Buku Ajar Fisika Inti MAP4217 PDF
Buku Ajar Fisika Inti MAP4217 PDF
Fisika Inti:
Teori dan Penerapannya
Abdurrouf
Fisika UB
2015
ii
Prakata
Fisika Inti (MAP4217) adalah salah satu mata kuliah wajib di Pro-
gram Studi S1 Fisika UB dengan bobot 3 SKS. Mata kuliah ini di-
desain untuk mahasiswa semester 4, yaitu mereka yang sudah men-
dapatkan Fisika Modern di semester 3, tetapi baru akan mendapatk-
an Fisika Statistik di semester 5 dan Fisika Kuantum di semester 6.
Dengan demikian, pembahasan yang terkait dengan konsep kuantum
atau statistik akan diberikan secara kualitatif.
Sebagai mata kuliah wajib, Fisika Inti membutuhkan keberadaan
buku ajar sebagai pegangan. Buku ajar ini ditulis untuk kebutuh-
an silabus Fisika Inti, mengacu pada kurikulum 2011, dan diharapkan
dapat mengatasi kelangkaan buku Fisika inti dalam bahasa Indonesia.
Buku ajar ini berisi konsep dan contoh soal beserta jawabannya. Kon-
sep yang ada juga disajikan dalam bentuk gambar, untuk membantu
mahasiswa mencernanya.
Penulis berterima kasih kepada adik-adik mahasiswa Fisika UB
peserta kuliah Fisika Inti, yang menjadi sumber inspirasi penulisan
diktat ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istri penulis
(Triyuni Kurniawati, S.Ag., M.Pd.) dan putri kami (Ifti, Biba, dan
Naila) yang terkurangi waktu kebersamaannya karena aktivitas ini.
Akhirnya, kami menunggu sumbang saran pembaca untuk keba-
ikan naskah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat, dan pahalanya bisa
tersampaikan pada almarhumah ibu penulis, Ibu Istiqomah.
iii
iv
Daftar Isi
1 Mengenal Inti 1
1.1 Sejarah Penemuan Inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Partikel Penyusun Inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.3 Dimensi, Massa, dan Energi Inti . . . . . . . . . . . . 10
1.3.1 Dimensi inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
1.3.2 Massa nukleon . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
1.3.3 Massa dan energi ikat inti . . . . . . . . . . . . 15
1.3.4 Isotop dan massa relatif . . . . . . . . . . . . . 19
v
3.3.1 Model alfa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94
3.3.2 Model vibrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97
3.3.3 Model rotasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
3.3.4 Model Nilsson . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 101
3.3.5 Gambaran skematis model inti . . . . . . . . . 104
vi
6 Reaksi Inti 161
6.1 Mengenal Reaksi Inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 161
6.1.1 Klasifikasi reaksi inti . . . . . . . . . . . . . . . 163
6.1.2 Energetika pada reaksi inti . . . . . . . . . . . 166
6.1.3 Tampang reaksi inti . . . . . . . . . . . . . . . 170
6.2 Reaksi Fisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 175
6.2.1 Mengapa reaksi fisi? . . . . . . . . . . . . . . . 175
6.2.2 Energi pada reaksi fisi . . . . . . . . . . . . . . 179
6.3 Reaksi Fusi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 183
6.3.1 Energi pada reaksi fusi . . . . . . . . . . . . . . 184
6.3.2 Reaksi fusi pada matahari . . . . . . . . . . . . 186
vii
viii
Daftar Gambar
ix
3.7 Momen quadrupol inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . 61
3.8 3 Model potensial sentral . . . . . . . . . . . . . . . . 64
3.9 Tingkat energi menurut model sumur potensial dan os-
ilator harmonis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68
3.10 Tingkat energi nukleon menurut model kopling spin
Mayer Jansen. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
3.11 HHG sebagai pendeteksi spin inti . . . . . . . . . . . . 77
3.12 Potensial netron (kiri) dan proton (kanan). . . . . . . 78
3.13 Tingkat energi proton dan netron dari potensial sentral
yang ditunjukkan pada gambar ?? . . . . . . . . . . . 79
3.14 Berbagai bentuk inti. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92
3.15 Fraksi energi ikat inti . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95
3.16 Struktur inti menurut model alfa . . . . . . . . . . . . 96
3.17 Berbagai model deformasi inti akibat vibrasi. . . . . . 98
3.18 Tingkatan energi menurut model Nillson, . . . . . . . 103
3.19 Berbagai model inti dan pengelompokannya. . . . . . . 105
3.20 Berbagai model inti dan kronologi perumusannya. . . 106
x
5.10 Skema peluruhan gamma pada Co-60. . . . . . . . . . 155
xi
xii
Daftar Tabel
xiii
6.1 Jenis netron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 179
6.2 Distribusi energi hasil reaksi fisi untuk U-235 . . . . . 181
xiv
Bab 1
Mengenal Inti
1
2 BAB 1. MENGENAL INTI
Penyelesaian
Misalkan energi kinetik elektron adalah T , sehingga partikel al-
fa dapat mendekati inti sampai jarak R. Pada jarak tersebut, selu-
ruh energi kinetik partikel alfa T diubah menjadi energi elektrosta-
tik. Karena muatan alfa adalah 2e sedang muatan inti emas adalah
1 2Ze2 2e2 Z
Ze, maka T = 4π0 R , atau R = 4π0 T = 4, 608 × 10−28 Z
T Jm =
2, 88 × 10−15 Z
T MeV m. Karena T = 7, 7 MeV dan Z = 79, maka
R = 29, 55 × 10−15 m ≈ 30 × 10−15 m = 30 fm. Perhatikan bahwa se-
karang kita pakai satuan jarak baru untuk fisika inti yaitu fermi (fm),
di mana 1 fm = 10−15 m, Sebagai perbandingan, satuan jarak dalam
atom didefinisikan dalam angstrom, di mana 1 angstrom = 10−10 m.
1
Ini berarti, berarti jari-jari inti 100000 jari-jari atom.
3
Kita akan membahas topik ini pada sub bab 1.2
4 BAB 1. MENGENAL INTI
• Alasan pertama terkait dengan spin inti, di mana nilai spin inti
yang diprediksi oleh model proton elektron tidak sesuai dengan
data eksperimen.
nuklir kuat, sementara separo yang lain berada di luar inti dan
berinteraksi dengan gaya Coulumb.
Penyelesaian
Misalkan seluruh partikel penyusun memiliki orientasi spin up,
maka spin partikel gabungannya (yang sekaligus merupakan nilai mak-
N
simum yang mungkin dimiliki) yaitu 2 ~. Jika sebuah partikel ber-
1
ubah orientasi, maka nilai spin up berkurang 2~ sedang nilai spin
1
down bertambah Dengan demikian, spin partikel gabungannya
2 ~.
berkurang sebesar ∆I = 12 ~ − 12 ~ = ~. Untuk N genap, maka
(
N N N 0 untuk N genap
I = ~, − 1 ~, − 2 ~, ...., 1
.
2 2 2 2 ~ untuk N ganjil
Penyelesaian
Menurut model proton-elektron, inti N terdiri atas 14 proton dan
7 elektron. Karena masing-masing proton dan elektron memiliki spin
1 4
2 ~, maka momen spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 21
1
partikel dengan spin masing-masing partikel 2 ~. Dengan demikian,
1 3 19 21
momen spin inti N bisa jadi salah satu dari 2 ~, 2 ~, ....., 2 ~, atau 2 ~.
Sayangnya, data eksperimen menunjukkan bahwa spin inti N adalah
4 1
Seringkali hanya ditulis sebagai 2
dengan mengganggap ~ = 1.
6 BAB 1. MENGENAL INTI
Penyelesaian
1 Ze2
Ee−p = .
4π0 r
A
Untuk kasus inti besar A = 124, Z ≈ 2 = 62, dan r adalah jari-jari
inti r = R = R0 A1/3 −15 × 1241/3 = 5, 98 × 10−15 m.
= 1, 2 × 10
Dengan demikian
× 1, 6 × 10−19
9 62
Ee−p = 9 × 10 = 238 × 10−14 J ≈ 15 MeV.
5, 98 × 10−15
~ h/2π hc
λe = = =
pe Ee−p /c 2πEe−p
−34 × 3 × 108
6, 626 × 10
= = 13 × 10−15 m.
2 × 22
7 × 238 × 10 −14
Karena jari-jari inti dalam orde 10−15 m sedangkan (untuk kasus kita
sekarang) r = 5, 98 × 10−15 m, berarti r < λe . Ini berarti analisis
energi tidak mendukung keberadaan elektron bebas dalam inti.
Penyelesaian
1.2. PARTIKEL PENYUSUN INTI 7
~ h 6, 626 × 10−34
∆p = = = = 1, 1 × 10−20 kg m/s.
2∆x 4πR 4 × 22
7 × 5 × 10 −15
Penyelesaian
Momen magnetik inti dapat dinyatakan sebagai fungsi linier dari
e~ e~
magneton proton µp = 2mp dan magneton elektron µe = 2me . Kare-
1 mp µe
na µ ∝ m dan me = 1836, maka µp = 1836. Dengan demikian, jika
benar terdapat elektron dalam inti, maka momen magnetik inti ha-
rusnya dalam orde µe . Faktanya, momen magnetik inti adalah dalam
orde µp . Hal ini menunjukkan bahwa elektron bebas tidak mungkin
ditemui di dalam inti.
Penyelesaian
Jika elektron dapat dijumpai sebagai partikel bebas dalam inti,
maka peluruhan beta mestinya terjadi karena tumbukan elektron de-
ngan proton. Dalam hal ini, partikel beta harusnya bersifat monoe-
nergetik sehingga spektrumnya bersifat diskrit. Faktanya, spektrum
8 BAB 1. MENGENAL INTI
A
Z X. (1.2)
Karena sebuah nomor atom (Z) bersifat unik untuk setiap atom, maka
penulisan Z bersama X seringkali dianggap tidak berguna, sehingga
sebuah inti dicirikan oleh nomor massa A, dan dapat ditulis sebagai
A
X,
1.2. PARTIKEL PENYUSUN INTI 9
atau
X − A.
Penyelesaian
Inti dengan 7 proton adalah nitrogen, jadi kita dapat menuliskan
inti tersebut sebagai 15 N, 15 N, atau N − 7.
7
Penyelesaian
Menurut model proton-netron, inti N terdiri atas 7 proton dan
7 netron. Karena masing-masing proton dan netron memiliki spin
1
2 ~, maka spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 14 partikel
1
dengan spin masing-masing partikel 2 ~. Dengan demikian, momen
spin inti N bisa jadi salah satu dari (0, 1, 2, ...7) ~. Data eksperimen
menunjukkan menunjukkan bahwa spin inti N adalah ~. Ini berarti
analisis spin mendukung model proton-netron.
Terkait dengan nilai Z dan A, ada beberapa istilah yang kita kenal
yaitu
• ‘mirror nuclei ’ (inti kaca atau inti cermin), yaitu dua inti di
mana keduanya memiliki A yang sama, tetapi Z1 = N2 dan
Z2 = N1 . Dengan kata lain, dua pasang inti cermin dicirikan
oleh Z1 + Z2 = A. Contoh inti cermin dengan Z berselisih 1
adalah 31 H dan 32 He serta 15 15
7 N dan 8 O, sedang contoh inti cermin
dengan Z berselisih 2 adalah 18 O dan 18 Ne
8 10
3
R= 1/3
A1/3 = R0 A1/3 , (1.4)
4πρ0
Gambar 1.3: Jari-jari inti sebagai fungsi nomor massa A1/3 (Sumber:
R. Engler et al., Atomic Data and Nuclear data Tables 14, 509 (1974),
seperti dikutip oleh Krane, 1988).
6
Kadang-kadang dipakai R0 = 1, 4 fm
1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 13
Penyelesaian
Kerapatan inti bisa didapatkan dengan cara
1 −27
massa 12
1u = 6 C = 1, 660538921 × 10 kg. (1.5)
12
Penyelesaian
1 mol 12 C terdiri atas 6, 02 × 1023 (yang dikenal dengan bilangan
6
Avogadro, NA ) molekul 12 C. Jika massa 1 mol 12 C adalah 12 gram,
6 6
berarti massa 1 atom 12 C adalah
6
12 gram 12 × 10−3 kg
12
= 1, 9934 × 10−26 kg.
massa 6 C = =
6, 02 × 1023 6, 02 × 1023
7
Definisi u menurut persamaan (1.5) sering` disebut sebagai u ala fisikawan.
1
massa 16
´
Sebelumnya 1 u didefinisikan sebagai 1 u = 16 8 O , yang dikenal sebagai
definisi u ala kimiawan.
14 BAB 1. MENGENAL INTI
1
massa 12
Selanjutnya, karena 1 u = 12 6 C , maka
1, 9934 × 10−26
1u = = 1, 66 × 10−27 kg.
12
E = mc2 . (1.6)
Karena itu, satuan massa juga dapat dinyatakan dalam satuan energi
ekivalen, di mana satuan massa = satuan energi /c2 . Salah satu satu-
an ekivalen yang banyak dipakai adalah MeV/c2 , di mana 1 u juga
dapat didefinisikan dalam energi ekivalensinya sebagai
Penyelesaian
Energi yang diperoleh sebagai hasil konversi massa sebesar 1 u
adalah
2
Energi (1 u) = 1.660538921 × 10−27 kg × 3 × 108 ms−1
= 1, 4923933 × 10−10 J.
8
Pada sistem satuan atomik (atomic units), dipilih c = 1, sehingga hubungan
massa energi menjadi lebih simpel. Dalam hal ini faktor konversinya adalah 1 u =
931, 5 MeV.
1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 15
Dengan demikian
1, 4923933 × 10−10 J
Energi (1 u) =
1, 602 × 10−19
= 931, 494061 × 106 eV ≈ 931, 5 MeV.
e2
= 1, 43998 MeV fm
4πε0
~ = 6, 58212 × 10−22 MeV s
c = 2, 9979 × 1023 fm/s
~c = 197, 3 MeV fm
∆m = Zmp + (A − Z) mn − m. (1.8)
Selisih massa tersebut tidak berarti ada massa hilang, melainkan ada
massa yang diubah menjadi energi ikat inti (binding energy, B).9 De-
ngan memanfaatkan hubungan massa energi E = mc2 , maka besarnya
energi ikat inti adalah
B (A, Z) = [Zmp + (A − Z) mn
− Matom − Zme + Batom (A, Z) /c2 c2
9
Mengacu pada kata binding, dipakai notasi B untuk energi ikat inti. Di sini
kita melihat asal energi ikat sebagai hasil perubahan sebagian massa inti menjadi
energi. Pada bab 2, kita akan mendiskuskan pemanfaatan energi ikat tersebut oleh
inti.
10
Menurut rumusan Thomas-Fermi, energi ikat elektronik dapat dinyatakan se-
bagai Batom (A, Z) = 15, 73Z 7/3 eV.
1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 17
Penyelesaian
B = (mp + mn − mdeuteron ) c2
= (938, 27 + 939, 57 − 1875, 58) MeV
= 2, 26 MeV.
