oleh
Umar Said
Nis 14.60.07942
oleh
Umar Said
NIS 14.60.07942
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Pembimbing III
Disahkan oleh :
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena rahmat serta
karunia–Nya, penulis dapat menyelesaikan kegiatan Praktik Kerja Industri di PT
Saraswanti Indo Genetech Bogor beserta penyusunan laporannya yang
merupakan hasil pertanggungjawaban penulis setelah melaksanakan kegiatan
tersebut serta untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian akhir pada semester
VIII di Sekolah Menengah Kejuruan–SMAK Bogor tahun ajaran 2017/2018.
i
yang telah memberikan bantuan, dukungan, serta bimbingan kepada
penulis selama Prakerin di PT Saraswanti Indo Genetech.
8. Teman – teman seperjuangan selama prakerin yaitu Arif, Hafiz, Imam,
dan Wildan.
9. Kedua Orang Tua yang telah memberikan doa serta dukungan berupa
moril maupun materil.
10. Semua pihak yang turut membantu penyusunan laporan ini baik
berupa moril maupun materil.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekaman Kadar Serat Pangan dalam Matriks Snack Bar .............. 58
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Serat Kasar...................................................... 59
Lampiran 3. Data Standarisasi HCl 0,2N ........................................................... 60
Lampiran 4. Klaim Kandungan Zat Gizi .............................................................. 61
vi
BAB I PENDAHULUAN
1
B. Tempat Praktik Kerja Industri
Salah satu lembaga yang dijadikan tempat Prakerin bagi siswa SMK-
SMAK Bogor adalah PT. Saraswanti Indo Genetch (SIG). Perusahaan ini
merupakan jasa analisis produk makanan, obat dan kosmetik. Perusahaan
ini berlokasi di di Jalan Rasamala No.20 Taman Yasmin Bogor Jawa Barat.
2
2. Menambah koleksi pustaka di perpustakaan sekolah maupun institusi
tempat prakerin, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan baik bagi
diri sendiri maupun peminat lain.
3. Mengembangkan kemampuan siswa dalam mengumpulkan referensi
pembuatan laporan.
4. Mengembangkan kemampuan siswa dalam pembuatan laporan yang
dapat dipertanggungjawabkannya.
A. Visi
Menjadikan Sekolah Menengah Kejuruan Nasional bertaraf
Internasional yang mandiri dan unggul dalam program keahlian Analis
Kimia dan terapannya pada tahun 2017.
B. Misi
1. Meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan standar nasional dan
internasional untuk menghasilkan lulusan yang kompeten, profesional
dan berkualitas pada program keahlian Analis Kimia, berdaya saing
tinggi dan berjiwa kewirausahaan.
2. Mengoptimalkan sumber daya sekolah sebagai salah satu komponen
untuk menunjang kearah kemandirian sekolah.
3
BAB II INSTITUSI PRAKERIN
4
Pada bulan Agustus 2006, laboratorium PT Saraswanti Indo Genetech
telah menempati Graha SIG yang berlokasi di Jalan Rasamala No. 46 Taman
Yasmin Bogor dengan kantor yang berlokasi di Gedung Alumni IPB, Jl.
Pajajaran No. 54 Baranangsiang Bogor.
Sejak tanggal 7 November 2011, PT Saraswanti resmi menempati
gedung baru di Jalan Rasamala No. 20, dimana kantor dan laboratorium
digabung.
1. Visi Perusahaan
Laboratorium PT Sarawanti Indo Genetech sebagai “One Stop Food
Laboratory” yang kredibel, sehingga dapat mendharmabaktikan talenta
yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan negeri tercinta
Indonesia. Laboratorium uji analisis yang memiliki kompetensi handal
dalam menghasilkan data pengujian yang akurat dan presisi tinggi.
2. Misi Perusahaan
a. Berorientasi pada pemenuhan kepuasan pelanggan (customer
satisfactory).
b. Menerapkan dan mengembangkan “Good Professional Practice”.
