Anda di halaman 1dari 61

ROADMAP

SEKOLAH/ MADRASAH AMAN























KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


BIRO PERENCANAAN DAN KERJASAMA LUAR NEGERI
SEKRETARIAT JENDERAL KEMENDIKBUD


DAFTAR ISI


Kata Pengantar iii

Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan iv

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Landasan Hukum 3
1.3. Maksud dan Tujuan 4
1.4. Ruang Lingkup 4
1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan 4

BAB II PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA 6
2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia 6
2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia 15
2.3. Tantangan dan Kapasitas Sumber Daya Pelaksanaan Sekolah/ 24
Madrasah Aman

BAB III TUJUAN DAN SASARAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 27
3.1. Tujuan Strategis Sekolah/ Madrasah Aman 27
3.2. Sasaran Strategis Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman 29

BAB IV KERANGKA REGULASI 32

BAB V PENATAAN KELEMBAGAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 34
5.1. Kerangka Kelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah 34
Aman
5.2. Kerangka Kerja Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman 35
5.3. Mekanisme Koordinasi 38

BAB VI KERANGKA PENDANAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 39
6.1. APBN dan APBD 39
6.2. Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM, Lembaga-lembaga PBB dan 41
Swasta

BAB VII RENCANA AKSI DAN INDIKATOR SEKOLAH/ MADRASAH AMAN 43

BAB VIII SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI 51
8.1. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi 51
8.2. Mekanisme Pelaporan 53

LAMPIRAN
Lampiran 1 – Lampiran Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman
Lampiran 2 – Instrumen Struktural dan Non-Struktural



Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 ii



KATA PENGANTAR


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah yang rentan terhadap
bencana termasuk gempa, tsunami dan tanah longsor. Salah satu dampak dari gempa,
tsunami dan tanah longsor yang terjadi di Indonesia adalah kerusakan sarana dan prasarana
bangunan, termasuk bangunan sekolah, yang mengakibatkan terganggunya proses
pembelajaran siswa di sekolah. Lebih dari 7.000 sekolah rusak berat akibat gempa dan
tsunami sejak tahun 2004.

Dampak tersebut akan lebih parah jika bencana terjadi pada saat proses belajar-mengajar
sedang berlangsung di sekolah, karena reruntuhan bangunan dan benda sekitarnya dapat
menimpa dan atau menimbun peserta didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya.
Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan
warga sekolah siaga setiap saat termasuk dari ancaman bencana.

Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan
kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas
dan berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat
menyebarkan pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah
yang aman dan manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan
komponen penting untuk mewujudkan Sekolah Aman. Penerapan prinsip Sekolah Aman ini
dapat memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada
akhirnya dapat berdampak pada efisiensi anggaran, dan karenanya diperlukan sebuah
roadmap untuk mewujudkan Sekolah Aman yang juga dapat diterapkan bagi madrasah.

Dalam dokumen roadmap ini yang dimaksud dengan sekolah adalah sekolah yang berada di
bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta madrasah yang berada di
bawah naungan Kementerian Agama.

Penyusunan dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan hasil kerjasama
antara Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri dengan UNICEF Indonesia dalam
Program Pengurangan Risiko Bencana yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang
aman dari ancaman bencana melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Dokumen
ini juga telah mendapatkan berbagai masukan berharga dari BNPB, Arbeiter-Samariter-Bund
Deutschland e.V (ASB), Plan Indonesia, Save the Children, UNESCO dan World Bank.

Diharapkan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini menjadi rujukan bagi berbagai pihak
dalam pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia.

Jakarta, Desember 2015
Kepala Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri


Ir. Suharti, MA, Ph.D


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 iii



SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana yang menekankan bahwa Penanggulangan Bencana tidak hanya
terpaku pada tahap tanggap darurat/ respons saja, tetapi juga mencakup tahap pra bencana
(kesiapsiagaan) dan pasca bencana (pemulihan), di mana Undang-Undang tersebut secara
jelas menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik
dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana.

Melalui pendidikan diharapkan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat mencapai
sasaran yang lebih luas dan dapat dikenalkan secara lebih dini kepada seluruh peserta didik,
misalnya dengan mengintegrasikan pendidikan pengurangan risiko bencana ke dalam
kurikulum sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler, dll. Kemudian upaya untuk memastikan
bahwa lingkungan pendidikan – sekolah dan fasilitas pendidikan – aman dari bencana dan
bukan merupakan tempat yang dapat membahayakan kehidupan peserta didik, guru dan
tenaga kependidikan lainnya.

Dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini merupakan salah satu wujud komitmen
Indonesia dalam mendukung WISS (Worldwide Initiative Safe Schools) sebagaimana telah
dideklarasikan di Sendai, Jepang pada saat pelaksanaan UNWCDRR ketiga. Komitmen
Indonesia akan diimplementasikan kepada sekolah di Indonesia dan yang lebih utama
terhadap sekolah di daerah rawan bencana.

Dokumen Roadmap ini disusun dengan pemikiran adanya kebutuhan bagi sebuah rujukan
bagi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia sehingga upaya-upaya pencegahan
dan pengurangan risiko bencana, pengupayaan fasilitas sekolah aman dan manajemen
bencana di sekolah dapat terkoordinasi sehingga kemungkinan duplikasi upaya ataupun
ketidakefektifan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman dapat dihindari.

Sekretariat Jenderal, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyambut baik
penyusunan Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman yang merupakan kerjasasama antara Biro
Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal dengan UNICEF Indonesia.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah aktif mendukung terselesaikannya
dokumen Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini. Akhir kata, kami berharap terbitnya
dokumen ini benar-benar dapat menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan
pendidikan di Indonesia dalam memastikan bahwa Sekolah/ Madrasah Aman dapat
terwujud.

Jakarta, Desember 2015
Sekretaris Jenderal Kemendikbud


Dr. Didik Suhardi

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 iv



BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Secara geografis, Indonesia terletak pada persimpangan tiga lempeng bumi yaitu lempeng Eurasia,
Indo-Australia dan Pasifik yang sangat rentan terhadap gempa bumi hingga tsunami. Indonesia juga
berada di antara persilangan dua benua dan dua samudera yang dalam waktu singkat dapat
mengubah cuaca dan iklim, sehingga sangat rentan terhadap curah hujan yang tinggi dan timbulnya
badai tropis. Curah hujan yang tinggi dapat memicu dan menimbulkan bencana banjir dan tanah
longsor, sementara itu, badai tropis menimbulkan gelombang laut tinggi, air pasang dan gangguan
transportasi laut.

Selain itu, Indonesia yang merupakan negara maritim dengan ribuan pulau, juga terletak pada garis
lengkungan cincin api atau ring of fire yang melingkupi sebagian besar dari wilayah Indonesia mulai
bagian barat ke timur. Rangkaian pegunungan yang membentang dari Sumatera hingga ke bagian
timur, yakni Nusa Tenggara Timur dan kemudian naik ke Maluku, membentuk barisan gunung berapi
yang sangat aktif.

Kondisi di atas menyebabkan Indonesia menjadi negara di dunia yang paling rawan terhadap
bencana alam, demikian menurut United Nations International Stategy for Disaster Reduction
(UNISDR - Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana). Berbagai bencana
alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan
kebakaran hutan, rawan terjadi di Indonesia. Bahkan untuk beberapa jenis bencana alam, Indonesia
menduduki peringkat pertama dalam paparan terhadap penduduk atau jumlah manusia yang
menjadi korban meninggal akibat bencana alam. Oleh karenanya, Indonesia dianggap sebagai negara
dengan risiko dan dampak bencana alam tertinggi di dunia.

UNISDR memperingkat jumlah korban pada enam jenis bencana alam terbesar di dunia, yang
meliputi bencana akibat tsunami, tanah longsor, banjir, gempa bumi, angin topan, dan kekeringan.
Dan dari keenam jenis bencana alam tersebut, Indonesia menduduki peringkat pertama pada dua
bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat ketiga pada gempa bumi, dan peringkat
keenam pada banjir. Untuk bencana alam yakni kekeringan dan angin topan kondisi Indonesia lebih
baik dari negara-negara lain.

Berikut peringkat negara terdampak bencana alam selengkapnya:
1. Bencana alam tsunami - dari 265 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di
peringkat pertama dengan jumlah korban yang terkena dampak lebih banyak dibandingkan
dengan Jepang (4.497.645 korban), Bangladesh (1.598.546 korban), India (1.114.388 korban), dan
Filipina (894.848 korban), yakni sebanyak 5.402.239 orang.
2. Bencana alam tanah longsor - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia
berada di peringkat pertama dengan korban jiwa lebih banyak dibandingkan dengan India
(180.254 korban), China (121.488 korban), Filipina (110.704 korban), dan Ethiopia (64.470
korban), yakni sebanyak 197.372 orang terkena dampaknya.
3. Bencana alam gempa bumi - dari 153 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada
di peringkat ketiga dengan 11.056.806 orang terkena dampaknya, setelah Jepang (13.404.870)
dan Filipina (12.182.454). Dua peringkat di bawah Indonesia adalah China (8.139.068) dan Taiwan
masing-masing dengan 8.139.068 dan 6.625.479 korban.
4. Bencana alam banjir - dari 162 negara yang dimasukkan ke dalam daftar, Indonesia berada di
urutan keenam dengan 1.101.507 orang yang terkena dampaknya. Peringkat sebelumnya

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 1



berurutan diduduki oleh Bangladesh (19,279,960 korban), India (15.859.640), China (3.972.502),
Vietnam (3.403.041), dan Kamboja (1.765.674).
5. Bencana alam angin topan - Jepang berada di peringkat pertama dengan 22.548.120 korban,
diikuti oleh Filipina, China, India, dan Taiwan.
6. Bencana alam kekeringan - peringkat pertama adalah negara China dengan korban sejumlah
71.297.700 orang, diikuti oleh India, Amerika Serikat, Pakistan, dan Ethiopia.

Berdasarkan jenis ancaman dan kerugian yang sudah dipaparkan, Indonesia sebagai salah satu
negara yang memiliki kerawanan tinggi terhadap bencana diharapkan dapat menerapkan standar
penanganan yang baik terhadap dampak bencana alam sehingga dapat mengurangi kerusakan dan
jumlah korban jiwa.
Hal lain yang perlu ditindaklanjuti adalah upaya peningkatan pengetahuan kebencanaan bagi bangsa
Indonesia, baik bencana yang disebabkan oleh faktor alam maupun manusia. Sehingga kebiasaan
yang sekiranya merusak alam dan perilaku negatif lain dapat dihindari melalui peningkatan
kesadaran manusia dan kearifan terhadap alam.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah Indonesia memandang perlu untuk menetapkan
kebijakan baru dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih serius secara terencana,
terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan, yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Berkenaan dengan Penanggulangan Bencana di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah adalah melalui Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang diarusutamakan pada sektor-
sektor pembangunan, seperti misalnya pada sektor pendidikan. Pada semua peristiwa bencana,
Pendidikan merupakan salah satu sektor yang terkena dampaknya, di mana hampir semua murid
usia sekolah dari jenjang PAUD, SD/ MI, SMP/ MTs dan SMA/ MA ataupun SMK/ MAK, dan para guru
serta tenaga kependidikan lainnya terkena dampaknya.

Dampak bencana tersebut menjadi lebih parah jika bencana terjadi pada saat berlangsung kegiatan
belajar-mengajar di sekolah, seperti misalnya pada saat terjadi gempa bumi yang dapat
meruntuhkan bangunan dan benda sekitarnya, dan dapat menimpa dan/ atau menimbun peserta
didik, guru maupun tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan sekolah yang dapat
menjamin keamanan dan keselamatan warga sekolah serta siaga setiap saat termasuk dari ancaman
bencana.

Sejalan dengan semangat untuk melindungi hak-hak anak atas perlindungan, keamanan dan
kelangsungan hidup dan juga hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang berkualitas dan
berkesinambungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud untuk dapat menyebarkan
pengetahuan mengenai pengurangan risiko bencana berikut fasilitas sekolah yang aman dan
manajemen bencana di sekolah, di mana ketiga hal ini merupakan komponen penting untuk
mewujudkan Sekolah/ Madrasah Aman. Penerapan prinsip sekolah/ madrasah aman ini dapat
memberikan dampak besar bagi upaya pengurangan risiko bencana yang pada akhirnya dapat
berdampak pada efisiensi anggaran, dan untuk itu, diperlukan sebuah roadmap untuk mewujudkan
sekolah/ madrasah aman.

Terkait dengan komponen atau pilar Fasilitas Sekolah yang Aman, isu yang menjadi sasaran adalah:
1) Sekolah-sekolah baru adalah sekolah aman, di mana lokasi sekolah relatif aman dari risiko
bencana dan sekolah dibangun dengan menerapkan desain dan konstruksi yang aman terhadap
bencana; dan 2) Sekolah-sekolah lama dikaji ulang – untuk menetapkan prioritas bagi retrofit dan
penggantian.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 2



Untuk komponen atau pilar Manajemen Bencana di Sekolah, isu yang menjadi sasaran adalah
memastikan bahwa Prosedur Operasi Standar sekolah dalam kondisi darurat sudah tersedia dan
dipahami benar oleh komunitas warga sekolah, baik oleh guru, tenaga kependidikan, dan peserta
didik, maupun oleh warga yang berada di lingkungan sekolah, termasuk oleh orang tua peserta didik
maupun walisiswa.
Sedangkan komponen atau pilar Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana, isu yang
menjadi sasaran adalah melakukan integrasi pencegahan dan pengurangan risiko bencana ke dalam
mata pelajaran. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat meningkatkan ketahanan peserta didik,
guru dan tenaga kependidikan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi terhadap kesiapsiagaan
individu maupun masyarakat terhadap bencana.


1.2. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen pasal 28 dan Pasal
31, Pasal 34 ayat 2;
2. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azazi Manusia;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
5. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/
Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah (SMA/MA);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan
Bencana;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan
Lembaga Asing Non pemerintah dalam Penanggulangan Bencana;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, tentang peraturan Pelaksanaan
UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
11. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
12. Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan
Bencana;
13. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana;
14. Surat Edaran Kementerian Pendidikan Nasional Nomor 70a/MPN/SE/2010 tentang
Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah;
15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana;
16. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Layanan Khusus.






Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 3



1.3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini dimaksudkan untuk menjadi rujukan bagi pelaksanaan
Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan:
1. Memberikan dasar hukum pelaksanaan sekolah aman;
2. Memberikan landasan bagi pembagian tugas dan tanggung jawab stakeholder atau
pemangku kepentingan sekolah aman;
3. Memberikan petunjuk, acuan dan pedoman dalam pelaksanaan sekolah aman berdasarkan
pemetaan kebutuhan, ketersediaan anggaran dan ketersediaan sumber daya lainnya.

b. Tujuan
Tujuan dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut:
1) Memberikan acuan dalam penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana sesuai dengan
tiga pilar sekolah aman.
2) Mengefektifkan implementasi penerapan sekolah/ madrasah aman bencana dengan
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana;
3) Mendorong efektifitas kemitraan dan sinergitas penyelenggaraan penerapan sekolah/
madrasah aman dari bencana;
4) Mewujudkan penguatan dan pemberdayaan masyarakat sekolah dalam penerapan sekolah/
madrasah aman dari bencana melalui sharing kapasitas antar stakeholder dan pihak lain di
luar yang terkait, melalui pelatihan/ workshop/ seminar dan praktik-praktik terbaik;
5) Mengevaluasi pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman;
6) Mengidentifikasi lokasi sekolah/ madrasah pada prioritas daerah rawan bencana.


1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini adalah sebagai berikut:
1) Profil Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia yang mencakup Gambaran Umum Pendidikan di
Indonesia, Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia, serta Tantangan dan Kapasitas/
Sumber Daya;
2) Tujuan, Sasaran Strategis, Arah Kebijakan dan Strategi Sekolah/ Madrasah Aman;
3) Kerangka Regulasi, dan Kerangka Pendanaan;
4) Penataan Kelembagaan Sekolah/ Madrasah Aman yang mencakup Kerangka Kelembagaan
Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kemendikbud, Kerangka Kerja Sekretariat Sekolah/
Madrasah Aman Kemendikbud dan Mekanisme Koordinasi (internal dan eksternal);
5) Rencana Aksi dan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman;
6) Sistem Pemantauan dan Evaluasi.


1.5. Prinsip-prinsip Pelaksanaan

Pencapaian target penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan indikatornya yang tertuang
dalam Roadmap ini bersifat multi-sektor dan membutuhkan kerjasama berbagai pihak. Prinsip-
prinsip pokok sekolah/ madrasah aman mendasari kerjasama lintas sektor guna mengupayakan
sinergisitas dalam mewujudkan sekolah/ madrasah aman. Prinsip-prinsip pokok tersebut adalah:


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 4



1) Berbasis Pengurangan Risiko Bencana
Sekolah/ Madrasah Aman ditujukan untuk mengurangi risiko bencana dan memastikan
kenyamanan dan keamanan proses pembelajaran. Dalam hal ini, selain berkontribusi pada
pengurangan risiko bencana geologis, misalnya gempa dan tsunami, kegiatan sekolah/ madrasah
aman juga ditujukan untuk mengurangi risiko bencana yang disebabkan oleh kerusakan
lingkungan, misalnya banjir dan longsor, yang frekuensi kejadiannya semakin meningkat.

2) Inklusif
Penyelenggaran sekolah/ madrasah aman secara aktif melibatkan semua warga sekolah termasuk
warga sekolah penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus.

3) Ramah anak
Kegiatan terkait penerapan sekolah/ madrasah aman diselenggarakan atas dasar kebutuhan,
kemampuan dan partisipasi aktif anak.

4) Pemaduan ke dalam kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan
Keberhasilan penerapan sekolah/ madrasah aman bergantung pada pemahaman, dukungan, dan
praktik berkelanjutan oleh siswa, guru, dan tenaga pendidik. Dengan mempertimbangkan hal
tersebut maka kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman semestinya dipadukan dalam
kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan.




Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 5



BAB II
PROFIL SEKOLAH/ MADRASAH AMAN DI INDONESIA


Pembahasan pada bab ini akan mencakup tiga bagian yaitu gambaran umum pendidikan dan
bencana di Indonesia, perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia dan tantangan
dan kapasitas sumber daya.


2.1. Gambaran Umum Pendidikan dan Bencana di Indonesia

Mengelola pendidikan untuk jumlah penduduk yang besar
Indonesia adalah negara dengan penduduk ketiga terbesar di dunia, di mana mengelola
penduduk dengan jumlah lebih dari 240 juta jiwa tidaklah mudah. Pendidikan warga negara
Indonesia adalah salah satu hal mendasar yang merupakan kewajiban pemerintah di mana
Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat
pendidikan yang layak.

Untuk memenuhi hak terhadap pelayanan pendidikan dasar yang berkualitas, telah
ditetapkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan
bahwa seluruh anak usia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Dalam kenyataannya
sampai tahun 2012 masih terdapat sekitar 2.12% anak usia 7-12 tahun yang tidak
bersekolah, dan demikian pula untuk anak usia 13-15 tahun masih terdapat sekitar 10.48%
yang tidak bersekolah. Masih terdapat kesenjangan partisipasi pendidikan antar daerah,
antara kota dan desa, juga antara penduduk kaya dan miskin.

