Anda di halaman 1dari 59

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN, PENDAPATAN DAN

KETERPAPARAN MEDIA DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN DINI

(Studi Observasional Analitik di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar)

Usulan Penelitian
Diajukan guna menyusun skripsi untuk memenuhi
sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Diajukan Oleh
Nor Hidayah
I1A115012

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
BANJARBARU

2
Maret, 2018 DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN DEPAN.............................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 6
C. Tujuan..................................................................................... 6
D. Manfaat................................................................................... 7
E. Keaslian Penelitian................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pernikahan Dini...................................................................... 12
1...................................................................................Definisi
Pernikahan Dini.......................................................... 12
2...................................................................................Batasan
Pernikahan Dini.......................................................... 13
3...................................................................................Penyebab
Pernikahan Dini.......................................................... 14
4...................................................................................Dampak
Pernikahan Dini.......................................................... 15
B...........................................................................................Faktor
Risiko yang Berhubungan dengan Pernikahan Dini.............18
1.....................................................................................Faktor
Penguat (predisposing factor)....................................... 18
2.....................................................................................Faktor
Pendukung (enabling factor)......................................... 24
3.....................................................................................Faktor
Pendorong (reinforcing factor)...................................... 29
BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

1
A. Landasan Teori................................................................... 34
B. Kerangka Teori................................................................... 36
C. Kerangka Konsep............................................................... 37
D. Hipotesis ............................................................................ 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN


A. Rancangan Penelitian......................................................... 38
B. Populasi dan Sampel.......................................................... 39
C. Instrumen Penelitian.......................................................... 41
D. Variabel Penelitian............................................................. 41
E. Definisi Operasional.......................................................... 42
F. Prosedur Penelitian............................................................ 43
G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data....................... 45
H. Cara Analisis Data.............................................................. 47
I. Tempat dan Waktu Penelitian............................................. 48
J. Biaya Penelitian................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

2
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.2 Definisi Operasional

..........................................................................................................

..........................................................................................................

42

4.3 Jadwal dan Waktu Penelitian

..........................................................................................................

..........................................................................................................

48

4.4 Rincian Biaya Penelitian

..........................................................................................................

..........................................................................................................

49

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Kerangka Teori Penelitian Lawrence Green (1994)


..........................................................................................................
..........................................................................................................
36

3.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang Berhubungan


dengan Kejadian Pernikahan Dini di Kecamatan Aluh-aluh
..........................................................................................................
..........................................................................................................
37

4.1 Rancangan Penelitian Case Control

39

4
DAFTAR LAMPIRAN

1. Data Jumlah Pernikahan Menurut Kelompok Umur Provinsi Kalimantan


Selatan Tahun 2015-2017

2. Data Jumlah Pernikahan Menurut Kelompok Umur berdasarkan


Kabupaten Banjar Tahun 2015-2017

3. Surat Izin Penelitian

4. Surat Pernyataan Persetujuan Sebelum Penelitian (Informed Consent)

5. Kuesioner Penelitian

5
6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pernikahan dini adalah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita yang

masih muda. Pernikahan dini merupakan pernikahan pada remaja puteri di bawah

usia 16 tahun yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (1).

Hal ini bertentangan dengan UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) yang

menyebutkan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria telah mencapai

umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam

belas) tahun”. Sebuah perkawinan dikatakan kasus pernikahan dibawah umur

ketika usia dari salah satu dan atau kedua mempelai berada dibawah usia yang

telah ditetapkan tersebut (2).

Indonesia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda tinggi

di dunia (ranking 37). Posisi ini merupakan yang tertinggi kedua di ASEAN

setelah Kamboja. Pada kenyataannya menurut data Riskesdas (2010), perempuan

muda di Indonesia dengan interval usia 10-14 tahun yang telah menikah terdapat

sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000. Wanita muda berusia 10-14 tahun di

Indonesia sudah menikah sebelum usia 15 tahun. Pada interval usia yang lebih

tinggi, perempuan muda berusia 15-19 tahun yang telah menikah memiliki angka

11,7% jauh lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19

tahun sejumlah (11,7% P : 1,6%L) (3).

Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan

angka perkawinan di bawah umur yang tertinggi adalah Provinsi Kalimantan

1
2

Selatan. Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, provinsi dengan persentase

perkawinan usia sangat muda (10-14 tahun) yang paling tinggi adalah Kalimantan

Selatan (9%), Jawa Barat (7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah

masing-masing 7 persen. Provinsi dengan persentase perkawinan dini (15-19

tahun) tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat (50,2%),

Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%) dan Sulawesi Tengah

(46,3%) (4,5).

Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2013, Provinsi Kalimantan Selatan

menduduki peringkat ke-2 setelah Jawa Barat dalam kasus pernikahan dini pada

usia paling muda antara 10-14 tahun. Berdasarkan data BKKBN, jumlah keluarga

remaja di Kalimantan Selatan adalah 2483 orang dengan jumlah perkawinan dini

mencapai 18% dari total jumlah remaja usia 14-16 tahun (6).

Berdasarkan Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) tahun 2012 tentang pernikahan dini, menunjukkan persentase

pernikahan dini di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 4,84% melebihi angka

rata-rata nasional pernikahan dini sebesar 40 per 1.000 penduduk. Sedangkan

pada tahun 2014 persentase pernikahan dini di Kalimantan Selatan mengalami

kenaikan menjadi 5,85% (7).

Tiga besar kejadian kasus pernikahan dini tertinggi di Kalimantan Selatan

pada tahun 2017 berturut-turut adalah Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebanyak

101 kasus, Kabupaten Banjar sebanyak 74 kasus dan Tanah Laut sebanyak 32

kasus. Angka pernikahan dini untuk Kabupaten Banjar dari tahun 2016 sebanyak

15 kasus dan mengalami kenaikan pada tahun 2017 sebanyak 74 kasus. Angka
3

pernikahan dini di kabupaten Banjar pada tahun 2017 adalah 74 kasus, terdiri dari

Kecamatan aluh-aluh dengan jumlah tertinggi yaitu sebanyak 67 kasus (8,9).

Tingginya angka kejadian pernikahan dini akan menyebabkan tingginya

risiko kejadian kehamilan di usia muda. Diantaranya adalah keguguran, persalinan

prematur, berat badan lahir rendah (BBLR), kelainan bawaan, mudah terjadi

infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan dan kematian (10,11).

Kehamilan di usia yang sangat muda berkorelasi dengan angka kematian dan

kesakitan ibu. Anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko 5 kali lipat

meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun.

Risiko ini meningkat 2 kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun (12).

Pernikahan yang terlalu dini merupakan awal permasalahan kesehatan

reproduksi. Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak negatif

baik dari segi sosial ekonomi, mental/psikologis, fisik, terutama bagi kesehatan

yang menimbulkan gangguan kesehatan reproduksi remaja tersebut. Remaja yang

menikah dini berisiko terjangkit penyakit yang berkaitan dengan reproduksi,

perdarahan ketika melahirkan dan kanker leher rahim (4,5,13).

Pernikahan dini yang terjadi merupakan salah satu penyebab kematian

perinatal, meningkatan risiko terjadinya keguguran, obstetric fistula, kanker leher

rahim dan berbagai masalah lainnya, sehingga bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

menikah dini berisiko mengalami kematian (14). Hal ini berkaitan dengan dengan

angka kematian ibu (AKI) yang masih tinggi di Kabupaten Banjar. Pada tahun

2014 AKI di Kabupaten Banjar menduduki urutan pertama di Provinsi Kalimantan

Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 25 kasus dengan angka kematian bayi
4

(AKB) menduduki urutan tertinggi ke-2 sebanyak 42 kasus. Sedangkan untuk

tahun 2015 Kabuaten Banjar menduduki urutan ke-2 AKI tertinggi di Provinsi

Kalimantan Selatan dengan jumlah kasus sebanyak 12 kasus, namun AKB pada

tahun ini menduduki urutan pertama dengn jumlah kasus sebanyak 112 kasus dan

AKI pada di tahun 2016 menjadi 11 kasus (15). Konsekuensi yang luas dalam

berbagai aspek kehidupan akan menjadi hambatan dalam mencapai tujuan

Sustainable Development Goals (16).

Menurut Teori Lawrance Green (1994) Perubahan perilaku masyarakat

dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor penguat (predisposing factor) terdiri dari

pengetahuan, sikap, budaya dan norma. Faktor pendukung (enabling factor)

terdiri dari pendapatan, pendidikan, lingkungan, Sarana (media). Adapun Faktor

Pendorong (reinforcing factor) terdiri dari peran orang tua yang meliputi

pengetahuan, sikap, pendidikan, dan pendapatan dari orang tua remaja (17).

Rendahnya pengetahuan tentang pernikahan dini merupakan salah satu

faktor tingginya kasus pernikahan dini. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi

sikap remaja terhadap pernikahan dini (12). Menurut Yulianti (2010), menyatakan

bahwa tingkat pendidikan maupun pengetahuan seseorang yang rendah dapat

menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini. Hal ini

pada akhirnya akan mempengaruhi sikap remaja terhadap pernikahan dini (13).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pohan (2017), menyatakan

bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan pernikahan usia dini pada remaja

puteri dengan nilai p value sebesar 0,0005 serta nilai Odd Ratio (OR) sebesar

5,78 dengan pendidikan dasar mempunyai resiko 5,78 kali menikah dini

dibanding remaja puteri yang berpendidikan menengah (18).


