Data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan kasus balita stunting di Indonesia masih
cukup tinggi, yakni 29,6%. Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
regional Asia Tenggara. Bahkan selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi
dibandingkan dengan masalah gizi lainnya, seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk.
Data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017 menunjukkan kasus balita stunting di Indonesia masih
cukup tinggi, yakni 29,6%. Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health
Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
regional Asia Tenggara. Bahkan selama tiga tahun terakhir, pendek memiliki prevalensi tertinggi
dibandingkan dengan masalah gizi lainnya, seperti gizi kurang, kurus, dan gemuk.
Stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang
lama, yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Kondisi ini mengakibatkan anak
mengalami keterlambatan dalam perkembangan, dan beresiko mengidap penyakit metabolik dan
degeneratif dikemudian hari.
Strategi nasional percepatan pencegahan stunting adalah melalui intervensi gizi spesifik, intervensi
gizi sensitif dan enabling-evironment (lingkungan yang mendukung).
Intervensi gizi spesifik menyumbang sebesar 30% dalam menurunkan kasus stunting, intervensi ini
ditunjukan kepada rumah tangga pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dilakukan oleh sektor
kesehatan, bersifat jangka pendek, dan hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek.
Sedangkan, intervensi gizi sensitif menyumbang sebesar 70% dalam menurunkan angka stunting,
dilakukan oleh sektor di luar kesehatan, dan sasarannya adalah masyarakat umum. Serta, lingkungan
yang mendukung, ditujukan untuk faktor-faktor mendasar yang berhubungan dengan status gizi
seperti pemerintah, pendapatan dan kesetaraan.
Posyandu merupakan garda utama pelayanan kesehatan bayi dan balita di masyarakat. Sesuai
dengan tujuan dibentuknya posyandu adalah untuk percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) melalui pemberdayaan masyarakat, maka sasaran kegiatan
posyandu tidak hanya anak balita saja, tetapi juga mulai dari ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas.
Kegiatan yang dilakukan di posyandu terfokus pada pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA),
Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi dan pencegahan serta penanggulangan diare.
Peran posyandu dalam penanggulangan stunting di Indonesia sangatlah penting, khususnya upaya
pencegahan stunting pada masa balita. Melalui pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi
dan balita yang dilakukan satu bulan sekali melalui pengisian kurva KMS, balita yang mengalami
permasalahan pertumbuhan dapat dideteksi sedini mungkin, sehingga tidak jatuh pada permasalah
pertumbuhan kronis atau stunting.
Balita yang dideteksi mengalami gangguan pertumbuhan tentunya segera ditindaklanjuti melalui
rujukan ke fasilitas kesehatan Puskesmas/rumah sakit, atau segera mendapatkan Konseling,
Informasi dan Edukasi (KIE) terkait penatalaksanaan gangguan pertumbuhan yang dialaminya oleh
petugas atau kader posyandu, dan diberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT).
Anak yang berpotensi mengalami stunting, tentunya akan mendapatkan evaluasi untuk dicari faktor
penyebab dan risiko. Analisis faktor penyebab tentunya memerlukan peran lintas sektor dan
program, oleh karena itu balita yang memiliki potensi gangguan pertumbuhan selanjutnya akan
dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, termasuk
faktor keluarga dan lingkungan.
Selain kegiatan pemantauan tumbuh kembang, juga disediakan kegiatan-kegiatan yang bersifat
diseminasi informasi tentang gizi seimbang dan ASI eksklusif di posyandu, di antaranya adalah
kegiatan Kelompok Pendukung Ibu (KP Ibu), pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), atau
Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif ibu
balita dalam mencegah stunting pada balitanya.
Selain itu, di posyandu terdapat kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA), yaitu layanan
pencegahan dehidrasi pada balita yang mengalami diare. Bentuk layanan LROA berupa pemberian
oralit, tablet zinc selama 10 hari dan edukasi tentang diare dan bahaya dehidrasi pada balita. Seperti
yang sudah diketahui, bahwa ada hubungan yang signifikan antara kejadian diare (terutama yang
berulang) dengan kejadian stunting pada anak balita.
Pelaksanaan posyandu yang efektif sesuai dengan petunjuk teknis tentunya akan menurunkan
kejadian stunting pada balita, terutama optimalisasi di langkah IV dan V posyandu, yaitu pemberian
penyuluhan kesehatan oleh kader dan pelayanan kesehatan oleh petugas kesehatan. Namun,
pencapaian indikator kinerja Posyandu di Indonesia masih belum maksimal di antaranya adalah
rendahnya jumlah kunjungan balita ke Posyandu.
