Laporan Praktikum
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia
Yang dibina oleh:
Dr. Sri Rahayu Lestari, M.Si
Wira Eka Putra, S.Si., M.Med.Sc.
Disusun oleh :
Ade Wahyu Pratama 180342618041
Irwansyah Nur Oktafian 180342618025
Lutfiana Azizah K. 170341615111
Nanda Irna Damayanti 180342618084
Nonnes Amanda 180342618077
Qori Dini Ayu F. 180342618028
Bahan :
- Katak hijau
- Larutan ringer
- Plastik
- Kapas
E. Prosedur Kerja
HASIL
HASIL
HASIL
HASIL
F. Data Pengamatan
(cm) (cm)
Ekstensibilitas
P
1. Panjang P01 (Panjang awal tanpa 3 3
E beban)
N
2. Panjang P10
4 3,7
A
M
3. Panjang P20
B 4,5 4,3
A
H 4. Panjang P30
4,8 4,9
A
N
5. Panjang P40
5,2 5,0
6. Panjang P50
5,3 5,3
Elastisitas
N
2. Panjang P30 4,8 5,4
G
N
4. Panjang P10 4,4 5,3
G
A
5. Panjang P02 (panjang akhir tanpa 4 5,1
N
beban)
OTOT LURIK
P50−PO1 5,3−3
- Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−4
- Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = 5,3−3 x 100 %
1,3
= 2,3 x 100 % = 56,52%
OTOT POLOS
P50−PO1 5,3−3
- Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−5,1
- Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = x 100 %
5,3−3
0,2
= 2,3 x 100 % = 8,7%
G. Analisis Data
Pada praktikum ekstensibilitas dan elastisitas otot pada katak terdapat 6
perlakuan yaitu penambahan beban mulai dari 0g, 10g, 20g, 30g, 40g, sampai 50g
untuk mempelajari tentang sifat ekstensibilitas dari otot lurik dan otot polos pada
katak. Dan pengurangan beban dimulai dari 40g, 30g, 20g, 10g, sampai 0g untuk
mempelajari sifat elastisitas otot lurik (otot rectus abdominalis) dan otot polos (otot
usus halus) pada katak.
Pada pengamatan elastisibilitas otot lurik pada katak. Perlakuan 1, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 40g, otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 5 cm (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi
bebannya sebesar 10g menjadi 30g, otot lurik mengalami pengurangan panjang
menjadi 4,8 cm (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 20g, otot lurik mengalami
pengurangan panjang menjadi 4,5 cm (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang
sebelumnya diberi beban sebesar 20g dikurangi bebannya sebesar 10g menjadi 10g,
otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4,4 cm (P10). Perlakuan 5, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi bebannya sebesar 10g
menjadi 0g (tanpa beban), otot lurik mengalami pengurangan panjang menjadi 4
cm (P0).
OTOT LURIK
P50−PO1 5,3−3
Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= 3
x 100 % = 76,67%
P50−PO2 5,3−4
Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = 5,3−3 x 100 %
1,3
= 2,3 x 100 % = 56,52%
OTOT POLOS
P50−PO1 5,3−3
Ekstensibilitas = x 100 % Ek = x 100 %
PO1 3
2,3
= x 100 % = 76,67%
3
P50−PO2 5,3−5,1
Elastisitas = P50−PO1 x 100 % El = x 100 %
5,3−3
0,2
= 2,3 x 100 % = 8,7%
H. Pembahasan
Elastisitas otot merupakan kemampuan otot untuk kembali pada bentuk dan
ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot dihilangkan
(Soewolo, 2000). Elastisitas otot adalah kemampuan otot untuk kembali ke kondisi
semula setelah melakukan proses meregang (Susanto,2011)
Pada pengamatan sifat elastisitas otot lurik, kami menggunakan otot rektus
abdominis dari katak sebagai otot lurik dengan panjang otot setelah diberi beban
sebesar 50g sebagai awal hitungan. Dan akan diberi 5 perlakuan. Perlakuan 1, otot
lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi 10g menjadi 40g (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi 10g
menjadi 30g (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi 10g menjadi 20g (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang sebelumnya
diberi beban sebesar 20g dikurangi 10g menjadi 10g (P10). Perlakuan 5, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi 10g menjadi 0g (P02).