Dalam rangka peningkatan akses pendidikan menengah yang berkualitas, Pemerintah telah
menetapkan pelaksanaan Wajib Belajar 12 tahun, di mana usia antara 7 sampai dengan 18
tahun diharapkan dapat bersekolah dan menyelesaikan pendidikan 12 tahun. Di tingkat usia
16-18 tahun, masih terdapat sekitar 2 juta anak yang tidak menyelesaikan pendidikan dasar
9 tahun, 100 ribu diantaranya tidak pernah bersekolah, dan terdapat sekitar 1,4 juta lulusan
SMP/MTs yang tak melanjutkan pendidikannya (RPJMN 2015-2019).

Upaya untuk meningkatkan partisipasi pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain ketersediaan fasilitas pendidikan, daya jangkau terhadap fasilitas pendidikan,
keterjangkauan pembiayaan dan kualitas layanan yang disediakan, serta persepsi terhadap
nilai tambah pendidikan.

Dari data jumlah populasi, peserta didik, pendidik dan sekolah berdasarkan kohort usia
sekolah, yaitu pra-sekolah dan TK (0-6 tahun), SD (7-12 tahun), SMP (13-15 tahun),
SMA/SMK (16-18 tahun), dan pendidikan tinggi (19-24 tahun), dengan jumlah peserta didik
60,94 Juta, pendidik 3,973, 498 dan 340.535 sekolah (lihat Tabel 2.1) terlihat perlunya
dilakukan pemetaan terhadap lokasi keberadaan mereka.







Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 6



Tabel 2.1 - Kohort Usia dan Jumlah Penduduk, Peserta Didik, Sekolah dan Guru

PESERTA
USIA PENDUDUK
DIDIK SEKOLAH GURU
(TAHUN) (JUTA)
(JUTA)

0 - 6 28,85 4,05 93.644 386.962

7 - 12 26,59 30,66 169.331 1.923.189

13 - 15 12,94 11,93 45.077 837.017

16 - 18 13,09 8,84 26.896 571.591

19 - 24 25,37 5,36 3.794 238.637


Total 106,84 60,94 340.525 3.973.498
Sumber: Paparan mengenai Sekolah Aman Kemendikbud, Turki, 2014


Mengelola bencana di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan di Bab I, Indonesia adalah salah satu negara dengan wilayah
yang tergolong memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Mulai dari bencana alam
hingga bencana sosial berpotensi terjadi di Indonesia. Bencana alam yang berpotensi terjadi
di Indonesia mulai dari banjir, angin puting beliung, tanah longsor, gunung meletus, tsunami,
dan gempa bumi, dapat terjadi di sepanjang kepulauan Indonesia mulai dari Sabang hingga
Merauke. Perubahan iklim juga dapat menambah frekuensi dan volume bencana selain
karena kondisi geografis Indonesia yang rentan terhadap bencana. Demikian juga dengan
bencana sosial, dengan kemajemukan bangsa Indonesia – mulai dari suku, agama, sosial,
ekonomi, dan politik – juga berpotensi menimbulkan konflik apabila tidak dikelola dengan
baik. Dengan tingkat kerawanan bencana yang tergolong tinggi, maka penting bila wacana
pendidikan kebencanaan dikemukakan dan segera dilakukan. Berbagai bencana silih
berganti menimpa Indonesia, di antaranya gempa bumi dan tsunami di Aceh pada tahun
2004 yang telah memakan korban lebih dari 200.000 jiwa – baik karena meninggal ataupun
korban cedera. Hal ini telah memacu pemerintah untuk mengelola bencana dengan lebih
baik dan dengan persetujuan DPR, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang
No. 24/2007 mengenai Penanggulangan Bencana.

Bencana alam yang dapat memakan korban yang besar selama ini adalah gempa bumi,
tsunami dan longsor1 . Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, 75 persen sekolah-sekolah di
Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Sehingga dapat
dibayangkan bila terjadi bencana, berapa banyak korban jiwa dan kerugian aset sekolah
yang dapat diakibatkan oleh bencana tersebut. Oleh karenanya perhatian perlu diberikan
terhadap sekolah yang berada di lokasi rawan bencana tersebut, beserta dengan peserta
didik dan guru juga tenaga kependidikan yang berada di sekolah tersebut. Diperlukan
pemetaan yang lebih rinci per sekolah mengenai jenis bencana yang sering dan dapat


1
Preliminary Electronic Draft “Landslides” bagian dari “Koenig and Schultz’s Disaster Medicine:
Comprehensive Principles and Practices”, Iain TR Kennedy, David N Petley, and Virginia Murray, Center
for Disaster Medical Sciences, Departments of Emergency Medicine and Public Health, University of
California at Irvine, USA – 2015, www.cdms.uci.edu


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 7

menimpa sekolah mereka, dan juga bekal pengetahuan seperti apa yang perlu diberikan,
serta bagaimana menangani aset sekolah baik gedung maupun peralatannya agar investasi
yang ada ini bisa terselamatkan.

Selain itu, berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (RENAS PB) Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2010 sampai 2014, sedikitnya ada 23
provinsi yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap gempa bumi di Indonesia 2 .
Sedangkan berdasarkan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2015 sampai
2019, terdapat 30 provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori risiko tinggi terhadap
bencana3.

Sebagian besar bangunan sekolah di Indonesia belum didesain aman terhadap gempa,
tsunami, longsor dan gunung meletus, walaupun standar bangunan (peraturan konstruksi/
building code) untuk membangun sekolah sudah tersedia, sehingga peningkatan kesadaran
dan melakukan tindakan kesiapsiagaan perlu dilakukan dengan segera.
Data Bank Dunia4 menyebutkan Indonesia masuk dalam empat besar negara dengan jumlah
sekolah terbanyak di dunia. Ribuan sekolah di Indonesia berada di wilayah dengan risiko
gempa tinggi. Untuk Sekolah Dasar (SD) dari total 144.507, sebanyak 109.401 SD berada di
provinsi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah Luar Biasa (SLB), sebanyak 1.147 sekolah
dari total 1.455 sekolah berada di lokasi dengan risiko gempa tinggi; untuk Sekolah
Menengah Pertama (SMP), sebanyak 18.855 sekolah dari total 26.277 juga berada dalam
risiko gempa tinggi; sedangkan untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), sebanyak 7.237
sekolah dari total 10.239 SMA di Indonesia, juga berada di kawasan dengan risiko gempa
yang cukup tinggi5.

Dari catatan, bencana yang terjadi dalam kurun waktu dasawarsa terakhir telah memakan
korban jiwa dan kerusakan aset sekolah sangat besar. Kualitas proses belajar mengajar di
area yang tertimpa bencana juga sangat terganggu dan bila kondisi gangguan terhadap
proses belajar ini berlangsung lama, maka akan berdampak jangka panjang terhadap peserta
didik. Gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004 telah memakan korban jiwa 120.000
meninggal, 93.088 hilang dan 4.632 luka-luka, dan lebih dari 2.000 gedung sekolah hancur
dan rusak. Sedangkan gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006 telah menghilangkan 5.558
jiwa, dan 26.013 luka-luka, serta sekitar 2.900 sekolah runtuh. Secara keseluruhan dalam
dasawarsa terakhir lebih dari 300.000 jiwa meninggal dan lebih dari 10.000 sekolah terkena
dampak bencana, baik itu rusak berat atau runtuh. Dari hasil inventarisasi sekolah rusak
yang dilaksanakan tahun 2010-2011, untuk bangunan sekolah menengah terdapat lebih dari
40 ribu ruang kelas rusak berat dan lebih dari 80 ribu rusak sedang/ringan; dan untuk
sekolah dasar sekitar 110.598 ruang kelas rusak berat dan 182.500 ruang kelas rusak
sedang/ringan. Menurut data BNPB, dalam 30 tahun terakhir rata-rata sebanyak 289
bencana alam terjadi setiap tahun dengan rata-rata angka kematian diperkirakan 8.000
orang per tahun.

Beberapa kejadian bencana dengan data korban dan kerusakan pada gedung sekolah
terlihat dalam Gambar 2.1 berikut.



2
Renas PB 2010-2014, BNPB, hal. 169, dalam lampiran 4
3
Renas PB 2015-2019, BNPB, hal. 34-36
4
Data Bank Dunia, melalui dokumen Draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman - Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (2014), hal 2
5
Draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman/Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2014)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 8



Gambar 2.1 - Sekolah di Indonesia yang Berisiko terhadap Bencana 2004-2013

Gempa & Tsunami di Aceh Gempa di Sumatera Barat lebih Sekolah tk. menengah:
> 2,000 gedung sekolah rusak dari 2,800 sekolah terdampak, Rusak ringan: 82.892
berat atau hancur dengan lebih dari 40% rusak kelas
berat Rusak berat: 42.428
kelas

2004 2006 2009 2010 2011 2012 2013

Gempa & tsunami di Mentawai, Sekolah dasar:


7 sekolah hancur Rusak ringan:
182.500 kelas
Gempa di Jawa Barat; Rusak berat: 110.598
2,091 sekolah rusak kelas
berat, dengan 35 sekolah
Gempa di Yogyakarta, hancur/ rubuh Gempa di Aceh Tengah &
2,900 sekolah hancur Bener Meriah,
514 sekolah rusak

Catatan: korban jiwa belum termasuk dalam gambar ini.

Oleh karena itu sekolah-sekolah yang terletak di daerah rawan bencana perlu dibekali
dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana, baik dari segi pengetahuan bencana dalam
mata pelajaran, simulasi evakuasi dan juga dari segi struktur bangunan sekolah untuk
mengurangi risiko bencana.


Meningkatkan pengetahuan kebencanaan komunitas sekolah dalam rangka pengurangan
risiko bencana
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2
telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan di daerah bencana yang dituangkan ke dalam
terminologi pendidikan layanan khusus.

Pendidikan kebencanaan mencakup banyak aspek yang penting seputar kebencanaan.
Misalnya pengenalan tentang potensi bencana yang ada di lingkungan sekitar, sejarah
bencana yang pernah terjadi, bentuk antisipasi dalam menghadapi ancaman bencana,
meningkatkan kesadaran terhadap tanda-tanda terjadinya sebuah bencana, dampak
bencana bagi individu, keluarga, dan komunitas, cara penanganan dalam kondisi bencana,
serta cara menyelamatkan diri dari bencana. Bencana dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa
bisa diprediksi sebelumnya, baik itu bencana alam ataupun sosial. Juga perlu dipahami
bahwa tindakan penanganan dan pengurangan risiko bencana akan berbeda-beda untuk
setiap jenis bencana. Melalui pendidikan kebencanaan, tidak berarti risiko dampak bencana
dapat ditekan sehingga sama sekali tidak menimbulkan dampak. Tujuan dan harapan yang
ingin dicapai melalui pendidikan bencana adalah memperkecil risiko dampak bencana.

Pendidikan kebencanaan juga perlu mengantisipasi penanganan bencana yang merupakan
tanggungjawab kita bersama, pemerintah, lembaga kemanusiaan, badan penanganan
bencana, relawan, dan profesional.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 9



Meningkatkan pengetahuan kebencanaan dilakukan melalui pengembangan pengetahuan
guru, peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya. Peningkatan pengetahuan bencana
untuk guru dapat dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan dan/ atau pendampingan dalam
kurun waktu tertentu dan dengan menyediakan bahan-bahan ajar mengenai kebencanaan.
Selain penyediaan bahan ajar, pengajaran teori dan praktik dalam pengurangan risiko
bencana kepada kepala sekolah dan kepada guru perlu diutamakan, sehingga mereka dapat
meneruskannya kepada peserta didik. Praktik simulasi evakuasi dapat dilakukan secara
berkala di sekolah dengan melibatkan seluruh anggota komunitas sekolah.

Pengintegrasian pengetahuan pengurangan risiko bencana (PRB) ke dalam kurikulum
sekolah dapat dilakukan melalui 2 pilihan cara, yaitu; 1) integrasi ke dalam kurikulum yang
berjalan, dengan mengintegrasikan substansi PRB ke dalam mata pelajaran, muatan lokal
dan ekstra kurikuler tertentu, dan 2) membuat kurikulum baru berbasis PRB, yang di
dalamnya terdapat mata pelajaran, muatan lokal dan ekstra kurikuler PRB. Namun demikian,
melihat beratnya beban kurikulum bagi peserta didik saat ini, serta masih minimnya
kapasitas/ kemampuan guru mengenai PRB, maka prioritas pilihan yang lebih
memungkinkan adalah:
1) Mengintegrasikan PRB ke dalam mata pelajaran dari kurikulum yang berjalan (misalnya
pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Matematika, atau Agama),
2) Mengintegrasikan PRB ke dalam muatan lokal dari kurikulum yang berjalan,
3) Mengintegrasikan PRB ke dalam kegiatan ekstra kurikuler dari kurikulum yang berjalan,
4) Menyelenggarakan mata pelajaran PRB untuk muatan lokal di bawah kurikulum baru
berbasis PRB, dan
5) Membuat kegiatan ekstra kurikuler PRB di bawah kurikulum baru berbasis PRB.

Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah, dalam jangka
pendek bertujuan untuk membuat peserta didik merasa aman saat terjadi bencana dan
peserta didik dapat menjadi agen perubahan penyebaran pengetahuan terutama bagi
keluarga mereka dan masyarakat di sekitarnya. Dalam jangka panjang, pengintegrasian ini
bertujuan mempersiapkan anak-anak sebagai generasi mendatang dengan pengetahuan
pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan terhadap bencana untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang tangguh terhadap bencana.

Untuk itulah sekolah selayaknya dapat menjadi tempat yang aman terhadap bencana,
sekaligus menjadi tempat di mana peserta didik mempelajari pengetahuan tentang
penyelamatan diri dan pengetahuan tentang mengurangi dampak bencana. Faktor penting
dan perlu diperhatikan oleh guru adalah langkah proses pembelajaran yang dikembangkan
di kelas dari perencanaan, pelaksanaan, sampai penilaian pembelajaran disesuaikan dengan
kebutuhan terkait materi pengurangan risiko bencana. Karenanya, dibutuhkan guru yang
inovatif, kreatif, aktif, menyenangkan dan tangguh hingga akhirnya membentuk peserta
didik yang berkarakter dan juga tangguh.

Dalam RPJMN dijelaskan mengenai konsep kebencanaan yang terintegrasi, yaitu mengurangi
risiko bencana – menanggulangi bencana secara cepat – membangun kembali masyarakat
dan lingkungan terdampak bencana. Dengan landasan konsep penanggulangan bencana
tersebut, isu strategis yang terkait dengan kawasan rawan bencana adalah:
1) Kesadaran dan pemahaman terhadap risiko bencana dan kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana;
2) Sistem peringatan dini di tingkat hulu dan hilir;
3) Pengarusutaman Pengurangan Risiko Bencana (PUPRB) di seluruh sektor pembangunan;
4) Standar Pelayanan Minimum (SPM) penanggulangan bencana;

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 10



5) Koordinasi pelaksanaan penanganan darurat dan pemulihan pasca bencana, termasuk
perencanaan, enganggaraan dan monitoring; dan
6) Pedoman Rencana Tata Ruang wilayah yang berbasis pengurangan risiko bencana.


Fasilitas sekolah yang aman dari bencana
Sekolah merupakan sarana tempat proses belajar mengajar berlangsung di mana jumlah dan
kondisi sekolah dapat mempengaruhi aksesibilitas/ keterjangkauan peserta didik untuk
bersekolah. Dari tabel 2.2 dapat dilihat gambaran kondisi Sekolah/ Ruang Kelas menurut
inventarisasi yang dilakukan Kemendikbud pada tahun 2011-2012. Data kondisi rusak
sekolah di bawah ini bukan hanya karena bencana, tapi inventarisasi menyeluruh termasuk
sekolah-sekolah yang dibangun pada tahun 1970 sampai dengan 1980 dalam program
Sekolah Inpres.

Tabel 2.2 – Kondisi ruang kelas sekolah (2012 – 2013)
KONDISI RUANG KELAS
SD SMP SMA/SMK
RUSAK RUSAK RUSAK RUSAK RUSAK RUSAK
BAIK RINGAN BERAT BAIK RINGAN BERAT BAIK RINGAN BERAT


427,042 188,338 170,083 78,608 21,416 169,465 142,814 13,067 5,000

Sumber: referensi data dari Kemendikbud (Rembuknas 2013)

Tabel 2.3 – Rekapitulasi Program Bantuan Rehabilitasi Ruang Belajar SMP
tahun anggaran 2012, 2013, dan 2014

Rehab Sedang Rehab Berat Jumlah Nominal


No Tahun
(Ruang) (Ruang) Sekolah (Rp)

1 2012 13,302 18,390 11,760 2,253,690,000,000


2 2013 1,570 165 793 85,500,000,000
3 2014 2,535 300 994 141,075,000,000
TOTAL 17,407 18,855 13,547 2,480,265,000,000
Sumber: Presentasi Kemendikbud dalam Technical Workshop on Safe School, Tokyo, 19-20
Maret 2015

Terlihat dalam dua tabel di atas bahwa ruang kelas SMP dengan kondisi rusak berat yang
telah diinventarisasi pada tahun 2012-2013 jauh lebih banyak dari pada jumlah ruang kelas
yang dapat diprogramkan untuk direhabilitasi setiap tahunnya antara tahun 2012-2014.
Belajar dalam kondisi bangunan sekolah yang rusak sangat membahayakan keselamatan
peserta didik dan tenaga kependidikan lainnya selama jam sekolah berlangsung.





Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 11



Gambar 2.2 – Rehabilitasi ruang kelas rusak berat tingkat SD/ SMP

Rehabilitasi Ruang Kelas Rusak Berat SD/SMP
…menjamin pemenuhan standar pelayanan minimal dalam pembelajaran…
Capaian Utama 2012:
Merehabilitasi >110 ribu ruang kelas rusak berat SD dan SMP negeri dan swasta
Status : 29 Januari 2013

SD: 79.941 Ruang Kelas SMP: 30.287 Ruang Kelas


1-25 Persen 26-50 Persen
2,566 1-25 Persen
3.21% 6,257 450 26-50 Persen
7.83% 1.48%
100 Persen 175
0.58%
26,848
51-75 Persen
33.58% 9,428 51-75 Persen
11.79% 750
2.47%
Kemajuan Fisik Kemajuan Fisik
100 Persen
28,100 76-99 Persen
76-99 Persen 92.46%
915
34,842
3.01%
43.58%

Total Anggaran Rp. 5.544.4 M Total Anggaran Rp. 2.190.5 M


Terdapat sasaran baru sebanyak 12.000 ruang yang
direhabilitasi mulai Oktober 2012 dengan menggunakan
anggaran optimalisasi dan efisiensi


Sumber: Presentasi Kemdikbud, Rembuknas 2013.

