Anda di halaman 1dari 23

PANDUAN PRAKTIKUM

PROSES INDUSTRI
KIMIA
Aliran gas
utama

ZA, Urea,
Recycled KCl,
Under- Udara
Debu
Under FURNACE
dari
Size
CRUSHER
Seeding
Size insitu Asam
agent : Over
(terikut)
Coating sulfat
Size AsamSCREEN
PRENEUTRALIZER
GRANULATOR
DRYER
SCREEN
COOLER
POLISHING
COATER
PRODUK fosfat
Amoniak
On
NPKSize UdaraDEDUSTING
Bersih
SCRUBBING Air
Filler/Spillage
Material Coating powder
- Gas alam/solar
siklon Asam fosfat
Pigmen SYSTEM SYSTEM
Asam sulfat
Coating liquid

Oleh :
TIM GURU
KIMIA
Untuk Kelas Kimia Industri Kelas X

SMK PGRI 1 GRESIK


“TERAKREDITASI A”
Jl. Dr. Sutomo No. 46 Gresik Telp/Fax : (031) 3981487
PERCOBAAN I

PENGOLAHAN AIR BERSIH SKALA LABORATORIUM

I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui media pengolahan air bersih skala laboratorium (sederhana)
2. Mengetahui jenis-jenis koagulan dan sifatnya.
3. Mengetahui beberapa metode pengolahan air.
4. Menghitung efektivitas dari sistem pengolahan air bersih skala laboratorium.

II. DASAR TEORI


Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia (H 2O) atau satu molekul air yang memiliki dua atom
hidrogen kovalen terikat pada atom oksigen tunggal. Air merupakan sumber kehidupan yang tidak dapat
tergantikan oleh apa pun juga. Tanpa air manusia, hewan dan tanaman tidak akan dapat hidup.
Pengolahan air merupakan suatu proses yang digunakan untuk membuat sumber air baku atau air
limbah menjadi air yang dapat diterima bagi pengguna akhir sesuai dengan standar yang dibutuhkan
(diinginkan). termasuk air bersih, air minum, air untuk proses industri, air pengobatan dan air untuk
keperluan lainnya. Tujuan dari semua proses pengolahan air yang ada adalah menghilangkan
Kontaminan dalam air, atau mengurangi konsentrasi kontaminan tersebut sehingga menjadi air yang
diinginkan sesuai kebutuhan (pengguna akhir) tanpa merugikan dampak ekologis. Proses-proses yang
terlibat dalam pemisahan Kontaminan dapat menggunakan Proses Fisik seperti menetap dan penyaringan
Kimia seperti Desinfeksi dan Koagulasi. Selain itu proses Biologi juga digunakan dalam pengolahan air
limbah, proses-proses ini dapat meliputi, mencampur dengan udara, diaktifkan lumpur atau saringan
pasir padat.
Karakteristik Air
Untuk dapat memahami akibat yang dapat terjadi apabila air minum tidak memenuhi standar, berikut
pembahasan karakteristik beserta parameter kualitas air bersih berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
RI No416/MENKES/PER/IX/1990.
a. Jumlah zat padat tersuspensi
TSS (Total Suspended Solid), materi yang tersuspensi adalah materi yang mempunyai ukuran lebih
kecil dari pada molekul / ion yang terlarut. Materi tersuspensi ini dapat digolongkan menjadi dua, yakni
zat padat dan koloid.
b. Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh adanya zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik
maupun yang organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang
organik dapat berasal dari lapukan-lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga
menyebabkansumber kekeruhan.

Kualitas Air
Standar kualitas air adalah baku mutu yang ditetapkan berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia, radioaktif
maupun bakteriologis yang menunjukkan persyaratankualitas air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air, air
menurutkegunaannya digolongkan menjadi :
1. Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2. Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yangmempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaanikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
samadengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairipertanaman dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutuair yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pengolahan Air
1. Intake
Intake merupakan suatu bangunan yang dibangun pada suatu badan air dengan fungsi untuk
mengalirkan air dari badan air menuju ke unit pengolahan air minum lebih lanjut, baik secara gravitasi
maupun dengan sistem pemompaan.

1
2. Pra Sedimentasi
Bangunan prasedimentasi merupakan bangunan pertama dalam sistem instalasi pengolahan air
bersih. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat proses pengendapan partikel diskrit seperti pasir,
lempung, dan zat-zat padat lainnya yang bisa mengendap secara gravitasi. Prasedimentasi bisa juga
disebut sebagai plain sedimentasi karena prosesnya bergantung dari gravitasi dan tidak termasuk
koagulasi dan flokulasi. Oleh karena itu prasedimentasi merupakan proses pengendapan grit secara
gravitasi sederhana tanpa penambahan bahan kimia koagulan.
3. Koagulasi
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk koloid, dengan
menambahkan koagulan. Dengan koagulasi, partikel partikel koloid akan saling menarik dan
menggumpal membentuk flok. Biasanya dosis koagulan tawas atau aluminium sulfat
(Al2(SO4)3.18H2O) yang digunakan adalah sebesar 50 ppm, yang merupakan dosis optimum koagulan
aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) yang sering digunakan dalam proses pengolahan air
minum.Setelah air ditambahkan dengan koagulan Al2SO4 maka Sol tanah liat adalah koloid yang
bermuatan negatif sehingga jika ditambahkan dengan tawas (Al 2(SO4)3) yang bermuatan positif, maka
ion Al3+ dari tawas akan menggumpalkan partikel-partikel koloid. Proses koagulasi pada koloid terjadi
karena tidak stabilnya sistem koloid.

Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan melewatkannya pada medium
penyaringan, atau septum, yang di atasnya padatan akan terendapkan. Pada filtrasi dengan media berbutir
terdapat tiga phenomena proses, yaitu
1. Transportasi : meliputi proses gerak brown, sedimentasi, dan gaya tarik antar partikel.
2. Kemampuan menempel : meliputi proses mechanical straining. Adsorpsi (fisikkimia), biologis.
3. Kemampuan menolak : meliputi tumbukan antar partikel dan gaya tolak menolak.

Jenis – jenis filter berdasar sistem operasi dan media


1. Single media : satu jenis media seperti pasir silika, atau dolomit saja
2. Dual media : misalnya digunakan pasir silica, dan anthrasit
3. Multi media : misalnya digunakan pasir silica, anthrasit, dan garnet.

