Anda di halaman 1dari 19

EKSTENSIBILITAS DAN ELASTISITAS OTOT

Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia
Yang dibina oleh:
Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si
Wira Eka Putra, S.Si., M.Med.Sc.

Disusun oleh :
Ade Wahyu Pratama 180342618041
Irwansyah Nur Oktafian 180342618025
Lutfiana Azizah K. 170341615111
Nanda Irna Damayanti 180342618084
Nonnes Amanda 180342618077
Qori Dini Ayu F. 180342618028

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI BIOLOGI
SEPTEMBER 2019
A. Tanggal Kegiatan : 18 September 2019
B. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahsiswa tentang
sifat ektansibiitas dan elastisitas otot polos dan otot lurik, serta mampu
mengembangkan lewat penelitian.
C. Dasar Teori
Sel-sel otot memiliki sifat khusus yang tidak dimiliki oleh sel-sel lain yaitu
sifat ekstensibilitas, elastisitas, dan kontraktilitas. Ekstensiilitas artinya sel-sel
dapat meregang (memanjang) sampai batas tertentu apabila kepadanya
diberikan gaya (beban atau tarikan). Sedangkan elastisitas artinya sel-sel otot
dapat kembali pada bentuk semula apabila gaya yang diberikan kepadanya
dihilangkan. (Susilowati, 2016)
Jaringan otot mempunyai kemampuan untuk ekstensibilitas yaitu
kemampuan otot untuk mengulur atau memanjang. Elastisitas yaitu
kemampuan otot untuk kembali kepanjang semula atau normal. Irritabilitas
yaitu kemampuan otot untuk merespon rangsang. Kontraktibilitas yaitu
kemampuan otot untuk memanjang dan memendek, kemampuan ini dimiliki
oleh semua jenis otot baik otot jantung, otot rangka atau skeletal maupun otot
polos (Rahmatullah, 2005)
Perbedaan struktur jaringan otot polos dengan otot lurik berpengaruh
terhadap sifat ekstensibilitas dan elastisitasnya. Percobaan kali ini didasarkan
pada beberapa prinsip dasar yaitu
 Otot yang digunakan harus memiliki penampang dan panjang yang
relatif sama
 Ekstensibilitas diukur dari selisi panjang oto sebelum dan sesudah
diberi beban
 Elastisitas diukur dari selisih panjang otot sebelum dan sesudah beban
dihilangkan
 Otot dikatakan memiliki ekstensibilitas lebih besar apabila diberi beban
sam, otot mampu meregang lebih panjang
 Otot dikatakan tidak memiliki ekstensibilitas apabila otot diberi beban
cukup otot tidak memanjang sama sekali
 Otot dikatakan memiliki elastisitas 100% apabila beban yang diberikan
pada otot dihilangkan maka ototmampu kembali kebentuk semula

D. Alat dan Bahan


Alat :
- Papan dan alat seksi
- Gelas arloji
- Tiang penggantung
- Benang besar
- Beban logam
- Pipet tetes
- Kain lap
- Statif

Bahan :
- Katak hijau
- Larutan ringer
- Plastik
- Kapas

E. Prosedur Kerja

1. Membuat sediaan Otot Lurik

Disiapkan katak, alat seksi, dan papan seksi

Dirusak otak katak dengan cara single pith

Ditelentangkan katak menggunakan penusuk pada papan seksi

Dipisahkan dengan hati-hati kulit pada daerah abdomen (perut)


katak dengan menggunakan alat seksi sampai nampak otot rectus
abdominisnya, ditetesi otot rectus abdominisnya dengan larutan
Ringer (ditetesi terus, otot jangan sampai kering)
Dibuat potongan longitudinal pada otot rektus abdominis (dipotong
selebar mungkin terlebih dahulu pada ototnya), di buat potongan
dengan panjang 5 cm dan lebar sama dengan lebar usus katak. Dan
dibuat 3 potongan

