Modul Praktimum Pik
Modul Praktimum Pik
PROSES INDUSTRI
KIMIA
Aliran gas
utama
ZA, Urea,
Recycled KCl,
Under- Udara
Debu
Under FURNACE
dari
Size
CRUSHER
Seeding
Size insitu Asam
agent : Over
(terikut)
Coating sulfat
Size AsamSCREEN
PRENEUTRALIZER
GRANULATOR
DRYER
SCREEN
COOLER
POLISHING
COATER
PRODUK fosfat
Amoniak
On
NPKSize UdaraDEDUSTING
Bersih
SCRUBBING Air
Filler/Spillage
Material Coating powder
- Gas alam/solar
siklon Asam fosfat
Pigmen SYSTEM SYSTEM
Asam sulfat
Coating liquid
Oleh :
TIM GURU
KIMIA
Untuk Kelas Kimia Industri Kelas X
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui media pengolahan air bersih skala laboratorium (sederhana)
2. Mengetahui jenis-jenis koagulan dan sifatnya.
3. Mengetahui beberapa metode pengolahan air.
4. Menghitung efektivitas dari sistem pengolahan air bersih skala laboratorium.
Kualitas Air
Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia, radioaktif
maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratankualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, air
menurutkegunaannya digolongkan menjadi :
1. Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yangmempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaanikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
samadengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairipertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutuair yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pengolahan Air
1. Intake
Intake merupakan suatu bangunan yang dibangun pada suatu badan air dengan fungsi untuk
mengalirkan air dari badan air menuju ke unit pengolahan air minum lebih lanjut, baik secara gravitasi
maupun dengan sistem pemompaan.
1
2. Pra Sedimentasi
Bangunan prasedimentasi merupakan bangunan pertama dalam sistem instalasi pengolahan air
bersih. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat proses pengendapan partikel diskrit seperti pasir,
lempung, dan zat-zat padat lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi. Prasedimentasi bisa juga
disebut sebagai plain sedimentasi karena prosesnya bergantung dari gravitasi dan tidak termasuk
koagulasi dan flokulasi. Oleh karena itu prasedimentasi merupakan proses pengendapan grit secara
gravitasi sederhana tanpa penambahan bahan kimia koagulan.
3. Koagulasi
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan
menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel partikel koloid akan saling menarik dan
menggumpal membentuk flok. Biasanya dosis koagulan tawas atau aluminium sulfat
(Al2(SO4)3.18H2O) yang digunakan adalah sebesar 50 ppm, yang merupakan dosis optimum koagulan
aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) yang sering digunakan dalam proses pengolahan air
minum.Setelah air ditambahkan dengan koagulan Al2SO4 maka Sol tanah liat adalah koloid yang
bermuatan negatif sehingga jika ditambahkan dengan tawas (Al 2(SO4)3) yang bermuatan positif, maka
ion Al3+ dari tawas akan menggumpalkan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi pada koloid terjadi
karena tidak stabilnya sistem koloid.
Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium
penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Pada filtrasi dengan media berbutir
terdapat tiga phenomena proses, yaitu
1. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi, dan gaya tarik antar partikel.
2. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining. Adsorpsi (fisikkimia), biologis.
3. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak menolak.
Desinfeksi
Disinfeksi atau menghilangkan kuman dari air minum sangat penting dilakukan sebelum air tersebut
diminum atau dikonsumsi oleh kita. Air yang kita peroleh dari sumur, hasil penyaringan sederhana, ataupun
sumber yang lain mungkin akan terlihat bening, tidak berasa dan tidak berbau, tetapi hal itu tidak
menandakan bahwa air tersebut bersih dari kuman penyakit.