5

Pendapatan memegang peran yang penting dalam kejadian pernikahan dini.

Orang tua beranggapan bahwa remaja puteri merupakan beban ekonomi dan

pernikahan merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan keluarga (17,19).

Sebagian orang tua beranggapan bahwa anak perempuan merupakan beban

ekonomi dan dengan mengawinkan anak perempuannya, orang tua berharap

beban hidup dan masalah ekonomi mereka teratasi (18). Hal ini sejalan dengan

penelitian Pohan (2017), menyatakan ada hubungan antara status ekonomi dengan

pernikahan usia dini pada remaja puteri dengan nilai p value sebesar 0,003 serta

nilai Odd Ratio (OR) sebesar 3,28 yang berarti bahwa remaja puteri yang status

ekonomi rendah mempunyai risiko 3,28 kali menikah dini dibanding remaja puteri

yang status ekonomi tinggi (18).

Kultur atau budaya nikah muda bisa berasal dari dalam lingkungan

keluarga maupun dari lingkungan masyarakat sekitar. Pernikahan dini bisa terjadi

karena sudah menjadi tradisi di suatu masyarakat tertentu karena telah

membudaya dalam kehidupan masyarakat. Suatu studi literasi United Nations

International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menemukan bahwa secara

luas pernikahan anak berkaitan dengan tradisi dan budaya, sehingga sulit untuk

mengubah (20,21). Berdasarkan hasil penelitan Pohan (2017), diperoleh hasil

bahwa remaja puteri yang percaya dengan budaya mempunyai resiko 3,939 kali

menikah dini dibanding remaja puteri yang tidak percaya dengan budaya.

Faktor lain yang juga mempengaruhi kejadian pernikahan dini yaitu akses

yang mudah terhadap pornografi oleh remaja yang akan meningkatkan akses

remaja untuk menonton film porno. Pornografi akan memberikan dorongan


6

kepada remaja untuk mencobanya, sehingga meningkatkan terjadinya kehamilan

yang tidak diinginkan yang berujung pada pernikahan dini. Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2013) bahwa secara statistik, remaja yang

mengakses konten-konten pornografi memiliki risiko untuk melakukan

pernikahan dini sebesar 5,53 kali (5, 22). Berdasarkan uraian diatas, maka

diperlukan penelitian tentang “Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan

Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan Dini”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan Keterpaparan Media

dengan Kejadian Pernikahan Dini.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari penelitian ini adalah menjelaskan Hubungan antara

Pendidikan, Pendapatan dan Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan

Dini.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
a. Menganalisis hubungan antara pendidikan remaja puteri dengan kejadian

pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh.


b. Menganalisis hubungan antara keterpaparan media remaja puteri dengan

kejadian pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh.


7

c. Menganalisis hubungan antara pendapatan orang tua remaja puteri dengan

kejadian pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi BKKBN Kabupaten Banjar
Penelitian ini menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah terutama

BKKBN Kabupaten Banjar agar lebih meningkatkan sosialisasi peraturan usia

perkawinan ideal serta memberikan informasi kesehatan mengenai dampak dari

pernikahan dini kepada remaja maupun orang tua, sehingga dapat menurunkan

angka pernikahan dini di Kabupaten Banjar Khususnya Kecamatan Aluh-aluh.


2. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
Penelitian ini dapat memberikan gambaran kejadian pernikahan dini bagi

Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar sehingga Dinas Kesehatan dapat

memperhatikan dan meningkatkan pelayanan Program Konseling Peduli Remaja

(PKPR) di Puskesmas-puskesmas di Kabupaten Banjar khususnya Puskesmas di

wilayah Kecamatan Aluh-aluh sebagai salah satu bentuk pencegahan pernikahan

dini.
3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi untuk menambah pemahaman

mengenai pernikahan dini dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta

dampaknya bagi kesehatan. Selain itu, diharapkan dapat meyakinkan remaja

dalam mengambil keputusan untuk tidak melakukan pernikahan dini serta dapat

membantu orang tua untuk mencegah kondisi yang dapat mencetuskan terjadinya

pernikahan dini.
4. Bagi calon peneliti
8

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk memperdalam ilmu

pengetahuan dan teori yang sudah didapat serta digunakan sebagai referensi bagi

penelitian selanjutnya untuk meneliti tentang pernikahan dini dan faktor risiko

yang mempengaruhinya. Diharapkan pula melalui penelitian ini dapat menjadi

dasar dalam melakukan upaya promosi kesehatan mengenai pernikahan dini dan

dampaknya.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian

Pernikahan Dini pada remaja puteri di Kecamatan Aluh-aluh ini belum pernah

dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Pada beberapa penelitian yang memiliki

kesamaan dan perbedaan digunakan sebagai acuan atau perbandingan pada

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:


1. Pohan NH (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia

Dini Terhadap Remaja puteri. Persamaan kedua penelitian ini terletak pada

jenis penelitian analitik dengan pendekatan case-control. Variabel terikat

berupa pernikahan dini serta menggunakan analisis data Uji Chi Square.

Persamaan variabel penelitian sebelumnya dengan penelitian ini berupa

variabel pendidikan, lingkungan, budaya dan status ekonomi. Sedangkan

perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya jterletak pada variabel

bebas yang tidak ada pada penelitian ini, yaitu pengetahuan, peran orang tua,

pekerjaan, pergaulan bebas dan media massa, serta terdapat perbedaan dari

teknik pengambilan sampel pada penelitian sebelumnya menggunakan

random sampling sedangkan pada penelitian ini menggunakan purposive

sampling (18).
9

2. Zuraidah (2016). Analisis Pencapaian Pendewasaan Usia Perkawinan Di

Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. Persamaan

kedua penelitian ini terletak pada analisis data menggunakan Uji Chi Square

dengan rancangan penelitian case control. Variabel bebas yang terdapat pada

peneliti sebelumnya terdiri dari sikap dan budaya. Sedangkan perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, terdiri dari budaya, lingkungan

dan pendidikan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian

sebelumnya berupa sampel jenuh (mengambil semua populasi) sedangkan

pada penelitian ini menggunakan purposive sampling (4).


3. Ulfah N (2015). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Pernikahan

Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Kota II Kabupaten Banjar.

Persamaan kedua penelitian ini terletak pada jenis penelitian analitik dengan

pendekatan case-control dengan uji statistik menggunakan Uji Chi square,

serta teknik cara pengambilan sampel dengan menggunakan purposive

sampling dengan perhitungan sampel mengunakan uji beda proporsi. Variabel

bebas terdapat persamaan pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya

terdiri dari budaya, pendapatan, pendidikan, dan lingkungan. Sedangkan

perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada variabel

bebas yang tidak ada pada penelitian ini, yaitu sikap, dan keterpaparan

pornografi (15).
4. Rahardjo S, Riyanti I (2013). Determinan pernikahan dini di Kecamatan

Kalianda. Persamaan kedua penelitian ini terletak pada jenis penelitian

analitik dengan pendekatan case-control. Variabel terikat berupa pernikahan

dini serta menggunakan analisis data Uji Chi Square. Persamaan variabel
10

penelitian sebelumnya dengan penelitian ini berupa variabel pendidikan,

pengetahuan, kualitas lingkungan dan budaya. Sedangkan perbedaan terdapat

dari variabel bebas penelitian sebelumnya yaitu perilaku, pekerjaan dan sosial

ekonomi, serta terdapat perbedaan dari teknik pengambilan sampel pada

penelitian sebelumnya menggunakan random sampling sedangkan pada

penelitian ini menggunakan purposive sampling (23).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan Dini
1. Definisi Pernikahan Dini

Menurut Undang-undang perkawinan Nomor 1 tahun 1974 perkawinan

adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami

isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (18). Pernikahan dini adalah pernikahan

pada remaja di bawah usia 16 tahun yang seharusnya belum siap untuk

melaksanakan pernikahan. Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk

mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan (24).

Dalam pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika

pihak pria sudah mencapai umur 19 dan pihak wanita sudah mencapai umur 16

tahun, usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) perkawinan dapat dan

dilakukan jika pihak laki-laki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2)

untuk melangsungkan pernikahan masing-masing calon mempelai yang belum

mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua orangtua, sesuai dengan

kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) yang telah melakukan kerjasama dengan MOU yang menyatakan

bahwa Usia Perkawinan Pertama diijinkan apabila pihak pria mencapai umur 25

tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun (25, 26).

1
2

Menurut Sari (2009), Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan

oleh seseorang yang pada hakekatnya belum memiliki persiapan atau kematangan,

baik secara biologis, psikologis, maupun sosial ekonomi (27).

2. Batasan Pernikahan Dini


Batasan umur perkawinan secara hukum dijelaskan dalam Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 bahwa “Perkawinan

hanya diizinkan bila pihak pria telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun

dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun”. Sebuah

perkawinan dikatakan kasus pernikahan dibawah umur ketika usia dari salah satu

dan atau kedua mempelai berada dibawah usia yang telah ditetapkan tersebut (2).
Batas usia dalam melangsungkan perkawinan adalah hal yang penting, karena

di dalam perkawinan menghendaki kematangan psikologis (28). Usia ideal

menikah pada perempuan yaitu 21-25 tahun dan pada laki-laki 25-28 tahun karena

di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang

secara baik dan kuat serta siap melahirkan begitu pula pada laki-laki pada umur

25-28 akan siap untuk menopang kehidupan keluarganya. Pernikahan pada usia

dini meinimbulkan persoalaan hukum, melanggar undang-undang tentang

pernikahan, perlindungan anak dan Hak Asasi Manusia (29).