Kuantitas lain yang juga penting adalah energi separasi, baik ener-
gi separasi netron Sn maupun energi separasi proton Sp . Energi sepa-
rasi netron adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan sebuah
netron (yang terluar) dari suatu inti A
Z X sehingga terbentuk inti baru
A−1
Z X, menurut reaksi
A
ZX + Sn (A, Z) → A−1
Z X + n.
A
ZX + Sp (A, Z) → A−1
Z−1 Y + p.
Penyelesaian
Penyelesaian
Zmp + (A − 1) mn − B (A − 1, Z) /c2 + mn
Sn (A, Z) =
− Zmp + Amn − B (A, Z) /c2 c2
= B (A, Z) − B (A − 1, Z) . (1.13)
M r (atom) = Σi mi yi ,
Penyelesaian
20 BAB 1. MENGENAL INTI
Data yang lebih akurat adalah C-12 memiliki kelimpahan 98,93% se-
dangkan kelimpahan C-13 adalah 1,07%. Dengan demikian, didapatk-
an
Sejauh ini terdapat banyak data eksperimen terkait inti atom, seperti
(i) sifat jenuh energi ikat per nukleon, (ii) sifat kestabilan inti yang
sangat khas, serta (iii) keberadaan bilangan ajaib (magic number ).
Sayangnya pengetahuan kita sejauh ini hanyalah sebatas bahwa: “in-
ti tersusun atas proton dan netron”, tanpa ada penjelasan bagaimana
nukleon tersebut tersusun dalam inti dan saling berhubungan satu
sama lain. Berbeda dengan kasus atom, yang fenomenanya dapat di-
jelaskan secara sempurna oleh teori kuantum, sejauh ini belum ada
satu teoripun yang dapat menjelaskan fenomena di level inti atom.
Jadilah kita mencoba merangkai suatu model untuk inti. Berbeda
dengan teori yang berlaku secara umum, suatu model barangkali ha-
nya bisa menjelaskan fenomena tertentu saja, secara parsial. Dengan
kata lain, daerah kerja suatu model sangat terbatas. Meski demikian,
dengan memiliki suatu model inti, diharapkan kita dapat menjelask-
an berbagai fenomena pengamatan untuk inti serta mampu menduga
perilaku inti yang belum diketahui melalui eksperimen. Pada akhir-
nya, diharapkan kita mampu memanfaatkan fenomena di level inti
untuk kepentingan yang bermanfaat.
Model yang akan kita buat untuk inti bertumpu pada bagaima-
na memodelkan dinamika nukleon di dalamnya. Terkait dengan hal
21
22 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
ini, ada dua cara pandang. Cara pandang pertama adalah pandang-
an kolektif yang memandang nukleon sebagai satu kesatuan. Dalam
pandangan kolektif, nukleon tidak terisolasi satu sama lain melainkan
saling berinteraksi sangat kuat, di mana dinamika kolektifnya mun-
cul sebagai sifat inti. Dengan kata lain, mean free-path (lintasan be-
bas rata-rata) nukleon sangat pendek. Cara pandang kedua adalah
pandangan independen, yang memandang nukleon bukan sebagai ke-
lompok. Dalam pandangan ini, nukleon dipandang sebagai partikel
individual yang tidak saling berinteraksi satu sama lain atau berinte-
raksi sangat lemah yang diwujudkan dalam bentuk potensial. Dalam
pandangan ini, mean free-path nukleon sangat panjang. Sebagai kon-
sekuensinya, setiap nukleon memiliki sifat fisis yang berbeda, yang
pada gilirannnya dapat mempengaruhi sifat inti.
Secara umum, suatu model akan diterima bila (i) bisa menjelaskan
fenomena eksperimen, (ii) menghasilkan dugaan teoritis yang benar,
serta (ii) memiliki bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan efi-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 23
Model tetes cairan (liquid drop model ) adalah model kolektif yang
paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh Geor-
ge Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John
Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti de-
ngan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) ke-
rapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus de-
ngan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uap-
nya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya, Cuap =
konstanta × jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per
jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita
akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah
partikel penyusunnya.1
Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga
dijumpai pada inti, sebagai berikut.
1
Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 eV, tidak bergantung pada
jumlah molekulnya.
24 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) da-
ri hasil eksperimen. (sumber:http://media-3.web.britannica.com/eb-
media/46/6046-004-A03990FC.gif )
• Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jum-
lah partikel adalah energi ikat inti per nukleon
B
f= . (2.1)
A
B ∝ A
= av A,
pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan
energi ikat.
Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2
dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk
nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per
nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n.
Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai av . Sekalipun
demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyai n nukleon
tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan
memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = av A
terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan
bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan
bola sebanding dengan A2/3 , sehingga faktor koreksi akibat permuka-
an adalah −as A2/3 , di mana indeks s untuk surface.3 Sekarang kita
dapat menuliskan energi ikat inti sebagai
B = av A − as A2/3 .
as
Persamaan terakhir memberikan kita f = av − A1/3
. Terlihat bahwa
ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi
ikat f yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massa A, tanpa
pernah mencapai puncak untuk kemudian turun.
Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton un-
tuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya.
Jika jumlah proton adalah Z dan maka energi ikat elektrosatisnya ada-
(Ze)2
lah Bc ∝ R , dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak
(Ze)2 Ze2
mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka Bc ∝ R − R =
Z(Z−1)e2
R . Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah
nukleon A, maka R ∝ A1/3 , sehingga faktor koreksi energi akibat gaya
elektrostatis atau gaya Coloumb adalah −ac Z(Z−1)
A1/3
, di mana indeks
c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan,
3
Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan
demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif,
sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 27
B = Bv − Bs − Bc
Z (Z − 1)
= av A − as A2/3 − ac . (2.2)
A1/3
B = Bv − Bs − Bc − Ba + Bp + Bm
Z (Z − 1) (N − Z)2
= av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.(2.3)
A1/3 A
• ac Z(Z−1)
A1/2
adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb
antar proton
2
• aa (N −Z)
A adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jum-
lah proton dan netron (asssymmetry, a)
Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor
koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunak-
an koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikan kemiripannya
dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2.
Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku
asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Per-
hatikan kemiripannya satu sama lain.
Penyelesaian
1
Misalkan dipakai asumsi Z = N = 2 A, maka ada beberapa hal
yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah
1 1 1
Ev = A × × = A.
2 2 2 8
Penyelesaian
Jika jari-jari inti adalah R = R0 A1(3 , maka volume inti adalah
4 3
3 πRo A. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu
4 3
nukleon adalah 3 πRo . Ini berarti jari-jari nukleon adalah R0 . Ji-
ka nukleon memiliki kerapatan konstan, maka jumlah nukleon yang
berada pada permukaan inti Ns , sebagai berikut
!
luas permukaan inti kerapatan relatif nukleon
Ns = ×
luas penampang nuleon pada permukaan inti
4πR02 A2/3
= × ρR = 4ρR A2/3 .
πR02
as = 4ρR SR aV .
1
Jika dipakai ρR = 2 dan SR = 12 , maka didapatkan as = aV . Kondisi
1
yang lebih tepat adalah ρR < 2 dan SR > 21 , sehingga didapatkan nilai
as bisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilai av .
r
3 3
q1=(Ze/R )r
3 2
q2=3(Ze/R )r dr
dr
Penyelesaian
Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada
inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R,
maka rapat muatannya adalah
Ze
ρ= 4 3
.
3 πR
R
3 (Ze)2 R
1 3 (Ze)2
Z Z
1 Ze 3 Ze 2 1
Bc = r 3 r dr = r4 dr = .
4πε0 0 R3 R3 r 4πε0 R6 0 4πε0 5R
1 e2 3 Z2
Bc = .
4πε0 R0 5 A1/3
1 e2 3 Z 2 1 e2 3 Z
Bc = −
4πε0 R0 5 A1/3 4πε0 R0 5 A1/3
3 1 e2 Z (Z − 1)
= .
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1
ac = joule
5 4πε0 R0
3 1
= 1, 44 MeV fm = 0, 72 MeV.
5 1, 2 fm
Penyelesaian
Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti
pertama memiliki Z = N = 12 A, sedangkan inti kedua memiliki N >
Z, di mana selisih netron dan proton adalah N − Z. Ini berarti bahwa
1
inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 2 (N − Z) proton
1
menjadi netron dan memindahkan posisinya 2 (N − Z) lebih tinggi.
Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan
1 1 N −Z 6
energi sebesar 2 × 2 × A Ep→n , di mana untuk memindahkannya
6
Faktor setengah yang pertama terkait dengan peluang untuk menemukan
34 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
1 1
ke posisi 2 (N − Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar 2 (N − Z) ,
dengan adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat
energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton,
EF EF
dan energi tertinggi adalah EF , maka = 2(N +Z) = 2A . Dengan
demikian
netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi
−Z
yang bersifat satu arah. Faktor NA terkait dengan peluang menemukan netron
secara tak berapasangan dalam inti.
2.2. MODEL TETES CAIRAN 35
aa ≈ 22, 125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting.
Penyelesaian
Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu
spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron
dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi
minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua ke-
mungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - ganjil dan ganjil -
genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu
netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus
terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian
tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0.
Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai
kombinasi jumlah proton dan jumlah netron.
A genap ganjil
Z genap ganjil genap ganjil
N genap ganjil ganjil genap
Stabil 148 5 53 48 254
Bermur panjang 22 4 4 3 35
Total 170 9 57 51 289
Penyelesaian
1 a
p
Bp = (−1)Z + (−1)N .
2 A3/4
Contoh : Menghitung B
Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16 O.
Penyelesaian
• Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat
B
inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya, f = A. Fungsi f sam-
pai suku asimetri, adalah
2
−1/3 −4/3 2Z
f = av − as A − ac Z (Z − 1) A − aa 1− . (2.4)
A
f = av − as A−1/3
2
1 1/2
− 12 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A
ac 4A
− 2 (2.5)
A3/4 + γA1/2
ac ∂f
di mana γ = 4aa . Dengan memilih ∂A = 0, model ini juga
bisa meramalkan nilai A0 yang menghasilkan inti paling stabil.
∂f
Kurva ∂A sebagai fungsi A ditunjukkan pada Gambar 2.7.
df
Gambar 2.7: Plot dA sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum
df
ditunjukkan oleh dA = 0.
A/2
Z= . (2.6)
ac 2/3
1+ 4aa A
Penyelesaian
Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah
2Z 2
−1/3 Z (Z − 1)
f ≈ av − as A − ac + aa 1 − .
A3/2 A
2.2. MODEL TETES CAIRAN 39
A/2 ac
Selanjutnya, karena Z = dengan γ = 4aa , maka
(1+γA2/3 )
A/2 A/2
−1 !2
−1/3
(1+γA2/3 ) (1+γA2/3 ) A
f = av − as A − ac − aa 1 −
A3/2 1 + γA2/3
A A 2/3
−3/2 2
−1/3 2 2 − 1 + γA A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
ac 2 ac γac 5/3
−3/2 2
−1/3 4 A − 2 A− 2 A A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
1 1/2
− 12 A−1/2 − γ2 A1/6
−1/3 4A 1 + γA2/3 − A
= av − as A − ac 2 − aa 2
1 + γA2/3 1 + γA2/3
2
ac 14 A1/2 − 12 A−1/2 − γ2 A1/6 + aa 1 + γA2/3 − A
−1/3
= av − as A − 2 .
A3/4 + γA1/2
Penyelesaian
Z2 (A − 2Z)2
B ≈ av A − as A2/3 − ac − aa ± δ + η.
A1/3 A
atau
Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai
kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan
Z = A2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan
inti (sumber: wikipedia)
A
• Untuk A kecil, keadaan stabil tercapai bila Z ≈ 2 atau N = Z.
Penyelesaian
A/2
Dengan menggunakan rumusan Z = “
ac
”, maka untuk
1+ 4a A2/3
a
A = 43, didapatkan Z = 19, 7 ≈ 20, yang berarti intinya adalah
43 Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan
20
Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..
2.2. MODEL TETES CAIRAN 41
Penyelesaian
Jika dianggap Z = 12 A, maka rumusan untuk energi ikat inti ada-
lah
Z2
B ≈ av A − as A2/3 − ac ,
A1/3
dan fraksi energi ikatnya adalah
B Z2 ac
f= ≈ av − as A−1/3 − ac 4/3 = av − as A−1/3 − A2/3 .
A A 4
df
Inti paling stabil akan memiliki nomor massa A yang memenuhi dA =
0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan
df 1 1
= as A−4/3 − ac A−1/3 = 0,
dA 3 6
Contoh : Menentukan R0
Tentukan nilai R0 dari data eksperimen pada gambar 2.9.
Penyelesaian
Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb Bc dari nukleon,
diplot sebagai fungsi nomor massa A2/3 . Dengan memanfaatkan nilai
42 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A2/3
(sumber: Krane, 1988).
3 Z (Z − 1) e2 3 e2 1 Z (Z − 1)
Bc = = ,
5 4πε0 R 5 4πε0 R0 A1/3
didapatkan
∆Bc = Bc (Z + 1) − Bc (Z)
3 e2 1
= [(Z + 1) Z − Z (Z − 1)]
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1
2Z
= .
5 4πε0 R0 A1/3
3 e2 1 2/3
∆Bc = A .
5 4πε0 R0
Dari plot Bc sebagai fungsi A2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope
dBc 3 e2 1
d(A2/3 )
= 0, 71 MeV. Ini berarti 5 4πε0 R0 = 0, 71 MeV. Jika dipakai
e2 3 1,43998
4πε0 = 1, 43998 MeV fm, didapatkan R0 = 5 0,71 ≈ 1, 2169 fm, cu-
2.2. MODEL TETES CAIRAN 43
Penyelesaian
∆BC = BC (Z + 1) − BC (Z)
3 (Z + 1) Ze2 3 Z (Z − 1) e2 3 e2 2Z 2ZR0
= − = = ac .
5 4π0 R 5 4π0 R 5 4π0 R R
Penyelesaian
2/3 Z (Z − 1) (A − 2Z)2 A (A − 1)
B ≈ av A−as A −ac 1/3
−aa ±δ +η +ag .
A A A1/3
Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi.
Nilai ag dapat dihitung dengan cara yang sama dengan ac , sehingga
2
didapatkan ag = 53 G m
R0 joule.
n
B ≈ av A − aa A + ag A5/3 = 0,
atau
av − aa + ag A2/3 = 0,
2
Dengan menggunakan nilai av dan aa , didapatkan ag A2/3 = 53 G m
R0 A
n 2/3 =
Penyelesaian
∆B = ∆Bs + ∆Bc
2 2 1 2
= Bs 1 + − 1 + Bc 1 − − 1
5 5
2
= (2Bs − Bc ) .