5
c. Menerapkan prinsip kerja “benar sejak awal” sesuai sistem
manajemen mutu ISO/IEC 17025:2005 dan meningkatkan efektifitas
sistem manajemen mutu secara berkelanjutan.
C. Struktur Organisasi
1. General Manager
6
7
2. Manager Mutu
3. Manager Laboratorium
7. Manager Keuangan
21
C. Tujuan Mencari Solusi Masalah
D. Tinjauan Pustaka
22
23
2) Hemiselulosa
3) Lignin
gum xhantan. Gum kecuali gum arab umumnya membentuk gel atau
larutan yang kental bila ditambahkan air. Molekul gum ada yang
polisakarida berantai lurus dan ada yang bercabang. Polisakarida
berantai lurus lebih banyak terdapat dan membentuk larutan yang lebih
kental dibandingkan dengan molekul bercabang pada berat yang sama
(Be Miller, 2006).
2) Pektin
3) Mucilage (Musilase)
Serat larut air, seperti pectin, glucans dan gum serta beberapa
hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat
membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Dengan
kemampuan ini serat larut dapat menunda pengosongan makanan dari
lambung, menghambat percampuran isi saluran cerna dengan enzim-
enzim pencernaan, sehingga terjadi pengurangan penyerapan zat-zat
makanan di bagian proksimal. Mekanisme inilah yang menyebabkan
terjadinya penurunan penyerapan (absorbsi) asam amino dan asam
lemak oleh serat larut air. Cairan kental ini mengurangi keberadaan
asam amino dalam tubuh melalui penghambatan peptida usus.
Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan
juga dapat menurunkan bobot badan. Makanan akan tinggal dalam
saluran pencernaan dalam waktu yang relatif singkat sehingga absorbsi
zat makanan akan berkurang. Selain itu makanan yang mengandung
serat relatif tinggi akan memberi rasa kenyang sehingga menurunkan
konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat kasar yang
31
2) Mencegah Kolesterol
2. Snack Bar
Snack bar merupakan makanan selingan yang siap santap, umumnya
terbuat dari tepung kedelai, bahan-bahan lain yang kaya zat gizi maupun non
gizi, dan buah-buahan kering yang berbentuk bar atau batang. Bahan baku
utama snack bar adalah tepung-tepungan (prebiotik yang tidak dapat dicerna
oleh enzim-enzim pencernaan) dari biji-bijian, sayuran dan buah-buahan
yang mengandung karbohidrat yang berpotensi baik dari segi fisik yaitu
penyerapan airnya maupun dari segi kandungan gizinya. Bahan-bahan ini
dapat dicampur dengan menggunakan bahan pengikat seperti sirup gula dan
dibentuk menjadi bar yang dapat dipotong menjadi ukuran yang diinginkan.
Bergantung pada bahan yang digunakan, maka pengolahan snack bars ini
dapat dicampur, dibentuk dan dipanggang (Cook et al., 1984).
Menurut Christian (2011), snack bar merupakan makanan ringan yang
berbentuk batangan berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan. Snack
bar merupakan sumber energi karena bahan penyusun utamanya adalah
tepung, gula, dan lemak snack tersebut umumnya miskin akan berbagai
komponen bioaktif seperti antioksidan, serat pangan (dietary fiber), serta
mineral yang berperan penting bagi kesehatan. Snack yang sehat tidak
hanya kaya akan energi, tetapi sebaiknya juga mengandung serat pangan,
34
b. Metode Deterjen
Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan
Neutral Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat
menentukan kadar total serat yang tak larut dalam larutan deterjen
digunakan (Meloan and Pomeranz, 1987).
1) Acid Detergent Fiber (ADF)
ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan
lignin. Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical
Analytical chemist). Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan
yang digunakan adalah CTAB (Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan
H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).