Direndam potongan-potongan otot tersebut dalam larutan ringer


pada gelas arloji (pastikan semua potongan terendam dan dijaga
otot tetap basah dengan larutan Ringer), kemudian diistirahatkan
selama 2-3 menit

HASIL

2. Membuat Sediaan Otot Polos

Digunakan kembali katak yang sama, dibedah katak sampai terlihat


ususnya, dikeluarkan ususnya dari dalam rongga abdomen (usus
yang digunakan usus halus)

Dengan hati-hati dibersihkan usus katak dengan cara mengeluarkan


kotorannya (dilakukan dengan cara memencet/ditekan-tekan usus
pelan-pelan agar kotoran keluar, lalu dibilas dengan air)

Di potong usus sepanjang 5 cm, dan dibuat sebanyak 3 potongan


Direndam potongan-potongan otot tersebut dalam larutan ringer
pada gelas arloji (pastikan semua potongan terendam dan dijaga
otot tetap basah dengan larutan Ringer), kemudian diistirahatkan
selama 2-3 menit

HASIL

3. Mengukur Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot Lurik

Digunakan hasil sediaan otot lurik (otot rektus abdominis) yang


telah diistirahatkan. Diikat kedua ujung otot rektus abdominis
dengan seutas tali dan diusahakan ikatan tidak terlalu kuat atau
terlalu longgar (diikat dengan jarak tali satu dan lainnya 3 cm)
Diikatkan benang salah satu ujung otot rektus abdominis pada
penggantung, sedangkan ujung yang lain diikatkan pada tempat
beban (panjang tali + 15-20 cm)

Diukur panjang otot rektus abdominis diantara kedua ikatan


sebelum diberi beban (diberi kode PO1) (diukur dari ikatan satu ke
ikatan kedua)

Ditambahkan berturut-turut 10 gram beban sampai 50 gram (diberi


kode P50), diukur panjang otot pada setiap kali penambahan 10
gram (sebanyak 5 kali hingga mencapai 50 gram)

Dikurangi berturut-turut 10 gram, sampai akhirnya tanpa beban


(diberi kode PO2), diukur panjang otot pada setiap kali pengurangan
beban 10 gram (hingga mencapai tanpa beban atau 0 gram)

Dicatat hasil pada tabel pengamatan

HASIL

4. Mengukur Ekstensibilitas dan Elastisitas Otot Polos

Digunakan hasil sediaan otot polos (usus halus) yang telah


diistirahatkan. Diikat kedua ujung otot polos dengan seutas tali dan
diusahakan ikatan tidak terlalu kuat atau terlalu longgar (diikat
dengan jarak tali satu dan lainnya 3 cm)

Diikatkan benang salah satu ujung otot polos pada penggantung,


sedangkan ujung yang lain diikatkan pada tempat beban
(panjang tali + 15-20 cm)
Diukur panjang otot polos diantara kedua ikatan sebelum diberi
beban (diberi kode PO1) (diukur dari ikatan satu ke ikatan kedua)

Ditambahkan berturut-turut 10 gram beban sampai 50 gram (diberi


kode P50), diukur panjang otot pada setiap kali penambahan 10
gram (sebanyak 5 kali hingga mencapai 50 gram)
Dikurangi berturut-turut 10 gram, sampai akhirnya tanpa beban
(diberi kode PO2), diukur panjang otot pada setiap kali pengurangan
beban 10 gram (hingga mencapai tanpa beban atau 0 gram)

Dicatat hasil pada tabel pengamatan

HASIL

F. Data Pengamatan

PERLAKUAN OTOT OTOT


LURIK POLOS

(cm) (cm)

Ekstensibilitas
P
1. Panjang P01 (Panjang awal tanpa 3 3
E beban)
N
2. Panjang P10
4 3,7
A

