Anda di halaman 1dari 6

BODY SCRUB CRUSTACEAN

PEMANFAATAN ASTAXANTHIN DARI LIMBAH KULIT UDANG

BODY SCRUB CRUSTACEAN


UTILIZATION OF ASTAXANTHIN FROM THE SHRIMP SHELL WASTES

Rahmawaty Hasan
Sarjana Ilmu Farmasi, Universitas Negeri Gorontalo
rahmahasan1234@gmail.com

ABSTRAK
Udang di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Ekspor udang beku tanpa kulit dan kepala sebesar 60% dari total ekspor.
Limbah padat hasil produksi olahan udang sebesar 36-47% dari total ekspor. Oleh karena itu
diperlukan penanganan limbah yang tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan. Salah satu pemanfaatan limbah krustasea adalah pengolahan menjadi astaxanthin.
Astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Astaxanthin memperbaiki struktur kulit
jaringan kolagen serta merawat kulit muda dan elastis. Astaxanthin dapat diformulasikan dalam
produk kosmetik body scrub yang dapat memperbaiki regenerasi kulit akibat paparan radikal
bebas sinar matahari. Astaxanthin diekstraksi dari 10 g limbah kulit udang kering yang
dilarutkan dalam 100 mL aseton. Body scrub tipe air dalam minyak dengan fase air terdiri dari
eksipien DMDM hydantoin 1% dan aquades, fase minyak astaxanthin 48,64 μg/g dan sukrosa.
Kedua fase dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan pengadukan 3800 rpm 5 jam.
Body scrub crustacean dapat stabil 1 tahun penyimpanan pada suhu kamar. Tingginya intensitas
sengatan panas matahari di pesisir Gorontalo membuat pemanfaatan astaxanthin dari limbah
kulit udang menjadi produk body scrub crustacean dirasa cocok dan pantas untuk digunakan
oleh penduduk sekitar.
KATA KUNCI: kulit udang, astaxanthin, antioksidan, body scrub
ABSTRACT
Shrimps still a fishery commodities, it has a high economic value. Exports of shrimp without a
shell and head of 60% of total exports. Solid wastes production of processed shrimp for 36-47%
of total exports. Therefore required by waste handling right not to cause negative impacts for the
environment. One waste utilization processing being crustaceans is astaxanthin. The antioxidant
astaxanthin has stronger activity. Astaxanthin can improve skin structure and caring young skin
collagen and elastic. Astaxanthin can be formulated in body scrub, that can be improve skin
regeneration cause free radical sunlight. Astaxanthin is extracted from 10 g dried shrimp shell
waste dissolved in 100 mL acetone. Scrub the best type of water in oil with water phase
comprising an excipient DMDM hydantoin 1% and distilled water; the oil phase of astaxanthin
48.64 μg/g and is sucrose. The second phase is homogenized homogenizer with the speed 3800
rpm stirring 5 hours. Crustacean scrubs can be a stable one year of storage at room
temperature. The high intensity of the sun in the coastal heat shock Gorontalo make utilization
astaxanthin from waste products become scrub shells of crustaceans deemed suitable and
wonder for a review used by residents.
KEY WORDS: shell shrimps, astaxanthin, antioxidant, body scrub