36
c. Metode Englyst
Pada metode Englyst, serat makanan ditentukan sebagai polisakarida
non pati dengan menentukan bagian monosakarida penyusunnya. Metode
ini menetapkan kadar serat dengan menggunakan kromatografi cair-gas,
HPLC atau alat spektrofotometer (Ferguson dan Philip, 1999).
c. Metode Enzimatik
Metode enzimatik dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh
manusia. Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu
menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian
pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut
dan tak larut secara terpisah (Joseph, 2002). Kekurangan metode ini,
enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja
merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak
terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and
Pomeranz, 1987).
Prinsip analisis serat pangan secara enzimatik gravimetri ialah
hidrolisis karbohidrat yang dapat dicerna, lemak, dan protein
menggunakan enzim. Molekul yang tidak larut maupun yang tidak
terhidrolisis dipisahkan melalui penyaringan sebagai residu. Residu serat
tersebut kemudian dikeringkan serta ditimbang. Selanjutnya residu hasil
penimbangan tersebut dianalisis kadar protein dan abunya. Kadar serat
pangan diperoleh setelah residu dikurangi kadar protein dan kadar abu.
Kekurangan metode enzimatik-gravimetri ialah memiliki prosedur yang
sangat panjang dan tidak praktis sehingga memerlukan waktu yang lama
(Ceirwyn, 1999).
37
b. Alat
1) Piala gelas 400 mL.
2) Quecher
3) Neraca analitik
4) Sudip
5) Pinset
6) Policeman
7) Corong buchner
8) Vakum
9) Penangas air
10) Oven
11) Mikro pipet 1 mL
12) Gelas ukur
42
43
c. Bahan
1) Contoh
2) Buffer Mes-Tris (Buffer pH 8,2)
3) Enzim α - amilase
4) Enzim protease
5) Enzim amiloglukosidase
6) HCl 0,561 N
7) Air suling
8) Aseton
9) Etanol 95%
10) Kertas saring tak berabu no.42
d. Cara Kerja
1) Timbang duplikat (duplo) 0,5 ± 0,005 gram contoh dan masukkan ke
dalam piala gelas 400 mL.
2) Tambahkan 40 mL Mes-Tris (Buffer pH 8,2).
3) Aduk sampai homogen.
4) Tambahkan 50 µL enzim α- amilase dan inkubasikan di penangas air
pada suhu 95-100°C selama 35 menit.
5) Dinginkan sampai bersuhu 60°C lalu bilas dinding piala dengan 10 mL
air.
6) Tambahkan 100 µL enzim protease lalu inkubasi di penangas air
pada suhu 60°C selama 30 menit.
7) Tambahkan 200 µL HCl 0,561 N sehingga diperoleh pH akhir 4,5 (4,1
- 4,6).
8) Inkubasi di penangas air pada suhu 60°C selama 30 menit.
9) Endapkan dengan etanol 95% sebanyak 5x volume awal lalu diamkan
selama 1 jam.
10) Saring endapan dengan kertas saring tak berabu No. 42 yang telah
diketahui bobotnya.
44
11) Cuci dengan 15 mL untuk alkohol 78%, alkohol 95%, dan aseton
masing - masing sebanyak 2x.
12) Keringkan pada oven vakum bersuhu 70°C, atau pada oven bersuhu
105°C.
13) Masukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu timbang bobot
residu.
14) Residu pertama kemudian ditetapkan kadar abunya dan residu kedua
ditetapkan kadar proteinnya.
e. Perhitungan
2. Kadar Abu
Analisis kadar abu didasarkan pada SNI 01-2891-1992 tentang cara uji
makanan dan minuman.
a. Dasar
Pada proses pengabuan zat-zat organik diuraikan menjadi air dan
CO2. tetapi bahan anorganik tidak.
b. Alat
1) Cawan porselen
2) Pinset
3) Neraca analitik
4) Hot plate
5) Tanur
6) Eksikator/desikator
c. Bahan
1) Contoh (residu)
45
d. Cara Kerja
1) Contoh (residu) yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam cawan
porselen yang telah diketahui bobotnya.
2) Arangkan di atas nyala pembakar.
3) abukan dalam tanur (suhu maksimum 550°C).
4) Dinginkan dalam eksikator.
5) Ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.
e. Perhitungan
Bobot abu = bobot (cawan + abu) – bobot cawan kosong
b. Alat
1) Tabung Kjeltec
2) Rak tabung Kjeltec
3) Sudip
4) Neraca analitik
5) Kjel Digester k-446
6) Buchi Destillation unit K-355
7) Erlenmeyer 250 mL
8) Buret
9) Gelas ukur
10) Statif
11) Gegep besi
46
c. Bahan
1) Contoh (residu)
2) H2SO4 pekat
3) Campuran selen
4) Indikator PP
5) NaOH 40%
6) Air suling
7) H3BO3 4%
8) HCl 0,2 N
9) Na2B4O7.10H2O
10) Indikator BCG-MM
11) Indikator MM
d. Cara Kerja
1) Contoh (residu) yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam tabung
Kjeltec.
2) Tambahkan 1 g campuran selen dan 12 mL H2SO4 pekat.
3) Destruksikan contoh pada Kjel Digester K-446 dengan suhu 420°C
selama 2 jam.
4) Dinginkan di suhu ruang.
5) Tambahkan 3 tetes indikator PP, 50 mL NaOH 40%, dan 25 mL air.
6) Destilasikan dengan Buchi Destillation unit K-355, hingga 3x volume
penampung asam borat 4% (volume penampung awal 50 mL).
7) Dilakukan penitaran contoh dengan HCl 0,2 N hingga TA berwarna
merah.
8) Dilakukan blanko dengan tahapan pengerjaan yang sama namun
tanpa contoh.
e. Perhitungan
Keterangan :
Bst Nitrogen = 14
Fk (faktor konversi) =
Beras: 5.95 Gandum biji: 5.83 Tepung: 5.70
Kacang kedelai: 5.71 Kelapa:5.30 Susu: 6.38
Makanan lain: 6.25 Kecap: 6.25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Bobot
Bobot Bobot
Bobot rata -
Bobot kertas kertas Bobot
Perlakuan Kode rata -rata rata
sampel (g) saring saring + residu (g)
(g) residu
kosong (g) residu (g)
(g)
A1 0,5670 1,1289 1,2382 1,1093
Simplo 0,5668 0,1112
A2 0,5666 1,1297 1,2427 1,1130
B1 0,5048 1,0745 1,1768 1,1023
Duplo 0,5053 0,1046
B2 0,5057 1,0054 1,1122 1,1068
Bobot Bobot
Bobot
Perlakuan Kode sampel Vp (mL) Np fk protein
residu (g)
(g) (g)
Simplo A2 0,5666 1,1130 1,75 0,1968 6,25 0,0302
Duplo B2 0,5057 1,1068 1,80 0,1968 6,25 0,0310
Bobot rata –
Bobot rata - Bobot protein % Serat
Perlakuan rata sampel Bobot abu (g)
rata residu (g) (g) pangan
(g)
Simplo 0,5668 0,1112 0,0076 0,0302 12,95
Duplo 0,5053 0,1046 0,0072 0,0310 13,13
Rata-rata 13,04
48
B. Pembahasan
Metode penentuan serat pangan total yang digunakan adalah AOAC Official
Method 991.43, sehingga enzim yang digunakan untuk menghidrolisis protein adalah
enzim protease, dan enzim amiloglukosidase untuk mengidrolisis sisa pati dalam
sampel. Pada metode ini digunakan buffer Mes-Tris untuk menstabilkan
enzim termanyl (α-amilase). Enzim termanyl akan memecah pati setelah melalui
proses gelatinisasi terlebih dahulu dengan bantuan pemanasan. Gelatinisasi
merupakan peristiwa pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakkan
granula pati akibat penyerapan air, dengan begitu proses hidrolisis pati akan lebih
mudah. Penambahan enzim protease bertujuan untuk menguraikan protein dengan
cara memutuskan ikatan peptida pada protein. Pengkondisian pH dengan asam
pada pH 4,0-4,6 dilakukan karena pH tersebut merupakan pH optimum bagi enzim
amiloglukosidase untuk dapat menguraikan kembali pati yang masih tersisa setelah
hidrolisis oleh enzim α-amilase. Setelah tahapan digesti selesai akan menyisakan
serat pangan larut dan tak larut. Serat pangan larut akan terendapkan dengan