5
Penyelesaian
ac 2 ac 4aa 2
−B = −av A + as A2/3 + 1/3
Z − 1/3 Z + aa A + Z − 4aa Z,
A A A
46 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
maka didapatkan
di mana
ac 4aa
α = 1/3
+
A A
β = − (Mn − Mp − me ) c2 − 4aa
as
γ = Mn c2 − av + aa + 1/3 A.
A
Terlihat bahwa, Matom adalah fungsi kuadratik dari Z dengan nilai
minimum pada
2.3. MODEL GAS FERMI 47
b (Mp − Mn + me ) c2 − Aa1/3
c
− 4aa A/2
Zmin =− =− ≈ ac .
2a 2 a c
+ a4a 1 + 4a a
A2/3
A1/3 A
nilai Matom c2 minimum terkait dengan inti paling stabil untuk suatu
Gambar 2.11: Gambaran gas fermion untuk netron dan proton (sum-
ber: Loveland, 2006).
adalah dΓ = V 4πp2 dp (di mana p2 = p2x + p2y + p2z ), dan volume ‘bola
4 3
inti’ dalam koordinat 6 dimensi adalah Γ = 3 πp V . Mengacu pa-
da ketidakpastian Heisenberg, suatu fermion akan menempati ruang
sebesar [(∆x) (∆px )]3 ≈ (2π~)3 . Dengan demikian, jumlah keadaan
energi yang tersedia dalam inti adalah
4
volume bola πp3 V 4πp3 V
N= = 3 = .
ruang per partikel (2π~)3 3 (2π~)3
Dalam cara pandang isospin, tiap keadaan energi dapat terisi 4 nukle-
on, yaitu proton spin up (s = + 12 ), proton spin down (s = − 12 ), netron
spin up, dan netron spin down. Dengan demikian, jumlah keadaan
energinya adalah
16πp3 V
N= . (2.9)
3 (2π~)3
2.3. MODEL GAS FERMI 49
~
pF = (9π)1/3 .
2R0
p2
Dengan memanfaatkan hubungan E = 2m , didapatkan
~2
EF = 2 (9π)2/3 .
8mR0
2 5/2
R EF R EF
0 EdN E 3/2 dE 5 EF 3
Ē = R E = R0EF =
2 3/2
= EF , (2.10)
F
dN E 1/2 dE 5
0 0 3 EF
3
E = ĒA = EF A.
5
Penyelesaian
50 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
~2 2/3 (~c)2
EF = (9π) = (9π)2/3
8mR02 8mc2 R02
(197, 3 MeV fm)2
= (9π)2/3 = 27 MeV.
8 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × (1, 2 fm)2
h 2π~ 2π~c
λ = =√ =p
p 2mEF 2mc2 EF
2π × (197, 3 MeV fm)
= p = 5, 487 fm.
2 × (201, 9721 × 931, 5 MeV) × 16 MeV
Penyelesaian
∂E
Tekanan suatu gas diberikan oleh p = − ∂V = − 53 A ∂E
∂V . Untuk
F
∂EF 3/2
menghitung ∂V , kita manfaatkan batasan nilai A = KV EF . Kare-
∂A 3/2 3 1/2 ∂EF
na A konstan, maka ∂V = 0 atau KEF +KV 2 EF ∂V = 0. Dengan
demikian, − ∂E
∂V =
F 2 EF 3 2 EF 2A 2
3 V , sehingga p = − 5 A 3 V = 5 V EF = 5 ρN EF .
Penyelesaian
Penyelesaian
Z6=N Z=N
∆E = Etot − Etot
3 p 3 n 3
= EF Z + EF (A − Z) − EF A
5 5 5
" #
2/3
2 (A − Z) 2/3
3 2Z
= EF Z+ (A − Z) − A
5 A A
" #
2Z 5/3 2 (A − Z) 5/3
3 A
= EF + −2
5 2 A A
" #
2Z 5/3 2Z 5/3
3
= EF A + 2− −2
10 A A
52 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
2Z
Jika dimisalkan δ = 1 − A 1, maka
3 h i
∆E = EF A (1 − δ)5/3 + (1 + δ)5/3 − 2
10
3 5 521 2 5 521 2
≈ EF A 1 − δ + δ + 1+ δ+ δ −2
10 3 332 3 332
2Z 2 (N − Z)2
1 3 10 2 1
= EF A 1 − = EF A δ ∆E = EF
3 A 10 9 3 A
1
(1 ± δ)n = 1 ± nδ ± +n (n − 1) δ 2 ± ...
2
Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa EF = 27 MeV. De-
ngan demikian, energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208 adalah
Penyelesaian
Energi gravitasi dari sebuah bintang dengan massa M adalah
2.3. MODEL GAS FERMI 53
EG = − 53 G M e 3
r , sedang energi Ferminya adalah EF = ne EF = ne 5 EF −e ,
dengan ne adalah jumlah elektron. Dengan demikian, energi total bin-
tang adalah
3 3 M
E (r) = ne EF −e − G .
5 5 r
n
Jika terdapat n nukleon maka jumlah intinya adalah A dan jumlah
n Z
elektronnya adalah ne = AZ = nA = nx, sehingga
3 3 M
E (r) = nxEF −e − G ,
5 5 r
2/3
h2 3n 2/3 h2 3n h2 9n 2/3 1
di mana EF −e = 8me πV = 8me π 43 πr3
=8me 4π 2 r2
,
dan M = nmp . Kondisi setimbang didapatkan ketika dEdr = 0 atau
h2 9n 2/3 1 n2 m2
− (−1) 53 G r2 p = 0, yang memberikan kita r0 =
(−2) 8m e 4π 2 r03 0
xh2 9
2/3 1
4me 4π 2 xn Gnm2
. Bintang katai putih tidak mungkin memiliki
p
jari-jari yang lebih kecil dari r0 . Hasil yang sama dapat dipakai untuk
bintang netron, dengan memanfaatkan fakta bahwa x = 1 dan meng-
ganti me dengan mp . Dengan cara yang sama, kita bisa mendapatkan
m0 atau massa minimum yang dikenal sebagai batas Chadrasekkar.
Keberhasilan model gas fermi dalam menerangkan kehadiran dan
cara menghitung nilai suku asimetri serta nilai potensial inti menem-
patkannya sebagai batu loncatan yang penting dalam memahami per-
ilaku inti atom.
54 BAB 2. MODEL INTI KLASIK
Bab 3
55
56 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
Contoh inti dengan bilangan ajaib ganda antara lain adalah He-4,
O-16, Ca-40, Ca-48, Ni-48, dan Pb-208. Keistimewan masing-masing
inti tersebut adalah sebagai berikut. He-4 adalah isotop paling stabil.
Ca-40 adalah isotop dengan N = Z, yang terberat. Ca-48 adalah iso-
top ringan dengan dengan N/Z terbesar, Ni-48 adalah isotop ringan
dengan dengan N/Z terkecil setelah He-3. Pb-208 adalah isotop stabil
terberat.
Penyelesaian
36 37 38
Kelima isotop stabil dengan N = 20 adalah 16 S , 17 Cl , 18 Ar ,
39
19 K , dan 20 Ca40 . Sebagai perbandingan, jumlah isotop stabil untuk
N = 19 dan N = 21 adalah 3.
Penyelesaian
86 87
Keenam isotop stabil dengan N = 50 adalah 36 Kr , 37 Rb ,
88 89 90 92
38 Sr , 39 Y , 40 Zr , dan 42 Zr . Sebagai perbandingan, jumlah iso-
top stabil untuk N = 49 dan N = 51 adalah 4.
58 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
Z (Z − 1) (N − Z)2 12
B = av A − as A2/3 − ac 1/3
− aa + 1/2 ,
A A A
di mana = 0 jika A ganjil, berharga positif jika N dan Z genap,
dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Dapat dihitung bahwa
B 39 Ca = 329.65 MeV, B 40 Ca = 345.00 MeV, dan B 41 Ca =
41 41 40
Sn Ca = B Ca − B Ca = 10, 38 MeV
40 40 39
Sn Ca = B Ca − B Ca = 15, 35 MeV
Gambar 3.5: Energi eksitasi inti. (Sumber: Phys. Rev. Lett. 50, 432
(1950))
Penyelesaian
Penyelesaian
Untuk menerangkan bilangan ajaib dengan model tetes cairan,
kita tulis kembali SEMF
Z (Z − 1) (N − Z)2
B = av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.
A1/3 A
Suatu inti akan stabil jika B-nya besar. Menurut SEMF, B akan besar
jika salah satu kondisi berikut terpenuhi, yaitu
Untuk mendapatkan tingkat energi pada kulit inti, kita harus me-
mecahkan persamaan Schrödinger untuk inti
~2 2
∇ + V (r) Ψ = EΨ, (3.1)
2m
~2 2
di mana 2m ∇ adalah energi kinetik nukleon, V (r) adalah energi po-
tensial efektif inti, serta E adalah energi nukleon. Dengan memberik-
an V (r) yang benar, maka akan didapatkan nilai energi yang benar,
menurut kulit dan sub kulitnya, yang menentukan konfigurasi nukleon
dalam inti. Pada kasus atom, energi potensial atom bisa dirumusk-
an dengan mudah karena gaya elektrostatis yang mengatur interaksi
elektron dengan inti diketahui dengan pasti. Masalahnya, gaya nuklir
kuat yang mengatur interaksi antar nukleon belum banyak dipahami.
Sebagai konsekuensinya, potensial inti juga belum bisa dirumuskan
dengan baik. Dengan demikian, kita akan mencoba berbagai model
potensial inti sampai didapatkan bilangan ajaib inti yang benar.
arah pada deret Bessel jnl , di mana solusi tingkat energi dari kulit n
sub kulit atau orbital l adalah
~2
2
Enl = Xnl , (3.3)
2mR2
dengan Xnl didapatkan pada saat jnl = 0. Setiap orbiltal nl memili-
ki energi Enl dan dapat ditempati sampai Nnl = 2 (2l + 1) nukleon.
Orbital tersebut kita susun dari energi terkecil sampai energi terbe-
sar. Jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya kecil, maka
kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai satu ‘tingkat’ yang sa-
ma. Sebaliknya, jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya
besar, maka kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai ‘tingkat’
yang berbeda. Bilangan ajaib diperoleh sebagai akumulasi jumlah ke-
adaan untuk nukleon pada setiap akhir ‘tingkat’ energi, Σnl Nnl . Nilai
energi yang didapatkan dengan model sumur potensial disajikan pada
Tabel 3.1. Terlihat bahwa potensial kotak menghasilkan konfigurasi
tertutup dengan bilangan 2, 8, 18, 20, 34, 40, 58, 68, 92, 132, 138,
dengan hanya 2 bilangan, yaitu 2 dan 8, yang sesuai dengan bilang-
an ajaib hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan hasil eksperimen.
Potensial sentral berikutnya adalah potensial osilator harmonis.
Potensial ini dirumuskan atas anggapan bahwa nukleon hanya ber-
3.1. MODEL KULIT 65
Tabel 3.1: Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model poten-
sial kotak. 2
~
orbital Xnl Enl 2mR 2 Nnl gnl Bilangan ajaib
1s 3.142 9.872 2 2 2
1p 4.493 20.187 6 8 8
1d 5.763 33.212 10 18 18
2s 6.283 39.476 2 20 20
1f 6.988 48.832 14 34 34
2p 7.725 59.676 6 40 40
1g 8.183 66.961 18 58 58
2d 9.095 82.719 10 68 68
1h 9.356 87.535 22 90
3s 9.425 88.831 2 92 92
2f 10.417 108.514 14 106
1i 10.513 110.523 26 132 132
3p 10.904 118.897 6 138 138
2g 11.705 137.007 18 156
.. .. .. .. .. ..
Tabel 3.2: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi
Bil.
N EN 12 ~ω
(nx , ny , nz ) gN
ajaib
0 3 (0,0,0) 2 2
1 5 (1,0,0), (0,1,0), (0,0,1) 6 8
(2,0,0), (0,2,0), (0,0,2), (1,1,0),
2 7 12 20
(1,0,1), (0,1,1)
(3,0,0), (0,3,0), (0,0,3), (2,1,0),
3 9 (1,2,1), (2,0,1), (1,0,2), (0,1,2), 20 40
(0,2,1), (1,1,1)
(4,0,0), (0,4,0), (0,0,4), (2,2,0),
(2,0,2), (0,2,2), (3,1,0), (1,3,0),
4 11 30 70
(3,0,1), (1,0,3), (0,3,1), (0,1,3),
(2,1,1), (1,2,1), (1,1,2)
.. .. .. .. ..
Jika kita memperhatikan dua jenis spin nukleon yang mungkin, yai-
tu spin up dan down, maka jumlah keadaan energinya adalah gN =
(N + 1) (N + 2). Tingkat energi dan bilangan ajaib yang dihasilkan
melalui pendekatan 3 osilator 1 dimensi disajikan pada Tabel 3.2.
Penyelesaian
Karena N = nx + ny + nz , maka jika kita pilih nX , maka nilai ny
dan nz tidak lagi bebas, tetapi mengikuti pola ny + nz = N − nx . Ini
berarti ada untuk setiap nilai nx , ada N − nx + 1 kombinasi untuk
nilai (ny , nz ). Karena nx dapat diplih dari 0 sampai dengan N , maka
jumlah keadaan energi yang mungkin (tanpa memperhatikan spinnya)
adalah ΣN
nx =0 (N − nx + 1) = (N + 1) × N × (N − 1) ... × 2 × 1 =
1
2 (N + 1) (N + 2). Jika faktor spin diperhitungkan, maka didapatkan
gN = (N + 1) (N + 2).
Alternatif lain, potensial pada Persamaan (3.4) juga dapat dipan-
3.1. MODEL KULIT 67
Tabel 3.3: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk
model 1 osilator harmonis 3 dimensi
N EN 12 ~ω (n, l) gN Bil. ajaib
0 3 1s 2 2
1 5 1p 6 8
2 7 1d, 2s 10+2 20
3 9 1f, 2p 14+6 40
4 11 1g, 2d, 3s 18+10+2 70
5 13 1h, 2f, 3p 22+14+6 112
6 15 1i, 2g, 3d, 4s 26+18+10+2 168
.. .. .. .. ..
N = 2 (n − 1) + l. (3.7)
1
Mengacu pada Persamaan (3.7), maka didapatkan n = 2 (N − l) +
1.1 Karena N = 0, 1, 2, 3... dan l = 0, 1, 2, ..., maka n = 1, 2, 3....
Nama yang dipilih untuk orbital l adalah s (l=0), p (l=1), d (l=2),
f (l=3), g (l=4), h (l=5), i (l=6), .... Setiap keadaan l menghasilkan
proyeksi l pada sumbu z sebesar −l, − (l − 1) , ...0, .... (l − 1) , l atau
total (2l + 1) keadaan. Mengingat dua jenis spin untuk nukleon, maka
populasi nukleon pada orbital l adalah 2 (2l + 1). Tingkat energi dan
bilangan ajaib yang dihasilkan melalui pendekatan 1 osilator 3 dimensi
disajikan pada Tabel 3.3. Ternyata kedua model osilator harmonis
1
Perhatikan bahwa Persamaan (3.7) memungkinkan kita memiliki keadaan de-
ngan l ≥ n. Hal ini terjadi karena solusinya adalah persamaan Laguerre. Hal
ini berbeda dengan kasus atom hidrogenik, di mana solusinya adalah persamaan
Legendre, sehingga l = 0, 1, ... (n − 1).