III. METODOLOGI
Alat
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum antara lain:
1. Galon/ Botol air mineral ukuran 1,2/ 2 L sebagai wadah prototype filtrasi
2. Bak sedimentasi
3. Gelas kimia 500 mL untuk penampung hasil akhir
4. Neraca Digital
5. Cawan porselain
6. Tabung reaksi
7. Rak tabung reaksi
8. Penjepit kayu
9. Termometer
10. Pembakar spiritus
11. pH meter
12. Kaca arloji
13. Spatula
14. Pengaduk
Bahan
1. Air sample yang akan diolah
a. Air Sungai
b. Air Sumur
c. Air telaga
2. Koagulan : Tawas (KAl(SO4)2·12H2O, Kaporit (Ca(OCl)2), dan Kapur.
3. Filter
a. Batu (sedang)
b. Kerikil
c. Pasir
d. Sabut/ijuk
e. Arang aktif
d. Kertas saring
e. Kain putih
4. Kertas lakmus
5. Aquadest
Cara Kerja
1. Ambil sample air sungai dan sumur masing – masing sebanyak 5 liter
2. Pertama-tama sampel air diuji pH, warna, suhu, bau, bau sesudah dipanaskan, kekeruhannya, dan
pembentukan kristalnya. Catat sebagai data awal sampel sebelum pengolahan.
3. Sampel dimasukkan ke dalam bak sedimentasi Tambahkan koagulan berupa tawas, kaporit, dan kapur
masing – masing 120 mg pada masing – masing bak sedimentasi
4. Aduk air sample hingga ± 7 menit.
5. Tunggu sampai proses koagulasi selesai.
6. Kemudian dimasukkan ke media filter untuk proses filtrasi. Sebelumnya susun filter sesuai rancangan
berikut :
7. Diamkan sebentar ± 2 menit untuk mengetahui proses sedimentasi dan ambil air di permukaannya
untuk dilakukan uji pH, warna, suhu, bau, bau sesudah dipanaskan, kekeruhannya, dan pembentukan
kristalnya. Catat sebagai data awal sampel sebelum pengolahan.
Hasil Pengamatan
3
Tugas Mandiri
Air Proses
Air Ketel
Sumber Pengolahan Pengolahan Pengolahan Pengolahan Air Pendingin
Air Secara Fisika Secara Kimia Secara Fisika Khusus Air Sanitasi
PERCOBAAN II
PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN
I. Tujuan :
1. Mengetahui proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
2. Mengetahui tahapan pembuatan Sabun Transparan
3. Mengetahui beberapa analisis mutu VCO
N Identifikasi Hasil
o
1 Bau Khas kelapa Segar
2 Rasa Normal, khas minyak kelapa
3 Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat
4 Densitas 915-920 kg/m2
5 Viskositas -
6 Viskositas di pasaran 43,30 mm2/s
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara
aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam
pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam
pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari
daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium
klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut: Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan
menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan
sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3NaOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin
sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan
garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi
sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari
kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat
menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium
hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud
sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak
kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun. Reaksi-reaksi pembuatan sabun :
A. Reaksi Trigliserida
5
Syarat mutu sabun mandi transparan dan cair sesuai dengan SNI :
No Identifikasi Hasil
Transaparan Cair
1 pH 9-11 8-11
2 FFA (Asam lemak bebas) < 2,5 % -
3 Alkali bebas Max 0,4 % Max 0,1 %
4. Berat jenis - 1,01-1,1
Densitas
Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25 0C dengan berat
air pada volume dan suhu yang sama. Berikut rumus menentukan berat jenis yaitu
m
P= v
Katerangan :
P = Berat Jenis
m = berat
v = volume
Titrasi Asam dan Basa
Asam basa yang melibatkan reaksi asam dengan pasangan basa
sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Biasanya sering digunakan untuk melakukan
standarisasi asam oksalat dan natrium hidroksida menggunakan indikator pp pada penentuan asam lemak
bebas, sedangakan standarisasi asam HCl dan natrium karbonat menggunakan indikator MO pada
penentuan alkali bebas
IV. PROSEDUR
Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
1. Siapkan kelapa parut sebanyak 500 gr dan tambahkan air sebanyak 400 mL
2. Peras dengan kain serbet hingga menghasilkan santan
3. Masukkan santan kedalam corong pemisah, lalu diamkan selama ± 1 jam
4. Setelah diendapkan, pisahkan krim dan santan dengan cara membuka tutup corong pisah dan
keluarkan pelan – pelan
5. Lalu, krim yang sudah di dipisah dengan air santan dipanaskan dengan hot plate dengan diaduk –
aduk dan di cek suhunya sampai 80 ̊ C menggunakan termometer
6. Lanjutkan pemanasan hingga diperoleh blondo / ampas minyak yang berwarna putih sedangkan
VCO berwarna putih
7. Lalu, VCO disaring dengan kertas saring lalu dipanaskan dengan menggunakan waterbath pada suhu
60 ̊ C – 80 ̊ C (waktu ± 30 menit).
