Anda di halaman 1dari 122

Jurnal

Kebidanan dan Keperawatan


Vol. 9 No. 2, Desember 2013 ISSN 1858-0610

Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan Sosialisasi Terhadap Kualitas Hidup Lansia
Sri Setyowati 93-101

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendidik Sebaya dalam Memberikan Informasi


Kesehatan Reproduksi Remaja
Herlin Fitriani Kurniawati, Zahroh Shaluhiyah 102-113

Persepsi Mahasiswa Terhadap Tingkat Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa Kebidanan


Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah 114-121

Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa pada Keluarga Melalui Model Preventive Care
Mamnu’ah 122-129

Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Karyawan di STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta


Tenti Kurniawati 130-137

Pengaruh Senam Nifas terhadap Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Pada Primipara Post Partum
Yani Widyastuti, Suherni, Endah Marianingsih 138-146

Hubungan Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan Minat Melakukan


Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Suesti, Sri Ratnaningsih, Esitra Herfanda 147-154

Pengaruh Media Pembelajaran Demonstrasi Phantom Dibanding Kombinasi Video


Compact Disc terhadap Ketrampilan Injeksi Mahasiswa
Yekti Satriyandari, Mufdlilah, Ririn Wahyu Hidayati 155-162

Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan Tingkat Stres Dan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien DM Tipe 2
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto 163-174

Pengaruh Musik terhadap Respirasi Bayi Berat Lahir Rendah Selama Kangaroo
Mother Care
Wiwi Kustio 175-182

Risiko Jatuh pada Lanjut Usia yang Mengikuti Senam dengan yang Tidak Mengikuti
Senam
Catur Suhartati, Lutfi Nurdian Asnindari 183-192

Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi
Suratini 193-204

Indeks Subjek Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) Vol. 9 Tahun 2013
Indeks Pengarang Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) Vol. 9 Tahun 2013
Daftar Nama Mitra Bestari sebagai Penelaah Tahun 2013
.
PENGARUH KONSEP DIRI DAN KEMAMPUAN SOSIALISASI
TERHADAP KUALITAS HIDUP LANSIA

Sri Setyowati
STIKES Surya Global Yogyakarta
E-mail: setyoku.sg@gmail.com

Abstract: This observational study was to analyze the influence of self-


concept and social skills on quality of life of elderly. Thirty three
respondents were recruited as sample using purposive sampling
technique. The study shows that t count value of self-concept (3.216) is
greater than t table (1.693). There was significant influence of self-
concept on quality of life of elderly while t count value of social skills
(1.022) is less than t table (1.693). There was no significant influence of
social skills on quality of life of elderly. F value > 4 (5.578 with 0.009
significance level), there was significant influence simultaneously
between self-concept and social skills on quality of life of elderly at
Kepek, Timbulharjo, Sewon , Bantul, Yogyakarta.

Keywords: self-concept, social skills, quality of life of elderly

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsep


diri dan kemampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup lansia, merupakan
penelitian kuantitatif (observasi analitik) dengan pendekatan waktu cross
sectional. Pengambilan sampel dengan purposive sampling didapatkan
33 responden. Nilai t hitung untuk variabel konsep diri (3,216) lebih besar
dari nilai t tabel untuk N=33 yaitu sebesar 1,693, ada pengaruh yang
signifikan antara konsep diri terhadap kualitas hidup lansia. Nilai t hitung
untuk variabel kemampuan sosialisasi adalah sebesar 1,022 lebih kecil
dari nilai t tabel untuk N=33 yaitu sebesar 1,693, tidak ada pengaruh
yang signifikan antara kemampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
lansia. Nilai F>4 (5,578 dengan taraf signifikansi sebesar 0,009), dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama
antara konsep diri dan kemampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
lansia di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta.