Pemahaman mengenai ‘building code’ atau standar bangunan (peraturan konstruksi) dan
pemahaman mengenai bencana masih kurang, di mana hal ini berakibat pada pemilihan
lokasi sekolah yang seadanya (tanpa mempertimbangkan aspek keamanan terhadap risiko
bencana) dan kualitas konstruksi yang masih sangat rendah. Dalam periode sampai dengan
tahun 2000 situasi ekonomi Indonesia masih kurang kuat, di mana pembiayaan
pembangunan sekolah masih ditentukan dari pusat karena masih tersentralisasi dan masih
sedikit anggaran yang dialokasikan untuk operasi dan pemeliharaan bangunan dan fasilitas
sekolah, sehingga kondisi sekolah yang sudah kurang baik sering dibiarkan sampai benar-
benar rusak berat. Namun demikian akses terhadap pendidikan dasar terus meningkat
secara siknifikan dan pendaftar terus bertambah.

Pada tahun 1999 sistem pemerintahan melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti peraturan pembagian urusannya pada tahun
2000, memutuskan kewenangan pengelolaan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama diberikan kepada Kabupaten/ Kota, dan kemudian pada tahun 2005 biaya
operasional sekolah (BOS) diserahkan ke satuan pendidikan/ sekolah.

Beberapa tahun kemudian, kebijakan pengelolaan BOS ini diikuti dengan kebijakan
pelaksanaan rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru (USB) yang dikelola
oleh satuan pendidikan sendiri (swakelola). Terjadi pro dan kontra pada awal
pelaksanaannya karena dinilai kepala sekolah tidak mempunyai kemampuan teknis tentang
perbaikan/ pembangunan sekolah, namun waktu terus berjalan dan telah membuktikan
bahwa banyak bangunan sekolah yang dibangun secara swakelola ternyata memiliki kualitas
lebih baik dari pada yang dibangun oleh pihak ketiga dengan sistem pelelangan. Dengan
membangun secara swakelola, tingkat partisipasi masyarakat menjadi lebih tinggi dalam
membantu pembangunan/ rehabilitasi sekolah, sehingga sering terjadi bahwa anggaran
yang tadinya misalkan dialokasikan untuk 2 ruang kelas, ternyata dapat menjadi 3 ruang
kelas atau ditambah perbaikan tempat sanitasi. Namun memang tidak semua upaya

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 12



membangun secara swakelola ini berhasil, karena ada sebagian kecil yang juga menghadapi
masalah, antara lain karena komitmen yang kurang.

Pendataan sekolah rusak di atas telah dilanjutkan dengan kebijakan pemerintah untuk
merehabilitasi dan membangun baru sekolah yang rusak total secara bertahap. Program ini
dilakukan secara nasional secara menyeluruh antara 2012-2014 secara bertahap dan masih
berlanjut sampai sekarang secara terbatas.

Program rehabilitasi nasional dan pembangunan unit sekolah baru ini memberi peluang agar
pekerjaan rehabilitasi juga menerapkan prinsip-prinsip sekolah aman, terutama untuk
daerah yang rawan bencana. Cara pengelolaan baik melalui lelang pihak ketiga atau
swakelola dimungkinkan bagi penerapan Sekolah/ Madrasah Aman ini. Untuk itu, pedoman
teknis yang sesuai dengan sumber dana yang disediakan perlu memuat cara-cara dan teknik
penerapan sekolah aman bencana. Mengikuti cara sosialisasi yang dilakukan, teknis
penerapan sekolah aman juga dapat dilakukan melalui pemberian bimbingan teknis yang
merupakan bagian dari sosialisasi ataupun pelatihan rutin yang dilakukan setiap tahun oleh
Kemendikbud.

Selain kondisi rusak ringan, sedang dan berat, juga ada sekolah yang rusak total, oleh karena
itu program pembangunan Unit Sekolah Baru juga mencakup sekolah-sekolah yang rusak
total. Pembangunan Unit Sekolah Baru untuk meningkatkan akses belajar SMP akan dapat
meningkatkan jumlah lulusan SD yang dapat tertampung dalam sekolah lanjutan pertama
sehingga program wajib belajar 9 tahun dapat tercapai. Saat ini sudah mulai diterapkan
program wajib belajar 12 tahun di mana seluruh lulusan sekolah menengah pertama dapat
tertampung semua dalam sekolah lanjutan atas.

Pelatihan terhadap konsultan perencana dan pengawas telah dilakukan, atau untuk
swakelola biasanya dapat menggunakan fasilitator untuk mendampingi pembangunan.
Biasanya sekolah membentuk panitia pembangunan sekolah yang dipimpin oleh Kepala
Sekolah, didampingi guru, orang tua murid (Komite Sekolah) dan/ atau ahli yang kompeten
yang dipilih, yang bisa saja berasal dari daerah tersebut atau dari daerah sekitarnya.
Pembangunan SMP sudah melakukan pendampingan dengan menggunakan fasilitator. Pada
tahun 2015, Direktorat Pembinaan SMP telah melakukan pelatihan sekolah aman terhadap
sekitar 100.000 orang (modul pelatihan sudah tersedia).

Pada tahun 2015 yang sama, Direktorat Pembinaan SD menargetkan untuk dapat
merehabilitasi 9.811 ruang kelas yang masuk dalam kategori rusak sedang dan rusak berat
dengan anggaran sebesar Rp 751,2 M. Untuk bangunan SD baru, pada tahun 2014 Direktorat
Pembinaan SD telah membangun 15 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 17,28 M dan
pada tahun 2015 sebanyak 17 bangunan SD baru dengan anggaran Rp 22,84 M.

Pelaksanakan percontohan/ uji coba terhadap sekolah aman secara struktural telah
dilakukan terhadap 180 sekolah di tiga provinsi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jawa
Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan didampingi oleh fasilitator yang menjadi
kunci keberhasilan uji coba sekolah aman pada tahun 2012. Komitmen Kepala Sekolah
menjadi kunci utama pelaksanaan Sekolah Aman, di mana mayoritas Kepala Sekolah dan
Komite Sekolah dari daerah percontohan tersebut senang mendapat ilmu baru mengenai
Sekolah Aman dan dapat menerapkannya dalam pelaksanaan rehabilitasi sekolah
(pembangunan rehabilitasi sekolah percontohan dibiayai dengan DAK 2012).

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 13



Pada kegiatan pemetaan risiko bencana sekolah akan dilakukan ‘overlay’ (penumpukan atau
pelapisan) peta letak sekolah menurut koordinat letak sekolah dan peta daerah rawan
bencana yang terbaru yang dikeluarkan oleh BNPB - di mana kegiatan ini sudah mulai
dilakukan per tahun 2015. Pemetaan ini akan mempertimbangkan jumlah peserta didik, guru
dan tenaga kependidikan lainnya di sekolah karena mereka dapat menjadi potensi risiko
bencana. Selain itu informasi mengenai sekolah rusak di peta risiko bencana tersebut akan
dapat dipakai untuk menentukan prioritas sekolah mana saja yang perlu direhabilitasi
terlebih dahulu, setelah melewati pengkajian dan verifikasi melalui sistem yang perlu
diciptakan secara efektif dan efisien. Kegiatan ini merupakan bagian awal dari pekerjaan
dalam rangka mewujudkan sekolah aman di masa depan.


Menjaga keberlangsungan dan kualitas proses belajar mengajar selama terjadinya
bencana – Pendidikan di Masa Darurat
Peningkatan kapasitas penanggulangan bencana pada tahap tanggap darurat sudah
dilaksanakan sejak lama oleh Kemendikbud melalui Unit Layanan Khusus tingkat SD, SMP,
SMA/ SMK untuk merespon kondisi darurat dengan memberikan pelayanan pendidikan di
daerah bencana. Yang sudah berjalan adalah pemindahan tempat belajar, bisa dengan
mendirikan tenda, atau memindahkan ke sekolah lain atau ke fasilitas umum lain,
menyediakan bahan ajar, dan menyediakan perlengkapan proses belajar mengajar. Yang
terpenting adalah untuk menjaga agar proses belajar mengajar tetap dapat berlangsung
dengan tetap memprioritaskan keselamatan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan
lain sehingga mereka tidak terpapar pada risiko dampak bencana lebih lanjut. Harapan di
masa mendatang adalah memastikan bahwa kualitas proses belajar mengajar di masa
darurat dapat selalu ditingkatkan agar peserta didik tidak kehilangan haknya untuk
mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pendidikan jarak jauh bagi
daerah yang terisolasi juga sudah mulai dapat dilakukan.

Di samping itu, seringkali dalam kondisi kedaruratan, dibutuhkan bantuan koseling
(psikososial) untuk mengatasi guncangan mental peserta didik, guru maupun tenaga
kependidikan yang terdampak. Untuk isu ini, Kemendikbud sudah mulai menyediakan
pendampingan berupa konseling untuk setiap jenjang pendidikan bekerja sama dengan
pihak-pihak lain, misalnya Perguruan Tinggi, NGO/ LSM, dll.

Saat ini, BNPB sedang merencanakan “Sister City” untuk bencana, di mana untuk daerah
yang terkena bencana, unit pelayanan umum dapat bekerjasama dengan unit pelayanan di
kota lain yang telah mempunyai komitmen sebagai sister city, terutama untuk pendidikan.
Sekolah di daerah bencana akan diperbolehkan menggunakan fasilitas sekolah yang terdapat
di sister city yang ditunjuk, misalnya dengan menggunakan sekolah pada sore hari. Sebagai
contoh, kebijakan ini sudah mulai dilakukan terlebih dahulu oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Magelang6.


6
walaupun bukan dengan menggunakan konsep sister city melainkan konsep kerjasama antar sekolah
yang berada di kecamatan yang berbeda.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 14



2.2. Perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia

Berbagai kejadian bencana yang sudah digambarkan pada Gambar 2.1, selain telah
menimbulkan korban jiwa, juga telah menghancurkan banyak sekolah dan madrasah (serta
fasilitas umum lainnya seperti rumah sakit).
Gempa di Samudera Hindia dan tsunami yang menimpa Aceh pada tanggal 26 Desember
2004 (dan juga melanda Srilanka, India, Thailand, Maldives, dan Somalia), telah merusak
2.240 sekolah7; kemudian gempa 2006 yang melanda Jawa Tengah dan Yogyakarta telah
merusak 3.920 sekolah8; gempa 2009 di Jawa Barat (2 September 2009) telah merusak 981
sekolah9; sementara gempa 2009 di Sumatera Barat (30 September 2009) telah merusak
270.000 bangunan termasuk lebih dari 3.500 ruang kelas, 85 rumah sakit dan fasilitas
kesehatan10.
Dampak bencana ini akan menjadi lebih besar dan berpotensi untuk menimbulkan lebih
banyak korban jiwa jika bencana ini terjadi pada saat jam sekolah, seperti misalnya gempa
yang melanda Sumatera Barat pada tahun 2009 yang merengut banyak jiwa peserta didik.

Namun, gempa bumi bukan satu-satunya kejadian bencana yang dapat menghancurkan
bangunan sekolah, karena ancaman bencana lain seperti tsunami, longsor, banjir, angin
kencang (misalnya puting beliung), dan kebakaran juga merupakan bencana yang sering
terjadi di Indonesia.

Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) dan Bank Dunia, ternyata 75 persen sekolah-sekolah di Indonesia
teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Menurut penelitian ini juga,
frekuensi dari terjadinya gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir dan tanah longsor
terus meningkat, serta banyak memakan korban dan merusak bangunan termasuk gedung
sekolah. Sekolah yang rentan terhadap bencana tidak saja meningkatkan risiko keamanan
terhadap peserta didik, para guru dan tenaga kependidikan lain, namun juga dapat
mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah tersebut.

Pada bulan April 2010 di Filipina dilakukan kampanye “Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit
Aman” (One Million Safe Schools and Hospital Campaign) secara global yang diprakarsai oleh
UN International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) yang bertujuan untuk membuat
agar sekolah dan rumah sakit aman terhadap bencana. Kampanye global ini ditujukan untuk
meningkatkan keselamatan dari 1 juta sekolah dan rumah sakit, di mana konstruksi
bangunan yang buruk, tidak adanya atau kurangnya pelatihan keselamatan, serta kurangnya
peralatan kedaruratan dapat meningkatkan jumlah kematian akibat gempa bumi dan
bencana lain. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik dan
memobilisasi sumber daya untuk berbagai tugas, mulai dari memperbaiki dan merenovasi
bangunan, hingga pindah ke lokasi yang lebih aman jika diperlukan; untuk membeli
perangkat keselamatan seperti alat pemadam kebakaran dan peralatan pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K). Inisiatif ini merupakan bagian dari Kampanye Global
Sekolah Aman 2006-2007 (2006-2007 Global Campaign on Safe Schools) dan juga Kampanye
Global Rumah Sakit Aman 2008-2009 (2007-2008 Global Campaign on Safe Hospitals).


7
http://www.disasterwatch.net/TsunamiFacts_archive.html
8
Preliminary Damage and Loss Assessment, Yogyakarta and Central Java Natural Disaster, A joint
report BAPPENAS, the Provincial and Local Governments of D.I. Yogyakarta, the Provincial and Local
Governments of Central Java, and international partners, June 2006
9
Earthquake devastates Indonesia’s West Java province - World Socialist Web Site, 5 September 2009
10
http://www.unisdr.org/archive/14779

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 15



Pada bulan Juli 2010, Indonesia – melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (pada
waktu itu masih bernama Kementerian Pendidikan Nasional) dan Kementerian Kesehatan –
bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit Aman dan memberikan
komitmen untuk meningkatkan keamanan dari 3.156 sekolah dan 105 Rumah Sakit sebagai
bagian dari keterlibatan Indonesia terhadap kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit
Aman. Para pejabat tinggi dari tiga kementerian – Kementerian Koordinator Kesejahteraan
Rakyat, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – yang juga
didampingi oleh Kepala BNPB, meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit
Aman, di mana kampanye ini diorganisir bersama antara BNPB dan Platform Nasional bagi
Pengurangan Risiko Bencana (Planas PRB). Di acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa ribuan sekolah akan mentaati standar
sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat
kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam kampanye ini.


Inisiatif Sekolah/ Madrasah Aman di Indonesia

1. Juli 2010: Indonesia bergabung dalam kampanye Satu Juta Sekolah dan Rumah Sakit
Aman dan meluncurkan Kampanye Nasional Sekolah dan Rumah Sakit Aman. Dalam
acara ini, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berjanji untuk memastikan bahwa
ribuan sekolah akan mentaati standar sekolah aman, dan beliau juga mendorong dinas
pendidikan di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/ kota untuk berpartisipasi dalam
kampanye ini.

2. Desember 2010: Seminar Nasional Sekolah Aman, yang diselenggarakan oleh Plan
International Indonesia bekerjasama dengan Kemendiknas, BNPB dan UNESCO.

3. 2010-2011: Kemendikbud melakukan Pemetaan Sekolah berbasis GIS (geographic
information system) dan pemantauan yang dilakukan dengan mengintegrasikan data
sekolah dan Sistem Informasi dan Manajemen Pendidikan (EMIS) untuk mengumpulkan
data mengenai sekolah, yang kemudian dikategorikan menjadi rusak berat/ hancur, rusak
sedang (rusak namun masih bisa diperbaiki), dan rusak ringan (dapat diperbaiki dengan
mudah).

4. 2011: BNPB menyusun peta risiko bencana, yang didukung oleh Bank Dunia berdasarkan
permintaan dari Kemendikbud, untuk mengidentifikasi sekolah-sekolah yang berlokasi di
daerah rawan bencana di mana kemudian sekolah-sekolah ini akan mendapat prioritas
untuk direhabilitasi dan/ atau direkonstruksi. Pengkajian ini mengindikasikan bahwa 75%
sekolah di Indonesia ternyata berlokasi di daerah rawan bencana (terutama gempa
bumi).

5. 18 Februari 2011: BNPB dengan didukung oleh Kemendikbud, Kementerian PU (Cipta
Karya), BPPT – Kementerian Negara Riset dan Teknologi, BAPPENAS, Planas PRB, Kerlip,
Plan Indonesia, UNESCO Jakarta, dan PPMB ITB menerbitkan “Panduan Teknis
Rehabilitasi Sekolah Aman dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2011”.

6. 25 Agustus 2011: Sekretariat Nasional Sekolah Aman dibentuk. Sekretariat Nasional ini
langsung berada di bawah Wakil Menteri Kemendikbud dan dikelola oleh Perkumpulan
Kerlip (sebuah LSM Indonesia), dan didanai oleh Bank Dunia.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 16



Pada tahun 2013, Sekretariat Nasional Sekolah Aman ini diserahterimakan kepada BNPB
dan antara tahun 2013-2014 BNPB membuat draft Blue Print Sekretariat Nasional
Sekolah Aman.

7. September 2011: Berdasarkan hasil pemetaan, Kemendikbud meluncurkan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Sekolah dan kegiatan ini ditargetkan untuk bisa terselesaikan di
akhir tahun 2012. Untuk program ini, Kemendikbud telah mengalokasikan Rp 17,4
Triliun11 melalui DAK dan APBN yang dikelola oleh Kemendikbud. Kementerian Agama
juga melakukukan kegiatan yang sama bagi rehabilitasi madrasah, dan Kemenag
mengalokasikan Rp 3 Triliun untuk kebutuhan ini. Program Rehabilitasi Sekolah ini
merupakan amanat yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang
Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang
dikoordinasikan melalui Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4).
Sejak Gerakan Nasional Rehabilitasi Sekolah ini diluncurkan, Pemerintah Indonesia telah
mengalokasikan DAK sekitar 7,4 Triliun per tahunnya di luar APBN, yang secara khusus
dialokasikan bagi rehabilitasi dan konstruksi sekolah. DAK ini ditransfer langsung ke
pemerintah daerah.

8. Mei 2012: BNPB mengeluarkan Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Dari
Bencana (Perka 4/2012) dan pedoman ini diluncurkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan didampingi BNPB pada peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2
Mei 2012.

9. Mei 2012: Kemendikbud dan BNPB melaksanakan percontohan/ uji coba terhadap lebih
dari 200 sekolah aman (2012 – 2013), dengan dukungan dari Bank Dunia (GFDRR dan
BEC-TF), Plan Indonesia, dan mitra-mitra lainnya di 6 provinsi: Provinsi Sumatera Barat,
Provinsi Kalimantan Timur, DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah,
Provinsi NTB dan Provinsi NTT. Proyek percontohan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah
yang sebelumnya telah menerima DAK Pendidikan di tahun 2012. Selain itu, Kementerian
Agama juga mengimplementasikan sekolah/ madrasah aman di 17 provinsi12.

