Anda di halaman 1dari 5

1. 1. “ EKONOMI DAN KEADILAN“ Disusun Oleh : 1. (silahkan diisi) 120101101 2.

Alifia
Palokoto 12010110120062 3. (silahkan diisi) 120101101 4. (silahkan diisi) 120101101 5.
(silahkan diisi) 1201 Dosen Pengampu : Erman Denny Arfianto, S.E., M.M. Eisha Lataruva,
SE.,MM FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO 2012/2013
2. 2. Antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan yang erat, karenanya keduanya berasal
dari sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan. Ekonomi timbul karena
ketebatasan sumber daya. Barang yang tersedia selalu langka dank arena itu kita akan
mencarikan untuk membagikannya atau mendistriusikannya dengan paling baik. Barang
yang tersedia dalam keadaan melimpah ruah tidak mungkin akan muncul masalah ekonomi
karena barang itu tidak akan diperjual belikan dan akibatnya tidak akan diberikan harga
ekonomi sebagai ilmu yang akan didefinisikan sebagai berikut. “Ekonomi adalah studi
tentang cara bagaimana masyarakat menggunakan sumber daya yang langka untuk
memproduksikan komoditas-komoditasnya yang berharga dan mendistribusikannya antara
orang-orang yang berbeda Ekonom dan politikus dari Belgia Mark Eyskens, menyajikan
definisi yang senada ; ilmu ekonomi tak lain adalah refleksi tentang cara manusia
menggunakan dengan optimal sarana-sarana yang mengemukakan lebih banyak definisi.
Seandainya tidak ada kelangkaan, tidak akan ada ekonomi. Tetapi hal yang sama dapat
dikatakan juga tentang keadilan (atau sekurang-kurangnya tentang tipe keadilan yang paling
penting yaitu keadilan tributif); Selama barang yang tersedia dalam keadaan yang melimpah
tidak bisa memunculkan masalah keadilan. Masalah keadilan atau ketidakadilan baru
muncul jika tidak bersedia barang cukup bagi semua orang yang akan menginginkannya.
Adil tidaknya suatu keadaan selalu terkait juga dengan kelangkaan. Tetapi untuk menyadari
pentingnya keadilan (dan ekonomi) dalam situasi dunia yang sekarang. Perlu kita ingat
bahwa hampir tidak ada lagi barang yang tidak langka. Hakikat Keadilan Definisi sederhana
yang ada pada zaman Kekaisaran Roma karena pada zaman ini orang-orang Roma kuno
terkenal dalam hal menciptakan suatu sistem hukum yang bagus (Ius Romanum) yang
masih dikagumi dan dipelajari hingga saat ini, bukan saja oleh para sejarawan tetapi juga
oleh para ahli hukum. Pengarang Roma, Ulpianus yang dalam hal ini mengutip orang yang
bernama Celsus, menggambarkan keadilan dengan singkat sekali sebagai: “tribuere cuique
suum”, atau dalam bahasa Indonesia: “memberikan kepada seseorang yang dia empunya”.
Dan bagi kita, titik tolak untuk refleksi tentang keadilan memang sebaiknya menjadi
demikian: keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Ada
tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan: 1. keadilan tertuju pada orang lain atau
keadilan selalu ditandai other-directedness (J. Finnis). Mustahillah saya berlaku adil(atau
tidak adil) terhadap diri saya sendiri. Kalau orang berbicara tentang keadilan atau ketidak
adilan terhadap dirinya sendiri, ia hanya menggunakan kata itu dalam arti kiasan, bukan arti
sesungguhnya. Masalah keadilan atau ketidak adilan hanya bisa timbul dalam konteks
antar-manusia. Bila pada suatu saat hanya tinggal satu manusia lagi dibumi ini, masalah
keadilan atau ketidak adilan sudah tidak berperan lagi. 2. keadilan harus ditegakkan atau
dilaksanakan. Sehingga keadilan mengikat kita dan kita mempunyai kewajiban untuk
menegakkan dan melaksanakan keadilan tersebut. Ciri kedua ini disebabkan karena
keadilan selalu berkaitan dengan hak yang harus
3. 3. dipenuhi. Bila ciri pertama tadi menyatakan bahwa dalam konteks keadilan kita selalu
berurusan dengan hak orang lain, maksudnya kita bisa memberikan sesuatu kepada orang
lain karena rupa-rupa alasan. Kalau kita memberikan sesuatu karena alasan keadilan, kita
selalu harus atau wajib memberikannya. Sedangkan kalau kita memberikan sesuatu karena
alasan lain, kita tidak wajib memberikannya. Misalnya kita memberikan minum kepada tamu
untuk menghormati dia, kita tidak wajib memberikannya. Namun bila kita memberikan
sesuatu karena alasan keadilan, kita harus memberikannya. Sebagai contoh majikan harus
memberikan gaji yang adil kepada karyawan. 3. keadilan menurut persamaan (equality).
