Anda di halaman 1dari 66

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan
seluruh rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Praktik Kerja
Industri yang berjudul "Analisis Pengaruh Penambahan Biodiesel ke dalam Solar".
Garis besar laporan ini meliputi Pendahuluan, Profil Institusi, Kegiatan di
Laboratorium, Hasil dan Pembahasan, serta Simpulan dan Saran.

Laporan ini disusun berdasarkan Praktik Kerja Industri selama 4 bulan di


PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium, terhitung sejak 02 Januari 2019
hingga 30 April 2019. Pembuatan laporan ini bertujuan untuk memenuhi
persyaratan mengikuti ujian akhir Sekolah Menengah Kejuruan - SMAK Bogor
Tahun Ajaran 2018/2019. Dimana siswa-siswi wajib melakukan Praktik Kerja
Industri di masing-masing institusi yang telah dipilih. Setelah melakukan Praktik
Kerja Industri, siswa-siswi wajib membuat laporan, berdiskusi dengan pembimbing
institusi maupun sekolah, dan melaksanakan ujian lisan.

Keberhasilan pelaksanaan Praktik Kerja Industri serta penulisan laporan ini


juga tidak lepas dari bimbingan, fasilitas, bantuan, dan peran serta dari berbagai
pihak yang telah diberikan kepada penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:

1. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan
dukungan baik moril maupun materi.
2. Ibu Dwika Riandari, M.Si. selaku Kepala Sekolah Menengah Kejuruan-
SMAK Bogor.
3. Bapak Masri, S.Si. selaku Kasubag. Minyak, Gas, dan Petrokimia (MGK)
PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium Cibitung.
4. Ibu Amilia Sari Ghani, selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan
Kerja Industri Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor
5. Ibu R. Yudi Yudianingrum, S.Si. selaku pembimbing di Sekolah Menengah
Kejuruan - SMAK Bogor yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan
nasihat selama penulis melaksanakan Praktik Kerja Industri.
6. Bapak Dian Mulyadi, S.Si. selaku pembimbing institusi di Laboratorium
Minyak dan Gas yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama
penulis melaksanakan Praktik Kerja Industri.

ii
iii

7. Kak Dwi Hariyanto, S.Si. selaku asisten pembimbing institusi yang telah
memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis melaksanakan
Praktik Kerja Industri.
8. Keluarga besar Laboratorium Minyak dan Gas, serta Laboratorium
Petrokimia ; Kak Tiva, Kak Hendri, Kak Markos, Kak Andi Asmara, Kak
Iswadi, Om Boy, Kak Intan, Kak Iqbal, Kak Restu, Kak Andi Susilo, Kak
Adi, Pak Jon Simon, juga Kak Rista, Kak Wilda, dan Pak Muhidin atas
dukungan, pelajaran, kerja sama, dan pengalaman yang luar biasa selama
penulis melaksanakan Praktik Kerja Industri.
9. Seluruh dewan guru serta tenaga pendidik dan kependidikan Sekolah
Menengah Kejuruan - SMAK Bogor yang telah memberikan ilmu yang
sangat berguna dan berharga untuk bekal penulis di masa sekarang dan
masa depan.
10. Teman-teman seperjuangan dalam pelaksanaan Praktik Kerja Industri di
PT. SUCOFINDO Cibitung yaitu Salas, Afi, Wahyu, Qurthubi, Zahra, Ulan,
Ikhsan, Wibi, Aldi, Andi, Shalsa, Wiedy, Fauzi, Jihan, Helmi, dan Kak
Dimas yang selalu memberi dukungan dan pengalaman.
11. Teman-teman spesial penyusun yang selalu memberikan dukungan dan
semangat, Fika, Ully, Puji, Shinta, Fany, Vina, Farhan, Edith, dan teman-
teman “Analis Donat”.
12. Seluruh teman teman angkatan 61 yang telah berjuang bersama
menempuh pendidikan selama 4 tahun di SMK- SMAK Bogor.

Penulis menyadari akan banyaknya kesalahan. Oleh karena itu, penulis


menerima kritik dan saran yang dapat menciptakan perbaikan - perbaikan yang
bermanfaat untuk kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan
Praktik Kerja Industri ini bermanfaat bagi yang membacanya. Akhir kata penulis
mengucapkan banyak terima kasih.

Cibitung, April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.......................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Industri ............................................................ 1
1.2. Tujuan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri .................................................. 2
1.3. Sistematika Laporan ........................................................................................ 3
BAB II PROFIL INSTITUSI ............................................................................................. 4
2.1. Sejarah Singkat PT. SUCOFINDO ................................................................ 4
2.2. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO .......................................................... 5
2.3. Fungsi Organisasi PT. SUCOFINDO ............................................................ 6
2.4. Disiplin Kerja PT. SUCOFINDO ..................................................................... 7
2.5. Administrasi Laboratorium PT. SUCOFINDO .............................................. 8
BAB III KEGIATAN DI LABORATORIUM..................................................................... 9
3.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 9
3.2. Metode Analisis .............................................................................................. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 43
4.1. Hasil .................................................................................................................. 43
4.2. Pembahasan ................................................................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 47
5.1. Kesimpulan ...................................................................................................... 47
5.2. Saran ................................................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 48
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 50

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Solar ............................................................................................................... 9


Gambar 2. Biodiesel ...................................................................................................... 17

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Spesifikasi Solar 48 menurut SK Dirjen Migas No.28.K/10/DJM.T/2016. ......12

Tabel 2. Hasil Uji Berdasarkan SK Dirjen Migas No.28.K/10/DJM.T/2016 ..................43

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO .................................................. 51


Lampiran 2. Stuktur Organisasi PT. SUCOFINDO ................................................... 52
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Penanganan Order oleh PT. SUCOFINDO ..... 53
Lampiran 4. Spektrum FAME B20 ............................................................................... 54
Lampiran 5. Spektrum FAME Solar ............................................................................. 54
Lampiran 6. Pembacaan MeOH contoh B20 simplo ................................................ 55
Lampiran 7. Pembacaan MeOH contoh B20 duplo .................................................. 56
Lampiran 8. Pembacaan MeOH contoh solar simplo ............................................... 57
Lampiran 9. Pembacaan MeOH contoh solar duplo ................................................. 58
Lampiran 10. Pembacaan Stab. Oksidasi B20 simplo ............................................. 60
Lampiran 11. Pembacaan Stab. Oksidasi B20 duplo ............................................... 60
Lampiran 12. Pembacaan Stab. Oksidasi solar simplo............................................ 60
Lampiran 13. Pembacaan Stab. Oksidasi solar duplo ............................................. 60

vii
BAB I

PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang Praktik Kerja Industri

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri tentunya


membawa kemajuan di sektor-sektor industri, termasuk di dalamnya
industri di bidang kimia. Kemajuan teknologi industri telah mendorong
lahirnya metode-metode analisis yang dapat memudahkan pekerjaan
Analis. Contohnya, dengan diciptakannya alat instrumen yang canggih,
proses analisis dapat dilakukan dengan lebih cepat, dan efisien. Hasil
yang diperoleh pun lebih akurat dan teliti. Sehingga, untuk mampu
bersaing di dunia industri, seorang Analis tentunya harus mampu
mengikuti arus perkembangan teknologi, dengan terus membekali diri
dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan bekerja.
Kemajuan teknologi industri memang tidak terlepas dari prinsip-
prinsip analisis terdahulu yang dijadikan dasar dari perkembangan metode
analisis terbarukan, pembelajaran mengenai prinsip analisis pun sudah
diterima di bangku sekolah. Namun, pembekalan ilmu kimia analisis yang
diterima di bangku sekolah dirasa belum cukup bagi seorang calon tenaga
analis untuk terjun dan bersaing di dunia industri. Dibutuhkan pengalaman
dan kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah yang seringkali
ditemui di dunia kerja, yang tentunya hal ini tidak dapat dilatih di sekolah.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu diadakannya praktik kerja
lapangan di lingkungan industri sebagai kegiatan untuk mengasah
kemampuan Analis agar mampu menghadapi dunia industri serta
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama proses pembelajaran
di sekolah.
SMK-SMAK Bogor bertugas menyelenggarakan pendidikan untuk
menghasilkan tenaga menengah yang terampil dalam bidang analisis
kimia, sehingga diharapkan kelak ketika siswa-siswi terjun ke masyarakat
dan terjun pada bidang yang sesuai dengan program studi kejuruannya,
tidak lagi menemui kesulitan yang mendasar.

1
2

3.2. Tujuan Pelaksanaan Praktik Kerja Industri

Tujuan Praktik Kerja Industri pada intinya adalah membentuk siswa


agar mampu menjadi Analis yang siap dan mampu bersaing di dunia
industri. Adapun tujuan Praktik Kerja Industri secara luas meliputi:
1.2.1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa sebagai bekal
kerja yang sesuai dengan program studi kimia analisis dan standar
kerja dalam dunia industri.
1.2.2. Menyesuaikan diri dan menumbuhkan sikap mandiri, disiplin,
tanggung jawab dan inisiatif kerja yang tinggi yang diperlukan untuk
memasuki lapangan kerja sesuai bidangnya.
1.2.3. Menumbuhkembangkan dan memantapkan sikap profesionalisme
siswa dalam rangka memasuki lapangan kerja sebagai Analis Kimia.
1.2.4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa dalam hal
penggunaan instrumen analisis kimia yang lebih modern,
dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia di sekolah, terutama
dalam kesempatan praktik yang diberikan oleh lembaga penelitian
dan perusahaan industri.
1.2.5. Meningkatkan kemampuan siswa dalam pengaplikasian teknologi
baru dalam lapangan kerja.
1.2.6. Memperoleh umpan balik guna memperbaiki dan mengembangkan
pendidikan di SMK - SMAK Bogor.
1.2.7. Memperkenalkan fungsi dan tugas seorang analis kimia kepada
lembaga penelitian dan perusahaan industri di tempat pelaksanaan
Praktik Kerja Industri (sebagai calon konsumen tenaga analis kimia).
1.2.8. Sebagai salah satu syarat guna penyelesaian pendidikan di SMK -
SMAK Bogor.
3