penambahan alkohol 95%, karena alkohol dapat menurunkan kelarutan polisakarida
yang dalam hal ini merupakan serat pangan larut. Residu yang diperoleh bukan
merupakan residu serat pangan saja tetapi dimungkinkan terdapat sisa protein
maupun mineral-mineral yang tidak bisa diuraikan. Maka perlu ditetapkannya
kandungan abu dan protein dalam residu tersebut sebagai faktor koreksi. Akan
49
50
tetapi kandungan abu dan protein tidak dapat ditetapkan secara bersamaan pada
satu residu saja, sehingga diperlukan dua residu dari sampel yang sama. Dimana
residu pertama ditetapkan bobot abunya dan residu kedua ditetapkan bobot
proteinnya. Walaupun pada dasarnya bobot abu dan protein harus ditetapkan pada
satu residu agar kadar serat yang diperoleh lebih akurat. Sehingga untuk
meminimalisir kesalahan, penimbagan sampel diusahakan sama atau mendekati
dengan penimbangan sebelumnya. Adapun toleransi penimbangan yang diberikan
AOAC Official Method 991.43, yaitu tidak melebihi 0,005 g antara penimbangan
pertama dan kedua.
Pada penentuan kadar serat pangan pada sampel snack bar bermerk “x”,
diperoleh kadar serat pangan sebesar 13,04%. Dengan kadar sebesar 13,04%,
snack bar yang telah dianalisis dapat digolongkan kedalam makanan dengan
kandungan serat pangan tinggi (high fiber). Berdasarkan Vaughan dan Judd (2003),
bahan dengan kadar serat pangan >5% digolongkan kedalam bahan tinggi serat
(high fiber), untuk kandungan serat sebesar 3-5% digolongkan kedalam sumber
serat (source fiber), dan kandungan serat <3% digolongkan kedalam penambahan
serat (added fiber).
A. Kesimpulan
Penentuan kadar serat makanan yang terkandung dalam suatu bahan dapat
dilakukan dengan metode enzimatik-gravimetri. Metode enzimatik merupakan
metode analisis melalui proses pencernaan oleh enzim menggunakan enzim
amilase, kemudian dilanjutkan dengan enzim pepsin pankreatik atau protease.
Molekul yang tidak tercerna atau terhidrolisis oleh enzim dipisahkan melalui
penyaringan sebagai residu. Residu serat tersebut kemudian ditetapkan secara
gravimetri melalui proses pengeringan serta penimbangan. Berdasarkan hasil
analisis, diperoleh kadar serat pada sampel snack bar dengan merk “x” sebesar
13,04%. Sehingga dapat digolongkan kedalam makanan berserat tinggi.
B. Saran
Perlunya proses ekstraksi lemak apabila kandungan lemak pada sampel >10%.
Pada penetapan kadar serat pangan metode enzimaik-gravimetri sampel harus
bebas dari lemak atau memiliki kandungan lemak <10%, karena tidak adanya enzim
pemecah lemak sehingga proses analisis akan membutuhkan waktu yang lama. Dan
sebaiknya dilakukan pengerjaan blanko sebagai faktor koreksi.
51
DAFTAR PUSTAKA
Aigster A, Susan ED, Frank DC, William EB. 2011. Physicochemical properties
and sensory attributes of resistant starch-supplemented granola bars
and cereals. Food Science and Technology 44 (2011) 2159-2165.
Almatsier. S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Asp NG, Schweizer TF, Southgate DAT, & Theander O. 1992. Dietary Fiber
Analysis. In Dietary Fibre – a Component of Food. Nutritional Function in
Health and Disease. Schweizer TF, & CA Edwards (ed). London.
Asp, N.G., L. Prosky, L. Furda, J.W. De Vries, T.F. Schweizer and B.F. Harland.