Pendewasaan usia pernikahan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia

pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat pernikahan

yaitu 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. PUP bukan sekedar

menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan agar kehamilan pertama

terjadi pada usia yang cukup dewasa. Hal ini diharapkan akan menurunkan total

fertility rate (TFR) (19).

3. Penyebab Pernikahan Dini


3

Terjadinya pernikahan dini di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya

remaja dapat disebabkan oleh adanya beberapa faktor seperti faktor agama,

pendidikan, sosial budaya, ekonomi, dan MBA (Marriage By Accident). Kelima

faktor tersebut, pada umumnya menjadi faktor penyebab bagi para remaja dalam

melakukan pernikahan di usia dini di beberapa provinsi yang ada di Indonesia,

tidak terkecuali di Provinsi Kalimantan Selatan (27).


Penyebab pernikahan usia dini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yaitu

faktor yang timbul dalam diri sendiri dan juga dari luar dirinya. Pernikahan yang

dilakukan pada usia remaja memiliki dampak atau resiko negatif dalam kehidupan

seseorang termasuk juga terhadap status kesehatannya, baik itu kesehatan secara

fisik maupun kesehatan secara psikologis (28).


Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Sumut Anthony (2016),

mengatakan remaja terutama dari lingkungan keluarga prasejahtera sangat rentan

melakukan pernikahan usia dini. Ada beberapa faktor penyebab pernikahan usia

dini yaitu: pemaksaan dari orang tua, pergaulan bebas, rasa keingintahuan tentang

dunia seks, faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan rendahnya pendidikan.

Menurut Kumalasi dan Andhantoro (2012), faktor penyebab pernikahan usia dini
1

adalah faktor sosial budaya, desakan ekonomi, tingkat pendidikan, sulit mendapat

pekerjaan, media massa, agama serta pandangan dan kepercayaan (18).

4. Dampak Pernikahan Dini


Pernikahan usia dini pada wanita tidak hanya menimbulkan persoalan hukum,

melanggar undang-undang tentang pernikahan, perlindungan anak dan Hak Asasi

Manusia, namun pernikahan usia dini menimbulkan peristiwa traumatik yang

akan menghantui seumur hidup dan timbulnya persoalan resiko terjadinya

penyakit pada wanita serta resiko tinggi berbahaya saat melahirkan, baik pada ibu

maupun pada anak yang akan dilahirkan (28).

Perrnikahan yang dilakukan terlalu dini, akan menimbulkan berbagai dampak

negatif, seperti dampak terhadap kondisi psikologis, dampak secara biologis,

dampak bagi kesehatan reproduksi, dampak kematian ibu dan bayi, serta dampak

perceraian (27).

Pernikahan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan

menimbulkan masalah baik secara fisiologis, psikologis maupun sosial ekonomi.

Dampak pernikahan pada usia muda lebih tampak nyata pada remaja puteri

dibandingkan remaja laki-laki. Dampak nyata dari pernikahan usia dini adalah

terjadinya abortus atau keguguran karena secara fisiologis organ reproduksi

(khususnya rahim) belum sempurna. Meningkatnya kasus perceraian pada

pasangan usia muda dikarenakan pada umumnya pasangan usia muda keadaan

psikologisnya belum matang, sehingga masih labil dalam menghadapi masalah

yang timbul dalam pernikahan. Ditinjau dari masalah sosial ekonomi pernikahan

usia dini biasanya diikuti dengan ketidaksiapan ekonomi (18).


2

Beberapa dampak yang terjadi dengan berlangsungnya pernikahan dini akan

berisiko dalam banyak aspek:


a. Kesehatan
Population Council (2012), menjelaskan bahwa menikah pada usia dini dapat

berisiko pada kesehatan perempuan, setelah menikah seorang perempuan yang

masih berusia remaja akan dipaksa untuk mempercepat aktivitas seksual mereka,

hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada kehamilan remaja. Kehamilan

remaja sangat berisiko terhadap kondisi kesehatan, ketidaksiapan alat reproduksi

mereka akan memaksa rahim untuk menerima janin dalam keadaan yang tidak

siap. UNICEF (2007), dalam sebuah paper “Early Marriage in South Asia”

menambahkan bahwa kehamilan lebih awal pada remaja akan lebih rentan

terhadap keguguran, kematian bayi, gizi buruk, kanker serviks, kemandulan, dan

kematian ibu (30). Dampak dari pernikahan usia dini bila wanita tersebut

mengalami kehamilan akan berisiko 2 kali untuk mengalami keguguran secara

spontan dan 4 kali risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi.

Panjangnya rentang usia reproduktif meningkatkan risiko kanker rahim serta

cenderung mengalami anemia (31).


Kehamilan usia dini ada risiko pengguguran kehamilan yang dilakukan secara

ilegal dan tidak aman secara medis yang berakibat komplikasi aborsi. Angka

kehamilan usia remaja yang mengalami komplikasi aborsi berkisar antara 38

sampai 68% (31). Perkawinan usia muda juga menyebabkan terjadinya

komplikasi kehamilan dan persalinan antara lain pada kehamilan dapat terjadi

preeklampsia, risiko persalinan macet karena besar kepala anak tidak dapat

menyesuaikan bentuk panggul yang belum berkembang sempurna. Risiko pada


3

bayi dapat terjadi berat badan lahir rendah atau berat badan lahir besar. Risiko

pada ibu yaitu dapat meninggal (28).


b. Psikologis
Dampak psikologi yang juga dapat diakibatkan dari pernikahan dini, yaitu

remaja belum siap untuk menikah dan memiliki bayi akan mengakibatkan

timbulnya kecemasan dan stres bahkan depresi saat menjalani rumah tangga dan

merawat bayinya. Kesiapan peran baru sebagai ibu pada remaja puteri yang baru

memiliki anak akan sangat penting dalam merawat anak (32).

Perkawinan usia dini berdampak pada rendahnya kualitas keluarga, baik

ditinjau dari segi ketidaksiapan secara psikis dalam menghadapi persoalan sosial

maupun ekonomi rumah tangga, risiko tidak siap mental untuk membina

perkawinan dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab, kegagalan

perkawinan, kehamilan usia dini berisiko. Kematangan psikologis yang belum

tercapai dapat mengakibatkan kesulitan keluarga dalam mewujudkan keluarga

yang berkualitas tinggi (23,31).

c. Sosial
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang masih rawan dan belum stabil,

pada usia remaja emosi masih sangat labil, remaja masih kurang mampu untuk

bersosialisasi dan beradaptasi, sifat ego remaja yang masih tinggi serta belum

matangnya sisi kedewasaan untuk berkeluarga, tingkat kemandirian yang masih

rendah sehingga banyak ditemukan kasus perselingkuhan, kekerasan dalam rumah

tangga dan berujung pada perceraian (32).


Dampak pernikahan dini dari segi sosial akan mengurangi kebebasan

pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutkan pendidikan jenjang

tinggi sehingga menimbulkan adanya konflik dalam keluarga membuka peluang


4

untuk mencari pelarian pergaulan di luar rumah sehingga meningkatkan risiko

penggunaan minuman alkohol, narkoba, dan seks bebas (33).

B. Faktor Risiko Kejadian Pernikahan Dini


Menurut Teori Lawrance Green (1994) Perubahan perilaku masyarakat

dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor penguat (predisposing factor) terdiri dari

pengetahuan, sikap, budaya dan norma (ketentuan usia minimum pernikahan).

Faktor pendukung (enabling factor) terdiri dari pendapatan, pendidikan,

lingkungan, Sarana (Media). Adapun Faktor Pendorong (reinforcing factor) terdiri

dari peran orang tua yang meliputi pengetahuan dari orang tua remaja, sikap dari

orang tua remaja, pendidikan dari orang tua remaja, dan pendapatan dari orang tua

remaja (17).

1. Faktor Penguat
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pencaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(34).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan selain informasi menurut

Notoatmodjo (2007) yaitu pengalaman yang berkaitan dengan umur dan

pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi memberikan pengalaman

akan luas, sedangkan semakin tua usia seseorang maka pengalaman akan semakin

banyak. Keterpaparan seseorang terhadap informasi dapat merubah pengetahuan,

sikap dan perilaku yang dimiliki seseorang. Semakin banyak sumber informasi

yang didapat semakin baik pula pengetahuan (34).


5

Menurut penelitian Muhammad (2011) yang menjelaskan bahwa kurangnya

pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan,

makna, serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan

usia muda. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat

pernikahan dini (24). Pengetahuan remaja puteri yang semakin tinggi tentang

kesehatan reproduksi dan bahayanya perkawinan usia muda pada kesehatan

reproduksi remaja puteri akan membentuk tindakan yang baik dalam

pendewasaan usia perkawinan (15).


Menurut Penelitian Priyanti (2013), remaja puteri yang memiliki pengetahuan

yang baik cenderung tidak menikah pada usia dini, karena mereka memperoleh

pengetahuan tentang pernikahan usia dini dari lingkungan sekitar mereka, yaitu

dengan melihat kehidupan pasangan muda yang melakukan perkawinan usia

muda. Sebagian besar kehidupan pasangan muda tersebut mengalami kesulitan

dalam bidang ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian Pohan (2017) bahwa,

pengetahuan merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan

pernikahan dini dengan nilai p=0,001; OR= 5,082 (95% CI;1.881-13.732) yang

artinya responden yang memiliki pengetahuan kurang mempunyai peluang

menikah dini 5,082 kali dibanding mereka yang memiliki pengetahuan yang baik

(18).
b. Sikap
Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai

perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap

manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan

terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap (28).