Kata kunci: konsep diri, kemampuan sosial, kualitas hidup lansia


94 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 93-101

PENDAHULUAN Peningkatan jumlah usia lanjut yang


Keberhasilan pembangunan di segala cepat akan menimbulkan permasalahan
bidang menghasilkan kondisi sosial masya- yang kompleks dan memberikan dampak
rakat semakin membaik, usia harapan hidup pada berbagai aspek kehidupan serta
semakin meningkat dan jumlah lanjut usia berpengaruh terhadap kelompok penduduk
semakin bertambah. Pertumbuhan jumlah lainnya. Pada aspek kesehatan, peningkatan
penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia jumlah tersebut akan menimbulkan masalah,
tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam baik masalah fungsional maupun psikologi
kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah yang akan berdampak pada kualitas hidup
lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan lansia.
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau Lanjut usia (lansia) akan mengalami
sebesar 11,37% dari jumlah penduduk. Itu perubahan penampilan fisik, kemampuan
berarti jumlah lansia di Indonesia akan ber- dan fungsi tubuh yang akan mengakibatkan
ada di peringkat empat dunia di bawah Cina, tidak stabilnya konsep diri. Perubahan kon-
India dan Amerika Serikat. sep diri pada lansia terutama disebabkan oleh
Peningkatan usia harapan hidup yang kesadaran subyektif yang terjadi sejalan de-
diiringi dengan penurunan angka kelahiran dan ngan bertambahnya usia. Apabila lansia me-
kematian mengakibatkan kondisi geografis nyadari adanya perubahan fisik dan psikis
penduduk Indonesia mengalami perubahan. yang terjadi pada diri mereka maka mereka
Dilihat dari komposisi penduduk menurut atau lansia akan bertingkah laku yang seha-
umur, struktur penduduk Indonesia semakin rusnya dilakukan oleh lansia (Rini, 2002).
mengarah ke penduduk berstruktur tua. Menurut Hurlock (2007), selain ada-
nya perubahan fisik dan psikis secara sosial
Tabel 1. Peningkatan Jumlah Lansia di lansia cenderung mengurangi bahkan ber-
Indonesia henti dari kegiatan sosial atau menarik diri
dari pergaulan sosialnya. Keadaan ini meng-
Tahun Jumlah Lansia Persentase akibatkan interaksi sosial lansia menurun,
1980 7.998.543 5,45 secara kualitas maupun kuantitas yaitu kehi-
1990 12.700.000 6,56 langan peran, kontak sosial dan berkurang-
2000 23.992.552 9,77 nya komitmen karena sudah merasa tidak
2020 28.822.879 11,34 mampu. Berkurangnya interaksi sosial usia
lanjut dapat menyebabkan perasaan terisolir,
perasaan tidak berguna sehingga lanjut usia
Tabel 1 menunjukkan bahwa Indone- menyendiri atau mengalami isolasi sosial. Hal
sia penduduknya sudah berstruktur tua ini jika tidak dilakukan penanganan yang
(aged structured population) karena rata- tepat akan menyebabkan penurunan kese-
rata proporsi penduduk yang berusia 60 hatan baik fisik maupun psikis, sehingga akan
tahun keatas sudah lebih 7%. Pertumbuhan menurunkan kualitas hidupnya.
jumlah penduduk usia lanjut ini sangat ber- Kualitas hidup merupakan indikator
agam di berbagai daerah di Indonesia. Pro- penting untuk menilai keberhasilan intervensi
vinsi DI Yogyakarta memiliki jumlah terbesar pelayanan kesehatan, baik dari segi pence-
yaitu sebesar 12,75%. Dengan Umur Ha- gahan maupun pengobatan. Dimensi kualitas
rapan Hidup (UHH) yaitu laki-laki 69,15 hidup tidak hanya mencakup dimensi fisik
tahun sedangkan perempuan 73,03 tahun saja, namun juga mencakup kinerja dalam
(Depsos, 2007). memainkan peran sosial, keadaan
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 95

Tabel 2. Deskipsi Frekuensi Identitas Responden Menurut Umur di Kepek


Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta
Simpangan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimum
Baku
Umur 67,88 68 6,328 60 82

emosional, fungsi-fungsi intelektual dan Setelah sampel ditetapkan selanjutnya


kognitif serta perasaan sehat dan kepuasan dilakukan pengumpulan data. Cara pe-
hidup. Kualitas hidup dalam hal ini merupa- ngumpulan data dengan kuesioner yang diisi
kan konsep yang sangat luas yang dipenga- oleh lansia dengan didampingi peneliti (pene-
ruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat liti membacakan) dan ceklist yang diisi
kemandirian, serta hubungan individu de- langsung oleh peneliti. Analisa univariat
ngan lingkungan (Curtis dalam Oktaviani, bertujuan untuk memberikan gambaran
2009). karakteristik masing-masing variabel pene-
litian dengan menggunakan distribusi freku-
METODE PENELITIAN ensi dan persentase pada masing-masing ke-
Penelitian ini merupakan penelitian lompok. Analisa bivariat bertujuan untuk
kuantitatif (observasi analitik) dengan pen- menganalisa pengaruh konsep diri dan ke-
dekatan waktu cross sectional. Populasi mampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal lansia menggunakan uji statistik regresi
di Dusun Kepek Timbulharjo Sewon Bantul berganda.
Yogyakarta, yang berjumlah 132 orang.
Pengambilan sampel dengan cara nonproba- HASIL DAN PEMBAHASAN
bility sampling dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Deskripsi Frekuensi Identitas Responden
Variabel bebas dalam penelitian ini Deskripsi frekuensi identitas respon-
adalah konsep diri dan kemampuan sosiali- den di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul
sasi. Variabel terikat dalam penelitian ini ada- Yogyakarta ditampilkan dalam tabel 2 di
lah kualitas hidup lansia. Konsep diri ada- atas.
lah evaluasi kelayakan pada diri sendiri (har- Berdasarkan deskripsi frekuensi iden-
ga diri). Skala pengukuran yang digunakan titas responden menurut umur menunjukkan
adalah interval yang diukur dengan alat ukur bahwa rerata umur lansia di Kepek Timbul-
kuesioner. Kemampuan sosialisasi adalah harjo Sewon Bantul Yogyakarta adalah
perilaku lansia dalam melakukan hubungan 67,88 (SD 6,328).
antar pribadi, pengisian waktu luang dan
keterampilan menghadapi situasi. Tabel 3. Deskipsi Frekuensi Identitas
Skala pengukuran yang digunakan Responden Menurut Jenis
adalah interval yang diukur dengan alat ukur Kelamin di Kepek Timbul-
ceklist. Kualitas hidup lansia adalah kondisi harjo Sewon Bantul Yogya-
hidup lansia sesuai dengan kehidupan sehari- karta
hari dilihat dari kondisi fisik, status mental dan
hubungan sosial dengan orang lain. Skala Jenis Kelamin Jumlah Persentase
pengukuran yang digunakan adalah interval Laki-laki 14 42,4
yang diukur dengan alat ukur kuesioner. Perempuan 19 57,6
96 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 93-101

Berdasarkan deskripsi frekuensi iden- didapatkan bahwa jumlah responden untuk


titas responden menurut jenis kelamin di tingkat pendidikan TS (tidak sekolah)
Kepek Timbulharjo Sewon Bantul Yogya- sebanyak 63,6 % (21 orang), SD sebanyak
karta didapatkan bahwa jumlah responden 18,2 % (6 orang) dan SMP sebanyak 18,2
laki-laki sebanyak 42,4% (14 orang) dan % (6 orang).
responden perempuan sebanyak 57,6 % (19
orang). Deskripsi Frekuensi Variabel