b. Uji pH
Sabun transparan : Timbang ½ gr sabun transparan, kemudian larutkan dalam air dan ukur pH
dengan indikator universal (pH 9-11).
Sabun cair : mengambil 2 ml sabun cair kemudian larutkan dalam air dan ukur pH dengan
indikator universal (pH 9-11).
c. Penentuan ALB (Asam Lemak Bebas / FFA)
7
1. Ambil sampel sebanyak 3 gr asam oksalat masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan
tambahkan etanol 95% netral sebanyak 50 mL dan panaskan selama 5 menit.
2. Mengambil 25 ml larutan asam oksalat dengan pipet gondok masukkan ke dalam erlenmeyer.
3. Tambahkan 3 tetes indicator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH kurang lebih 0,1 N sampai
berubah menjadiwarna merah muda tepat tidak hilang dalam 30 detik
4. Reaksi yang terjadi
2NaOH + (COOH)2 2(COONa)2 + 2H2O
Menghitung Normalitas NaOH kemudian menghitung kadar FFA dengan rumus :
Kadar FFA = N x V x 200 x 100%
W x 1000
N = Konsentrasi NaOH
V = Volume NaOH
200 = Berat molekul asam laurat
W = Berat VCO
d. Penentuan Alkali Bebas
1. Pembuatan larutan stnatar sekunder HCl 0,1 N sebanyak 250 ml
Mendidihkan 250 ml aquades sampai mendidih, mendinginkan beberapan menit kemudian
menambahkan 2,07 ml HCl, kocok dan beri etiket
2. Standarisasi HCl dengan natrium karbonat
Keringkan 0,75 gram natrium karbonat didalam cawan petri dalam oven selama 2 jam pada
temperatur 100-130 0C. Mendinginkan dalam desikator kemudian ditimbang sebanyak 0,1 gram
dan dilarutak dalam 250 ml aquades. Setelah itu diambil 10 ml, ditambahkan methyl orange
kemudian dititrasi dengan HCl.
3. Menghitung Normalitas HCl
4. Prosedur alkali bebas :
Menimbang 10 gram sabun transparan kemudian dimasukkan erlenmeyer 250 ml.
Menambahkan 25 ml etanol 96 % kemudian mengocok hingga homogen.
Menambahkan 3 tetes pp setelah itu melakukan standarisasi HCl
Mencatat volume HCl
PERCOBAAN III
PEMBUATAN PULP DENGAN PROSES SODA SEMI MEKANIS
I. Tujuan Percobaan
Siswa dapat mengetahui pengaruh kondisi operasi pembuatan pulp proses soda semi mekanis terhadap
perolehan pulp.
Gambar 3 (1) koniferil alkohol, (2) sinapil alcohol, dan (3) p-koumaril alkohol
Tongkol Jagung
Batang jagung merupakan salah satu sumber biomassa dengan kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu
sekitar 42,43%, kadar lignin yang relatif rendah sekitar 21,73% dan hemiselulosa 25,06% sehingga batang
jagung cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kimia seperti pabrik pulp, kertas dan rayon.
