Anda di halaman 1dari 18

Penanina Kertas

Etika Bisnis "Ekonomi dan Keadilan


dalam Etika Bisnis"
April 01, 2015
Ekonomi dan Keadilan
Oleh: Eni Lestari _ 14200105

Dari zaman dahulu keadilan merupakan suatu topik penting dalam etika. Terlebih lagi
dalam konteks ekonomi dan bisnis karena bukan hanya sebatas perasaan atau sikap batin saja
tetapi menyangkut kepentingan orang banyak dan juga tuntutan orang banyak pihak. Hubungan
antara ekonomi dan keadilan terjalin dengan erat.
Keadilan berasal dari kata adil yang berarti sama rata. Sedangkan Ekonomi sebagai ilmu
didefinisikan sebagai studi tentang cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang
langka untuk memproduksikan komoditas-komoditas yang berharga dan mendistribusikannya
diantara orang-orang yang berbeda. Masalah keadilan atau ketidakadilan baru muncul, jika tidak
tersedia barang cukup bagi semua orang yang menginginkannya. Adil tidaknya suatu keadaan
selalu terkait juga dengan kelangkaan.
Ekonomi dan keadilan selalu terkait. Keadilan menjadi kata hampa belaka, bila tidak tersedia
barang yang cukup (kemakmuran) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tetapi kemakmuran
saja tidak menjamin adanya keadilan, bila kekayaan tidak terbagi dengan seimbang.
Hubungan antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, dikarena dua-duanya
berasal dari sumber daya yang sama yaitu masalah kelangkaan. Kelangkaan adalah asal-usul dari
ekonomi dalam dua arti. Tentang barang yang melimpah ruah dan tidak menimbulkan masalah
ekonomi dan tentang barang yang tidak melimpah ruah namun menimbulkan masalah ekonomi.

A. Hakikat keadilan

Orang-orang Roma kuno terkenal karena menciptakan suatu sistem hukum yang bagus (Ius
Romanum), yang masih dikagumi dan dipelajari sekarang ini juga, bukan saja oleh para
sejarawan tetapi juga oleh para ahli hukum. Pengarang Roma, Ulpianus, yang dalam hal ini
mengutip orang bernama Celcus, menggambarkan keadilan dengan “tribuere cuique suum”.
Dalam bahasa Inggris berbunyi “to give everybody his own” atau dalam bahasa Indonesia
“memberikan kepada setiap orang yang mempunyainya”. Bagi kita titik tolak untuk refleksi
tentang keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
Tiga ciri khas penanda keadilan adalah sebagai berikut :
a. Keadilan tertuju pada orang lain,
Keadilan tertuju pada orang lain atau keadilan selalu ditandai other directedness (J. Finnis).
Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar-manusia. Untuk itu
diperlukan sekurang-kurangnya dua orang manusia
b. keadilan harus ditegakan,
Keadilan harus ditegakan atau dilaksanakan. Jadi, keadilan tidak diharapkan saja atau dianjurkan
saja. Keadilan mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban. Ciri itu disebabkan karena
keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi. Oleh karena itu dalam konteks
keadilan bisa dipakai “bahasa hak” atau “bahasa kewajiban”, tanpa mengubah artinya. Dalam
mitologi Romawi dewi Iustitia (keadilan) digambarkan dengan memegang timbangan dalam
tangan. Timbangan menunjuk kepada cirri kedua yaitu keadilan harus dilaksanakan persis sesuai
dengan hak seseorang
c. keadilan menuntut persamaan.
Keadilan menuntut persamaan (equality). Atas dasar keadilan, kita harus memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali. Dewi Iustita yang memegang timbanga
dalam tangannya, digambarkan juga dengan matanya tertutup dengan kain. Sifat terakhir ini
menunjuk kepada cirri ketiga yaitu keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang, tanpa
melihat orangnya siapa.

B. Pembagian Keadilan

Jenis-Jenis keadilan :

a. Pembagian Klasik
Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang
mengikuti jejak filsuf dan teolog besar, Thomas Aquinas (1225-1274). Dia juga mendasarkan
pandangan filosofisnya atas pemikiran Aristoteles dalam masalah keadilan pun demikian.
Keadilan dapat menyangkut kewajiban individu-individu terhadap masyarakat, lalu kewajiban
masyarakat terhadap individu-individu dan akhirnya kewajiban antara individu-individu satu
sama lain.
Tiga macam keadilan, sebagai berikut
1. Keadilan umum (general justice)
Berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada
masyarakat (secara konkret berarti: negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan umum ini
menyajikan landasan untuk paham common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama) dan
menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
2. Keadilan distributive (distributive justice)
Berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi segalanya
dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai
nama “keadilan membagi”.
3. Keadilan komutatif (commutative justice)
Berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi
haknya. Hal itu berlaku pada taraf individu maupun sosial. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai
nama “keadilan tukar-menukar”. Keadilan komutatif menjadi fundamennya, jika orang
mengadakan perjanjian atau kontrak.

b. Pembagian pengarang Modern


Pembagian keadilan menurut beberapa pengarang modern tentang etika bisnis, khususnya John
Boatrigh dan Manuel Velasquez. Pembagian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Keadilan distributive (distributive justice)