1
1. PENDAHULUAN
Sumberdaya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai memiliki tingkat
keragaman hayati (bio-diversity) paling tinggi. Sumberdaya tersebut paling tidak
mencakup 37% dari spesies ikan di dunia. Sumberdaya perikanan dan kelautan telah
teridentifikasi sebagai salah satu sumberdaya alam fital terhadap kesejahteraan
masyarakat pesisir yang berkontribusi pada 2,4% GDP (Gross Domestic Product)
Indonesia pada tahun 2014 (ADB, 2014). Udang di Indonesia sampai sekarang masih
merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pada tahun 2010
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mengemukakan bahwa volume
ekspor udang Indonesia tahun 2010 mencapai 140.940 ton yang memiliki nilai sebesar
US$ 989.708.000. Ekspor udang beku tanpa kulit dan kepala sebesar 60% dari total
ekspor. Limbah padat hasil produksi olahan udang sebesar 36-47% dari total ekspor.
Diperkirakan, dari proses pengolahan seluruh unit pengolahan udang yang ada di
Indonesia, limbah kulit dan kepala udang yang dihasilkan sebesar 325.000 ton per tahun.
Oleh karena itu diperlukan penanganan limbah yang tepat agar tidak menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan.
Salah satu pemanfaatan limbah krustasea tersebut adalah pengolahan menjadi
khitin, khitosan dan karotenoid. Kulit udang dan kepiting merupakan limbah pengolahan
yang besarnya mencapai 50-60% berat utuh. Kepala dan kulit udang banyak mengandung
protein, senyawa kitin dan pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid terdiri dari beberapa
jenis seperti likopen, karoten, xantophil, zeaxanthin dan astaxanthin. Jika limbah ini
dapat dimanfaatkan, maka selain dapat mengatasi masalah polusi perairan, juga akan
memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan perikanan. Sampai saat ini pemanfaatan
limbah-limbah tersebut masih sangat terbatas. Pemanfaatannya antara lain untuk
pembuatan petis, terasi, flavor, dan sebagai bahan campuran pakan ternak. Sesungguhnya
limbah udang merupakan sumber khitin, khitosan dan karotenoid yang sangat potensial.
Karotenoid dalam bentuk astaxanthin dapat diperoleh dari kulit udang dengan cara kimia
menggunakan pelarut non polar dan minyak makan (Johnson, et al, 1982).
Astaxanthin adalah pigmen karotenoid, dengan struktur molekul yang mirip dengan
β-karoten (Gambar 1). Astaxanthin memiliki aktivitas antioksidan yang kuat. Telah
dilaporkan bahwa astaxanthin memiliki kontribusi dalam dunia kosmetik yaitu
memperbaiki struktur jaringan kolagen. Pada kulit, radikal bebas menyebabkan garis-
garis dan keriput dengan menghancurkan kolagen yang memberikan kulit muda dan
elastis. Ketika antioksidan menetralisir radikal bebas, antioksidan melindungi terhadap
kerusakan dan dapat membantu memperbaiki jaringan kolagen (Tweed, 2011).

Gambar 1 Struktur kimia karatenoid. Sumber: Urich, 1994.

2
Produk kosmetik perawatan kulit seperti sabun, susu sampai krim pembersih, untuk
kulit yang sangat kotor pun tidak sanggup untuk mengangkat sel-sel yang sudah mati
dipermukaan kulit. Sel-sel mati tidak dapat terlepas dari epidermis karena produk
kosmetik perawatan kulit yang terlalu halus atau licin, jika tidak diangkat akan
menyebabkan kulit menebal, kusam, dan pori-porinya mudah tersumbat. Selain itu
pergantian sel-sel kulit lama dengan sel-sel kulit yang masih baru, sehat, dan segar jadi
terhambat. Oleh karena itu kulit sudah tua atau mati harus dibuang dari permukaan kulit
karena akan mengganggu pernapasan kulit. Sehingga diperlukan bahan agak kasar untuk
dapat melepaskannya dari kulit, seperti, menggosokkan beras atau biji-bijian yang umum
disebut scrub cream. Bahan-bahan dasar scrub cream sama dengan krim pembersih kulit
pada umumnya yang mengandung lemak penyegar, scrub cream dimasuki butiran kasar
yang bersifat sebagai pengampelas (abrasiver) agar bisa mengangkat sel-sel mati.
Tujuan penulisan paper ini adalah mengkaji potensi pemanfaatan limbah kulit
udang yang tersebar di pusat pengolahan udang perairan Gorontalo, khususnya di sekitar
kawasan pantai Bone bolango yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber astaxanthin
alami. Astaxanthin sebagai antioksidan dapat dimanfaatkan sebagai zat aktif dari sediaan
kosmetik body scrub yang dapat memperbaiki regenerasi kulit akibat paparan radikal
bebas sinar matahari. Tingginya intensitas sengatan panas matahari di pesisir Gorontalo
membuat pemanfaatan astaxanthin dari limbah kulit udang menjadi produk body scrub
crustacean dirasa cocok dan pantas untuk digunakan oleh penduduk sekitar. Diharapkan
hasil kajian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dan pembaca
sehingga kelak dapat dikembangkan lebih baik lagi.