68 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
−V0
V (r) = (3.8)
1 + exp [(r − R) /a]
3.1. MODEL KULIT 69
di mana
di mana Vsentral dapat berupa salah satu dari potensial kotak, osilator
harmonis, atau Woods-Saxon.
Pada tahun 1949, Mayer dan Jansen atas saran Fermi, mengusulk-
an bentuk potensial untuk inti dengan memilih potensial inti sama
dengan potensial kotak ditambah potensial kopling spin inti 2
(
2
−V0 − ~2
αl.s r≤R
V (r) = . (3.10)
∞ r>R
j = l + s. (3.11)
2
Maria Goeppert Mayer mempublikasikan idenya dalam 2 paper, yaitu Phys.
Rev. 78 (1), 16-21 (1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-
Orbit Coupling Model. I. Empirical Evidence” dan Phys. Rev. 78 (1), 22-23
(1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-Orbit Coupling Model.
II. Theoretical Considerations”. Sementara itu, J. Hans D Jensen mempublikasikan
hasil kerjanya bersama dengan Otto Haxel dan Hans E. Suess di Phys. Rev. 75
(11) 1766-1766 (1949) dengan judul “On the Magic Numbers in Nuclear Structure”.
Pada tahun 1963, Mayer dan Jensen, bersama dengan E. Wigner, mendapat nobel
Fisika.
3.1. MODEL KULIT 71
Penyelesaian
~2 2
j − l2 − s2 .
l.s =
2
~2
nilai eigen j 2 − l2 − s2
nilai eigen (l.s) =
2
~2
= [j (j + 1) − l (l + 1) − s (s + 1)]
2
~2
3
= j (j + 1) − l (l + 1) − .
2 4
Terlihat bahwa jarak tingkat energi antar sub orbital bergantung pada
l. Untuk l yang besar, nilai ∆Ej juga cukup besar sehingga mungkin
lebih besar dari jarak tingkat energi antar orbital. Sebagai akibat-
nya, sangat mungkin sub orbital paralel dari orbital yang lebih tinggi
memiliki energi yang lebih rendah dibanding sub orbital anti para-
lel dari orbital yang lebih rendah. Sebagai contoh, sub orbital 1d5/2
memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 1s1/2 . Atau, sub orbi-
tal 1f7/2 memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 2p3/2 . Hasil
yang didapatkan dengan menggunakan pendekatan kopling spin disa-
jikan pada Gambar 3.10, dan memberikan bilangan ajaib yang sesuai
dengan hasil pengamatan, Ini berarti pendekatan kopling spin dapat
dipakai untuk memahami sebab munculnya bilangan ajaib pada inti.
di mana
Baik proton maupun netron mengisi orbital lebih rendah lebih da-
hulu sampai penuh, baru kemudian orbit yang lebih tinggi, begitu
seterusnya sampai nukleon terakhir. Pada setiap sub orbital, nukleon
akan membentuk pola berpasangan terlebih dahulu, sebelum mengisi
keadaan energi berikutnya. Dengan demikian, orbital terakhir tidak
selalu terisi penuh. Pada gilirannya, perilaku inti ditentukan oleh ada
tidaknya proton dan/atau netron tak berpasangan pada orbital tera-
khir. Mengacu pada jumlah proton dan netron dalam inti, kita dapat
mengelompokkan inti dalam 4 jenis, dengan nilai spin pada keadaan
dasar, yang juga khas, seperti ditunjukkan pada pada Tabel 3.4. Un-
tuk inti dengan nilai Z dan/atau N = A − Z yang besar, maka kita
bisa menuliskan konfigurasinya dari bilangan ajaib terbesar sebelum
nilai Z atau N . Untuk memahami keandalan model kulit, kita akan
menggunakannya untuk menghitung spin inti.
Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 75
2 4 2
Konfigurasi proton untuk 15 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2
yang berarti tidak ada proton tak berpasangan, atau jp = 0. Pada sisi
2 4 1
lain, konfigurasi netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . Ini
berarti dalam 15 O ada satu netron tak berpasangan dengan jn = 21 .
Dengan demikian momentum sudut total nukleon atau spin inti O−15
1
adalah I = Σjp + Σjn = 0 + 2 = 21 .
2 4
Konfigurasi proton dan netron untuk 16 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 ,
2
1p1/2 , yang berarti dalam 16 O tidak ada proton ataupun netron
yang tak berpasangan. Dengan demikian momentum sudut total nu-
kleon, atau momentum spin intimya, adalah I = 0 + 0 = 0.
2 4 2
Konfigurasi proton untuk 17 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 ,
2 4 2 1
sedang untuk netron adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 , 1d5/2 .
Ini berarti dalam 17 O ada satu netron tak berpasangan dengan j = 25 .
5
Dengan demikian spin inti O − 17, adalah I = 2. Nilai spin hasil
perhitungan untuk ketiga isotop tersebut sesuai dengan data hasil
eksperimen.
Penyelesaian
Karena Z untuk Zn adalah 30, berarti ada 30 proton dan 33 ne-
tron. Karena kedua bilangan tersebut cukup besar, maka konfigurasi
keduanya dimulai dari bilangan ajaib terbesar, yang masih lebih kecil
dari 30. Konfigurasinya adalah
2
• proton: [28] , 2d3/2
76 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
4 1
• netron: [28] , 2d3/2 , 1f5/2
Dengan demikian, perilaku inti Zn-63 ditentukan oleh netron tak ber-
pasangan di 1f5/2 , sehingga spin dari Zn-63 adalah 52 .
Penyelesaian
Karena inti N-14 mengandung 7 proton dan 7 netron, maka konfi-
2 4 1
gurasi proton dan netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . De-
1
ngan demikian ada sebuah netron bebas dengan j = 2 dan sebuah
1
proton bebas dengan j = 2. Dengan demikian, spin inti N adalah
I = 1. Ketika dua buah atom N membentuk molekul N2 , maka ke-
mungkinan nilai spin inti dari molekulnya adalah 0 (ketika keduanya
anti paralel), 1 (ketika keduanya tegak lurus), dan 2 (ketika keduanya
paralel). Karena tiap keadaan I mempunyai multisiplitas 2I +1, maka
keadaan dengan I = 0 mempunyai 1 keadaan, keadaan dengan I = 1
mempunyai 3 keadaan, sedang keadaan dengan I = 2 mempunyai 5
keadaan, sehingga rasio Igenap : Iganjil = (1 + 5) : 3 = 6 : 3 = 2 : 1.
Pada eksperimen dengan pembangkitan sinar harmonik tinggi (hi-
gh harmonic generation, HHG), seperti ditunjukkan pada Gambar
3.11 (panel atas), sinar muncul pada puncak dengan mengikuti pola
(4I + 6) Bc. Untuk I ganjil, pola (4I + 6) Bc akan menghasilkan pun-
cak pada (10, 18, 26, 34, ...) Bc. Untuk I genap, puncak akan muncul
di (6, 14, 22, 30, ...)Bc. Dari gambar, terlihat bahwa puncak dengan
I genap atau deret (10, 18, 26, 34, ...) Bc dua kali lebih tinggi dari
puncak dengan I ganjil atau deret (6, 14, 22, 30, ...) Bc, yang menun-
jukkan bahwa Igenap : Iganjil = 2 : 1 pada molekul N2 . Hasil yang
sama juga didapatkan jika menghitung sinar HHG secara teoritis, se-
perti ditunjukkan pada Gambar 3.11 (panel bawah).
Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 77
Gambar 3.13: Tingkat energi proton (kiri) dan netron dari potensial
sentral yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. (sumber: Povh, 1995)
80 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Selain model potensial sentral yang sudah kita diskusikan, masih ada
beberapa model yang lain, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Penyelesaian
Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya
3
adalah [50] 2d5/2 , yang berart jn = 52 . Ini berarti spin Mo-95 ada-
lah 5
2 dan paritasnya adalah (−1)2 , sehingga paritasnya genap atau
postif,
Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasi-
8 10 6 4 14 1
nya adalah [82] 2f7/2 , 1h9/2 , 2f5/2 , 3p3/2 , 1i13/2 , 3p1/2 ,
3.1. MODEL KULIT 81
• menduga nilai spin inti I, di mana spin inti adalah jumlahan dari
semua momentum sudut total semua nukleon penyusun inti
Sekarang kita sudah siap membahas sifat inti yang bergantung pada
spin inti. Sifat-sifat inti tersebut adalah sifat mekanik (yang meliputi
spin, dan paritas inti), sifat magnetik (momen dipol magnetik), dan
sifat elektrik (momen quadrupol elektrik).
3
Istilah ganjil atau genap mengacu pada nilai momentum sudut l, sedang istilah
positif atau negatif mengacu pada nilai (−1)l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 83
−
→ →
− A −→ → −
− →
I = ΣA
i=1 l i + Σi=1 s i = l + s . (3.18)
Penyelesaian
Kita tuliskan lagi Persamaan (3.18) dan memodifikasi suku-sukunya.
−
→ →
− A−Z Z −
→ A−Z −
→
I = ΣZi=1 l i + Σi=1 li + Σi=1 s i + Σi=1 s i
→
− Z −→
A−Z −
→
= ΣZi=1 l i + Σi=1 s i + ΣA−Zi=1 li + Σi=1 s i
proton netron
−
→ →
−
= I p + I n.
1
Secara umum, I adalah bilangan bulat plus 2 untuk A ganjil dan
bilangan bulat jika A genap. Dari pengamatan, didapatkan bahwa
inti dengan A genap memiliki spin 0, kecuali inti dengan A genap
tetapi Z dan N ganjil, yaitu 21 H, 63 Li, 10 B,
5 dan 14 N.
7
Spin inti pada keadaan dasar (ground state) dapat berbeda dari
spin inti pada keadaan tereksitasi (excited state). Sebutan spin inti
tanpa keterangan lebih lanjut berarti spin inti pada keadaan dasar.
Suatu inti dengan spin I akan terdegenerasi ke dalam (2I + 1) kea-
daan. Masing-masing dicirikan oleh bilangan kuantum magnetik spin
84 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
π = (−1)l , (3.19)
dengan I adalah spin inti. Dengan demikian suatu inti dengan paritas
7−
negatif dan I = 72 , dikatakan memiliki j = 2 .
Penyelesaian
15 O
1
Pada terdapat 1 netron tak berpasangan di 1p1/2 , yang
berarti l = 1, Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)1 , yang berati
−1
paritasnya ganjil atau negatif. Kita tulis I = 21 . Pada 165 O tidak
terdapat netron atau proton, sehingga I = 0 I = 0+0 = 0. Pada 157 O
1
terdapat 1 netron tak berpasangan di 1d5/2 , yang berarti l = 3,
Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)3 .
Penyelesaian
Karena inti Zn-63 memiliki netron tak berpasangan di 1f5/2 , maka
paritasnya adalah (−1)3 , yang berarti paritasnya ganjil atau negatif.
5−
Ini berarti I = 2 .
Penyelesaian
7−
Karena spin Ca-43 adalah 2 , maka l = 3 atau l = 4. Tetapi
karena paritasnya negatif, berarti l = 3 atau orbital f . Dengan demi-
kian, spin pada inti 43 Ca berasal dari netron tak berpasangan di sub
20
orbital f7/2 , atau lengkapnya adalah 1f7/2 .
93 Nb 9+
Nilai spin dan paritas 41 adalah 2 , artinya l = 4 atau l = 5.
Karena paritasnya positif, maka l = 4 atau sub orbitalnya 1f9/2 .
137 Ba 3+
Nilai spin dan paritas 56 adalah 2 , artinya l = 1 atau l = 2.
Karena paritasnya positif, maka l = 2 atau sub orbitalnya d3/2 .
inti. Menurut model kulit, momen magnetik dari inti dengan A gan-
jil bersumber dari nukleon tak berpasangan. Jika nukleon tak ber-
pasangan tersebut adalah proton, maka (menurut mekanika klasik)
gerakan orbitalnya akan menghasilkan momen dipol magnetik
el e~ l l
µl = = = µN ,
2mp 2mp ~ ~
e~
di mana µN = 2mp dikenal sebagai magneton nuklir.4 Sebuah netron,
karena tidak bermuatan, tidak memiliki momen magnetik orbital. Se-
cara umum, momen magnetik orbital nukleon adalah
l
µl = gl µN , (3.21)
~
4
Momen magnet didefinisikan sebagai µ = arus × luas = e
2πr/v
πr2 = evr
2
=
e~ l
2m ~
= magneton × ~l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 87
atau
1 1 (l − s) (l + s + 1)
µ = µN (gl + gs ) j + (gl − gs ) . (3.24)
2 2 (j + 1)
1
Selanjutnya, karena s = 2 dan j = l ± 21 , maka
(
µhN jgl − 21 (gl − gs ) i untuk j = l + 1
2
µ= j 1 .
µN jgl + 2(j+1) (gl − gs ) untuk j = l − 2
Penyelesaian
5
Bandingkan dengan magneton Bohr (untuk elektron) yang nilainya µB =
~
2me
= 5, 7884 × 10−5 eV/T. Jika ada elektron bebas dalam inti, tentunya mo-
men magnetik yang teramati adalah dalam orde µB , bukan µN .
88 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
3
2 3 3 1
µ= 3 + × 0 − × (−3.83) µN = 1, 15 nm.
2 +1 2 2 2
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 89
Nilai yang dipakai biasanya adalah gsef ektif = 0, 7gs dan glef ektif = gl .
Penyelesaian
Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa momen magnetik un-
tuk Nb-93 adalah µ = 5, 9565 µN , sedang untuk Ca-43 adalah µ =
−1, 3405 µN , di mana µN = 3, 15 × 10−14 MeV/T. Selanjutnya, fre-
kuensi resonansi dapat dihitung dengan
ω ~ω µB/j
ν= = = ,
2π 2π~ h
di mana nilainya adalah 37,67 MHz untuk Nb-93 dan 2.03 MHz untuk
Ca-43.
Momen elektrik inti orde terendah yang bisa berharga tidak nol adalah
momen quadrupol elektrik. Secara klasik, momen quadrupol elektrik
diberikan oleh Q = e 3z 2 − r2 . Jika fungsi gelombang inti dinya-
j (2j − 1)
Q= QB . (3.27)
(j + 1) (2j + 1)
Penyelesaian
6
Pada beberapa buku, dipakai sistem satuan atom dengan e = 1, sehingga
satuan Q adalah barn.
92 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
R2
2 2 2
QB = Ze R (1 + ε) −
5 1+ε
!
3
2 2 (1 + ε) − 1
= ZeR
5 1+ε
2 3
2 2 3ε + 3ε + ε
= ZeR
5 1+ε
2 3ε (1 + ε)
≈ ZeR2
5 1+ε
6
= ZeR2 ε.