6

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap

mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan

beralasan sehingga seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia

dipandang perbuatan tersebut positif dan bila percaya bahwa orang lain ingin agar

melakukannya. Hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor

situasional tertentu yaitu norma-norma, peranan, anggota kelompok, kebudayaan

dan sebagainya yang merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah

hubungan sikap dan perilaku. Selain itu sikap seseorang juga dipengaruhi oleh

pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa,

lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta emosional (34).


Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan

prodisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi

hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku. Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, antara lain (35):
a) Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek).


b) Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


c) Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendidkusikan suatu masalah.
d) Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab atas sesuatu yang di pelihara dengan segala risiko.
7

Teori tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2014)

tentang hubungan antara pengetahuan remaja puteri dengan sikap remaja puteri

terhadap pernikahan usia dini di Desa Kesesi Kecamatan Kesesi Kabupaten

Pekalongan dengan didapatkan hasil ρ value 0,014 (value > 0.05). Hal tersebut

disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja puteri dengan sikap

remaja puteri terhadap pernikahan usia dini. Hasil penelitian tersebut juga

menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja puteri tentang pernikahan

usia dini, maka akan semakin baik pula sikap remaja puteri terhadap pernikahan

usia dini. Sebaliknya semakin kurang pengetahuan remaja puteri tentang

pernikahan usia dini, maka semakin kurang juga sikap remaja puteri terhadap

pernikahan usia dini (36).

c. Budaya
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga menentukan

terjadinya perkawinan diusia muda. sering ditemukan orang tua mengawinkan

anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan

status sosial keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau untuk

menjaga garis keturunan keluarga. Hal ini didukung oleh teori Surbakti (2008)

yang menjelaskan bahwa faktor budaya bisa jadi merupakan salah satu penyebab

pernikahan dini, usia layak menikah menurut budaya dikaitkan dengan datangnya

haid pertama bagi wanita, dengan demikian banyak remaja yang belum layak

menikah, terpaksa menikah karena desakan budaya (24).


Kultur atau budaya nikah muda bisa berasal dari dalam lingkungan keluarga

maupun dari lingkungan masyarakat sekitar. Kultur nikah muda yang berasal dari

dalam lingkungan keluarga terjadi karena adanya kebiasaan turun temurun pada
8

keluarga itu untuk melakukan pernikahan usia dini, hal ini terjadi dikarenakan

keluarga tersebut menganut prinsip yang kuat terhadap suatu pernikahan. Kultur

nikah muda yang berasal dari lingkungan masyarakat sekitar dikarenakan

masyarakat menganggap jika seorang perempuan belum menikah hingga usia 20

tahun seseorang tersebut dianggap tidak laku hingga diberi julukan sebagai

perawan tua, hal ini membuat orang tua yang memiliki anak perempuan ingin

segera menikahkan anaknya agar anaknya tidak dicap sebagai perawan tua di

wilayah tempat tinggalnya (37).


Pernikahan usia dini merupakan gejala sosial masyarakat yang dipengaruhi

oleh kebudayaan yang mereka anut yaitu hasil olah pikir masyarakat setempat,

yang sifatnya dapat mengakar kuat pada kepercayaan pada masyarakat. Menurut

hadi supeno, ada tiga faktor pernikahan usia dini yaitu tradisi yang turun temurun

yang menganggap bahwa pernikahan usia dini merupakan suatu hal yang wajar.

Dalam masyrakat indonesia, bila ada anak gadisnya yang tidak segera menikah,

orang tua merasa malu karena anak gadisnya belum menikah dan takut menjadi

perawan tua. Ciri-ciri suatu kebudayan diantaranya (35):


1) Kebudayaan adalah produk manusia, dapat diartikan pula kebudayaan

adalah ciptaan manusuia, manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaan.


2) Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah

dihasilkan secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama-sama,

dengan demikian kebudayaan merupakan karya bersama, bukan karya

perorangan.
3) Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar, artinya kebudayaan itu

diwariskan dari generasi yang satu kegenerasi yang lainnya melalui suatu.
Menurut Penelitian Ulfah N (2015), adanya hubungan antara budaya remaja

puteri dengan kejadian pernikahan dini bahwa nilai p value 0,011. Dari nilai p
9

dalam hasil uji statistik didapat keputusan Ho ditolak (p<0,05) yang artinya ada

hubungan antara sikap remaja puteri dengan kejadian pernikahan dini. Hasil OR

sebesar 4,56 yang artinya remaja puteri dengan budaya mendukung pernikahan

dini berpeluang 4,56 kali lebih besar untuk melakukan pernikahan dini. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuraidah (2016) dengan hasil p-

value diperoleh nilai p=0,050 yang menunjukan hubungan antara budaya dengan

pernikahan dini. Pengaruh budaya memiliki risiko 29,83 kali lebih besar untuk

terjadinya pernikahan pada remaja berusia ≤20 tahun dibandingkan yang

menyatakan tidak ada pengaruh budaya (4,15).

2. Faktor Pendukung
a. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya,


masyarakat, bangsa dan Negara (35).
Menurut Notoatmodjo (2007), Pendidikan secara umum adalah segala upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau

masyarakat sehingga mereka melakukan yang diharapkan oleh pelau pendidikan.

Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui

proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan

menetap, karena didasari oleh kesadaran. Orang dengan pendidikan formal yang

lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang

dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena lebih mampu dan
10

mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan

kesehatan (35).
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki dalam

berkeluarga, karena pendidikan merupakan penopang dan sumber untuk mencari

nafkah dalam upaya memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga. Orang tua

yang memiliki tingkat pendidikannya rendah seringkali menyebabkan anak

remajanya tidak lagi bersekolah dikarenakan biaya pendidikan yang tidak

terjangkau. Sehingga menyebabkan banyaknya perempuan berhenti sekolah dan

kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tabggungjawab orang tua.

Dengan demikian semakin muda usia menikah, maka semakin rendah tingkat

pendidikan remaja maka semakin besar kemungkinan mereka untuk menikah

diusia muda (35).


Tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat

menyebabkan adanya kecenderungan melakukan pernikahan di usia dini. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nandang, dkk (2009), yang

menunjukkan bahwa remaja muda yang berpendidikan rendah memiliki risiko

(ods ratio) 4,259 kali untuk menikah dini daripada remaja muda yang

berpendidikan tinggi. Remaja yang memiliki latar belakang pendidikan yang

tinggi memiliki resiko lebih kecil untuk menikah dini dibandingkan dengan

remaja yang memiliki latar pendidikan rendah. Tingkat pendidikan merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menyikapi masalah dan

membuat keputusan ataupun kematangan psikososialnya (38).


Semakin tinggi pendidikan seseorang, informasi yang dimiliki lebih luas dan

lebih mudah diterima termasuk informasi tentang kesehatan reproduksi, usia

pernikahan yang baik dan dampak apabila melakukan pernikahan usia muda.
11

Sedangkan bila tingkat pendidikan seseorang rendah maka akan berakibat

terputusnya informasi yang diperoleh pada jenjang pendidikan yang lebih selain

juga meningkatkan kemungkinan aktivitas remaja yang kurang (31). Dapat

disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil remaja

melakukan pernikahan usia muda. Dengan menambah wawasan dan informasi

tentang pernikahan, kesehatan reproduksi dan juga tentang kesehatan remaja

tentunya dapat membantu remaja untuk mengambil keputusan dalam menentukan

usia yang pantas untuk menikah terutama pada remaja puteri (19).
Berdasarkan hasil penelitian Salmah (2016), menyatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden dengan pernikahan

usia dini dengan nilai p value = 0,001 (<0,05) ; OR= 8,63 menunjukan bahwa

sampel yang Pendidikan dasar 8,632 kali lebih besar untuk melakukan

pernikahan usia dini daripada responden dengan pendidikan lanjut. Hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Irne W. Desiyanti, yang menyatakan

terdapat hubungan antara pendidikan Responden dengan kejadian pernikahan usia

dini dengan nilai (p value 0.001) ; OR 4,59, dengan demikian dapat disimpulkan

responden yang pendidikan rendah berisiko 4,59 kali lebih besar berisiko

melakukan pernikahan usia dini di banding responden dengan pendidikan tinggi.

Tingkat pendidikan maupun pengetahuan anak yang rendah dapat menyebabkan

adanya kecenderungan melakukan pernikahan usia dini. Sehingga peran

pendidikan dalam hal ini sangat penting dalam mengambil keputusan individu

(35).
b. Pendapatan
Menurut Soetjiningsih (1995), Pendapatan keluarga yang memadai akan

menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat memenuhi kebutuhan
12

anak, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder dan kebutuhan tersier. Keadaan

ekonomi juga berpengaruh terhadap suatu penyakit, misalnya angka kematian

lebih tinggi dikalangan masyarakat yang status ekonominya rendah dibandingkan

dengan status ekonominya tinggi, hal ini disebabkan karena masyarakat rendah

tidak memiliki biaya untuk berobat, sehingga tidak ada suatu penanganan yang

baik dalam menghadapi suatu penyakit (35).