Dimengerti dengan cara pembagian klasik. Benefits and burdens.
2. Keadilan retributive (retributive justice)
Berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan kepada orang yang
bersalah haruslah bersifat adil. Tiga sayarat yang harus dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai
adil. Pertama, kesengajaan dan kebebasan.Kedua, asas praduga tak bersalah. Ketiga, Hukuman
harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang dilakukan. Syarat konsistensi
terpenuhi, jika selalu diambil tindakan terhadap suatu pelanggaran dan jika semua pelanggar
dikenakan hukuman yang sama. Syarat proporsionalitas terpenuhi, jika hukuman atau denda
yang ditetapkan tidak melebihi kerugian yang diakibatkan.
3. Keadilan kompensatoris (compensatory justice)
Menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek lain. Berdasarkan keadilan ini
orang mempunyai kewajiban moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang
atau instansi yang dirugikan. Supaya kewajiban kompensasi ini berlaku, perlu terpenuhi tiga
syarat. Pertama, tindakan yan mengakibatkan kerugian harus salah atau disebabkan kelalaian.
Kedua, perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian. Ketiga, kerugian
harus disebabkan oleh orang yang bebas.
4. Keadilan Individual dan Keadilan Sosial
Cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan individual dan sosial adalah membedakannya
dengan keadilan individual. Pelaksanaan keadilan individual tergantung pada kemauan atau
keputusan satu orang (atau bisa beberapa orang ) saja. Dalam pelaksanaan keadilan sosial,
tergantung dari struktur-struktur masyarakat di bidang social-ekonomi, politik, budaya dan
sebagainya. Keadilan social terlaksana jika hak-hak social terpenuhi..

C. Keadilan distributif pada khususnya

Dalam etika modern ada 2 macam prinsip untuk keadilan distributif :


1. Prinsip formal
Menyatakan bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama,
sedangkan kasus-kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara yang tidak sama.
2. Prinsip material
Beauchamp dan Bowie menyebut 6 prinsip mengenai prinsip material yang melengkapi prinsip
moral. Keadilan distributif terwujud, kalau diberikan :
 Kepada setiap orang bagian yang sama ;
 Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya;
 Kepada setiap orang sesuai dengan haknya;
 Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya;
 Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat;
 Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya.
Berdasarkan prinsip-prinsip material terbentuklah beberapa teori keadilan distributif.
 Teori Egalitarianisme
Teori ini didasarkan pada prinsip pertama yaitu bahwa kita baru membagi dengan adil, bila
semua orang mendapat bagian yang sama (equal). Pemikiran ini merupakan keyakinan umum
sejak Revolusi Prancis menumbangkan monarki absolut dan feodalisme. Dalam artikel
pertamanya yaitu Deklarasi Hak Manusia dan Warga Negara (1789). Beberapa tahun
sebelumnya di Amerika Serikat dalam The Declaration of Independence (1776) sudah ditegaskan
“All men are created equal”.
 Teori Sosialistis
Teori ini memilih prinsip kebutuhan sebagai dasarnya. Masyarakat diatur dengan adil, jika
kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan pokok/primer. Dalam teori sosialis
terkenal prinsip oleh Karl Marx (1818-1883) diambil oleh dari sosialis Prancis, Louis Blanc
(1811-1882): “From each according to his ability, to each according to his needs”.
 Teori Liberalistis
Menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil karena manusia adalah makhluk
bebas. Berarti kita harus membagi menurut usaha-usaha bebas dari individu-individu
bersangkutan. Teori ini digarisbawahi pentingnya dari prinsip hak, usaha tetapi secara khusus
prinsip jasa. Terutama prestasi dilihat sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang.

D. John Rawls tentang keadilan distributif

John Rawls dilahirkan di Baltimore, Mayland , Amerika Serikat, tahun 1921. Pendidikannya di
bidang ekonomi dan filsafat. Bukunya yang termasyur berjudul A Theory of Justice (1971), salah
satu buku filsafat dari abad ke 20 yang paling banyak ditanggapi dan dikomentari. Sebelum dan
sesudahnya ia menulis beberapa artikel namun baru tahun 1993 terrbit bukunya yang kedua
Political Liberalism, yang untuk merevisi pandangannya dalam buku perama, antara lain dengan
mengakui bahwa masyarakat modern sangat heterogen dan karenanya toleransi harus menjadi
ciri khas masyarakat yang adil. Yang harus dibagi dengan adil dalam masyarakat hanyalah the
social primary goods yaitu :
1. Kebebasan-kebebasan dasar : mengemukakan pendapat, kebebasan hati nurani, dasn kebebasan
berkumpul, integrasi pribadi dan kebebasan politik;
2. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi;
3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi penuh tanggung
jawab;
4. Pendapatan dan milik;
5. Dasar-dasar sosial dan harga diri.
Nilai-nilai dasar tersebut dibagi dengan adil jika menurut isinya (just) dan menurut prosedurnya
(fair). Metode serupa harus dipakai juga untuk menentukan prinsip keadilan distributif.
Perumusan prinsip-prinsip itu harus dimasuki the original position. Maksudnya, kita seolah-olah
keluar dari masyarakat di mana kita hidup, pada awal mula sejarah belum dimulai, dan situasi
khayalan dimana masyarakat belum terbentuk. Dengan begitu kita berada dibalik the veil of
ignorance/ dibalik selubung ketidaktahuan. Dengan posisi itu kita dapat menyetujui prinsip-
prinsip keadilan berikut ini.
 Prinsip pertama : setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang
paling luas yang dapat dicocokan dengan kebebasan- kebebasan yang sejenis untuk semua
orang.
Prinsip ini dapat disebut “kebebasan yang sedapat mungkin sama”. Dalam hal ini Rawls
menganut egalitarianisme.
 Prinsip kedua: ketidak samaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa sehingga :
 menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung dan serentak.
Disebut juga prinsip perbedaan. Dengan itu Rawls menolak egalitarianisme radikal. Denagn
prinsip perbedaan itu sebenarnya Rawls meletakan dasar etis untuk Walfare State Modern.
 melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam keadaan
yang menjamin persamaan peluang yang fair.
Prinsip ini disebut juga prinsip persamaan peluang yang fair.
Menurut Rawls, prinsip pertama harus diberi prioritas mutlak. Prinsip 2b harus ditempatkan di
atas prinsip perbedaan (2a). Pada skala nilai dalam masyrakat adil yang dicita-citakan Rawls,
paling atas harus ditempatkan hak-hak kebebasan yang klasik, yang pada kenyataannya sama
dengan yang kita sebut Hak Asasi Manusia. Lantas harus dijamin peluang yang sama bagi semua
warga negara untuk memangku jabatan yang penting. Akhirnya dapat diterima perbedaan sosial-
ekonomis tertentu demi peningkatan kesejahteraan bagi orang-orang yang minimal
beruntung.