Atas dasar keadilan, kita harus memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi milik
haknya, tanpa kecuali. Dewi Iustitia yang memegang timbangan dalam tangannya, dalam
mitologi Romawi digambarkan juga dengan matanya yang tertutup kain, sifat ini
menunjukkan kepada ciri ketiga yang berarti keadilan harus dilaksanakan terhadap semua
orang, tanpa melihat siapa orangnya. Pembagian Keadilan 1. Pembagian Klasik Disebut
pembagian klasik karena mempunyai tradisi yang panjang. Keadilan dapat dibagi atas tiga,
berkaitan dengan tiga kewajiban (atau hak) yang bisa dibedakan disini. Keadilan dapat
menyangkut kewajiban individu-individu terhadap masyarakat, lalu kewajiban masyarakat
terhadap individu-individu dan akhirnya kewajiban antara individu-individu satu sama lain.
Tiga macam keadilan ini masing-masing disebut keadilan umum, distributif dan komutatif a.
Keadilan umum (general justice) : berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat
diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti: negara) apa yang
menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham common good
(kebaikan umum atau kebaikan bersama). Karena adanya common good, kita harus
menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. b. Keadilan Distributif
(distributive justice) : berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti: pemerintah)
harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat.
Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan membagi”. Diantara hal-hal yang
dibagi oleh negara kepada para warga ada hal-hal yang enak untuk didapat dan ada hal-hal
yang justru tidak enak kalau kena. Sebagai contoh dalam kategori pertama dapat disebut:
perlindungan hukum, tanda kehormatan, tunjangan bulanan untuk veteran, dan sebagainya.
Contoh untuk kategori kedua adalah kewajiban kerja bakti, ikut dalam ikut dalam siskamling,
besar kecilnya beban pajak, dan sebagainya. Tidak adil bila pemimpin masyarakat
mempraktekkan “pilih kasih” dalam membagi hal-hal yang enak maupun tidak enak itu. Tidak
adil, bila pemerintah mengistimewakan orang- orang tertentu yang tidak mempunyai hak-hak
khusus. c. Keadilan Komutatif (commutative justice) : berdasarkan keadilan ini setiap orang
harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf
individual maupun sosial. Bukan saja individu satu harus memberikan haknya kepada
individu lain, melainkan juga kelompok satu kepada kelompok lain. Keadilan komutatif
dilanggar antara lain dengan mencuri, tidak
4. 4. mengembalikan apa yang dipinjam, melukai atau membunuh seseorang. Mengapa?
Karena dengan semua perbuatan itu kita mengambil apa yang menjadi hak seseorang.
Misalnya, dengan membunuh seseorang kita mengambil haknya, yaitu hak atas kehidupan.
2. Pembagian Pengarang Modern Dikemukakan oleh beberapa pengarang modern tentang
etika bisnis, khususnya John Broatright dan Manuel Velasquez. Mereka menandaskan
bahwa pembagian itu melanjutkan pemikiran Aristoteles, diantaranya: a. Keadilan Distributif
(Distributive Justice): Benefits and burdens, hal-hal yang enak untuk didapat maupun hal-hal
yang menuntut pengorbanan, harus dibagi dengan adil. b. Keadilan Retributif (Retributive
justice): berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang diberikan
kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil. Dan syarat yang harus dipenuhi agar
hukuman dapat dinilai adil adalah (a) orang atau instansi yang dihukum harus tahu apa yang
dilakukan dilakukannya dan harus dilakukannya dengan bebas. Jadi, syaratnya ialah
kesengajaan dan kebebasan. (b) harus dipastikan bahwa orang yang dihukum benar-benar
melakukan perbuatan yang salah dan kesalahannya harus dibuktikan dengan meyakinkan.