Potensi batang jagung di Indonesia cukup bagus untuk dikembangkan, karena ketersediaannya yang cukup
banyak.
Pulp
Pulp atau bubur kertas merupakan serat berwarna putih yang diperoleh melalui proses penyisihan
lignin dari biomassa (Jalaluddin, 2005). Pulp dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon,
selulosa asetat dan turunan selulosa yang lain. Sebagai bahan baku pulp dipakai bahan baku jerami dan
9
merang dan meningkat menjadi bahan baku bambu, ampas, tebu, pohon kapas, serat dan jenis rumput –
rumputan.
Syarat – syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni (Harsini dan Susilowati, 2010) :
a. Berserat
b. Kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %
c. Kadar ligninnya kurang dari 25 %
d. Kadar air maksimal 10 %
e. Memiliki kadar abu yang kecil
Faktor yang berpengaruh pada pembuatan pulp adalah sebagai berikut:
a. Larutan pemasak (larutan NaOH, Na2S, dan Na2CO3)
b. Temperatur pemasak dan pengeringan
c. Waktu pemasakan
d. Tekanan
e. Dimensi serat meliputi panjang serat, diameter serta tebal dinding sel.
Hasil pengamatan pada variasi lama pemasakan 1,5 jam dan 2 jam.
Hasil Pengamatan
Pengamatan
Run 1 Run 2
(Pemasakan 1,5 jam) (Pemasakan 2 jam)
Warna = Warna
Larutan pemasak sebelum mendidih
pH = pH =
Warna = Warna =
Larutan pemasak setelah proses pemasakan
pH = pH =
Kadar air
... % ... %
(setelah dikeringkan selama 2 hari)
Perbandingan kualitas pulp pada variasi lama pemasakan 1,5 jam dan 2 jam
11
Setelah Dimasak dan Dicuci Setelah Diblender dan Ditiriskan
Pengamatan
Warna
Tekstur
Penampilan
Rasa ditangan
PERCOBAAN IV
PEMBUATAN KERAMIK
I. Tujuan :
Mengetahui proses industri dalam pembuatan keramik.
Tahap-tahap ini menerangkan mengapa harus dilakukan proses pengeringan secara lambat untuk
menghindari retak/cracking terlebih pada tahap 1 (Norton, 1975/1976). Proses yang terlalu cepat akan
mengakibatkan keretakkan dikarenakan hilangnya air secara tiba-tiba tanpa diimbangi penataan
partikel tanah liat secara sempurna, yang mengakibatkan penyusutan mendadak. Untuk menghindari
pengeringan yang terlalu cepat, pada tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu kamar.
6. Penimbangan (massa kering). Setelah keramik dikeringkan secara lambat dengan cara diangin-
anginkan pada suhu kamar, langkah selanjutnya adalah ditimbang. Proses penimbangan bertujuan
13
untuk mengetahui besarnya massa kering sampel keramik yang selanjutnya nanti akan di bandingkan
dengan besarnya massa keramik setelah dibakar.
7. Pembakaran. Pembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik dimana proses ini mengubah
massa yang rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan dalam sebuah
tungku/furnace suhu tinggi. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi hasil pembakaran: suhu
sintering/matang, atmosfer tungku dan tentu saja mineral yang terlibat (Magetti, 1982). Selama
pembakaran, badan keramik mengalami beberapa reaksi-reaksi penting, hilang/muncul fase-fase
mineral, dan hilang berat (weight loss). Umumnya padatan keramik sebelum dibakar terdiri dari
grain-grain yang dipisahkan oleh porositas (25%-60%), tergantung dari bahan-bahan dan metode
pembentukkannya untuk memaksimalkan sifat-sifat seperti: kekerasan, konduktivitas thermal, dll.