Salah satu penyebabnya adalah kurangnya minat orangtua membawa balitanya ke posyandu,
terutama di daerah perkotaan karena faktor kesibukan atau ketidaktahuan orangtua terkait kegiatan
di posyandu.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu upaya revitalisasi lintas program dan sektoral dalam
meningkatkan kinerja posyandu di wilayah, sehingga posyandu secara nyata dapat mendorong
penanggulangan stunting di Indonesia.
https://www.kompasiana.com/intanrachmita/5c8f3d463ba7f706c8722d42/optimalisasi-peran-
posyandu-dalam-pencegahan-stunting-di-indonesia?page=1
https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/stunting-perawakan-pendek-18
15 mei 2018
PENGERTIAN STUNTING
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi dalam jangka
panjang atau infeksi berulang sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.
Dengan mengukur tinggi badan anak dan membandingkan tinggi badan anak dengan standar WHO.
Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut
umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO - MGRS (Multicentre Growth Reference
Study) tahun 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-
scorenya kurang dari -3SD.
Asupan Gizi,Kurangnya asupan gizi sejak dalam kandungan sampai usia 2 tahun (1000 HPK).
Keadaan Kesehatan, Usia balita yang rentan terhadap penyakit infeksi atau adanya infeksi yang
berulang.
Berat Badan Lahir,Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
DAMPAK STUNTING
Jangka Pendek
Perkembangan terhambat.
Jangka Panjang
Diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada
usia tua.
Persalinan ditolong bidan atau dokter terlatih, begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusui Dini
(IMD) dan pemberian ASI Jolong (kolostrum).
Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
Imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, dan penanganan bayi sakit
secara tepat.
Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP – ASI.
Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga termasuk
meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
http://www.depkes.go.id/article/view/18040700002/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-
pola-asuh-dan-sanitasi-2-.html
Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup
lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih
rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua
orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk
mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi,
budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-
anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai
kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan
berkompetisi di tingkat global.
''Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap
pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih'', tutur Menteri Kesehatan RI,
Nila Farid Moelok, di Jakarta (7/4).
Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di hilir. Seringkali masalah-masalah non
kesehatan menjadi akar dari masalah stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya,
kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena itu,
ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan tatanan masyarakat.
1) Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas
gizi, serta seringkali tidak beragam.
Istilah ''Isi Piringku'' dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi
dengan sumber protein (baik nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada
karbohidrat.
2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek
pemberian makan bagi bayi dan Balita.
Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga,
hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi
janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi
mendapat colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.
Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping
ASI. Jangan lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap
bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari
penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh
pemerintah. Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.
3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di
dalamnya adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit
infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air
besar sembarangan.
''Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam
mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah
perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya'', tutupnya.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap
kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu
pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan
otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah,
produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Upaya pencegahan permasalahan stunting, gangguan pertumbuhan pada anak yang ditandai tinggi
badan anak lebih pendek dari anak-anak lain dalam rentang usia yang sama, saat ini menjadi
perhatian besar bagi pemerintah.
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap
kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu
pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan
otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah,
produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo, pada Rapat Terbatas tentang penurunan stunting di Kantor
Presiden Kamis lalu (5/4) menekankan, bahwa masalah stunting perlu menjadi perhatian bersama,
sehingga upaya penurunan angka stunting membutuhkan kerja bersama yang harus melibatkan
lintas sektor dan semua elemen masyarakat.
Sejumlah langkah, sejak beberapa tahun belakangan sebenarnya telah dijalankan pemerintah untuk
mencegah stunting di masyarakat, utamanya menambah asupan gizi bagi ibu hamil, Balita dan anak-
anak sekolah.
''Sebetulnya sudah dimulai dari tiga tahun lalu dengan pemberian makanan tambahan atau PMT.
Namun tahun ini, kita akan lebih menyasar dan fokus'', ujar Presiden di Istana Kepresidenan Bogor,
Jawa Barat, Jumat pagi (6/4).
Salah satu langkah inovasi yang saat ini tengah mulai diimplementasikan, yaitu dengan lebih
memfokuskan program PMT di daerah-daerah yang memiliki angka stunting yang tinggi.
Program tersebut akan turut melibatkan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Posyandu
atau Pos Pelayanan Terpadu di daerah setempat untuk menggencarkan sosialisasi pola hidup sehat
dan menambah asupan makanan yang diberikan melalui program PMT yang dijalankan pemerintah
pusat.
''Nanti akan kerja sama dengan PKK dan Posyandu untuk pemberian makanan tambahan baik berupa
telur, ikan, kacang hijau, susu, juga tambahan biskuit seperti kemarin. Intinya makanan lokal akan
lebih didahulukan,'' ungkap Presiden.
Selain itu, Presiden juga mengarahkan agar sebagian program padat karya tunai untuk kesehatan,
misalnya perbaikan sanitasi atau menangani perbaikan gizi anak di daerah-daerah yang saat ini
menjadi fokus perhatian utama. Diharapkan, kondisi lingkungan dan derajat kesehatan di daerah-
daerah sasaran dapat ditingkatkan untuk mencegah stunting sejak dini.