Pernikahan usia dini terjadi karena faktor keluarga yang hidup di garis

kemiskinan untuk mengurangi beban orang tua maka anak di kawinkan dengan

orang yang dianggap mampu, karena banyak orang tua yang beralasan

menikahkan anaknya karena desakan ekonomi, kehidupan orang didesa sangat

membutuhkan ekonomi keluarga, jika tidak mencukupi uang upaya untuk

memenuhi kebutuhan keluarga terhambat (24).


c. Keterpaparan Media (Pornografi)
Menurut Undang-Undang Pornografi nomor 44 Tahun 2008, pornografi

adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,

animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui

berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang

memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan

dalam masyarakat (39).


Pornografi harus melalui media tertentu karena jika tidak, belum tentu dapat

dikatakan sebagai pornografi. Aktivitas seksual atau orang tanpa busana yang

berada di khalayak umum tidak termasuk dalam pornografi, tetapi jika direkam,

disebarluaskan dan ditonton oleh banyak orang baru dinamakan sebagai

pornografi. Perempuan atau laki-laki yang tidak berbusana tampil di depan umum

tidak dikatakan sebagai pornografi, tetapi porno aksi. Pornografi juga dapat
13

berupa rekaman suara yang membangkitkan nafsu seksual, atau sms yang

mengarah pada aktivitas seksual dan sebagainya (15).


Media dapat diartikan sebagai alat atau sarana yang dipergunakan untuk

menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Berdasarkan sifatnya,

media terdiri dari dua, yaitu media cetak dan media elektronik. Media cetak dapat

diartikan segala barang cetak, seperti surat kabar, majalah, brosur, pamflet,

buliten. adapun, media elekronik adalah media yang menggunakan elektronik atau

energi elektromekanis bagi pengguna akhir untuk mengakses kontennya (39).


Menurut Kinsey (1965) tingkatan keterpaparan media massa pornografi ada

dua yaitu (40):


a. Pornografi Ringan

Pornografi ringan yaitu pornografi yang menghadirkan materi berupa adegan

pegangan tangan, pelukan, ciuman bibir dan juga adegan yang mengesankan

terjadinya hubungan seks (sexually suggestive scenes) dan seks simulasi

(simulated sex).

b. Pornografi Berat

Pornografi berat yaitu materi orang dewasa dan materi seks eksplisit seperti

menampilkan gambar-gambar alat kelamin, perabaan dada atau alat kelamin, oral

seks, dan aktivitas seksual (penetrasi).

Menurut Loekmono (1988) konten-konten pornografi dapat mengakibatkan

adanya hubungan kelamin diluar hukum atas dasar suka sama suka dan dapat

mengakibatkan adanya kehamilan yang tidakdiinginkan. Kehamilan yang

tidakdiinginkan akan berimbas pada pernikahan dini. Penelitian Harahap (2014)

hasil analisis bivariat ada pengaruh paparan media massa dengan pernikahan usia

muda pada remaja (p=0,0001). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo
14

(2015) menunjukkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan

antara media dengan pernikahan dini, P value = 0,000 dan OR = 5,53 (95% CI:

3,08-9,95), dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara statistik responden

yang menggunakan media untuk melihat hal-hal negatif memiliki risiko

melakukan pernikahan dini 5,53 kali lebih besar dibandingkan dengan responden

yang menggunakan media untuk melihat hal-hal positif (22,17,38).

3. Faktor Pendorong
a. Lingkungan ( Dukungan masyarakat)
Lingkungan remaja puteri dipengaruhi oleh komunikasi keluarga, masyarakat

dan teman sebaya. Menurut Nurhajati (2013) ada 3 komponen penting dalam

penentu keputusan seseorang untuk menikah usia dini ditinjau dari perspektif

komunikasi keluarga, yaitu peran orang tua sebagai pemegang kekuasaan dalam

keluarga, peran keluarga sebagai komponen komunikasi dan peran keluarga

dalam membangun relasi intim dengan anggota keluarga (35).


Lingkungan sekitar baik di lingkungan keluarga, kelompok teman sebaya dan

desa juga menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini. Tidak sedikit orang tua

yang mendesak anaknya untuk menikah karena melihat lingkungan sekitar. Alasan

orang tua menikahkan anaknya adalah untuk segera mempersatukan ikatan

kekeluargaan antara mempelai laki-laki dan mempelai perempuan. Hal ini juga

erat kaitannya dengan perjodohan (41).


Pihak wanita biasanya merupakan pihak yang menunggu lamaran,

Sementara laki-laki dalam tradisi masyarakat dianggap sebagai seorang yang

berhak memilih. Walaupun kedua-duanya juga berhak memilih dalam arti laki-laki

berhak memilih dan perempuan berhak menolak. Namun, pihak laki-laki sebagai
15

pelamar memiliki kesempatan lebih besar ketimbang pihak perempuan sebagai

penunnggu lamaran. Fenomena ini yang menyebabkan keluarga pihak perempuan

jarang menolak lamaran, walaupun anak perempuannya tergolong masih kecil dan

berusia dini. Apalagi ada keyakinan orang di masyarakat, bahwa menolak lamaran

pertama pihak laki-laki dapat menyebabkan anak perempuannya tidak laku.

Faktor lingkungan masyarakat yang sudah sejak lama terbiasa dengan perkawinan

dini dapat menjadi pendorong dipertahankannya perkawinan dini (15).


b. Pengetahuan Orang Tua
Pengetahuan seseorang sangatlah berkaitan erat terhadap perilaku pernikahan

dini pada perempuan, karena semakin tingginya pengetahuan remaja puteri

maupun wanita usia subur tentang kesehatan reproduksi, hak reproduksi,

pengetahuan seksual, efek perilaku seksual dapat mengurangi angka kejadian

pernikahan dini. Pengetahuan juga merupakan paparan informasi yang diperoleh

dari lingkungan sekitar yaitu media massa, masyarakat dan keluarga (42).
Menurut penelitian Muhammad (2011), yang menjelaskan bahwa kurangnya

pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat akan pentingnya pendidikan,

makna, serta tujuan perkawinan sehingga menyebabkan terjadinya perkawinan

usia muda. Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat

pernikahan dini. Selain itu menurut BKKBN (2011), kondisi responden yang

tinggal di daerah pinggiran kota atau desa pun menjadi salah satu faktor yang

menghambat pengetahuan (24).


c. Sikap Orang Tua
Mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai

perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku individu terhadap

manusia lainnya atau sesuatu yang sedang dihadapi oleh individu, bahkan

terhadap diri individu itu sendiri disebut fenomena sikap (28).


16

Sikap orang tua tentang penerimaan pernikahan dini anaknya sangat erat

kaitannya dengan faktor ekonomi. Orang tua akan sangat merasa beruntung jika

anaknya dapat menikah dengan laki-laki yang kaya, sebab dapat meringankan

beban perekonomian keluarga (41).


d. Pendapatan Orang Tua
Kemiskinan yang terjadi di dalam sebuah keluarga sangat berdampak besar

terhadap masa depan seorang anak, terutama pada anak remaja. Seorang remaja

yang seharusnya melanjutkan tugas perkembangan sesuai dengan usianya, kini

harus menikah dengan usia yang masih muda dengan hanya memiliki tingkat

pendidikan yang rendah. Orang tua yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah

selalu tergesa-gesa untuk menikahkan anak perempuannya di usia muda (43).


Alasan orang tua menikahkan anak pada usia dini sebagai alternatif

mengurangi beban ekonomi keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian Cahyani

(2015), yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara kondisi ekonomi

keluarga terhadap usia kawin anak sebesar 11,6%, maka semakin tingggi kondisi

ekonomi keluarga akan semakin dewasa pula usia kawin anaknya (44).
Berdasarkan hasil penelitan Pohan (2017), diperoleh hasil bahwa remaja

puteri yang status ekonomi rendah mempunyai risiko 3,285 kali menikah dini

dibanding remaja puteri yang status ekonomi tinggi. Hal ini sejalan dengan

penelitian Rafidah, dkk (2015), yang menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara ekonomi keluarga dengan pernikahan usia dini p value 0,000 dan

OR sebesar 21,74 artinya responden dengan ekonomi rendah kemungkinan

berisiko 21 kali menikah padausia <20 tahun dibanding responden dengan

ekonomi tinggi (18).


Hasil penelitian Salmah (2016), menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pendapatan orang tua dengan pernikahan usia dini dengan nilai
17

p value = 0,001 dengan nilai OR= 6.488 menunjukan bahwa pendapatan orang tua

rendah 6,488 kali lebih besar berisiko menikahkan anaknya di banding pendapatan

orang tua rendah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh BKKBN yang

berjudul kajian faktor sosial ekonomi yang berdampak pada usia perkawinan

pertama di provinsi Gorontalo. Pendapatan perkapita keluarga merupakan jumlah

penghasilan rill dari seluruh anggota keluarga yang bekerja guna memenuhi

kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga (35).


e. Pendidikan Orang Tua
Pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan pengetahuan dan

wawasannya sempit sehingga konsekuensi kesehatan reproduksi yang ditimbulkan

karena kawin usia muda tidak terfikirkan. Masyarakat menganggap bahwa

melahirkan adalah proses alamiah yang biasa-biasa saja (28).


Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja sebagai salah satu faktor

penyebab pernikahan dini, makin rendah tingkat pendidikan seorang remaja,

makin mendorong berlangsungnya perkawinan usia muda. Makin rendah tingkat

pendidikan keluarganya, makin sering ditemukan perkawinan diusia muda. Peran

tingkat pendidikan berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang

kehidupan berkeluarga (24).


Menurut Kertamuda (2009), Rendahnya tingkat pendidikan orang tua

membuat rendahnya pengetahuan terhadap dampak perkawinan usia muda, baik

dampak dari segi hukum, segi psikologis, maupun dari segi biologis anak.

Rendahnya tingkat pendidikan orang tua menyebabkan rendahnya pengetahuan

orang tua terhadap dampak tersebut, sehingga membuat orang tua tidak merasa

bersalah mengawinkan anaknya pada usia berapapun (28).


18
BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori
Menurut UU UU No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) perkawinan hanya

diizinkan bila pihak pria telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan

pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun (uu perkawinan). Usia

ideal menikah pada perempuan yaitu 21-25 tahun dan pada laki-laki 25-28 tahun

karena di usia itu organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah

berkembang secara baik dan kuat serta siap melahirkan begitu pula pada laki-laki

pada umur 25-28 akan siap untuk menopang kehidupan keluarganya (14,18).
Pernikahan dini di lingkungan remaja cenderung berdampak pada segi sosial

ekonomi, mental/psikologis, fisik, terutama bagi kesehatan yang menimbulkan

gangguan kesehatan reproduksi remaja tersebut. Remaja yang menikah dini

beresiko terjangkit penyakit yang berkaitan dengan reproduksi, perdarahan ketika

melahirkan dan kanker leher rahim. Perempuan usia 15-19 tahun memiliki

kemungkinan dua kali lebih besar meninggal saat melahirkan dibandingkan yang

berusia 20-25 tahun, sedangkan di bawah usia 15 tahun kemungkinan meninggal

bisa 5 kali lipat (4,5,13).


Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan

perilaku akibat adanya perubahan struktur sosial khusunya dalam pernikahan dini

adalah teori perubahan perilaku. Perubahan perilaku masyarakat khususnya

remaja di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu faktor penguat (predisposing factor) terdiri

dari pengetahuan, sikap, budaya dan norma (ketentuan usia minimum

pernikahan). Faktor pendukung (enabling factor) terdiri dari pendapatan,


2

pendidikan, lingkungan, Sarana (Media). Adapun Faktor Pendorong (reinforcing

factor) terdiri dari peran orang tua yang meliputi pengetahuan dari orang tua

remaja, sikap dari orang tua remaja, pendapatan dari orang tua remaja, dan

pendapatan dari orang tua remaja (17).


Rendahnya pengetahuan tentang pernikahan dini merupakan salah satu

faktor tingginya kasus pernikahan dini. Tingkat pendidikan maupun pengetahuan

seseorang yang rendah dapat menyebabkan adanya kecenderungan melakukan

pernikahan di usia dini (13). Orang tua beranggapan bahwa anak perempuan

merupakan beban ekonomi dan dengan mengawinkan anak perempuannya, orang

tua berharap beban hidup dan masalah ekonomi mereka teratasi (19).
Hasil penelitian Rahardjo (2013) diketahui bahwa responden yang

berpendidikan rendah dan berpengetahuan kurang memiliki risiko melakukan

pernikahan dini yang sama yaitu 2,23 (P value=0,006) kali lebih besar

dibandingkan yang berpendidikan menengah dan berpengetahuan baik. responden

yang memiliki lingkungan keluarga kurang mendukung memiliki risiko

melakukan pernikahan dini 2,32 (P value=0,005) kali lebih besar dibandingkan

dengan responden yang memiliki keluarga mendukung. Sementara itu hasil dari

penelitian Cahyani (2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kondisi

ekonomi keluarga terhadap usia kawin anak sebesar 11,6% dimana semakin tinggi

kondisi ekonomi keluarga maka usia kawin anak akan semakin dewasa (23,44).
Lingkungan dan budaya memiliki peran pada kejadian pernikahan dini.

Semakin tinggi pengaruh kebudayaan di lingkungan sekitar yang dipercaya oleh

remaja dan lingkungannya maka semakin besar remaja melakukan pernikahan

usia muda. Percaya terhadap kebudayaan di lingkungan sekitar tentang pernikahan

usia muda, dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu gadis belum menikah dianggap
3

sebagai aib keluarga, status janda lebih baik daripada perawan tua dan

kepercayaan bahwa orang tua takut anaknya dikatakan sebagai perawan tua (19).

Perilaku

Faktor Penguat Faktor Pendukung Faktor Pendorong

(predisposing factor): (enabling factor): (reinforcing factor):

1. Pengetahuan 1. Pendapatan 4. Lingkungan


2. Sikap 2. Pendidikan (Dukungan
3. Budaya 3. Sarana (Media) masyarakat)
5. Peran orang tua
(pengetahuan,
sikap, pendidikan,
pendapatan)

Gambar 3.1 Kerangka Teori menurut Lawrence Green (1994)

Variabel Independen Variabel Dependen

Pendidikan

Pernikahan Dini
Pendapatan
4

Keterpaparan media

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan


Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan Dini.

B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan remaja puteri dengan kejadian

pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar.


2. Ada hubungan antara pendapatan orang tua remaja puteri dengan kejadian

pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar.


3. Ada hubungan antara keterpaparan media remaja puteri dengan kejadian

pernikahan dini di Kecamatan Aluh-aluh Kabupaten Banjar.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian case control dengan pendekatan

retrospektif. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kuantitatif digunakan untuk menyebabkan pengaruh antara variabel bebas yaitu,

budaya remaja puteri, pendapatan orang tua remaja puteri, pendidikan remaja

puteri, dan lingkungan remaja puteri dengan variabel terikat yaitu pernikahan dini.

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan case control

yang merupakan rancangan pengamatan epidemiologis untuk mempelajari

hubungan dan besarnya risiko, antara tingkat kejadian pernikahan dini dengan

membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

penyebabnya. Pengamatan yang dilakukan dengan mengamati kebelakang ini

dimulai dengan mengidentifikasi kelompok kasus dengan kelompok tanpa kasus

(kontrol). Kemudian dilihat kebelakang faktor risikonya. Adapun desain case

control yang menggunakan pendekatan retrospektif dapat dilihat pada skema di

bawah ini. Penelitian dimulai untuk mengetahui apakah ada faktor risiko (45):
2

Faktor Risiko
Menikah Dini
Faktor Risiko (-)
Remaja Puteri

Faktor Risiko Belum Menikah

Faktor Risiko (-)

Skema 4. 1 Rancangan Penelitian Case Control

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (46). Populasi merupakan

keseluruhan dari objek yang akan diteliti. Populasi pada penelitian ini terdiri dari

kasus dan kontrol yaitu remaja puteri berusia <16 tahun yang melakukan

pernikahan dini, dan remaja puteri berusia <16 tahun yang belum menikah di

Kecamatan Aluh-aluh.

2. Sampel
Sampel adalah sebagian besar dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi. Sampel merupakan sebagian objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (46). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling atau sampel bertujuan yaitu suatu

metode pengambilan sampel di dasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang

dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang telah

diketahui sebelumnya dan sesuai dengan tujuan penelitian serta memenuhi kriteria

inklusi penelitian sebagai berikut:


3

a. Inklusi kasus pada penelitian ini sebagai berikut:


1. Remaja puteri yang menikah di usia <16 tahun
2. Bersedia menjadi subjek penelitian
3. Tinggal di wilayah Kecamatan Aluh-aluh
b. Inklusi kontrol pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Remaja yang belum menikah di usia <16 tahun
2. Tinggal di wilayah Kecamatan Aluh-aluh

Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus pengujian hipotesis untuk dua proporsi yaitu:

n=

Keterangan:

n = besar sampel minimum

= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada tertentu


= nilai distribusi normal baku (tabel z) pada tertentu
= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 1 (outcome +)
= perkiraan probabilitas paparan pada populasi 2 (outcome -)
Diketahui (15) :
P1* = 0,60
P2* = 0,21
n = { 1,96 2. 0,21(1-0,21) + 1, 28 0,60 (1-0,60) + 0,21 (1-0,21) }2
(0,60-0,21)2

= { 1,96 0,33 + 1,28 0,36 }2


0,15

= {1,96x0,57 + 1,28x0,17}2
0,15

= (1,11+0,21)2

0.15
4

= 1,74 = 34,8 = 35 orang

0,21

Berdasarkan perhitungan dengan rumus, sampel minimal yang diperlukan

pada penelitian ini adalah kelompok kasus (remaja puteri yang menikah dini)

sebanyak 35 orang dan pada kelompok kontrol (remaja puteri yang belum

menikah) sebanyak 70 orang, sehingga total sampel adalah 105 remaja puteri

dengan perandingan case control sebesar 1:2. Penggunaan perbandingan 1:2

bertujuan untuk untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar cheklist dan

isian terbuka untuk mengukur pendidikan, pendapatan dan keterpaparan media

remaja puteri dengan variabel terikat yaitu pernikahan dini. diukur dengan

menggunakan alat instrumen lembar cheklist dan isian terbuka.