Pengurangan beban ini disertai pula dengan pengurangan panjang dari otot
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan otot akan kembali pada bentuk
dan ukuran semula apabila gaya atau beban yang diberikan kepada otot semakin
berkurang mulai dari 50g sampai 0g. Pada otot lurik, bila otot dalam keadaan
panjang regangan istirahat normal dan kemudian diaktifkan, otot lurik akan
berkontraksi dengan daya kontraksi maksimal. Bila otot diregangkan jauh lebih
besar daripada panjang normal sebelum berkontraksi, timbul regangan istirahat
dalam jumlah besar, yaitu keadaan dimana kedua ujung-ujung otot ditarik saling
mendekati satu sama lain oleh daya elastik jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan
sebagainya.
Untuk mengadakan suatu kontraksi yang seragam, otot lurik memiliki suatu
sistem tubulus transversal (tubulus T). Sistem tubulus T ini merupakan invaginasi
sarkolema yang membentuk suatu jaringan tubulus kompleks yang saling
beranastomistis melingkari batas antara pita H dan pita I dari setiap sarkomer
miofibril. Membran tubulus T ini berhubungan dengan sisterna terminal dari
retikulum sarkoplasma. Melalui membran tubulus T ini potensial aksi dirambatkan
untuk memicu pembebasan Ca2+ dari dalam retikulum sarkoplasma. Kontraktilitas
atau kemampuan otot untuk berkontraksi (menegang) pada sel otot disebabkan sel
otot memiliki protein kontraktil. Bila otot mendapat rangsangan yang cukup kuat
maka otot akan memendek. Pemendekan ini dapat mencapai 1/6 kali panjang
semula, bahkan pada otot lurik dapat memendek sampai 1/10 panjang semula. Pada
percobaan tersebut pengurangan panjang sekitar 1/10 dari panjang semula
(Soewolo, 2000). Selain itu pada otot lurik, bila otot dalam keadaan panjang
regangan istirahat normal dan kemudian diaktifkan, ia berkontraksi dengan daya
kontraksi maksimal. Bila otot diregangkan jauh lebih besar daripada panjang
normal sebelum berkontraksi, timbul regangan istirahat dalam jumlah besar, yaitu
keadaan dimana kedua ujung-ujung otot ditarik saling mendekati satu sama lain
oleh daya elastik jaringan ikat, pembuluh darah, saraf dan sebagainya. Hal ini sesuai
dengan percobaan dimana ketika otot sedang meregang lalu kemudian diaktifkan
dengan pengurangan beban, otot akan berkontraksi secara maksimal dengan ujung-
ujung otot yang saling mendekat sehingga terjadi pemendekan otot dan panjangnya
berkurang. Beban merupakan determinan penting pada kecepatan otot untuk
memendek. Makin besar beban, makin lambat kecepatan memendek. Kecepatan
memendek akan maksimal bila tidak ada beban eksternal, kecepatan memendek
akan menurun bila beban dinaikkan dan kecepatan menjadi nol bila beban sama
dengan atau melebihi tegangan maksimal (Soewolo, 2000).
Melalui data diatas dapat disimpulkan bahwa otot lurik dapat kembali ke
bentuk semula setelah diberi beban mulai dari 50g sampai 0g. Pernyataan ini sesuai
dengan literatur dimana ketika beban berkurang otot akan segera memendek karena
otot lurik memiliki sifat elastisilitas. Elastisitas otot adalah kemampuan otot untuk
kembali ke kondisi semula setelah melakukan proses meregang (Susanto,2011)
Otot polos adalah otot dengan struktur yang tidak memiliki garis melintang
seperti otot lurik. Otot polos banyak dijumpai di organ viseral sehingga sering
disebut dengan otot viseral. Sel otot polos memiliki bentuk seperti gelendong
dengan struktur saling beranastomosis satu sama lain. Pertautan/hubungan
kelistrikan antar sel otot polos melalui struktur gap junction yang memungkinkan
sekelompok sel pada area tertentu dapat berkontraksi sebagai unit fungsional
tunggal.