M
3. Panjang P20
B 4,5 4,3
A

H 4. Panjang P30
4,8 4,9
A

N
5. Panjang P40
5,2 5,0

6. Panjang P50
5,3 5,3
Elastisitas

P 1. Panjang P40 5 5,5


E

N
2. Panjang P30 4,8 5,4
G

R 3. Panjang P20 4,5 5,4

N
4. Panjang P10 4,4 5,3
G

A
5. Panjang P02 (panjang akhir tanpa 4 5,1
N
beban)

OTOT LURIK
P50−PO1 5,3−3
- Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−4
- Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = 5,3−3 x 100 %
1,3
= 2,3 x 100 % = 56,52%

OTOT POLOS
P50−PO1 5,3−3
- Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−5,1
- Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = x 100 %
5,3−3
0,2
= 2,3 x 100 % = 8,7%
G. Analisis Data
Pada praktikum ekstensibilitas dan elastisitas otot pada katak terdapat 6
perlakuan yaitu penambahan beban mulai dari 0g, 10g, 20g, 30g, 40g, sampai 50g
untuk mempelajari tentang sifat ekstensibilitas dari otot lurik dan otot polos pada
katak. Dan pengurangan beban dimulai dari 40g, 30g, 20g, 10g, sampai 0g untuk
mempelajari sifat elastisitas otot lurik (otot rectus abdominalis) dan otot polos (otot
usus halus) pada katak.

Pada pengamatan ekstensibilitas otot lurik pada katak. Perlakuan 1, otot


lurik tidak ditambahkan beban, panjang otot lurik adalah 3 cm (P0). Perlakuan 2,
otot lurik diberi beban sebesar 10g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi 4
cm (P10). Perlakuan 3, otot lurik diberi beban sebesar 20g, otot lurik mengalami
pemanjangan menjadi 4,5 cm (P20). Perlakuan 4, otot lurik diberi beban sebesar
30g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi 4,8 cm (P30). Perlakuan 5, otot
lurik diberi beban sebesar 40g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi 5,2 cm
(P40). Perlakuan 6, otot lurik diberi beban sebesar 50g, otot lurik mengalami
pemanjangan menjadi 5,3 cm (P50).

Pada pengamatan elastisibilitas otot lurik pada katak. Perlakuan 1, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 40g, otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 5 cm (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi
bebannya sebesar 10g menjadi 30g, otot lurik mengalami pengurangan panjang
menjadi 4,8 cm (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 20g, otot lurik mengalami
pengurangan panjang menjadi 4,5 cm (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang
sebelumnya diberi beban sebesar 20g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 10g,
otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4,4 cm (P10). Perlakuan 5, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 0g (tanpa beban), otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4
cm (P0).

Pada pengamatan ekstensibilitas otot polos pada katak. Perlakuan 1, otot


polos tidak ditambahkan beban, panjang otot polos adalah 3 cm (P0). Perlakuan 2,
otot polos diberi beban sebesar 10g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi
3,7 cm (P10). Perlakuan 3, otot polos diberi beban sebesar 20g, otot polos
mengalami pemanjangan menjadi 4,3 cm (P20). Perlakuan 4, otot polos diberi
beban sebesar 30g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 4,9 cm (P30).
Perlakuan 5, otot polos diberi beban sebesar 40g, otot polos mengalami
pemanjangan menjadi 5,0 cm (P40). Perlakuan 6, otot polos diberi beban sebesar
50g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 5,3 cm (P50).

Pada pengamatan elastisibilitas otot polos pada katak. Perlakuan 1, otot


polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 40g, otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi 5,5 cm (P40).
Perlakuan 2, otot polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi
bebannya sebesar 10g menjadi 30g, otot polos mengalami pengurangan panjang
menjadi 5,4 cm (P30). Perlakuan 3, otot polos yang sebelumnya diberi beban
sebesar 30g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 20g, otot polos mengalami
pengurangan panjang menjadi 5,4 cm (P20). Perlakuan 4, otot polos yang
sebelumnya diberi beban sebesar 20g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 10g,
otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi 5,3 cm (P10). Perlakuan 5,
otot polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi bebannya sebesar
10g menjadi 0g (tanpa beban), otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi
5,1 cm (P02).