3.3. Sistematika Laporan

Laporan Praktik Kerja Industri ini dibagi dalam beberapa bagian


yang disusun sebagai berikut :

a. Bagian Pertama :
1) Lembar Judul
2) Lembar Persetujuan Pembimbing dan Pengesahan Kepala
Sekolah
3) Kata Pengantar
4) Daftar Isi
5) Daftar Gambar
6) Daftar Tabel
7) Daftar Lampiran
b. Pendahuluan
c. Profil Institusi Tempat Praktik Kerja Industri
d. Kegiatan di Laboratorium
e. Hasil dan Pembahasan
f. Simpulan dan Saran
g. Daftar Pustaka
h. Lampiran
BAB II

PROFIL INSTITUSI

2.1. Sejarah Singkat PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium

PT. SUCOFINDO (Persero) didirikan pada 22 Oktober 1956 oleh


Republik Indonesia bersama dengan Societe Generale de Surveillance
Holding SA (SGS) dan merupakan perusahaan inspeksi terbesar di dunia
yang berpusat di Jenewa, Swiss. PT. SUCOFINDO merupakan
perusahaan inspeksi pertama dan kemudian menjadi terbesar di
Indonesia sampai saat ini. Keberadaan PT. SUCOFINDO diawali sebagai
Lembaga Penyelenggara Perusahaan Industri (LPPI). Pada tahun, 1956
lembaga ini ditransformasi oleh pemerintah menjadi perusahaan joint
venture bekerja sama dengan SGS, Jenewa - Swiss dengan komposisi
saham masing-masing sebesar 50%.
Dalam perjalanan bisnis PT. SUCOFINDO, komposisi tersebut
berubah menjadi 5% SGS dan 95% Republik Indonesia. Bisnis PT.
SUCOFINDO bemula dari menyediakan jasa pemeriksaan dan
pengawasan di bidang perdagangan terutama komoditas pertanian serta
membantu pemerintah dalam menjamin kelancaran arus barang dan
pengamanan devisa negara dalam perdagangan ekspor-impor.
Seiring dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha, PT.
SUCOFINDO menawarkan jasa-jasa terkait lainnya, di antaranya
warehousing and forwarding, industrial and marine engineering,
fumigation and industrial hygiene, dan laboratorium analisis. Kini, lebih
dari 40 Laboratorium analisis sudah tersebar di seluruh Indonesia. PT.
SUCOFINDO memiliki kemampuan yang luas untuk melakukan berbagai
analisis mekanis, elektrikal, pengujian, dan kimia serta mikrobiologi sesuai
dengan standar dan persyaratan yang ditetapkan.
Laboratorium Sentral PT. SUCOFINDO merupakan salah satu
laboratorium terbesar di Indonesia dengan fasilitas terlengkap yang
mampu menangani berbagai pengujian yang berkaitan dengan mutu
dalam hubungannya dengan keselamatan, keandalan dan kinerja produk
atau kualitas material.

4
5

Laboratorium Sentral PT. SUCOFINDO berdiri sejak 1972 dan


berlokasi di Cibitung sejak 1997. Didukung oleh sumber daya manusia
yang terlatih, peralatan yang mutakhir dan jaringan yang luas serta
akreditasi yang sudah diraih dengan selalu menerapkan sistem mutu
ISO/IEC 17025 dan SMK3 dengan baik.

2.2. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium

PT. SUCOFINDO (Persero) berkantor pusat di jakarta memiliki


laboratorium, cabang, dan titik layanan di berbagai kota serta didukung
oleh lebih dari 2.000 tenaga profesional yang ahli di bidangnya. Bisnis jasa
pertama yang dimiliki PT. SUCOFINDO (Persero) adalah Cargo
Superintendence and Inspection. Kemudian melalui studi analisis dan
inovasi, PT. SUCOFINDO (Persero) melakukan diverifikasi jasa, sehingga
selanjutnya lahirlah jasa-jasa warehousing & forwarding, analytical
laboratories, industrial & marine engineering, fumigation & industrial
hygiene.

2.2.1. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO (Persero)

Struktur organisasi PT. SUCOFINDO telah beberapa kali


mengalami perubahan, yang terakhir kali dikeluarkan oleh Direktur
Utama berdasarkan Keputusan Direksi Nomor: 1/KD/2012. Struktur
organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.2.2. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO SBU Laboratorium

Strategic Business Unit (SBU) Laboratory PT. SUCOFINDO


memiliki struktur organisasi yang telah ditetapkan oleh Direktur
Utama berdasarkan SKD No. 6/KD/2009. Struktur organisasi dapat
dilihat pada Lampiran 2.
6

2.3. Fungsi Organisasi PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium

Adapun fungsi PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium di


antaranya :

2.3.1. Inspeksi dan Audit

Kegiatan inspeksi dan audit krusial diperlukan untuk


melindungi seluruh pihak yang berhubungan dalam suatu transaksi,
misalnya untuk memastikan kualitas dan standar teknis suatu
produk atau jasa telah terpenuhi, atau memastikan kemampuan
dan kapasitas calon pemasok. PT. SUCOFINDO menyediakan
layanan inspeksi kualitas dan kuantitas produk, mulai dari
komoditas pertanian, kehutanan, kelautan dan perikanan, pangan
olahan, industri, pertambangan, minyak dan gas, produk konsumen,
juga verifikasi integritas fasilitas industri.

2.3.2. Pengujian dan Analisis

PT. SUCOFINDO memiliki sarana pengujian dan analisis


yang lengkap untuk memastikan aspek mutu dan keamanan produk.
Kapabilitas laboratorium PT. SUCOFINDO meliputi pengujian kimia,
mikrobiologi, kalibrasi, elektrikal dan elektronika, keteknikan dan
pengujain mineral dan pemrosesan mineral.

2.3.3. Sertifikasi

PT. SUCOFINDO memiliki kapabilitas untuk menyediakan


sertifikasi sistem manajemen dan sertifikasi produk. Skema
sertifikasi sistem manajemen meliputi sertifikasi ISO 9000, ISO
14000, OHSAS 18000, SA 8000, RSPO, HAACP, Manajemen
Hutan Lestari, Chain of Custody, Legal Source dan lainnya.
Sedangkan skema sertifikasi produk meliputi sertifikasi produk
listrik dan elektronik, pupuk dan produk kimia, makanan dan
minuman, baja serta komoditas pertanian.
7

2.3.4. Pelatihan

PT. SUCOFINDO menyediakan pelatihan Peningkatan


Pengetahuan dan Pelatihan Kecakapan Teknis, dimana
kurikulumnya disusun secara khusus dan spesifik untuk memenuhi
kebutuhan industri dan bisnis. Dalam Pelatihan Peningkatan
Pengetahuan, PT. SUCOFINDO membagikan pengetahuan dan
pengalaman dalam berbagai aspek bisnis, seperti sistem
manajemen mutu, keselamatan dan kesehatan kerja, HACCP, dan
manajemen pengamanan. Sedangkan dalam Pelatihan Teknis, PT.
SUCOFINDO mempersiapkan personil-personil untuk segala
kegiatan teknis, seperti pelatihan tanggap darurat dan
pengoperasian alat-alat berat. Beberapa contoh layanan pelatihan
yaitu pelatihan penanganan pengapalan produk mineral dan
batubara, pelatihan keselamatan kerja dan kesehatan kerja (K3),
serta yang lain sebagainya.

2.3.5. Konsultasi

PT. SUCOFINDO menyediakan layanan konsultasi di


berbagai bidang, seperti konsultasi sistem manajemen, AMDAL,
sistem informasi, kandungan komponen dalam negeri,
pengembangan wilayah, infrastruktur dan tata ruang, kajian sistem
manajemen pengamanan dan lain sebagainya.

2.4. Disiplin Kerja PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium

Jam kerja di PT. SUCOFINDO (Persero) Cibitung dimulai pukul


08.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB, dengan waktu istirahat selama 60
menit mulai dari pukul 12.00 WIB hingga pukul 13.00 WIB. Dalam waktu
satu minggu terdapat lima hari kerja, dari hari Senin sampai Jumat dengan
jumlah jam kerja satu minggu 40 jam.
8

Dalam mewujudkan perusahaan jasa yang berkelas dunia, PT.


SUCOFINDO mengedepankan nilai-nilai budaya, di antaranya :

2.4.1. Integritas, yakni mengedepankan kejujuran, dapat dipercaya dan


tidak berpihak.
2.4.2. Fokus Pelanggan, yakni mengutamakan pelanggan dalam
melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan,
terutama dalam hal kualitas dan nilai tambah yang ditawarkan.
2.4.3. Inovasi, yakni secara berkesinambungan melakukan perbaikan
dan pembaharuan yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan
dan perusahaan sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak lain yang berkepentingan.
2.4.4. Kerjasama, yakni mengedepankan kerja Tim dalam melaksanakan
dan menyelesaikan pekerjaan sehingga pada akhirnya dapat
memberikan manfaat bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.
2.4.5. Peduli, yakni tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri tetapi
kepentingan kelompok serta selalu peduli terhadap orang lain dan
lingkungan.

Untuk meningkatkan mutu kerja dan produktivitas,


PT.SUCOFINDO (Persero) Laboratorium Cibitung menerapkan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dan 5S yang
merupakan singkatan dari Seiri (Ringkas), Seiton (Rapi), Seiso (Resik),
Seiketsu (Rawat), Shitsuke (Rajin).