Tabel 4. Deskipsi Frekuensi Identitas Konsep Diri


Responden Menurut Tingkat Deskripsi frekuensi variabel dari kon-
Pendidikan di Kepek Timbul- sep diri ditampilkan dalam tabel 5.
harjo Sewon Bantul Berdasarkan tabel deskripsi frekuensi
konsep diri menunjukkan rerata konsep diri
Tingkat Jumlah Persentase lansia di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul
Pendidikan Yogyakarta adalah 4,97 (SD 2,243).
TS 21 63,6
SD 6 18,2
SMP 6 18,2
Kemampuan Sosialisasi
Deskripsi frekuensi variabel dari ke-
mampuan sosialisasi pada penelitian ini
Berdasarkan deskripsi frekuensi iden- ditampilkan dalam tabel 6.
titas responden tingkat pendidikan di Kepek Berdasarkan tabel deskripsi frekuensi
Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta kemampuan sosialisasi menunjukan rerata

Tabel 5. Deskripsi Frekuensi Konsep Diri di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul


Yogyakarta
Simpangan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimum
Baku
Konsep Diri 4,97 4 2,243 2 9

Tabel 6. Deskripsi Frekuensi Kemampuan Sosialisasi Responden di Kepek


Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta
Simpangan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimum
Baku
Kemampuan
9,39 9 2,461 3 13
Sosialisasi

Tabel 7. Deskripsi Frekuensi Kualitas Hidup Lansia di Kepek Timbulharjo Sewon


Bantul Yogyakarta

Simpangan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimum
Baku
Kualitas
23,82 25 4,496 10 30
Hidup
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 97

kemampuan sosialisasi lansia di Kepek yang signifikan terhadap kualitas hidup


Timbulharjo Sewon Bantul Yogyakarta lansia. Dengan demikian hipotesis Hb dalam
adalah 9,39 (SD 2,461). penelitian ini ditolak, tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara kemampuan sosiali-
Kualitas Hidup sasi terhadap kualitas hidup lansia.
Deskripsi frekuensi variabel dari kua-
litas hidup pada penelitian ini ditampilkan Pengaruh Konsep Diri Terhadap
dalam tabel 7. Kualitas Hidup Lansia
Berdasarkan tabel deskripsi frekuensi Konsep diri merupakan indikator pen-
kualitas hidup lansia menunjukan rerata ting untuk kesehatan psikologi bagi lansia
kualitas hidup lansia di Kepek Timbulharjo (Daniewicz, Mercier, Powers, & Flynn,
Sewon Bantul Yogyakarta adalah 23,82 (SD 1991). Lansia akan mengalami perubahan
4,496). penampilan fisik, kemampuan dan fungsi
tubuh yang akan mengakibatkan ketidak-
Hasil Uji F (Uji Simultan) berdayaan dan ketidak stabilan konsep diri.
Hasil Uji F pada model penelitian ada- Konsep diri berkembang dengan bertam-
lah sebesar 5,578 dengan taraf signifikansi bahnya usia. Konsep diri pada lansia sangat
sebesar 0,009. Nilai F>4 maka Ho dapat berhubungan dengan apa yang lansia
ditolak pada derajat kepercayaan 5%, de- rasakan.
ngan kata lain Ha diterima (Ghozali 2011), Perubahan konsep diri yang terjadi
menunjukkan bahwa variabel konsep diri dan pada lansia terutama disebabkan oleh kesa-
kemampuan sosialisasi secara serempak daran subyektif yang terjadi sejalan dengan
mempunyai pengaruh yang signifikan terha- bertambahnya usia. Apabila lansia menyadari
dap kualitas hidup lansia pada signifikansi 5%. adanya perubahan fisik dan psikis yang ter-
jadi pada dirinya maka lansia akan ber-
Hasil Uji t tingkah laku yang seharusnya lansia lakukan,
Uji t (parsial) adalah untuk melihat pe- dan sebaliknya jika lansia tidak menyadari
ngaruh variabel konsep diri dan kemampuan adanya perubahan tersebut maka lansia
sosialisasi secara parsial terhadap kualitas akan menjadi terganggu konsep dirinya.
hidup lansia. Nilai t hitung untuk variabel kon- Beck, Willian dan Rawlin dalam Rini
sep diri adalah sebesar 3,216. Nilai tersebut (2002) menyatakan bahwa konsep diri me-
menunjukkan diatas nilai t table untuk N=33 rupakan cara individu memandang dirinya
yaitu sebesar 1,693 sehingga diinterpre- secara utuh, baik fisik, emosional intelektual,
tasikan bahwa variabel konsep diri mempu- sosial dan spiritual. Konsep diri merupakan
nyai pengaruh yang signifikan terhadap suatu ukuran kualitas yang memungkinkan
kualitas hidup lansia. Dengan demikian seseorang dianggap dan dikenali sebagai
hipotesis Ha dalam penelitian ini diterima, individu yang berbeda dengan individu
terdapat pengaruh yang signifikan antara lainnya. Kualitas yang membuat seseorang
konsep diri terhadap kualitas hidup lansia. memiliki keunikan sendiri sebagai manusia,
Nilai t hitung untuk variabel kemam- tumbuh dan berkembang melalui interaksi
puan sosialisasi adalah sebesar 1,022. Nilai sosial, yaitu berkomunikasi dan menjalin
tersebut menunjukkan dibawah nilai t table hubungan dengan orang lain. Individu tidak
untuk N=33 yaitu sebesar 1,693 sehingga dilahirkan dengan membawa kepribadian
diinterpretasikan bahwa variabel kemam- tetapi dipengaruhi oleh lingkungan di
puan sosialisasi tidak mempunyai pengaruh sekitarnya.
98 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 93-101