10. Oktober 2012: Indonesia menjadi tuan rumah acara 5th Asian Ministerial Conference for
Disaster Risk Reduction (AMCDRR) yang dilaksanakan di Yogyakarta, di mana terdapat
tiga kegiatan bertemakan Sekolah Aman, yaitu:
• Sesi pre-konferensi “Sharing Experiences of Safe Schools and Hospitals”;
• Sesi Khusus “Global Program for Safe Schools and Hospitals” – di mana Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan bersama pejabat tinggi UNISDR langsung mengawal
dialog ini;
• Sesi tambahan (side event) “Children’s Participation on Safe School”.
Untuk kedua sesi pertama di atas, Kemendikbud berperan sebagai tuan rumah dengan
dukungan dari GFDRR/ Bank Dunia, sementara sesi ketiga didukung oleh Plan Indonesia.
Deklarasi Yogyakarta sebagai hasil dari acara 5th AMCDRR dan disetujui oleh Kepala
Negara, Menteri, dan Kepala Delegasi dari negara-negara Asia dan Pasifik, menghimbau
para pemangku kepentingan PRB untuk:


11
Pada tahun 2011, pemerintah telah menggelontorkan dana senilai Rp 1,597 triliun untuk
merehabilitasi 21.500 ruang kelas/belajar rusak berat. Tahun 2012 ini, telah disiapkan dana sebesar
Rp 15,822 triliun untuk merehabilitasi 173.344 ruang kelas/belajar rusak berat. Diambil dari
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-rehabilitasi-sekolah
12
Direktori Penerapan Sekolah Aman dari Bencana sampai 2013, BNPB, 2013

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 17



(i) berpartisipasi penuh dalam konsultasi menuju pasca Agenda Pembangunan 2015
dan pasca Kerangka PRB 2015;
(ii) mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi
perubahan iklim (API) di tingkat lokal ke dalam rencana pembangunan nasional;
(iii) melakukan kajian risiko finansial terhadap bencana dan pendanaan terhadap risiko
(asuransi) di tingkat lokal;
(iv) memperkuat tata kelola risiko dan kemitraan di tingkat lokal;
(v) membangun ketangguhan masyarakat/ komunitas lokal;
(vi) mengidentifikasikan langkah-langkah akuntabilitas bagi pelaksanaan kerangka PRB
pasca 2015 yang lebih efektif, komitmen politis untuk melaksanakannya di semua
tingkatan, kesadaran, pendidikan dan akses public terhadap informasi;
(vii) membangun dan menjaga kapasitas serta mandat hukum pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, dan sector swasta untuk mengintegrasikan PRB ke dalam
perencanaan penggunaan lahan dan ke dalam pembangunan infrastruktur yang
tahan terhadap bencana; dan
(viii) mengimplementasikan isu-isu lintas sektoral, seperti misalnya kerentanan sosial-
ekonomi dan keterpaparannya, jender, disabilitas serta keragaman budaya.

11. 2012-2013: Australia Education Partnership with Indonesia (AEPI) membantu
Kemendikbud dalam membuat model konstruksi sekolah berbasis masyarakat dan
membangun 764 sekolah aman baru di 28 provinsi.

12. 2013: BNPB menerbitkan Direktori Sekolah Aman dalam kaitannya dengan
diterbitkannya Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman Bencana.

13. Oktober 2013: Terdapat dua acara terkait Sekolah Aman yang dilakukan pada Peringatan
Bulan PRB di Provinsi NTB: 1) Kunjungan untuk melihat implementasi sekolah aman di
SDN 1 Telagawaru, Kabupaten Lombok di mana proyek ini didanai oleh GFDRR/ World
Bank; 2) Seminar Sekolah Aman, yang diorganisir oleh Save the Children.

14. 2013-2014: BNPB melakukan beberapa pertemuan/ workshop untuk menyusun dan
kemudian untuk memfinalkan Blue Print Sekretariat Sekolah Aman. Namun hingga
Oktober 2014, Blue Print ini belum difinalkan.

15. Juni 2014: Kemendikbud membentuk Sekretariat Penanggulangan Bencana bidang
Pendidikan (Sekretariat PB Kemendikbud) dengan tujuan: 1) meningkatkan upaya-upaya
penanggulangan bencana bidang pendidikan (tahap kesiapsiagaan, tahap tanggap
darurat (atau respons), dan tahap pemulihan) untuk periode 2014-2015; 2) untuk
menyusun kebijakan, strategi, dan rencana aksi 2015-2019 terkait program
penanggulangan bencana bidang pendidikan; dan 3) untuk meningkatkan koordinasi
institusi terkait penanggulangan bencana bidang pendidikan, baik koordinasi internal
(antara Unit Utama Kemendikbud) maupun koordinasi eksternal (dengan Kementerian/
Lembaga lainnya, NGO/ LSM, Badan PBB, lembaga donor, dll.). Melalui wadah Sekretariat
Penanggulangan Bencana Kemendikbud ini, implementasi sekolah aman menjadi lebih
kuat.

16. 22-26 Juni 2014: Kemendikbud mengikuti kegiatan 6th AMCDRR di Bangkok. Pada acara
ini, Kemendikbud memaparkan pelajaran yang diambil (lessons learned) dari pelaksanaan
Pilar 1 Sekolah Aman yaitu Fasilitas Sekolah Aman.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 18



17. Oktober 2014: Saat pelaksanaan kegiatan Peringatan Bulan PRB di Bengkulu, BNPB
secara resmi menyerahkan Sekretariat Nasional Sekolah Aman kembali kepada
Kemendikbud.

18. 30-31 Oktober 2014: Kemendikbud mengikuti First Meeting of Safe School Country
Leaders, yang diadakan di Istanbul, Turki, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud
memaparkan pencapaian dan kemajuan dari implementasi sekolah aman di Indonesia.

19. 4-7 November 2014: Kemendikbud mengikuti Regional Consultative Meeting on
Education and Resilience in East Asia and the Pacific: Programmes and Policies that
Promote Social Cohesion and Comprehensive School Safety yang diadakan di Quezon
City, Filipina, di mana pada kesempatan ini Kemendikbud memaparkan kebijakan praktik
yang baik (good practice) terkait ketahanan/ ketangguhan (resilience) terhadap bencana
alam dan perubahan iklim.

20. Januari - Juni 2015: Penyusunan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif yang
merefleksikan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif: 1) Fasilitas Sekolah Aman,
2) Manajemen Bencana di Sekolah, dan 3) Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan
Risiko.
Terdapat beberapa tahapan dalam menyusun modul-modul standar ini:
(1) Desk study review atau penelaahan terhadap kebijakan serta materi lain terkait
Sekolah Aman yang sudah tersedia, baik yang dikeluarkan oleh Kemendikbud,
Kemenag, BNPB, NGO/ LSM ataupun Badan PBB, dan lembaga donor. Hasil yang
diharapkan dari kegiatan desk study review ini adalah tersusunnya sebuah katalog
kebijakan dan perangkat bagi ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif.
(2) Penyusunan modul standar Sekolah Aman berdasarkan hasil desk study review.
Kebijakan, materi dan perangkat yang sudah dikumpulkan tersebut kemudian
dikompilasi berdasarkan ketiga pilar Sekolah Aman yang Komprehensif, yang
diharapkan dapat mendukung rencana Kemendikbud untuk membekali fasilitator
(Sekolah Aman yang Komprehensif) dengan pengetahuan terkait sumber daya yang
tersedia, di mana mereka kemudian akan memfasilitasi pelatihan bagi guru.
Kemendikbud berencana untuk mencetak modul standar tadi dan
mendistribusikannya kepada fasilitator Sekolah Aman yang Komprehensif.
(3) Pemaparan modul standar Sekolah Aman yang Komprehensif kepada Unit Utama
Kemendikbud dan juga para pemangku kepentingan bidang pendidikan.
Saat sedang penyusunan modul standar Sekolah Aman ini, Plan Indonesia menawarkan
Kemendikbud untuk membantu menyusunkan panduan fasilitator Sekolah Aman yang
Komprehensif, di mana hal ini akan dilakukan melalui Program ASEAN Safe School
Initiative (ASSI) – untuk Indonesia, Program ASSI dilaksanakan bersama oleh Plan
Indonesia, Save the Children dan World Vision. Sampai saat ini, panduan fasilitator masih
dalam tahap penyempurnakan untuk kemudian rencananya akan diujicobakan.

21. 23-24 Februari 2015: Kemendikbud mengikuti technical meeting on the Istanbul
Roadmap for the Worldwide Initiative for Safe Schools (WISS) yang diadakan di Jenewa,
Swiss, di mana pada kegiatan ini Kemendikbud memaparkan capaian implementasi
Sekolah Aman yang Komprehensif di Indonesia.

22. 14-18 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti 3rd UN Conference on Disaster Risk
Reduction (WCDRR) yang diselenggarakan di Sendai, Jepang. Di konferensi ini,
Pemerintah Indonesia berkomitmen bagi: 1) implementasi Worldwide Initiative on Safe
Schools (WISS), terutama melalui penyusunan rencana aksi bagi sekolah aman; dan 2)

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 19



untuk memastikan tercapainya alokasi 20% APBN tahunan bagi pendidikan (dan bagi
sekolah aman).

23. 19-20 Maret 2015: Kemendikbud mengikuti Technical Workshop on Safer School
Facilities yang diadakan di Tokyo, Jepang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh GFDRR13/
World Bank dan merupakan bagian dari Global Program for Safe School (GPSS) yang
diluncurkan oleh GFDRR. Kegiatan ini dihadiri oleh negara-negara yang direncanakan
akan terlibat dalam GPSS, termasuk Indonesia yang diwakili Kemendikbud.

24. 19-22 Mei 2015: Kemendikbud mengikuti World Education Forum 2015 di Incheon,
Korea Selatan, di mana Kemendikbud memaparkan kemajuan pelaksanaan Sekolah Aman
di Indonesia.

25. Mei - September 2015: Penyusunan Roadmap Sekolah Aman. Awalnya, pada bulan Mei
dilakukan kegiatan untuk memfinalkan draft Blue Print Sekretariat Sekolah Aman, namun
dalam kesempatan ini peserta kegiatan menyadari bahwa diperlukan penyusunan
kebijakan dan perencanaan sekolah aman yang lebih luas sehingga akhirnya kegiatan
diubah menjadi penyusunan draft 0 dari Roadmap Sekolah Aman di mana di dalamnya
terdapat kelembagaan sekolah aman yang membahas mengenai Sekretariat Sekolah
Aman.
Setelah dokumen Roadmap Sekolah Aman ini difinalkan maka tahap selanjutnya adalah
melakukan serah terima Sekretariat Nasional Sekolah Aman secara formal kepada
Direktorat Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah.

26. 29-30 September 2015: Konferensi Nasional Sekolah Aman 2015 di Jakarta - dengan
tema “Mewujudkan Komitmen Sekolah Aman Bencana dalam Pelaksanaan Sendai
Framework for Disaster Risk Reduction”, yang diikuti oleh Kemendikbud, BNPB, Kemenag,
KemPPA, Kemdagri, KemPUPR, DPRD, Pemerintah Provinsi, Kota dan Kabupaten, Ormas
Keagamaan, Konsorsium Pendidikan Bencana, Peserta Didik, Guru dan Tenaga
Kependidikan, Perusahaan, Media Massa, Perguruan Tinggi, dan Kwartir Nasional
Pramuka. Peserta secara bersama mendeklarasikan untuk:
a. Memastikan seluruh pengampu kebijakan, penyelenggara lembaga pendidikan, guru,
pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik memahami pengurangan risiko
bencana;
b. Memperkuat manajemen risiko bencana pada lembaga pendidikan;
c. Mendorong peningkatan investasi dalam Pengurangan Risiko Bencana untuk
Ketangguhan pada Lembaga Pendidikan;
d. Meningkatkan kesiapsiagaan bencana di sekolah/ madrasah/ lembaga pendidikan
untuk respon yang efektif, dan mengelola proses pemulihan, rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana dengan prinsip “membangun kembali dengan lebih baik”;
e. Mendorong peran serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Ristek dan Dikti,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, DPR RI, DPRD,


13
GFDRR – Global Facility for Disaster Reduction and Recovery

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 20



Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Penyelenggara Pendidikan, Media Massa dan
Lembaga Usaha dalam:
1) Bidang Perencanaan dan Penganggaran:
- Menyusun Perencanaan dan Anggaran dalam Penerapan Sekolah/ Madrasah
Aman dari bencana dalam jangka panjang, menengah, maupun rencana
tahunan.
- Merumuskan dan mengembangkan kebijakan dan anggaran, program,
panduan, strategi dan mekanisme pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah
Aman dari bencana.
- Melakukan monitoring dan evaluasi terkait standar pelayanan minimum
pendidikan pada masa darurat.
- Mengembangkan SNI Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana terintegrasi
dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu.
2) Bidang Sosialisasi, Advokasi, dan Kerjasama:
- Memperkuat koordinasi dan sosialisasi Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman
dari bencana di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/ kota terkait
penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana yang terintegrasi dengan
Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu.
- Melakukan koordinasi, sosialisasi, advokasi, dan kerjasama dengan forum anak,
asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga masyarakat di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/ kota, dan desa.
- Mengupayakan peningkatan keterpaduan dan sinkronisasi pembangunan,
retrofitting, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah/ madrasah sesuai dengan
indikator/SNI Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana.
3) Pusat Data dan Informasi, Monev dan Pelaporan:
- Menyampaikan data dan informasi tentang Sekolah/ Madrasah Aman dari
bencana yang terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan
Bermutu;
- Menganalisis data terkait penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana;
- Mengkoordinasikan dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi dalam
penerapan dan perkembangan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana yang
terintegrasi dengan Gerakan Sekolah Ramah Anak, Inklusif, dan Bermutu,
termasuk pada masa darurat;
- Menyusun Laporan Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana;
- Menyusun Sistem Informasi yang dapat memenuhi indikator SNI, akreditasi,
dan sertifikasi Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana.

27. 16-18 Oktober 2015: Peringatan Bulan PRB di Solo – dari tiga working session yang
terdapat di acara ini, terdapat satu working session (Working Session #2) yang
membahas tentang Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana (Safe Schools). Dalam sesi
tersebut dikemukakan tantangan penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana
yaitu di antaranya: 1) Kondisi geografis yang telah menimbulkan banyak bencana;
2) Realisasi komitmen Pemerintah Indonesia, sebagai safe school leader yang telah
disampaikan dalam UNWCDRR 2015; 3) Belum maksimalnya pemerintah dalam
mengimplementasikan pelaksanaan penggunaan anggaran pendidikan sebesar 20%
untuk memperbaiki sarana dan prasarana sekolah yang rusak, serta belum adanya
suatu standar mengenai sekolah aman, sehingga dibutuhkan standar nasional
Indonesia [SNI] sehingga setiap pelaku bisa merujuk kepada standar tersebut.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan seperti: 1) Beratnya beban kurikulum siswa; 2)
Kurangnya pemahaman guru mengenai bencana; 3) Kurangnya kapasitas dan keahlian

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 21



guru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; 4) Minimnya panduan, silabus dan
materi ajar yang terdistribusi dan dapat diakses oleh guru; 5) Terbatasnya
sumberdaya (tenaga, biaya dan sarana); 6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan
prasarana pada umumnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada analisis masalah
dampak lingkungan [AMDAL] dan konstruksi aman; serta 7) Belum tersedianya
institusi dan peraturan daerah (perda) mengenai pengelolaan bencana di tingkat
kabupaten.

Rekomendasi tindak lanjut dalam pertemuan ini antara lain:
1) Penyebarluasan paradigma baru penanggulangan bencana secara umum dan
secara khusus tentang konsep dan praktik sekolah/ madrasah aman;
2) Komitmen pemrograman, penganggaran, implementasi/ pelaksanaan, serta
monitoring/ pemantauan dan evaluasi yang terstruktur, terukur, dan berdayaguna;
3) Perlunya strategi untuk mengoptimalkan sumberdaya yang ada dalam upaya
integrasi pengurangan risiko bencana kedalam sistem pendidikan;
4) Penyelesaian penyusunan Roadmap Sekolah Aman Nasional 2015-2020
5) Pengembangan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi Sekolah Aman dengan
indikator yang jelas dan dapat diterapkan, termasuk simbol-simbol bencana;
6) Menyempurnakan pusat data dan menyusun sistem informasi dengan
mengintegrasikan data terkait sekolah aman;
7) Pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam pendidikan yang dapat
memenuhi indikator SNI, sertifikasi dan akreditasi Sekolah Aman Bencana;
8) Pelibatan Pramuka sebagai agen pendidikan pengurangan risiko bencana yang
secara aktif melakukan penilaian mandiri terhadap sekolah-sekolah yang terletak di
kawasan ancaman bencana.

28.Oktober - Desember 2015: BNPB memfasilitasi Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman
Bencana di 10 sekolah pada 10 kabupaten/ kota. Kegiatan ini bertujuan antara lain:
1) membangun budaya siaga, budaya aman dan budaya pengurangan risiko
bencana di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana
oleh warga sekolah secara terencana, terpadu dan terkoordinasi dengan
pemanfaatan sumber daya yang tersedia dalam rangka memberikan
perlindungan kepada peserta didik, guru dan masyarakat sekolah dari ancaman
dan dampak bencana
2) Menyebarluaskan dan mengembangkan pengetahuan kebencanaan ke
masyarakat luas melalui jalur pendidikan sekolah
3) Mengembangkan program Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana.
Adapun lokasi penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana meliputi:
1. Kabupaten Aceh Utara
2. Kabupaten Pasaman Barat
3. Kota Bengkulu
4. Kabupaten Bandung
5. Kabupaten Badung
6. Kabupaten Minahasa Selatan
7. Kota Bima
8. Kota Ternate
9. Kota Ambon
10. Kota Gorontalo
Aktivitas kunci penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana meliputi:
1) Sosialisasi dan Pelatihan untuk Aparatur dan Legialatif
2) Pelatihan Kepala Sekolah, guru, Komite Sekolah dan pelatihan pemerintah desa

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 22



3) Pelatihan untuk siswa
4) Workshop Penyusunan Kajian Risiko Bencana
5) Workshop Penyusunan Rencana Aksi dan Tim Siaga Bencana
6) Workshop Penyusunan SOP kedaruratan sekolah, peta jalur evakuasi, rambu
evakuasi, titik kumpul
7) Menyusun media publikasi sekolah
8) Pra pelaksanaan dan pelaksanaan gelar dan simulasi
9) Workshop Rencana Tindak Lanjut

29. Oktober - November 2015: BNPB memfasilitasi penerapan Sister-School pada daerah
rawan bencana di Kabupaten Sleman. Sister School adalah komitmen bersama antara
2 (dua) sekolah dalam upaya pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan dan
kedaruratan di sekolah, serta merupakan pengembangan/ modifikasi dari aktivitas
sekolah siaga bencana dan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana. Aktivitas kunci
implementrasi Sister School meliputi:
1) Pembentukan tim siaga bencana
2) Melakukan kajian ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko
3) Membuat rencana kontinjensi
4) Sosialisasi dan pelatihan
5) Membuat peta dan papan jalur evakuasi
6) Membuat media komunikasi, edukasi dan informasi tentang PRB
7) Melakukan simulasi bencana
8) Memasukan PRB dalam kegiatan ekstrakulikuler
9) Penandatangan nota kesepahaman anatara sekolah terdampak dan sekolah
penyangga
Implementasi Sister School adalah keinginan untuk memberikan suasana belajar
mengajar yang nyaman dan layak bagi siswa didik yang sekolahnya terkena dampak
dari bencana, sehingga proses belajar mengajar dapat tetap berjalan dengan efektif,
yakni dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di lokasi sekolah yang tidak
terdampak bencana atau sekolah penyangga. Lokasi antar sekolah diupayakan agar
tidak jauh dari tempat pengungsian. Dalam Sister School terdapat beberapa butir
kesepakatan antar pihak untuk kerjasama dalam penyelengaraan kegiatan belajar
mengajar, kesepakatan penggunaan sarana dan prasarana pendidikan serta
kesepakatan proses evakuasi siswa. Diharapkan melalui penerapan konsep Sister
School di daerah rawan bencana dapat mengurangi risiko bencana yang timbul
khususnya dalam bidang pendidikan, sehingga para siswa tetap dapat memperoleh
haknya untuk mengenyam pendidikan secara baik dan layak walaupun sedang dalam
kondisi bencana.
10 pasang sekolah di Kabupaten Sleman, yaitu 10 sekolah terdampak dan 10 sekolah
penyangga, telah melakukan penandatanganan nota kesepakatan yang
merupakan paseduluran (persaudaraan) sekolah dalam penanggulangan bencana.