2.5. Administrasi Laboratorium PT. SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium

Penerbitan Sertifikat Analisis dari PT. SUCOFINDO (Persero) harus


melalui beberapa tahap administrasi. Mulai dari penerimaan contoh,
pencatatan data contoh, analisis, pengecekan, pembayaran, sampai
kemudian penerbitan sertifikat. Diagram alir prosedur penanganan order
oleh PT. SUCOFINDO (Persero) lebih lengkapnya pada Lampiran 3.
BAB III

KEGIATAN DI LABORATORIUM

3.1. Tinjauan Pustaka

Praktik Kerja Industri dilakukan di PT. SUCOFINDO (Persero) SBU


Laboratorium Sub Bagian Minyak, Gas, dan Petrokimia (MGK) di
Laboratorium Minyak dan Gas. Analisis yang dilakukan sehari-hari oleh
penulis meliputi analisis minyak bumi mentah dan produk olahannya
seperti uji spesifikasi Bahan Bakar Diesel, Biodiesel, Marine Fuel Oil
(MFO), Lube Oil, Kondensat, Turbine Oil, Crude Oil, dan Industrial Diesel
Oil (IDO). Dalam Praktik Kerja Industri ini, penulis berfokus pada analisis
Pengaruh Penambahan Biodiesel ke dalam Solar.

3.1.1. Solar

3.1.1.1. Definisi Bahan Bakar Minyak Solar

Gambar 1. Solar

Minyak solar merupakan fraksi minyak bumi


berwarna kuning cokelat yang jernih, mendidih pada suhu
sekitar 175-370° C dan digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel. Penggunaan solar pada umumnya yaitu untuk
bahan bakar semua jenis mesin diesel dengan putaran
tinggi (di atas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan
sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam
dapur-dapur kecil, terutama apabila diinginkan pembakaran
yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gasoil,
Automotive Diesel Oil, atau High Speed Diesel.

9
10

3.1.1.2. Klasifikasi Bahan Bakar Minyak Solar

Berdasarkan ASTM D975, bahan bakar solar dibagi


menjadi tiga grade, yaitu:

a. Grade No.1-D
Berupa bahan bakar distilat ringan yang mencakup
sebagian fraksi kerosin dan sebagian fraksi minyak gas,
digunakan untuk mesin diesel otomotif dengan
kecepatan tinggi. Grade 1-D ini dibagi lagi menjadi 1-D
S15, 1-D S500, dan 1-D S5000.
b. Grade No.2-D
Berupa bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel
otomotif, yang dapat juga digunakan untuk mesin diesel
bukan otomotif, khususnya dengan kecepatan dan
beban yang sering berubah-ubah. Grade 2-D ini dibagi
lagi menjadi 2-D S15, 2-D S500, dan 2-D S5000.
c. Grade No.4-D
Berupa bahan bakar distilat berat atau campuran
antara distilat dengan minyak residu, dan digunakan
untuk mesin diesel bukan otomotif dengan kecepatan
rendah dengan kondisi kecepatan dan beban tetap
(A.Hardojono.2007)

Sebagai catatan, penamaan Sxxx ini menyatakan


kadar Sulfur maksimum yang terkandung, contohnya untuk
1-D S15 artinya kadar Sulfur maksimum yang terkandung di
dalamnya sebanyak 15 ppm. S15 sering disebut sebagai
Ultra Low Sulfur, S500 sebagai Low Sulfur, dan S5000
sebagai Regular Sulfur.
11

3.1.1.3. Spesifikasi Mutu Bahan Bakar Minyak Solar

Bahan bakar minyak yang dipasarkan harus


memenuhi persyaratan teknis tertentu sesuai dengan
kebutuhan penggunaannya yang disebut dengan spesifikasi.
Dalam hal ini, spesifikasi teknis bahan bakar sama di setiap
negara tergantung dari jenis dan tipe kendaraan. Spesifikasi
nasional di setiap negara dapat sedikit berbeda, hal ini
disebabkan oleh perbedaan kondisi negara tersebut, seperti
faktor jenis dan populasi kendaraan, ketersediaan minyak
bumi sebagai bahan baku, kemampuan kilang, sistem
distribusi, faktor ekonomis dan peraturan keselamatan kerja
dan lindungan lingkungan.

Bahan bakar kendaraan bermotor, yang dalam hal


ini bahan bakar minyak solar untuk kendaraan bermesin
penyalaan kompresi (compression ignition engine), yang
beredar di pasaran di Indonesia diatur dan dibatasi dengan
spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah (Direktorat
Jendral Minyak dan Gas Bumi).

Spesifikasi Mutu bahan bakar minyak solar untuk


kendaraan bermotor yang beredar di pasaran di Indonesia
diatur dalam SK Dirjen Migas No. 28.K/10/DJM.T/2016 pada
tanggal 24 Februari 2016.
12

Adapun rincian Spesifikasi Mutu Bahan Bakar Minyak Solar 48 adalah


sebagai berikut :

Tabel 1 Spesifikasi Solar 48 menurut SK Dirjen Migas No.28.K/10/DJM.T/2016.

Specification Gasoil
No. Parameters Units 48*) Methods
Min. Max.
1 Density at 15oC Kg/m3 815 870 ASTM D4052
2 Color ASTM No. ASTM - 3.0 ASTM D1500
3 Calculated Cetane - 45 - ASTM D4737
Index
4 Kinematic cSt 2.0 4.5 ASTM D445
Viscosity at 40oC
Pour Point oC
5 - 18 ASTM D97
6 Sulfur Content % wt - 0.25 ASTM D4294
7 Copper Strip Merit Class 1 ASTM D130
Corrosion
8 Carbon Residue % wt - 0.1 ASTM D4530
9 Water Content mg/kg - 500 ASTM D6304
10 Sediment Content % wt - 0.01 ASTM D473
11 Ash Content % wt - 0.01 ASTM D482
12 Strong Acid mg KOH/g - 0 ASTM D974
Number
13 Total Acid mg KOH/g - 0.6 ASTM D664
Number
Flash Point PMcc oC
14 52 - ASTM D93
15 Visual Clean & Bright Visual
Appearance
Distillation oC
16 - 370 ASTM D86
Temperatur @
90% vol
17 FAME Content* % vol 20 - ASTM D7371
18 Methanol Content % vol Not Detected Gas
Chromatography
19 Oxidation Stability Hours 35 - EN 15751

*Permen ESDM No. 12/2015

3.1.1.4. Karakteristik Bahan Bakar Minyak Solar

Karakteristik solar didasarkan atas beberapa sifat,


antara lain sifat umum, sifat pembakaran, sifat keselamatan,
sifat penguapan, sifat kemudahan alir, sifat kebersihan, dan
sifat pengkaratan.
13

3.1.1.4.1. Sifat Umum Solar

Sifat Umum solar dapat ditunjukkan dengan


pengujian Specific Gravity at 6 oF atau Density at
15oC (ASTM D4052) dan bertujuan untuk
menghitung konversi volume ke berat dan
perhitungan material balance.

3.1.1.4.2. Sifat Pembakaran

Sifat Pembakaran ini berkaitan dengan mutu


solar, dan dinyatakan dalam Angka Setana (Cetane
Number). Angka Setana merupakan nilai yang
menyatakan waktu tunda (ignition delay) suatu solar
untuk mulai menyala di bawah kondisi mesin diesel,
di mana solar dengan angka setana tinggi bersifat
langsung terbakar setelah diinjeksikan ke dalam
silinder, sehingga memiliki ignition delay yang
pendek, dan begitu pula sebaliknya (Chevron, 2007).
Ketebalan emisi asap, noise (adanya
knocking), dan kemudahan mesin untuk dihidupkan
dipengaruhi oleh ignition delay dan dapat
ditunjukkan dengan angka setananya. Untuk
menetapkan Calculated Cetane Index, digunakan
nilai densitas dan suhu destilasi (ASTM D4737).
Noise yang dihasilkan oleh mesin diesel
merupakan kombinasi antara pembakaran dan
noise mekanik. Dalam mesin diesel, solar menyala
secara spontan setelah diinjeksikan, dan dalam
rentang waktu ini, solar diuapkan dan dicampur
dengan udara di chamber pembakaran dan
menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan yang
cepat, sehingga dapat menimbulkan efek knocking
atau ketukan. Semakin tinggi angka setana,
semakin rendah pula tingkat intensitas knocking,
karena ignition delay yang singkat.
14

3.1.1.4.3. Sifat Keselamatan

Sifat Keselamatan solar ini berhubungan


dengan keselamatan selama minyak solar tersebut
diangkut, disimpan, dan digunakan oleh konsumen.
Salah satu uji untuk mengetahui sifat keselamatan
dapat dilakukan dengan pengukuran flash point
dengan metode Flash Point Pensky Martens Close
Cup ASTM D-93.
Flash Point merupakah suhu terendah di
mana uap dari sebuah zat cair (dalam hal ini, minyak
solar) dapat membentuk campuran yang bersifat
mudah terbakar dengan udara di dekat permukaan
zat cair tersebut atau wadahnya (A.Kayode Coker,
2007.)

3.1.1.4.4. Sifat Penguapan

Proses pembakaran bahan bakar terjadi


pada fasa uap. Jika suatu bahan bakar minyak sulit
menguap, maka mesin akan sulit dihidupkan dan
mempengaruhi akselerasi mesin. Sifat penguapan
dapat diuji dengan cara Distilasi (ASTM D86).

3.1.1.4.5. Sifat Kemudahan Alir

Suatu bahan bakar dengan viskositas


rendah dapat menaikkan risiko kebocoran bahan
bakar dari pompa dan injektor karena halusnya
atomisasi bersamaan dengan penurunan penetesan
bahan bakar ke dalam ruang bakar. Selain itu, dapat
menurunkan sifat pelumasan sehingga
menyebabkan keausan pada bagian pompa bakar.
15

Sedangkan viskositas yang tinggi dapat


mengganggu fungsi pompa dan injektor, juga
mempengaruhi atomisasi dan penetrasi dalam solid
injection engine. Sifat alir ini dapat diuji dengan
pengujian viskositas kinematik (ASTM D445) dan
titik tuang (ASTM D97).