2. BAHAN DAN METODE


Persiapan sampel
Limbah kulit udang dikumpulkan dari pusat pengolahan udang di wilayah pesisir
Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Selanjutnya diangkut ke laboratorium di bawah
kondisi es. Sampel dicuci menggunakan air mengalir dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 500C selama 24 jam.
Ekstraksi Astaxanthin
Ekstraksi astaxanthin dari limbah kulit udang menggunakan pelarut organik non polar
aseton. Disediakan wadah (toples) sebagai wadah ekstraksi dari 10 gram limbah kulit
kering yang dilarutkan dengan 100 mL pelarut aseton dan diaduk selama 1 jam dengan
pengaduk magnetik. Selanjutnya dilakukan saponifikasi dengan menambahkan larutan
jenuh kalium hodroksida. Toples ekstraksi disimpan dalam ruang gelap tanpa akses sinar
matahari dan lampu selama 24 jam. Kemudian pemisahan sabun (saponifikasi) dilakukan
dengan menyaring hasil ekstraksi dengan glass wool. Hasil ekstrak karotenoid disaring
dengan menggunakan kertas saring Whatman nomor 42. Filtrat ditempatkan dalam
corong pemisah, dicuci dengan metanol dan dipekatkan dengan vacuum rotary
evaporator.
Formulasi body scrub
Dalam pembuatan sediaan body scrub tipe krim air dalam minyak digunakan bahan aktif
hasil ekstraksi astaxanthin dari limbah kering kulit udang sebagai fase minyak dan fase
air terdiri dari eksipien pengawet DMDM hydantoin dan aquades. Kedua fase
dipanaskan di atas penangas air pada suhu 500C pada masing-masing gelas kimia.
Kemudian kedua fase dicampurkan perlahan-lahan ke dalam gelas kimia.

3
Dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan pengadukan 6000 rpm 5 jam.
Selanjutnya ditambahkan gula (sukrosa) yang telah diayak menggunakan mesh 16.
Dihomogenkan dengan homogenizer pada kecepatan pengadukan 3800 rpm 5 jam.

3. HASIL DAN BAHASAN


Astaxanthin alami memiliki keunggulan dibandingkan astaxanthin sintetik.
Astaxanthin alami terdapat dalam bentuk mono- dan di- ester dari asam lemak, sementara
astaxanthin sintetik memiliki gugus hidroksil bebas. Dalam penggunaannya, bentuk ester
memiliki kestabilan yang lebih tinggi dibandingkan bentuk bebas, karena lebih
terlindungi terhadap oksidasi. Karotenoid bersifat lipofilik, yaitu tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik berupa aseton, alkohol, eter, heksan, toluen, kloroform
dan etil asetat. Ekstraksi astaxanthin dari limbah kulit udang menggunakan pelarut
organik non polar aseton. Berdasarkan penelitian Dalei (2015), pelarut aseton digunakan
karena sifat non polarnya dapat mengekstraksi astaxanthin dari 10 gram kulit udang
sebesar 48,64 μg/g. Menurut Rodriquez (2005), karotenoid alami terdapat dalam bentuk
ester dari berbagai jenis asam lemak, berupa metil ester atau dimetil ester. Penambahan
larutan KOH jenuh bertujuan untuk memperoleh astaxanthin dalam bentuk bebasnya.
Hasil ekstrak karotenoid disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman nomor
42. Filtrat ditempatkan dalam corong pemisah, dicuci dengan metanol dan dipekatkan
dengan vacuum rotary evaporator.
Body scrub crustacean berupa bentuk krim dengan tipe emulsi air dalam minyak.
Fase air adalah pengawet DMDM Hydantoin dan pelarut aqua destilata. DMDM
Hydantoin (Dimethylol-5,5- dimethylhydantoin) adalah pengawet yang sering digunakan
dalam produk kosmetik. DMDM Hydantoin (Dimethylol-5,5-dimethylhydantoin)
merupakan pengawet yang efektif melawan jamur dan ragi yang mempunyai spektrum
antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air. Penelitian Amalliyah (2014),
menggambarkan bahwa penggunaan DMDM Hydantoin konsentrasi 1% adalah
konsentrasi paling efektif melawan mikroorganise dalam produk kosmetik sediaan
topikal. Sedangkan fase minyak terdiri dari zat aktif lipofilik astaxanthin kental yang
telah dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Kedua fase dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 500C pada masing-masing gelas kimia. Kemudian kedua fase
dicampurkan perlahan-lahan ke dalam gelas kimia. Dihomogenkan dengan homogenizer
pada kecepatan pengadukan 6000 rpm 5 jam. Selanjutnya ditambahkan gula (sukrosa)
secukupnya yang telah diayak menggunakan ayakan mesh 16. Menurut Suhartini (2007),
penggunaan sukrosa dimaksudkan sebagai eksipien yang memiliki sifat pelembut
(softening agent) dengan khasiat mampu mengangkat sel-sel kulit mati. Dihomogenkan
kembali dengan homogenizer pada kecepatan pengadukan 3800 rpm 5 jam. Kecepatan ini
dipilih sebagai kecepatan pengadukan ideal yang menjadi prinsip uji sentrifugasi karena
dapat stabil terhadap gaya gravitasi selama 1 tahun penyimpanan pada suhu kamar
(Lachman, et al, 1986).
Body scrub crustacean berupa bentuk krim dengan tipe emulsi air dalam minyak.
Dengan adanya penambahan sukrosa secukupnya menghasilkan sediaan yang masih
kurang baik dimana gula yang digunakan sebagai scrub mudah melarut maka dilakukan
reformulasi dengan mengganti tipe emulsi minyak dalam air menjadi air dalam minyak,
diharapkan agar gula yang digunakan sebagai scrub tidak mudah larut karena fase luarnya
adalah minyak sehingga mencegah gula mudah melarut. Selain itu adanya kandungan