Pembentukan konsep diri sangat dipe- Konsep diri sangat berpengaruh terha-
ngaruhi oleh lingkungan. Konsep diri juga dap kualitas hidup lansia, dimana harga diri
akan dipelajari melalui kontak diri. Konsep adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
diri merupakan suatu ukuran kualitas yang dicapai dengan menganalisis seberapa ba-
memungkinkan seseorang dianggap dan nyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dikenali sebagai individu lainnya. Hal ini akan dirinya. Individu akan merasa harga dirinya
mempengaruhi kemampuan individu dalam tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
membina hubungan dengan orang lain. sebaliknya individu akan merasa harga diri-
Self esteem atau penghargaan diri nya rendah bila sering mengalami kegagalan,
adalah nilai yang oleh seseorang dianggap tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan.
sebagai keunikan karakteristik, sifat-sifat
dan batas-batas seseorang. Self esteem Pengaruh Kemampuan Sosialisasi
mewakili evaluasi dan komponen efektif dari Terhadap Kualitas Hidup Lansia
konsep diri dari seseorang. Hal ini menunjuk Sosialisasi adalah satu konsep umum
kepada penilaian kualitatif dan rasa nilai yang bisa dimaknakan sebagai sebuah
untuk menggambarkan jati dirinya. Jadi proses dimana kita belajar melaui interaksi
konsep diri adalah pencerapan (persepsi) dengan orang lain, tentang cara berpikir,
seseorang tentang dirinya dan self esteem merasakan dan bertindak, dimana kese-
adalah nilai seseorang terhadap persepsi itu. muanya itu merupakan hal-hal yang sangat
Harga diri adalah dasar pengalaman penting dalam menghasilkan partisipasi sosial
hidup seseorang dan merupakan komponen yang efektif (Mustafa, 2007).
yang mendasari kepribadian yang mempe- Menurut Charlotte Buhler dalam
ngaruhi hubungan interpersonal serta suasa- Henslin (2006) kemampuan sosialisasi
na hati sehari-hari dan kemampuan untuk adalah kemampuan yang membantu in-
berfungsi. Spier dan Busse dalam Misra dividu-individu menyesuaikan diri bagaimana
(1996) melaporkan dalam episode depresi cara berfikir secara kelompok, agar dapat
pada lansia, menyimpulkan bahwa depresi berperan dan berfungsi dalam kelompok-
pada orang tua biasanya terkait dengan nya. Sosialisasi terjadi tidak hanya sekali
hilangnya harga diri. seumur hidup, melainkan terus menerus dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berganti-ganti menyesuaikan dengan
pengaruh konsep diri terhadap kualitas hidup perubahan yang terjadi dalam lingkungan.
lansia terdapat pengaruh yang signifikan ter- Sosialisasi mengacu pada suatu proses
hadap kualitas hidup lansia dimana t hitung belajar seorang individu yang akan meng-
lebih besar dari t table (3,216> 1,693). Ha- ubah dari seseorang yang tidak tahu menahu
sil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih
(Misra, 1996) dimana didapatkan hasil tahu dan memahami akan dirinya (Mubarak,
hubungan positif dan signifikan antara harga 2009). Kemampuan melakukan kontak
diri, olahraga dan self-rated kesehatan pada memiliki pengaruh yang menentukan kese-
wanita lansia. Penelitian tersebut menyim- hatan. Orang dengan kapasitas melakukan
pulkan bahwa wanita lansia yang mempu- kontak yang lebih besar mempunyai jaringan
nyai kebugaran yang positif akan mempu- dukungan sosial yang lebih luas dan lebih
nyai harga diri yang tinggi begitu juga seba- baik daripada mereka yang kurang mampu
liknya. Dengan demikian konsep diri atau membangun hubungan dengan orang lain.
harga diri pada lansia akan mempengaruhi Kemampuan sosialisasi yang dimaksud
kualitas hidupnya. dalam penelitian ini adalah perilaku lanjut usia
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 99