D. Variabel Penelitian
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendidikan

pendapatan, dan keterpaparan pornografi remaja puteri. Sedangkan variabel

terikat pada penelitian ini adalah kejadian pernikahan dini di Kecamatan Aluh-

aluh Kabupaten Banjar.


E. Definisi Operasional
Tabel 4.1. Definisi Operasional Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan
Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan Dini.

Definisi
No Variabel Kriteria Penelitian Skala
Operasional
5

1 Pendidikan Tingkat Alat ukur berupa lembar Ordinal


remaja puteri pendidikan cheklist tingkat pendidikan
terakhir menurut Arikunto, kategori
remaja puteri sebagai berikut (47):
- Pendidikan rendah = SD-
SLTP
- Pendidikan tinggi = SLTA

2 Keterpaparan Keterpaparan Alat ukur berupa lembar Nominal


media media massa cheklist dan isian tingkat
adalah keterpaparan pornografi (48):
reponden - Sering (≥ 4 kali sebulan):
yang jika responden menjawab
menggunaka ≥ 4 kali sebulan
n media - Jarang (< 4 kali sebulan):
massa jika responden menjawab
dewasa dan <4 kali sebulan
pornografi.
3 Pendapatan Jumlah Alat ukur berupa lembar Nominal
orang tua seluruh lembar isian pendapatan.
remaja puteri pendapatan Pengkategorian berdasarkan
tetap dan pada nilai rata-rata
sampingan pendapatan orang tua remaja
yang puteri, dengan kategori (15):
dihasilkan Apabila jumlah seluruh
oleh orang pendapatan orang tua yang
tua remaja bekerja dibagi dengan jumlah
puteri setiap orang tua yang bekerja
bulannya Pendapatan tinggi: Jika
lebih dari atau sama
dengan nilai rata-rata
Mean
- Pendapatan rendah: Jika
kurang dari nilai rata-rata
mean
Definisi
No Variabel Kriteria Penelitian Skala
Operasional
4 Pernikahan Menurut UU Alat ukur berupa lembar Nominal
dini No. 1 tahun cheklist dengan kategori (25):
1974, pasal 7 - Menikah dini: remaja
6

ayat (1) puteri yang menikah saat


Pernikahan usia < 16 tahun.
dini adalah - Tidak menikah dini:
pernikahan remaja puteri tidak belum
yang menikah saat usia <16
dilakukan tahun.
oleh remaja
puteri di usia
<16 tahun

F. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian memiliki beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan

Adapun tahap-tahap persiapan penelitian yang dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

a. Melaksanakan prosedur perizinan kepada Badan Kesatuan Bangsa dan

Politik Kabupaten Banjar.

b. Melaksanakan prosedur perizinan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten

Banjar.

c. Melaksanakan prosedur perizinan penelitian kepada Kecamatan Aluh-aluh

Kabupaten Banjar.

d. Melaksanakan prosedur perizinan penelitian kepada orang tua responden

untuk kelompok kontrol di wilayah Kecamatan Aluh-aluh

e. Melaksanakan observasi awal guna melihat dan mengetahui kondisi

tempat penelitian serta mengumpulkan data sekunder terkait penelitian.

f. Persiapan instrumen Penelitian, yaitu menyiapkan alat ukur variabel yang

diteliti dengan menggunakan kuesioner, setelah itu dilakukan uji validitas dan

realibilitas instrumen.
7

g. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel maka instrumen

(kuesioner) siap digunakan.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Mengumpulkan responden yang dipilih di balai desa, kemudian peneliti

akan menjelaskan maksud/tujuan dan manfaat dari penelitian yang dilakukan,

menyampaikan prosedur penelitian, dan meminta kesediaan untuk menjadi

responden. Pengisian instrumen akan dibimbing oleh peneliti (informed

consent).
b. Responden melakukan pengisian kuesioner yang telah disediakan dengan

dibimbing oleh peneliti dalam prosedur pengisiannya.


3. Tahap penyelesaian

Tahap penyelesaian terdiri dari:

a. Merekap data perolehan hasil penelitian dan pengumpulan semua data.


b. Melakukan pengolahan dan analisis data penelitian yang telah diperoleh.
c. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputerisasi.
d. Penyusunan laporan hasil penelitian.

G. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data


1. Pengumpulan data
a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran,

pengamatan, survei dan lain-lain yang di lakukan sendiri oleh peneliti. Data

primer dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh remaja puteri

yang telah menikah dini sebagai kasus dan sebagai kontrol kuesioner diisi oleh
8

remaja puteri yang tidak menikah dini yang ada di Kabupaten Banjar yang masih

dalam domisili yang berdekatan dengan kasus.

b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain. Pada

peneilitian ini data sekunder diperoleh dari Kementerian Agama Provinsi

Kalimantan Selatan dan Kementerian Agama Kabupaten Banjar terkait data

jumlah pernikahan menurut kelompok umur tahun 2015-2017. Serta data jumlah

pernikahan yang diperoleh dari KUA yang ada di Kabupaten Aluh-aluh.

2. Pengolahan data
Pengolahan data adalah suatu proses untuk mendapatkan data dari setiap

variabel penelitian yang siap di analisis, dan merupakan salah satu bagian

rangkaian kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Pengolahan data

merupakan proses yang sangat penting dalam penelitian. Oleh karena itu, harus

dilakukan dengan baik dan benar. kegiatan dalam proses pengumpulan data yaitu

(27):
a. Editing
Pengeditan adalah pemeriksaan atau koreksi data yang telah dikumpulkan.

Pengeditan dilakukan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) tidak

memenuhi syarat atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Pengeditan data dilakukan

untuk melengkapi kekurangan dan atau menghilangkan kesalahan yang terdapat

pada data mentah. Kekurangan dapat dilengkapi dengan mengulangi pengumpulan

data atau dengan cara penyisipan (interpolasi) data. Kesalahan data dapat

dihilangkan dengan membuang data yang tidak memenuhi syarat untuk dianalisis.
b. Coding
Coding adalah kegiatan mengklasifikasi data dan memberi kode untuk

masing-masing kelas secara mutually dan exhaustic sesuai dengan tujuan


9

dikumpulkannya data. Coding sudah harus mulai dipikirkan dan dikembangkan

pada saat mengembangkan instrumen penelitian (kuesioner). Coding merupakan

kegiatan merubah data bentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan.


c. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati

pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data yang

sudah di-entry dapat di analisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-

entry data dari kuesioner ke paket program komputer.

d. Cleaning
Walaupun rambu-rambu sudah kita pasang pada saat entry, kesalahan masih

mungkin terjadi. Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan

kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.

H. Cara Analisis Data


Adapun teknik analisis data yaitu:
1. Analisis univariat
Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan data tentang distribusi frekuensi

dari masing-masing variabel secara terpisah, baik variabel bebas budaya remaja

puteri, pendidikan remaja puteri, lingkungan remaja puteri, dan pendapatan orang

tua remaja puteri maupun variabel terikat yaitu pernikahan dini. Dalam penyajian

data, data ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi (32).
2. Analisis bivariat
Analisis ini dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan antara dua

variabel, yaitu antara masing-masing bebas, budaya remaja puteri, pendidikan

remaja puteri, lingkungan remaja puteri, dan pendapatan orang tua remaja puteri

dengan variabel terikat yaitu kejadian pernikahan dini (32). Uji statistik yang di

gunakan dalam analisis ini adalah uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%,

karena variabel yang diteliti berskala nominal dan menggunakan lebih dari dua
10

kelompok sampel tidak berpasangan. Namun jika data tersebut tidak terpenuhi

maka akan di gunakan uji alternatif yaitu uji fisher exact test. Uji ini digunakan

jika nilai expected frekuency (nilai harapan) kurang dari 5 dan lebih dari 20%.

Variabel sikap pada analisis data ini tidak memenuhi uji chi-square sehingga

dilanjutkan dengan uji Fisher Exact Test (33). Penelitian ini juga mengitung nilai

Odd Ratio (OR) untuk melihat kekuatan hubungan antara variabel dependen dan

variabel independen.

I. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kecamatan Aluh-aluh.
2. Waktu Penelitian
Jadwal penelitian yang akan dilakukan disajikan pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2 Jadwal Penelitian Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan
Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan Dini.

Waktu Kegiatan
No Jenis kegiatan (Bulan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Melakukan perizinan
penelitian
2 Melakukan pengambilan data
sekunder dari Kementerian
Agama
3 Mempersiapkan Instrumen
Penelitian
4 Menyusun proposal skripsi,
konsultasi dan perbaikan
5 Sidang Proposal Skripsi
6 Revisi konsultasi perbaikan
Proposal Skripsi
6 Uji Validitas
7 Penelitian
8 Pengumpulan data dari
responden
11

9 Melakukan pengolahan dan


analisis data penelitian
10 Menyusun hasil skripsi,
konsultasi dan perbaikan
11 Perkiraan Sidang Hasil
Skripsi

J. Biaya Penelitian
Biaya yang dianggarkan untuk penelitian ini disajikan pada tabel 4.3
Tabel 4.3 Biaya Penelitian Hubungan antara Pendidikan, Pendapatan dan
Keterpaparan Media dengan Kejadian Pernikahan Dini.

