Anda di halaman 1dari 18

PROFIL KANDANG METABOLIK

Laporan Praktikum

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan


Yang dibina oleh Dr. Sri Rahayu Lestari , M. Si

Oleh
Kelompok 3
1. Andita Miftakhul Ilmi 170341615003
2. Azizah Nur Rochmah 170341615045
3. Firdha Ilman Nafi’a 170341615048
4. Nira Yulika Rahmaulana 170341615007
5. Nurul Alfi’ah 170341615070
6. Putri Wahyuni A N 170341615018
Pendidikan Biologi/ Offering C 2017

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
JURUSAN BIOLOGI
PRODI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Oktober 2018
A. TANGGAL PRAKTIKUM : 28 November 2018
B. TUJUAN
Untuk mengetahui kandungan zat dalam urin
C. DASAR TEORI
Urine merupakan hasil metabolisme tubuh yang dieksresikan oleh
ginjal dan dikeluarkan oleh tubuh melalui proses urinalisis dalam bentuk
cairan. Ekskresi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa
dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis
cairan tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju
kandung kemih dan akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Risna,
2014). Urin yang normal memiliki warna jernih transparan, warna kuning
muda pada urin berasal dari zat bilirubin dan biliverdin. Urin normal
manusia terdiri dari urea, asam urat, ammonia, kreatinin, asam laktat, asam
fosfat, asam sulfat, klorida dan garam. Sedangkan pada kondisi tertentu
dapat ditemukan zat-zat yang berlebihan misalnya vitamin C, obat-obatan
(Ma’rufah,2011).

Proses pembentukan urin meliputi filtrasi glomeruler, reabsopsi


tubuler, dan sekresi tubuler. Tiga tahap Filtrasi merupakan proses yang terjadi
dalam glomerulus, terjadi karena permukaan eferent lebih besar dari permukaan eferent
maka terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh
kapsula bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida,
sulfat, bikar bonat diteruskan ke tubulus seminiferos. Proses reabsorpsi
merupakan penyerapan kembali sebagian dari glukosa, sodium, kloroda
dan fospatdan beberpa ion bikarbonat. Proses ini terjadi secara pasif yang
dikenal obligator reapsorbsi terjadi pada tubulus atas. Proses sekresi dimana
sisa penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala
ginjal selanjutnya diteruskan keluar (Syaifuddin,1997).

Komposisi urin yang paling utama adalah terdiri dari air, urine
pada kondisi normal mengandung 90% air. Kandungan lainnya urea, asam
urat dan ammonia yang merupakan zat sisa dari pembongkaran protein, zat
warna empedu yang membuat warna urin menjadi kuning, bermacam-
macam garam/ NaCl dan terdapat beberapa zat yang beracun. Ciri-ciri urin
yang normal adalah jumlah urin rata-rata 1 sampai 2 liter sehari, tetapi
berbeda-beda sesuai jumlah cairan yang dimasukkan. Banyaknya
bertambah pula bila terlampau banyak protein yang dimakan, sehingga
tersedia cukup cairan yang diperlukan untuk melarutkan urea. Urin normal
berwarna bening orange pucat tanpa endapan. Baunya tajam, reaksinya
sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata-rata 6, berat jenisnya
berkisar dari 1.010 sampai 1.025 (Evelyn,1989). Proses rearbsorpsi di
tubulus ginjal mempengaruhi urin (Kus Irianto & Kusno Waluyo, 2004).
Urinalisis merupakan analisis urin secara invitro yang melalui
pemeriksaan makroskopis, mikroskopis/sedimentasi, dan kimia urin.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi diagnostik
kemungkinan adanya gangguan pada ginjal, saluran kemih, serta gangguan
metabolisme tubuh. Selain itu, urinalisis juga dapat membantu memantau
kondisi klinis pasien (Jevon P & Ewens B, 2008). Secara umum
pemeriksaan urin meliputi :
1. Tampilan Urin
Urin yang normal tampak jenih dan berwarna kuning pucat,
apabila didiamkan akan menjadi keruh. Berbagai variasi tampilan urin
adalah sebagai berikut :
a. Pucat : urin bersifat encer ; dapat disebabkan karena hidrasi
berlebihan, diabetes melitus atau diabetes insipidus,
poliuria akibat disfungsi tubulus.
b. Gelap : urin bersifat pekat apabila kekurangan cairan atau
mengandung pigmen urokrom.
c. Keruh : dapat menunjukkan infeksi atau adanya sel darah
pada urin.
d. Jingga : biasanya disebabkan oleh obat tertentu, misalnya
rifampisin.
e. Pink/ merah : dapat menunjukkan hematuria atau bisa juga
karena ingesti makanan tertentu, misalnya akar bit.
f. Coklat muda seperti warna teh : sebagai indikator adanya
kerusakan atau gangguan hati seperti hepatitis atau serosis.
: dapat menunjukkan proteinuria.
2. Berat jenis urin
Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan
fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik,
diabetes melitus, dehidrasi. Sedangkan berat jenis urin yang kurang
dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjalt, diabetes insipidus,
atau konsumsi antibiotika (Wilson, 1979).
3. pH Urin
Urin normal pada umumnya sedikit asam yaitu dengan nilai pH ±
6. Beberapa keadaan yang menyebabkan pH urin menjadi terlalu asam
diantaranya diabetes, asidosis sistemik, dehidrasi dll. Sebaliknya ph
urin menjadi basa dapat dikarenakan infeksi saluran kencing, pyloric,
gagal ginjal kronik, terapi obat-obatan tertentu. pH urin juga dapat
dipengaruhi oleh unsur-unsur atau sedimen yang terdapat dalam urin
(Wilson, 1979)
4. Zat Hasil Metabolisme Tubuh
Ditemukannya zat hasil metabolisme tubuh yang ikut
diekskresikan bersama urin, seperti protein, glukosa, keton, sel darah,
bilirubin dan lain sebagainya (Jevon P & Ewens B, 2008).
D. ALAT DAN BAHAN

