun penilaian atas kinerja aset dan portofolio
investasinya, termasuk belum mampu menerapkan manajemen
risiko atas pengelolaan aset.
5. Belum optimalnya pengawasan dan pengendalian atas aset
Kementerian Keuangan bahwa pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian pada DJKN selaku Manajer Aset belum optimal.
Hal ini ditandai dari masih banyaknya aset yang idle dan belum
terdata komprehensif oleh K/L maupun oleh DJKN selaku
pengelola, masih terdapat pemanfaatan aset yang tidak
dilakukan dengan prosedur yang tepat dan dengan akuntabilitas
yang rendah.
6. Terdapat aset non free and clear dan idle
Masih terdapat aset negara bermasalah yang meliputi aset
yang (1) belum memiliki dokumen kepemilikan, (2) dikuasai
pihak lain, (3) dalam sengketa, (4) belum ditemukan, dan (5)
rusak berat tetapi belum dihapuskan. Hal tersebut dapat
menghambat penetapan utilisasi kekayaan negara.
7. Fungsi organisasi sebagai regulator, pembina, dan layanan pada
kantor pusat dan kantor vertikal belum sepenuhnya konsisten
Pembagian tugas-tugas dan fungsi organisasi secara konsisten
sebagai (1) regulator, (2) pembina, dan (3) layanan/operasional
belum sepenuhnya terwujud. Di masa lalu hal ini perlu
dilakukan mengingat distribusi kualitas SDM yang belum
merata antara unit kantor pusat dengan kantor vertikal.
8. Belum terwujud budayakebijakan manajemen aset berbasis
riset dan bukti
Salah satu cara utilisasi hasil penelitian untuk
memformulasikan kebijakan adalah dengan membangun
sistem knowledge management termasuk diadakannya
program-program seminar dan konferensi untuk
mempertemukan penghasil pengetahuan (knowledge producer)
yaitu peneliti baik internal atau eksternal DJKN dengan
pengguna pengetahuan (knowledge user) yaitu DJKN. Hal-hal
tersebut sampai saat ini masih belum menjadi budaya bagi
DJKN.
9. Basis data aset terkomputerisasi belum interkonektif
Belum terjadinya interkoneksi data dengan fungsi treasury
Kementerian Keuangan, belum terintegrasinya arus data dan
informasi antar DJKNdengan K/L. Belum adanya interkoneksi
sistem informasi DJKN dengan sistem governance di
Kementerian BUMN menyebabkan upaya kajian dan analisa
terkait kinerja PMN pada BUMN yang menjadi tugas dan
fungsi DJKN belum sepenuhnya optimal.
2.5 Peluang dan tantangan
Seiring perkembangan pelaksanaan demokrasi, masyarakat semakin menuntut
pengelolaan kekayaan negara yang sesuai dengan tata kelola pemerintah yang
baik. Dari dinamika perubahan lingkungan tersebut melahirkan peluang dan
tantangan yang harus diantisipasi oleh DJKN.
2.5.1 Peluang yang dimiliki
1. Program prioritas nasional “Nawa Cita”
DJKN mengambil peran dalam memastikan perencanaan dan
penganggaran kebutuhan serta pemeliharaan oleh K/L, DJKN juga
dapat mengambil peran dalam peningkatan kemampuan fiskal dan
kinerja keuangan daerah, DJKN berperan dalam peningkatan
efektivitas dan efisiensi dalam pembiayaan infrastruktur, dan
DJKN mengambil peran dalam penguatan kapasitas fiskal negara
melalui optimalisasi PNBP.
2. Aspek Sustainable Development Goals (SDGs) yang menjadi
peluang (menakar signifikansi peran DJKN dalam SDGs).
SDGs adalah dokumen yang memuat indikator-indikator berupa
17 tujuan dan 169 sasaran global tahun 2016-2030 untuk
menjadikan kehidupan masyarakat dunia menjadi lebih baik.