Struktur dari sel otot polos menunjukkan sebuah bundles/berkas miofilamen
kontraktil terdiri atas aktin dan miosin yang menancap pada satu bagian ujung dari
dense area di membran plasma dan bagian ujung yang lain melalui dense bodies
pada filamen intermediate. Struktur internal sel-sel otot polos tampak kurang
terorganisasi dengan baik jika dibandingkan dengan otot rangka (lurik) dan otot
jantung. Susunan filamen tebal dan filamen tipis dalam otot polos tampak hampir
acak, organisasi sarkomerik dan pita Z-nya tidak ada. Proporsi dan organisasi
filamen tebal dan filamen tipisnya berbeda, tidak tersusun sejajar tetapi saling
menyilang membentuk kisi-kisi. Rasio filamen tebal dan tipis pada otot polos
sebesar 1 : 16 sedangkan pada otot rangka (lurik) sebesar 1:2 (Soewolo, 2005).
Filamen tipis hanya mengandung aktin dan tropomiosin tanpa troponin. Pada
kondisi relaksasi miofilamen kontraktil terorientasi dengan model memanjang pada
sel otot polos, dan pada saat terjadi sliding filamen aktin dan miosin, sel akan
memendek.
Otot polos berdasarkan aktivitasnya dibedakan menjadi dua yaitu otot polos
unit tunggal (single unit) dan otot polos unit jamak (multiple unit). Otot polos
multiple unit merupakan otot polos yang memiliki sifat gabungan antara otot lurik
dan otot polos single unit. Otot polos multiple unit memiliki unit-unit yg terpisah
dan mirip seperti unit motor otot lurik/skeletal sehingga memiliki sifat neurogenik.
Akan tetapi, berbeda dengan otot skeletal, respon kontraktil pada otot polos
multiple unit adalah potensial depolarisasi bertingkat. Kekuatan kontraksi tidak
hanya dipengaruhi oleh jumlah unit yang terstimulasi dan kecepatan stimulasi,
tetapi juga oleh hormon dan obat yang bersirkulasi. Contoh tempat yang banyak
mengandung otot polos multiple unit yaitu dinding pembuluh darah besar, otot
lensa, otot iris, saluran udara besar paru, dan otot folikel rambut (Susanto, 2011).
Otot polos single unit juga disebut dengan otot polos viseral. Disebut
sebagai otot polos unit tunggal karena serabut otot polos menjadi aktif dan
berkontraksi secara serempak sebagai suatu unit tunggal. Otot polos unit tunggal
mempunyai sistem electrical junction/unit kelistrikan dan mekanik sebagai suatu
unit yang dikenal sebagai sinsitium fungsional. Otot polos unit tunggal mampu
membangkitkan stimulus pada selnya sendiri tanpa stimulus melalui saraf self
excitable. Sel otot polos unit tunggal juga tidak memiliki potensial istirahat yang
konstan dan fluktuasi potensial membrannya tanpa pengaruh eksternal sama sekali.
Depolarisasi spontan pada otot polos unit tunggal akibat adanya pacemaker dan
potensial gelombang lambat (slow-wave potentials). Kemampuan otot polos unit
tunggal untuk berkontraksi tanpa stimulus dari saraf disebut sebagai aktivitas
miogenik (Susanto,2011). Usus adalah salah satu otot polos single unit atau otot
polos viseral.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh, diketahui bahwa
panjang awal otot polos atau usus halus dari katak sebelum diberi beban (PO1)
adalah 3 cm. Perlakuan 1, otot polos tidak ditambahkan beban, panjang otot polos
adalah 3 cm (P0). Perlakuan 2, otot polos diberi beban sebesar 10g, otot polos
mengalami pemanjangan menjadi 3,7 cm (P10). Perlakuan 3, otot polos diberi
beban sebesar 20g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 4,3 cm (P20).