1984. Determination of Total Dietary Fiber in Foods and Food Products
and Total Diets. Interlaboratory study. J.A.O.A.C. 67 : 1044-1053.
Astawan Made, 1999. Membuat mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
52
53
Aziz A.A., M. Husin and A. Mokhtar. 2002. Preparation of cellulose from oil palm
empty fruit bunches via ethanol digestion: effect of acid and alkali
catalysts. Journal of Oil Palm Research 14(1):9-14
Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992 Cara Uji Makanan dan
Minuman. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Bai S.K., Lee S.J, Na H.J., Ha K.S., Han J.A., Lee H. et al. 2005. B-Carotene
inhibits inflammatory gene expression in lipopolysaccharide-stimulated
macrophages by suppressing redox-based NF-kB activation. Experiment
Mol Med. 37 (4): 322- 34
BeMiller, J.N., and R.L. Whistler. 1996. Carbohydrates . O.R. Fennema. Food
Chemistry. 3rd. ed. Marcel Dekker. New York : Basel.
Godlief Joseph. 2002 . Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Makalah
Falsafah Sains (PPs 702). Program Pasca Sarjana / S3. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Harland, B.F. and D.Oberleas. 2001. Effect of Dietary Fiber and Phytate on
Homeostatis and Bioavibility of Minerals. CRC of Dietary Fiber in Human
Nutrition, 3rd Ed. G.A Spller, Ed. Boca Raton : CRC Press.
Haygreen, J. G. dan Bowyer, J. L. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Terjemahan
H.A.Sutjipto, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Howe GR, Benito E, Castelleto R, et al. 1992. Dietary intake of fiber and
decreased risk of cancers of the colon and rectum: evidence from the
combined analysis of 13 case-control studies. J Natl Cancer Inst 84:
1887–1996.
55
James, W.P.T. and O. Theander. 1981. The Analysis of Dietary Fiber in Food.
New York : Marcel Dekker Inc.
Jauhariah, D., dan Fitriyono A.. 2013. Snack Bar Rendah Fosfor dan Protein
Berbasis Produk Olahan Beras. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran. Universitas Diponegoro. Journal of Nutrition College. Vol 2,
No. 2.
McDonald and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 5th Edition. New York :
Longman Scientific and Technical, Inc.
Meyer, D.J. Harvey J.W. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and
Diagnosis. Philadelphia: Saunders
Naz S. 2002. Enzymes and Food. New York: Oxford University Press
Prosky L, Asp NG, Schweizer TF, DeVries JW, dan Furda I. 1988. Determination
of Insoluble and Soluble Dietary Fiber in Foods and Food Products:
Interlaboratory study. J. Assoc. Off. Anal. Chem., 71(5), 1017-23
Prosky, L and J.W. De Vries. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Product.
New York : Van Nostrand Reinhold.
Robertson, J.B. and P.J. Van Soest. 1977. Dietary Fiber Estimation in
Concentrated Feedstuffs. J.Anim Sci. 45 : 254-255.
Silk DBA, Grimble GK, dan Rees RG. 1985. Protein Digestion and Amino Acid
and Peptide Absorption. Proceeding of The Nutrition Society. 44, 63-72
Sulistyani, D.A, 1999. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta : Penebar Swadaya
57
Suparjo. 2010. Analisis Bahan pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Jambi : Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Trowell, H., Burkitt, D., & Heaton, K. 1985. Definitions of dietary fibre and fibre-
depleted foods Dietary fibre-depleted foods and disease. London:
Academic Press pp. 21–30.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Wirakusumah ES. 1994. Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
58
LAMPIRAN
Bobot
Bobot
Sampel Kode sampel Vp (mL) Np Fk
residu (g)
(g)
Simplo A2 0,5666 1,1130 1,75 0,1968 6,25
Duplo B2 0,5057 1,1068 1,80 0,1968 6,25
= 0,0302 g
= 0,0310 g
= x 100%
= 12,95%
= 13,13%
= 13,04%
60
Rata-rata 0,1968