Alat

 Sentrifugasi dan  Mikroskop


tabungnya
 Tabung reaksi  Lap flannel
 Pipet panjang  Kertas isap
 Penjepit tabung reaksi  Lampu spiritus
 Urinometer  Korek api
 Tabung urinalis  thermometer
 Gelas benda
 Gelas penutup

Bahan

 Urine segar  Reagen Millon


 Larutan Bennedict  Kristal sodium nitroprusside
 Larutan NaOH 5%  Asam asetat
 Indikator universal

E. PROSEDUR KERJA
1. Analisis Fisik
a. Warna

Mengamati warna urine, kemudian menetapkan warna pada


urine tersebut.

b. Berat jenis

Memasukkan urine kedalam tabung besar

Memasukkan urinometer, kemudian memutar urinometer untuk


memastikan terapung bebas.

Mencatat suhu urine, bila suhu urine lebih tinggi dari suhu
teraan, maka ditambahkan angka 0,001 untuk tiap perbedaan
sebesar 3 derajat selsius, dan sebaliknya.

c. pH

Mengamati warna urine menggunakan indikator universal


2. Analisis Kimia
a. Glukosa

Memasukkan 8 tetes urine kedalam tabung reaksi

Menambahkan 5 ml larutan bennedist

Meletakkan campuran tersebut kedalam air mendidih selama 5


menit

Menentukan hasil dengan membandingkan warna yang


dihasilkan dengan keterangan pada petunjuk praktikum

b. Protein

Memasukkan urine kedalam tabung centrifugasi, kemudian


memusingkan dengan 3000 rpm selama 15 menit

1. Reagen Millon

Menuangkan 3 ml supernatant urin kedalam tabung reaksi

Meneteskan 5 tetes reagen Millon

Menentukan hasil dengan membandingkan warna yang


dihasilkan jika positif dengan warna lembayung.

2. Benda keton (aseton)

Melarutkan Kristal sodium nitroprusside ke dalam 5 ml didalam


tabung reaksi
Menambahkan 5 tetes asam asetat pada campuran tersebut

Menambahkan 1 tetes NaOH pada tepi dinding tabung reaksi

Menambahkan 1 tetes NaOH pada tepi dinding tabung reaksi

Menentukan hasil dengan mengamati jika terdapat cincin ungu


kemerahan menunjukkan keberadaan benda keton.

3. Analisis Mikroskopik

Menuangkan satu tetes supernatant urine diatas kaca benda.