30. November 2015: Adaptasi Metodologi Visual Inventory for Surveying and Upgrading
Safety (VISUS), yang diujicobakan di 60 sekolah di Indonesia, kerjasama Kemendikbud,
UNESCO, dan ITB untuk digunakan sebagai instrumen pilar 1 bagi penilaian struktur,
sarana dan prasarana sekolah aman.




Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 23



Keterlibatan peserta didik dalam kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman
Secara khusus keterlibatan peserta didik dalam kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman antara
lain:
• Peserta didik tingkat SMK terlibat dalam penilaian (atau pengkajian) struktur gedung
sekolah, dan kemudian dilakukan pelatihan bagi peserta didik dan guru SMK Bangunan
agar dapat menerapkan prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman melalui retrofitting
atau perkuatan. Pelatihan juga diberikan bagi peserta didik tingkat SMK yang bukan
berasal dari daerah percontohan sebagai bentuk dari diseminasi pengetahuan sekolah
aman.
• Perencanaan Sekolah/ Madrasah Aman di masa depan dalam bentuk perancangan,
pembuatan model dan maket, terutama untuk aspek struktural.
• Keterlibatan perwakilan dari Organisasi Sekolah (OSIS) dalam KBKS (Komite Bencana dan
Keselamatan Sekolah).
• Peserta didik juga dilatih untuk mengenali berbagai bencana melalui pelajaran yang
sudah terintegrasi isu-isu pengurangan risiko bencana, melalui buku-buku dan materi
bahan ajar, brosur, kompetisi menggambar, kegiatan cerdas cermat dan melalui lagu-lagu
• Peserta didik diperkenalkan dengan simbol-simbol evakuasi, jalur evakuasi serta titik
kumpul.
• Peserta didik terlibat aktif dalam simulasi evakuasi, termasuk mengintegrasikan peran
anak pada kegiatan Palang Merah Remaja dan Pramuka.
• Beberapa peserta didik tingkat SMK dan guru SMK Bangunan mendapatkan pelatihan dan
sertifikasi dari UNESCO terkait dengan penggunaan metodologi VISUS penilaian struktur,
sarana dan prasarana sekolah aman.



2.3. Tantangan dan Kapasitas Sumber Daya Pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman

Secara umum tantangan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman adalah:
• Mengelola jumlah yang sangat besar karena 45% dari total penduduk Indonesia (240
juta jiwa) berusia antara 0 – 24 tahun, dan Indonesia memiliki 61 juta peserta didik, 3,9
juta guru dan 340.000 bangunan sekolah.
• Dalam meningkatkan skala program (scaling up) – desentralisasi pendidikan
memberikan kewenangan bagi pemerintah kabupaten/ kota untuk mengelola dan
mengontrol kebijakan dan strategi pendidikan di daerahnya.
• 75% sekolah berlokasi di daerah yang rawan bencana – dan mayoritas sekolah dasar
dibangun pada tahun 1980-an di mana aspek pengurangan risiko bencana belum
diperhatikan sehingga upaya rehabilitasi dan pembangunan sekolah baru perlu
diprioritaskan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sekolah aman.
• Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/ kota.
• Kurangnya upaya pemantauan (monitoring) dan evaluasi, sebagai contoh kepatuhan
terhadap kebijakan sekolah aman. (Catatan: kebijakan sudah ada di tingkat nasional).
• Terdapat lebih dari 25.620 sekolah percontohan yang sudah melaksanakan upaya-upaya
sekolah aman, sebagian besar adalah dalam hal non-struktural. Namun meningkatkan
skala program masih menjadi tantangan yang besar. Evaluasi terhadap sekolah
percontohan harus dilakukan sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan
sertifikasi.
• Memperkuat kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait dalam
mengarusutamakan inisiatif Sekolah/ Madrasah Aman dalam masa transisi pemerintahan
baru.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 24



• Menindaklanjuti komitmen Pemerintah sebagaimana telah disampaikan di acara
UNWCDRR di Sendai pada bulan Maret 2015. Di mana upaya melaksanakan komitmen ini
merupakan tantangan bersama dalam mewujudkan sekolah aman berikut target-target
yang ingin dicapai.
• Memasukkan program Sekolah/ Madrasah Aman ke dalam Rencana Strategis
Kemendikbud dan Kementerian/ Lembaga terkait lainnya, seperti Kementerian Agama,
BNPB, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Kementerian Dalam
Negeri sehingga menjadi referensi dalam perencanaan turunan yang lebih rinci dan
terutama agar pemerintah daerah dapat menjadikannya sebagai acuan, serta agar
Rencana Strategis ini dapat melengkapi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di daerah.
• Mengevaluasi peraturan terkait dengan Sekolah/ Madrasah Aman (Perka BNPB No. 4
Tahun 2012), serta pedoman teknis lainnya yang terkait dengan bangunan sekolah/
bangunan tahan bencana (KemenPUPERA) dan pedoman teknis untuk rehabilitasi sekolah
dan pembangunan unit sekolah baru agar selaras dengan sumber pembiayaannya, serta
menyempurnakannya bilamana diperlukan agar sesuai dengan perkembangan yang
terjadi.
• Melembagakan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman secara formal untuk
mengkoordinasikan kementerian yang terkait (Kemendikbud, BNPB, Kemenag,
Kemendagri, Bappenas) dan seluruh kegiatan pemangku kepentingan terkait Sekolah/
Madrasah Aman, serta menentukan mekanisme kerja antar pemangku kepentingan pusat
dan daerah.
• Mensinergikan program Sekolah/ Madrasah Aman dengan program rehabilitasi
sekolah/ ruang kelas dan program pembangunan unit sekolah baru yang sumber
pembiayaannya berasal dari APBN, DAK, Dana LPDP dan APBD, agar pekerjaan
rehabilitasi sekolah dan pembangunan unit sekolah baru dipastikan sudah menerapkan
prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman dan memberikan prioritas untuk sekolah-
sekolah yang terletak di daerah rawan bencana.
• Meningkatkan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan Sekolah/ Madrasah
Aman yang terintegrasi dalam sistem pemantauan/ monitoring di Kemendikbud berikut
penyempurnaannya sesuai dengan kebutuhan, serta mekanisme pemberian pengakuan
terhadap sekolah yang sudah melaksanakan Sekolah/ Madrasah Aman.
• Peningkatan partisipasi masyarakat yang lebih luas, dalam hal ini termasuk juga
keterlibatan dunia industri dan peran anak dalam upaya penanggulangan bencana
maupun Pengurangan Risiko Bencana di sektor Pendidikan.


Tantangan terkait kapasitas dan sumber daya dalam pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman:
• Pemahaman Sekolah/ Madrasah Aman antar unit kerja di Kemendikbud masih dapat
ditingkatkan (sebagai contoh: seringkali undangan dihadiri oleh orang yang berbeda
sehingga kesinambungan tentang pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman tidak terjadi
atau belum dipahami secara mendalam).
• Koordinasi program Sekolah/ Madrasah Aman dalam rangka pengurangan risiko
bencana di sekolah dengan Kementerian/ Lembaga lainnya, yaitu Kemenag,
Kemendagri, BNPB, Bappenas dan Kemenkeu masih kurang terjadi dan perlu diperkuat.
• Fasilitasi Sekolah/ Madrasah Aman bagi daerah perlu disinergikan ke dalam sosialisasi
pedoman teknis rehabilitasi dan rekonstruksi sekolah, dalam bentuk kunjungan
fasilitasi, pemberian pelatihan yang terstruktur, pelaksanaan percontohan/ uji coba, dll.
• Melanjutkan acara tahunan Sekolah/ Madrasah Aman (misalnya Jambore Sekolah
Aman, lomba-lomba pengurangan risiko bencana seperti melukis, poster) di tingkat
nasional.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 25



• Melanjutkan pembentukan dan pengembangan “Sister-School” pada lokasi sekolah-
sekolah yang rawan bencana.
• Melanjutkan dukungan kepada provinsi dan kabupaten/ kota untuk mengembangkan
rencana kontinjensi daerah yang sudah memasukkan sektor pendidikan di dalamnya.
• Melanjutkan upaya kolaborasi dengan pihak-pihak lain termasuk dengan sektor dunia
usaha dan kelompok-kelompok penggalang dana. Rehabilitasi dan/ atau pembangunan
gedung sekolah baru yang didukung oleh sektor dunia usaha juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan pedoman yang ada.
• Membuat arah kebijakan yang jelas mengenai dana rehabilitasi ruang kelas yang
bersumber dari APBN, DAK, Dana LPDP dan APBD karena keterbatasan dana, sehingga
perlu diputuskan apakah sebaiknya rehabilitasi ditujukan bagi perbaikan sekolah secara
keseluruhan ataukah perbaikan per ruang kelas secara bertahap.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 26



BAB III
TUJUAN DAN SASARAN SEKOLAH AMAN


Rumusan tentang tujuan dan sasaran Sekolah/ Madrasah Aman adalah untuk menggambarkan
ukuran-ukuran terlaksananya roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini.

3.1. Tujuan Strategis Sekolah/ Madrasah Aman

Tujuan strategis Sekolah/ Madrasah Aman tahun 2015-2019 adalah sebagai berikut:

NO TUJUAN STRATEGIS
T1 Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dari risiko kematian dan cedera di
sekolah.
T2 Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan yang aman terhadap bencana.
T3 Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (fase tanggap darurat
hingga fase pemulihan).
T4 Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam menghadapi bencana melalui pendidikan.

Penjelasan dari masing-masing tujuan strategis yang akan dicapai dalam periode 2015-2019 adalah
sebagai berikut:

1. Tujuan Strategis 1: Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan dari risiko
kematian dan cedera di sekolah.
Dalam rangka membangun bangsa yang tangguh terhadap bencana dan mengambil pelajaran
dalam menanggulangi bencana, Pemerintah dengan persetujuan DPR telah menerbitkan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini disusun
dengan menggunakan paradigma bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara
terencana, terpadu dan terkoordinasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Undang-
undang ini telah memberi mandat pada pemerintah untuk memberikan perlindungan pada
masyarakat dari ancaman bencana, sebagai wujud dari pengejawantahan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945.

Pengurangan risiko bencana merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007, sebagai upaya proaktif dalam mengelola bencana. Pada bulan Desember Tahun 2003,
Majelis Umum Perserikan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan
Dekade Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan mulai Tahun 2005-2014, di bawah kordinasi
UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai
masalah inti. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
32 ayat 2, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi
pendidikan layanan khusus, yakni pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau
terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/ atau mengalami bencana alam, bencana
sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

2. Tujuan Strategis 2: Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor pendidikan yang aman
terhadap bencana.
Gedung sekolah dan madrasah adalah salah satu fasilitas umum yang rentan terhadap dampak
dari bencana alam dan konflik sosial. Berbagai peristiwa telah menyebabkan banyak sekolah dan
madrasah yang rusak atau hancur. Dampak tersebut menjadi lebih parah dan berpotensi
memakan banyak korban jika bencana terjadi pada jam sekolah, seperti ketika gempa bumi di
Padang pada tahun 2009 yang menelan korban banyak peserta didik.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 27



Berdasarkan hasil pemetaan bencana yang dilakukan oleh BNPB dan Bank Dunia, 75% sekolah-
sekolah di Indonesia teridentifikasikan berada di kawasan berisiko bencana. Menurut penelitian
ini juga, frekuensi dari bencana-bencana gempa bumi, tsunami, gunung berapi, banjir dan tanah
longsor terus meningkat, serta memakan korban yang banyak dan merusakkan gedung-gedung
termasuk gedung sekolah.

Sekitar 40 juta peserta didik di Indonesia rentan terhadap bencana gempa bumi. Sekolah yang
rentan bencana tidak saja meningkatkan risiko keamanan terhadap peserta didik dan para guru,
namun juga dapat mempengaruhi kelancaraan proses belajar mengajar di sekolah/ madrasah
tersebut.

Untuk itu, peningkatan kualitas sarana prasarana sekolah/ madrasah yang aman terhadap
bencana menjadi hal yang harus diprioritaskan.

3. Tujuan Strategis 3: Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana (fase
tanggap darurat hingga fase pemulihan).
Ketika peserta didik berada di luar sekolah untuk jangka waktu yang lama, maka tingkat putus
sekolah meningkat dan memberikan dampak negatif seumur hidup. Dan hal ini juga diikuti oleh
angka pengangguran. Diperlukan rencana khusus untuk memastikan agar penyediaan pendidikan
bagi peserta didik dapat dilakukan secepat mungkin setelah bencana terjadi. Hal ini terutama
berlaku bagi sekolah-sekolah yang menghadapi bahaya berulang seperti banjir tahunan ataupun
bencana asap. Kalendar yang fleksibel, lokasi sekolah alternatif, ruang belajar sementara,
pengiriman paket tugas pekerjaan rumah, penyampaian bahan pelajaran melalui media radio dan
televisi hanyalah beberapa alternatif kreatif untuk memastikan bahwa pendidikan terus
berlanjut. Di tahap pasca-bencana, peserta didik juga perlu berpartisipasi dalam upaya
pemulihan, dan perlu memiliki waktu untuk mengikuti berbagai kegiatan psikososial untuk
membantu proses penyesuaian diri terhadap kehilangan yang terjadi secara mendadak di dalam
hidup mereka

4. Tujuan Strategis 4: Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam menghadapi bencana
melalui pendidikan.
Penanggulangan bencana bukan lagi ranah negara belaka melainkan telah menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan juga individu. Dalam hal ini,
komunitas sekolah – baik peserta didik, guru, tenaga kependidikan dan masyarakat di sekitar
sekolah – memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan pengetahuan dan keterampilan, sehingga
harapan bahwa komunitas sekolah menjadi panutan dalam melakukan pencegahan bencana
menjadi tinggi. Keberhasilan mitigasi bencana merupakan salah satu ujian utama terhadap
keberhasilan pendidikan yang diberikan dari generasi ke generasi.

Ketangguhan sebuah komunitas – baik komunitas sekolah maupun komunitas yang lebih luas –
merupakan sebuah proses yang tidak akan berhenti, melainkan akan terus berkembang dan
berevolusi untuk memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah.

Keterlibatan dalam upaya penanggulangan risiko bencana di lingkungan rumah, sekolah dan di
masyarakat merupakan cara terbaik untuk mempelajarinya. Pengurangan risiko bencana
merupakan isu lintas-disiplin dan merupakan contoh yang sempurna dari kekuatan pembelajaran
tematik untuk segala tingkatan usia dan kemampuan. Tema manajemen bencana sekolah dapat
diperkenalkan di kegiatan upacara sekolah. Guru dapat mengintegrasikan tema-tema
kebencanaan ke dalam mata pelajaran. Peserta didik dapat terlibat melalui kegiatan
ekstrakurikuler, melalui forum perwakilan murid (misalnya OSIS), dll. Pengalaman belajar dan
pengalaman untuk terlibat ini dapat menjadi sebuah contoh di lingkungan rumah dan di

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 28



lingkungan masyarakat setempat, dan diharapkan dapat menjangkau anggota masyarakat yang
paling rentan, yang pada akhirnya dapat berkontribusi kepada budaya aman dan sadar bencana
yang dapat diteruskan kepada generasi di masa yang akan datang.


3.2. Sasaran Strategis Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman

Untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman, diperlukan
sejumlah sasaran strategis yang menggambarkan kondisi yang dicapai pada tahun 2019. Ditetapkan
indikator untuk mengukur apakah sasaran strategis dapat mengkonfirmasi tujuan yang akan dicapai
di masa depan (2019). Sasaran strategis untuk tingkat ketercapaian masing-masing tujuan adalah
sebagai berikut.

1. Terwujudnya tujuan strategis 1 (T1): Pelindungan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan
dari risiko kematian dan cedera di sekolah, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis
dengan arah kebijakan sebagai berikut:

NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan
SS1 Peserta didik, guru, dan tenaga Pengembangan potensi peserta didik, guru,
kependidikan memiliki pengetahuan dan dan tenaga kependidikan yang tangguh
mampu mempraktikkan keterampilan dalam menghadapi bencana.
terkait kesiapsiagaan bencana Pengintegrasian pengurangan risiko
bencana dalam kurikulum dan/ atau proses
pembelajaran yang aksesibel dan inklusif
bagi semua warga komunitas sekolah.

SS1 merupakan sasaran pencapaian tujuan satu (T1) dengan fokus pada peningkatan
pengetahuan hingga menjadi budaya sadar bencana. Pencapaian SS1 ini didukung oleh arah
kebijakan pengembangan potensi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan yang tangguh
dalam menghadapi bencana serta arah kebijakan pengintegrasian pengurangan risiko bencana
dalam kurikulum dan/ atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga
komunitas sekolah.

Arah kebijakan untuk mengimplementasikan sekolah aman terkait dengan sasaran strategis 1
(SS1) adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Melakukan pemetaan risiko bencana di lingkungan sekolah.
2. Melakukan identifikasi kebutuhan perangkat keselamatan di lingkungan sekolah berdasarkan
jenis risiko bencana yang terdapat di lingkungan sekolah.
3. Memanfatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan
dan ketahanan terhadap bencana.
4. Mengembangkan model integrasi pengurangan risiko bencana (PRB) dalam kurikulum dan/
atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah.
5. Meningkatkan kapasitas guru dan tenaga kependidikan terkait integrasi PRB dalam kurikulum
dan/ atau proses pembelajaran.
6. Mempraktikkan integrasi pengetahuan dan keterampilan PRB dalam proses pembelajaran di
sekolah.
7. Mengidentifikasi warga komunitas sekolah yang memiliki hambatan untuk mengakses
pengetahuan dan mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 29



2. Terwujudnya tujuan strategis 2 (T2): Peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor
pendidikan yang aman terhadap bencana, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan
arah kebijakan sebagai berikut:

NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan
SS2 Pemenuhan sarana dan prasarana di Penerapan standar dan pengawasan sarana
sekolah sesuai kriteria sekolah aman dan prasarana sekolah aman dalam
bencana pembangunan, rehabilitasi maupun
rekonstruksi sekolah.

SS2 merupakan sasaran pencapaian tujuan dua (T2) dengan fokus untuk meningkatkan
keselamatan peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan saat masih berada di lingkungan
sekolah. Pencapaian SS2 ini didukung oleh arah kebijakan penerapan standar dan pengawasan
sarana dan prasarana sekolah aman dalam pembangunan, rehabilitasi maupun rekonstruksi
sekolah.