3.1.1.4.6. Sifat Kebersihan

Sifat kebersihan ini ditunjukkan dengan ada


tidaknya kotoran dalam minyak solar yang
berpengaruh pada mutu, yang mengakibatkan
kegagalan dalam sistem operasi dan merusak mesin.
Sifat kebersihan dapat ditunjukkan dengan
menetapkan kadar air (ASTM D6304), kadar
sedimen (ASTM D473), kadar abu (ASTM D482) ,
dan Conradson Carbon Residue (ASTM D4530).

3.1.1.4.7. Sifat Pengkaratan

Pada proses pembakaran, sulfur yang


terkandung dalam minyak solar teroksidasi dan
apabila bereaksi dengan air akan membentuk H2SO4
yang bersifat korosif. Untuk mengetahui sifat
pengkaratan dalam minyak solar, ada beberapa
pengujian yang dapat dilakukan, yaitu Copper Strip
Corrosion (ASTM D130), Sulfur Content (ASTM
D4294), Total Acid Number (ASTM D664), dan
Strong Acid Number (ASTM D974).
16

3.1.1.5. Proses Pembakaran Bahan Bakar Minyak Solar

3.1.1.1.1. Pembakaran Sempurna

Reaksi yang terjadi pada proses


pembakaran sempurna adalah sebagai berikut :

2 C16H34 + 24 O2 + N2  32 CO2 + 34 H2O + N2 + energi (panas)

CO2 dan H2O merupakan hasil pembakaran,


sedangkan N2 yang sejak awal terkandung dalam
udara dan ikut masuk ke dalam mesin, namun tidak
bereaksi, hanya ikut menjadi panas, terkena panas
pembakaran. CO2, H2O, dan N2 disebut juga sebagai
“gas buang sempurna”.

3.1.1.1.2. Pembakaran Tidak Sempurna

Hidrokarbon dalam perut bumi tidak murni


hanya karbon dan hidrogen, tetapi juga
mengandung sulfur, oksigen, nitrogen, serta unsur
lain. Sementara pembakaran yang terjadi di dalam
mesin berlangsung pada suhu dan tekanan yang
tinggi dan waktu yang singkat, ditambah dengan
kondisi lain sehingga menyebabkan proses
pembakarannya menjadi tidak sempurna. Adapun
reaksinya sebagai berikut :

C16H34OaSbNc + O2 + N2  CO2 + H2O + N2 + CO + O + NOx +


SO2 + CmHn + PM* + energi (panas)
*Particulate Matter
17

3.1.2. Biodiesel

3.1.2.1. Definisi Biodiesel

Gambar 2. Biodiesel

Fatty Acid Methyl Ester (FAME) atau yang lebih


dikenal dengan biodiesel diperoleh dari hasil
transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani
(biolipids) dengan metanol. Biodiesel merupakan alternatif
bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber yang
dapat diperbarui, seperti minyak nabati berbagai tumbuhan
yang mengandung trigliserida. Sebagai bahan bakar
alternatif, diharapkan biodiesel mampu menggantikan
bahan bakar fosil atau petrodiesel, baik dalam bentuk
murninya, maupun campurannya.
Penelitian tentang bahan bakar alternatif sudah
dilakukan di banyak negara, seperti Austria, Jerman,
Prancis, dan AS. Negara ini mengembangkan teknologi
biodiesel dengan memanfaatkan tanaman yang berbeda-
beda. Negara Jerman memakai minyak dari tumbuhan
rapseed, AS menggunakan tanaman kedelai, sedangkan
untuk Indonesia tanaman yang paling potensial adalah
kelapa sawit.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan baku
biodiesel memiliki beberapa kelebihan, diantaranya sumber
minyak nabati mudah diperoleh, proses pembuatannya
yang hanya membutuhkan suhu dan tekanan rendah, serta
tingkat konversi minyak nabati menjadi biodiesel yang tinggi
(>98%) (Shafaque Firoz. 2017)
18

3.1.2.2. Reaksi Transesterifikasi

Secara umum, Transesterifikasi merupakan proses


mengkonversi dari satu ester ke ester lainnya. Dalam hal ini
(biodiesel), transesterifikasi merupakan proses
pembentukkan mono-alkil ester dari minyak nabati yang
mengandung triacylglycerols atau trigliserida (ester dari
gliserol dan tiga asam lemak rantai panjang) dengan alkohol
dengan bobot molekul rendah (diutamakan metanol)
menghasilkan metil ester dari minyak nabati dengan asam
lemak yang sesuai dengan minyak asal (Knothe, Gerhard.
2016). Adapun reaksinya, sebagai berikut :

R1, R2, dan R3 dapat berupa rantai asam lemak


yang sama, ataupun berbeda. Reaksi Transesterifikasi
merupakan reaksi reversibel. Reaksi berjalan sangat lambat
dalam kondisi normal, sehingga digunakan katalis berupa
basa yang bertujuan untuk mempercepat reaksi
(B.Freedman.1984).
Basa yang dapat digunakan umumnya NaOH, KOH,
dan NaOCH3 . Semua basa kuat yang mampu
mendeprotonasi alkohol dapat digunakan, namun umumnya
digunakan NaOH dan KOH karena harganya yang murah.
Adanya kontaminasi air dapat menyebabkan hidrolisis basa
yang tidak diinginkan, sehingga reaksi harus berlangsung
dalam keadaan seminim mungkin air (Nayak, S.K. dkk. 2017)
19

Dari hasil reaksi diperoleh Alkil Ester dan Gliserol di


mana Gliserol merupakan senyawa yang tidak diinginkan.
Kedua zat dengan fasa berbeda ini mudah dipisahkan
(dengan gaya gravitasi). Setelah dipisahkan, alkil ester
dicuci dengan air untuk menghilangkan katalis dan sisa
gliserol.

3.1.2.3. Sifat dan Keunggulan Biodiesel

Biodiesel memiliki beberapa keunggulan antara lain :

1. Dapat digunakan pada mesin yang ada saat ini tanpa


modifikasi.
2. Dibuat sepenuhnya dari sumber nabati, sehingga tidak
terkandung senyawa sulfur, hidrokarbon aromatik,
logam ataupun residu minyak mentah.
3. Merupakan bahan bakar beroksigen. Emisi dari karbon
monoksida dan jelaga cenderung berkurang
dibandingkan bahan bakar diesel konvensional.
4. Menekan emisi karbon dioksida, karena CO2 akan
diserap kembali oleh tumbuhan yang merupakan bahan
baku produksi biodiesel, sehingga keseimbangan CO2
dapat terjaga.
5. Diklasifikasikan sebagai cairan yang tidak mudah
terbakar, sehingga lebih aman selama penyimpanan.
6. Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang umur dari
mesin karena melumasi mesin lebih baik daripada
bahan bakar petroleum diesel. (Jaichandar, 2011)
20

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Density at 15oC

3.2.1.1. Prinsip Analisis

Sejumlah volume contoh dimasukkan ke dalam


tabung contoh berosilasi. Perubahan massa tabung yang
digunakan akibat dari perubahan frekuensi isolasi
berhubungan dengan data kalibrasi untuk menentukan
densitas, densitas relatif dan API Gravity contoh.

3.2.1.2. Alat

1. Alat Density meter Anton-Paar


2. Syringe

3.2.1.3. Bahan

1. Acetone
2. Toluene

3.2.1.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan UPS, printer, stabilizer dan alat Density


meter
2. Dipilih metode yang hendak digunakan, dalam hal ini,
digunakan metode Fuel oil, dipilih OK
3. Dipilih sample list, dimasukkan nama contoh ke dalam
alat, kemudian klik OK, lalu ditekan Main Screen
4. Dibilas tabung osiloskop dengan menginjeksikan contoh
3 kali ke dalam alat
5. Diambil contoh dengan syringe, dipastikan tidak ada
gelembung di dalam syringe
6. Diinjeksikan contoh ke dalam alat sampai tabung
osiloskop penuh dan dipastikan tidak ada gelembung di
dalamnya
21

7. Ditekan tombol Start untuk memulai pengukuran,


ditunggu hingga kondisi valid, data secara otomatis
dicetak saat pengukuran selesai
8. Dibilas syringe dan tabung osiloskop dengan pelarut
yang sesuai (Toluene) setelah seluruh pengukuran
selesai dilakukan, dengan menginjeksikan Toluene 3-4
kali
9. Diinjeksikan Acetone, dinyalakan fan untuk
mengeringkan tabung (tabung kering ditandai dengan
densitas menunjukkan 0.0011), dimatikan fan setelah
tabung osiloskop kering
10. Dimatikan alat, stabilizer, printer, dan UPS.

3.2.2. Color ASTM

3.2.2.1. Prinsip Analisis

Dengan menggunakan sumber cahaya standar,


suatu contoh cair diletakkan di dalam tempat uji kemudian
dibandingkan dengan suatu cakram gelas berwarna yang
memiliki kisaran nilai 0.5 - 8.0. Jika suatu pencocokan yang
tepat belum didapat, dan warna contoh berada di antara dua
warna standar, maka nilai yang lebih tinggi dari kedua nilai
tersebut yang dilaporkan.

3.2.2.2. Alat

1. Tabung Color
2. Alat Color ASTM "Analis"

3.2.2.3. Bahan
-
22

3.2.2.4. Cara Kerja

1. Dimasukkan contoh ke dalam tabung color sampai


tanda batas
2. Dihubungkan kabel alat ke stopkontak, dinyalakan alat
dan lampu
3. Dimasukkan tabung berisi standar dan contoh ke dalam
alat
4. Diputar standar warna sampai tercapai persamaan
warna contoh dengan standar
5. Dicatat skala warna yang tertera pada alat
6. Dibersihkan tabung color, alat dimatikan.

3.2.3. Kinematic Viscosity at 40oC

3.2.3.1. Prinsip Analisis

Viskositas kinematik ditentukan dengan mengukur


waktu alir contoh melalui viskometer terkalibrasi pada suhu
tertentu berdasarkan hukum aliran gravitasi.