dalam melakukan hubungan antar pribadi, mengurangi bahkan berhenti dari kegiatan
pengisian waktu luang dan ketrampilan sosial atau menarik diri dari pergaulan
menghadapi situasi. sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan inter-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksi sosial menurun, secara kualitas maupun
nilai t hitung untuk variabel kemampuan kuantitas yaitu kehilangan peran, kontak
sosialisasi adalah sebesar 1,022. Nilai ter- sosial dan hilangnya komitmen karena sudah
sebut menunjukkan dibawah nilai t table merasa tidak mampu.
untuk N=33 yaitu sebesar 1,693 sehingga Kehadiran keluarga merupakan sum-
diinterpretasikan bahwa variabel kemam- ber dukungan sosial karena dalam hubungan
puan sosialisasi tidak mempunyai pengaruh keluarga tercipta hubungan saling memper-
yang signifikan terhadap kualitas hidup cayai. Individu sebagai anggota keluarga
lansia. Hasil ini dimungkinkan bahwa lansia akan menjadikan keluarga sebagai kum-
di Kepek Sewon Timbulharjo masih tinggal pulan harapan, tempat bercerita, tempat ber-
bersama keluarga dimana keluarga masih tanya dan tempat mengeluarkan keluhan-
memberikan dukungan sosial yang kuat. keluhan bilamana individu sedang mengalami
Sarafino dalam Arliza (2006) menya- permasalahan, sehingga lansia akan tetap
takan dukungan sosial sebagai adanya merasa dibutuhkan dan dihargai keha-
pemberian informasi baik secara verbal mau- dirannya, dengan demikian kualitas hidup
pun nonverbal, misalnya orang tua membe- lansia tidak akan terpengaruh meskipun
rikan saran kepada anaknya, pemberian kemampuan sosialnya berkurang.
bantuan tingkah laku atau materi melalui Berbeda dengan penelitian sebelum-
hubungan sosial yang akrab, misalnya anak nya yang menyampaikan bahwa orang yang
memberikan perhatian terhadap orang lebih dapat bersosialisasi kecil kemung-
tuanya yang sudah tua, individu yang mene- kinannya untuk tertular penyakit (Ferrucci
rimanya akan memiliki harga diri dan rasa Piero, 2006). Hal ini jelas bahwa lansia akan
percaya diri yang tinggi sehingga memun- mengalami kemunduran fisik dimana semua
culkan perilaku asertif. Dukungan sosial ada- organ tubuh dan kekebalan tubuhnya sudah
lah ketersediaan sumber daya yang memberi- mengalami kemunduran sehingga lansia akan
kan kenyamanan fisik dan psikologis yang lebih rentan terhadap penyakit.
didapat lewat pengetahuan bahwa individu
tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan
orang dan ia juga merupakan anggota dalam Sosialisasi Terhadap Kualitas Hidup
suatu kelompok yang berdasarkan kepen- Lansia
tingan bersama (Arliza, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Dukungan sosial merupakan salah satu secara bersama-sama konsep diri dan ke-
sumber penanggulangan yang penting terha- mampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
dap stres dan mempunyai pengaruh terhadap lansia mempunyai pengaruh yang signifikan
kondisi kesehatan seseorang. Menurut secara statistik. Hal ini sesuai dengan pen-
WHO dalam Arliza (2006) sumber support dapat yang disampaikan oleh Hunter, Linn,
dapat dibagi menjadi tiga level yaitu primer & Harris (1981-82) bahwa seiring ber-
(anggota keluarga dan sahabat/orang terde- tambahnya usia, lansia semakin beresiko
kat), sekunder (teman, kenalan, tetangga untuk mengalami peristiwa dan kondisi yang
dan rekan kerja) dan tersier (guru dan berhubungan dengan harga diri rendah seba-
petugas kesehatan). Seiring bertambahnya gai akibat dari kecacatan, kesehatan yang
usia, perubahan sosial lanjut usia cenderung buruk dan stres jangka panjang. Lansia
100 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 93-101

menjadi lebih sedikit kontak dengan keluarga dari nilai t table untuk N=33 yaitu sebesar
dan teman daripada saat mereka di usia 1,693 sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertengahan. tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Lansia mungkin mengalami kemun- kemampuan soisalisasi terhadap kualitas
duran kemampuan untuk mengendalikan hidup lansia.
kehidupan mereka. Semua kondisi tersebut Hasil Uji F pada model penelitian
di atas terkait dengan menurunnya kesejah- adalah sebesar 5,578 dengan taraf signifi-
teraan psikologis antara orang-orang lanjut kansi sebesar 0,009. Nilai F>4 menunjuk-
usia dalam populasi umum (Cohen, Teresi, kan ada pengaruh yang signifikan secara
& Holmes, 1985;. Hunter dkk, 1981-82). bersama-sama antara konsep diri dan ke-
Menurut Oliver dalam Nugraheni mampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
(2008), kualitas hidup merupakan suatu lansia di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul
konsep yang luas yaitu merupakan peng- Yogyakarta.
gabungan yang kompleks antara kesehatan Saran
fisik, kondisi psikologis, tingkat kemandirian, Bagi keluarga yang memiliki atau ting-
interaksi sosial, kepercayaan diri dan hu- gal bersama lansia untuk selalu memberikan
bungan yang baik dengan lingkungannya. dukungan konsep diri terutama harga diri
Lawton dalam Putri (2008) menyatakan agar lansia senantiasa memiliki kualitas hidup
bahwa kualitas hidup bersifat multidimensi yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan
karena kualitas hidup sendiri dari berbagai bahwa konsep diri dan kemampuan sosiali-
macam kesejahteraan sosial, sedangkan sasi berpengaruh terhadap kualitas hidup
kualitas hidup bersifat subyektif mengartikan lansia, oleh karena itu para petugas kese-
bahwa masing-masing individu memiliki hatan untuk memberikan dukungan psiko-
pandangan yang berbeda dalam menentukan logis lansia dalam memberikan intervensi
kualitas hidup yang baik. selain fisik.
Kualitas hidup merupakan tingkat
kehidupan yang berkualitas (dimana hal ini
perlu ada ukuran yang kualitatif), sehingga DAFTAR RUJUKAN
hidup seimbang. Dalam konteks penelitian Cohen, C., Teresi, J & Holmes, D. 1985.
ini kualitas hidup pada lansia adalah kondisi Social Networks, Stress and Phy-
hidup lansia sesuai dengan kehidupan sehari- sical Health: A Longitudinal Study
hari dilihat dari kondisi fisik, status mental of An Inner-City Elderly Population.
dan hubungan sosial dengan orang lain. Journal of Gerontology, 40: 478-
486.
SIMPULAN DAN SARAN Daniewicz, S.C., Mercier, LK, Powers,
Simpulan E.A., & Flynn, D. 1991. Change,
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan Resources and Self-Esteemin A
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Community Of Women Religious.
konsep diri terhadap kualitas hidup lansia, Journal of Women & Aging, 3(1):
ditunjukkan dengan nilai t hitung untuk varia- 71-91.
bel konsep diri (3,216) lebih besar dari nilai Departemen Kesehatan dan Departemen
t table untuk N=33 yaitu sebesar 1,693. Sosial RI. 2007. Pedoman Pem-
Nilai t hitung untuk variabel kemampuan binaan Kesehatan Usia Lanjut
sosialisasi adalah sebesar 1,022 lebih kecil Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta.
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 101