5
Penyelesaian
Pb-207 memiliki 82 proton dan 125 netron. Itu berarti hanya ada
1 netron tak berpasangan di 3p1/2 . Dengan demikian j = 12 , dan ka-
rena itu maka Q = 0.
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 93
Penyelesaian
QB
= 25 Z a2 − b2 =
Dengan menggunakan Persamaan (3.28), didapatkan e
3, 58 b. Karena Z = 67, maka didapatkan a2 − b2 = 0, 13 b = 13 fm2 .
Selanjutnya dengan memanfaatkan ekspresi kerapatan nukleon da-
A 4 3 4 2 7
lam inti ρ = 4
πR3
, maka didapatkan A = 3 πR ρ = 3 πab ρ, atau
3
ab2 = 3A −3 dan A = 165, didapatkan ab2 =
4πρ . Karena ρ = 0, 17 fm
231, 7 fm3 . Selanjutnya dengan memecahkan kedua persamaan, dida-
patkan a = 6, 85 fm dan b = 5.82 fm. Karena a > b, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa inti Ho-165 berbentuk prolate.
Sejauh inti kita memandang inti sebagai kumpulan proton dan netron,
di mana keduanya dipandang sebagai partikel yang secara ‘langsung’
membentuk inti. Bagaimana kalau misalnya netron dan proton mem-
bentuk ‘cluster’ lebih dahulu, dan kemudian cluster tersebut yang
membetuk inti. Cara pandang ini menjadi relevan jika kita melihat
fraksi energi ikat inti, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15. Dari
gambar tersebut, terlihat bahwa setiap inti dengan A kelipatan 4 dan
Z kelipatan 2 selalu memiliki fraksi energi ikat yang lebih besar dari
inti tetangganya. Fakta inti memunculkan ide bahwa inti terdiri atas
partikel alfa, atau dikenal sebagai model alfa. Model alfa adalah salah
satu model cluster dengan n = 4.
Dalam model alfa, inti dipandang sebagai kumpulan partikel alfa,
di mana antar partikel alfa dihubungkan dengan ikatan alfa (αbond ),
yang jumlahnya tergantung pada jumlah partikel alfanya. Inti 42 He
terdiri atas 1 partikel alfa, sehingga jumlah αbond -nya adalah 0. Inti
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 95
B = n × Bα + m × Bbound .
Tabel 3.7 menunjukkan suatu hasil yang menarik, bahwa nilai energi
Bbond adalah bernilai konstan, sekitar 2,42 MeV. Hal ini merupakan
8
Nilai m pada persamaan ini mengacu pada tabel 3.7, yang dihitung berdasark-
an bentuk yang dipilih dan tidak mengharuskan hubungan antar setiap partikel α.
m−1
Jika setiap partikel alfa dihubungkan, maka m = Σi=1 i.
96 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Gambar 3.16: Struktur inti menurut model alfa (Sumber Cook, 2005).
Penyelesaian
B − (n × Bα )
Bbound = .
m
16 O, 16
Untuk 8 diketahui bahwa A = 16, B = 127, 62 MeV, n = 4 = 4,
dan m = 6. Dengan demikian
127, 62 − 4 × 28.3
Bbound = = 2, 40 MeV.
6
Tabel 3.7: Energi ikat per αbond pada berbagai inti. (n = jumlah
partikel alfa, m = jumlah ikatan alfa, Bbound = energi ikat antar alfa
per ikatan)
Inti n m Bbound (MeV)
4 He 1 0 0
2
8 Be 2 1 -0.1
4
12 C 3 3 2.42
6
16 O 4 6 2.4
8
20 Ne 5 8 2.39
10
24 Mg 6 12 2.37
12
28 Si 7 15 2.56
14
32 S 8 18 2.52
16
36 Ar 9 20 2.60
18
40 Ca 10 24 2.46
20
1
di mana Rave = 2 (Rmayor + Rminor ). Mengacu pada persamaan di
atas, dikenal berbagai modus vibrasi, yaitu
q
1
• Monopol (λ = 0 atau R (t) = Rave + 4π a00 (t)). Terlihat
bahwa jari-jari inti hanya membesar dan mengecil secara sera-
gam. Hal ini berarti inti mengalami pemuaian dan penyusutan
tanpa mengalami perubahan bentuk dari bentuk lingkarannya.
Monopol teramati sebagai eksitasi dengan energi ratusan MeV.
Gambar 3.17: Panel atas: Berbagai model deformasi inti akibat vi-
brasi, dari kiri ke kanan: monopol, dipol, quadrupol, oktupol, dan
heksadekapol (sumber: Lylle, 2001). Panel bawah: mekanisme ter-
jadinya dipole (kiri) dan quadrupol (kanan), proton dilambangkan
dengan bulatan hitam sedang netron bulatan putih. (sumber: Cook,
2006)
γ yang datang.
Penyelesaian
Menurut model vibrasi, proton bergetar terhadap netron pada sua-
tu frekuensi tertentu. Foton γ yang datang ke inti berinteraksi secara
elektromagnetik dengan proton, tapi tidak dengan netron. Apabila
frekuensi foton γ sesuai dengan frekuensi getar proton terhadap ne-
tron, maka terjadi resonansi sehingga getaran proton semakin kuat.
Kejadian ini ditandai oleh puncak pada penampang lintang total.
Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu
" r # " r #
1 5 2 5
3 cos2 0 − 1 = R 1 + β
a = Rθ=0 =R 1+β
4 π 4 π
" r # " r #
1 5 π 1 5
b = Rθ=π/2 =R 1+β 3 cos2 − 1 = R 1 − β
4 π 2 4 π
r
3 5
a − b = Rβ
4 π
Dengan demikian, maka parameter deformasi β diberikan oleh
r
4 πa−b a−b
β= ≈ 1, 06 , (3.31)
3 5 R R
Penyelesaian
Kita evaluasi nilai keduanya pada saat θ = 0, di mana
" r #
2 5
a=R 1+β
4 π
a = R [1 + ε] .
q
2 5
Dari kedua hubungan di atas, didapatkan ε = 4 πβ = 1, 98β atau
ε
β = 1, 98.
J2
Energi dari benda yang berotasi adalah E = 2I dengan J adalah
momentum sudut dan I adalah momen inersia. Secara kuantum, J 2
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 101
c2 = J (J + 1) ~2 sehingga
harus diganti dengan J
~2
EJ = J (J + 1) . (3.32)
2I
2 2
Dengan demikian, akan didapatkan E1 = 0, E1 = 2 ~2I , E2 = 6 ~2I ,
2
E3 = 12 ~2I dan seterusnya.
Penyelesaian
Karena keadaan dasarnya adalah 0+ , maka keadaan eksitasi perta-
manya adalah 2+ . Eksitasi berikutnya adalah 4+ , 6+ , dan seterusnya.
~2 ~2
Dengan menggunakan 2I = 15, 2 keV, didapatkan E2 = 2I 2 (2 + 1) =
91, 4 keV, E4 = 20 × 15, 2 = 305 keV, E6 = 42 × 15, 2 = 640 keV,
dan E8 = 72 × 15, 2 = 1097 keV. Sebagai perbandingan, nilai hasil
pengukuran adalah E2 = 91, 4 keV, E4 = 300 keV, E6 = 614 keV, dan
E8 = 1025 keV.
Pada kenyataanya, nilai momen inersia bervariasi, tergantung pa-
da bentuk intinya. Untuk inti rigid berbentuk ellips dipakai Irigid =
2 2 ~
5 M R0 (1 + 0, 31β) atau 2Irigid = 6 keV. Untuk inti ‘cair’ berbentuk
9 2 ~
ellip dipakai Icair = 8π M R0 β atau 2Icair = 90 keV.
Sekarang kita bahas efek dari bentuk inti terhadap momen kua-
drupol. Perubahan bentuk inti mempengaruhi nilai QB (yaitu momen
quadrupol dalam ‘body-frame’), mengikuti persamaan
3
QB = √ R02 Zβ (1 + 0, 16β) .
5π
Sejauh ini kita telah mendiskusikan berbagai model inti dengan segala
keberhasilannya. Pendekatan independen (yang diwakili oleh model
gas fermi yang merupakan pendekatan klasik dan model kulit yang
merupakan pendekatan kuantum) dan pendekatan kolektif (yang di-
102 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
1
V (r) = mω 2 r2 (1 − 2βY20 (θ, φ)) + CL.S + DL2 . (3.33)
2
Penyelesaian
Na-23 mengandung 11 proton dan 12 netron, sehingga terdapat se-
buah proton tak berpasangan yang merupakan sumber spin inti Na-23.
Dengan menggunakan model kulit (atau menganggap inti berbentuk
bulat, β = 0), proton tak berpasangan tersebut berada pada sub kulit
1d5/2 , sehingga spinnya seharusnya 52 . Ternyata nilai ini berbeda de-
ngan hasil eksperimen, Hal ini wajar, karena Na-23 tidak berbentuk
lingkaran melainkan prolate dengan β = 0.12 (nilai β bisa didapatkan
dari data momen kuadrupol Q dan jari-jari inti rata-rata R). Meng-
acu pada gambar 3.18. Terlihat bahwa untuk β = 0.12, sub orbital
1d5/2 terpecah menjadi 3 keadaan sehingga proton bebas berada pada
3
j = 2. Ternyata, hasil ini sesuai dengan eksperimen, di mana spin
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 103
Na-23 adalah 32 .
Salah satu ramalan model Nielsson adalah nilai bilangan ajaib un-
tuk proton. Menurut model kulit, nilai bilangan ajaib setelah 82 ada-
lah 126. Untuk netron, keberadaan 126 sebagai bilangan ajaib sudah
dibuktikan dalam eksperimen. Untuk proton, keberadaan bilangan
126 sebagai bilangan ajaib belum dapat dibuktikan karena belum di-
temukan inti dengan Z = 126. Model Nilsson sebaliknya meramalkan
114 sebagai bilangan ajaib untuk proton setelah 82.
Pada Bab 3, kita telah mengenal keberadaan potensial inti dan me-
makainya untuk mendapatkan model kulit inti. Potensial tersebut
merupakan akumulasi dari potensial antar nukleon. Ini berarti ada
gaya yang bekerja antar nukleon, baik antar netron, antar proton,
maupun antara proton dan netron.
Keberadaan gaya inti juga bisa dipahami dengan cara berikut.
Karena kebanyakan inti mengandung lebih dari satu proton, di mana
setiap proton bermuatan positif, maka kita mesti bertanya: mengapa
inti bisa stabil dan tidak terpecah? Seperti kita ketahui, dua parti-
kel dengan muatan sejenis akan menghasilkan gaya elektrostatis yang
bersifat saling menolak. Sebagai konsekuensinya, proton dalam inti
akan saling menjauh dan bahkan keluar dari inti sehingga inti bersifat
tidak stabil. Faktanya, inti tetap stabil. Jadi, kita bisa menyimpulkan
bahwa selain gaya elektrostatik, juga terdapat suatu “gaya lain” yang
bekerja antar nukleon. Untuk selanjutnya, kita sebut gaya tersebut
sebagai “gaya antar nukleon”.
4.1 Deuteron
Untuk memahami sifat gaya antar nukleon, kita tinjau Deuteron. De-
uteron adalah inti yang terdiri atas 1 proton dan 1 netron. Deuteron
merupakan inti dari Deuterium (H-2), yang merupakan salah satu
107
108 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON
Energi ikat deuteron, yang juga berarti energi ikat proton-netron, da-
pat diamati dengan ketelitian tinggi melalui salah satu dari cara ber-
ikut.
1
H + n → 2H + γ
2
H + γ → 1 H + n,
Dengan demikian, didapatkan fraksi energi ikat (yaitu energi per nu-
kleon) untuk deuteron sebesar 1,112 MeV. Nilai ini jauh lebih kecil
dari fraksi energi ikat rata-rata inti, yaitu sebesar 8,5 MeV (yang kita
dapatkan dari model tetes cairan atau SEMF).
−
→ →
−
I =−
→
sp+−
→
sn+ l . (4.1)
Penyelesaian
Karena spin deuteron adalah 1, maka kombinasi dari nilai sn , sp ,
dan l. pada Persamaan (4.1) harus menghasilkan I = 1, atau
sp + sn + l = 1
l = 1 − (sp + sn ) .
Karena
±1
jika proton dan netron paralel
(sp + sn ) = 0 jika proton dan netron anti paralel
0 jika proton dan netron tegak lurus terhadap l
Dari percobaan yang lain, diketahui bahwa paritas dari deuteron ada-
lah genap. Karena paritas terkait dengan (−1)l , berarti bahwa mo-
mentum sudut deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d).
Penyelesaian
Dari analisis spin dan paritas, diketahui bahwa momentum sudut
deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d). Sekarang kita akan
mnghitung rasionya.
1 1
µs = (gsn + gsp ) = (−3.826084 + 5, 585691) = 0, 879804 nm
2 2
1 1
µd = (3 − gsn − gsp ) = (3 + 3.826084 − 5, 585691) = 0, 310098 nm
4 4
µeksp = (1 − x) µs + xµd
= µs + x (µd − µs ) ,
atau
Dari analsis deuteron, kita dapat menduga sifat gaya antar nukleon
atau gaya nuklir (atau nuklir kuat, strong nuclear force). Karena gaya
tersebut harus bisa mengimbangi gaya tolak elektrostatis, maka kita
bisa menduga bahwa gaya nuklir tersebut harus memiliki sifat sebagai
berikut:
1. Pada jarak dekat (radius inti), gaya (tarik) nuklir lebih kuat
dibanding gaya (tolak) Coulumb.
~ ~ ~c 197, 3 MeV fm
mπ c2 = = = = . (4.3)
∆t r0 /c r0 r0 fm
Penyelesaian
Jarak antar nukleon dalam inti adalah
1/3 !1/3 !1/3
4 3 4 3
volume inti 3 πR 3 πR0 A
r0 = = =
jumlah nukleon A A
1/3
4
= π R0 = 1, 93 fm.
3
197,3 MeV fm
Dengan demikian, maka massa pion adalah mπ c2 = 1,93 fm ≈
102 MeV, atau mπ = 102 MeV/c2 . Selanjutnya, jika dipakai r0 =
1, 5 fm, maka mπ = 131, 5 MeV/c2 .
Karena semua nukleon (proton maupun netron) memiliki spin
yang sama, berarti spin pion adalah 0.4 Secara terperinci, interak-
si antar nukleon dapat berlangsung antara proton-proton, proton-
netron, dan netron-netron. Dengan demikian, kita dapat menduga
bahwa interaksi tersebut bisa muncul dalam 3 model, yaitu
bahwa fisikawan menduga massa meson adalah antara massa elektron yang ringan
dan massa nukleon yang berat.
4
Adalah suatu fakta, bahwa semua partikel pembawa interaksi memiliki spin
bilangan bulat, dan dikenal sebagai boson.