OTOT LURIK
P50−PO1 5,3−3
Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= 3
x 100 % = 76,67%
P50−PO2 5,3−4
Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = 5,3−3 x 100 %
1,3
= 2,3 x 100 % = 56,52%

OTOT POLOS
P50−PO1 5,3−3
Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−5,1
Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = x 100 %
5,3−3
0,2
= 2,3 x 100 % = 8,7%

H. Pembahasan

1. Ekstensibilitas otot lurik

Ekstensibilitas adalah kemampuan otot untuk dapat meregang pada panjang


tertentu dengan derajat tertentu (Susanto, 2011). Ekstensibilitas adalah kemampuan
bertambahnya atau meningkatnya pemanjangan otot. Sifat ekstensibilitas umumnya
terdapat pada beberapa jaringan biologis, seperti pada otot lurik dan otot polos.
Pada praktikum pengamatan sifat ekstensibilitas kami menggunakan otot rektus
abdominis dari katak sebagai otot lurik sepanjang 3 cm. Dan akan diberi 6
perlakuan. Perlakuan 1, otot lurik tidak diberi beban apapun (P01). Perlakuan 2,
otot lurik diberi beban sebesar 10g (P10). Perlakuan 3, otot lurik diberi beban
sebesar 20g (P20). Perlakuan 4, otot lurik diberi beban sebesar 30g (P40). Perlakuan
5, otot lurik diberi beban sebesar 40g. Perlakuan 6, otot lurik diberi beban sebesar
50g (P50).

Pada praktikum Ekstensibilitas otot, penambahan beban yang diberikan


pada otot rectus abdominis memiliki pengaruh pada komponen elastin (aktin dan
miosin) dan tegangan dalam otot meningkat karena adanya beban yang diberikan
pada otot, sarkomer otot memanjang dan bila diberi beban secara terus menerus otot
akan beradaptasi untuk meregang atau memanjang namun dalam waktu yang
sementara, karena ketika beban dikurangi atau dilepaskan otot akan kembali kepada
kondisi awal atau memiliki sifat elastis. Respon mekanik otot terhadap peregangan
bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap otot tersusun dari beberapa
serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas beberapa myofibril. Serabut myofibril
tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dengan serabut otot.
Sarkomer merupakan unit kontraktil dari myofibril dan terdiri atas filament aktin
dan miosin yang saling tumpang tindih. Sarkomer memberikan kemampuan pada
otot untuk berkontraksi dan relaksasi, serta mempunyai kemampuan elastisitas jika
diregangkan. Sehingga yang menyebabkan otot lurik ini tidak mengalami
pemanjangan yang stabil atau konstan meskipun beban yang diberikan selalu sama
setiap dilakukan penambahan beban, karena aktin dan myosin dan tegangan dalam
otot meningkat, sarkomernya pun juga memanjang dan ketika beban terus ditambah
otot akan beradaptasi meregang dan memanjang akan tetapi pertambahan panjang
ini tidaklah permanen, melainkan hanya sementara (Tim pembina MK
fisiologihewan. 2012).

Berdasarkan hasil pengamatan praktikum ekstensibilitas otot lurik pada


katak. Perlakuan 1, otot lurik tidak ditambahkan beban, panjang otot lurik yang
dipakai sebagai variabel control adalah 3 cm (P0). Perlakuan 2, otot lurik diberi
beban sebesar 10g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi 4 cm (P10).
Perlakuan 3, otot lurik diberi beban sebesar 20g, otot lurik mengalami pemanjangan
menjadi 4,5 cm (P20). Perlakuan 4, otot lurik diberi beban sebesar 30g, otot lurik
mengalami pemanjangan menjadi 4,8 cm (P30). Perlakuan 5, otot lurik diberi beban
sebesar 40g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi 5,2 cm (P40). Perlakuan
6, otot lurik diberi beban sebesar 50g, otot lurik mengalami pemanjangan menjadi
5,3 cm (P50). Setelah dilakukan analisis data dengan cara perhitungan
menggunakan rumus, diperoleh hasil bahwa ekstensibilitas sebesar 76,67%.