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Women & Ageing, 8 (1) : 81.
Multivariate dengan Program Mubarak WI. 2009. Sosiologi Untuk
IBM SPSS19. Badan Penerbit Uni- Keperawatan. Salemba Medika:
versitas Diponegoro: Semarang. Jakarta.
Henslin, James M. 2006. Sosiologi dengan Mustafa, Hasan. 2007. Sosialisasi,
Pendekatan Membumi. Jilid I Edi- (Online), (http://home.unpar.ac.id /
si Keenam. Erlangga: Jakarta. ~hasan/ SOSIALISASI.doc),
Hunter, K.I., Linn, M.W., & Harris, R. diakses 2012.
1981-82. Characteristics of High Oktaviani. 2009. Hubungan Antara
and Low Self-Esteem in The El- Bentuk Interaksi Sosial Dengan
derly. International Journal of Kualitas Hidup Pada Lansia Di
Ageing and Human Develop- Panti Sosial Tresna Wredha
ment, 14: 117-126. Abiyoso Pakem Yogyakarta.
Hurlock, E.B. 2007. Psikologi Perkem- Skripsi. Yogyakarta: Program Studi
bangan: Suatu Pendekatan Se- Ilmu Keperawatan Fakult as
panjang Rentang Kehidupan. Kedokteran Universitas Gadjah
Edisi V. PT GAP: Jakarta. Mada.
Lubis, Arliza Juairiani. 2006. Dukungan Piero, Ferrucci. 2006. The Power of Kind-
Sosial pada Pasien Gagal Ginjal ness: The Unexpected Benefits of
Terminal yang Melakukan Terapi Leading a Compassionate Life.
Hemodialisa. Makalah Diterbit- By Jeremy P. Tarcher/Penguin
kan. Medan: Prodi Psikologi Fa- Group (USA) Inc.,375 Hudson
kultas Kedokteran USU. Street: New York.
Misra, R., Alexy, B., Panigrahi, B. 1996. Rini, JF. 2002. Konsep Diri, (Online),
The Relationships Among Self- (http://www.epsikologi.com/
Esteem, Exercise, and Self-Rated dewasa/ 160502.html), diakses 5
Health in Older Women. Journal of Nopember 2011.

.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIK SEBAYA
DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA

Herlin Fitriani Kurniawati, Zahroh Shaluhiyah


STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: helins_putro@yahoo.co.id

Abstract: The purpose of this study was to analyze the behavior of


peer educators in providing reproductive health information to adolescents
in high school students in Kulon Progo District of Yogyakarta. This
research is explanatory research with cross sectional approach. The
sample was 81 peer educators in high school in Kulon Progo District of
Yogyakarta. Data collecting instruments are questionnaires. Data were
analyzed using univariate, bivariate and multivariate analysis. The results
showed that peer educators were well-behaved in providing information
on ARH (51.9%) and were misbehaved (48.1%). Behavior of peer
educators were influenced by the knowledge of adolescent reproductive
health (OR=2.972), availability of facilities that support peer educators
in providing information (OR=2.886). The result clearly supports The
Department of Community, Village Governance, Women and Family
Planning (BPMPDP & KB) of Kulon Progo district of Yogyakarta to
hold refreshing material ARH (Adolescent Reproduction Health) and
assignments for peer educators with the principal.

Keywords: behavior of peer educators, giving information ARH

Abstrak: Tujuan penelitian adalah menganalisis perilaku pendidik sebaya


dalam memberikan informasi KRR pada siswa SMA di Kabupaten Kulon
Progo DIY. Metode Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional. Sampel adalah pendidik sebaya di SMA di
Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 81
orang. Pengambilan data menggunakan angket, dianalisis secara univariat,
bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan pendidik sebaya
yang berperilaku baik dalam memberikan informasi KRR (51,9%) dan
yang berperilaku baik (48,1%). Perilaku pendidik sebaya dalam
memberikan informasi KRR dipengaruhi oleh pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja (OR=2,972), ketersediaan sarana yang
mendukung pendidik sebaya dalam memberikan informasi KRR
(OR=2,886). BPMPDP dan KB perlu mengadakan penyegaran materi
KRR serta meningkatkan advokasi dan sosialisasi dengan kepala sekolah.