(c) hukuman harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang dilakukan. Syarat
konsistensi terpenuhi jika selalu diambil tindakan terhadap suatu pelanggaran dan jika
semua pelanggar dikenakan hukumamn yang sama. Syarat proporsional terpenuhi jika
hukuman atau denda yang ditetapkan tidak melebihi kerugian yang diakibatkan. 3. Keadilan
Individual dan Keadilan Sosial Dua macam keadilan ini berbeda karena pelaksanaannya
yang berbeda, pelaksanaan keadilan individual tergantung pada kemauan atau keputusan
satu orang (atau bisa juga beberapa orang) saja. Dalam pelaksanaan keadilan sosial, satu
orang atau beberapa orang saja tidak berdaya. Pelaksanaan keadilan sosial tergantung
pada struktur-struktur masyarakat di bidang sosial-ekonomi, politik, budaya dan sebagainya.
Keadilan sosial tak terlaksana jika struktur-struktur masyarakat tidak memungkinkan.
Keadilan sosial terlaksana bila hak-hak sosial terpenuhi. Keadilan individual terlaksana bila
hak-hak indiviual terpenuhi. Tetapi perlu diakui keadilan individual seringkali dapat
dilaksanakan dengan sempurna. Karena kompleksitas masyarakat modern, keadilan sosial
tidak pernah dapat dilaksanakan dengan sempurna. Keadilan Distributif pada Khususnya
Dalam teori etika modern, sering disebut dua macam prinsip untuk keadilan distributif : 1.
Prinsip Formal Prinsip formal menyatakan bahwa kasus-kasus yang sama harus
diperlakukan dengan cara yang sama, dan sebaliknya. Prinsip ini menolak perlakuan pilih
kasih, pandang bulu, atau memihak dengan cara berat sebelah sebagai tidak adil. 2. Prinsip
Material Prinsip-prinsip material keadilan distributif melengkapi prinsip formal. Prinsip- prinsip
material menunjuk pada salah satu aspek relevan yang bisa menjadi dasar
5. 5. untuk membagi dengan adil hal-hal yang dicari oleh berbagai orang. Prinsip keadilan
distributif terwujud dengan beberapa prinsip material menurut Beauchamp dan Bowie: a.
Kepada setiap orang bagian yang sama; b. Kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhan
individualnya; c. Kepada setiap orang sesuai dengan haknya; d. Kepada setiap orang sesuai
dengan usaha indivisualnya; e. Kepada setiap orang sesuai dengan kontribusinya kepada
masyarakat; f. Kepada setiap orang sesuai dengan jasanya (merit). Berdasarkan prinsip-
prinsip material ini telah dibentuk beberapa teori keadilan distributif. Tiga macam teori
tersebur adalah: a. Teori Egalitarianisme Teori ini didasarkan atas prinsip pertama, mereka
berpendapat bahwa kita baru membagi dengan adil, bila semua orang mendapat bagian
yang sama (equal). Membagi dengan adil berarti membagi rata, “sama rata sama rasa”
merupakan sebuah semboyang egalitarian yang khas. Jika karena alasan apa saja tidak
semua orang mendapat bagian yang sama, menurut egalitarianisme pembagian itu tidak adil
betul. b. Teori Sosialistis Teori sosialistis tentang keadilan distributif memilih prinsip
kebutuhan sebagai dasarnya. Menurut mereka masyarakat diatur dengan adil, jika
kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan dan
papan. Perlu diakui, kebutuhan dan kemampuan memang tidak boleh diabaikan dalam
melaksanakan keadilan distributif. Terutama dengan adanya dua macam kritik, yang
pertama, jika kebutuhan dijadikan satu- satunya kriteria untuk melaksanakan keadilan di
bidang penggajian, para pekerja tidak akan merasa bermotivasi untuk bekerja keras. Gaji
atau upah yang diperoleh sudah dipastikan sebelum orang mulai bekerja, karena
kebutuhannya sudah jelas. Yang kedua menyangkut kemampuan sebagai satu-satu nya
alasan untuk membagi pekerjaan. Terutama dalam sosialisme komunistis yang totaliter,
prinsip ini mengakibatkan orang yang berkemampuan harus menerima saja bila negara
membagi pekerjaan kepadanya. Cara mempraktekan keadilan distributif ini mengabaikan
hak seseorang untuk memilih profesinya sendiri. c. Teori Liberalistis Liberalisme justru
menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil. Karena manusia adalah
makhluk bebas, kita harus membagi menurut usaha-bebas dari individu-individu
bersangkutan. Yang tidak berusaha tidak mempunyai hak pula untuk memperoleh sesuatu.