4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 115
– n1 → n1 + π 0 dan n2 + π 0 → n2
– p1 → p1 + π 0 dan p2 + π 0 → p2
– p1 → p1 + π 0 dan n2 + π 0 → n2 (dan sebaliknya)
∂
Selanjutnya kita pakai ungkapan operator Ê = i~ ∂t dan p̂ = −i~∇
∂ 2
sehingga didapatkan Ê 2 = −~2 ∂t 2 2 2
2 dan p̂ = −~ ∇ , dan
1 ∂2φ
mc 2
2
∇ − φ= .
~ c2 ∂t2
∇2 − k 2 φ = 0,
e−kr
φ=g . (4.4)
r
5
Fakta bahwa pion terdiri atas 3 jenis partikel, serupa dengan nukleon yang
bisa muncul dalam 2 bentuk partikel. Gejala ini dikenal sebagai isospin.
6
Fakta ini, juga persamaan (4.3), menunjukkan bahwa daya jangkau suatu in-
teraksi berbanding terbalik dengan massa partikel pembawabya.
4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 117
e−r/r0
VY ukawa (r) = −V0 ,
r
~
di mana r0 = mc adalah jarak rata-rata interaksi nuklir kuat. Hasil
ini sesuai dengan Persamaan (4.3).
Penyelesaian
197,3
Untuk mπ± = 139, 6 MeV/c2 , didapatkan r0 = ~c
m:π c2
= 139,6 =
1, 41 fm. Untuk mπ0 = 135 MeV/c2 , didapatkan r0 = 197,3
139,6 = 1, 46 fm.
118 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON
Penyelesaian
Pada kedua kasus di atas, gaya pembawanya adalah foton virtuil
dan graviton, dengan massa diam nol. Dengan demikian, maka r0
bernilai tak berhingga, dan bentuk ungkapan potebsialnya adalah
1
V = −k .
r
4.4 Isospin
Kita akhiri diskusi ini dengan membahas konsep isospin. Dalam fisika
partikel, konsep isospin (asalnya dari isobaric spin) adalah bilangan
kuantum (tambahan) yang terkait dengan interaksi kuat. Dua bu-
ah partikel (atau lebih) yang memiliki massa hampir sama dan ber-
interaksi dengan besar gaya kuat yang sama, sekalipun muatannya
berbeda, dianggap sebagai partikel yang sama (isospin), tetapi dalam
keadaan yang berbeda. Syarat memiliki massa yang sama atau ham-
pir sama menghasruskan kelompok partikel tersebut memiliki nomor
massa yang sama. Inilah asal istilah isobar spin. Contoh isospin dapat
berupa
Bukti bahwa proton dan netron berinteraksi dengan gaya nuklir yang
sama besar, ditunjukkan pada Tabel 4.2.
2T + 1 = N. (4.5)
Penyelesaian
Karena terdapat 3 jenis pion, maka nilai isospin T -nya memenuhi
2T + 1 = 3. Ini berarti T = 1, dan Tz = +1 untuk π + , Tz = 0 untuk
π 0 , dan Tz = −1 untuk π − ,
Penyelesaian
120 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON
Contoh : Menghitung Tz
Hitunglah nilai isospin Tz dari isospin kuintet A=32 (Si-32, P-32, S-
32, Cl-32, dan Ar-32).
Penyelesaian
Untuk kasus inti dengan Z proton dan N netron, nilai proyeksi
1
spin diberikan oleh Tz = 2 (Z − N ). Dengan demikian didapatkan
1
• Si-32 (Z = 14 dan N = 18), maka Tz = 2 (14 − 18) = −2
1
• P-32 (Z = 15 dan N = 17), maka Tz = 2 (15 − 17) = −1
1
• S-32 (Z = 16 dan N = 16), maka Tz = 2 (16 − 18) = 0
1
• Cl-32 (Z = 17 dan N = 15), maka Tz = 2 (17 − 15) = 1
1
• Ar-32 (Z = 18 dan N = 14), maka Tz = 2 (18 − 14) = 2.
Bab 5
Peluruhan Radioaktif
1
Terlihat bahwa penamaan jenis peluruhan dilakukan menurut abjad, α, β, dan
γ, sesuai dengan urutan penemuannya. Urutan tersebut ternyata juga terkait daya
ionisasi dan massanya.
121
Tabel 5.1: Jenis peluruhan radioaktif
BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
rasio muatan terhadap massa (e/m) dari radiasi beta, dan sampai pa-
da kesimpulan bahwa radiasi beta adalah elektron. Pada tahun 1901,
Rutherford dan Frederick Soddy menunjukkan bahwa radiasi alfa dan
beta terjadi ketika suatu inti berubah menjadi inti unsur yang lain. Se-
telah mempelajari berbagai radiasi yang ada, pada tahun 1913 Soddy
dan Kazimierz Fajans secara terpisah mengajukan hukum pergeseran
radiasi, yang menyatakan bahwa radiasi beta menghasilkan inti baru
yang nomor atomnya naik satu, sedangkan radiasi alfa menghasilkan
inti baru yang nomor atomnya turun dua.
Seperti halnya semua peristiwa dalam fisika, peluruhan radioaktif
juga harus memenuhi beberapa hukum kekekalan. Di antara hukum
kekekalan yang harus dipenuhi, antara lain adalah
Partikel alfa adalah inti atom Helium, 42 He. Peluruhan alfa terjadi jika
inti menjadi tidak stabil karena besarnya jumlah nukleon A. Pada
peluruhan alfa, inti melepaskan partikel alfa sehingga nomor atomnya
Z berkurang 2 dan nomor massanya A berkurang 4. Reaksi peluruhan
alfa dapat ditulis sebagai
A A−4 0
ZX → Z−2 X + α + Q, (5.1)
124 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
232
92 U → 228
90 Th + α + Q.
Penyelesaian
Dengan menggunakan Persamaan 5.2, energi yang dilepaskan pada
5.2. PELURUHAN ALFA 125
232 229 3
c2
Q = m 92 U −m 90 Th −m 2 He
232 228 4
c2
Q = m 92 U −m 90 Th −m 2 He
232 227 5
c2
Q = m 92 U −m 90 Th −m 2 He
Penyelesaian
Dengan menggunakan Persamaan 5.2, energi yang dilepaskan pada
peluruhan α adalah
126 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
Tabel 5.2: Nilai energi yang dilepaskan Q pada berbagai modus pelu-
ruhan 232
92 U (Krane, 1992).
Partikel yang Q Partikel yang Q
dilepaskan (MeV) dilepaskan (MeV)
n -7,26 4 He +5,41
2
1H -6,12 5 He -2,59
1 2
2H -10,70 6
1 2 He -6,19
3H -10,24 6 Li -3,17
1 3
3 He -9,92 7 Li -1,94
2 3
238 234 4
c2
Q = m 92 U −m 90 Th −m 2 He
234 230 4
c2
Q = m 92 U −m 90 Th −m 2 He
230 226 4
c2
Q = m 90 Th −m 88 Ra −m 2 He
Tabel 5.3: Nilai energi yang dilepaskan Q pada peluruhan alfa untuk
berbagai isotop (Cotingham dan Greenwood, 2004)
Reaksi Q Reaksi Q
yang terjadi (MeV) yang terjadi (MeV)
238 U → 234 Th + α + Q 4,27 222 Rn → 218 Po + α + Q 5,59
92 90 86 84
234 U → 230 Th + α + Q 218 214
92 90 4,86 84 Po → 82 Pb + α + Q 6,61
230 Th → 226 Ra + α + Q 4,77 214 Po → 210 Pb + α + Q 7,84
90 88 84 82
226 Ra → 222 Rn + α + Q 210 206
88 86 4,87 84 Po → 82 Pb + α + Q 5,41
Tabel 5.4: Fraksi energi ikat dan massa per nukleon pada inti kecil.
Partikel f = B A m̄ = mA Partikel f = B A m̄ = mA
kecil (MeV) (u) kecil (MeV) (u)
n 0 1,008665 4 He 7,075 1,000651
2
1H 0 1,007825 5 He n.a. 1,002444
1 2
2H 1,11 1,007051 6
1 2 He n.a. 1,003148
3H 2,83 1,005350 6 Li 5,33 1,002521
1 3
3 He 2,57 1,005343 7
2 3 Li 5,386 1,002286
Penyelesaian
Partikel alfa terdiri atas 2 proton dan 2 netron, dan massanya
4,002603 u. Dengan demikian, energi ikatnya adalah
B = [2mp − 2mn − mα ] c2
= [2 × 1, 008665 u − 2 × 1, 007825 u − 4.002603 u] × 931, 5 MeV/u
= 28, 2962 MeV.
B
Dengan demikian, energi ikat per nukleonnya adalah f = A = 7, 075 MeV.
Penyelesaian
perimen).
Penyelesaian
mX c2 = mX 0 c2 + mα c2 + TX 0 + Tα , (5.6)
Q = Tα + TX 0 . (5.7)
Q mX 0
Tα = = Q. (5.9)
1+ mα mX 0 + mα
mX 0
Tabel 5.5: Nilai energi yang dilepaskan Q pada peluruhan alfa untuk
berbagai isotop (Cotingham dan Greenwood, 2004)
Reaksi Q T
yang terjadi (MeV) (MeV)
238 U → 234 Th + α + Q 4,27 4,20
92 90
234 U → 230 Th + α + Q 4,86 4,78
92 90
230 Th → 226 Ra + α + Q 4,77 4,69
90 88
226 Ra → 222 Rn + α + Q 4,87 4,78
88 86
222 Rn → 218 Po + α + Q 5,59 5,49
86 84
218 Po → 214 Pb + α + Q 6,61 6,49
84 82
214 Po → 210 Pb + α + Q 7,84 7,68
84 82
210 Po → 206 Pb + α + Q 5,41 5,31
84 82
Misalkan partikel alfa terbentuk dalam inti induk dengan nomor atom
Zi , sehingga inti anaknya memiliki nomor atom Za = Z − 2. Dengan
demikian, energi potensial elektrostatik antara partikel alfa dengan
132 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
Gambar 5.3: Potensial yang harus dilewati oleh partikel alfa untuk
lepas dari inti anak.
1 2e (Zi − 2) e e2 2 (Zi − 2) Za
B= = = 2, 996 MeV fm.
4π0 r 4π0 r r
(5.11)
e2
di mana 4π0 = 1, 4998 MeV fm. Berikutnya kita definisikan jarak
efektif inti ref sebagai jumlah jari-jari efektif inti anak dan partikel
alfa, maka h i
ref = ra + rα = 1, 2 × A1/3
a +4
1/3
fm
Za
Bef = 2, 4967 h i MeV.
1/3
Aa + 41/3
5.2. PELURUHAN ALFA 133
Seperti kita bahas sebelum ini, suatu reaksi alfa melepaskan energi
sebesar Q. Karena belum terlepas dari inti anak, maka seluruh energi
reaksi Q dimiliki oleh partikel alfa. Sekalipun demikian, nilai Q selalu
lebih kecil dari Bef . Karena nilai B meluruh dengan bertambahnya
r, maka pada suatu jarak tertentu nilai B akan sama dengan Q. Nilai
r yang menghasilkan B = Q dikenal sebagai jari-jari Coulumb rQ , di
mana
Za
rQ = 2, 996 fm. (5.12)
Q
Deskripsi potensial inti, potenial Coulumb, nilai jari-jari efektif ref
dan jari-jari Coulumb rQ ditunjukkan pada Gambar 5.3.
Penyelesaian
Reaksi peluruhan alfanya adalah 238 U → 234
92 90 Th + α + Q. Dengan
menggunakan SEMF, didapatkan nilai Q-nya
234 238
Q = 28.3 + B 90 Th −B 92 U = 4, 27 MeV.
90
Bef = 2, 4967 1/3 = 29, 45 MeV.
234 + 41/3
T = e−2G , (5.13)
2µ (V (r) − Q) 1/2
rQ
Z
= 2 dr
ref ~2
1/2
2 rQ
Z
Zα Za
= 2µ −Q dr.
~ ref 4πε0 r
mα ma Ai − 4
µ= u≈4 u,
mα + ma Ai
b
ln T1/2 = a + √ , (5.18)
Q
Penyelesaian
ln 2
T1/2 = = 5, 65 × 1015 s = 1, 8 × 108 tahun.
λ
Sebagai perbandingan, nilai waktu paro hasil eksperimen adalah T1/2 =
4, 5 × 109 tahun.
Perhitungan dengan menggunakan ref = 1, 4 ×
1/3 /3
Aa + Aα fm memberikan hasil T1/2 = 1, 3 × 109 tahun, suatu
hasil yang lebih dekat dengan hasil eksperimen.
Aturan di atas berarti bahwa inti induk dan inti anak memiliki paritas
yang sama jika |Ii − Ia | genap dan memiliki paritas yang berbeda jika
|Ii − Ia | ganjil. Secara matimatis, dapat ditulis sebagai
(
genap → tidak ada perubahan paritas
|Ii − Ia | = (5.20)
ganjil → ada perubahan paritas
Gambar 5.4: Pola peluruhan alfa dari U-234 menjadi Th-234. Kea-
daan energi Th-234 (relatif terhadap keadaan dasar) dan intensitas
relatif peluruhan ditunjukkan pada gambar (sumber: Lilley, 2001).
Penyelesaian
Karena U-238 berada I = 0+ , maka berdasarkan Persamaan (5.20),
maka peluruhan U-238 menjadi Th-234 dapat terjadi asal Th-234 ber-
ada pada keadaan dengan spin genap dan parias genap (I = genap+ )
atau keadaan dengan spin ganjil dan parias ganjil (I = ganjil− ). De-
ngan demikian. keadaan Th-234 yang mungkin adalah keadaan dasar
0+ , serta tereksitasi 1− , 2+ , 3− , 4+ , dan seterusnya, seperti itunjukk-
an pada Gambar 5.4.
5.3. PELURUHAN BETA 139
Penyelesaian
Np-237 bisa berada pada berbagai tingkat energi, yaitu keadaan
5− 5+
dasar (I = 2 ), keadaan eksitasi pertama (I = 2 ), serta keadaan
7−
kedua (I = 2 ). Dengan demikian, inti Np-237 yang terbentuk tidak
mungkin berada pada keadaan dasar, tetapi bisa berada pada keadaan
eksitasi pertama atau kedua.
1
0n →11 p +−10 e.
1
0n →11 p +−10 e + ν e + Qβ . (5.21)
A 0
0 −
zX →A
z+1 X +−1 e + ν e + Qβ − . (5.22)
Qβ − = [mn − mp − me − mν e ] c2
= 939, 573 MeV − 938, 280 MeV − 0, 511 MeV − mν e c2
= 0, 782 MeV − mν e c2 . (5.23)
Qβ − = [mn − mp − me ] c2 (5.25)
ini maka
Qβ − = [mX − mX 0 − me ] c2 . (5.26)
− MX 0 − (Z + 1) me + Σiz+1 Be,i − me c2 .