Menutup dengan kaca penutup

Mengamati dibawah mikroskop

F. HASIL PENGAMATAN
1. Analisis Fisik

Sifat yang diamati Perubahan yang terjadi


Warna Kuning
Berat jenis 1,045 gram/cm3
pH 7
Suhu 32°F

Konfersi
Suhu °C = 5/9 x (F-32)
= 5/9 x (60-32)
= 15,56°C
Selisih suhu = 32-15,56=16,44
16,44
Tambahan pada hasil pengukuran : x 0,001 = 0,005
3

Sehingga berat jenis seungguhnya yaitu 1,04 = 0,005 = 1,045gr/cm3

2. Analisis Kimia

Zat yang diuji Larutan Penguji Perubahan yang terjadi


Glukosa Larutan Bennedict Biru (negative)
Protein Reagen Millon Putih keruh (negative)

3. Analisis Mikroskopik

Yang teramati pada mikroskop Ada/tidak


Eritrosit -
Leukosit -
Sel epitel bakteri -
Serabut tanaman -
Kristal -
Lainnya: Hialin 

G. Analisis Data
1. Analisis Fisik
Berdasarkan hasil pengamatan, 4 sifat fisik yag nampak dari pengamatan
urin adalah warna, berat jeis, pH, dan suhu. Warna pada urin yang kami amati
adalah kuning (bening). Sedangkan berat jenis yang dapat kami peroleh sebesar
1,045 gram/cm3. Tingkat pH dari urin tersebut adalah netral. Yaitu pada pH
sebesar 7. Untuk sifat fisik yang lain adalah suhu. Urin yang kami amati
memiliki suhu sebesar 32˚C.
2. Analisis Kimia
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil dari uji adanya
glukosa dalam urin normal menggunakan larutan benedict yakni pada tabung reaksi
berwarna biru memiliki kadar glukosa negatif. Hal ini bertanda bahwa jumlah
kadar glukosa yang dikandung sangat sedikit bahkan tidak ada sehingga
menandakan urin masih normal. Pada tabung berikutnya didapatkan hasil dari uji
adanya protein dalam urin normal menggunakan larutan reagen millon sehingga nampak
perubahan yang terjadi yaitu berwarna putih keruh. Hal ini menandakan bahwa urin negatif
mengandung protein. Sehingga analisis kimia adanya glukosa dan protein di dalam urin
menunjukkan tanda negatif yang berarti urin tersebut masih normal.

3. Analis Mikroskopis
Uji mikroskopis pada urin yaitu dengan menggunakan endapan yang terdapat
pada urin setelah dilakukan sentrifugasi. Endapan tersebut kemudian dibuat
preparat dan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat apa
saja yang terlihat dalam endapan urin tersebut di bawah mikroskop.
Berdasarkan data pengamatan dapat diketahui bahwa pada uji urin secara
mikroskopis tidak ditemukan adanya hialin pada preparat urin yang diamati
dengan mikroskop.

H. Pembahasan
1. Analisis Fisik
Warna
Urine pada manusia normal memiliki beragam warna dari kuning hingga
kuning gading. Pada praktikum kali ini, urin diambil dari subyekyang berjenis
kelamin perempuan.. Warna urin setelah diamati adalah kuning yang bening,
yang berarti menunjukkan kemungkinan penyebab pigmen urine normal
empedu (Tim Pembina Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Manusia, 2000).
Urobilin merupakan pigmen utama dalam urin yang berasal dari
urobilinogen. Warna urin yang normal adalah kuning hingga kuning pucat.
Warna urin kuning gelap menaandakan bahwa tubuh kekurangan air.
Sebaliknya, warna urin yang terlalu bening bisa menjadi tanda bahwa subyek
telah minum air yang banyak. Warna urin juga bisa berubah-ubah sesuai
dengan makanan yang kita asup. Selain itu, Obat-obatan juga bisa mengubah
warna urin. Untuk mencegah supaya urin tidak kuning adalah dengan
meminum air putih minimal 8 gelas sehari,ukuran itu dapat disesuaikan dengan
aktivitas kitalakukan sehari-hari (Ari, 2011).

pH
Saat dilakukan tes pH dengan menggunakan indikator universal,
didapatkan pH urin dari subyek perempuan adalah 7. Hal ini menunjukkan
bahwa urine memiliki pH normal. pH dari urine yang normal berkisar dari 4,6
– 8,0 atau rata-rata 6. (Tim Pembina Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Manusia,
2000). Ginjal dapat mempertahankan keasaman (pH) plasma darah pada
dengan kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Sehingga ,
urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8
(Lepidhopthera, 2011).

