Anda di halaman 1dari 3

MENGENAL METODE ROPE ACCESS UNTUK MAINTENANCE

Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas masalah Rope Access, lebih tepatnya Pengenalan
Dasar Rope Access tujuannya agar pembaca paham dulu dan merasa lebih familiar dengan salah satu
teknik bekerja di ketinggian ini. Lagipula untuk benar – benar menguasai Rope Access anda harus
memiliki lisensi dengan mengikuti pelatihan yang dibuat oleh asosiasi resmi penyelenggara pelatihan.

DEFINISI ROPE ACCESS

Rope Access adalah sebuah metode akses tali untuk menjangkau lokasi tempat dilakukan pekerjaan,
dasar dari metode ini adalah dari kegiatan olahraga alam bebas seperti penelusuran goa (caving) dan
panjat tebing (rock climbing) yang di aplikasikan dalam dunia kerja. Menurut Merry salah satu teman
penulis yang juga seorang pekerja di ketinggian, “Perbedaannya adalah pada sport kalau andrenaline
belum terpicu belum ‘cihuuy’ sementara di rope access semakin terpicu andrenaline semakin anda diawasi
oleh level diatas anda.” kata wanita yang punya sapaan akrab Ai ini. karena semakin terpicu andrenalin
semakin anda lupa control. oleh karena itu Rope Access memiliki standar keamanan yang lebih tinggi dari
pada sport.

LEVEL DAN PENERAPAN ROPE ACCESS

Berbicara masalah rope access berarti bukan saja berbicara masalah skill, tetapi berbicara juga masalah
prosedur keamanan dan standarisasi kerja. Ketiga hal ini mutlak dalam Rope Access, dan seorang yang
ingin menguasai metode ini harus mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikasi khusus di bidang ini. Rope
Access dimulai dari Level 1, 2, 3, Instruktur dan Asesor. Untuk Level 1 tingkatan Teknisi jadi mereka akan
bekerja di bawah pengawasan Level 2 dan 3. Sementara Level Instruktur dan Asesor, Level 3 nya mesti
aktif artinya setiap lisensi ada lifetimenya.
Untuk mengakses lokasi – lokasi sulit, Rope Access memiliki beberapa kelebihan dibanding beberapa
metode lain seperti penggunaan Scaffolding, Boom lift, Gondala, Tangga, Main cage with crane dll,
diantaranya adalah :

- Keamanan yang bisa diandalkan


- Lebih Fleksibel
- Tidak Menganggu Proses Produksi
- Dan dapat menjangkau tempat – tempat yang sulit

Rope Access bisa diterapkan untuk berbagai keperluan seperti :

- Pekerjaan untuk bidang vertical seperti Ascend/Descend untuk menara, gedung dll
- Pekerjaan bidang Horizontal diketinggian seperti jembatan ataupun atap bangunan
- Pekerjaan dalam ruang terbatas seperti cerobong dll
- Pekerjaan untuk penelitian, pengujian, maintainent dan masih banyak lagi.

STANDAR PERALATAN KERJA ROPE ACCESS

Standar teknis peralatan kerja di ketinggian tergantung dari standard industri tempat pekerjaan
berlangsung dan approvel clientnya. Secara umum peralatan bekerja di ketinggian yang dipakai adalah
standar eropa dengan label EN, standar Amerika dengan label ANSI, atau standar yang digunakan oleh
disatu Negara seperti jepang dengan label JIS, juga beberapa label lain seperti CSA, ISO atau
bisa SNI kalau ada.
Standard teknis sangat penting untuk setiap pekerjaan hal ini untuk memastikan bahwa sebuah pekerjaan
diketinggian sudah dilakukan dengan benar, dengan orang yang benar, peralatan yang benar dan
prosedur kerja yang benar. Penggunaan alat pelindung diri (APD)seperti Helm, Harness, Tali lanyard,
Waist bell haruslah memenuhi standard tertentu. Misalnya penggunaan harness dengan label standard
EN-12277 untuk bekerja di ketinggian adalah tidak tepat, karena EN-12277 adalah standard untuk
Mountainnering. Sementara untuk sepatu dan sarung tangan merupakan aksesoris dalam APD boleh
menggunakan produk yang memenuhi standar safety secara umum.

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) KHUSUS BEKERJA DI KETINGGIAN

Di Indonesia Rope Access sudah dirintis sejak tahun 2005 dan di tahun 2007 sudah menjadi bagian
dari K3 khusus bekerja di ketinggian dan ini diakui oleh Departemen Ketenagakerjaan. Pada tanggal 10
Maret 2016 yang lalu Menteri Tenaga Kerja mengesahkan Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 tentang K3
bekerja di ketinggian. dan mencabut Keputusan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No.
KEP.45/DJPPK/IX/2008 tentang “Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)” bekerja pada
ketinggian dengan menggunakan akses tali (Rope Access). Permenaker Nomor 9 tahun 2016 diterbitkan
untuk melaksanakan Pasal 2 ayat (2) huruf i dan pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970tentang Keselamatan Kerja.

Ada hal menarik pada Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 ini yaitu tentang difinisi "Ketinggian" kalau
selama ini di difinisikan bekerja dengan tinggi minimum 1.5 meter, 1.8 meter ataupun 2 meter. Maka
menurut Permenaker Nomor 9 Tahun 2016 batas ketinggian itu tidak ada, adanya perbedaan ketinggian
yaitu yang memiliki potensi jatuh baik diatas permukaan tanah ataupun air yang menyebabkan tenaga
kerja mengalami cedera bahkan kematian.

Anda mungkin juga menyukai