Qβ − = [MX − MX 0 ] c2 . (5.27)
Penyelesaian
Reaksi peluruhan β untuk Bi-210 adalah 210 210 0 −
83 Bi → 84 Po +−1 e +
νe +Qβ − . Nilai Qβ − dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.27)
Qβ − = MP o−210 − MBi−210
= (209, 984095u − 209, 982848u) × 931, 502 Mev/u = 1, 161 MeV
Kita sudah diskusikan sebelum ini bahwa peluruhan beta terjadi ka-
rena inti memiliki rasio N/P di atas (N/P )stabil . Selengkapnya jenis
reaksi yang terkait dengan rasio N/P adalah
5.3. PELURUHAN BETA 143
Gambar 5.6: Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi energi kinetik
dari inti induk Bi-210. (Sumber: Krane, 1987).
Seperti sudah kita bahas, reaksi ini terjadi jika inti memiliki
rasio N/P di atas (N/P )stabil . Reaksi ini merupakan salah sa-
tu modus untuk mengurangi nilai N dan menambah nilai P ,
dengan cara merubah netron menjadi proton, mengikuti pola
1
0n →11 p + −10 e + ν e + Qβ − .
Reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di bawah (N/P )stabil .
Untuk itu, inti perlu menambah nilai N dan mengurangi nilai
P , dengan cara merubah proton menjadi netron, dan sebagai
konsekuensinya, inti akan memancarkan positron. Reaksi pe-
144 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
1
1p → 10 n + 01 e + νe + Qβ + . (5.28)
1
1p + −10 e → 10 n + νe + QEC . (5.30)
Penyelesaian
Reaksi penangkapan elektron oleh inti Be-7 adalah 74 Be +−10 e− →
7 Li + ν + Q
3 e EC , sehingga
Penyelesaian
Mengacu pada Persamaan (5.32), maka energi dari reaksi 24 Na +
11
0 e+ → 24 Mg+ + ν̄e + QP C adalah
1 12
Karena dN
dt = λN , maka pola λ yang merupakan pola bagi jumlah
elektron yang dihasilkan pada peluruhan beta. Dengan demikian, kita
dapat menulis
Gambar 5.8: Panel kiri: plot jumlah partikel beta sebagai fungsi mo-
mentum dari inti induk Cu-64. Panel kanan: contoh kurva Fermi-
Kurie (Sumber: Loveland, 2006)
Penyelesaian
g 2 m5e c4 |Mf i |2
λ (pe ) = f (ZD , Q) , (5.38)
2π 3 ~7
di mana
1
f (ZD , Q) =
(me c) (me c2 )2
3
1/2
m2ν c4
Z
× F (ZD , pe ) p2e (Q − Te )2 1 − dpe
(Q − Te )2
2
Besaran f ini tidak sama dengan nilai f pada persamaan (5.15).
3
Sebagai perbandingan, G = 1 untuk interaksi kuat, G = 10−2 untuk interaksi
elektromagnetik, dan G = 10−39 untuk interaksi gravitasi,
5.3. PELURUHAN BETA 151
A
ZX
A
→ Z+2 X00 + 2β + 2νe .
Peluruhan beta ganda bisa terjadi akibat salah satu dari hal berikut:
A
X∗ → A X + γ. (5.41)
Penyelesaian
Dari gambar tersebut, terlihat bahwa inti Ga-69 dapat mengha-
silkan 3 jenis sinar gamma, masing-masing dengan energi 871,70 MeV
3−
(terkait dengan transisi keadaan teksitasi dengan I = 2 ke keada-
3−
an dasar dengan I = 2 , dengan intensitas 99, 967% × 0, 00025% =
5− 3−
0, 0002499%), 573,90 MeV (terkait dengan transisi I = 2 ke I = 2 ,
dengan intensitas 0, 033% × 100% = 0, 033%), serta 318,4 MeV (ter-
154 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
1− 3−
kait dengan transisi I = 2 ke I = 2 , dengan intensitas 99, 967% ×
99, 9986% = 99, 9656%). Terlihat bahwa total intensitasnya adalah
= 0, 0002499% + 0, 033% + 99, 9656% ≈ 100%.
Pada beberapa kasus, inti dapat memiliki 2 konfigurasi dengan
perbedaan energi yang sangat kecil tetapi perbedaan momentum yang
sangat besar. Transisi antara dua keadaan tersebut cenderung dihin-
dari karena foton harus memilki momentum yang sangat besar. Kon-
disi ini membuat keadaan dengan energi yang lebih tinggi memiliki
waktu paro yang sangat lama, dan dikenal sebagai keadaan isomerik.
Peluruhan gamma yang terjadi dikenal sebagai peruruhan transisi iso-
merik (isomeric transition decay, IT decay). Contoh peluruhan IT
9+ 1−
adalah peluruhan Zn-69m (I = 2 ) ke Zn-69 (I = 2 ) dengan waktu
paro 13 hari, ditunjukkan pada Gambar 5.9.
Secara makro, peluruhan gamma biasanya mengiringi peluruhan
beta atau alfa. Hal ini terjadi jika inti baru yang dihasilkan dalam pe-
5.4. PELURUHAN GAMMA 155
luruhan alfa dan/atau beta tidak berada pada keadaan dasar karena
aturan seleksi. Selanjutnya, inti tersebut akan bertransisi ke keadaan
dasar dengan cara memancarkan sinar gamma. Contoh untuk kasus
ini adalah peluruhan beta dari Co-60 menghasilkan Ni-60, seperti di-
tunjukkan pada Gambar 5.10.
Misalkan inti induk mula-mula dalam keadaan diam dan setelah meng-
alami peluruhan γ akan mengalami gerakan mundur (recoil ) dengan
momentum pR dan energi kinetik TR . Jika keadaan sebelum peluruh-
an memiliki energi Ei dan keadaan setelah peluruhan gamma memiliki
energi Ef , maka persamaan energi pada peluruhan gamma adalah
Ei = Ef + Eγ + T R . (5.42)
Contoh : Menghitung Eγ
Hitunglah Eγ sebagai fungsi ∆E dan massa inti m.
Penyelesaian
Eγ2
∆E = Eγ + .
2mc2
Karena suatu inti terdiri atas A nukleon dengan mc2 = 931, 5 MeV,
∆E
maka mc2 ≈ 1000 A MeV. Karena ∆E dalam orde MeV, maka mc2
adalah bilangan yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa men-
deretkan persamaan terakhir (sampai 3 suku) sebagai berikut
" 2 !#
1 ∆E 1 1 1 ∆E
Eγ ≈ mc2 −1 + 1 + 2 2 + −1 2 2
2 mc 2 2 2! mc
" 2 !#
∆E 1 ∆E
= mc2 −1 + 1 + 2
−
mc 2 mc2
" #
1 ∆E 2
2 ∆E
= mc − Eγ
mc2 2 mc2
(∆E)2
= ∆E − .
2mc2
Penyelesaian
(∆E)2 (0,439 MeV)2
Kita hitung dulu 2mc2
= 2×68,297×931,5 MeV = 1, 5 × 10−6 MeV.
Dengan menggunakan Persamaan (5.43), didapatkan Eγ = ∆E −
(∆E)2
2mc2
= 0, 439 − 0, 000001 ≈ 0, 439 MeV. Dengan demikian, energi
(0,439 MeV)2
rekoil inti adalah TR = 2×68,297×931,5 MeV = 1, 5×10−6 MeV = 1, 5 eV.
Tabel 5.6: Klasifikasi radiasi γ. Pada tabel ini, E adalah energi gam-
ma dalam MeV (Krane, 1988).
Tipe Nama ∆l ∆π laju transisi, λ (s−1 )
E1 dipol elektrik 1 ya 1, 03 × 1014 A2/3 E 3
M1 dipol magnetik 1 tidak 3, 15 × 1013 E 3
E2 quadrupol elektrik 2 tidak 7, 28 × 107 A4/3 E 5
M2 quadrupol magnetik 2 ya 2, 24 × 107 A4/3 E 5
E3 oktupol elektrik 3 ya 3, 39 × 101 A2 E 7
M3 oktupol magnetik 3 tidak 1, 04 × 101 A4/3 E 7
E4 heksadekapol elektrik 4 tidak 1, 07 × 10−5 A8/3 E 9
M4 heksadekapol magnetik 4 ya 3, 27 × 10−6 A2 E 9
E5 5 ya 2, 40 × 10−12 A10/3 E 11
M5 5 tidak 7, 36 × 10−13 A8/3 E 11
Penyelesaian
Kita hitung dahulu momentum sinar-γ dengan menggunakan Per-
7+
samaan (5.44), di mana |If − Ii | ≤ l ≤ |If + Ii |. Karena li = 2
3+
dan lf = 2 , maka 2 ≤ l ≤ 5 dan ∆π = tidak. Selanjutnya, dengan
mengacu pada Tabel 5.6, maka transisi yang mungkin adalah E2, M3,
E4, dan M5.
Penyelesaian
Pada soal sebelumnya diketahui bahwa Eγ = 0, 439 MeV. Karena
hc 2πhc hc (2π×197,3 MeV fm)
Eγ = λ, maka λ = Eγ = Eγ = (439 MeV) = 28, 2 fm. Sebagai
5.4. PELURUHAN GAMMA 159
2 2l+1
8π (l + 1) 1 h
λ (B, l) = µp −
l [(2l + 1)!!]2 l+1 m∇ c
E 2l−1
2
e2
3
× cR2l−2 (5.47)
4π0 ~c ~c l+2
Penyelesaian
Dengan menggunakan Persamaan (5.46) dan memanfaatkan nilai
e 2
aplikatif beberapa besaran ( 4πε0
= 1, 43998 MeV fm, c = 2, 9979 ×
1023 fm/s, ~c = 197, 3 MeV fm); didapatkan
3
16π 1, 43998 MeV fm E MeV
λ (E, l) =
9 197, 3 MeV fm 197, 3 MeV fm
2
3
2, 9979 × 1023 fm/s (1, 2 fm)2 A2/3 ,
×
4
160 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF
Penyelesaian
Dengan menggunakan Tabel 5.6, didapatkan
I(E1)
Untuk E = 100 MeV dan A = 100, didapatkan I(E2) = 6, 54 × 104 .
Penyelesaian
Kita dapatkan bahwa 4 ≤ l ≤ 5 dan terjadi perubahan paritas.
Dengan menggunakan Tabel 5.6, transisi yang mungkin adalah M 4
dan E5. Probabilitas masing-masing radiasi adalah
Reaksi Inti
Salah satu jenis reaksi yang kita kenal selama ini adalah reaksi kimia,
misalnya
2H2 + O2 → 2H2 O
161
162 BAB 6. REAKSI INTI
atau inti residu (R) dan partikel emisi (x). Reaksinya dapat ditulis
sebagai
p + T → R + x, (6.1)
T (p, x) R. (6.2)
Jenis proyektil yang biasa dipakai antara lain adalah netron (n atau
1 n), proton (p atau 11 p), deuteron (d atau 21 H), triton (t atau 31 H),
0
helium-3 (h atau 32 He), atau partikel alfa (α atau 42 He). Suatu reak-
si inti antara lain harus memenuhi hukum kekekalan nomor atom Z,
nomor massa A, dan massa-energi.
Penyelesaian
p + T → R + x + Q,
atau
T (p, x) R Q = ...MeV.
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 163
X2 = 27
14 Si
Suatu inti majemuk bisa jadi merupakan hasil dari berbagai reaksi,
dan dapat meluruh dalam berbagai cara yang berbeda.2 Berikut disa-
jikan contoh berbagai reaksi majemuk dengan inti 20 Ne∗ sebagai inti
majemuk perantara.
19 F
+p
19 Ne +n
20 Ne +γ
18 F +d
19 F
+p
17 F +t
17 O + h
17 O +h
16 O + α
→ 20 Ne∗ → 16 O
14 N + 6 Li
+α
14 N + 6 Li
12 C + 8 Be
13 N +7 Li
10 B + 10 B
12 C + 8 Be
11 C + 9 Be
10 B + 10 B
9B + 11 B
Penyelesaian
Waktu tempuh netron dalam inti adalah
2R 2R0 A1/3
t= =p .
v 2T /mn
2
Cara khas terjadinya reaksi majemuk, terkait dengan jenis inti pembentuk dan
inti yang dihasilkan, dikenal sebagai channel.
166 BAB 6. REAKSI INTI
Q = (mT + mp − mR − mx ) c2 . (6.3)
Q = TR + Tx − Tp . (6.4)
pp = px cos θ + pR cos φ
0 = px sin θ − pR sin φ.
atau
mx mp 2
TR = Tx 1+ − Tp 1− − (mp Tp mx Tx )1/2 cos θ.
mR mR mR
mx mp 2
Q= Tx + Tp − (mp Tp mx Tx )1/2 cos θ. (6.5)
mR mR mR
Gambar 6.2: Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM)
(mp + mT ) vpm = mp vp ,
mp
vpm = vp .
mp + mT
T0 = Tp − Tpm
mp mT
= Tp 1 − = Tp . (6.7)
mp + mT mp + mT
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 169
1 (Zp e) (ZT e) e2 Z Z
Bc = = Bc = p T
4πε0 Rp + RT 4πε0 R A1/3 + A1/3
p
0 T
Zp ZT
= 1, 22 MeV (6.9)
1/3 1/3
AT + Ap
Dalam hal ini, nilai energi proyektil Tp pada reaksi endotermik harus
memenuhi
mp + mT
Tp ≥ Bc − Q . (6.10)
mT
Kelebihan energi partikel sebesar Bc akan dipakai sebagai energi ki-
netik partikel hasil reaksi, Tx dan TR . Untuk reaksi eksotermik, harus
dipenuhi
Tp ≥ Bc . (6.11)
3
Nilai Q yang dimaksud di sini juga mencakup kelebihan energi kinetik proyek-
til.
170 BAB 6. REAKSI INTI
dan
Q mx
TR = mR = Q. (6.13)
1+ mX
mx + mR
Penyelesaian
Dengan menggunakan hukum kekekalan massa energi, didapatkan
7×2
Bc = 1, 22 = 4, 2026 MeV.
141/3
+ 41/3
∆φ = −N φσ. (6.14)
Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu jari-jari tampang lintang
1/3
Rp + RT = R0 Ap1/3 + AT = 1, 2 fm 481/3 + 2081/3 = 11, 47 fm,
e2 Zp ZT 20 × 82
BC = = 1, 44 MeV.fm = 205, 9 MeV,
4πε0 Rp + RT 11, 47 fm
dφ
= −nσdx,
φ
4
Silahkan lihat Abdurrouf, Pengukuran tampang reaksi neutron cepat pada bah-
an struktur Mg, Si, V, Fe, Cu, dan Zr, Skripsi S1, Fisika UB (1994).
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 173
atau5
φtransmisi = φ0 e−nσx . (6.16)
I (coulumb/s)
φ (partikel/s) = .
ne (coulumb/partikel)
Contoh : Menghitung φ
Penyelesaian
10−6 C/s
φ= = 6, 24 × 1012 proton/s.