Berat Jenis
Ketika melakukan penentuan berat jenis, alat yang dapat dengan mudah
digunakan untuk mengukur adalah menggunakan urinometer (hidrometer).
Berat jenis urine subyek perempuan setelah dianalisis 1,045. Berat jenis dari
urin tersebut dapat digolong normal. Berat jenis urine dikatakan normal
berkisar antara 1,002 – 1,035 (Tim Pembina Mata Kuliah Anatomi Fisiologi
Manusia, 2000).
Berat Jenis (BJ) atau specific gravity (SG) dipengaruhi oleh beberpa hal
diantaranya yaitu tingkat keenceran air seni. Seberapa banyak minum atau
berkemih akan mempengaruhi berat jenis urine; semakin banyak berkemih,
maka akan semakin rendah berat jenis, demikian sebaliknya. Adanya protein
atau glukosa dalam urine akan meningkatkan berat jenis urine. Jika ada protein
dalam urine, maka setiap 1% proteinuria berat jenis bertambah 0,003. Jika ada
glukosa dalam urine, maka setiap 1% glukosuria berat jenis bertambah 0,004
(Ari, 2011).
2. Analisis Kimia
Glukosa yang ada di dalam darah di dalam tubuh saat melewati ginjal ada
yang tidak dapat disaring sehingga lolos dan urin mengandung glukosa. Uji
glukosuria dilakukan menggunakan pereaksi Benedict. Uji Benedict memiliki
prinsip mengamati atau mengukur jumlah gula pereduksi yang mereduksi
Cu2SO4 membentuk endapan Cu2O berwarna merah bata hingga kuning
(McMurry 2008). Pada tabung reaksi hasil praktikum berwarna biru berarti
memiliki kadar glukosa negatif. Hal ini bertanda bahwa jumlah kadar glukosa
yang dikandung sangat sedikit bahkan tidak ada sehingga menandakan urin
masih normal. Menurut Sumardjo (2009) uji benedict dilakukan untuk
mengetahui jenis karbohidrat yang termasuk kedalam gula pereduksi dan yang tidak.
Larutan tembaga yang basa, bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai
gugus aldehida atau keton bebas dan akan membentuk kupro oksida.
Pembentukan senyawa ini dapat dilihat pada pembentukan warna hasil reaksi
berwarna merah bata. Menurut Poedjiadi (1994), pereaksi yang dapat digunakan
untuk pengujian ini yaitu pereaksi benedict yang mengandung kupri sulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat. Gula pereduksi akan mereduksi Cu2+ yang
berupa Cu(OH)2 menjadi Cu+ sebagai CuOH yang selanjutnya akan menjadi Cu2O
yang tidak larut dan berwarna merah atau kuning Menurut Despopoulus
(1998), reaksi pemberian glukosa terhadap urine menusia normal akan
menyebabkan naiknya kadar gula pada urin manusia normal akan menyebabkan
naiknya kadar gula pada urin sehingga akan terjadi perubahan warna jika sebelumnya
diperlakukan dengan benedict. Hasil uji Benedict untuk sampel urin adalah
negatif sehingga dapat diketahui urin tersebut masih normal. Hal ini juga berati
urine berada dalam kondisi normal dan tidak terdeteksi adanya gula pereduksi
dalam urine Menurut Ophart (2003), urin yang terlalu keruh menandakan
tingginya kadar unsur-unsur yang terlarut didalamnya. Hal ini bisa terjadi
karena faktor makanan dan adanya infeksi yang mengeluarkan bakteri atau konsumsi
air yang kurang. Bau urin dapat bervariasi karena kandungan asam organik yang
mudah menguap. Bau keton sering terjadi pada penderita kencing manis dan bau busuk
sering terjadi pada penderita tumor di saluran kemih.
Protein yang ada di dalam darah di dalam tubuh saat melewati ginjal ada
yang tidak dapat disaring sehingga lolos dan urin mengandung dapat
mengandung protein. Tahap filtrasi merupakan proses yang terjadi dalam glomerulus,
terjadi karena permukaan eferent lebih besar dari permukaan eferent maka terjadi penyerapan
darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein
(Anfa dkk., 2016). Uji albumin ditentukan oleh pengendapan protein karena
panas atau dengan menambahkan reagen yang sebelumnya urine di sentrifuge
lebih dulu atau disaring. Pengujian urin menggunakan reagen millon ini jika
memberikan hasil positif berarti adanya protein yang mengandung asam amino
yang memiliki gugus fenol, misalnya tirosin (Susilowati, 2016). Uji protein
menggunakan regaen millon untuk mengetahui adanya kandungan protein dalam
urine memberikan hasil negatif menunjukkan bahwa urine tersebut tidak
mengandung protein, sehingga menghasilkan warna putih kekeruhan pada uji
protein dengan regaen millon (Lestari 2017). Pemeriksaan urine berguna untuk
menunjang diagnosis suatu penyakit. Pada penyakit tertentu, dalam urine dapat
ditemukan zat-zat patologik seperti protein ini (Probosunu, 1994). Contohnya
penyakit diabetes mellitus adalah suatu sindrom yang mempunyai ciri kondisi
hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait
dengan defisiensi sekresi dan/atau aksi insulin secara absolut atau relatif.
Gangguan pada ginjal juga dapat berupa uremia yang merupakan suatu
sindrom klinik dan laboratorik yang dapat terjadi pada semua organ karena
penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi retensi sisa pembuangan metabolisme
protein, di tandai oleh homeostasis cairan yang abnormal dan elektrolit dengan
kekacauan metabolik dan endokrin. Proses pembentukan urea juga didapat dari
metabolisme protein yang berlangsung melalui lintasan siklus urea (Rini dkk.,
2017).