Liberalisme menolak sebagai sangat tidak etis sikap free rider : benalu yang menumpang
pada usaha orang lain tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. Orang seperti itu tidak
mengakui hak sesamanya untuk menikmati hasil jerih payahnya. Dalam teori liberalistis
tentang keadilan distributif digarisbawahi pentingnya dari prinsip hak, usaha tapi secara
khusus prinsip jasa atau prestasi.
6. 6. John Rawls tentang Keadilan Distributif John Rawis dilahirkan di Baltimore, Maryland
Amerika Serikat, tahun 1921. pendidikannya di bidang ekonomi dan filsafat. Sesuai dengan
perang dunia II ia mengajar sebagai profesor filsafat berturut-turut di Universitas Priceton,
Universitas Cornell dan Massachusets Institute of Technology. Dari tahun 1962 ia akan
mengajarkan di Universitas Hervard sampai memasuki masa pensiunnya Bukunya yang
termasyhur berjudul A Theory of Justice (1971) salah satu buku filsafat dari abad ke 20 yang
paling banyak ditanggapi dan akan dikomentari, bukan saja kalangan filsafat. Yang
ditanggapi dan akan dikomentari bukan saja kalangan filsafat melainkan juga diluarnya
seperti para ahli ekonomi dan politik. Pandangan Rawls tentang keadilan kadang-kadang
disebut egalitarianisme. Hal itu pasti tidak boleh dimengerti dalam arti egalitarianisme
radikal. Tetapi titik tolaknya memang egalitarian (prinsip material pertama). Rawls
berpendapat, kita membagi dengan adil masyarakat , jika kita membagi rata, kecuali ada
alasan untuk membagi dengan cara lain. Menurut Rawls, masalah keadilan distributif hanya
muncul berkaitan dengan apa yang tergantung pada kemauan manusia. Dimana manusia
tidak bisa berpengaruh, disitu juga tidak mungkin timbul soal keadilan. Yang harus dibagi
dengan adil dalam masyarakat adalah the social primary goods (nilai-nilai sosial yang
primer). Artinya, hal-hal yang sangat kita butuhkan untuk bisa hidup pantas sebagai manusia
dan warga masyarakat. Menurut Rawls, yang termasuk nilai-nilai sosial adalah: 1.