E. Robert Nozick tentang keadilan distributif

Nozick menjadi terkenal karena bukunya Anachy, State, and Utopia (1974) yang memuat
pemikiran liberalistisnya tentang keadilan. Teorinya tentang keadilan distributif disebutnya
“entilement theory”. Menurutnya kita memiliki sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu berasal
dari keputusan bebas yang mempunyai landasan hak.
Ada 3 kemungkinan yang mengeluarkan 3 prinsip.
1. prinsip original acquisition: kita memperoleh sesuatu untuk pertama kali.
2. prinsip transfer: kita memiliki sesuatu karena diberikan oleh orang lain.
3. prinsip rectification of injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang sebelumnya dicuri dari
kita.
Ketiga prinsip ini merupakan prinsip – prinsip historis , artinya mereka tidak saja melihat hasil
pembagian tetapi mempertanggungjawabkan juga proses yang melandaskan pembagian atau
pemilikan.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan harus ditegakkan, jika diakui bakat-bakat dan sifat-
sifat pribadi beserta segala konsekuensinya (seperti hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan
hak. Ia juga berpendapat bahwa prinsip dasar Immanuel Kant juga harus dipegang teguh. Tidak
pernah menjadi adil memerangi kemiskinan dengan memaksakan perubahan struktural dalam
masyarakat. Membantu orang miskin memang merupakan solidaritas tetapi kewajiban itu
termasuk etika pribadi dan haknya hanya boleh dijalankan dengan keputusan-keputusan bebas.

F. Keadilan ekonomis

Keadilan memegang peranan penting dalam konteks ekonomi dan bisnis, karena menyangkut
barang yang diincar banyak orang untuk dimilki atau dipakai. Sejarawan ide sosial dan politik
yang berkebangsaan Kanada, C.B. MacPherson, berpendapat bahwa dalam zaman modern
keadilan ekonomis tidak banyak diperhatikan, sampai muncul lagi dengan kuatnya sekitar
pertengahan abad ke 19 dan berperang penting dalam demokrasi-demokrasi parlementer
sepangjang abad ke 20.
Masyarakat tidak mungkin dikatakan diatur dengan baik kalau tidak ditandai dengan keadilan.
Namun alangkah lebih baik keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual. Juga
dalam konteks ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam masyarakat,
tetapi keadilan merupakan juga keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi.
Supaya dapat hidup dengan baik, disamping nilai-nilai ekonomis, pebisnis pun harus memberi
tempat juga kepada nilai-nilai moral yaitu yang terpenting adalah keadilan.

Etika Bisnis
Komentar

Postingan populer dari blog ini


Ringkasan Materi " Liberalisme dan Sosialisme Etika Bisnis"
April 07, 2015
LIBERALISME DAN SOSIALIME SEBAGAI PERJUANGAN MORAL Perjuangan
ideologis antara liberalisme dan sosialisme selama abad ke-19 dan ke -20 sebagian
besar menghasilkan tatanan sosio-ekonomi dunia sekarang dan jelas memiliki aspek-
aspek etis.
1.Tinjauan Historis a)John Locke dan Milik Pribadi Menurut John Locke (1632-
1704), seorang filsuf dari Inggris, manusia memiliki 3 hak kodrat (natural rights) yaitu :
a.Hak untuk hidup ( life ) b.Hak untuk bebas ( freedom ) c.Hak atas milik ( property )
Jadi, hak milik menyediakan pola untuk memahami kedua hak lain juga. Pemikiran itu
diuraikan dalam buku Two Treatises of Goverment (1690). Locke bertolak dari
semacam “komunisme” pada awal mula: Tuhan telah menyerahkan dunia kepada
semua manusia bersama-sama. Pada waktu itu belum satu orang pun menyebut
sesuatu sebagai miliknya. Menurut Locke, milik pribadi muncul karena pekerjaan yang
merupakan legitimasi setiap milik. Tetapi ada batasan bagi cara menjadi pemilik itu.
Dari bahan tidak bertuan orang hanya bol…
BACA SELENGKAPNYA
Masalah Seputar Konsumen
Mei 18, 2015
MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN Ringkasan Materi Buku Pengantar Etika
Bisnis K. Bertens
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern.
Bisnis tidak mungkin akan berjalan kalau tidak ada konsumen yang menggunakan
produk atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis. Supaya bisnis
berkesinambungan tentu perlu pelanggan karena menduduki posisi kunci untuk
menjamin sukses setiap bisnis, besar ataupun kecil. Tidak heran jika Peter Drucker,
perintis teori manajemen, menggarisbawahi peranan sentral pelanggan / konsumen
dengan menandaskan bahwa maksud bisnis bisa didefinisikan secara tepat sebagai to
create a customer. Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral,
tidak saja merupakan tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis. Namun dalam konteks modern, si konsumen justru mudah
dipermainkan dan dijasikan korban manipulasi produsen. Karena itu bisnis mempunyai
kewajiban moral untuk melindungi konsum…
BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger


Gambar tema oleh Galeries

JUST A HUMAN
just a human ada rasa marah disana karena sebuah kecewa.
KUNJUNGI PROFIL

Arsip
Label
Laporkan Penyalahgunaan
Penanina Kertas
Initugasku's Blog
Just another WordPress.com weblog

 Beranda
 About

Beranda > Etika Bisnis > EKONOMI DAN KEADILAN

EKONOMI DAN KEADILAN


Maret 3, 2010initugaskuTinggalkan komentarGo to comments

BAB III
EKONOMI DAN KEADILAN
Antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan yang erat, karenanya keduanya berasal dari
sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan. Ekonomi timbul karena ketebatasan
sumber daya. Barang yang tersedia selalu langka dank arena itu kita akan mencarikan untuk
membagikannya atau mendistriusikannya dengan paling baik.

Barang yang tersedia dalam keadaan melimpah ruah tidak mungkin akan muncul masalah
ekonomi karena barang itu tidak akan diperjual belikan dan akibatnya tidak akan diberikan harga
ekonomi sebagai ilmu yang akan didefinisikan sebagai berikut. “Ekonomi adalah studi tentang
cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksikan
komoditas-komoditasnya yang berharga dan mendistribusikannya antara orang-orang yang
berbeda Ekonom dan politikus dari Belgia Mark Eyskens, menyajikan definisi yang senada ; ilmu
ekonomi tak lain adalah refleksi tentang cara manusia menggunakan dengan optimal sarana-
sarana yang mengemukakan lebih banyak definisi.
Seandinya tidak ada kelangkaan, tidak akan ada ekonomi. Tetapi hal yang sama dapat dikatakan
juga tentang keadilan (atau sekurang-kurangnya tentang tipe keadilan yang paling penting yaitu
keadilan tributif);

Selama barang yang tersedia dalam keadaan yang melimpah tidak bisa memunculkan masalah
keadilan. Masalah keadilan atau ketidakadilan baru muncul jika tidak bersedia barang cukup bagi
semua orang yang akan menginginkannya. Adil tidaknya suatu keadaan selalu terkait juga
dengan kelangkaan. Tetapi untuk menyadari pentingnya keadilan (dan ekonomi) dalam situasi
dunia yang sekarang. Perlu kita ingat bahwa hampir tidak ada lagi barang yang tidak langka.
S.1. Hakikat Keadilan
Di jaman Kekaisaran Roma dan malah mempunyai akar-akar lebih tua bagi(3). Orang-orang
Roma kuno yang terkenal dengan menciptakan suatu sistem hukum yang bagus (lus
Romanum) , yang lebih dikagumi dan pelajaran yang sekarang ini juga, bukan saja oleh
prasejarahwan tetapi juga oleh para ahli hukum. “Definisi” yang akan dimaksudkan ini yang
justru akan dikemukakan dalam konteks hukum itu. Pengarang Roma. Ulpianus yang dalam hal
ini mengutip orang yang bernama Celcus, menggambarkan keadilan dengan singkat sekalai
sebagai “Tribuere cuiqe sum” terutama kata ketiga kalimat bahasa latin yang tidak mudah untuk
diterjemahkan. Dalam bahasa Inggris terjemahan itu akan berbunyi “To give everbody his
own” atau dalam bahasa Indonesia “Memberikan kepada setiap orang yang dia empunya”
Penjelasan hukum Roma tentang keadilan itu bisa diterjemahkan juga sebagai memberikan
kepada setiap orang yang menjadi haknya. “hak” yang merupakan pengertian modern yang
belum dikenal dalam teks-teks kuno. Istilah “Hak” mengalami suatu perkembangan yang
berbelit-belit dan baru akan diterima dalam arti seperti kita kenal sekarang pada akhir abad ke –
17(4).
Keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.

Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan tertuju pada orang lain:

Pertama keadilan selalu tertuju pada orang lain atau keadilan selalu di tandai oleh other-
directedness (J. Finnis).
Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya bisa timbul dalam konteks antar manusia untuk itu
diperlakukan sekurang-kurangnua dua orang manusia bila pada suatu saat hanya tinggal satu
manusia di bumi ini, masalah keadilan atau ketidakadilan sudah tidak berperan lagi.

Kedua keadilan harus ditegakkan atau dilaksanakan, jadi keadilan tidak diharapkan saja atau
dianjurkan saja keadilan mengiat kita sehingga kita mempunyai kewajiban dan ciri khas yang
khusus disebabkan karena keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.
Menekankan bahwa konteks keadilan kita selalu berurusan dengan hak orang lain. Kita akan
memberikan sesuatu karena alasan keadilan kita selalu harus atau wajib memberikan sedangkan
kalau kita memberikan sesuatu karena alasan lain, kita tidak akan wajib dan akan
memberikannya.
Ketiga keadilan menuntut persamaan (equality), atas dasar keadilan kita harus memberikan
kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.
Orang baru pantas disebut orang yang adil, bila ia berlaku adil terhadap semua orang. Dewi
Iustitia yang memegang timbangan dalam tanganya, dalam mitologi Romawi digambarkan juga
dengan matanya yang tertutup dengan kain. Sifat yang terakhir ini akan menunjukkan kepada
ciri ketiga. Keadilan harus dilaksanakan terhadap semua orang tanpa melihat orangnya siapa.
1. Pembagian Fisik
Pembagian ini disebut klasik karena mempunyau tradisi yang panjang Cara membagi keadilan ini
terutama ditemukan dalam kalangan thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak Filsuf dan
teolog besar. Thomas Aquinas (1225-1274) Thomas Aquinas sendiri pada umumnya
mendasarkan pandangan filosofinya atas pemikiran Aristoteles (384-322M) dan dalam hal
masalah keadilan juga demikian.