3. Analisis Mikroskopik
Dalam uji mikroskopik, bertujuan untuk mengetahui leukosit, eristrosit,
sel, epitel, kristal, dan sel squamosa yang terdapat dalam urin. Uji ini dapat
ditemukan sel epitel yang terdiri atas macam yaitu epitel yang berasal dari
ginjal yang biasanya berbentuk bulat berinti, epitel yang berasal dari kandung
kemih yang disebut sel transisional dan sel gepeng yang berasal dari uretra
bagian distal. Leukosit yang tampak sebagai benda bulat yang mengandung
granula halus dengan inti yang nampak jelas dan biasanya leukosit ini sel
polimorfonuklear. Urine pada orang yang normal mengandung elemen-elemen
tersebut dalam jumlah yang sedikit.
Dalam keadaan normal, jumlah leukosit dalam urin adalah 0 – 4 sel.
Eritrosit yang terdapat dalam urin pekat akan mengkerut, dalam urin yang
encer akan membengkak sedangkan dalam urin yang alkalis akan mengecil.
Dalam keadaan normal terdapat 0 – 2 sel eritrosit yang terdapat dalam urin.
Apabila elemen-elemen tersebut jumlahnya meningkat atau berlebihan maka
urine mengalami abnormalitas. Adanya elemen-elemen dalam jumlah yang
abnormal tersebut disebabkan oleh berbagai hal antara lain ketidaknormalan
organ-organ yang berperan dalam system urinearia misalnya pada ginjal.
Kristal-kristal yang terdapat dalam urine (pada praktikum ini sel epitel
squamosa dan asam hipuric). Terdapatnya unsur tersebut tergantung dari jenis
makanan, banyak makanan, kecepatan metabolisme dan kepekatan urine
(dr.Wirawan, 2012). Diperkuat pula bahwa fosfat di urine adalah gabungan
dari natrium dan kalium fosfat, ini berasal dari makanan yang mengandung
protein berikatan dengan fosfat (Soewolo, 2000).
Jumlah eritrosit yang meningkat menggambarkan adanya trauma atau
pendarahan pada ginjal, saluran kemih, infeksi, tumor, dan batu ginjal. Dan
kristal dalam urin normal pada pH asam terdiri atas asam urat, natrium urat,
dan kalsium fosfat. Dan kristal yang abnormal seperti sistin, leucin, tirosin,
kolesterol, dan albumin. Selain itu, Menurut Riswanto (2010), pemeriksaan
mikroskopik diperlukan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel
lainnya. Banyak macam unsur mikroskopik dapat ditemukan baik yang ada
kaitannya dengan infeksi (bakteri, virus) maupun yang bukan karena infeksi
misalnya perdarahan, disfungsi endotel dan gagal ginjal. Epitel skuamosa
umumnya dalam jumlah yang lebih rendah dan berasal dari permukaan kulit
atau dari luar uretra. Signifikansi utama mereka adalah sebagai indikator
kontaminasi (Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang didapat dan berdasarkan teori tersebut
ditemukanya hialin dalam urin, bisa jadi disebabkan karena pengaruh faktor
makanan yang dikonsumsi dan kecepatan metabolisme. didalam tubuh.