Proses pembakaran keramik 700 C, tujuannya untuk mengumpulkan partikel-partikel menjadi massa
yang koheren, menghilangkan porositas.
Proses sintering mengakibatkan : 900 0C – 1800 0C
a. perubahan ukuran dan bentuk grain
b. perubahan pori
c. perubahan ukuran pori
Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya luas permukaan total, berkurangnya volume total dan
mengakibatkan kekuatan. Selama proses sintering ini partikel-partikel keramik akan saling berdekatan
dan bentuk pori menjadi lebih steris dan ukurannya kecil. Penyusutan Akibat Pembakaran Proses
densifikasi pada sintering telah menyebabkan terjadinya penyusutan, besar penyusutan ini bergantung
pada besarnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran, juga erat hubungannya dengan keadaan
awal porositas. Tidak semua proses penyusutan berlangsung merata. Penyusutan yang tidak merata
dapat terjadi karena :
1 2 3 4
5 6 7
Kemudian bentuk sesuai kekreatifan kalian dan jemur di bawah sinar matahari hingga kering, jika
sudah kering lanjutkan pada tahap pemanasan dengan tanur
PERCOBAAN V
PENERAPAN PEMBUATAN GULA TEBU
I. Tujuan
Mengetahui proses pembuatan Gula Tebu
PERCOBAAN VI
PENYEPUHAN LOGAM FE DANGAN CU
III. Tujuan
Mengetahui cara menghindari perkaratan pada Fe dengan cara dilapisi Cu.
Spesi yang mudah teroksidasi/terekdusi adalah spesi yang memiliki potensial reduksi yang lebih
besar atau lebih positif. Sehingga spesi yang tereduksi pada katode adalah pelarutnya (H 2O) yang
ditandai dengan warna merah ketika ditambahkan indikator PP. Pada anode, ketentuan ini sedikit
berbeda, tetapi menunjukkan bahwa H2O cenderung untuk teroksidasi. Akan tetapi, dari percobaan
ternyata gas yang dibebaskan pada anode adalah Cl2 bukan O2. Dalam mengkaji proses elektrolitik,
kita terkadang menemukan fakta bahwa voltase yang diperlukan dalam melangsungkan satu reaksi
lebih tinggi dari yang ditunjukkan oleh potensial elektrode. Hal ini diakibatkan oleh overvoltase yang
merupakan selisih antara potensial elektode dan voltase yang dibutuhkan untuk melakukan
elektrolisis. Overvoltase untuk O2 cukup tinggi. Jadi pada kondisi normal adalah gas Cl2 yang
terbentuk.
3. Sel dengan elektrolit dan electrode aktif
Pada elektrolisis yang menggunakan elektrolit larutan dan electrode aktif, maka electrode aktif
ini akan mengalami reaksi redoks bersamaan dengan elektrodanya. Misalnya reaksi elektrolisis
larutan CuSO4 .
Anoda : Cu (s) Cu2+ (aq) + 2e E0 = -0,34 V
2H2O (l) 4H+ (aq) + O2 (g) + 4e E0 = -1,23 V
Katoda : Cu2+ (aq) + 2e Cu(s) E0 = +0,34 V
2H2O (l) + 2e H2 (g) + 2OH- (aq) E0 = -0,83 V
Sesuai dengan ketentuan yang dielaskan sebelumnya, maka reaksi yang terjadi adalah
Anoda : Cu (s) Cu2+ (aq) + 2e E0 = -0,34 V
2+
Katoda : Cu (aq) + 2e Cu(s) E0 = +0,34 V
Rekasi sel : Cu2+ (aq) + Cu (s) Cu (s) + Cu2+ (aq)
. Gambar 2 Electroplating
V. Alat dan Bahan
1. Kabel mulut buaya Gambar :
2. Lempengan tembaga murni
3. Paku besi
4. Stopwatch
5. Gelas Ukur
6. Baterai
7. Pipa U
8. CuSO4 0,01 M
21