1.
1. Keadilan umum (general justice) , berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan
untuk memberikan kepada masyarakat (secara kongkret berarti : negara) apa yang akan
menjadi haknya. Keadilan yang umumnya ini akan menyajikan landasan untuk paham common
good (kebaikan umum atau kebaikan bersama). Karena adanya common good kita harus
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Hal ini yang merupakan kewajiban
yang tidak bisa ditawar-tawar karena dasarnya adalah keadilan.
2. Keadilan distributif (distributive justice), berdasarkan keadialan ini negara (secara kongkret
berarti : pemerintahan) harus dan akan membagi segalanya dengan cara yang sama kepada
para anggotanya masyarakat dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “Keadilan membagi”
diantaranya hal-hal yang akan dibagi oleh negara kepada warga ada hal-hal yang enak untuk
didapatkan dan ada hal-hal yang justru tidak enak kalau kena.
3. Keadilan komutatif (commutative Justice), berdasarkan keadilan ini setiap orang harus
memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya hal itu akan berlakunya pada taraf
individual maupun sosial. Bukan saja individu satu harus memberikan haknya Hal itu akan
berlaku pada taraf individual maupun sosial. Bukan saja individu satu harus memberikan haknya
kepada individu lain, melainkan juga kelompok satu kepada kelompok yang lain. Dalam konteks
bisnis yang misalnya, ha lini bahwa perusahaan harus berlaku adil terhadap perusahaan yang
lain. Dalam Bahasa Indonesia bisa dipakai juga dengan nama “Keadilan tukar menukar” Keadilan
Komutatif manjadi fundamennya jika orang akan mengadakan perjanjian atau kontrak. Karena
prinsip yang etis “janji harus ditepati” yang berakar dalam keadilan. Keadilan komutatif
dilanggar antara lain dengan mencuri dan tidak akan mengembalikan apa yang dipinjamnya,
menjelekkan nama baik seseorang, melukai atau membunuh seseorang.
1. Pembagian Pengarang Modern
Sebagai contoh kedua kami mengajukan pembagian keadilan yang dikemukakan oleh beberapa
pengarang modern tentan etis bisnis, khusunya John Boatrigth dan oleh beberapa pengarang
yang modern tentang etis bisnis, khususnya John Boatrigth dan Manuel Velasquez(8). Mereka pun
menandaskan bahwa pembagian itu akan melanjutkan pemikirannya Aristoteles dari situ dan
akan sudah dapat diperkirakan betapa pentingnya peran Aristoteles dalam teori keadilan.
1.
1. Keadilan distributif (distributive justice) yang akan dimengerti dengan cara yang sama seperti
dalam pembagian klasik tadi. Benfits and burdens hal-hal yang enak untuk didapatkan maupun
hal-hal yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil
2. Keadilan retributif (retributive justice), berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau
denda yang diberikan kepada orang yang bersalah haruslah hukuman atau denda yang akan
diberikan kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil. Dasar etis untuk menghukum sudah
lama dibicarakan dalam filsafat dan menimbulkan diskusi-diskusi yang rumit (9). Hal itu akan
berlaku di bidang kehakiman, tetapi juga dalam lingkup terbatas seperti perusahaan. Tiga syarat
yang harus dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil(10). (a) Orang atau instansi yang dikukum
harus tahu apa yang dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas. (b) harus dipastikan
bahwa orang yang dihukum benar-benar melakukan perbuatan yang salah dan kesalahannya
harus dibuktikan dengan meyakinkan. (c) Hukuman harus konsisten dan proposional dengan
pelanggaran yang dilakukan.
3. Keadilan Kompensatoris (Compensatory Justice) menyangkut juga kesalahan yang dilakukan
tetapi menurut aspek lain. berdasarkan keadilan ini orang yang akan mempunyai kewajiban
moral untuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang dirugikan.
Supaya kewajiban kompensasi ini yang berlaku, perlu dipenuhi juga tiga syarat

(a) Tindakan yang mengakibatkan kerugian harus salah satu atau disebabkan kelalaian. (b)
Perbuatan seseorang harus sungguh-sungguh menyebabkan kerugian. (c) Kerugian harus
disebabkan oleh orang yang bebas

1. Keadilan Individu dan Keadilan Sosial


Pembagian ketiga ini merupakan pembagian tersendiri yang tidak bertumpang tindih dengan
pembagian-pembagian sebelumnya bagi kita di negara berideologi Pancasila, keadilan sosial
tentu akan mempunyai makna sendiri. Dalam rangka teori keadilan, pengertian “Keadilan Sosial”
sering dipersoalkan dan diliputi ketidakjelasan cukup besar. Ada yang akan menganggap
keadilan sosial sebagai nama lain untuk keadilan distributif. Ada pemikiran lain justri yang
berpendapat bahwa keadilan sosial harus dibedakan dari keadilan distributif.

Cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan sosial adalah membedakannya dengan
keadilan individual(12). Dua macam keadilan ini berbeda, karena pelaksanaanya berbeda.
Pelaksanaan keadilan individual juga tergantung pada kemauan dan keputusan satu orang (atau
bisa juga beberapa orang) saja dalam pelaksanaan keadilan sosial, satu orang atau beberapa
orang saja tidak berdaya. Pelaksanaan keadilan sosial tergantung dari struktur-struktur
masyarakat di bidang sosial – ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Keadilan sosial tidak
akan terlaksana, kalau struktur-struktur masyarakatnya tidak memungkinkan. Karena itu disini
orang berbicara juga tentang ketidakadilan struktual dan kemiskinan struktual. Pada
kenyataanya ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-sturktur masyarakat yang tidak akan
menghasilkan keadaan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan sosial.
Keadilan sosial yang dapat ditempatkan juga dalam kerangka dan pengertian tentang keadilan
yang akan menjadikan titik tolak kita. Kalau kita mengerti tentang keadilan sebagai
“Memberikan kepada setiap orang yang akan menjadi haknya”. Maka keadilan sosial terwujud,
bila hak-hak sosial yang menjadi haknya akan terpenuhi. Setiap orang mempunyai hak atas
pekerjaan, hak atas pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan dan hak-ak sosial lain. keadilan
sosial terlaksana, bila hak-hak sosial terpenuhi keadilan individual terlaksana. Bila hak-hak
individu akan terpenuhi(13). Tetapi perlu diakui keadilan individual jauh lebih mudah untuk
dilaksanakan, bila hak-hak individual terpenuhi. Tetapi perlu diakui keadilan individual jauh lebih
mudah untuk dilaksanakannya ketimbang keadilan sosial.
S.3. Keadilan Distributif pada Khususnya
Dalam teori etika yang modern, sering disebut dua macam prinsip untuk keadilan distributif;
prinsip formal dan prinsip material.(14). Prinsip formal hanya ada satu. Prinsip formal ini yang
akan mempunyai tradisi yang lama sekali, karena sudah ditemukan pada Aristoteles.
Dirumuskan dalam bahasa Inggris prinsip formal ini yang akan berbunyi “Equals ought to be
treated equally and unequals may be treated unequally”. Equals bisa dimengerti sebagai “orang-
orang yang sama” kasus-kasus yang sama, dan sebagainya jadi prinsip formal akan menyatakan
bahwa kasus-kasus yang sama harus diperlakukan dengan cara yang sama sedangkan kasus-
kasus yang tidak sama boleh saja diperlakukan dengan cara yang sama. Boleh saja diperlakukan
dengan cara tidak sama.
Prinsip-prinsip material keadilan distributif melengkapi prinsip formal Prinsip-prinsip material
akan menunjukkan kepada salah satu aspek yang relevan yang bisa menjadi dasar untuk
membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh berbagai orang. Kalau prinsip formal dan budaya
hanya ada satu. Prinsip material ada beberapa Beauchamp dan Bowie(15). Menyebutkan enam
prinsip berikut ini.
Keadilan distributif terwujud, kalau diberikan :
1. Kepada setiap orang bagian yang sama
2. Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan individualnya
3. Kepada setiap orang sesuai dengan haknya
4. Kepada setiap orang sesuai dengan usaha individualnya
5. Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada masyarakat
6. Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya
Di bawah ini mana yang akan dijelaskan keenam prinsip material keadilan distributif tadi, dengan
cara yang khusus memperhatikan konteks dalam ekonomi dan bisnis.

1. Bagian yang sama


Menurut prinsip ini kita membagi dengan adil, jika kita membagi rata-rata kepada semua orang
yang berkepentingan diberikan bagian yang sama.

1. Kebutuhan
Prinsip kedua menekankan bahwa kita berlaku adil, bila kita membagi sesuai dengan kebutuhan
/ ibu rumah tangga yang membagi nasi dengan memberikan kepada semua anggota keluarga
dan porsi yang sama, belum tentu berlaku adil. Mengapa ? Karena kebutuhan mereka tidak akan
sama.

1. Hak
Hak merupakan hal yang penting bagi keadilan yang pada umumnya termasuk keadilan
distributif.

1. Usaha
Prinsip keempat ini perlu dipertimbangkan juga dalam pembagian yang adil. Mereka yang akan
mengeluarkan banyak usaha dan keringat untuk mencapai suatu tujuan, pantas diperlakukan
dengan cara lain daripada orang yang tidak berusaha.

1. Kontribusi kepada Masyarakat


Pejabat tinggi boleh saja diperlakukan dengan cara lain dari orang biasa karena kontribusinya
kepada masyarakat lebih besar.

Namun demikian prinsip ini harus dipakai dengan ekstra hati-hati dan mudah disalahgunakan
karena terlalu banyak orang menganggap bahwa dirinya sangat penting dan dengan melanggar
prinsip formal keadilan distributif.

1. Jasa
Menurut prinsip ini jasa akan menjadi alasan juga untuk memberikan sesuatu kepada satu orang
yang tidak diberikan kepada orang lain. Dalam konteks ekonomi dan bisnism jasa terutama
dalam bentuk prestasi.

Berdasarkan prinsip-prinsip material ini telah dibentuk beberapa teori keadilan distributif.