Arah kebijakan untuk mengimplementasikan sekolah aman terkait dengan sasaran strategis 2
(SS2) adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Melakukan penguatan regulasi terkait pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan
prasarana yang aman terhadap bencana.
2. Membangun, merehabilitasi dan merekonstruksi sarana dan prasarana pendidikan yang aman
terhadap bencana serta melakukan perawatan secara menerus terhadap sarana dan
prasarana.
3. Menerapkan sistem penilaian dan pengakuan terhadap pemenuhan sarana dan prasarana
sesuai standar bangunan sekolah/ madrasah aman.
4. Melakukan pemantauan dan evaluasi sarana dan prasarana sekolah/ madrasah.


3. Terwujudnya tujuan strategis 3 (T3): Kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam
situasi bencana (fase tanggap darurat hingga fase pemulihan), ditandai dengan tercapainya
sasaran strategis dengan arah kebijakan sebagai berikut:

NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan
SS3 Penyelenggaraan pendidikan yang Penguatan kapasitas kelembagaan terkait
mendukung proses pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi
pemulihan peserta didik, guru dan tenaga bencana.
kependidikan dalam situasi bencana. Peningkatan koordinasi dan sinergi
Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan
Provinsi, Kabupaten/ Kota serta pemangku
kepentingan kebencanaan untuk menjamin
kesinambungan penyelenggaraan
pendidikan dalam situasi bencana.

SS3 merupakan sasaran pencapaian tujuan tiga (T3) dengan fokus menjaga agar proses belajar
mengajar tidak mengalami hambatan dan agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan dapat
terlaksana. Pencapaian SS3 ini didukung oleh arah kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan
terkait penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, serta peningkatan koordinasi dan
sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota serta pemangku
kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam
situasi bencana.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 30



Arah kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan terkait penyelenggaraan pendidikan dalam
situasi bencana, adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Menyusun SOP/ Prosedur Tetap (Protap) penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana
di tingkat dinas pendidikan provinsi, kabupaten/ kota dan satuan pendidikan.
2. Melakukan penganggaran sektor pendidikan berperspektif kebencanaan.
3. Menyusun model Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam situasi bencana.

Arah kebijakan peningkatan koordinasi dan sinergi Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi,
Kabupaten/ Kota serta pemangku kepentingan kebencanaan untuk menjamin kesinambungan
penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana, adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Melakukan penguatan mekanisme koordinasi Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman dengan
lembaga terkait kebencanaan di pusat dan daerah.
2. Melakukan penguatan tatakelola, transparansi, akuntabilitas penyelenggaraan
penanggulangan bencana di sektor pendidikan.
3. Melaksanakan Penilaian Mandiri Sekolah/ Madrasah Aman.


4. Terwujudnya tujuan strategis 4 (T4): Penguatan ketangguhan komunitas sekolah dalam
menghadapi bencana melalui pendidikan, ditandai dengan tercapainya sasaran strategis dengan
arah kebijakan sebagai berikut:

NO Sasaran Strategis Arah Kebijakan
SS4 Pendidik dan tenaga kependidikan, serta Pengarusutamaan informasi dan
peserta didik yang mampu mengelola pengetahuan pengurangan risiko bencana
risiko dan beradaptasi dalam menghadapi dalam penyelenggaraan pendidikan.
ancaman bencana. Pengupayaan penurunan tingkat risiko
bencana di tingkat satuan pendidikan.

SS4 merupakan sasaran pencapaian tujuan empat (T4) dengan fokus menjaga agar proses belajar
mengajar tidak mengalami hambatan dan agar hak anak untuk mendapatkan pendidikan dapat
terlaksana. Pencapaian SS4 ini didukung oleh arah kebijakan pengarusutamaan informasi dan
pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan pendidikan, serta
pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan.

Arah kebijakan pengarusutamaan informasi dan pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam
penyelenggaraan pendidikan, adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan dalam mendiseminasikan kemampuan
penanggulangan bencana kepada komunitas sekolah.
2. Melakukan penguatan regulasi dan pengawasan integrasi pengurangan risiko bencana dalam
penyelenggaraan pendidikan.
3. Menggiatkan simulasi Protap penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana.

Arah kebijakan pengupayaan penurunan tingkat risiko bencana di tingkat satuan pendidikan,
adalah dengan strategi sebagai berikut:
1. Mendorong dan menumbuhkan budaya sadar bencana di tingkat komunitas sekolah.
2. Menyediakan dan memperluas akses informasi kebencanaan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan warga komunitas sekolah.
3. Melakukan penataan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah aman bencana.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 31



BAB IV
KERANGKA REGULASI


Dalam rangka membangun bangsa yang tangguh terhadap bencana dan mengambil pelajaran dalam
menanggulangi bencana, Pemerintah dengan persetujuan DPR telah menerbitkan Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang ini disusun dengan
menggunakan paradigma bahwa penanggulangan bencana harus dilakukan secara terencana,
terpadu dan terkordinasi dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Undang-undang ini telah
memberi mandat pada pemerintah untuk memberikan perlindungan pada masyarakat dari ancaman
bencana, sebagai wujud dari pengejawantahan Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945.

Pengurangan risiko bencana merupakan bagian penting dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun
2007, sebagai upaya proaktif dalam mengelola bencana. Pada bulan Desember 2003, Majelis Umum
Perserikan Bangsa-Bangsa telah mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade
Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan yang dimulai pada tahun 2005 hingga 2014, di bawah
kordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai
masalah inti. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 32 ayat 2, juga telah diakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi
pendidikan layanan khusus, yakni pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang terpencil, dan/ atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.

Untuk menghadapi peningkatan ancaman bencana dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap
komunitas warga sekolah serta sarana dan prasarana sekolah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan telah menerbitkan Surat Edaran Mendiknas Nomor 70a/MPN/SE/2010 yang ditujukan
kepada Gubernur, Walikota/ Bupati di seluruh Indonesia yang berisi permohonan untuk
memperhatikan penyelenggaraan penanggulangan bencana melalui pelaksanaan strategi
pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di sekolah.
Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana adalah sekolah/ madrasah yang menerapkan standar sarana
dan prasarana serta budaya yang mampu melindungi warga sekolah dan lingkungan di sekitarnya
dari bahaya bencana. Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana terutama didasarkan pada
pertimbangan sebagai berikut:
(1) Mengurangi gangguan terhadap kegiatan pendidikan, sehingga memberikan jaminan kesehatan,
keselamatan, kelayakan termasuk bagi anak berkebutuhan khusus, kenyamanan dan keamanan
di sekolah dan madrasah setiap saat;
(2) Tempat belajar yang lebih aman memungkinkan identifikasi dan dukungan terhadap bantuan
kemanusiaan lainnya untuk anak dalam situasi darurat sampai pemulihan pasca bencana;
(3) Dapat dijadikan pusat kegiatan masyarakat dan merupakan sarana sosial yang sangat penting
dalam memerangi kemiskinan, buta huruf dan gangguan kesehatan;
(4) Dapat menjadi pusat kegiatan masyarakat dalam mengkoordinasi tanggap dan pemulihan setelah
terjadi bencana;
(5) Dapat menjadi rumah darurat untuk melindungi bukan saja populasi sekolah/ madrasah tapi juga
komunitas di mana sekolah itu berada.




Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 32



Pada periode 2015—2019, Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman akan memiliki target untuk merevisi
dan menyusun regulasi baru. Berikut adalah beberapa regulasi/ petunjuk teknis yang sudah
teridentifikasi untuk direvisi atau disusun.

Arah Kerangka Regulasi dan/ Urgensi Pembentukkan Berdasarkan Evaluasi
NO
atau Kebutuhan Regulasi Regulasi Eksisting, Kajian, dan Penelitian
1 Mendorong penyempurnaan/ Isu Sekolah/ Madrasah Aman belum masuk di
revisi UU No. 24 Tahun 2007 dalam UU
tentang Penanggulangan
Bencana
2 Perka BNPB No. 4 tahun 2012 Hanya mencakup bencana gempa dan tsunami,
sehingga perlu memasukkan jenis bencana yang
lain.

3 Menyusun Permendikbud Belum adanya payung hukum serta pedoman bagi


Sekolah/ Madrasah Aman penyelenggaraan Sekolah/ Madrasah Aman.
berikut instrumennya

4 Surat Keputusan Menteri Belum adanya Sekretariat Nasional Sekolah/


Pendidikan dan Kebudayaan Madrasah Aman.
terkait Sekretariat Nasional
Sekolah/ Madrasah Aman

5 Surat Edaran Menteri Diharapkan agar Dinas Pendidikan tingkat provinsi


Pendidikan dan Kebudayaan maupun tingkat kabupaten/ kota dapat memiliki
kepada Kepala Daerah terkait Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman.
pembentukan Sekretariat
Sekolah/ Madrasah Aman
tingkat Propinsi/ Kabupaten/
Kota

6 Penyusunan Juknis BOS dan Juknis BOS dan DAK ini akan menjadi acuan bagi
DAK yang mendukung Sekolah/ penyelenggaraan kegiatan Sekolah/ Madrasah
Madrasah Aman Aman.

7 Permendikbud tentang Diharapkan Permendikbud ini bisa menjadi acuan


pengalokasian anggaran bagi pengalokasian anggaran terkait implementasi
Sekolah/ Madrasah Aman kegiatan Sekolah/ Madrasah Aman.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 33



BAB V
PENATAAN KELEMBAGAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN

5.1. Kerangka Kelembagaan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman

Kerangka kelembagaan adalah perangkat kementerian yang meliputi struktur organisasi,
ketatalaksanaan, dan pengelolaan aparatur sipil negara. Kerangka kelembagaan disusun dengan
tujuan antara lain:
1) meningkatkan koordinasi pelaksanaan bidang-bidang pembangunan sebagaimana terdapat dalam
RPJMN sesuai dengan fungsi dan visi/ misi Kemendikbud;
2) membangun struktur kelembagaan yang tepat fungsi dan ukuran untuk menghindari duplikasi
fungsi dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
dalam melaksanakan program-programnya; dan
3) memperjelas ketatalaksanaan dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia.

Struktur Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman Tahun 2015—2019 ditunjukkan pada
gambar 5.1. seperti pada gambar di bawah ini.

DEWAN PENASIHAT

BNPB BAPPENAS Kemenag KemPUPERA Kemendagri Kemenkeu Kemenko PMK

Mendikbud
(Pengarah)

SesJen
(Penanggung Jawab)

Dirjen Dikdasmen
(Ketua)
Kabagrengar Dikdasmen
(Sekretaris)

Dir. Pembinaan SD Sesditjen Dikdasmen Dir. Pembinaan PKLK


(Penanggung Jawab Pilar I) (Penanggung Jawab Pilar II) (Penanggung Jawab Pilar III)

UNIT UTAMA
(Ditjen PAUD dan Dikmas, Ditjen Dikdasmen, Ditjen GTK, Ditjen Kebudayaan, Puskurbuk)




Catatan:
Kabagrengar : Kepala Bagian Rencana Program dan Anggaran.
Puskurbuk : Pusat Kurikulum dan perbukuan





Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 34
5.2. Kerangka Kerja Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman

1. Konsep dan Prinsip
Konsep pembentukan Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dilandaskan pada prinsip-
prinsip pedoman penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana. Secara khusus, Sekretariat
Nasional Sekolah/ Madrasah Aman lebih mempertimbangkan pada tiga prinsip utama, sebagai
berikut:
a. Berbasis Hak. Penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana harus didasari sebagai
pemenuhan hak pendidikan anak;
b. Interdisiplin dan Menyeluruh. Penerapan sekolah/ madrasah aman dari bencana terintegrasi
dalam standar pelayanan minimum pendidikan dan dilaksanakan secara terpadu untuk
mencapai standar nasional pendidikan;
c. Komunikasi Antar-Budaya (Intercultural Approach). Pendekatan penerapan sekolah/
madrasah aman dari bencana harus mengutamakan komunikasi antar-pribadi yang memiliki
latar belakang budaya yang berbeda (ras, etnik, atau sosioekonomi) sesuai dengan jati diri
bangsa dan nilai–nilai luhur kemanusiaan.

2. Bentuk dan Sifat Lembaga
Sekretariat Nasional ini bersifat ad-hoc, kerja tim, dinamis, fleksibel, serta sebagai pemegang
mandat fasilitasi operasionalisasi kebijakan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana.
Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman terdiri dari lintas sektoral (Kementerian/ Lembaga/
Instansi) dengan melibatkan secara langsung maupun tidak langsung dan secara fungsional dari
jabatan yang melekat dalam rangka menyukseskan program dan target penerapan sekolah/
madrasah aman dari bencana.

3. Strategi Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
Dalam meningkatkan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana, melalui:
a. Terciptanya koordinasi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku kepentingan (pemerintah,
masyarakat dan sektor swasta);
b. Tersedianya akses informasi yang berkualitas;
c. Tersedianya dan terintegrasinya data, informasi sekolah/ madrasah aman bencana;
d. Terwujudnya penguatan dan pemberdayaan masyarakat sekolah/ madrasah dalam penerapan
sekolah/ madrasah aman bencana yang berkelanjutan.

4. Komponen Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
Untuk mendukung penerapan sekolah/ madrasah aman bencana, Sekretariat Nasional
melaksanakan peran dan fungsinya, dengan menetapkan 3 komponen kegiatan, meliputi:
a. Perencanaan, pemantauan/ monitoring dan evaluasi, serta kerjasama;
b. Pusat Data dan Informasi;
c. Percepatan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana

5. Tugas dan Fungsi
a. Dewan Penasehat
1) Memberikan petunjuk, arahan dan masukan kepada sekretariat secara berkala;
2) Melakukan pertemuan secara berkala;
3) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan sekolah/ madrasah aman di Indonesia.

b. Penanggung Jawab
Mengkoordinasi kementerian, lembaga, dan instansi terkait serta mengkoordinasi pertemuan
berkala bulanan, kegiatan monitoring dan evaluasi antar instansi.


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 35



c. Ketua
Mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mengkoordinasikan perlaksanaan penerapan
sekolah/ madrasah aman di kementerian/ lembaga terkait serta memastikan terlaksananya
proses monitoring, evaluasi, dan pelaporan.

d. Sekretaris
Memimpin kegiatan-kegiatan harian di Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman meliputi
pendokumentasian dan pelaporan proses koordinasi, perencanaan, penerapan, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan penerapan sekolah/madrasah aman di masing-masing kementerian/
lembaga/ daerah/ institusi.

e. Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman menjalankan
fungsi-fungsi, sebagai berikut:
1) Sebagai wadah/ organisasi yang dapat menggerakkan dan mendorong percepatan
pencapaian sasaran dan target penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana;
2) Secara khusus, sekretariat berfungsi sebagai wadah koordinasi dan komunikasi untuk
perencanaan, penerapan, dan monitoring serta evaluasi terhadap pengembangan sekolah
berdasarkan prinsip-prinsip sekolah/ madrasah aman.

Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman mempunyai tugas, sebagai berikut:
1) Menyusun rencana penerapan sekolah/ madrasah aman baik rencana jangka panjang,
rencana jangka menengah setiap lima tahun, dan rencana jangka pendek yang disusun
setiap tahun;
2) Merumuskan program, strategi dan tata-cara pelaksanaan dan pengembangan program
dan kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman;
3) Melakukan koordinasi, konsolidasi, sosialisasi, diseminasi, dan advokasi kepada seluruh
komponen masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam rangka
memperkuat dan memperluas jaringan kerja program penerapan sekolah/ madrasah aman
dari bencana;
4) Melakukan pemetaan potensi sekolah/ madrasah di daerah rawan bencana dan
permasalahan dari setiap kabupaten/ kota dalam strategi penerapan sekolah/ madrasah
aman bencana;
5) Melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan dan pengembangan sumber
daya manusia khususnya terkait dengan kerangka kerja penerapan sekolah/ madrasah
aman dari bencana;
6) Melakukan penyebarluasan informasi dalam rangka meningkatkan pemahaman dan
kepedulian pihak sekolah terhadap pentingnya penerapan sekolah/ madrasah aman
bencana;
7) Memberikan bantuan teknis terhadap multi-pihak terkait dalam bentuk sosialisasi,
pelatihan, penyusunan petunjuk dan bantuan lainnya;
8) Membantu mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang menjadi tanggung jawab dari
masing-masing instansi terkait;
9) Menyusun laporan kemajuan pelaksanaan penerapan sekolah/ madrasah aman bencana.

f. Bidang 1 (Pilar 1 – Fasilitas Sekolah Aman) mempunyai tugas:
1) Memilih lokasi sekolah/ madrasah yang aman dan mengimplementasikan desain dan
konstruksi yang aman terhadap bencana untuk memastikan agar setiap sekolah baru adalah
sekolah/ madrasah yang aman;
2) Mengimplementasikan skema prioritas untuk memperbaiki (retrofit) dan mengganti
(termasuk merelokasi) sekolah-sekolah yang tidak aman;

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 36


3) Meminimalisir semua sumber risiko non-struktural dan infrastruktural pada bangunan dan
fasilitas, termasuk desain dan tata ruang serta perabot yang aman untuk keselamatan
bersama dan evakuasi. Akses bagi penyandang kebutuhan khusus harus dijadikan
pertimbangan;
4) Jika sekolah/ madrasah direncanakan sebagai tempat pengungsian sementara, sekolah/
madrasah harus dirancang sesuai kebutuhan ini;
5) Memastikan bahwa akses anak ke sekolah/ madrasah bebas dari risiko fisik (adanya jalur
pejalan kaki, penyeberangan jalan dan sungai);
6) Fasilitas air dan sanitasi diadaptasi untuk menghadapi risiko potensial (kakus tadah air
hujan dan kakus berderet/ rain-fed and lined latrines);
7) Mengimplementasikan intervensi-intervensi cerdas-iklim seperti memanen air hujan,
menggunakan panel surya, energi yang terbarukan, membuat taman sekolah;
8) Rencana untuk pembiayaan dan pengawasan bagi perawatan fasilitas.

g. Bidang 2 (Pilar 2 – Manajemen Bencana di Sekolah) mempunyai tugas:
1) Menyediakan kebijakan, acuan pada tingkat provinsi, tingkat kabupaten/ kota dan tingkat
sekolah/ madrasah lokal untuk pengkajian dan perencanaan di lokasi, pengurangan risiko,
dan persiapan tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen dan perbaikan rutin
sekolah/ madrasah;
2) Mengembangkan, memperkenalkan, melembagakan, memonitor dan mengevaluasi
pembentukan atau pemberdayaan komite manajemen risiko bencana berbasis sekolah/
madrasah yang melibatkan staf, siswa, orangtua dan pemangku kepentingan di komunitas;
3) Mengadaptasi prosedur standar sesuai kebutuhan, untuk ancaman yang datang dengan
maupun tanpa peringatan, termasuk: berlutut-berlindung-bertahan sambil berpegangan,
evakuasi (dari) bangunan, evakuasi ke tempat aman, berlindung di tempat (shelter-in-place
and lockdown), dan reunifikasi keluarga yang aman;
4) Berlatih dan memperbaiki persiapan tanggap darurat dengan simulasi rutin tingkat sekolah/
madrasah yang terhubung dengan komunitas;
5) Menyusun rencana kontinjensi tingkat nasional, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/
kota untuk mendukung keberlangsungan pendidikan, termasuk rencana dan kriteria untuk
membatasi penggunaan sekolah/ madrasah sebagai tempat pengungsian sementara;
6) Memadukan kebutuhan anak-anak usia pra-sekolah dan anak.

h. Bidang 3 (Pendidikan Pegurangan Risiko Bencana) mempunyai tugas:
1) Mengembangkan pesan-pesan kunci yang dibuat berdasarkan konsensus untuk mengurangi
kerentanan rumah tangga dan komunitas, dan untuk mempersiapkan dan merespon
dampak bahaya sebagai dasar dari pendidikan formal dan non-formal;
2) Mengembangkan cakupan dan langkah-langkah untuk pengajaran tentang bahaya, bencana
dan pemecahan masalah untuk pengurangan risiko;
3) Menanamkan pengurangan risiko melalui kurikulum dan menyediakan acuan untuk
mengintegrasikan PRB ke mata pelajaran tertentu;
4) Menyediakan pelatihan mengajar bagi para guru dan calon guru tentang materi kurikulum
pengurangan risiko;
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keterlibatan para guru untuk mencapai
integrasi yang efektif akan topik-topik ini ke dalam kurikulum formal dan non-formal serta
pendekatan ekstrakurikuler dengan komunitas lokal.