I. Kesimpulan

Urine pada manusia normal memiliki beragam warna dari kuning hingga
kuning gading. pH dari urin tersebut adalah netral dengan suhu sebesar 32˚C.
pada uin yang kita amati, jumlah kadar glukosa yang dikandung sangat sedikit
bahkan tidak ada sehingga menandakan urin masih normal dan urin negatif
mengandung protein. Pada urin juga tidak ditemukan adanya hialin pada preparat
urin yang diamati dengan mikroskop.
Daftar Pustaka

Anfa, A.A.P., Huda, N.K., Rahmayeny, N.F., Ramadhana, R., Afni, dan S.N.
2016. Analisis Urine. Jurusan Biologi FMIPA: Universitas Andalas
Padang.
Ari. 2011. Cara Menganalisa Hasil Laboratorium Urine.
Despopoulus, A. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi. Hipokratea: Jakarta.
Evelyn, P. 1989.Anatomi dan Fisiologiuntuk Paramedis.Jakarta:Gramedia.
Irianto, Kus dan Kusno Waluyo. 2004. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Bandung.
Yrama Widya
Jevon, P., & Ewens. B. 2009. Pemantauan Pasien Kritis (Edisi 2). Jakarta:
Erlangga
Lepidhopthera. 2011. Laporan Praktikum Pemeriksaan Warna,
Kejernihan dan pH Urine.
Lestari ES. 2017. Penggunaan laboratorium virtual untuk meningkatkan
pengetahuan prosedural siswa pada pokok bahasan sistem ekskresi
[thesis]. Bandung (ID): Universitas Pasundan.
Ma’rufah. 2011. Hubungan Glukosa Urin dengan Berat Jenis. Jurnal. Dosen
Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Malang
McMurry J. 2008. Organic Chemistry 8th Edition. New York (US): WH Freeman
and Company.
Ophart, C.E., 2003. Virtual Chembook. Elmhurst College.
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.
Probosunu, N. 1994 . Fisiologi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Rini, R.V., Ariani, R.G. dan Ikhsan. 2017. Urinalisis. Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam: IPB.
Risna, R.R. 2014. Tes Urin Pada Pasien Penyekit Ginjal. Universitas Muhammad
Husni Thamrin. Jakarta Timur
Riswanto. 2010. Protein Urine. Surakarta: UNS Press
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional
Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. EGC. Jakarta.
Susilowati, Lestari, S.R., Wulandari, N., dan Gofur, A. 2016. Petunjuk Praktikum
Fisiologi Hewan dan Manusia. Universitas Negeri Malang: Malang.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat (Cetakan 1Kedokteran
EGC, Jakarta
Tim Pembina MK Anatomi Fisiologi Manusia. 2011. Petunjuk Praktikum
Anatomi Fisiologi Manusia. Malang : UM
Wilson, J. A. 1979.Prinsiple of AnimalPhysiology.Collier Mc Millan. SPublisher.
London
Wirawan, dkk. 2012. Penialaian Hasil Pemeriksaan Urine. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Lampiran

Gambar urin sebelum perlakuan Memasukkan urin kedalam tabung


centrifuge

Pemanasan urin yang sudah sudah Urin setelah dipanaskan + benedict


ditambahkan benedict

Urin siap diamati dengan Urin sebelum dipanaskan


mikroskop
Penambahan reagen milon Stelah ditambahkan reagen milon

Anda mungkin juga menyukai