Dapat disimpulkan bahwa dari percobaan ekstensibilitas dari otot lurik


menunjukkan bahwa otot memiliki kemampuan untuk dapat meregang pada
panjang tertentu dengan derajat tertentu setelah diberi beban, data yang kami dapat
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa ekstensibilitas adalah kemampuan
otot untuk dapat meregang pada panjang tertentu dengan derajat tertentu (Susanto,
2011).

2. Elastisitas otot lurik

Elastisitas otot merupakan kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan
ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangkan
(Soewolo, 2000). Elastisitas otot adalah kemampuan otot untuk kembali ke kondisi
semula setelah melakukan proses meregang (Susanto,2011)

Pada pengamatan sifat elastisitas otot lurik, kami menggunakan otot rektus
abdominis dari katak sebagai otot lurik dengan panjang otot setelah diberi beban
sebesar 50g sebagai awal hitungan. Dan akan diberi 5 perlakuan. Perlakuan 1, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi 10g menjadi 40g (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi 10g
menjadi 30g (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi 10g menjadi 20g (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang sebelumnya
diberi beban sebesar 20g dikurangi 10g menjadi 10g (P10). Perlakuan 5, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi 10g menjadi 0g (P02).

Pengurangan beban ini disertai pula dengan pengurangan panjang dari otot
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan otot akan kembali pada bentuk
dan ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot semakin
berkurang mulai dari 50g sampai 0g. Pada otot lurik, bila otot dalam keadaan
panjang regangan istirahat normal dan kemudian diaktifkan, otot lurik akan
berkontraksi dengan daya kontraksi maksimal. Bila otot diregangkan jauh lebih
besar daripada panjang normal sebelum berkontraksi, timbul regangan istirahat
dalam jumlah besar, yaitu keadaan dimana kedua ujung-ujung otot ditarik saling
mendekati satu sama lain oleh daya elastik jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan
sebagainya.

Untuk mengadakan suatu kontraksi yang seragam, otot lurik memiliki suatu
sistem tubulus transversal (tubulus T). Sistem tubulus T ini merupakan invaginasi
sarkolema yang membentuk suatu jaringan tubulus kompleks yang saling
beranastomistis melingkari batas antara pita H dan pita I dari setiap sarkomer
miofibril. Membran tubulus T ini berhubungan dengan sisterna terminal dari
retikulum sarkoplasma. Melalui membran tubulus T ini potensial aksi dirambatkan
untuk memicu pembebasan Ca2+ dari dalam retikulum sarkoplasma. Kontraktilitas
atau kemampuan otot untuk berkontraksi (menegang) pada sel otot disebabkan sel
otot memiliki protein kontraktil. Bila otot mendapat rangsangan yang cukup kuat
maka otot akan memendek. Pemendekan ini dapat mencapai 1/6 kali panjang
semula, bahkan pada otot lurik dapat memendek sampai 1/10 panjang semula. Pada
percobaan tersebut pengurangan panjang sekitar 1/10 dari panjang semula
(Soewolo, 2000). Selain itu pada otot lurik, bila otot dalam keadaan panjang
regangan istirahat normal dan kemudian diaktifkan, ia berkontraksi dengan daya
kontraksi maksimal. Bila otot diregangkan jauh lebih besar daripada panjang
normal sebelum berkontraksi, timbul regangan istirahat dalam jumlah besar, yaitu
keadaan dimana kedua ujung-ujung otot ditarik saling mendekati satu sama lain
oleh daya elastik jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan sebagainya. Hal ini sesuai
dengan percobaan dimana ketika otot sedang meregang lalu kemudian diaktifkan
dengan pengurangan beban, otot akan berkontraksi secara maksimal dengan ujung-
ujung otot yang saling mendekat sehingga terjadi pemendekan otot dan panjangnya
berkurang. Beban merupakan determinan penting pada kecepatan otot untuk
memendek. Makin besar beban, makin lambat kecepatan memendek. Kecepatan
memendek akan maksimal bila tidak ada beban eksternal, kecepatan memendek
akan menurun bila beban dinaikkan dan kecepatan menjadi nol bila beban sama
dengan atau melebihi tegangan maksimal (Soewolo, 2000).