6. Kedudukan dan Struktur Organisasi
Untuk mendukung kerjasama antar lembaga, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman
diperlukan keterlibatan kementerian yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 37


Keuangan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk duduk sebagai Tim Penasihat, Tim
Pelaksana, dan Tim Harian.


5.3. Mekanisme Koordinasi

Koordinasi secara nasional secara umum dilakukan melalui berbagai forum, di antaranya: Forum
Rembuk Nasional, Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pusat, Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Nasional, rapat kerja perencanaan nasional, dan perencanaan pendidikan dan
kebudayaan lintas kementerian. Pihak yang dilibatkan dalam forum koordinasi perencanaan
pendidikan dan kebudayaan antara lain adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Bappenas, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupatan/ Kota serta pihak lain seperti dari badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF, UN-OCHA,
UNESCO), Lembaga Non Pemerintah (Arbeiter-Samariter-Bund Deutschland e.V/ ASB, KPB, MPBI,
Plan Indonesia, Platform Nasional PB, Save the Children, World Vision, dll.).

Koordinasi khusus untuk Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dilakukan secara berkala
yang dipimpin oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan melibatkan berbagai pihak
yang dianggap perlu. Koordinasi juga bisa dilakukan secara berjenjang.

Jadwal kordinasi umum dan khusus akan ditentukan kemudian oleh tim Sekretariat Nasional Sekolah/
Madrasah Aman, dengan bagan koordinasi seperti di bawah ini:

Menteri
Dikbud

Dirjen
Dikdasmen

Sesjen

Kementerian/ Lembaga
Sekretariat terkait, Kluster
Unit Utama Nasional Pendidikan (LSM,
Kemendikbud Sekolah/ lembaga PBB, sektor
Madrasah Aman swasta)

Pemerintah
Daerah (Provinsi, Kab
dan Kota)



Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 38


BAB VI
KERANGKA PENDANAAN SEKOLAH/ MADRASAH AMAN


6.1. APBN dan APBD

Salah satu sumber pendanaan yang dapat digunakan dalam implementasi Sekolah/ Madrasah Aman
di lingkungan Kemendikbud berasal dari anggaran fungsi pendidikan dalam APBN. Anggaran
Pendidikan dalam APBN dipisahkan menjadi 2 bagian besar, yakni melalui belanja transfer daerah
dan melalui belanja kementerian dan lembaga. Selama tahun 2010-2015 proporsi anggaran
pendidikan yang disalurkan melalui belanja kementerian dan lembaga serta transfer daerah
perbandingannya adalah 40% dan 60%. Artinya sebagian besar anggaran pendidikan langsung
ditransfer ke daerah dan menjadi bagian dari APBD Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Sementara itu,
belanja pemerintah pusat melalui Kemendikbud merupakan alokasi APBN yang dialokasikan dalam
DIPA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan dilaksanakan oleh masing-masing Unit Utama di
lingkungan Kemendikbud.

a. Transfer Daerah
Anggaran pendidikan yang disalurkan melalui Transfer Daerah sesuai dengan Undang-Undang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terbagi lagi menjadi beberapa jenis anggaran yaitu:
1. Dana Bagi Hasil (DBH) Pendidikan
2. Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan
3. Dana Alokasi Umum (DAU) Pendidikan
a. Non Gaji
b. Gaji
4. Dana Otonomi Khusus Pendidikan
5. Dana Insentif Daerah
6. Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP)
7. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Dari beberapa opsi anggaran yang merupakan anggaran transfer daerah, terdapat anggaran yang
sudah spesifik penggunannya seperti DAU Pendidikan yang di dalamnya termasuk gaji guru dan
tenaga kependidikan. Sementara beberapa anggaran seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penggunannya akan mengikuti petunjuk teknis dari
Kemendikbud dan masih dapat disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (Pasal 1 UU No 33 Tahun
2004). DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah (Pasal 20 UU No 33 Tahun 2004). Besaran Alokasi DAK memperhatikan
kriteria DAK yang meliputi:
a. Kriteria umum yang mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD.
b. Kriteria khusus yang memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik
Daerah.
c. Kriteria teknis yang ditetapkan oleh kementerian negara/ departemen teknis.
d. Peruntukan DAK bagian Pendidikan adalah untuk peningkatan mutu dan fisik (sarana dan
prasarana) Pendidikan Dasar dan Menengah.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 39



Mulai tahun anggaran tahun 2016, Dana Alokasi Khusus akan memiliki mekanisme baru dalam
proses pengusulannya. Jika sebelumnya daerah tidak mengusulkan kebutuhannya dan alokasi
anggaran diputuskan berdasarkan data teknis yang disampaikan oleh Kementerian Teknis, maka
di tahun anggaran 2016 daerah (kabupaten/ kota) diminta mengusulkan kebutuhannya
khususnya untuk bidang pendidikan. Usulan tersebut berbasiskan pada menu DAK yang ada
dalam petunjuk teknis DAK yang dikeluarkan oleh kementerian teknis.
DAK digunakan untuk pembangunan sarana prasarana, antara lain bagi rehabilitasi sekolah,
pembangunan sekolah, pembangunan laboratorium, pembangunan perpustakaan, kesemuanya
dengan mengintegrasikan kaidah sekolah aman.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah
penyediaan pendanaan biaya operasi non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai
pelaksana program wajib belajar.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, biaya non
personalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak
langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dll. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan
investasi dan personalia yang diperbolehkan.
Jika dikaitkan dengan implementasi Sekolah Aman, maka dana BOS dapat diposisikan sebagai
pendukung bagi kegiatan-kegiatan yang menunjang pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman,
namun dengan syarat petunjuk teknis yang ada saat ini harus disesuaikan.

Selain DAK dan BOS yang merupakan anggaran transfer daerah, masih terbuka peluang untuk
mengoptimalkan pemanfaatan APBD Provinsi, Kabupaten/ Kota dalam mendukung pelaksanaan
implementasi Sekolah/ Madrasah Aman. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah maka nantinya akan terjadi pemindahan kewenangan
pengelolaan Pendidikan Menengah kepada Pemerintah Provinsi dari sebelumnya berada di
bawah kewenangan Kabupaten/ Kota. Dengan pelimpahan kewenangan ini, provinsi dapat
mengalokasikan sendiri APBD-nya untuk pembiayaan Pendidikan Menengah. Sementara itu,
beban Kabupaten/ Kota yang sebelumnya harus menanggung pengelolaan Pendidikan Menengah
dapat terkurangi dan difokuskan untuk pembiayaan Pendidikan Dasar.

Peluang ini dapat dimanfaatkan untuk mendorong provinsi dan kabupaten/ kota untuk dapat
memberikan dukungan anggaran pada implementasi Sekolah/ Madrasah Aman.

b. Belanja Kementerian dan Lembaga
Merupakan anggaran belanja yang dialokasikan melalui kementerian negara/ lembaga untuk
membiayai urusan tertentu dalam pemerintahan. Pada tingkat Kemendikbud, anggaran ini
dialokasikan pada setiap program yang ada, dan untuk tahun 2015 Kemendikbud memiliki 8
program yaitu:
1. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
2. Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
3. Pendidikan Dasar dan Menengah
4. Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat
5. Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
6. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Sastra
7. Pelestarian Budaya
8. Guru dan Tenaga Kependidikan

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 40



Dalam kurun waktu 2011-2014 anggaran Kemendikbud yang dialokasikan untuk mendukung
kegiatan pengurangan risiko bencana di mana sekolah/ madrasah aman termasuk di dalamnya
rata-rata adalah sebesar Rp 142,2 miliar. Namun jika dilihat kecenderungan per tahun, maka
persentase anggaran terkait kebencanaan ini semakin lama semakin menurun. Hal ini tidak
terlepas dari regulasi yang mempersepsikan bahwa urusan kebencanaan adalah wilayah BNPB
sehingga Kemendikbud menghadapi kendala jika akan mengalokasikan anggaran terkait dengan
kebencanaan.

Alokasi anggaran yang berpotensi digunakan untuk mendukung kegiatan Sekolah/ Madrasah
Aman adalah anggaran yang berada pada Direktorat Jenderal yang mengampu persekolahan
seperti pada Ditjen Dikdasmen untuk Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP,
Direktorat Pembinaan SMA dan Direktorat Pembinaan SMK. Sementara itu, untuk pelatihan dan
pengembangan guru terkait dengan implementasi Sekolah/ Madrasah Aman, potensi anggaran
pada Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan dapat diarahkan untuk mendukung
pelaksanannya.


6.2. Lembaga Swadaya Masyarakat/ LSM (Non-Government Organization/ NGO), Lembaga-
lembaga PBB (UN Agencies) dan Swasta

Pengimplementasian sekolah/ madrasah aman sebagai bentuk dukungan pembangunan nasional
dapat dilakukan dengan bantuan dari pihak eksternal. Pihak yang dimungkinkan untuk bekerja sama
dalam pendanaan dari luar dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (Non-Government
Organization/ NGO), Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) dan pihak swasta.

A. LSM (NGO) dan Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies)

Terdapat 2 jenis pendanaan dari luar yaitu pinjaman luar negeri dan hibah.
a. Pinjaman Luar Negeri adalah setiap pembiayaan melalui hutang yang diperoleh Pemerintah
dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak
berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
b. Hibah Pemerintah, yang selanjutnya disebut Hibah, adalah setiap penerimaan negara dalam
bentuk devisa, devisa yang dirupiahkan, rupiah, barang, jasa dan/ atau surat berharga yang
diperoleh dari Pemberi Hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri
atau luar negeri.
UU No 10 tahun 2011 pasal 51 mengenai Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah yang berbunyi “Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 digunakan
untuk:
a. mendukung program pembangunan nasional; dan/atau
b. mendukung penanggulangan bencana alam dan bantuan kemanusiaan.”.

Berdasarkan tata cara pengadaan pinjaman luar negeri dan penerimaan hibah, LSM (NGO),
Lembaga PBB (UN Agency), dan pihak swasta tidak dapat langsung memberikan hibah langsung
kepada kabupaten/ kota. Sehingga LSM (NGO), dan Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies)
diwajibkan melakukan kemitraan dengan Kementerian/Lembaga. Peluang ini yang ditangkap oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membuka kemitraan dengan LSM dan Lembaga-
lembaga PBB untuk melakukan pengimplementasian sekolah/ madrasah aman.
Pengimplementasian sekolah/ madrasah aman di berbagai daerah di Indonesia dikendalikan oleh
pemerintah pusat.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 41



Pinjaman Luar Negeri dan Hibah adalah bagian dari pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Guna menjamin terwujudnya penerimaan hibah yang transparan dan akuntabel, maka
penerimaan hibah tersebut perlu ditatausahakan dengan baik, serta perlu dilakukan monitoring
dan evaluasi penyaluran dana hibah dan pinjaman luar negeri.

B. Pihak Swasta

Selain bekerja sama dengan LSM dan Lembaga-lembaga PBB dalam pendanaan implementasi
sekolah/ madrasah aman, pemerintah dapat bekerja sama dengan pihak swasta dalam kegiatan
tanggung jawab social perusahaan (Corporate Social Responsibility/ CSR). Pemerintah dengan
swasta dapat memfokuskan pengimplementasian sekolah/ madrasah aman di lokasi sekitar
perusahaan, sehingga kegiatan CSR pihak swasta menjadi lebih tepat sasaran.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 42



BAB VII
RENCANA AKSI DAN INDIKATOR SEKOLAH/ MADRASAH AMAN


Dalam menjalankan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman ini, disusun beberapa rencana aksi berikut
indikator yang terkait dengan strategi yang akan diambil. Rincian Rencana Aksi dan Indikator
Sekolah/ Madrasah Aman dapat dilihat pada lampiran 1.

Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 1 – Peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan memiliki
pengetahuan dan mampu mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana, yaitu 1)
Pengembangan potensi peserta didik, guru, dan tenaga kependidikan yang tangguh dalam
menghadapi bencana, serta 2) Pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam kurikulum dan/
atau proses pembelajaran yang aksesibel dan inklusif bagi semua warga komunitas sekolah, memiliki
rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Penyusunan formulir/ checklist untuk Tersedianya perangkat pemetaan risiko bencana
melakukan pemetaan risiko berikut pedoman untuk sekolah.
penggunaannya.
Output:
• Formulir/ checklist pemetaan risiko
• Dokumen pedoman penggunaan formulir/
checklist pemetaan risiko
Penyusunan formulir/ checklist untuk Tersedianya perangkat identifikasi kebutuhan
melakukan identifikasi kebutuhan perangkat perangkat keselamatan berikut gambar dan foto.
keselamatan berikut gambar dan foto.
Output:
• Formulir/ checklist untuk identifikasi kebutuhan
perangkat keselamatan
• Dokumen pedoman penggunaan formulir/
checklist berikut gambar dan foto
Simulasi penanggulangan bencana bagi warga Pelatihan penanggulangan bencana di lingkungan
sekolah. sekolah secara berkala minimal tiap 3 bulan.

Output:
• Tersedianya laporan kegiatan pelatihan.
Dilakukan mitigasi terhadap risiko bencana di Teridentifikasinya risiko bencana di lingkungan
lingkungan sekolah yang sudah teridentifikasi. sekolah dengan menggunakan formulir/ checklist
pemetaan risiko.

Output:
• Tersedianya laporan penyelesaian pekerjaan
mitigasi.
Penyusunan modul implementasi bagi para Tersedianya bahan dukung kurikulum yang terkait
guru berikut materi pembelajaran yang dengan materi PRB di pendidikan.
mudah diaplikasikan di sekolah
Output:
• Contoh bahan ajar, modul bahan ajar yang sudah
terintegrasi dengan materi PRB.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 43



Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Penyusunan buku pelajaran peserta didik Tersedianya bahan dukung kurikulum yang terkait
yang sudah terintegrasi dengan materi PRB. dengan materi PRB di pendidikan.

Output:
• Buku-buku pelajaran yang sudah terintegrasi
dengan materi PRB.
Penyusunan modul pelatihan bagi guru dan Tersedianya pelatihan bagi guru dan tenaga
tenaga kependidikan mengenai penyusunan kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar
bahan ajar yang mengintegrasikan PRB ke dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata
dalam mata pelajaran. pelajaran.

Output:
• Modul pelatihan berikut materi paparan siap
pakai bagi pelatih
Pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan Tersedianya pelatihan bagi guru dan tenaga
mengenai penyusunan bahan ajar yang kependidikan mengenai penyusunan bahan ajar
mengintegrasikan PRB ke dalam mata dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata
pelajaran. pelajaran.

Output:
• Laporan pelatihan guru dan tenaga kependidikan.
• Database guru dan tenaga kependidikan yang
sudah mendapat pelatihan.
• Pelatihan master trainer penyusunan bahan ajar
dengan mengintegrasikan PRB ke dalam mata
pelajaran (maks. @ 30 peserta per pelatihan, per
tahun min. 10 pelatihan per tahun) yang
berjenjang.
Proses belajar mengajar dengan Pengetahuan dan keterampilan PRB sudah
menggunakan materi yang sudah terintegrasi terintegrasi ke dalam proses belajar mengajar.
antara PRB dengan mata pelajaran.
Output:
• Laporan Satgas penanggulangan bencana
mengenai pemberian mata pelajaran yang sudah
memasukkan pengetahuan dan keterampilan
PRB.
Penyusunan formulir/ checklist untuk Tersedianya perangkat untuk mengidentifikasi
melakukan identifikasi warga komunitas warga komunitas sekolah yang memiliki hambatan
sekolah yang memiliki hambatan untuk untuk mengakses pengetahuan dan mempraktikkan
mengakses pengetahuan dan mempraktikkan keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana.
keterampilan terkait kesiapsiagaan bencana.
Output:
• Formulir/ checklist identifikasi warga komunitas
sekolah
• Dokumen pedoman penggunaan formulir/
checklist



Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 44



Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 2 – Pemenuhan sarana dan prasarana di sekolah sesuai
kriteria sekolah/ madrasah aman bencana, yaitu penerapan standar dan pengawasan sarana dan
prasarana sekolah aman dalam pembangunan, rehabilitasi maupun rekonstruksi sekolah, memiliki
rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Penyusunan peta risiko sekolah untuk Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan,
pemeringkatan prioritas. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
yang aman terhadap bencana yang belum dicakup
dalam regulasi yang sudah ada.

Output:
• Peta risiko sekolah
Perlaksanaan survei tipologi bangunan Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan,
sekolah. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
yang aman terhadap bencana yang belum dicakup
dalam regulasi yang sudah ada.

Output:
• Hasil survey tipologi bangunan sekolah
berdasarkan observasi secara visual dan kajian
konstruksi
Pembuatan perangkat untuk menyusun Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan,
baseline dan verifikasi. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
yang aman terhadap bencana yang belum dicakup
dalam regulasi yang sudah ada.

Output:
• Tersedia perangkat penyusunan baseline dan
verifikasinya untuk melengkapi DAPODIK.
Penyusunan hasil penelaahan/ pemetaan isu- Teridentifikasinya isu-isu terkait pembangunan,
isu terkait pembangunan, rehabilitasi dan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
rekonstruksi sarana dan prasarana yang aman yang aman terhadap bencana yang belum dicakup
terhadap regulasi yang sudah ada. dalam regulasi yang sudah ada.

Output:
• Hasil penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait
pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi
sarana dan prasarana yang aman terhadap
regulasi yang sudah ada.
Pengintegrasian prinsip-prinsip sekolah/ Tersedianya petunjuk teknis pembangunan,
madrasah aman ke dalam petunjuk teknis rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
pembangunan sarana dan prasarana sekolah sekolah/ madrasah aman yang berkesinambungan.
(termasuk untuk rekonstruksi).
Output:
• Petunjuk teknis pembangunan dan rehabilitasi
sarana dan prasarana sekolah/ madrasah aman



Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 45



Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Pelaksanaan pembangunan, rehab dan Tersedianya petunjuk teknis pembangunan,
rekonstruksi sesuai petunjuk teknis. rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana
sekolah/ madrasah aman yang berkesinambungan.