Kebebasan-kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan hati
nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi dan kebabasan politik; 2. Kebebasan
bergerak dan kebebasan memilih profesi; 3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan
jabatan-jabatan dan posisi-posisi penuh tanggung jawab; 4. Pendapatan dan milik; 5. Dasar-
dasar sosial dari harga diri (self-respect). Robert Nozick tentang Keadilan Distributif
Walaupun menjadi rekan sekerja sebagai profesor Filsafat di Universitas Hevard juga dalam
pemikiran tentang keadilan Robert Nozick (1938-) bisa dilihat sebagai antipode Rawls yang
terutama menjadi sasaran kritiknya adalah prinsip perbedaan dari Rawls nama Nozick
menjadi terkenal karena bukunya Anarchy State and Utopia (1974) yang akan menurut
pemikiran liberalitisnya tentang keadilan. Teorinya tentang keadilan distributif disebutnya
“Entitlement theory” kata “Entitlement” yang mudah dialihbahasakan dengan tepat,
barangkali bisa kita terjemahkan sebagai “Landasan hak” menurut Nozick kita akan memiliki
sesuatu dengan adil, jika pemilikan itu berasal dari keputusan bebas yang mempunyai
landasan hak. Disini ada tiga kemungkinan yang akan mengeluarkan tiga prinsip. Pertama
prinsip “Original acquisitions” kita akan memperoleh sesuatu untuk pertama kali dengan –
misalnya – memproduksi hal itu. Kedua prinsip “Transfer” kita akan memiliki sesuatu karena
akan diberikan oleh orang lain. ketiga prinsip “rectifications of injustice” kita mendapatkan
seuatu kembali yang dulunya kalau kita akan memiliki sesuatu dnegan adil karena landasan
hak – misalnya kita akan membeli sebidang tanah atau kita dihadiahkan oleh orang lain –
kita akan menjadi pemilik yang sah dan terserah pada kita saja mau diapakan milik kita itu.
Nozick juga mempunyai dua keberatan mendasar terhadap prinsip-prinsip (material)
keadilan distributif yang tradisional. Pertama, prinsip-prinsip itu bersifat ahistoris dan
mempunyai pola yang ditentukan sebelumnya (patterned), karena tidak memperhatikan
7. 7. bagaimana pembagian itu sampai terjadi. Keberatan kedua adalah bahwa prinsip-prinsip
tradisional menerapkan pada pembagian barang suatu pola yang ditentukan sebelumnya.
Prinsip-prinsip itu semua bersifat “patterned”. Sepintas lalu rupanya prinsip-prinsip Rawls
luput dari keberatan kedua ini karena dirumuskan dalam posisi asal (original position) ,
ketika semua anggota masyarakat masih sama. Tetapi menurut Nozick, prinsip perbedaan
Rawls terkena juga keberatan kedua ini, karena menurut pendapat Rawls kita dalam posisi
asal harus memihak pada mereka yang minimal beruntung dengan demikian kebebasan
dilanggar. Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan ditegakkan, jika diakui bakat-bakat
dan sifat-sifat pribadi beserta segala konsekuensinya(seperti hasil kerja) sebagai satu-
satunya landasan hak (entitlement). Keadilan Ekonomis Dipandang dari perspektif sejarah,
pengertian “keadilan ekonomis” tidak selalu mendapat perhatian yang sama. Dalam zaman
modern keadilan ekonomis tidak banyak diperhatikan, sampai muncul lagi dengan kuatnya
sekitar pertengahan abad ke-19 dan berperan penting dalam demokrasi-demokrasi
parlementer sepanjang abad ke-20. Bila kita bicara tentang keadilan ekonomis, secara
konkret kita sebenarnya lebih banyak membahas ketidakadilan ekonomis, sebab pada
kenyataannya kita soroti keadaan atau aspek-aspek masyarakat yang tidak adil. Perhatian
untuk keadilan secara konkret mengambil bentuk mengusahakan perbaikan dari keadaan
tidak adil. Orang modern yakin akan mendesaknya usaha itu, karena seperti dikatakan
Immanuel Kant –jauh lebih banyak orang menderita akibat ketidakadilan daripada akibat
bencana alam. Ketidak adilan yang disebabkan oleh ulah manusia, dan karenanya harus
diperbaiki juga oleh manusia. Keadilan harus berperan pada tahap sosial maupun individual.
Juga dalam konteks ekonomi dan bisnis. Keadilan ekonomis harus diwujudkan dalam
masyarakat, tetapi keadilan merupakan juga keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku
bisnis secara pribadi. Pebisnis pun tidak merupakan homo- economicus saja, manusia yang
hanya tertuju pada kependingan-diri yang ekonomis, manusia yang hanya memperhatikan
nilai-nilai ekonomis. Supaya dapat hidup dengan baik disamping nilai-nilai ekonomis ia harus
memberi tempat juga kepada nilai-nilai moral. Dan dalam konteks ekonomi dan bisnis salah
satu nilai moral terpenting adalah keadilan. ___

Anda mungkin juga menyukai