Kata kunci: perilaku pendidik sebaya, pemberian informasi KRR


Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 103

PENDAHULUAN reproduksi yang khusus melayani remaja


Di Indonesia jumlah remaja setiap sangat diperlukan (Soetjiningsih, 2007).
tahun semakin bertambah. Remaja tidak Untuk itu pemerintah telah membentuk Pusat
bisa lepas dari masalah kesehatan repro- Informasi dan Konsultasi Kesehatan Repro-
duksi. Remaja perempuan dan laki-laki usia duksi Remaja (PIK-KRR) (BKKBN,
15-24 tahun yang mengetahui tentang masa 2002).
subur yaitu 29% dan 32,3%, yang menge- Salah satu komponen dalam PIK Re-
tahui risiko kehamilan jika melakukan hu- maja adalah pendidik sebaya yang bertugas
bungan seksual masing-masing mencapai memberikan informasi kesehatan reproduksi
49,5% dan 45,5% (BKKBN, 2010). kepada sebayanya. Hal ini sesuai perkem-
Menurut survei Komnas Perlindungan bangan psikologi remaja, remaja akan lebih
Anak di 33 propinsi bulan Januari sampai dekat dengan temannya (Santrock, 2010).
dengan Juni 2008 diperoleh hasil 97% re- Diantara teman sebaya diharapkan lebih
maja SMP dan SMA pernah menonton film terbuka dan dapat terjadi komunikasi dari
porno, 93,7% pernah berciuman, genital hati ke hati (FHI, 2002). Peran pendidik
stimulation dan oral seks, 21,2% melaku- sebaya dalam program kesehatan reproduk-
kan aborsi (BKKBN, 2008). Hal yang tidak si remaja dirasa cukup penting, oleh karena
berbeda juga diperoleh dari hasil STBP itu remaja yang peduli dan dapat memahami
2011 sebanyak 7% populasi remaja menga- kehidupan remaja dapat dijadikan sebagai
ku pernah berhubungan seksual, 51% tenaga penyuluh (Aryekti, 2009).
menggunakan kondom pada hubungan Berdasarkan penelitian PKBI,
seksual terakhir (DP2PL, 2011). 94,55% responden sangat membutuhkan
Berdasarkan data kasus pernikahan pelayanan KRR, namun hanya 23,42%
usia dini di Kulon Progo, tahun 2006 seba- responden yang pernah menggunakan pusat
nyak 19 kasus, 2007 sebanyak 41 kasus, pelayanan remaja (Tanjung, 2001). Berda-
2008 sebanyak 68 kasus, tahun 2009 sarkan penelitian Purwatiningsih (2001)
terdapat 54 kasus, tahun 2010 sebanyak 36 pelayanan kesehatan reproduksi sangat
kasus, tahun 2011 sebanyak 36 kasus. Ca- dibutuhkan remaja untuk menghindari
lon pengantin yang hamil sebelum menikah kehamilan tidak diinginkan, aborsi tidak
9,9% pada tahun 2006, 13,32% pada tahun aman, penyakit menular seksual. Berdasar-
2007, 10,24% pada tahun 2008, 11,22% kan penelitian Yansah (2011) pendidik
pada tahun 2009, 11,66% pada tahun 2010 sebaya remaja membawa dampak yang po-
dan tahun 2011 menjadi 14,27%. sitif bagi remaja karena remaja memperoleh
Kurangnya pemahaman tentang peri- pengetahuan yang lebih baik tentang
laku seksual pada remaja sangat merugikan kesehatan reproduksi.
remaja, sebab pada masa ini remaja meng- Dari hasil penelitian Palinggi (2009)
alami perkembangan yang penting yaitu kendala yang dialami siswa sebagai pendidik
kognitif, emosi, sosial dan seksual. Hal ini sebaya sewaktu menerapkan ketrampilan-
disebabkan oleh berbagai faktor antara lain nya adalah kurangnya kepercayaan diri atas
adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya kemampuannya dalam menyampaikan
informasi dari sumber yang benar. Kurang- informasi kespro, teman yang tidak menga-
nya pemahaman ini akan mengakibatkan cuhkan dan kurangnya dukungan sekolah.
berbagai dampak yang sangat merugikan Yansah (2011) juga mengungkapkan
kelompok remaja dan keluarganya. Untuk kendala yang dialami pendidik sebaya
itu keberadaan pusat pelayanan kesehatan adalah waktu yang dimiliki pendidik sebaya
104 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113

remaja terbatas, mobilitas teman sebaya memberikan informasi KRR. Oleh karena
tinggi, serta pendidik sebaya remaja terka- itu perlu dilakukan penelitian tentang perilaku
dang tidak dipercaya oleh teman sebayanya. pendidik sebaya dalam memberikan infor-
Penelitian yang dilakukan Saito masi kesehatan reproduksi remaja.
(2009), 50,96% dari pendidik sebaya
memiliki kinerja tinggi untuk pendidikan METODE PENELITIAN
sebaya HIV/AIDS. Sebanyak 66,88% dari Penelitian ini menggunakan pende-
mereka memiliki pengetahuan tentang HIV/ katan kuantitatif, yang digunakan untuk
AIDS yang cukup dan hanya 8,92% memi- mengetahui sebaran data. Jenis penelitian ini
liki pengetahuan yang buruk, 63,06% memi- termasuk dalam penelitian explanatory
liki sikap yang bagus tentang pendidikan research dengan pendekatan cross
sebaya. Kursus dan pelatihan merupakan sectional (Sugiyono, 2007). Populasi dalam
sumber daya yang paling tersedia dan dapat penelitian ini adalah pendidik sebaya di
diakses oleh pendidik sebaya. Kinerja pen- Kabupaten Kulon Progo sebanyak 81
didik sebaya ada hubungannya dengan orang.
durasi bekerja sebagai pendidik sebaya, Sampel dalam penelitian ini adalah total
pelatihan dan dukungan sosial. populasi. Beberapa kriteria sampel yang
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dipilih (kriteria inklusi) diterapkan untuk
melalui BPMPDP dan KB telah melakukan memilih responden, yang bersedia berpar-
program penyebarluasan informasi KRR tisipasi secara sukarela dalam penelitian ini
dengan salah satu programnya adalah dan pada waktu penelitian tinggal di Ka-
membentuk PIK Remaja di SMA dan SMK bupaten Kulon Progo. Instrumen pengam-
di Kabupaten Kulon Progo. Menurut Ka- bilan data berupa angket yang terlebih
subid Konseling dan Pengembangan Pembi- dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data
naan Kespro dan KB Kabupaten Kulon dianalisis secara univariat, bivariat meng-
Progo jumlah remaja yang mengakses pen- gunakan uji chi square dan multivariat
didik sebaya masih kurang. Dari hasil diskusi menggunakan regresi logistik.
dengan beberapa guru di SMA, menyatakan
bahwa beberapa pendidik sebaya menya- HASIL DAN PEMBAHASAN
takan kepada gurunya, kadang kurang
percaya diri dalam menyampaikan informasi Perilaku Pendidik Sebaya dalam Mem-
KRR kepada temannya karena takut apabila berikan Informasi KRR
ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dan Pendidik sebaya adalah seorang yang
takut salah dalam menyampaikan materi. berperan memberikan pendidikan dengan
Kurangnya referensi materi KRR dan media cara menyampaikan informasi yang benar
juga dikeluhkan oleh pendidik sebaya. pada kelompoknya. Ada yang menyebutkan
Beberapa siswa SMA yang ditemui menya- pendidik sebaya adalah orang dari kelom-
takan hal yang senada, pendidik sebaya pok yang sama melakukan peran pendidik
dalam menyampaikan informasi kurang untuk anggota lain dan bekerja dengannya
menarik, kurangnya media seperti leaflet. atau rekan-rekannya untuk mempengaruhi
Penelitian ini menggunakan teori L.W sikap dan perubahan perilaku (BKKBN,
Green yaitu Precede Framework dan 2008; NACO). Definisi lain menyebutkan
Procede Framework (Green L, 2000). bahwa pendidik sebaya merupakan orang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal yang berpengaruh dan dianggap sebagai
yang mempengaruhi pendidik sebaya dalam rekan yang benar atau dekat dengan
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 105