Keseriusan Indonesia dalam upaya mencapai indikator-indikator
SDGs dimana telah diintegrasikannya indikator tersebut ke dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2040.
3. Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (RBTK)
DJKN telah berkomitmen untuk mengimplementasikan reformasi
manajemen keuangan negara sebagai bagian dari perubahan
mendasar dalam agenda reformasi birokrasi dan transformasi
kelembagaan secara keseluruhan. Terbentuknya satuan kerja
khusus Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang fokus
pada pengelolaan aset tersebut dapat memberikan kontribusi positif
kepada negara. Special Mission (SMV) yang didefinisikan
sebagai Misi-misi pembangunan yang cakupannya di luar
pelaksanaan urusan keuangan yang dikelola dan tersebar di tigas
unit eselon I yang berbeda, membutuhkan pembagian tugas dan
kewenangan yang jelas agar tidak terjadi overlapping antara satu
unit dengan unit yang lain.
4. Manajemen perubahan
Manajemen Perubahan sangat penting dalam memastikan bahwa
semua stakeholders, baik internal maupun eksternal, terlibat dan
mendukung tercapainya agenda yang telah disusun.
5. Best Practices dan Research-based Policy dalam Manajemen Aset.
Agar manajemen aset dapat dijalankan untuk mencapai tujuan
berorganisasi, maka terdapat beberapa faktor atau dikenal sebagai
“critical success factors” atau “enablers” yang perlu ada bahkan
dapat dikatakan sebagai faktor fundamental (Ngwira & Manase,
2015)
6. Sertifikasi Internasional manajemen aset (ISO 55001)
Merupakan peluang ke depan bagi DJKN selaku manajer aset
untuk meraih sertifikasi ISO 55001 sebagai wujud implementasi
manajemen aset yang baik. Untuk menguatkan profil dan
kredibilitas distinguished asset manager yang diakui secara
nasional dan internasional, maka upaya untuk memperoleh
sertifikasi tersebut menjadi suatu keniscayaan yang perlu
ditargetkan untuk dicapai dalam jangka pendek atau menengah.
7. Otomasi dalam manajemen aset
Otomasi dalam manajemen aset diharapkan user friendly dalam
penggunaan dengan lingkup lebih menyeluruh meliputi fase-fase
dalam pengelolaan aset sampai pelaporan termasuk didalamya
pelaksanaan penilaian dan pemindahtanganan aset melalui lelang.
8. Berkembangnya collaborative working space yang menggeser
“traditional” working space
Desain coworking space merupakan peluang baru bagi manajer
aset untuk menyediakan ruang-ruang bekerja bagi coworker yang
dimanfaatkan dengan sewa guna menghasilkan PNBP dengan
mengoptimalkan space gedung-gedung milik pemerintah yang
terletak di lokasi strategis.
9. Isu green building dan penggunaan bahan terbarukan (renewable
materials) untuk pembangunan gedung.
Bangunan hijau dan bahan bangunan terbarukan menjadi tantangan
bagi manajer aset untuk memadukan antara dukungan terwujudnya
gedung hijau milik pemerintah di tengah keterbatasan finansial
untuk mewujudkan hal tersebut.
10. Pengembangan lelang terhadap objek lelang berupa barang tidak
berwujud (Hak Menikmati Barang).
Konsep lelang “hak menikmati barang” juga bisa digunakan untuk
mengurangi aset BMN/BMD yang idle/tidak terpakai ataupun aset
BMN/BMD yang dimanfaatkan oleh pihak yang tidak berhak, yang
menyebabkan tidak optimalnya dalam pengelolaan dan
pemanfaatan aset tersebut.