Output:
• Jumlah sekolah yang dibangun, direhabilitasi,
maupun direkonstruksi sesuai standar sekolah/
madrasah aman.
Penyusunan sistem penilaian dan pengakuan Tersedianya perangkat pemeriksaan sarana dan
terhadap pemenuhan sarana dan prasarana prasarana untuk memastikan terpenuhinya standar
sesuai standar bangunan sekolah/ madrasah bangunan sekolah/ madrasah aman yang
aman. terintegrasi dengan perangkat yang sudah ada; dan
Tersedianya perangkat pengakuan (sertifikasi)
terhadap pelaksanaan pemenuhan sarana dan
prasarana sesuai standar bangunan sekolah/
madrasah aman dengan mengacu pada komponen
struktural, non-struktural, fungsional, dan kondisi
wilayah dan ancaman.

Output:
• Formulir/ checklist untuk melakukan
pemeriksaan sarana dan prasarana berikut
pedoman standarnya (termasuk gambar dan
foto).
• Sketsa Observasi Visual dalam pemeriksaan
kondisi bangunan sekolah (sampling).
• Sertifikat pengakuan terhadap penenuhan
standar sekolah/ madrasah aman.
• Jumlah sekolah yang sudah tersertifikasi sebagai
sekolah/ madrasah aman.
Penyusunan metodologi, sistem dan Tersedianya metodologi, sistem dan mekanisme
mekanisme pemantauan dan evaluasi pemantauan dan evaluasi sarana dan prasarana
struktur, sarana dan prasarana sekolah yang sekolah yang terintegrasi dengan perangkat yang
terintegrasi dengan sistem yang sudah ada. sudah ada.

Output:
• Instrumen pemantauan dan evaluasi sarana dan
prasarana sekolah yang dapat diakses oleh publik
dan dapat diperbaharui.
• Jumlah sekolah aman yang terpantau dan
terevaluasi.







Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 46



Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 3 – Penyelenggaraan pendidikan yang mendukung proses
pembelajaran dan pemulihan peserta didik, guru dan tenaga kependidikan dalam situasi bencana,
yaitu penguatan kepasitas kelembagaan terkait penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana
(arah kebijakan 1), memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Pembuatan petunjuk teknis penyusunan SOP/ Tersedianya petunjuk teknis penyusunan SOP/
Prosedur Tetap penyelenggaraan pendidikan Prosedur Tetap penyelenggaraan pendidikan dalam
dalam situasi bencana. situasi bencana.

Output:
• Petunjuk teknis penyusunan SOP/ Prosedur Tetap
penyelenggaraan pendidikan dalam situasi
bencana.
• Jumlah Dinas Pendidikan Provinsi/ Kabupaten/
Kota yang sudah memiliki SOP/ Protap
penyelenggaraan pendidikan dalam situasi
bencana.
Penyusunan pedoman perencanaan dan Tersedianya anggaran kegiatan sektor pendidikan
penganggaran yang memasukkan komponen yang berperspektif kebencanaan.
kebencanaan dalam pertimbangan
penyusunan anggaran. Output:
• Pedoman perencanaan dan penganggaran yang
memasukkan komponen kebencanaan dalam
pertimbangan penyusunan anggaran.
• Anggaran kegiatan berperspektif kebencanaan.
Penyusunan model Rencana Pelaksanaan Tersedianya model RPP dalam situasi bencana.
Pembelajaran (RPP) dalam situasi bencana.
Output:
• Model RPP dalam situasi bencana.

Adapun arah kebijakan kedua dari Sasaran Strategis 3, yaitu peningkatan koordinasi dan sinergi
Pemerintah Pusat, Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/ Kota serta pemangku kepentingan
kebencanaan untuk menjamin kesinambungan penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana,
memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Penyusunan Surat Keputusan Menteri Tersedianya sesi pembahasan terkait sekolah/
Pendidikan terkait Sekretariat Nasional/ madrasah aman dan Sekretariat Nasional Sekolah/
Madrasah Sekolah Aman. Madrasah Aman dalam rembuk nasional
pendidikan.

Output:
• SK Mendikbud terkait Sekretariat Sekolah Aman.






Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 47



Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Penyelenggaraan sesi pembahasan Sekolah/ Tersedianya sesi pembahasan terkait sekolah/
Madrasah Aman dalam rembuk nasional madrasah aman dan Sekretariat Nasional Sekolah/
pendidikan terkait kemajuannya. Madrasah Aman dalam rembuk nasional
pendidikan.

Output:
• Laporan tahunan Sekretariat Nasional Sekolah/
Madrasah Aman.
Penyusunan sistem pemantauan dan evaluasi Tersedianya perangkat pemantauan dan evaluasi
terkait tatakelola, transparansi, akuntabilitas terkait tatakelola, transparansi, akuntabilitas
penanggulangan bencana di sektor penanggulangan bencana di sektor pendidikan.
pendidikan.
Output:
• Perangkat pemantauan dan evaluasi terkait
tatakelola, transparansi, akuntabilisasi
penanggulangan bencana di sektor pendidikan.
• Laporan tahunan Sekretariat Nasional Sekolah/
Madrasah Aman.
Penyusunan mekanisme penilaian mandiri Tersedianya perangkat penilaian mandiri sekolah/
sekolah/ madrasah aman bencana. madrasah aman bencana.

Output:
• Hasil penyesuaian perangkat penilaian mandiri
sekolah/ madrasah aman bencana (SMAB)
Penyelenggaraan penilaian mandiri sekolah/ Terlaksananya penilaian mandiri sekolah/ madrasah
madrasah aman bencana secara berjenjang aman bencana.
dan terbatas.
Output:
• Verifikasi sekolah aman
• Pengesahan sekolah aman
Penyusunan roadmap penyelenggaraan Tersusunnya dokumen roadmap penyelenggaraan
penilaian mandiri Sekolah/ Madrasah Aman penilaian mandiri Sekolah/ Madrasah Aman.
secara berjenjang dan terbatas.
Output:
• Dokumen roadmap penyelenggaraan penilaian
mandiri Sekolah/ Madrasah Aman secara
berjenjang











Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 48



Arah kebijakan dari Sasaran Strategis 4 – Pendidik dan tenaga kependidikan, serta peserta didik
yang mampu mengelola risiko dan beradaptasi dalam menghadapi ancaman bencana, yaitu
pengarusutamaan informasi dan pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam penyelenggaraan
pendidikan (arah kebijakan 1), memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Pelaksanaan pelatihan bagi komunitas Tersedianya pelatihan bagi komunitas sekolah
sekolah mengenai isu-isu penanggulangan mengenai isu-isu penanggulangan bencana.
bencana.
Output:
• Laporan pelatihan.
• Jumlah sekolah yang sudah melaksanakan
kegiatan terkait penanggulangan bencana.
Penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait PRB Teridentifikasinya isu-isu terkait PRB bidang
bidang pendidikan terhadap regulasi yang pendidikan. yang belum dicakup dalam regulasi
sudah ada. yang sudah ada.

Output:
• Hasil penelaahan/ pemetaan isu-isu terkait PRB
bidang pendidikan terhadap regulasi yang sudah
ada.
Penyusunan regulasi mengenai PRB bidang Teridentifikasinya isu-isu terkait PRB bidang
pendidikan yang belum tercakup dalam pendidikan. yang belum dicakup dalam regulasi
regulasi yang sudah ada berikut sistem dan yang sudah ada.
mekanisme pengawasannya.
Output:
• Regulasi mengenai PRB bidang pendidikan
berikut sistem dan mekanisme pengawasannya.
Terfasilitasinya simulasi Protap Terlaksananya simulasi Protap penyelenggaraan
penyelenggaraan pendidikan dalam situasi pendidikan dalam situasi bencana secara reguler.
bencana di tingkat provinsi dan tingkat
kabupaten/ kota Output:
• Tersedianya laporan kegiatan simulasi Protap.
















Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 49



Adapun arah kebijakan kedua dari Sasaran Strategis 4, yaitu pengupayaan penurunan tingkat risiko
bencana di tingkat satuan pendidikan, memiliki rencana aksi dan indikator sebagai berikut:

Rencana Aksi Indikator Terukur dan Output
Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Terbentuknya Satgas penanggulangan bencana di
terhadap seluruh sekolah di wilayahnya tingkat komunitas sekolah (dapat dimasukkan ke
terkait dengan pembentukan Satgas dalam OSIS, ke dalam kegiatan ekstrakurikuler,
penanggulangan bencana di setiap komunitas Komite Bencana dan Keselamatan Sekolah, dsb.).
sekolah (berikut tanggung jawab yang
melekat kepada Satgas) Output:
• Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan
• Adanya Satgas penanggulangan bencana di
tingkat komunitas sekolah.
Tersedianya media informasi terkait kebencanaan
di setiap komunitas sekolah.

Output:
• Media informasi komunitas sekolah
(perpustakaan, majalah dinding, dll.)
Tersedianya perangkat pemeriksaan sarana dan
prasarana sekolah aman bencana.

Output:
• Formulir/ checklist pemeriksaan sarana dan
prasarana sekolah aman bencana.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 50



BAB VIII
SISTEM PEMANTAUAN DAN EVALUASI


8.1. Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi

Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan rencana
merupakan bagian bagian dari fungsi manajemen, yang saling terkait dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Keempatnya saling melengkapi dan masing-masing memberi
umpan balik serta masukan kepada yang lainnya. Sejalan dengan itu, dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi sumber daya, serta meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan program pembangunan, perlu dilakukan upaya
pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman.

Pemantauan adalah kegiatan pengumpulan informasi yang dilakukan secara periodik untuk
memastikan suatu kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemantauan adalah
proses yang terus menerus dilakukan di sepanjang siklus program, dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan penerapan berkelanjutan. Hasil kegiatan pemantauan digunakan untuk
memperbaiki kualitas pelaksanaan dan penyesuaian terhadap perencanaan. Pemantauan
dilakukan untuk:
• Memastikan kemajuan pelaksanaan kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman
• Memastikan proses fasilitasi kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di daerah

Evaluasi adalah melihat aspek-aspek penerapan sekolah/ madrasah aman sesuai dengan
indikator terkait pilar 1, pilar 2 dan pilar 3 dari konsep Sekolah Aman yang Komprehensif,
dengan maksud untuk dapat mengetahui apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala
yang dijumpai dalam pelaksanaan dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan penerapan
Sekolah/ Madrasah Aman di masa yang akan datang.

Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh multipihak baik pemerintah dengan lintas
Kementerian, LSM/ NGO, Lembaga-lembaga PBB (UN Agencies) dan partisipasi masyarakat.
Pemantauan ini juga dilakukan oleh pemerintah provinsi, dan kabupaten/ kota. Metode
pemantauan oleh pemerintah ini dapat juga dilakukan melalui kunjungan lapangan.
Mekanisme pengelolaan data dan informasi dilakukan secara terpadu dan terbuka. Keluaran
data dan informasi yang dihasilkan akan dimanfaatkan dalam kegiatan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan kegiatan penerapan sekolah/ madrasah aman. Pemantauan ini akan
melihat perubahan yang terjadi di daerah terkait perubahan-perubahan pada indikator pada
pilar 1 (Fasilitas Sekolah Aman), pilar 2 (Manajemen Bencana di Sekolah), dan pilar 3
(Pendidikan Pencegahan dan Pengurangan Risiko Bencana). Sumber data dari pemantauan
ini berasal dari hasil pencatatan informasi tentang kemajuan dan kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan program serta sistim pelaporan secara berkala dan sistematis.

Metode Pemantauan dan Evaluasi di daerah, merupakan data pemantauan yang diperoleh
dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh Tim Sekretariat Kabupaten/ Kota dan Provinsi
terhadap capaian pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman.

Pemantauan dan Evaluasi dilakukan oleh semua pelaku yang terlibat dalam program dan
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan peran dan fungsinya.


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 51



1. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah Pusat
Sekretariat Nasional berhak dan bertanggung jawab melakukan pemantauan terhadap
proses dan pelaksanaan penerapan sekolah/ madrasah aman.
Dalam pelaksanaan pemantauan, Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman dibantu/
didukung oleh Tim Teknis. Pemantauan Sekretariat Nasional dilakukan melalui laporan
Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat Provinsi dan Sekretariat Sekolah/ Madrasah
Aman tingkat Kabupaten/ Kota dan juga melalui kunjungan lapangan. Hal-hal yang
termasuk lingkup pemantauan pelaksanaan oleh Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah
Aman adalah:
a) Memantau pelaksanakan Rencana Aksi Sekolah/ Madrasah Aman dengan
menggunakan Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi.
b) Melakukan analisis perkembangan dan pencapaian penerapan Sekolah/
Madrasah Aman berdasarkan laporan Sekretariat Provinsi dan Sekretariat Kabupaten/
Kota.

2. Pemantauan dan Evaluasi oleh Pemerintah Provinsi
Pemerintah Provinsi melalui Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Provinsi berhak dan
bertanggung jawab melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/
Madrasah Aman di kabupaten/kota.

Dalam pelaksanaan pemantauan, Sekretariat Provinsi dapat dibantu/ didukung oleh SKPD
Provinsi masing-masing. Pemantauan dilakukan pada tahap:
a) Tahap proses seleksi Kabupaten/ Kota, di mana pemantauan ini dilakukan dalam
bentuk daftar kabupaten/ kota yang berada daerah rawan.
b) Tahap pelaksanaan pemantauan, di mana pada tahap ini dilakukan melalui laporan
Sekretariat Kabupaten/ Kota tentang pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah
Aman di wilayah kerjanya. Hal-hal yang termasuk lingkup pemantauan pelaksanaan
oleh Pemerintah Provinsi adalah:
• Memantau kesesuaian data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan.
• Memantau progres dan pencapaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah
Aman.
• Memantau penerapan Sekolah/ Madrasah Aman terkait dengan tanggung jawab di
tingkat provinsi.
Hasil pemantauan dilaporkan setiap tiga bulan kepada Sekretariat Nasional Sekolah/
Madrasah Aman.

3. Pemantauan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota
Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman Kabupaten/ Kota bertanggung jawab dalam
pemantauan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pelaksanaan penerapan Sekolah/
Madrasah Aman. Dalam pemantauan, Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman dapat
dibantu/ didukung oleh SKPD Kabupaten/ Kota. Hal-hal yang termasuk lingkup
pemantauan oleh kabupaten/ kota adalah:
• Memantau kesesuaian data dan informasi sekolah terkait dengan kebencanaan.
• Memantau progres dan pencapaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman
sesuai pilar 1, pilar 2, dan pilar 3 Sekolah Aman yang Komprehensif.
• Memantau penerapan roadmap Sekolah/ Madrasah Aman nasional.
Hasil pemantauan dilaporkan setiap tiga bulan kepada Sekretariat Sekolah/ Madrasah
Aman Provinsi.


Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 52



Alur Pemantauan dan Pelaporan



ü Setiap sekolah melakukan penilaian mandiri terhadap penerapan Sekolah/
Madrasah Aman sesuai dengan format penilaian yang telah ditentukan.
ü Hasil penilaian mandiri tesebut diserahkan ke Sekretariat Sekolah/
Madrasah Aman tingkat kabupaten/ kota untuk selanjutnya dilakukan
kompilasi, verifikasi dan pengecekan sebelum disampaikan ke tingkat
provinsi dan tingkat pusat.
ü Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat provinsi melakukan
pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman di
kabupaten/ kota yang berada di wilayah provinsi serta melakukan verifikasi
terhadap laporan yang diberikan oleh Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman
tingkat kabupaten/ kota.
ü Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat pusat melakukan pemantauan
terhadap pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman yang ada di
Indonesia dengan mengambil beberapa sample sekolah di beberapa
Kabupaten/Kota untuk melakukan verifikasi dan melihat sejauh mana
penerapan Sekolah/ Madrasah Aman serta untuk memberikan advokasi
dalam penerapan Sekolah/Madrasah Aman.


8.2. Mekanisme Pelaporan

Pelaporan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman merupakan proses penyampaian data dan/
atau informasi mengenai perkembangan atau kemajuan setiap pelaksanaan, kendala atau
permasalahan yang terjadi, penerapan dan pencapaian dari sasaran Sekolah/
Madrasah Aman.

Semua pelaku pelaksanaan kegiatan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman, mulai dari tingkat
kabupaten/ kota sampai dengan tingkat pusat bertanggungjawab untuk menyusun laporan
atas pelaksanaan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman sesuai tingkatannya. Hal ini untuk
membantu dalam evaluasi kinerja pelaku program Sekolah/Madrasah Aman.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 53



1. Pelaporan Tingkat Pusat
Pelaporan bertujuan sebagai pertanggungjawaban dari kegiatan penerapan Sekolah/
Madrasah Aman baik secara formal struktural maupun sebagai pertanggungjawaban
kepada publik. Pelaporan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari bencana di tingkat
pusat dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman sesuai dengan
perannya sebagai koordinator utama Tim Pemantauan dan Evaluasi Sekolah/ Madrasah
Aman.

Laporan Pemantauan penerapan Sekolah/ Madrasah Aman yaitu dokumen analisis hasil
pemantauan pelaksanaan Sekolah/ Madrasah Aman yang diperoleh dari Instrumen
Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi Sekolah/ Madrasah Aman (Lampiran 2).

Laporan Pencapaian Penerapan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman yaitu dokumen
analisis penerapan Indikator Sekolah/ Madrasah Aman yang merupakan kompilasi dari
laporan Sekretariat Provinsi dan Sekretariat Kabupaten/ Kota berdasarkan Instrumen
Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan Pilar 1, Pilar
2, dan Pilar 3 Sekolah Aman yang Komprehensif (Lampiran 2).

Selanjutnya Sekretariat Nasional Sekolah/ Madrasah Aman merangkum seluruh laporan
penerapan Sekolah/ Madrasah Aman berdasarkan data tersebut di atas dan
melaporkannya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Pelaporan Tingkat Provinsi
Di daerah, pelaporan penerapan sekolah/ madrasah aman mengikuti sistem pelaporan
yang ada sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dalam bentuk laporan cetak dan/
atau elektronik. Laporan berupa dokumen yang memuat data dan informasi sekolah
terkait dengan kebencanaan dan capaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman
berdasarkan laporan Sekretarian Sekolah/ Madrasah tingkat kabupaten/ kota dan
berkoordinasi dengan SKPD. Selanjutnya Sekretariat Sekolah/ Madrasah Aman tingkat
provinsi melaporkan kepada Seknas Sekolah/ Madrasah Aman, Gubernur, Kementerian
Dalam Negeri, SKPD, dan pihak terkait lainnya.

3. Pelaporan Tingkat Kabupaten/ Kota
Laporan berupa dokumen yang memuat data dan informasi sekolah terkait dengan
kebencanaan dan capaian penerapan indikator Sekolah/ Madrasah Aman yang diperoleh
dari Laporan Mandiri Sekolah dan/ atau kunjungan lapangan dengan menggunakan
Instrumen Pemantauan dan Evaluasi Penerapan Sekolah/Madrasah Aman berdasarkan
Pilar 1, Pilar 2, dan Pilar 3 (Lampiran 2). Laporan disampaikan kepada Sekretariat
Sekolah/ Madrasah Aman Provinsi, Bupati/ Walikota, SKPD, dan pihak terkait lainnya.

Roadmap Sekolah/ Madrasah Aman – Kemendikbud 2015 54

Anda mungkin juga menyukai