1. Teori Egalitarianisme
Teori Egalitarianisme didasarkan atas prinsip pertama. Mereka berpendapat bahwa kita membagi
dengan adil, bila semua orang yang akan mendapatkan bagian yang sama (equal) Membagi
dengan adil yang berarti membagi rata “Sama rata Sama rasa” merupakan sebuah semboyan
Egalitarianisme yang khas jika karena alasan apa saja tidak semua orang mendapatkan bagian
yang sama menurut Egalitarianisme pembagian itu adil betul.
1. Teori Sosialistis
Teori sosialistis tentang keadilan distributif memilih prinsip kebutuhan sebagai dasarnya. Secara
kongkret, sosialisme terutama memikirkan masalah-masalah pekerjaan bagi kaum buruh dalam
konteks industrialisasi dalam teori sosialistisme tentang keadilan, terkenal adalah prinsip yang
oleh Karl Marx (1818-1883) diambil alih dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-1882) “From
each according to his ability, to each according to his needs” Bagian yang pertama dari prinsip ini
berbicara tentang bagaimana burdens harus dibagi hal-hal yang akan menutut pengorbanan.
Sedangkan bagian kedua akan menjelaskan bagaimana benefits harus dibagi dengan hal-hal
yang enak untuk mendapatkan. Hal-hal yang berat harus dibagi sesuai dengan kemampuan.
1. Teori Liberalistis
Liberalisme justru akan menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil. Karena
manusia adalah makhluk bebas, kita harus membagi menurut usaha-usaha bebas dari individu
yang bersangkutan. Yang tidak akan berusaha tidak akan mempunyai hak yang pula untuk
memperoleh sesuatu. Liberalisme menolak sebagai sangat tidak etis dengan sikap Free
rider benalu yang menumpang pada usaha orang lain tanpa mengeluarkan air keringat sendiri.
Orang seperti itu tidak mengakui hak sesamanya untuk menikmati hasi jerih payahnya.
Dalam teori liberalisme tentang keadilan distributif digaris bawahi pentingnya dari prinsip 3 (hak)
prinsip 4 (usaha) tapi secara khusus prinsip 6 (jasa atau prestasi) terutama prestasi mereka lihat
sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang.

S.4. John Rawis tentang Keadilan Distributif


John Rawis dilahirkan di Baltimore, Maryland Amerika Serikat, tahun 1921. pendidikannya di
bidang ekonomi dan filsafat. Sesuai dengan perang dunia II ia mengajar sebagai profesor filsafat
berturut-turut di Universitas Priceton, Universitas Cornell dan Massachusets Institute of
Technology. Dari tahun 1962 ia akan mengajarkan di Universitas Hervard sampai memasuki
masa pensiunnya Bukunya yang termasyhur berjudul A Theory of Justice (1971) salah satu buku
filsafat dari abad ke 20 yang paling banyak ditanggapi dan akan dikomentari, bukan saja
kalangan filsafat. Yang ditanggapi dan akan dikomentari bukan saja kalangan filsafat melainkan
juga diluarnya seperti para ahli ekonomi dan politik.
Kadang-kadang pandangan Rawis tentang keadilan disebut egalitaritasme. Hal itu pasti tidak
boleh dimengerti dalam arti egalitaritasme radikal Tetapi titik tolaknya memang egalitaritasme
(prinsip material pertama). Rawis berpendapat kita akan membagi dengan adil dalam
masyarakat jika kita membagi rata-rata kecuali ada alasan untuk membagi dengan cara lain.

Menurut Rawls yang termasuk nilai-nilai sosial primer adalah :


1. Kebebasan-kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat kebebasan hati
nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi dan kebebasan politik
2. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi ;
3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi tanggung jawab
4. Pendapat dan milik
5. Dasar sosial dari harga diri (Self-respect)
Metode yang serupa harus kita pakai juga untuk menentukan prinsip-prinsip keadilan distributif.
Guna dan akan merumuskan prinsip-prinsip ini kita harus memasuki the original positions atau
posisi asali. Dalam posisi asali itu kita tidak tahu bagaimana nasib kita tidak tahu bagaimana
nasib kita masing-masing dalam masyarakat nanti.
Menurut Rawls, sambil berada dalam posisi asal kita dapat menyetujui prinsip-prinsip keadilan
berikut ini.

Prinsip pertama :
Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-kebebasan yang paling luas yang
dapat dicocokkan dengan kebebasan-kebebasan sejenis untuk semua orang dan