3.2.3.2. Alat

1. Capillary Viscometer ukuran 100


2. Viscometer Bath Stanhope Seta
3. Stopwatch

3.2.3.3. Bahan

1. Wash Benzene
2. Toluene
3. Acetone
4. Paraffin
23

3.2.3.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan bath dan lampu, diatur suhu bath 40°C


2. Dimasukkan contoh ke dalam viskometer yang kering
dan bersih sampai penambung contoh terisi penuh
hingga batas garis, disumbat lubang contoh dengan
karet
3. Dipasang klem pada viskometer yang telah terisi contoh,
dimasukkan ke dalam bath
4. Dibiarkan selama 30 menit terhitung dari suhu stabil
5. Disiapkan stopwatch, dibuka sumbat karet dan diukur
waktu alir contoh dengan stopwatch dari garis pertama
sampai ke dua sebagai simplo, dan garis ke dua sampai
ke tiga sebagai duplo
6. Jika sudah selesai, dikeluarkan viskometer dari bath,
kemudian dibersihkan dengan pelarut.

3.2.4. Pour Point

3.2.4.1. Prinsip Analisis

Contoh didinginkan secara teratur dan dilakukan


pengamatan secara periodik, suhu di mana pertama kali
teramati contoh tidak mengalir lagi dilaporkan sebagai titik
tuang (Pour Point).

3.2.4.2. Alat

1. Tabung Contoh
2. Termometer
3. Pour Point Refrigerator CAPP 5 / Petrotest

3.2.4.3. Bahan
-
24

3.2.4.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan alat Pour Point Bath, diatur suhu bath -18°C,


ditunggu suhu tercapai
2. Dituang contoh ke dalam tabung contoh sampai tanda
batas
3. Dipasangkan termometer berkaret pada tabung berisi
contoh, termometer tercelup dengan kedalaman 3 ml di
atas raksa dari permukaan
4. Dimasukkan ke dalam jaket Pour Point Bath, diamati
suhu Pour Point dengan pembacaan suhu per 3 derajat
5. Dilaporkan hasil dengan koreksi suhu ditambah 3
derajat.

3.2.5. Sulfur Content

3.2.5.1. Prinsip Analisis

Contoh ditempatkan dalam beam yang diemisikan


dari sumber X-Ray, energi eksitasi diturunkan dari sumber
radioaktif atau dari tube X-Ray. Hasil eksitasi diukur dan
dibandingkan dengan standar kalibrasi untuk mendapatkan
konsentrasi sulfur dalam persen berat. Tiga grup standar
kalibrasi dibuat untuk menjangkau pengukuran sulfur pada
rentang 0.01 - 0.1, 0.1 - 1.0, dan 1,0 - 5,0.

3.2.5.2. Alat

1. XRF Analyser for Sulfur Oxford Lab-X 3500

3.2.5.3. Bahan

1. X-Ray Transparent Film


2. Disposable Sample Cup
25

3.2.5.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan alat XRF, dipanaskan alat paling tidak


selama 2 jam sebelum pembacaan
2. Disiapkan Sample Cup, dipastikan tidak bocor sebelum
ditempatkan pada Test Port
3. Ditekan enter untuk memunculkan tampilan “Main
Menu”, pilih 1 : Analysis, pilih metode (kurva kalibrasi
yang sudah ada) yang akan digunakan, pilih 1 : Analysis
4. Dimasukkan nomor contoh pada “Enter Label”
5. Ditekan yes, dan alat akan membaca, ditunggu
beberapa menit, dan hasil akan otomatis dicetak.

3.2.6. Copper Strip Corrosion

3.2.6.1. Prinsip Analisis

Sebuah pelat tembaga yang sudah dibersihkan


(digosok dengan serbuk besi) dicelupkan ke dalam contoh,
kemudian dipanaskan dalam bath pada suhu dan waktu
tertentu, kemudian diamati perubahan warna pelat dan
dibandingkan dengan standar korosi pelat tembaga ASTM.

3.2.6.2. Alat

1. Pelat Tembaga
2. Copper Strip Corrosion Test Bath Stanhope Seta
3. Tabung uji
4. Serbuk besi
5. Pinset
6. Piala gelas

3.2.6.3. Bahan

1. Wash Benzene
2. Paraffin
26

3.2.6.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan bath, diatur suhu bath 100°C, ditunggu


sampai suhu tercapai
2. Digosok pelat tembaga dengan serbuk besi,
dimasukkan pelat ke dalam tabung uji yang berisi contoh
sampai tenggelam
3. Dimasukkan tabung uji berisi contoh dan pelat ke dalam
bath, dengan waktu pemanasan selama 3 jam
4. Diangkat tabung uji, dikeluarkan pelat tembaga, dibilas
dengan wash-benzene, dilakukan pengamata.
5. Dimatikan alat, dibersihkan peralatan kerja.

3.2.7. Micro Conradson Carbon Residue

3.2.7.1. Prinsip Analisis

Sejumlah contoh diletakkan di dalam botol kaca


yang telah diketahui bobotnya dan dipanaskan pada suhu
550°C di bawah atmosfer nitrogen yang terkendali selama
waktu tertentu.

3.2.7.2. Alat

1. Alat Micro Conradson Carbon Residue Normalab


2. Neraca digital

3.2.7.3. Bahan

-
27

3.2.7.4. Cara Kerja

1. Ditimbang ± 1,5 gram contoh ke dalam vial bersih yang


telah diketahui bobotnya
2. Dinyalakan alat, dimasukkan vial berisi contoh ke vial
holder
3. Dimasukkan vial holder ke dalam wadah oven,
kemudian wadah oven ditutup
4. Dibuka regulator gas nitrogen
5. Dinyalakan oven dengan menekan tombol Run hingga
lampu menyala, dan display temperature regulator
berubah menjadi Run, heater dan valve nitrogen
otomatis bekerja.
6. Awal : pemanasan 10 menit, diatur secara otomatis oleh
alat aliran nitrogen 600mL / menit
7. Pembakaran : suhu naik otomatis hingga 500°C, diatur
secara otomatis oleh alat aliran Nitrogen menjadi 150mL
/ menit, selama 15 menit
8. Selesai pembakaran, alat otomatis berhenti, aliran akan
otomatis menjadi 600 mL / menit
9. Saat proses selesai, display temperature regulator
berubah menjadi End dan lampu Run berkedip, aliran N2
dan udara OFF
10. Dimatikan alat, ditutup valve gas nitrogen, alat ditunggu
dingin, kemudian ditimbang vial berisi residu karbon.

3.2.7.5. Perhitungan

Perhitungan Kadar Micro Carbon Residue (dalam %)


adalah sebagai berikut :

(Bobot vial berisi residu − Bobot vial kosong)


= 𝑥 100
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
28

3.2.8. Water Content

3.2.8.1. Prinsip Analisis

Sejumlah contoh diinjeksikan dalam bejana titrasi


Coulometric Karl Fischer, di mana Iodine untuk reaksi KF
dihasilkan secara Coulometric pada anodanya. Jika semua air
telah dititrasi, Iodine berlebih dideteksi oleh detektor
electrometric endpoint, Dan titrasi dihentikan. Berdasarkan
stoikiometri reaksi, 1 mol Iodine bereaksi dengan 1 mol air,
sehingga jumlah air salah proporsional terhadap total arus listrik
terintegrasi sesuai dengan hukum Faraday.

3.2.8.2. Alat

1. Moisture Meter CA-21


2. Neraca digital
3. Syringe

3.2.8.3. Bahan

1. Aquamicron
2. Xylene

3.2.8.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan alat, ditunggu hingga muncul “Standby”


2. Ditekan “Titr Current”, diatur stirrer speed pada 4, tekan
enter
3. Muncul ”Wait” dan tanda (*) berkedip, ditunggu hingga
bunyi 3 kali, titration speed < 0.3 μg/sec, muncul ready
atau stable
4. Ditekan delay untuk memasukkan waktu delay sebelum
titrasi
5. Ditimbang contoh dalam syringe sebelum diinjeksikan,
dicatat nilainya
29

6. Ditekan tombol Start/Stop, display “Stable” berubah


menjadi “Add Sample”
7. Diinjeksikan contoh, ditimbang kembali syringe, dihitung
bobot contoh
8. Ditekan tombol Sample Size, dimasukkan bobot contoh
9. Setelah melewati waktu delay, muncul display “Titration”,
titrasi selesai ditandai dengan bunyi 3 kali dan muncul
“Ready” pada display.

3.2.9. Sediment Content

3.2.9.1. Prinsip Analisis

Sejumlah contoh dituangkan ke dalam refractory


thimble (tabung ekstraksi), kemudian diekstraksi dengan
toluene panas sampai residu mencapai bobot yang konstan.
Bobot residu dihitung sebagai persen sedimen.

3.2.9.2. Alat

1. Refractory Thimble
2. Labu Ekstraksi
3. Heater
4. Neraca digital
5. Oven

3.2.9.3. Bahan

1. Toluene
30

3.2.9.4. Cara Kerja

1. Ditimbang ± 10 gram contoh ke dalam thimble yang


telah diketahui bobotnya
2. Dimasukkan thimble berisi contoh ke dalam labu
ekstraksi berisi toluene
3. Dinyalakan heater, ditunggu ± 1 jam atau sampai
diperoleh tetesan jernih
4. Dimatikan heater, diangkat thimble dan dikeringkan di
dalam oven
5. Ditimbang bobot thimble hingga diperoleh bobot konstan.

3.2.9.5. Perhitungan

Perhitungan kadar sedimen (dalam %) adalah sebagai


berikut :
(Bobot 𝑡ℎ𝑖𝑚𝑏𝑙𝑒 berisi residu − Bobot 𝑡ℎ𝑖𝑚𝑏𝑙𝑒 kosong)
= 𝑥 100
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

3.2.10. Ash Content

3.2.10.1. Prinsip Analisis

Abu merupakan zat anorganik sisa hasil


pembakaran suatu bahan organik. Sejumlah contoh dibakar
sampai hanya abu dan karbon yang tersisa, sisa karbon
dihilangkan menjadi abu melalui pemanasan di dalam tanur
pada 775°C, abu yang tersisa ditimbang hingga diperoleh
bobot tetap.