11. Era internet of things (IoT), big data, dan kecerdasan buatan dalam
manajemen aset dan investasi
Terdapat beberapa hal konkrit dalam implementasi pemanfaatan
big data dalam pengelolaan aset di DJKN antara lain Prediksi Nilai
Ekonomis dan Utilisasi Aset Negara, Prediksi nilai jual
aset/properti atau barang yang dipindahtangankan atau dilelang,
dan Sentiment Analysis atas DJKN pada media sosial dan portal
berita.
12. Perkembangan smart city
Arah manajemen aset pemerintah harus siap terintegrasi dan
menjadi subset dari smart city sehingga tercipta tidak hanya
efektifitas dalam penggunaan aset namun dapat meningkatkan
efisiensi dalam operasional aset negara
13. Rencana Pemindahan Ibu Kota Republik Indonesia
Dengan demikian DJKN dituntut untuk mengambil peran dalam
rencana tersebut dengan memulai pemetaan aset pemerintah di
Jakarta secara komprehensif dengan diikuti kajian mendalam.
Manajer aset DJKN harus mampu dan terlebih dulu memahami
batasan-batasan atau peraturan terkait dengan rencana pemindahan
ibu kota dimaksud karena berperan besar terhadap keberhasilan
pemindahan ibu kota tersebut.
2.5.2 Tantangan yang dihadapi
1. Aset dominan berada di K/L
Proporsi aset yang sedemikian besar berada di K/L, maka
komitmen untuk pelaksanaan manajemen aset yang ideal tidak
cukup hanya dilakukan oleh DJKN namun yang terpenting justru
oleh K/L. Dengan demikian, peningkatan kapasitas manajer aset di
K/L harus sama dengan peningkatan para manajer aset yang berada
di DJKN.
2. Aset idle secara fisik tapi tidak diungkapkan oleh K/L.
Dengan kata lain terdapat potensi manfaat dalam jumlah dan nilai
yang besar tak terealisasi akibat hilangnya kesempatan tindakan
pemanfaatan aset maupun pelepasan aset untuk manfaat yang
mungkin lebih besar.
3. Adanya permasalahan hukum (perlawanan hukum/litigasi dan
permasalahan legalitas)
Terhadap aset yang bermasalah tersebut, Pemerintah harus
melakukan upaya-upaya ekstra sampai dengan adanya perkara di
lembaga peradilan.
4. Belum terbentuk Enterprise Architecture (EA) Kementerian
Keuangan
EA juga sangat diperlukan dalam proses bisnis di DJKN karena
dalam rangka menjawab tantangan yang perlu diselesaikan salah
satunya mengenai data yang bersumber dari single source of truth
dan integrasi data antar unit eselon I di Kementerian Keuangan.
5. Perubahan iklim dan isu ketahanan kota (city resilience) yang
berdampak pada aset.
Dengan adanya dampak perubahan iklim, manajer aset dituntut
untuk dapat segera mengidentifikasi atau melakukan asset-mapping
wilayah-wilayah mana yang mempunyai resiko yang paling tinggi
khususnya yang terletak di wilayah yang tidak jauh dari
pantai/pesisir. Dengan demikian manajer aset perlu untuk
melakukan koordinasi dan berkolaborasi dengan instansi atau
elemen terkait.
6. Belum optimalnya manajemen aset dan kapasitas K/L
7. Virtual space (hyperconnectivity) yang menggeser “traditional”
property.
Ke depan manajer aset harus memliki kemampuan untuk
mengambil kebijakan strategis dalam mengoptimalkan aset negara
dan melihat kemungkinan untuk dilakukan disposal terhadap aset
negara berupa gedung yang berlebih demi mengefisienkan biaya
operasional aset.
8. Lelang di Era Disrupsi.
Agar bisnis lelang di Indonesia tidak tergusur oleh fenomena
disrupsi, maka untuk jenis lelang dan objek tertentu dapat
dikembangkan cara melelang yang sederhana yang menawarkan
kemudahan dan kenyamanan bertransaksi dengan platform e-
marketplace.

Anda mungkin juga menyukai