Berdasarkan hasil dari pengamatan sifat elastisitas otot lurik sebagai


berikut. Pada pengamatan elastisibilitas otot lurik pada katak. Perlakuan 1, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 40g, otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 5 cm (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi
bebannya sebesar 10g menjadi 30g, otot lurik mengalami pengurangan panjang
menjadi 4,8 cm (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 20g, otot lurik mengalami
pengurangan panjang menjadi 4,5 cm (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang
sebelumnya diberi beban sebesar 20g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 10g,
otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4,4 cm (P10). Perlakuan 5, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 0g (tanpa beban), otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4
cm (P0). Setelah dilakukan analisis data dengan cara perhitungan menggunakan
rumus, diperoleh hasil bahwa elastisitas sebesar 56,52%.

Melalui data diatas dapat disimpulkan bahwa otot lurik dapat kembali ke
bentuk semula setelah diberi beban mulai dari 50g sampai 0g. Pernyataan ini sesuai
dengan literatur dimana ketika beban berkurang otot akan segera memendek karena
otot lurik memiliki sifat elastisilitas. Elastisitas otot adalah kemampuan otot untuk
kembali ke kondisi semula setelah melakukan proses meregang (Susanto,2011)

3. Ekstensibilitas otot polos

Pada pengamatan sifat ekstensibilitas otot polos, kami menggunakan otot


usus halus dari katak sebagai otot polos dengan panjang otot 3 cm. Dan akan diberi
6 perlakuan. Perlakuan 1, otot polos tidak diberi beban apapun (P01). Perlakuan 2,
otot polos diberi beban sebesar 10g (P10). Perlakuan 3, otot polos diberi beban
sebesar 20g (P20). Perlakuan 4, otot polos diberi beban sebesar 30g (P40).
Perlakuan 5, otot polos diberi beban sebesar 40g. Perlakuan 6, otot polos diberi
beban sebesar 50g (P50).