Desinfeksi
Disinfeksi atau menghilangkan kuman dari air minum sangat penting dilakukan sebelum air tersebut
diminum atau dikonsumsi oleh kita. Air yang kita peroleh dari sumur, hasil penyaringan sederhana, ataupun
sumber yang lain mungkin akan terlihat bening, tidak berasa dan tidak berbau, tetapi hal itu tidak
menandakan bahwa air tersebut bersih dari kuman penyakit.

III. METODOLOGI
Alat
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum antara lain:
1. Galon/ Botol air mineral ukuran 1,2/ 2 L sebagai wadah prototype filtrasi
2. Bak sedimentasi
3. Gelas kimia 500 mL untuk penampung hasil akhir
4. Neraca Digital
5. Cawan porselain
6. Tabung reaksi
7. Rak tabung reaksi
8. Penjepit kayu
9. Termometer
10. Pembakar spiritus
11. pH meter
12. Kaca arloji
13. Spatula
14. Pengaduk

Bahan
1. Air sample yang akan diolah
a. Air Sungai
b. Air Sumur
c. Air telaga
2. Koagulan : Tawas (KAl(SO4)2·12H2O, Kaporit (Ca(OCl)2), dan Kapur.
3. Filter
a. Batu (sedang)
b. Kerikil
c. Pasir
d. Sabut/ijuk
e. Arang aktif
d. Kertas saring
e. Kain putih
4. Kertas lakmus
5. Aquadest

Cara Kerja
1. Ambil sample air sungai dan sumur masing – masing sebanyak 5 liter
2. Pertama-tama sampel air diuji pH, warna, suhu, bau, bau sesudah dipanaskan, kekeruhannya, dan
pembentukan kristalnya. Catat sebagai data awal sampel sebelum pengolahan.
3. Sampel dimasukkan ke dalam bak sedimentasi Tambahkan koagulan berupa tawas, kaporit, dan kapur
masing – masing 120 mg pada masing – masing bak sedimentasi
4. Aduk air sample hingga ± 7 menit.
5. Tunggu sampai proses koagulasi selesai.
6. Kemudian dimasukkan ke media filter untuk proses filtrasi. Sebelumnya susun filter sesuai rancangan
berikut :

7. Diamkan sebentar ± 2 menit untuk mengetahui proses sedimentasi dan ambil air di permukaannya
untuk dilakukan uji pH, warna, suhu, bau, bau sesudah dipanaskan, kekeruhannya, dan pembentukan
kristalnya. Catat sebagai data awal sampel sebelum pengolahan.

Hasil Pengamatan

Nama Sampel Parameter Sebelum Sesudah


pH
Warna
Suhu
Bau
Bau (dipanaskan) Bau : Bau :
Lakmus : Lakmus :
Kekeruhan
Kristal

3
Tugas Mandiri

Menjelaskan diagram alir pengolahan air pada industri berikut :

Air Proses
Air Ketel
Sumber Pengolahan Pengolahan Pengolahan Pengolahan Air Pendingin
Air Secara Fisika Secara Kimia Secara Fisika Khusus Air Sanitasi

Panyaringan Koagulasi Gravity Filter Pelunakan dengan


Kasar Floculasi Pressure Filter Kapur
Plain Sedimentasi Adsorbsi Pelunakan Dengan
Sedimentasi. Aerasi Penukar ion
Demineralisasi
Desinfiction

PERCOBAAN II
PEMBUATAN SABUN TRANSPARAN

I. Tujuan :
1. Mengetahui proses pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
2. Mengetahui tahapan pembuatan Sabun Transparan
3. Mengetahui beberapa analisis mutu VCO

II. Dasar Teori :


Virgin Coconout Oil (VCO) merupakan bahan dasar yang penting dalam pembuatan minyak. Adapun cara
pembuatan minyak menggunakan VCO dapat dilakukan dua proses yaitu pemanasan pada suhu konstan
80 0C atau dibiarkan beberapa hari.
Syarat mutu VCO sesuai SNI 7381: 2008 yaitu :

N Identifikasi Hasil
o
1 Bau Khas kelapa Segar
2 Rasa Normal, khas minyak kelapa
3 Warna Tidak berwarna hingga kuning pucat
4 Densitas 915-920 kg/m2
5 Viskositas -
6 Viskositas di pasaran 43,30 mm2/s
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara
aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam
pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam
pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari
daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium
klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Sabun dibuat dengan reaksi penyabunan sebagai berikut: Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan
menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan
sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :
C3H5(OOCR)3 + 3NaOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR
Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin
sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan
garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah
larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi
sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari
kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat
menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium
hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud
sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak
kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun. Reaksi-reaksi pembuatan sabun :
A. Reaksi Trigliserida

B.Reaksi Sabun Transparan

5
Syarat mutu sabun mandi transparan dan cair sesuai dengan SNI :

No Identifikasi Hasil
Transaparan Cair
1 pH 9-11 8-11
2 FFA (Asam lemak bebas) < 2,5 % -
3 Alkali bebas Max 0,4 % Max 0,1 %
4. Berat jenis - 1,01-1,1

Densitas
Berat jenis adalah perbandingan berat dari volume minyak atau lemak pada suhu 25 0C dengan berat
air pada volume dan suhu yang sama. Berikut rumus menentukan berat jenis yaitu
m
P= v
Katerangan :
P = Berat Jenis
m = berat
v = volume
Titrasi Asam dan Basa
Asam basa yang melibatkan reaksi asam dengan pasangan basa
sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Biasanya sering digunakan untuk melakukan
standarisasi asam oksalat dan natrium hidroksida menggunakan indikator pp pada penentuan asam lemak
bebas, sedangakan standarisasi asam HCl dan natrium karbonat menggunakan indikator MO pada
penentuan alkali bebas

III. Tahap Proses Pembuatan Sabun Transparant


Alat : Bahan :
1. Gelas Kimia 250 mL 1. Asam Oksalat (H2C2O4)
2. Gelas Kimia 500 mL 2. NaOH
3. Stirer 3. Kelapa Parut
4. Termometer 4. Air
5. Batang pengaduk 5. Pewarna
6. Statif & Klem 6. Pewangi
7. Corong pisah 7. Asam stearat
8. Corong 8. Glycerin
9. Kertas saring 9. Gula
10. Serbet 10. Indikator MO
11. Piknometer 11. Etanol 96 % netral
12. Labu ukur 500 mL 12. Indikator PP
13. Labu ukur 250 mL 13. KOH
14. Biuret 14. NaCl