3.2.10.2. Alat

1. Neraca digital
2. Cawan Porselen
3. Bunsen
4. Tanur
31

3.2.10.3. Bahan

3.2.10.4. Cara Kerja

1. Ditimbang ± 10 gram contoh ke dalam cawan porselen


yang telah diketahui bobot kosongnya
2. Dibakar contoh di atas bunsen hingga hanya abu dan
karbon yang tersisa
3. Dimasukkan cawan berisi contoh ke dalam tanur
bersuhu 775°C selama  3 jam (atau sampai hanya abu
yang tersisa)
4. Cawan berisi abu didinginkan, dan ditimbang.
Pemanasan dilakukan berulang hingga diperoleh bobot
tetap.

3.2.10.5. Perhitungan

Perhitungan kadar abu (dalam %) adalah sebagai berikut :

(Bobot cawan berisi abu − Bobot cawan kosong)


= x 100
bobot sampel

3.2.11. Strong Acid Number

3.2.11.1. Prinsip Analisis

Untuk menentukan bilangan asam kuat, sejumlah


contoh diekstraksi dengan air panas, kemudi larutan ekstrak
dititrasi dengan larutan standar Kalium Hidroksida dengan
menggunakan indikator Methyl Orange.

3.2.11.2. Alat

1. Labu Ekstraksi
2. Buret 50 mL
3. Erlenmeyer
32

3.2.11.3. Bahan

1. Aquadest
2. Isopropil alkohol anhidrat
3. Indikator Methyl Orange
4. Standar HCl Alkoholik 0.1 M
(9 mL HCl pekat dalam 1000 mL isopropil alkohol anhidrat)
5. Standar KOH Alkoholik 0.1 M
(6 gram KOH dalam 1000 mL isopropil alkohol, dididihkan.
Ditambahkan 2 gram Ba(OH)2, dididihkan, didinginkan,
disaring)

3.2.11.4. Cara Kerja

1. Ditimbang ± 25 g contoh, dimasukkan ke dalam corong


pisah 250 mL, diitambahkan 100 mL air panas
2. Dikocok kuat, setelah memisah, dialirkan fasa air ke
dalam erlenmeyer, ekstraksi dilakukan 2 kali, dengan 50
mL air panas.
3. Ditambahkan beberapa tetes indikator Methyl Orange
ke dalam larutan dalam erlenmeyer, jika berubah warna
menjadi merah muda atau merah, dititrasi dengan KOH
0.1 M sampai larutan berwarna cokelat keemasan. Jika
tidak berwarna, dilaporkan sebagai nol.
4. Blanko : dimasukkan 200 mL air panas ke dalam
erlenmeyer, ditambahkan indikator Methyl Orange, jika
warna indikator kuning-sindur, dititrasi dengan HCl 0.1
M sampai warna yang diperoleh dalam titrasi contoh.
Jika warna indikator merah muda atau merah, dititrasi
dengan KOH 0.1 M sampai titik akhir cokelat keemasan.

3.2.11.5. Perhitungan

3.2.11.5.1. mg KOH/g Jika blanko dititrasi asam :


[ (V.KOH titrasi contoh + V.HCl titrasi blanko x M HCl) x 56.1]
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
33

3.2.11.5.2. mg KOH/g Jika blanko dititrasi basa :


[ (V. KOH titrasi contoh − V. KOH titrasi blanko) x M KOH x 56.1]
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

3.2.12. Total Acid Number

3.2.12.1. Prinsip Analisis

Contoh dilarutkan dengan campuran toluena dan 2-


propanol yang mengandung sedikit air dan dititrasi secara
potensiometri dengan Kalium Hidroksida alkoholik.

3.2.12.2. Alat

1. Neraca digital
2. Piala gelas
3. Magnetic stirrer

3.2.12.3. Bahan

1. Aquabidest
2. KOH 0.1 N :

a. Ditimbang 12 g KOH, dimasukkan ke dalam piala


gelas 2000 mL
b. Ditambahkan Isopropyl Alcohol (2-propanol)
sampai volume 2000 mL, dihomogenkan,
didiamkan 48 jam.
c. Distandarisasi dengan Kalium Hidrogen Phtalat
(C8H5KO4, BE : 204.23) :
1) Ditimbang 0.02 gram Kalium Hidrogen Phtalat
ke dalam piala gelas 15 mL, ditambahkan 40
mL Aquabidest dan 20 mL 2-Propanol
2) Dititrasi dengan KOH 0,1 N
3) Dilakukan blanko pelarut ( 40 mL Aquabidest
dan 20 mL 2-propanol)
34

4) Dihitung Normalitas KOH 0,1 N dengan rumus :


bobot KHP x 1000
=
BE KHP x (V titrasi KHP − V blanko)

3. Pelarut
( Toluena : 2-propanol : Air dengan perbandingan 500 :
495 : 5 )

3.2.12.4. Cara Kerja

1. Ditimbang 20 g contoh ke dalam piala gelas 150 mL


2. Ditambahkan 60 mL pelarut
3. Dititrasi dengan KOH 0,1 N

3.2.12.5. Perhitungan
Rumus pehitungan nilai TAN :
V titrasi sampel x Normalitas KOH x BE KOH (56,1)
=
bobot sampel

3.2.13. Flash Point PMcc

3.2.13.1. Prinsip Analisis

Contoh dipanaskan dengan pemanasan lambat dan


laju yang konstan sambil terus diaduk. Api kecil diarahkan
ke dalam cawan pada selang tertentu dengan interupsi
pengadukan yang simultan. Flash Point adalah suhu
terendah di mana api penguji menyulut uap di atas contoh.

3.2.13.2. Alat

1. Flash Point Pensky-Marten Closed Cup

3.2.13.3. Bahan

-
35

3.2.13.4. Cara Kerja

1. Dinyalakan alat, dimasukkan contoh ke dalam cup


hingga batas garis, ditempatkan cup pada
kedudukannya, dan diturunkan pod
2. Diputar kursor, dipilih “Run Test”, dimasukkan nama
contoh, dimasukkan perkiraan suhu flash dengan
memilih “Edit”, lalu dipilih “Expect Flash”, dan
dimasukkan suhu perkiraan (misal : 77°C), dipilih Mode :
Normal
3. Dipilih “Next”, alat akan mulai bekerja, saat mencapai
range expect flash, alat akan mengukur flash point
setiap kenaikan 1 derajat
4. Selesai pengukuran, akan muncul suhu flash terkoreksi,
dicatat, dan alat akan mendinginkan otomatis.

3.2.14. Distillation Range

3.2.14.1. Prinsip Analisis

Sebanyak 100 mL contoh didestilasi pada kondisi


tertentu sesuai sifatnya, kemudian dilakukan pengamatan
pada bacaan termometer dan volume kondensat, dari data
tersebut, hasil pengujian dihitung dan dilaporkan.

3.2.14.2. Alat

1. Gelas Ukur 100 mL


2. Alat dan Labu Destilasi

3.2.14.3. Bahan

1. Batu didih
36

3.2.14.4. Cara Kerja

1. Diukur 100 mL contoh dalam gelas ukur, dimasukkan ke


dalam labu destilasi yang berisi batu didih
2. Ditutup labu dengan penutup karet bertermometer, di
mana ujung Hg termometer berada di batas aliran,
dipasang karet antara labu dan pendingin agar tidak
bocor
3. Dinyalakan alat, dinaikan heater sampai panas merata
4. Dipasang gelas ukur 100 mL di dekat pendingin, di
atasnya ditutup dengan fiber
5. Diperhatikan tetesan pertama, dicatat suhu sebagai IBP,
dicatat pula suhu saat volume mencapai 5, 10, 20, 30,
40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 95 mL destilat
6. Diteruskan pengamatan suhu sampai end point suhu
tertinggi, dicatat pula volume destilasinya
7. Dimatikan alat, termometer dan labu diangkat.

3.2.15. FAME Content

3.2.15.1. Prinsip Analisis

Contoh biosolar, biodiesel, atau campuran biodiesel


diteteskan ke dalam sample cell liquid Attenuated Total
Reflectant (ATR). Cahaya Inframerah digambarkan melalui
detektor dan respon detektor ditentukan. Panjang
gelombang dari spektrum absorpsi memiliki korelasi yang
tinggi dengan biodiesel atau interferensi yang telah dipilih
untuk analisa. Dengan analisa multivariate matematis
mengubah respon detektor untuk area dari spektrum contoh
yang tidak diketahui ke konsentrasi biodiesel pada contoh.
Metode ini menggunakan Fourier Transform mid-IR
Spectrometer dengan ATR sample cell. Spektrum absorpsi
akan digunakan untuk menghitung Partially Least Square
(PLS) kalibrasi algoritma.
37