4
antioksidan astaxanthin dalam fase minyak dapat memperbaiki penetrasi kerja
antioksidan dalam fase minyak ketika dicampur besama sukrosa sebagai scrub.
Astaxanthin bekerja dengan menetralisir radikal bebas dari kulit yang terpapar sinar
ultraviolet matahari. memperbaiki struktur jaringan kolagen. Radikal bebas menyebabkan
garis-garis dan keriput dengan menghancurkan kolagen yang memberikan kulit muda dan
elastis. Sehingga kulit yang sering terpapar radikal bebas seperti asap kendaraan dan
radiasi sinar ultraviolet dari sinar matahari diperlukan perawatan body scrub astaxanthin
crustacean yang dapat membantu memperbaiki jaringan kolagen.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian ilmiah diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Potensi antioksidan astaxanthin dari limbah kulit udang dapat dimanfaatkan sebagai
produk kosmetik body scrub dalam merawat dan memperbaiki jaringan kolagen kulit
akibat paparan radikal bebas dan sengatan sinar matahari.
2. Ekstraksi 10 gram limbah kulit udang kering dengan pelarut aseton 100 mL mampu
menghasilkan kadar astaxanthin sebesar 48,64 μg/g.
3. Formulasi bosy scrub crustacean berupa krim tipe air dalam minyak dengan eksipien
DMDM Hydantoin 1%, sukrosa dan aquades.

5. DAFTAR PUSTAKA
Amalliyah, B. 2014. Stabilitas fisika sediaan body scrub mengandung bekatul, rice bran
oil, virgin coconut oil, kopi dan ekstrak aloe vera dengan bahan pengawet DMDM
Hydantoin dan Natrium Benzoat. Surabaya: Universitas Surabaya.

Asian Development Bank (ADB). 2014. Economic of Fisheries and Aquaculture in the
Coral Triangle. Filipina.

Dalei, J., Sahoo, D., 2015. Extraction And Characterization Of Astaxanthin From The
Crustacean Shell Waste From Shrimp Processing Industries. India: Department of
Biochemistry and Microbiology.

Johnson, E.L & Q.P. Peniston. 1982. Utilization of shellfish wastes for producting of
chitin and chitosan production. In chemistry and biochemistry of marine food
product. AVI Publishing.

Lachman, L., H. A., Lieberman. 1986. The Teory and Practice of Industry Pharmacy.
Phidelphia: Lea and Febriger.

Rodriquez, D.B. 2001. A Guide to Carotenoid Analysis in Food. Washington: ILSI Press.

Suhartini. 2007. Formulasi Lulur Ekstrak Daun The Hijau (Camellia sinensis L.) Dengan
Sukrosa Sebagai Bahan Pembawa [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan.

Tweed, V. 2011. Astaxanthin: Beauty From Tip To Toe.

5
Urich, K. 1994. Comparative Animal Biochemistry. Germany: Springer Verlag.

Anda mungkin juga menyukai