IV. PROSEDUR
 Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO)
1. Siapkan kelapa parut sebanyak 500 gr dan tambahkan air sebanyak 400 mL
2. Peras dengan kain serbet hingga menghasilkan santan
3. Masukkan santan kedalam corong pemisah, lalu diamkan selama ± 1 jam
4. Setelah diendapkan, pisahkan krim dan santan dengan cara membuka tutup corong pisah dan
keluarkan pelan – pelan
5. Lalu, krim yang sudah di dipisah dengan air santan dipanaskan dengan hot plate dengan diaduk –
aduk dan di cek suhunya sampai 80 ̊ C menggunakan termometer
6. Lanjutkan pemanasan hingga diperoleh blondo / ampas minyak yang berwarna putih sedangkan
VCO berwarna putih
7. Lalu, VCO disaring dengan kertas saring lalu dipanaskan dengan menggunakan waterbath pada suhu
60 ̊ C – 80 ̊ C (waktu ± 30 menit).

 Proses Pembuatan Sabun Transparan


1. Mengambil VCO 25 mL kemudian dipanaskan suhu 60-70 0C sambil di stirer.
2. Menambahkan 5 gram asam stearat.
3. Menambahkan 12,5 gram NaOH.
4. Menambahkan 16 mL etanol 96 %.
5. Menambahkan 10 mL gliserin.
6. Menambahkan 10 gram gula pasir (harus dilakukan pemanasan hati-hati sampai mencair dengan
penambahan sedikit air).
7. Setelah semua larut dan homogen tambahkan pewarna dan pewangi secukupnya, aduk sampai rata
kemudian cetak pada wadah cetakan yang disiapkan
8. Lakukan uji mutu

 Proses Pembuatan Sabun Cair


1. Mengambil 20 ml glisein kemudian dipanaskan suhu 60-70 0C sambil di stirer.
2. Menambahkan 3 gram NaCl.
3. Menambahkan 7,5 gram KOH.
4. Menambahkan VCO (setelah dipanaskan).
5. Menunggu proses stirer sampai kental (Soap base)
6. Menambahkan aquades panas hingga mencair.
7. Lakukan uji Muji

 Analisis Mutu VCO


a. Penentuan Warna
VCO yang baik adalah VCO yang berwarna jernih
b. Penentuan Bau
VCO sebaiknya memiliki bau yang khas serta tidak berbau tengik
c. Penentuan Berat Jenis
 Menyuci piknometer sampai bersih
 Melakukan sterisasi dengan cara mengoven piknometer pada suhu 115 0C sampai 1 jam .
 Mendinginkan dengan desikator selama 20 menit.
 Menimbang piknometer kosong
 Mengisi piknometer dengan sampel pada suhu 25 0C
 Menimbang kembali piknometer yang berisi sampel
 Menghitung berat jenis VCO

 Analisa Mutu Sabun transparan dan cair


a. Uji Organoleptik
Sabun transparan berkualitas tidak lembek dan berarir serta berwarna bening dan transparan,
sedangkan sabun cair lebih kelihatan bening juga.

b. Uji pH
 Sabun transparan : Timbang ½ gr sabun transparan, kemudian larutkan dalam air dan ukur pH
dengan indikator universal (pH 9-11).
 Sabun cair : mengambil 2 ml sabun cair kemudian larutkan dalam air dan ukur pH dengan
indikator universal (pH 9-11).
c. Penentuan ALB (Asam Lemak Bebas / FFA)

7
1. Ambil sampel sebanyak 3 gr asam oksalat masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL dan
tambahkan etanol 95% netral sebanyak 50 mL dan panaskan selama 5 menit.
2. Mengambil 25 ml larutan asam oksalat dengan pipet gondok masukkan ke dalam erlenmeyer.
3. Tambahkan 3 tetes indicator PP dan dititrasi dengan larutan NaOH kurang lebih 0,1 N sampai
berubah menjadiwarna merah muda tepat tidak hilang dalam 30 detik
4. Reaksi yang terjadi
2NaOH + (COOH)2 2(COONa)2 + 2H2O
Menghitung Normalitas NaOH kemudian menghitung kadar FFA dengan rumus :
Kadar FFA = N x V x 200 x 100%
W x 1000
N = Konsentrasi NaOH
V = Volume NaOH
200 = Berat molekul asam laurat
W = Berat VCO
d. Penentuan Alkali Bebas
1. Pembuatan larutan stnatar sekunder HCl 0,1 N sebanyak 250 ml
Mendidihkan 250 ml aquades sampai mendidih, mendinginkan beberapan menit kemudian
menambahkan 2,07 ml HCl, kocok dan beri etiket
2. Standarisasi HCl dengan natrium karbonat
Keringkan 0,75 gram natrium karbonat didalam cawan petri dalam oven selama 2 jam pada
temperatur 100-130 0C. Mendinginkan dalam desikator kemudian ditimbang sebanyak 0,1 gram
dan dilarutak dalam 250 ml aquades. Setelah itu diambil 10 ml, ditambahkan methyl orange
kemudian dititrasi dengan HCl.
3. Menghitung Normalitas HCl
4. Prosedur alkali bebas :
 Menimbang 10 gram sabun transparan kemudian dimasukkan erlenmeyer 250 ml.
 Menambahkan 25 ml etanol 96 % kemudian mengocok hingga homogen.
 Menambahkan 3 tetes pp setelah itu melakukan standarisasi HCl
 Mencatat volume HCl

PERCOBAAN III
PEMBUATAN PULP DENGAN PROSES SODA SEMI MEKANIS

I. Tujuan Percobaan
Siswa dapat mengetahui pengaruh kondisi operasi pembuatan pulp proses soda semi mekanis terhadap
perolehan pulp.

II. Dasar Teori


Selulosa merupakan komponen kimia utama sebagai penyusun dinding sel kayu. Selulosa adalah
karbohidrat yang tersusun atas unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Ketersediaan selulosa
dalam jumlah yang banyak pada pulp akan membentuk serat yang kuat, berwarna putih, tidak larut dalam
air dan pelarut-pelarut organik netral, serta tahan terhadap bahan-bahan kimia.
Di dalam biomassa terdiri dari beberapa komponen penyusun, yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.
a. Selulosa
Komponen utama penyusun jaringan dinding sel tumbuh - tumbuhan pada umumnya adalah
selulosa. Proses pembuatan pulp adalah contoh perlakuan fisik dan kimia yang mempunyai tujuan
untuk memisahkan selulosa dari kandungan impuritiesnya.