3.2.15.2. Alat

1. Fourier Transform mid-IR Spectrometer


2. Tabung Reaksi
3. Pipet tetes

3.2.15.3. Bahan

1. Kapas beralkohol

3.2.15.4. Cara Kerja

a. Persiapan alat
1) Dirangkai alat dengan sel absorspi, disambungkan
kabel alat FTIR ke komputer dan ke sumber listrik
2) Dinyalakan alat FTIR, ditandai dengan lampu pada
tombol berubah (merah menjadi hijau)
3) Dipilih Program MicroLab PC, dipilih metode
pengukuran BIOSOLAR
4) Untuk memastikan respon alat dalam keadaan siap
pengukuran, dipilih Advanced Features, Diagnostic,
dan Gain Adjust, diatur nilai Adjust Gain sampai
sinyal berwarna hijau
5) Diperiksa plate kristal dan koreksi background
dengan membersihkan plate kristal dengan solven
6) Diputar dialpath 10μm sampai menempel pada plate
kristal, ditunggu sampai selesai dan diputar posisi
dialpath ke posisi awal
38

b. Pembacaan
1) Dibersihkan sel contoh dari sisa minyak
2) Diperiksa spectrum baseline untuk koreksi,
dilakukan pengukuran deret standar yang diketahui
konsentrasinya untuk membuat kurva kalibrasi
3) Ditempatkan 2 tetes standar / contoh dengan pipet
tetes pada bagian tengah plate kristal, diputar dial
path sampai menempel pada plate
4) Diberi nama pada kolom Sample Name, ditunggu
sampai pengukuran 100%
5) Diputar Dial path dan dibersihkan bagian kristal dial
path dengan kapas beralkohol
6) Dilakukan hal yang sama untuk pengukura
selanjutnya
7) Diperoleh spektrum absorpsi dan data spektrum
yang berada pada wilayah 4000 – 650 cm-1
8) Dipilih kalibrasi medium dengan spektrum antara
1800 –1700 cm-1 dan 1399 – 931 cm-1 tanpa
menggunakan koreksi baseline (apabila estimasi
konsentrasi biodiesel lebih dari 10.00%)
9) Dilakukan interpretasi spektrum absorpsi FAME
pada contoh dengan cara ; diarahkan kursor pada
area spektrum FAME di 1745cm-1, diberi identitas
pada Value, pilih height , serta dimasukkan nilai
centre point : 1745 cm-1
10) Konsentrasi FAME pada contoh biosolar dihitung
dengan partial least square (PLS) kalibrasi algoritma,
yaitu dengan memasukkan nilai absorpsi FAME
pada contoh ke kurva kalibrasi standar FAME
(Quant Calibration) yang memiliki nilai regresi dan
sudah ter-input pada program ResolutionPro, maka
secara komputerisasi hasil konsentrasi FAME
diketahui.
39

3.2.16. Methanol Content

3.2.16.1. Prinsip Analisis

Standar internal merupakan suatu zat kimia yang


ditambahkan dalam jumlah terukur ke dalam contoh, blanko,
dan standar kalibrasi. Dalam hal ini, ditambahkan 2-
propanol sebagai internal standar. Dengan membandingkan
area contoh dan area internal standar, maka konsentrasi
metanol dapat diketahui.

3.2.16.2. Alat

1. Pipet Serologi
2. Bulb
3. Labu Ukur 100 mL
4. Pipet tetes
5. Piala Gelas
6. Instrumen GC

3.2.16.3. Bahan

1. Metanol
2. Etanol
3. 2-Propanol

3.2.16.4. Cara Kerja

a. Pembuatan Larutan Standar


1) Dipipet Metanol, Etanol, dan 2-Propanol masing-
masing sebanyak 0,5 mL ke dalam labu ukur 100 mL
2) Ditambahkan solar murni hingga tanda tera,
dihomogenkan.
40

b. Preparasi Contoh
1) Dipipet 2.00 mL 2-propanol ke dalam labu 100mL
2) Ditambahkan contoh hingga tanda tera,
dihomogenkan
3) Dimasukkan contoh dan larutan standar ke dalam
vial
4) Dibaca contoh dengan instrumen GC.

3.2.17. Oxidation Stability

3.2.17.1. Prinsip Analisis

Udara yang telah dimurnikan dialirkan pada contoh


yang dipanaskan dan dipertahankan pada suhu tertentu,
biasanya 110°C. Uap yang dilepaskan selama proses
oksidasi dibawa aliran udara ke sebuah labu berisi
Aquabidest yang dilengkapi elektroda untuk mengukur
konduktivitas listrik. Elektroda dihubungkan dengan
peralatan pengukur dan perekam, sehingga alat mampu
menunjukkan akhir dari periode induksi ketika nilai
konduktivitas listrik mulai meningkat pesat diakibatkan oleh
penyerapan asam karboksilat yang mudah menguap, yang
dihasilkan oleh proses oksidasi ke dalam Aquabidest.

3.2.17.2. Alat

1. Labu Semprot
2. Gelas ukur
3. Neraca digital
4. Instrumen Oxidation Stability
5. Piala gelas 2000 mL
6. Oven

3.2.17.3. Bahan

1. Aquabidest
2. Larutan Terner ( Toluena dan 2-propanol 1:1 )
41

3.2.17.4. Cara Kerja

a) Menyalakan instrumen dan software :


1) Dinyalakan komputer, dinyalakan instrumen dengan
menyambungkan kabel power ke stopkontak
2) Ditekan tombol on/off di belakang instrumen,
ditunggu hingga alat selesai inisiasi dan terkoneksi
dengan komputer.

b) Preparasi
1) Dipasangkan filter pada Internal Air Supply
2) Diisi Measuring Chamber dengan Aquabidest
sebanyak 60 mL
3) Dipasangkan oil separator
4) Dibuka Software StabNet, ditekan tombol
configuration, dihubungkan instrumen dengan
komputer menggunakan kabel USB yang disediakan.

c) Persiapan Contoh
1) Ditempatkan tabung reaksi pada rak, ditimbang ±7,5
gram contoh ke dalam tabung, dipasang tabung
vessel ke penutupnya
2) Ditekan tombol workplace, pilih file - workplace - new,
dipilih instrumen yang terdaftar dalam Device Name,
dikonfirmasi dengan OK
3) Dipilih metode, dimulai pemanasan, dimasukkan
identitas contoh pada kotak Ident, dihubungkan
vessel reaksi berisi contoh ke dalam oven, ditekan
tombol start.
42

d) Membuka hasil

1) Ditekan tombol Database - File - Open, dipilih


Database dan tekan [Open]
2) Dibuat ekstrapolasi dari beberapa data induction
time dengan cara memilih beberapa data dengan
tahan tombol ctrl dan pilih data, tekan Determination-
Extrapolation-OK.

e) Mematikan alat
1) Ditekan stop pas pemanas, ditunggu hingga suhu
dingin.
2) Dimatikan pompa, ditekan tombol On/Off di bagian
belakang Instrumen.
3) Dibersihkan vessel yang berisi sisa contoh dan
dicuci bersih.

3.2.18. Calculated Cetane Index

3.2.18.1. Prinsip analisis

Cetane Index dihitung menggunakan suhu rentang

destilasi recovery 10% (T10), 50% (T50), 90%(T90) dan

nilai densitas pada 15 °C (D) yang dimasukkan dalam

persamaan empat variabel.

3.2.18.2. Perhitungan

Perhitungan cetane index adalah sebagai berikut :

= 45.2 + (0.0892)(T10-215) + [0.131+(0.901)(B)] [T50-260]


+ [0.0523 – (0.420)(B)] [T90-310] + [0.00049][(T10-215)2 –
(T90-310)2] + (107)(B) + (60)(B)2

Dimana B = Exp [-3.5*(D – 0.85)] – 1


43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan hasil pengujian terhadap contoh solar dan contoh


campuran biodiesel-solar (yang dicampurkan dengan perbandingan 20:80),
diperoleh hasil uji sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Berdasarkan SK Dirjen Migas No.28.K/10/DJM.T/2016

Specification
No Results
. Parameters Units Gasoil 48 Methods
Solar B20 Min. Max.
1 Density at 15oC Kg/m3 S : 841.5 S : 847.5 ASTM D4052
815 870
D : 841.5 D : 847.5
2 Color ASTM No. L 1.5 L 1.5 ASTM D1500
- 3.0
ASTM
3 Calculated Cetane - 55.73 56.59
45 - ASTM D4737
Index
4 Kinematic Viscosity cSt S : 3.264 S : 3.463
2.0 4.5 ASTM D445
at 40oC D : 3.266 D : 3.464
Pour Point oC
5 -6 -3 - 18 ASTM D97
6 Sulfur Content % wt S : 0.211 S : 0.164 ASTM D4294
- 0.25
D : 0.211 D : 0.165
7 Copper Strip Class 1 Class 1
Merit Class 1 ASTM D130
Corrosion
8 Carbon Residue % wt S : 0.001 S : 0.003 ASTM D4530
- 0.1
D : 0.002 D : 0.002
9 Water Content mg/kg S : 134.7 S : 266.6 ASTM D6304
- 500
D : 131.4 D : 265.8
10 Sediment Content % wt S : 0.002 S : 0.003 ASTM D473
- 0.01
D : 0.003 D : 0.003
11 Ash Content % wt S : 0.003 S : 0.002 ASTM D482
- 0.01
D : 0.002 D : 0.001
12 Strong Acid Number mg 0 0 ASTM D974
- 0
KOH/g
13 Total Acid Number mg S : 0.0477 S : 0.1157 ASTM D664
D : 0.0492 D : 0.1131 - 0.6
KOH/g
Flash Point PMcc oC
14 69.5 71.5 52 - ASTM D93
15 Visual Appearance Clear & Clear & Clear & Bright Visual
Bright Bright
Distillation o
16 C 340 341
Temperature @ - 370 ASTM D86
90% vol
17 FAME Content % vol S : 0.170 S : 22.534 ASTM D7371
20*) -
D : 0.173 D : 22.565
18 Methanol Content % vol S:0 S:0 Gas
Not Detected
D:0 D:0 Chromatography
19 Oxidation Stability Hours S : > 48 S : > 48 EN 15751
35 -
D : > 48 D : > 48
) Permen ESDM No. 12/2015
44

4.2. Pembahasan

Berdasarkan uji yang dilakukan terhadap contoh solar dan contoh


solar yang sama dengan penambahan biodiesel (dengan perbandingan
20:80), menunjukkan bahwa penambahan biodiesel ke dalam solar dapat
menyebabkan :
a. Kenaikan Viskositas, Pour Point, dan Densitas
b. Kenaikan Cetane Index
c. Kenaikan Flash Point
d. Kenaikan Kadar Air
e. Kenaikan Total Acid Number
f. Penurunan kadar Sulfur

4.2.1. Kenaikan Viskositas, Pour Point, dan Densitas

Di Indonesia, umumnya biodiesel terbuat dari kelapa sawit.