''Karena stunting ini bukan hanya masalah makanan, tapi juga berkaitan dengan kesehatan
lingkungan baik sanitasi, infrastruktur air bersih, semuanya. Ini sebuah kerja yang harusnya sangat
terintegrasi,'' tandas Presiden.
Saat ini, stunting menjadi salah satu masalah yang diperhatikan oleh pemerintah melalui sebuah
inovasi yang diprakarsai Presiden Jokowi yang disebut Padat Karya Tunai Desa Bidang Kesehatan.
Program padat karya tunai desa merupakan program yang mengutamakan sumber daya lokal,
tenaga kerja lokal,dan teknologi lokal desa. Program ini memiliki empat pilar, yaitu: 1) Meningkatkan
perekonomian masyarakat desa; 2) Menurunkan angka pengangguran masyarakat desa melalui
kegiatan swa kelola, 3) Mekanisme operasionalnya dikerjakan bersama secara lintas sektor, dan 4)
Dilaksanakan dengan integrasi lintas program dan lintas sektor.
Masalah stunting telah menjadi perhatian Presiden Joko Widodo, karena itu pemerintah akan fokus
untuk menurunkan jumlah kasus tersebut. Masalah stunting harus diselesaikan secara terintegrasi
dengan lintas sektor.
Di Indonesia, stunting disebut kerdil, artinya ada gangguan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan
otak pada anak. Anak stunting dapat terjadi dalam 1000 hari pertama kelahiran dan dipengaruhi
banyak faktor, di antaranya sosial ekonomi, asupan makanan, infeksi, status gizi ibu, penyakit
menular, kekurangan mikronutrien, dan lingkungan.
Berdasarkan publikasi terbaru WHO (2018) berjudul Reducing Stunting in Children menyebutkan
secara global pada 2016, sebanyak 22,9% atau 154,8 juta anak-anak Balita stunting.
Di Asia, terdapat sebanyak 87 juta Balita stunting pada 2016, 59 juta di Afrika, serta 6 juta di Amerika
Latin dan Karibia, Afrika Barat (31,4%), Afrika Tengah (32.5%), Afrika Timur (36.7%), Asia Selatan
(34.1%).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) membatasi masalah stunting di setiap negara, provinsi, dan
kabupaten sebesar 20%, sementara Indonesia baru mencapai 29,6%. Berdasarkan Pemantauan
Status Gizi (PSG) pada 2017, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2
provinsi yang berada di bawah batasan WHO tersebut, yakni Yogyakarta (19,8%) dan Bali (19,1%).
Provinsi lainnya memiliki kasus dominan tinggi dan sangat tinggi sekitar 30% hingga 40%.
Masalah stunting merupakan ancaman bagi Indonesia, karena anak stunting tidak hanya terganggu
pertumbuhan fisik tapi juga pertumbuhan otak. Efeknya, SDM menjadi tidak produktif yang
berdampak pada terganggunya kemajuan negara.
Untuk mencegah hal tersebut, negara hadir untuk masyarakat dalam menurunkan stunting. Upaya
pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI telah melakukan intervensi gizi
spesifik meliputi suplementasi gizi makro dan mikro (pemberian tablet tambah darah, Vitamin A,
taburia), pemberian ASI Eksklusif dan MP-ASI, fortifikasi, kampanye gizi seimbang, pelaksanaan kelas
ibu hamil, pemberian obat Cacing, penanganan kekurangan gizi, dan JKN.
Stunting merupakan manifestasi dari kegagalan pertumbuhan yang dimulai sejak dalam kandungan
hingga anak berusia dua tahun (1000 Hari Pertama Kelahiran). Pencegahan dan penanggulangan
stunting harus dimulai secara tepat sebelum kelahiran dan berlanjut sampai anak berusia dua tahun.
Masalah gizi anak yang menyebabkan stunting dan kekurangan gizi pada ibu hamil seringkali tidak
disadari baik itu oleh individu, keluarga, maupun masyarakat. Peran petugas kesehatan termasuk
masyarakat menjadi penting dalam mensosialisasikan gizi baik di Posyandu atau Puskesmas.
Hal penting lainnya adalah memperhatikan gizi remaja putri, terutama oleh orang tuanya. Remaja
putri tersebut harus memiliki gizi yang cukup agar kelak ketika hamil mampu memberi asupan gizi
pada janinnya
Selain itu, Intervensi dari kementerian lain pun diperlukan, seperti di antaranya ketahanan pangan
dibutuhkan peran Kementerian Pertanian, pembangunan sanitasi dan air bersih dibutuhkan peran
Kementerian PUPR, serta pembangunan desa dari Kementerian Desa PDTT.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemkes melalui nomor hotline
1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email
kontak[at]kemkes[dot]go[dot]id. (D2)