Gambar 1. Struktur Selulosa


b. Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah bagian dari kelompok polisakarida yang memiliki rantai pendek dan
bercabang.

Gambar 2 Struktur Monomer Pembentuk Hemiselulosa


c. Lignin
Lignin merupakan komponen makromolekul kayu ketiga. Struktur molekul lignin sangat berbeda
bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri atas sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit
fenil propana.

Gambar 3 (1) koniferil alkohol, (2) sinapil alcohol, dan (3) p-koumaril alkohol

Tongkol Jagung
Batang jagung merupakan salah satu sumber biomassa dengan kadar selulosa yang cukup tinggi yaitu
sekitar 42,43%, kadar lignin yang relatif rendah sekitar 21,73% dan hemiselulosa 25,06% sehingga batang
jagung cocok untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kimia seperti pabrik pulp, kertas dan rayon.
Potensi batang jagung di Indonesia cukup bagus untuk dikembangkan, karena ketersediaannya yang cukup
banyak.

Pulp
Pulp atau bubur kertas merupakan serat berwarna putih yang diperoleh melalui proses penyisihan
lignin dari biomassa (Jalaluddin, 2005). Pulp dapat diolah dengan lebih lanjut menjadi kertas, rayon,
selulosa asetat dan turunan selulosa yang lain. Sebagai bahan baku pulp dipakai bahan baku jerami dan

9
merang dan meningkat menjadi bahan baku bambu, ampas, tebu, pohon kapas, serat dan jenis rumput –
rumputan.
Syarat – syarat bahan baku yang digunakan dalam pulp, yakni (Harsini dan Susilowati, 2010) :
a. Berserat
b. Kadar alpha sellulosa lebih dari 40 %
c. Kadar ligninnya kurang dari 25 %
d. Kadar air maksimal 10 %
e. Memiliki kadar abu yang kecil
Faktor yang berpengaruh pada pembuatan pulp adalah sebagai berikut:
a. Larutan pemasak (larutan NaOH, Na2S, dan Na2CO3)
b. Temperatur pemasak dan pengeringan
c. Waktu pemasakan
d. Tekanan
e. Dimensi serat meliputi panjang serat, diameter serta tebal dinding sel.

III. Alat dan Bahan


Alat-alat
1. Labu erlenmeyer 250 ml, 500 ml
2. Pemanas (hot plate)
3. Kain kasa
4. Blender
5. Timbangan
6. Gelas kimia
7. Kertas saring
8. Batang pengaduk.
Bahan
1. Tongkol jagung
2. Larutan NaOH 28%.

IV. Prosedur Kerja


1) Tongkol jagung dipotong-potong kecil lalu dikeringkan.
2) Bahan baku yang telah kering ditimbang sebanyak 50 gram.
3) Larutan NaOH 28% sebanyak 250 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml.
4) Selanjutnya bahan baku yang telah ditimbang, dimasukan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml yang berisi
larutan pemasak NaOH 28%.
5) Erlenmeyer yang berisikan larutan pemasak dan bahan baku diletakkan di atas hot plate dan ditutup
menggunakan labu erlenmeyer 250 ml. Alumunium foil dipasang diantara kedua erlenmeyer untuk
menutup celah antara keduanya sehingga tidak ada uap yang keluar saat pemasakan.
6) Pemanas dinyalakan dan diset pengatur suhunya pada setting tinggi untuk mempercepat pemanasan.
7) Pemanas diset pengatur suhunya pada setting menengah jika larutan pemasak telah mendidih untuk
memperlambat dan menyeragamkan pendidihan pada semua bahan baku yang dimasak.
8) Saat pendidihan telah berlangsung baik, waktu reaksi mulai dihitung, lamanya pemasakan dibiarkan
berlangsung selama 90 menit. Setiap 15 menit dilakukan pengadukan.
9) Setelah waktu pemasakan dicapai, pemanas dimatikan dan labu erlenmeyer dipindahkan dari pemanas
dan dibiarkan dingin selama 15-30 menit.
10) Bahan termasak yang telah dingin disaring menggunakan kain kasa dan diperas untuk meniris sisa
cairan pemasakan.
11) Bahan termasak dalam kain kasa dibilas kembali dengan air keran, sampai kira-kira cukup
bersih.
12) Setelah bahan termasak selesai dibilas, bahan dimasukan ke blender dan air keran ditambahkan ke
dalam blender. Blender dinyalakan dengan setting kecepatan 1 selama 1 menit.
13) Bahan yang telah diblender ditiris dalam kain kasa, kemudian diperas untuk membuang sisa cairan.
14) Setelah seluruh cairan menetes dari padatan yang tersaring, bahan dikeringkan di udara terbuka selama
satu malam.
15) Setelah dikeringkan di udara terbuka selama satu malam, bahan dikeringkan di oven.
16) Proses pengeringan dilakukan hingga berat bahan konstan (tidak ada kandungan air pada bahan).
17) Percobaan dilakukan lagi dengan variasi lama pemasakan 120 menit.

Hasil pengamatan pada variasi lama pemasakan 1,5 jam dan 2 jam.

Hasil Pengamatan
Pengamatan
Run 1 Run 2
(Pemasakan 1,5 jam) (Pemasakan 2 jam)

Warna = Warna
Larutan pemasak sebelum mendidih
pH = pH =

Warna = Warna =
Larutan pemasak setelah proses pemasakan
pH = pH =

Lama pendidihan ... menit ... menit

Berat pulp basah


... gram ... gram
(sebelum dikeringkan)

Berat pulp kering


... gram ... gram
(setelah dikeringkan selama 2 hari)

Kadar air
... % ... %
(setelah dikeringkan selama 2 hari)