1, 602 × 10−19 C/proton
4 × 10−6 C/s
φ= = 1, 47 × 1012 Ar17+ ion/s
17 × 1, 602 × 10−19 C/ion
Jika setiap proyektil yang diserap oleh bahan berinteraksi dengan inti
5
Dalam skala makro, persamaan di atas biasa ditulis sebagai φ = φ0 e−µx , di
mana µ = nσ adalah koefisien serapan per satuan panjang.
174 BAB 6. REAKSI INTI
dN
= φ0 1 − e−nσx .
(6.17)
dt
Untuk target dengan ketebalan (x) yang sangat kecil, maka jumlah
inti yang mengalami reaksi dapat didekati sebagai
dN
≈ φ0 nσx.
dt
dN
≈ φ0 nσx − λN.
dt
d(λN )
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai φ0 nσx−λN = d (λt), di mana
solusinya adalah ln (φ0 nσx − λN )|N
0 = −λt atau φ0 nσx−λN
φ0 nσx = e−λt .
Dari ekspresi terakhir didapatkan aktivitas radioaktif A = λN =
φ0 nσx 1 − e−λt . Pada akhirnya akan didapatkan
φ0 N σ
N= 1 − e−λt . (6.18)
λ
Penyelesaian
Karena aktivitas didefinisikan sebagai A = φN σ 1 − e−λt , maka
• σ = 3 × 10−30 cm2
0,5×10−6
• φ= 1,602×10−19
= 3, 12 × 1012 ion/s
6.2. REAKSI FISI 175
• λ= ln 2
55 = 1, 26 × 10−2 s−1
Q = (mreaktan − Σmproduk ) × c2
= −Breaktan + ΣBproduk
= −Areaktan freaktan + Σ (Aproduk fproduk ) . (6.19)
di mana f¯produk adalah nilai rata-rata dari fraksi energi ikat produk.
Dengan demikian, Persamaan (6.19) dapat didekati sebagai
baru dengan Aproduk yang lebih kecil, tetapi tidak akan lebih kecil
dari inti dengan f terbesar, yaitu Fe-56. Dapat disimpulkan bahwa
56 < Aproduk < Areaktan .
Penyelesaian
Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar dapat ditulis
sebagai
236
92 U → 2118
46 Pd + Q.
Q = (mU−236 − 2mPd−118 ) × c2
= (MU−236 − 2MPd−118 ) × c2
= (236, 045568 − 2 × 117, 91898) u × 931, 5 Mev/u
= 193, 38 MeV
Q = 2 × BP d−119 − BU −238
= 2 × 118 × fP d−118 − 236 × fU −236
= 2 × 118 × 8, 21 − 236 × 7, 41
= 189, 88 MeV
Lalu, mengapa terjadi perbedaan energi ikat yang begitu besar antara
produk dan reaktan? Menurut model SEMF, energi ikat inti terdistri-
busi atas komponen-komponennya (lihat Pers. (2.3)). Jika suatu inti
berat membelah menjadi 2 inti yang lebih ringan yang besarnya sama,
maka energi yang dilepaskan, jika kita hitung sampai suku asimetris,
6.2. REAKSI FISI 177
adalah
Q = 2 × Bp − Br
= (2Bv,p − Bv,r ) − (2 × Bs,p − Bs,r ) − (2 × Bc,p − Bc,r )
− (2 × Ba,p − Ba,r )
Penyelesaian
Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar adalah reaksi
236 U → 2118
92 46 Pd. Perubahan komponen energinya adalah
Pada kenyataanya, reaksi fisi tidak terjadi secara spontan. Suatu inti
akan meluruh jika ditembak dengan sebuah partikel ringan. Salah
satu partikel ringan yang banyak dipakai sebagai proyektil adalah
netron, karena tidak bermuatan sehingga tidak mengalami efek gaya
tolak Coulumb ketika mendekati inti. Salah satu contoh reaksi fisi
adalah
235 ∗
92 U +10 n → 236 93 141 1
92 U → 37 Rb + 55 Cs + 20 n + Q.
Gambar 6.4: Inti produk hasil reaksi fisi termal dar U-235 (Loveland,
2006).
93
37 Rb−6 detik 93 Sr 7 menit 93 Y 10 jam 93 Zr 106 tahun 93 Nb
−−−−−−→38 −−−−−−−→39 −−−−−−−→40 −−−−−−−−−→41
141
55 Cs−25 detik 141 Ba 18 menit 141 La 4 jam 141 Ce 33 hari 141 Pr
−−−−−−−→56 −−−−−−−−→57 −−−−−−→58 −−−−−−−→59
Inti Nb-93 dan Pr-141 dalam hal ini merupakan produk akhir fisi.
• Tuliskan reaksinya
Penyelesaian
Pada reaksi di atas, 93 Rb dan 141 Cs bukan produk akhir. Rb-93
37 55
6.2. REAKSI FISI 181
235 ∗
92 U +10 n → 236 93 141 1
92 U → 41 Nb + 59 Pr + 20 n + 8e + 8ν̄e + Q.
Karena anti neutrino elektron tidak memiliki massa diam, massa elek-
tron sangat kecil, dan energi kinetik netron proyektil sangat kecil,
maka
Penyelesaian
Jumlah inti U-235 dalam 1 gram U-235 adalah
10−3 kg
n= = 2, 562 × 1021 inti
(1, 66 × 10−27 kg/u) × (235, 043924 u/inti)
Jika rata-rata energi yang dilepaskan per reaksi fisi adalah 206 MeV,
maka energi yang dapat dihasilkan adalah 5, 3 × 1023 MeV.
Salah satu isu dalam reaksi fisi adalah tentang netron, terkait de-
ngan bagaimana ia dihasilkan dan bagaimana ia dikendalikan. Secara
umum, netron dapat diperoleh dari
4
He + 9 Be → 12 C + 1 n
γ + 9 Be → 8 Be + 1 n
t + d → α + 1n
235
92 U +10 n → 93 141 1
41 Nb + 59 Pr + 20 n + 8e + 8ν e + Q.
Pada reaksi fisi (seperti pada contoh terakhir) juga dihasilkan netron,
dengan jumlah berlipat. Jika dibiarkan, netron ini akan menumbuk
U-235 dan menghasilkan reaksi fisi baru, begitu seterusnya. Hal ini
6.3. REAKSI FUSI 183
dikenal sebagai reaksi berantai. Pada kasus bom nuklir, reaksi beran-
tai tersebut dibiarkan tak terkendali. Pada reaktor nuklir, biasanya
reaksinya dikendalikan dengan cara mengendalikan jumlah netron pa-
da reaktor. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik atau mendorong
masuk bahan yang mudah menyerap netron, yaitu kadmium atau Cd,
Penyelesaian
Reaksi lengkapnya adalah
Q ≈ (4mp − mα ) c2
= (4 × 1, 00782503207 − 4, 00260325415) × 931, 5 = 26, 73 MeV.
Karena reaksi ini melibatkan 4 nukleon, maka energi reaksi per nu-
kleonnya adalah 6,68 MeV. Sebagai perbandingan, energi per nukleon
206
yang dilepaskan pada peluruhan U-235 adalah 235 = 0, 88 MeV. Per-
bedaan nilai ini terkait dengan kemiringan kurva f sebagai fungsi A,
df
atau dA . Perbedaan ini menunjukkan bahwa reaksi fusi merupakan
sumber energi yang lebih potensial dibanding reaksi fisi.
e2 Z 2 102
BC = = 1, 44 MeV.fm = 21, 2 MeV.
4πε0 R 12 × 201/3 fm
Ini berarti inti Ne-20 harus diberi energi sebesar 21,2 MeV sehingga
terjadi reaksi, menghasilkan Ca-40, dan melepaskan energi sebesar
20, 7 + 21, 2 = 41, 9 MeV. Energi yang dibutuhkan tersebut (21,2
MeV) dapat diberikan melalui salah satu cara berikut, yaitu:
d + d → h + n (Q = 3, 3 MeV)
d + d → t + p (Q = 4, 0 MeV)
d + t → α + n (Q = 17, 6 MeV).
Penyelesaian
Energi kinetik netron dapat dihitung dengan menggunakan Pers.
(6.12), di mana
mR
TX = Q
mx + mR
4, 001506
= 17, 6 = 14, 0567 MeV,
1, 008664 + 4, 001506
1 πZp ZT
G= .
4πε0 ~v
Pada akhirnya, laju reaksi diberikan oleh harga harap hσvi. Ka-
rena partikel mengikuti distribusi Maxwell-Boltzman, maka laju re-
aksinya adalah
Z ∞ Z ∞
1 2
hσvi ∝ 2
v e−2G emv /2kT v 2 dv ∝ e−2G eE/kT dE.
0 v 0
Salah satu contoh reaksi fusi adalah reaksi yang terjadi pada matahari.
Material dasar penyusun matahari adalah 1 H, yang kemudian berfusi
dengan inti sejenis membentuk 2 H, sebagai berikut
1
H + 1 H → 2 H + e+ + νe (Q = 1, 44 MeV) .
2
H + 1 H → 3 He + γ (Q = 5, 49 MeV) .
3
He + 3 He → 4 He + 21 H + γ (Q = 12, 86 MeV) .
2 [ 1H + 1H → 2H + e+ + νe ] Q = 2, 88 MeV
2 [ 2H + 1H → 3 He +γ ] Q = 10, 98 MeV
3 He + 3 He → 4 He + 21 H +γ Q = 12, 86 MeV
− − − − −− − − − − − − − −− − −−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ Q = 26, 72 MeV
6.3. REAKSI FUSI 187
1H + 1H → 2H + e+ + νe
2H + 1H → 3 He +γ
3 He + 4 He → 7 Be +γ
7 Be + e− → 7 Be + νe
7 Be + 1H → 24 He
− − − − −− −− − − − − −−
41 H + e− → 4 He + e+ + 2νe + 2γ
dan
1H + 1H → 2H + e+ + νe
2H + 1H → 3 He +γ
3 He + 4 He → 7 Be +γ
7 Be + 1H → 8B +γ
8B → 8 Be + e+ + νe
8 Be → 24 He
− − − − − − − −− −−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ
12 C + 1H → 13 N +γ
13 N → 13 C + e+ + νe
13 C + 1H → 14 N +γ
14 N + 1H → 15 O +γ
15 O → 15 N + e+ + νe
15 N + 1H → 12 C + 4 He
− − − − −− −− −−−−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ
188 BAB 6. REAKSI INTI
dan 15 N, sehingga disebut sebagai siklus CNO. Reaksi neto pada siklus
carbon sama dengan reaksi neto pada siklus p − p. Energi reaksinya
juga sama. Perbedaan keduanya adalah pada gaya tolak Coulumb pa-
da kedua siklus, di mana siklus carbon memiliki gaya tolak Coulumb
lebih besar sehingga energi ambangnya pun lebih besar. Dengan de-
mikian, siklus carbon lebih dominan pada 1 H pada temperatur tinggi,
sedang siklus p-p lebih dominan pada 1 H pada temperatur rendah.7
7
Perlu dicatat di sini, sekalipun matahari dianggap memiliki temperatur mak-
roskopis yang sama, tetapi partikel penyusunnya memiliki kecepatan yang bervari-
asi, mengikuti distribusi Maxwell-Boltzmann. Dengan demikian, temperatur tiap
partikel juga bervariasi.
Bibliografi
[6] Bethe, H, Elementary Nuclear Theory, John Wiley & Sons (1947)
189
190 BIBLIOGRAFI
[13] Cook, Norman D., Models of the Atomic Nucleus: with Intera-
ctive Software (1st edition), Springer, Berlin Hidelberg (2006)
[23] Heyde, F.N., Basic Ideas and Concepts in Nuclear Physics (2nd
edition), IOP Publishing, Bristol, UK (1999)
[25] Irodov, I.E., Problems in Atomic and Nuclear Physics, Mir Pu-
blishir, Moscow (1983)
[28] Kamal, A.A., 1000 Problem solved in Atomic and Nuclear Physi-
cs, Springer-Verlag, Berlin-Heidelber (2010)
[32] Krane, K., Introductory Nuclear Physics, John Wiley and Sons,
New York (1987)
[46] Pauli, W., Meson Theory of Nuclear Forces (2nd edition), Inter-
science Publishers Inc (1948)
[50] Povh, Bogdan, et al., Prticle and Nuclei (6th ed.), Springer-
Verlag, Berlin-Heidelberg (2008)
[52] Roy, R.R. and B.P. Nigam, Nuclear Physics: Theory and Expe-
riment, John Wiley and Sons., New York (1967)
[56] Vertes, A., et al. (Eds.), Handbook Nuclear Chemistry (2nd edi-
tion), Springer Science, Heidelberg (2011)
Energi ikat inti adalah selisih antara total massa pembentuk inti dan
massa inti. Selisih massa ini dikonversi menjadi energi yang
mampu menahan inti agar tetap stabil.
Inti atom adalah bagian tengah atom dengan jari-jari 1/100000 atom,
di mana seluruh massa atom terkonsentrasi di bagian tersebut.
195
196 BIBLIOGRAFI
Model alfa adalah model inti yang mengibaratkan inti tersusun atas
partikel alfa. Model alfa merupakan salah satu model cluster,
yang menganggap inti tersusun atas cluster proton dan netron,
lebih dari sekedar proton dan netron bebas
Model Gas Fermi adalah model inti yang mengibaratkan inti seba-
gai kumpulan proton dan netron yang membentuk gas Fermion.
Model gas Fermi berhasil menerangkan potensial inti serta ener-
gi asimetri inti
Model tetes cairan adalah model inti, di mana inti diibaratkan memi-
liki sifat seperti sebuah tetes cairan. Dalam model tetes cairan,
energi ikat inti tersusun atas energi partikel penyusunnya (atau
yang dikenal sebagai energi volume), energi akibat faktor per-
mukaan, serta energi akibat gaya tolak coulumb antar proton.
Model tetes cairan berhasil menerangkan kestabilan inti
Nuklida adalah sebutan bagi inti atom suatu unsur tertentu, seperti
nuklida hidrogen, nuklida nitrogen, dan lain-lain
Partikel alfa adalah partikel yang terdiri atas dua proton dan dua
netron dan dilepaskan oleh inti yang terlalu ‘berat’
Partikel beta adalah elektron yang dilepaskan oleh inti yang meng-
alami kelebihan rasio netron terhadap proton
Sifat elektrik inti adalah sifat inti terkait dengan respon elektriknya.
Sifat elektrik inti yang dapat diukur dan tidak bernilai nol ada-
lah momen quadrupol inti
Sifat magnetik inti adalah sifat inti terkait dengan respon magne-
tiknya. Sifat magnetik inti yang dapat diukur adalah momen
magnetik inti
Sifat mekanik inti adalah sifat inti terkait dengan respon mekanik-
nya. Sifat mekanik inti yang dapat diukur antara lain adalah
momen spin inti
Spin adalah arah putaran suatu partikel. Proyeksi spin suatu par-
tikel tunggal pada sumbu tertentu dapat bernilai + 21 atau − 12 .
Spin inti adalah gabungan dari spin nukleon penyusunnya