Jumlah Harga
No Keterangan Barang Satuan Biaya
1 Tahap Persiapan
Transportasi perizinan, 2 Rp. 50.000 Rp. 100.000
dan studi pendahuluan
2 Tahap Pelaksanaan
a. Transportasi
wawancara dan 5 Rp. 75.000 Rp. 375.000
observasi
b. Pembuatan dan
penggandaan 105 Rp. 1.000 Rp . 105.000
kuisioner
c. Aksesoris jilbab untuk
105 Rp.5.000 Rp. 525.000
responden
3 Tahap Pelaporan
a. Alat Tulis Kantor 1 Rp.160.000 Rp. 160.000
b. Penjilidan dan
8 Rp. 25.000 Rp. 200.000
Penggandaan
Jumlah Rp. 1.465.000
DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra Merta Sari DAE. Hubungan dukungan keluarga dengan motivasi


remaja terhadap pernikahan dini di desa sukowono kecamatan sukowono
kabupaten jember. Skripsi. 2015.

2. Sari DT. Wacana dispensasi perkawinan di bawah umur di jombang. Jurnal


Paradigma 2014; 2 (2): 1-6

3. Setiawati S, Umu HEN. Persepsi Remaja Terhadap Pernikahan Dini Di


Sman I Banguntapan Kabupaten Bantul Yogyakarta 1. Naskah Publikasi
2017; 1-9.

4. Zuraidah. Analisis Pencapaian Pendewasaan Usia Perkawinan Di


Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes 2016; 7 (1): 46-51.

5. Ayu CA, Budi N, Erika AM. Gambaran Sikap Remaja Putri Tentang
Perkawinan Dini di MTS Sunan Gunung Jati Katemas Kecamatan Kudu
Kabupaten Jombang. Jurnal Metabolisme 2013; 2 (4): 1-6.

6. Salamah S. Pernikahan Dini Ditinjau Dari Sudut Pandang Sosial Dan


Pendidikan. Jurnal Ilmu dan Teknik Dakwah 2016; 4 (7) : 35-39.

7. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi


Kalimantan Selatan. Laporan Tahunan 2012-2014. Banjarmasin. 2015.

8. Kementerian Agama. Jumlah Peristiwa Nikah Rujuk KANWIL


Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin 2015-2017.

9. Kementerian Agama. Jumlah Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk Kabupaten


Banjar. Martapura 2015-2017.

10. Yana, Musafaah, Fahrini Y. Hubungan Antara Usia Ibu Pada Saat
Hamil Dan Status Anemia Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) Studi Observasional di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura. Jurnal
Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2016; 3 (1): 20-25.

11.Rahmah M. Psikoedukasi Tentang Risiko Perkawinan Usia Muda Untuk


Menurunkan Intensi Pernikahan Dini Pada Remaja Kalimantan Selatan.
Skripsi. 2016.
12. Munadhiroh. Kajian Hukum Terhadap Permohonan Dispensasi
Kawin Pada Perempuan Di Bawah Umur Di Pengadilan Agama Semarang
(Studi Kesehatan Reproduksi). Jurnal Idea Hukum. 2016; 2 (1): 20-28.

13. Pandaleke P, Jean HR, Marjes NT. Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Ratahan Timur
Kabupaten Minahasa Tenggara. Jurnal Community Health 2017; 2 (1): 114-
127.

14. Fitria DL, Eva, Karunia PH. Faktor Penyebab Perkawinan Usia
Muda Di Desa Mawangi Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu
Sungai Selatan. Jurnal Pendidikan Geografi 2015; 2 (6): 26-39.

15. Ulfah N. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Pernikahan Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Martapura Kota II
Kabupaten Banjar. Skripsi. 2015.

16. Suryadi B, dkk. Kajian Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum


Sosiologi dan Kesehatan di Kalimantan Selatan. Laporan penelitian
Balitbangda Prov.Kalsel. 2014.

17. Green L. Community Health. Seventh Edition. Inc. United Stated


of America. Mosby Year Book. 1994.

18. Pohan NH. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pernikahan Usia


Dini terhadap Remaja Putri. Jurnal Endurance 2017 ; 2 (3) : 424-435.

19. Yunita A. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Pernikahan Usia Muda Pada Remaja Putri Di Desa Pagerejo Kabupaten
Wonosobo. Jurnal Ilmiah. 2014: 1 (1): 1-12.

20. Fadlyana E, Shinta L. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya.


Jurnal Sari Pediatri 2009; 11 (2): 136-140.

21. Haryanto JT. Fenomena Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus


pada Masyarakat Cempaka Banjarbaru Kalimantan Selatan. Jurnal Analisa
2012; 19 (1): 1-14.

22. Putra BR. Hubungan latar belakang pendidikan dengan usia


pernikahan dini di Kenagarian Rabijonggor Kabupaten Pasamaan Barat.
Spektrum PLS 2014;2(2):18-29.
23. Haryanto JT. Fenomena Perkawinan Di Bawah Umur (Studi Kasus
pada Masyarakat Cempaka Banjarbaru Kalimantan Selatan. Jurnal Analisa
2012; 19 (1): 1-14.

24. Redjeki DSR, Nita H, Riska H. Faktor-Faktor Penyebab


Pernikahan Dini di Kecamatan Hampang Kabupaten Kotabaru. Jurnal
Dinamika Kesehatan. 2016; 7 (2) : 30-42.

25. Undang-undang Republik Indonesia tentang Perkawinan Nomor 1


Tahun 1974.

26. Astuty SY. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan usia


muda dikalangan remaja di desa tembung kecamatan percut sei tuan
kabupaten deli serdang.

27. Novita H, Deasy A, Ellyn N. Faktor Dominan Penyebab


Pernikahan Usia Dini di Kecamatan Banjarmasin Selatan Tahun 2010-2014.
Jurnal Pendidikan Geografi 2016; 3 (5) : 15-21.

28. Agustriana F, Parida A, Karunia PH. Persepsi Pelajar Sekolah


Menengah Atas (Sma) Terhadap Pernikahan Usia Dini di Kecamatan
Banjarmasin Selatan Kota Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Geografi 2015 ; 2
(4) : 38-49.

29. Dwinanda AR, Anisa CW, Kusuma EW. Hubungan Antara


Pendidikan Ibu dan Pengetahuan Responden dengan Pernikahan Usia Dini.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas 2016 ; 10 (1) : 76-81.

30. Ma’mun MS. Faktor Pendorong Pernikahan Dini di Kabupaten


Banyuwangi. Skripsi. 2015.

31. Rafidah, Yuliastuti E. Hubungan Persepsi Orang Tua tentang


Pernikahan Usia Dini dengan Nikah Dini di Kecamatan Kertak Hanyar.
Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia 2015 ; 2 (1) : 20-25.

32. Merta Sari DAEC. Hubungan Dukungan Keluarga dengan


Motivasi Remaja terhadap Pernikahan Dini di Desa Sukuwono Kecamatan
Sukuwono Kabupaten Jember. Sripsi. 2015.

33. Hadiyan E. Membangun Kesadaran Masyarakat Mengenai


Tradisi Pernikahan Di Bawah Umur Terhadap Hak Anak. Jurnal Studi Gender
dan Anak 2016; 3 (1): 51-73.
34. Notoatmodjo S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Jakarta:PT
Rineka Cipta, 2007.

35. Salmah S. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan


Usia Dini di Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan. Skripsi 2016.

36. Puspita R. Hubungan pengetahuan siswa putri dengan sikap siswa


putri terhadap pernikahan usia dini di Desa Kesesi. Skripsi. Pekalongan :
STIKES Muhammadiyah Pekajangan, 2014.

37. Oktaviani DT, Eva A, Karunia PH. Persepsi Pelajar SMA Negeri 1
Banjarmasin dan SMA Negeri 2 Banjarmasin terhadap Pernikahan Usia
Dini.

38. Desiyanti IW. Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap


Pernikahan Dini Pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan Mapanget Kota
Manado. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarkat UNSRAT 2015; 5 (2) : 270-280.

39. Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pornografi Nomor 44


Tahun 2008.

40. Rahmah UF. Gambaran keterpaparan media massa berkonten


pornografi pada usia menarche di wilayah kecamatan pancoran mas depok.
Skripsi. 2016.

41. Harahap SZ, Santoso H, Mutiara E. Pengaruh faktor internal dan


eksternal terhadap terjadinya pernikahan usia muda di Desa Seumadam
Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang. Skripsi. Medan :
Universitas Sumatera Utara, 2014.

42. Diniyati LS. Pengaruh Empat Variabel terhadap Perilaku


Pernikahan Dini Perempuan Pesisir. Jurnal Ilmiah Kesehatan 2017; 16 (2) :
14-22.

43. Astuty SY. Faktor-faktor penyebab terjadinya pernikahan usia


muda di kalangan remaja di Desa Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan
Kabupaten Deli Serdang. Artikel ilmiah. Ungaran : Stikes Ngudi Waluyu
Ungaran, 2013.

44. Cahyani D, Sunarko. Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua Dan


Pendapatan Bersih Orang Tua Terhadap Usia Kawin Pertama Anak Wanita Di
Kecamatan Tersono Kabupaten Batang Tahun 2013. Jurnal Edo Geography
2015; 3 (4): 60-66.

45. Kuntjojo. Metodologi Penelitian. Kediri. 2009.

46. Musafaah, dkk Buku Ajar Metodologi Penelitian. Banjarbaru.


Universitas Lambung Mangkurat; 2017.

47. Arikunto S. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi


Revisi). Jakarta. Rineka Cipta ; 2010.

48. Widarti C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efek Paparan


Pornografi Pada Remaja Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Kota
Depok Tahun 2008. Skripsi. 2008.

Anda mungkin juga menyukai