Yield pulp ... % ... %

Perbandingan kualitas pulp pada variasi lama pemasakan 1,5 jam dan 2 jam

11
Setelah Dimasak dan Dicuci Setelah Diblender dan Ditiriskan
Pengamatan

Run 1 Run 2 Run 1 Run 2

Warna

Tekstur

Penampilan

Rasa ditangan

PERCOBAAN IV
PEMBUATAN KERAMIK

I. Tujuan :
Mengetahui proses industri dalam pembuatan keramik.

II. Dasar Teori :


Keramik secara ilmiah adalah benda-benda yang dibuat dari bahan lunak dari alam yang dijadikan
keras dengan cara pemanasan. Material keramik adalah non logam, senyawa anorganik, biasanya senyawa
ikatan oksigen, karbon, nitrogen, boron dan silikon. Umumnya ada tiga bahan baku utama yang digunakan
untuk membuat produk keramik, yaitu : lempung, feldspar dan pasir. Lempung adalah aluminium silikat
hidrat yang tidak terlalu murni yang terbentuk sebagai hasil pelapukan dari batuan beku yang mengandung
feldspar sebagai mineral asli yang penting. Reaksinya dapat dilukiskan sebagai berikut :
K2O.Al2SO3.6SiO2 + CO2 + 2H2O → K2CO3 + Al2O3.2SiO2.2H2O + 4SiO2
Ada sejumlah speises mineral yang disebut mineral lempung (clay mineral) yang mengandung
terutama campuran kaolinit (Al2O3.2SiO2.2H2O), montmorilonit [(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O] dan ilit
(K2O, MgO, Al2O3, dan SiO2.2H2O).
Ada beberapa tahapan proses yang harus dilakukan untuk membuat suatu produk keramik, yaitu:
1. Pemilihan bahan baku. Pemilihan bahan baku bertujuan untuk memilih bahan baku yang dianggap
baik dan cocok digunakan untuk pembuatan keramik yang diinginkan.
2. Pembutiran. Pembutiran adalah untuk memisahkan material dengan ukuran yang tidak sama menjadi
seragam. Dalam arti pembutiran ini membuat bahan baku yang tadinya memiliki ukuran butir yang
tidak sama menjadi sama besar. Ukuran butir biasanya menggunakan ukuran mesh. Ukuran yang
lazim digunakan adalah 60 – 100 mesh.
3. Pencampuran bahan. Pencampuran memiliki tujuan untuk mendapatkan campuran bahan yang
homogen/seragam. Umumnunya pencampuran dapat dilakukan dengan cara manual maupun masinal
dengan blunger maupun mixer.
4. Pembentukan (Pencetakan). Tahap pembentukan adalah tahap mengubah bongkahan badan tanah
liat plastis menjadi benda-benda yang dikehendaki. Ada beberapa keteknikan utama dalam
membentuk benda keramik, yaitu:
 Die pressing
Bahan baku keramik dibuat menjadi bubuk, kemudian dicampur dengan suatu bahan organik yang
berfungsi sebagai pengikat (binder), lalu dimasukkan kedalam cetakan (die) dan ditekan (press)
untuk mendapatkan bentuk padat yang kuat.
 Rubber mold pressing
Bubuk (powder) dimasukkan kedalam karet kemudian dibentuk dalam ruang pencetakan
hidrostatik. Bubuk ditekan/press serba sama sehingga dihasilkan produk.
 Extursion molding
Bubuk/powder di ekstrusi dengan campuran plastik yang kaku dan kemudian dimasukkan ke
dalam cetakan. Setelah itu dipotong-potong menjadi batangan-batangan.
 Slip casting
Suspensi diperkeras dengan pelumas (cubrican) kemudian dimasukkan kedalam cetakan cribs yang
berpori. Air akan terserap cetakan dan segera terbentuk lapisan lempeng yang kuat.
 Injection molding
Bubuk/powder dicampur dengan bahan plastik, proses pembentukkannya sama dengan proses
pembentukan plastik. Bahan plastik sangat sulit dihilangkan.
5. Pengeringan. Setelah benda keramik selesai dibentuk, maka tahap selanjutnya adalah pengeringan.
Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghilangkan air plastis yang terikat pada badan keramik.
Apabila badan keramik plastis dikeringkan akan terjadi tiga proses, yaitu:
a. Air pada lapisan antarpartikel lempung mendifusi ke permukaan, menguap, sampai akhirnya
partikel-partikel saling bersentuhan dan penyusutan berhenti
b. Air dalam pori hilang tanpa terjadi susut
c. Air yang terserap pada permukaan partikel hilang.

Tahap-tahap ini menerangkan mengapa harus dilakukan proses pengeringan secara lambat untuk
menghindari retak/cracking terlebih pada tahap 1 (Norton, 1975/1976). Proses yang terlalu cepat akan
mengakibatkan keretakkan dikarenakan hilangnya air secara tiba-tiba tanpa diimbangi penataan
partikel tanah liat secara sempurna, yang mengakibatkan penyusutan mendadak. Untuk menghindari
pengeringan yang terlalu cepat, pada tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu kamar.
6. Penimbangan (massa kering). Setelah keramik dikeringkan secara lambat dengan cara diangin-
anginkan pada suhu kamar, langkah selanjutnya adalah ditimbang. Proses penimbangan bertujuan
13
untuk mengetahui besarnya massa kering sampel keramik yang selanjutnya nanti akan di bandingkan
dengan besarnya massa keramik setelah dibakar.
7. Pembakaran. Pembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik dimana proses ini mengubah
massa yang rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan dalam sebuah
tungku/furnace suhu tinggi. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi hasil pembakaran: suhu
sintering/matang, atmosfer tungku dan tentu saja mineral yang terlibat (Magetti, 1982). Selama
pembakaran, badan keramik mengalami beberapa reaksi-reaksi penting, hilang/muncul fase-fase
mineral, dan hilang berat (weight loss). Umumnya padatan keramik sebelum dibakar terdiri dari
grain-grain yang dipisahkan oleh porositas (25%-60%), tergantung dari bahan-bahan dan metode
pembentukkannya untuk memaksimalkan sifat-sifat seperti: kekerasan, konduktivitas thermal, dll.
Proses pembakaran keramik 700 C, tujuannya untuk mengumpulkan partikel-partikel menjadi massa
yang koheren, menghilangkan porositas.
Proses sintering mengakibatkan : 900 0C – 1800 0C
a. perubahan ukuran dan bentuk grain
b. perubahan pori
c. perubahan ukuran pori

Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya luas permukaan total, berkurangnya volume total dan
mengakibatkan kekuatan. Selama proses sintering ini partikel-partikel keramik akan saling berdekatan
dan bentuk pori menjadi lebih steris dan ukurannya kecil. Penyusutan Akibat Pembakaran Proses
densifikasi pada sintering telah menyebabkan terjadinya penyusutan, besar penyusutan ini bergantung
pada besarnya temperatur dan lamanya waktu pembakaran, juga erat hubungannya dengan keadaan
awal porositas. Tidak semua proses penyusutan berlangsung merata. Penyusutan yang tidak merata
dapat terjadi karena :

a. Perbedaan ukuran butir


b. Distribusi temperatur tidak merata
c. Waktu sintering yang berbeda untuk setiap titik
d. Adanya penyusutan anisotropik dan orientasi partikel
e. Komposisi dari campuran
f. Pada proses pencetakan/pembentukan sampel dengan cara dry pressing kurang teliti
8. Pendinginan/penahanan. Setelah benda keramik selesai dibakar, maka tahap selanjutnya adalah
pendinginan. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghindari terjadinya degradasi partikel-
partikel dari luar yang akan mengganggu keramik yang telah dibuat. Pendinginan dilakukan secara
lambat, hal ini perlu dilakukan karena pendinginan yang terlalu cepat dapat mengakibatkan keramik
menjadi tidak bagus.
9. Penimbangan massa setelah dibakar. Setelah keramik didinginkan secara lambat. Langkah
selanjutnya adalah ditimbang. Kegunaan dari proses penimbangan ini adalah untuk mengetahui
besarnya massa keramik setelah dibakar yang selanjutnya nanti akan di bandingkan dengan besarnya
massa keramik sebelum dibakar.
10. Pengujian. Setelah semua langkah-langkah dalam pembuatan keramik telah selesai dilakukan.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap keramik yang telah dibuat. Kegunaan dari
pengujian ini adalah agar kita dapat melihat sifat fisis dan mekanik dari keramik yang telah dibuat.
Kesemua proses dalam pembuatan keramik akan menentukan produk yang dihasilkan. Oleh karena
itu kecermatan dalam melakukan tahapan demi tahapan sangat diperlukan untuk menghasilkan suatu
produk keramik yang memuaskan.

III. Alat dan Bahan


1. Tanah liat
2. Pasir halus
3. Abu
4. Ember
5. Pengaduk
6. Saringan mass 60
7. Cetakan gips
8. Plastik

IV. Prosedur Kerja

1 2 3 4

5 6 7
Kemudian bentuk sesuai kekreatifan kalian dan jemur di bawah sinar matahari hingga kering, jika
sudah kering lanjutkan pada tahap pemanasan dengan tanur

PERCOBAAN V
PENERAPAN PEMBUATAN GULA TEBU

I. Tujuan
Mengetahui proses pembuatan Gula Tebu

II. Dasar Teori


Dalam kehidupan sehari-hari orang telah mengenal gula sebagai bahan makanan pokok, baik untuk
minuman ataupun makanan. Sebagai sumerr utama dari gula adalah dari berbagai macam tanaman, yang
dapat digolongkan sebagai penghasil gula antara lain : tebu, beet, kelapa aren ( enau ). Untuk daerah tropis
tebu merupakan tanaman utama sebagai penghasil gula, dismping kelapa dan enau. Tebu mengandung
hidrokarbon yang terjadi dalam tanaman karena proses fotosintesa. Karbohidrat-karbohidrat ini terdiri dari
monosakarida ( glukosa, fruktosa ), disakarida ( sakharosa ), dan polisakharida ( selulosa ).
15
Proses Pembuatan Gula
Pembuatan gula dari tebu adalah proses pemisahan sakharosa yang terdapat dalam batang tebu dari
zat-zat lain seperti air, zat organic, sabut. Pemisahan dilakukan secara bertingkat dengan jalan tebu
digiling dalam beberapa mesin penggiling sehingga diperoleh cairan yang disebut nira. Nira yang
diperoleh dari mesin penggiling dibersihkan dari zat-zat bukan gula dengan pemanasan dan penambahan
zat kimia. Sedangkan ampas digunakan bahan ketel uap.
1. Pemurnian Nira Pelaksanaan pemurnian dalam pembuatan gula dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a. Proses Defekasi Pemurnian
Cara Defekasi adalah car pemurnian yang paling sederhana, bahan pembantu hanya berupa
kapur tohor. Kapur tohor hanya digunakan untuk menetralkan asam-asam yang terdapat dalam
nira. Nira yang telah diperoleh dari mesin penggiling diberi kapur sampai diperoleh harga pH
sedikit alkalis ( pH 7,2 ). Nira yang telah diberi kapur kemudian dipanaskan sampai mendidih.
Endapan yang terjadi dipisahkan
b. Proses Sulfitasi
Pada pemurnian cara sulfitasi pemberian kapur berlebihan . Kelebihan kapur ini dinetralkan
kembali dengan gas sulfite. Penambahan gas SO2 menyebabkan : SO2 bergabung dengan CaO
membentuk CaSO3 yang mengendap. SO2 memperlambat reaksi antara asam amino dan gula
reduksi yang dapat mengakibatkan terbentuknya zat warna gelap. SO2 dalam larutan asam dapat
mereduksi ion ferrri sehingga menurunkan efek oksidasi. Pelaksanaan proses sulfitasi adalah
sebagai berikut :
 Sulfitasi dingin Nira mentah disulfitasi sampai pH 3,8 kemudian diberi kapur sampai pH 7.
Setelah itu dipanaskan sampai mendidih dan kotorannya diendapkan
 Sulfitasi panas Pada proses sulfitasi terbentuk garam CaSO3 yang lebih mudah larut dalam
keadaan dingin, sehingga waktu dipanaskan akan terjadi endapan pada pipa pemanas. Untuk
mencegah hal ini pelaksanaan proses sulfitasi dimodifikasi sebagai berkut : Dimulai dengan
nira mentah yang dipanaskan sampai 70-80 0C, disulfitasi, deberi kapur, dipanaskan sampai
mendidih dan akhirnya diendapkan. Pada suhu kira-kira 750C kelarutan CaSO3 paling kecil.
 Pengapuran sebagian dan sulfitasi Bila dicara sulfitasi panas tidak dapat memberikan hasil
yang baik maka dipakai cara modifikasi berikut : pengapuran pertama sampai pH 8,0
pemanasan sampai 50-700C, sulfitasi sampai pH 5,1 – 5,3 pengapuran kedua sampai pH 7 –
7,2 dilanjutkan dengan pemanasan dengan pemanasan sampai mendidih dan pengendapan.
Pelaksanaan sulfitasi dipandang dari sudut kimia dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Sulfitasi Asam Nira mentah disulfitasi dengan SO2 sehingga dicapai pH nira 3,2. Sesudah
sulfitasi nira diberi larutan kapur sehingga pH 7,0 – 7,3
2. Sulfitasi Alkalis Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 10,5 dan sesudah itu diberi
SO2 pH nira menjadi 7,0 – 7,3
3. Sulfitasi netral Pemberian larutan kapur sehingga pH nira 8,5 dan ditambah gas SO2 pH
nira menjadi 7,0 – 7,3.
 Proses Karbonatasi
Proses Karbonat Cara ini merupakan cara yang paling baik disbanding dengan keduacara
diatas. Sebagai bahan pembantu untuk pemurnian nira adalah susu kapur dan gas CO2.
Pemberian susu kapur berlebihan kemudian ditambah gas CO2 yang berguna utnuk
menetralkan kelebihan susu sehingga kotoran-kotoran yang terdapat dalam nira akan diikat.
Reaksi : Ca (OH)2 ----- CaCO3 + H2O
2. Penguapan Nira yang telah mengalami proses pemurnian masih mengandung air, air ini harus
dipisahkan dengan menggunakan alat penguap. Penguapan adalah suatu proses menghilangkan zat
pelarut dari dalam larutan dengan menggunakan panas. Zat pelarut dalam proses penguapan nira
adalah air. Bila nira dipanaskan terjadi penguapan molekul air. Akibat penguapan, nia akan menjadi
kental. Sumber panas yang digunakan adalah uap panas. Pada pemakaian uap panas terjadilah
peristiwa pengembunan. Sistem penguapan yang dipakai perusahaan gula adalah penguapan efek
banyak.
3. Pengkristalan Proses pengkristalan adalah salah satu langkah dalam rangkaian proses di pabrik gula
dimana akan dikerjakan pengkristalan gula dari larutan yang mengandung gula. Dalam larutan encer
jarak antara molekul satu dengan yang lain masih cukup besar. Pada proses penguapan jarak antara
masing-masing molekul dalam larutan tersebut saling mendekat. Apabila jaraknya sudah cukup dekat
masing-masing molekul dapat saling tarik menarik. Apabila pada saat itu disekitarnya terdapat
sakharosa yang melarut dan molekul sakharosa yang menempel, keadaan ini disebut sebagai larutan
jenuh. Pada tahap selanjutnya, bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat
saling bergabung dan membentuk rantai-rantai molekul sakharosa. Sedangkan pada pemekatan lebih
tinggi maka rantai-rantai sakharosa tersebut akan dapat saling bergabung pula dan membentuk suatu
kerangka atau pola kristal sakharosa.
4. Pengeringan Gula yang keluar dari alat pemutar ditampung dalam alat getar ( talang goyang ). Talang
goyang ini selain berfungsi sebagai alat pengengkut, juga sebagai alat pengering gula. Pengeringan ini
menggunakan udara yang dihembuskan dari bawah, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kadar air
dalam gula. Setelah pengeringan gla dimasukkan dalam karung dan disimpan digudang.