Perlakuan 4, otot polos diberi beban sebesar 30g, otot polos mengalami
pemanjangan menjadi 4,9 cm (P30). Perlakuan 5, otot polos diberi beban sebesar
40g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 5,0 cm (P40). Perlakuan 6, otot
polos diberi beban sebesar 50g, otot polos mengalami pemanjangan menjadi 5,3 cm
(P50). Setelah dilakukan analisis data dengan cara perhitungan menggunakan
rumus, diperoleh hasil bahwa ekstensibilitas otot polos sebesar 76,67%.
Jika kita bandingkan hasil pengamatan ekstensibilitas otot polos dan otot
lurik hasilnya tidak berbeda, kemungkinan pada saat pengukuran panjang terdapat
kesalahan beberapa millimeter sehingga hasilnya sama. Seharusnya ekstensibilitas
pada otot polos lebih besar daripada otot lurik, hal ini dikarenakan pada otot lurik
memiliki sarkomer sedangkan otot polos tidak. Itulah yang menyebabkan otot lurik
memiliki ekstensibilitas yang lebih kecil daripada otot polos.
Pada pengamatan sifat elastisitas otot lurik, kami menggunakan otot usus
halus dari katak sebagai otot lurik dengan panjang otot setelah diberi beban sebesar
50g sebagai awal hitungan. Dan akan diberi 5 perlakuan. Perlakuan 1, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 50g dikurangi 10g menjadi 40g (P40).
Perlakuan 2, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar 40g dikurangi 10g
menjadi 30g (P30). Perlakuan 3, otot lurik yang sebelumnya diberi beban sebesar
30g dikurangi 10g menjadi 20g (P20). Perlakuan 4, otot lurik yang sebelumnya
diberi beban sebesar 20g dikurangi 10g menjadi 10g (P10). Perlakuan 5, otot lurik
yang sebelumnya diberi beban sebesar 10g dikurangi 10g menjadi 0g (P02).
Otot polos single unit juga disebut dengan otot polos viseral. Disebut
sebagai otot polos unit tunggal karena serabut otot polos menjadi aktif dan
berkontraksi secara serempak sebagai suatu unit tunggal. Otot polos unit tunggal
mempunyai sistem electrical junction/unit kelistrikan dan mekanik sebagai suatu
unit yang dikenal sebagai sinsitium fungsional. Otot polos unit tunggal mampu
membangkitkan stimulus pada selnya sendiri tanpa stimulus melalui saraf self
excitable. Sel otot polos unit tunggal juga tidak memiliki potensial istirahat yang
konstan dan fluktuasi potensial membrannya tanpa pengaruh eksternal sama sekali.
Depolarisasi spontan pada otot polos unit tunggal akibat adanya pacemaker dan
potensial gelombang lambat (slow-wave potentials). Kemampuan otot polos unit
tunggal untuk berkontraksi tanpa stimulus dari saraf disebut sebagai aktivitas
miogenik (Susanto,2011).
Jika kita bandingkan hasil pengamatan ekstensibilitas otot polos dan otot
lurik hasilnya otot polos memiliki sifat elastisitas yang lebih kecil daripada
elastisitas otot lurik, Hal ini dikarenakan pada otot lurik memiliki sarkomer
sedangkan otot polos tidak. Itulah yang menyebabkan otot lurik memiliki elastisitas
yang lebih besar daripada otot polos.
I. Kesimpulan
I. Daftar Pustaka
Rahmatullah., dan Lesmana, S. I., 2005, Perbedaan Pengaruh Pemberian
Strenghthening Exercise Jenis Kontraksi Concentric dengan Eccentric
terhadap Peningkatan Kekuatan Otot Biceps Brachii, Jurnal Fisioterapi
Indonusa, V (2), 2.
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang,UMPress.