Otot polos adalah otot dengan struktur yang tidak memiliki garis melintang
seperti otot lurik. Otot polos banyak dijumpai di organ viseral sehingga sering
disebut dengan otot viseral. Sel otot polos memiliki bentuk seperti gelendong
dengan struktur saling beranastomosis satu sama lain. Pertautan/hubungan
kelistrikan antar sel otot polos melalui struktur gap junction yang memungkinkan
sekelompok sel pada area tertentu dapat berkontraksi sebagai unit fungsional
tunggal.
Struktur dari sel otot polos menunjukkan sebuah bundles/berkas miofilamen
kontraktil terdiri atas aktin dan miosin yang menancap pada satu bagian ujung dari
dense area di membran plasma dan bagian ujung yang lain melalui dense bodies
pada filamen intermediate. Struktur internal sel-sel otot polos tampak kurang
terorganisasi dengan baik jika dibandingkan dengan otot rangka (lurik) dan otot
jantung. Susunan filamen tebal dan filamen tipis dalam otot polos tampak hampir
acak, organisasi sarkomerik dan pita Z-nya tidak ada. Proporsi dan organisasi
filamen tebal dan filamen tipisnya berbeda, tidak tersusun sejajar tetapi saling
menyilang membentuk kisi-kisi. Rasio filamen tebal dan tipis pada otot polos
sebesar 1 : 16 sedangkan pada otot rangka (lurik) sebesar 1:2 (Soewolo, 2005).
Filamen tipis hanya mengandung aktin dan tropomiosin tanpa troponin. Pada
kondisi relaksasi miofilamen kontraktil terorientasi dengan model memanjang pada
sel otot polos, dan pada saat terjadi sliding filamen aktin dan miosin, sel akan
memendek.
Otot polos berdasarkan aktivitasnya dibedakan menjadi dua yaitu otot polos
unit tunggal (single unit) dan otot polos unit jamak (multiple unit). Otot polos
multiple unit merupakan otot polos yang memiliki sifat gabungan antara otot lurik
dan otot polos single unit. Otot polos multiple unit memiliki unit-unit yg terpisah
dan mirip seperti unit motor otot lurik/skeletal sehingga memiliki sifat neurogenik.
Akan tetapi, berbeda dengan otot skeletal, respon kontraktil pada otot polos
multiple unit adalah potensial depolarisasi bertingkat. Kekuatan kontraksi tidak
hanya dipengaruhi oleh jumlah unit yang terstimulasi dan kecepatan stimulasi,
tetapi juga oleh hormon dan obat yang bersirkulasi. Contoh tempat yang banyak
mengandung otot polos multiple unit yaitu dinding pembuluh darah besar, otot
lensa, otot iris, saluran udara besar paru, dan otot folikel rambut (Susanto, 2011).
Otot polos single unit juga disebut dengan otot polos viseral. Disebut
sebagai otot polos unit tunggal karena serabut otot polos menjadi aktif dan
berkontraksi secara serempak sebagai suatu unit tunggal. Otot polos unit tunggal
mempunyai sistem electrical junction/unit kelistrikan dan mekanik sebagai suatu
unit yang dikenal sebagai sinsitium fungsional. Otot polos unit tunggal mampu
membangkitkan stimulus pada selnya sendiri tanpa stimulus melalui saraf self
excitable. Sel otot polos unit tunggal juga tidak memiliki potensial istirahat yang
konstan dan fluktuasi potensial membrannya tanpa pengaruh eksternal sama sekali.
Depolarisasi spontan pada otot polos unit tunggal akibat adanya pacemaker dan
potensial gelombang lambat (slow-wave potentials). Kemampuan otot polos unit
tunggal untuk berkontraksi tanpa stimulus dari saraf disebut sebagai aktivitas
miogenik (Susanto,2011). Usus adalah salah satu otot polos single unit atau otot
polos viseral.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh, diketahui bahwa
panjang awal otot polos atau usus halus dari katak sebelum diberi beban (PO1)
adalah 3 cm. Perlakuan 1, otot polos tidak ditambahkan beban, panjang otot polos
adalah 3 cm (P0). Perlakuan 2, otot polos diberi beban sebesar 10g, otot polos
mengalami pemanjangan menjadi 3,7 cm (P10). Perlakuan 3, otot polos diberi
beban sebesar 20g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 4,3 cm (P20).
Perlakuan 4, otot polos diberi beban sebesar 30g, otot polos mengalami
pemanjangan menjadi 4,9 cm (P30). Perlakuan 5, otot polos diberi beban sebesar
40g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 5,0 cm (P40). Perlakuan 6, otot
polos diberi beban sebesar 50g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 5,3 cm
(P50). Setelah dilakukan analisis data dengan cara perhitungan menggunakan
rumus, diperoleh hasil bahwa ekstensibilitas otot polos sebesar 76,67%.

Jika kita bandingkan hasil pengamatan ekstensibilitas otot polos dan otot
lurik hasilnya tidak berbeda, kemungkinan pada saat pengukuran panjang terdapat
kesalahan beberapa millimeter sehingga hasilnya sama. Seharusnya ekstensibilitas
pada otot polos lebih besar daripada otot lurik, hal ini dikarenakan pada otot lurik
memiliki sarkomer sedangkan otot polos tidak. Itulah yang menyebabkan otot lurik
memiliki ekstensibilitas yang lebih kecil daripada otot polos.