PERCOBAAN VI
PENYEPUHAN LOGAM FE DANGAN CU

III. Tujuan
Mengetahui cara menghindari perkaratan pada Fe dengan cara dilapisi Cu.

IV. Dasar Teori


Elektrolisis
Sel volta bekerja menghasilkan listrik akibat reaksi redoks yang berlangsung spontan. Proses ini dapat
dibalik, yakni mengubah reaksi redoks tidak spontan hingga terjadi reaksi reoks dengan menggunakan
arus listrik. Misalnya leburan CuCl2 dapat diuraikan dengan arus listrik menjadi zat-zat penyusunnya
dengan reaksi :
17
leburan CuCl2 (l) Cu2+(aq) + Cl-(aq)
Katoda : Cu2+(aq) + 2e Cu (s)
-
Anoda : 2Cl (aq) Cl2 (g) + 2e
Reaksi penguraian ini berlangsung oleh arus listrik dari luar, karena dengan rekasi elektrolisis.
Tempatnya berlangsungnya reaksi elektrolis disebut dengan sel elektrolisis.
Reaksi-reaksi Elektrolisis
Rekasi-reaksi yang terjadi pada sel elektrolisis dapat berlangsung pada 3 sistem yang berbeda:
1. Sel dengan elektrolit lelehan
Elektrolit yang digunakan merupakan suatu lelehan zat misalnya LiCl. Maka reaksi elektrokimia
yang terjadi adalah
Anoda : 2Cl- (aq) Cl2 (g) + 2e
+
Katoda : 2Li (aq) + 2e 2Li(s)
+ -
Rekasi sel : 2Li (l) + 2Cl 2Li(s) + Cl2 (g)

2. Sel dengan elektrolit dan electrode tidak reaktif (inert)


Saat digunakan larutan, maka pada saat terjadi reaksi redoks dalam anode dalam anode maupun
katode akan terjadi persaingan antara spesi zat terlarut dan pelarutnya. Lebih jelasnya, perhatikan
contoh berikut.
Rekasi elektrolisis larutan NaCl menggunakan electrode Pt
Anoda : 2Cl- (aq) Cl2 (g) + 2e E0 = -1,36 V
2H2O (l) 4H+ (aq) + O2 (g) + 4e E0 = -1,23 V
Katoda : 2Na+ (aq) + e Na (s) E0 = -2,71 V
2H2O (l) + 2e H2 (g) + 2OH- (aq) E0 = -0,83 V

Dari reaksi-reaksi diatas, kira-kira spesi manakah yang mengalami oksidasi/reduksi?

Spesi yang mudah teroksidasi/terekdusi adalah spesi yang memiliki potensial reduksi yang lebih
besar atau lebih positif. Sehingga spesi yang tereduksi pada katode adalah pelarutnya (H 2O) yang
ditandai dengan warna merah ketika ditambahkan indikator PP. Pada anode, ketentuan ini sedikit
berbeda, tetapi menunjukkan bahwa H2O cenderung untuk teroksidasi. Akan tetapi, dari percobaan
ternyata gas yang dibebaskan pada anode adalah Cl2 bukan O2. Dalam mengkaji proses elektrolitik,
kita terkadang menemukan fakta bahwa voltase yang diperlukan dalam melangsungkan satu reaksi
lebih tinggi dari yang ditunjukkan oleh potensial elektrode. Hal ini diakibatkan oleh overvoltase yang
merupakan selisih antara potensial elektode dan voltase yang dibutuhkan untuk melakukan
elektrolisis. Overvoltase untuk O2 cukup tinggi. Jadi pada kondisi normal adalah gas Cl2 yang
terbentuk.
3. Sel dengan elektrolit dan electrode aktif