Kelapa sawit memiliki densitas dan viskositas yang lebih tinggi
dibandingkan bahan bakar fosil, contohnya solar (Cheng Sit Foon,
2005.) Sehingga, ketika biodiesel ditambahkan ke dalam solar,
densitas dan viskositas solar akan meningkat. Penambahan
biodiesel terhadap contoh solar dengan perbandingan 20:80 yang
telah dilakukan, mengakibatkan kenaikan densitas hingga 1.007
kali densitas contoh solar awal, dan viskositas hingga 1.06 kali
viskositas solar awal.
Kenaikan yang dihasilkan tidak terlalu signifikan mengingat
pentingnya nilai densitas dan viskositas terhadap proses atomisasi
dalam mesin compression ignition, di mana viskositas berperan
dalam kualitas atomisasi injeksi bahan bakar dalam ruang bakar,
distribusi ukuran tetesan bahan bakar dan homogenitas. Jika
viskositas terlalu tinggi, proses atomisasi tidak akan berlangsung
dengan baik dan kerja injektor menjadi berat.
45

4.2.2. Kenaikan Cetane Index

Nilai Cetane Index biodiesel lebih tinggi jika dibandingkan


dengan solar, karena nilai Cetane Index dari biodiesel bergantung
pada distribusi asam lemak yang terkandung dalam minyak bahan
baku biodiesel tersebut, semakin panjang rantai karbon dioksida
asam lemak, maka molekul tersebut semakin jenuh, dan nilai
Cetane Index semakin tinggi. (Mohd. Hafizil, 2013.)
Tingginya Cetane Index dari biodiesel ini mengakibatkan
naiknya nilai cetane index dari solar ketika ditambahkan biodiesel.
Penambahan biodiesel terhadap contoh solar dengan
perbandingan 20:80 yang telah dilakukan mengakibatkan kenaikan
Nilai Cetane Index hingga 1,0154 kali Cetane Index solar awal.

4.2.3. Kenaikan Flash Point

Biodiesel memiliki Flash Point yang lebih tinggi dari solar,


sehingga ketika ditambahkan ke dalam solar, terjadi kenaikan Flash
Point. Penambahan biodiesel terhadap contoh solar dengan
perbandingan 20:80 yang telah dilakukan mengakibatkan kenaikan
Flash Point 1,03 kali Flash Point solar awal. Semakin tinggi Flash
Point, maka bahan bakar tersebut semakin tidak mudah terbakar,
sehingga lebih aman dalam penyimpanan dan pemindahannya.

4.2.4. Kenaikan Kadar Air

Biodiesel memiliki afinitas terhadap kadar air yang lebih


tinggi dan kapasitas penahan air yang lebih besar dibandingkan
solar (Maria Fregolente, 2012). Sehingga, ketika ditambahkan ke
dalam solar, terjadi kenaikan kadar air. Penambahan biodiesel
terhadap contoh solar dengan perbandingan 20:80 yang telah
dilakukan menunjukkan kenaikan kadar air mencapai 2 kali kadar
air solar awal. Kandungan air di dalam bahan bakar ini tidak
diinginkan, karena dapat menyebabkan penimbunan air dan
adanya aktivitas mikrobiologi di dalam mesin.
46

4.2.5. Kenaikan Total Acid Number

Kandungan asam lemak bebas merupakan faktor utama


yang menyebabkan tingginya TAN dari biodiesel (Wang,H. 2008).
Sehingga, ketika ditambahkan ke dalam solar, terjadi kenaikan nilai
TAN. Penambahan biodiesel terhadap contoh solar dengan
perbandingan 20:80 yang telah dilakukan mengakibatkan kenaikan
TAN sebesar 2,36 kali TAN solar awal. Nilai TAN ini berpengaruh
pada tingkat korosivitas bahan bakar tersebut saat disimpan,
semakin tinggi nilai TAN, semakin tinggi pula tingkat korosivitasnya.

4.2.6. Penurunan kadar Sulfur

Biodiesel diperoleh dari transesterifikasi minyak nabati,


sehingga kandungan sulfurnya harusnya tidak ada. Ketika biodiesel
ditambahkan ke dalam solar, maka terjadi penurunan kadar sulfur.
Penambahan biodiesel terhadap contoh solar dengan
perbandingan 20:80 yang telah dilakukan mengakibatkan
penurunan kadar sulfur menjadi 0,777 kali kadar sulfur solar awal.
Semakin rendah kadar sulfur, semakin rendah pula emisi sulfur
yang dihasilkan, sehingga emisi pembakaran semakin ramah
lingkungan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan Praktikum Analisis Pengaruh Penambahan Biodiesel


ke dalam Solar dengan komposisi 20:80 yang telah dilakukan diperoleh
bahwa penambahan biodiesel dapat menyebabkan :

a. Kenaikan Viskositas dan Densitas


b. Kenaikan Cetane Index
c. Kenaikan Pour Point
d. Kenaikan Flash Point
e. Kenaikan Kadar Air
f. Kenaikan Total Acid Number
g. Penurunan kadar Sulfur

5.2. Saran

Penulis berharap hubungan kerja sama antara Sekolah Menengah


Kejuruan – SMAK Bogor dengan PT. SUCOFINDO (Persero) SBU
Laboratorium dapat terus berjalan dengan baik, dan PT. SUCOFINDO
(Persero) SBU Laboratorium tetap memberikan kesempatan kepada
siswa – siswi Sekolah Menengah Kejuruan – SMAK Bogor untuk
melaksanakan Parktik Kerja Industri.

47
DAFTAR PUSTAKA

A. Hardjono. 2007. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta: Gajah Mada University


press. Hal. 87-96

A. Kayode Coker. 2007. Ludwig's Applied Process Design for Chemical and
Petrochemical Plants (Fourth Edition), Volume 1. Gulf Professional
Publishing

ASTM D664. Standard Test Method for Acid Number of Petroleum Products by
Potentiometric Titration. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D130. Standard Test Method for Corrosiveness to Copper from Petroleum
Products by Copper Strip Test. Designated. West Conshohocken, PA.
ASTM.org

ASTM D473. Standard Test Method for Sediment in Crude Oils and Fuel Oils by
The Extraction Method. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D482. Standard Test Method for Ash from Petroleum Products. West
Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D974. Standard Test Method for Acid and Base Number by Color-Indicator
Titration. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D7371. Standard Test Method for Determination of Biodiesel (Fatty Acid
Methyl Esters) Content in Diesel Fuel Oil Using Mid Infrared
Spectroscopy (FTIR-ATR-PLS Method). West Conshohocken, PA.
ASTM.org

ASTM D4052. Standard Test Method for Density, Relative Density, and API
Gravity of Liquids by Digital Density Meter. West Conshohocken, PA.
ASTM.org

ASTM D4530. Standard Test Method for Determination of Carbon Residue (Micro
Method). West Conshohocken, PA. ASTM.org

48
49

ASTM D445. Standard Test Method for Kinematic Viscosity of Transparent and
Opaque Liquids (and Calculation of Dynamic Viscosity). West
Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D4737. Standard Test Method for Calculated Cetane Index by Four
Variable Equation. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D6304. Standard Test Method for Determination of Water in Petroleum


Products, Lubricating Oils, and Additives by Coulometric Karl Fischer
Titration. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D86. Standard Test Method for Distillation of Petroleum Products and
Liquid Fuels at Atmespheric Pressure. West Conshohocken, PA.
ASTM.org

ASTM D93. Standard Test Method for Flash Point by Pensky-Martens Closed
Cup Tester. West Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D97. Standard Test Method for Pour Point of Petroleum Product.. West
Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D4294. Standard Test Method for Sulfur in Petroleum and Petroleum
Products by Energy Dispersive X-Ray Fluorescence. West
Conshohocken, PA. ASTM.org

ASTM D1500. Standard Test Method for ASTM Color of Petroleum Products
(ASTM Color Scale). West Conshohocken, PA. ASTM.org

Bacha, John. dkk. 2007. Diesel Fuels Technical Review. Chevron Corporation.

Firoz, Shafaque. 2017. A review: Advantages and Disadvantages of Biodiesel,


Volume: 04 Issue: 11. International Research Journal of Engineering
and Technology (IRJET)

Freedman B, Pryde EH, Mounts TL. 1984. Variables affecting the yield of fatty
esters from transesterified vegetable oils. J Am Oil Chem Soc.

Fregolente, Patricia & Fregolente, Leonardo & Maciel, Maria. 2012. Water
Content in Biodiesel, Diesel, and Biodiesel–Diesel Blends. Journal of
Chemical & Engineering Data. 57. 1817–1821.

Knothe. Gerhard, F. Razon. Luis. 2016. Progress in Energy and Combustion


Science. Elsvier.Ltd

Nayak,S.K.,Behera,G.R.,Mishra,P.C.2017.Physio-chemical characteristics of
punnang oil and rice husk-generated producer gas,Volume 39,Issue 3.

Wang, Huali. Haiying Tang, John Wilson, Steven O. Salley, K. Y. Simon Ng.2008.
Total Acid Number Determination of Biodiesel and Biodiesel Blends.
AOCS.
LAMPIRAN

50
51

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. SUCOFINDO (Persero)

2
52

Lampiran 2.Stuktur Organisasi PT SUCOFINDO (Persero) SBU Laboratorium


53

Lampiran 3. Diagram Alir Proses Penanganan Order Oleh PT SUCOFINDO


(Persero)
54

Lampiran 4. Spektrum FAME B20

Lampiran 5. Spektrum FAME Solar


55

Lampiran 6. Pembacaan MeOH contoh B20 simplo


56

Lampiran 7.Pembacaan MeOH contoh B20 duplo


57

Lampiran 8.Pembacaan MeOH contoh solar simplo


58

Lampiran 9.Pembacaan MeOH contoh solar duplo


59
60

Lampiran 10. Pembacaan Stab. Oksidasi B20 simplo

Lampiran 11.Pembacaan Stab. Oksidasi B20 duplo

Lampiran 12.Pembacaan Stab. Oksidasi solar simplo

Lampiran 13.Pembacaan Stab. Oksidasi solar duplo

Anda mungkin juga menyukai