Prinsip Kedua :
Ketikdaksamaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa sehingga :
1. Menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung, dan serentak juga
2. Melekat pada jabatan-jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam keadaan
yang akan menjamin persamaan peluang yang fair(17).
S.5. Robert Nozick Tentang keadilan Distributif
Walaupun menjadi rekan sekerja sebagai profesor Filsafat di Universitas Hevard juga dalam
pemikiran tentang keadilan Robert Nozick (1938-) bisa dilihat sebagai antipode Rawls yang
terutama menjadi sasaran kritiknya adalah prinsip perbedaan dari Rawls nama Nozick menjadi
terkenal karena bukunya Anarchy State and Utopia (1974) yang akan menurut pemikiran
liberalitisnya tentang keadilan. Teorinya tentang keadilan distributif disebutnya “Entitlement
theory” kata “Entitlement” yang mudah dialihbahasakan dengan tepat, barangkali bisa kita
terjemahkan sebagai “Landasan hak” menurut Nozick kita akan memiliki sesuatu dengan adil,
jika pemilikan itu berasal dari keputusan bebas yang mempunyai landasan hak. Disini ada tiga
kemungkinan yang akan mengeluarkan tiga prinsip.
Pertama prinsip “Original acquisitions” kita akan memperoleh sesuatu untuk pertama kali dengan
– misalnya – memproduksi hal itu. Kedua prinsip “Transfer” kita akan memiliki sesuatu karena
akan diberikan oleh orang lain. ketiga prinsip “rectifications of injustice” kita mendapatkan
seuatu kembali yang dulunya kalau kita akan memiliki sesuatu dnegan adil karena landasan hak
– misalnya kita akan membeli sebidang tanah atau kita dihadiahkan oleh orang lain – kita akan
menjadi pemilik yang sah dan terserah pada kita saja mau diapakan milik kita itu.
Nozick mempunyai dua keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip (material) keadilan
distributif yang tradisional. Prinsip-prinsip itu akan bersifat ahtoris dan mempunyai pola yang
akan menentukan sebelumnya (Patterned). Dengan memandang kedua keberatan ini kita akan
dapat memahami posisi Nozick sendiri dengan lebih baik. Ketiga prinsip Nozick yang merupakan
prinsip histories artinya mereka tidak hanya saja melihat hasil pembagian tetapi
mempertanggungjawabkan juga proses yang melandaskan pembagian atau kepemilikan.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan ditegakkan, jika diakui bakat-bakat dan sifat-sifat
pribadi beserta segala konsekuensinya (Seperti hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan
hak (entitlement) jika kita ingin merumuskan prinsip menurut bentuk tradisionalnya, hanya bisa
kita katakan :
“ Dari sikap orang yang sesuai dengan apa yang akan dipilihnya, kepada setiap orang sesuai
dengan apa yang dihasilkan sendiri (barangkali dengan bantuan orang lain berdasarkan kontrak)
apa yang akan dipilih orang lain untuk melakukan bagi dia dan akan memberikan kepada dia dari
apa yang sebelumnya (berdasarkan prinsip ini juga) diberikan kepada mereka sendiri dan belum
mereka habiskan atau alihkan kepada orang lain”(18). Atau dirumuskan dengan lebih singkat “
dari setiap orang sebagaimana mereka akan pilih kepada orang sebagaimana mereka pilihkan.”
S.6. Keadilan Ekonomis
Keadilan yang akan memegang peranan yang penting dalam konteks ekonomi dan bisnis karena
akan menyangkut barang yang diincar banyak orang untuk memiliki atau dipakai dalam jaman
kita ditandai oleh perhatian besar untuk keadilan dalam relasi-relasi ekonomis yang akan
dipandang dalam perpektif sejarah, pengertian “keadilan Ekonomis” tidak terlalu mendapatkan
perhatian yang sama. Sejarahwan ide sosial dan politik yang bekebangsaan Kanada, C.B
MaclPherson, berpendapat bahwa pengertian ini akan mengalami gerak pasang surut yang cukup
mencolok dalam sejarah. Dalam jaman kuno keadilan ekonomis diberikan tempat yang penting .
khususnya pada Aristoteles. Pemikiran ini dilanjutkan dalam masyarakat dan abad ekonomis
yang dianggap sebagai sesuatu yang harus diusahakan, karena tidak timbul dengan otomatis,
dan akan dianggap (Seperti keadilan pada umumnya) sebagai suatui nilai yang etis dalam jaman
modern keadilan ekonomis tidak banyak diperhatikan sampai muncul lagi dengan kuatnya
sekitar pertengahan abad ke – 19 dan berperan penting dalam demokrasi-demokrasi
parlementer secara panjang abad ke 20.

Pada awalnya karyanya yang besar John Rawls menegaskan bahwa keadilan yang merupakan
keutamaan khas untuk lembaga-lembaga sosial yang merupakan sama seperti pendirian
keadilan yang merupakan ciri khas sebuah teori(23). Rupanya pendiri-pendiri Republik Indonesia
memaksudkan hal yang serupa ketika mereka berbicara tentang masyarakat yang adil dan
makmur Masyarakat yang makmur sekalipun belum diatur dengan baik kalau tidak ditandai
keadilan. Tetapi hal itu tidak berarti bahwa keadilan hanya merupakan sesuatu ciri sosial saja
atau bahwa hanya masyarakat (Institusi sosial) bisa disebut adil dalam arti yang sesungguhnya.
Keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual. Juga dalam konteks ekonomi dan
bisnis. keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam masyarakat tetapi keadilan merupakan juga
keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis secara pribadi. Dan dalam konteks ekonomi
dan bisnis salah satu nilai norma terpenting adalah keadilan.
Iklan
REPORT THIS AD

REPORT THIS AD

Share this:

 Twitter
 Facebook

Terkait
bab 4 k. bartensdalam "Etika Bisnis"
tkidalam "perekonomian indonesi"
umkmdalam "perekonomian indonesi"
Kategori:Etika Bisnis

Komentar (0) Trackbacks (0) Tinggalkan komentarLacak balik

1. Belum ada komentar.


Tinggalkan Balasan

kelompok 5SEKILAS TEORI ETIKA

RSS feed









arsip
arsip

kategori

Etika Bisniskewirausahaan lanjutan komunikasi


bisnismanajemen keuangan manajemen mutumanajemen pemasaran manajemen
perubahan metodologi penelitianmsdm perekonomian
indonesi sejarah pemikiran manajemenUncategorized
Blog Stats !
 343.234 hits
Maret 2010

S S R K J S M

Apr »
Maret 2010

S S R K J S M

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20 21

22 23 24 25 26 27 28

29 30 31

Laman
 About
Iklan
REPORT THIS AD

Puncak

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Tutup dan terima


Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan
menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie

 Ikuti

Anda mungkin juga menyukai