Pada elektrolisis yang menggunakan elektrolit larutan dan electrode aktif, maka electrode aktif
ini akan mengalami reaksi redoks bersamaan dengan elektrodanya. Misalnya reaksi elektrolisis
larutan CuSO4 .
Anoda : Cu (s) Cu2+ (aq) + 2e E0 = -0,34 V
2H2O (l) 4H+ (aq) + O2 (g) + 4e E0 = -1,23 V
Katoda : Cu2+ (aq) + 2e Cu(s) E0 = +0,34 V
2H2O (l) + 2e H2 (g) + 2OH- (aq) E0 = -0,83 V
Sesuai dengan ketentuan yang dielaskan sebelumnya, maka reaksi yang terjadi adalah
Anoda : Cu (s) Cu2+ (aq) + 2e E0 = -0,34 V
2+
Katoda : Cu (aq) + 2e Cu(s) E0 = +0,34 V
Rekasi sel : Cu2+ (aq) + Cu (s) Cu (s) + Cu2+ (aq)

Asepek Kuantitatif pada Elektrolisis


1. Hukum faraday I
Aspek kualitatif pada elektrolisis telah dipelajarai secara mendalam terutama oleh Michael
Faraday. Ia mengemukakan bahwa massa zat yang diendapkan atau dibebaskan pada electrode (w)
berbanding lurus dengan jumlah muatan yang digunakan (Q). jumlah muatan listrik yang dipakai
diperoleh aliran listrik yang besarnya bergantung dri kuat arus (I) dan lamanya listrik yang mengalir
dalam sirkuit (t). umlah muatan listrik dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
Q=Ixt
Dengan Q adalah muatan listrik (coulomb, C), I adalah kuat arus (ampere, A), dan t adalah waktu
(detik, s). Sepertinya yang telah dijelaskan pada bagian kespontanan reaksi redoks, muatan listrik
untuk 1 elektron adalah sebesar 1,602 x 10 -19 C, jadi untuk 1 mol elektron mengandung muatan
listrik sebesar 96500 C. Dengan deikian, muatan listrik yang dibutuhkan berbanding lurus dengan
mol elektron dan dirumuskan sebagai berikut.
Q = n x F atau Q = n x F
Dengan menggunakan persamaan tersebut, kita dapat menentukan jumlah elektron yang mengalir
dalam rangkaian ketika diberikan arus dan waktu tertentu. Selanjutnya dapat ditentukan jumlah mol
produk yang terbentuk pada electrode sel elektrolisis.
2. Hukum faraday II
Faraday juga mengemukakan bahwa jika sejumlah listrik yang sama dialirkan ke dalam 2 atau
lebih sel ara seri, maka massa zat-zat yang terbentuk sama dengan perbandingan massa ekivalennya
(e). Jika terdapa 2 macam zat A dan B, maka
WA/eA = WB/eB
19
Electroplating
Electroplating atau penyepuhan merupakan suatu proses yang menggunakan prinsip elekrolisis. Pada
proses ini, dilakukan pelapisan suatu logam yang umumnya kurang berharga menjadi logam yang
memiliki tampilan fisik yang lebih baik, misalnya lebih bercahaya, tampak seperti logam mulia. Selain itu,
penyepuhan juga memiliki manfaat lain diantaranya melindungi logam agar tidak mudah berkarat.
Penyepuhan melibatkan adanya aliran listrik melalui suatu larutan yang disebut elektrolit. Hal ini
menghubungkan kedua elekroda tersebut dengan sumber arus listrik. Logam yang akan disepuh (dilapisi)
dijadikan sebagai katoda (kutub negating) sedangkan logam yang digunakan untuk menyepuh (melapisi)
dijadikan sebagai anoda (kutub positif). Selama proses elektrolisis, logam yang berfungsi sebagai pelapis
akan terkumpul pada katoda sedangkan logam yang berfungsi sebagai anoda akan larut dalam elektrolit.
Sebagai contoh sendok aluminium yang akan dilapisi nikel sehingga sendok awet dan penampilannya
lebih menarik. Dalam hal ini, sendok dipasang katode dan logam nikel sebagai anode dalam larutan nike
nitrat (Ni(NO3)2 seperti yang Nampak pada gambar dibawah ini.
Proses yang terjadi pada sel elektrolisis dapat dipahami secara mikroskopis dan makroskopis. Secara
makroskopis dapat diketahui dari adanya migrasi ion, migrasi electron, persaingan ion dalam reaksi, reaksi
yang terjadi. Secara mikroskopis dapat diketahui dari data yang diamati selama percobaan dan
mikroskopis.
Sebuah sel elektrolisis tersusun atas dua elektroda yang dihubungkan dengan baterai. Baterai
bertindak sebagai sumber electron yang mengalirkan electron ke salah satu electron untuk ditangkap oleh
ion positif dalam larutan dan elektroda yang lain menerima electron dilepaskan oleh ion tertentu.
Elektroda yang dihubngkan dengan kutub (-) baterai akan mendapat aliran electron dari baterai, sehingga
elektroda ini kaya dengan electron. Electron di lektroda ini disumbangkan ke ion positif di dalam elektrolit
dan terjadi reaksi reduksi, karenanya elektroda ini disebut dengan katoda sedangkan yang dihubungkan
dengan kutub (+) baterau menerima electron yang dilepas oleh spesies-spesies dalam eektrolit ini disebut
anoda. Skema endasar elektrolisis.

. Gambar 2 Electroplating
V. Alat dan Bahan
1. Kabel mulut buaya Gambar :
2. Lempengan tembaga murni
3. Paku besi
4. Stopwatch
5. Gelas Ukur
6. Baterai
7. Pipa U
8. CuSO4 0,01 M

VI. Langkah Kerja


1. Amplas Cu dan Fe (paku) hingga bersih
2. Timbang Fe( paku ) yang sudah dikeringkan
3. Tempatkan tembaga murni sebagai ( + )
4. Tempatkan paku sebagai anode ( - )
5. Isikan larutan CuSO4 0,01 M ke dalam pipa U
6. Celupkan tembaga murni dan paku yang telah dihubungkan dengan daya (baterai) kedalam cairan
CuSO4 0,01 M dalam pipa U
7. Tunggu 30 menit hingga Cu melapisi Fe dengan sempurna .
8. Amati dengan seksama setiap perubahan.
9. Angkat elektroda paku dan amati. Bandingkan massa Cu yang melapisi paku secara teori menurut
Hukum Faraday I dan hasil praktiku

21

Anda mungkin juga menyukai