4. Elastisitas Otot Polos


Elastisitas otot merupakan kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan
ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangkan
(Soewolo, 2000). Elastisilitas otot adalah kemampuan otot untuk kembali ke
kondisi semula setelah melakukan proses meregang (Susanto,2011)

Pada pengamatan sifat elastisitas otot lurik, kami menggunakan otot usus
halus dari katak sebagai otot lurik dengan panjang otot setelah diberi beban sebesar
50g sebagai awal hitungan. Dan akan diberi 5 perlakuan. Perlakuan 1, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi 10g menjadi 40g (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi 10g
menjadi 30g (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi 10g menjadi 20g (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang sebelumnya
diberi beban sebesar 20g dikurangi 10g menjadi 10g (P10). Perlakuan 5, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi 10g menjadi 0g (P02).

Otot polos single unit juga disebut dengan otot polos viseral. Disebut
sebagai otot polos unit tunggal karena serabut otot polos menjadi aktif dan
berkontraksi secara serempak sebagai suatu unit tunggal. Otot polos unit tunggal
mempunyai sistem electrical junction/unit kelistrikan dan mekanik sebagai suatu
unit yang dikenal sebagai sinsitium fungsional. Otot polos unit tunggal mampu
membangkitkan stimulus pada selnya sendiri tanpa stimulus melalui saraf self
excitable. Sel otot polos unit tunggal juga tidak memiliki potensial istirahat yang
konstan dan fluktuasi potensial membrannya tanpa pengaruh eksternal sama sekali.
Depolarisasi spontan pada otot polos unit tunggal akibat adanya pacemaker dan
potensial gelombang lambat (slow-wave potentials). Kemampuan otot polos unit
tunggal untuk berkontraksi tanpa stimulus dari saraf disebut sebagai aktivitas
miogenik (Susanto,2011).

Pada pengamatan elastisibilitas otot polos pada katak. Perlakuan 1, otot


polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 40g, otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi 5,5 cm (P40).
Perlakuan 2, otot polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi
bebannya sebesar 10g menjadi 30g, otot polos mengalami pengurangan panjang
menjadi 5,4 cm (P30). Perlakuan 3, otot polos yang sebelumnya diberi beban
sebesar 30g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 20g, otot polos mengalami
pengurangan panjang menjadi 5,4 cm (P20). Perlakuan 4, otot polos yang
sebelumnya diberi beban sebesar 20g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 10g,
otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi 5,3 cm (P10). Perlakuan 5,
otot polos yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi bebannya sebesar
10g menjadi 0g (tanpa beban), otot polos mengalami pengurangan panjang menjadi
5,1 cm (P02). Setelah dilakukan analisis data dengan cara perhitungan
menggunakan rumus, diperoleh hasil bahwa elastisitas otot polos sebesar 8,7%.

Jika kita bandingkan hasil pengamatan ekstensibilitas otot polos dan otot
lurik hasilnya otot polos memiliki sifat elastisitas yang lebih kecil daripada
elastisitas otot lurik, Hal ini dikarenakan pada otot lurik memiliki sarkomer
sedangkan otot polos tidak. Itulah yang menyebabkan otot lurik memiliki elastisitas
yang lebih besar daripada otot polos.

I. Kesimpulan

1. Ekstensibilitas otot adalah kemampuan otot untuk dapat meregang pada


panjang tertentu dengan derajat tertentu setelah diberi beban tertentu.
2. Elastisitas otot adalah kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan
ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot
dihilangkan.

I. Daftar Pustaka
Rahmatullah., dan Lesmana, S. I., 2005, Perbedaan Pengaruh Pemberian
Strenghthening Exercise Jenis Kontraksi Concentric dengan Eccentric
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii, Jurnal Fisioterapi
Indonusa, V (2), 2.
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang,UMPress.

Susilowati., Lestari, S.R., Wulandari, N. Gofur, A. 2016. Petunjuk Praktikum


Fisiologi Hewan dan Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang

Susanto, Hendra. 2011. eBook Muscle System. (online),


(http://hendrasusantofaal.blogspot.com/2011_02_01_archive.html).
diakses tanggal 20 September 2019.

Anda mungkin juga menyukai