kelompoknya. Pendidik sebaya merupakan pesan mengenai kesehatan reproduksi


sukarelawan yang dipilih oleh guru atau remaja meliputi suatu keadaan sehat jasmani,
pemimpin dalam masyarakat atau bisa juga psikologis dan sosial yang berhubungan
dipilih oleh rekan-rekan sendiri. Seorang dengan fungsi dan proses sistem reproduksi
pendidik sebaya yang telah dipilih oleh guru pada remaja sehingga remaja senantiasa
atas dasar perilaku yang baik dan mempu- dapat menjaga kesehatan reproduksinya.
nyai prestasi akademik yang bagus. Pendi- Sebelum orang berperilaku baru ter-
dik sebaya dapat bertindak sebagai fasilita- lebih dahulu terjadi proses adanya kesa-
tor dan sumber informasi dalam kelom- daran, merasa tertarik, menimbang-nimbang,
poknya (McDonald, 2007). mencoba dan adaptasi. Apabila penerimaan
Pendidik sebaya berperan membantu perilaku melalui proses tersebut didasari atas
kelompok sebaya dalam menyelesaikan pengetahuan, kesadaran dan sikap positif
suatu permasalahan kesehatan yang sedang maka perilaku tersebut akan menjadi kebia-
berkembang dengan menyebarluaskan saan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo,
informasi KRR sehingga dapat mengurangi 2003).
terjadinya suatu resiko kepada anggota Hasil penelitian mengenai perilaku
kelompok sebaya. Pendidik sebaya menjadi pendidik sebaya dalam memberikan infor-
narasumber bagi kelompok sebayanya. Pe- masi KRR menunjukkan bahwa 53% res-
nelitian telah menunjukkan bahwa remaja ponden tidak pernah memberikan materi
sangat membutuhkan informasi KRR fungsi organ reproduksi bagian dalam, 58%
(Afrima, 2011; PKBI, 2008). responden tidak pernah memberikan materi
Perilaku pendidik sebaya dalam mem- masa subur, 53,1% responden tidak mem-
berikan informasi KRR ini dibagi menjadi berikan materi bahaya kehamilan pada
dua kategori yaitu kategori baik dan kurang remaja, 68% responden tidak memberikan
baik. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel materi aborsi, 60,5% responden tidak
1 diperoleh hasil bahwa perilaku pendidik memberikan materi hak-hak reproduksi
sebaya dalam memberikan informasi KRR remaja.
sebagian besar berperilaku baik (51,9%) Dalam hal penggunaan alat bantu me-
sedangkan responden yang lain berperilaku dia penyampaian materi, responden tidak
kurang baik (48,1%) . pernah menggunakan media kliping koran,
kliping majalah, alat peraga, lembar balik
Tabel 1. Perilaku Pendidik Sebaya da- dan slide dengan persentase berturut-turut
lam Memberikan Informasi adalah 75,3%, 70,4%, 60,5%, 58% dan
KRR 53,1%. Ketrampilan responden menjalan-
kan tugasnya sebagai pendidik sebaya da-
No Kategori Jumlah Persentase
1. Baik 42 51,9 lam memberikan informasi KRR, 50,6% res-
2. Kurang baik 39 48,1 ponden tidak menanyakan kepada ahlinya
Jumlah 81 100 baik itu guru, dokter, paramedis, tokoh ma-
syarakat maupun tokoh agama apabila ada
Perilaku merupakan semua kegiatan pertanyaan yang tidak bisa dijawab, 50,6%
atau aktivitas manusia, baik yang dapat responden tidak melakukan pencatatan atas
diamati secara langsung maupun yang tidak kegiatan pemberian informasi KRR. Berda-
dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, sarkan hasil penelitian rata-rata dalam satu
2003). Pemberian informasi kesehatan bulan pendidik sebaya memberikan infor-
reproduki remaja adalah proses pemberian masi KRR sebanyak dua kali.
106 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113

Tugas pendidik sebaya adalah mem- Pemenuhan hak-hak reproduksi merupakan


berikan informasi KRR kepada remaja se- bentuk perlindungan bagi setiap individu
suai dengan Kurikulum dan Modul Pelatihan dimana hak tersebut salah satunya adalah
Pengelolaan Pemberian Informasi KRR oleh hak atas informasi dan edukasi yang berka-
Pendidik Sebaya yang dikeluarkan oleh itan dengan kesehatan reproduksi (Wiknjo-
BKKBN. Dari hasil penelitian menunjukkan sastro, 2006).
bahwa materi KRR belum semuanya ter- Pendidik sebaya diharapkan dapat le-
sampaikan dengan lengkap. Hal ini menye- bih berbagi pengetahuan dengan remaja me-
babkan remaja kurang mendapatkan infor- ngenai KRR, sesuai dengan konsep dari
masi yang benar tentang kesehatan repro- pendidikan sebaya, dimana remaja cende-
duksinya, sehingga banyak hal-hal yang rung lebih percaya dan terbuka pada seba-
menyebabkan remaja terjerumus dalam per- yanya dibandingkan dengan pendidik
gaulan yang tidak bertanggung jawab. Se- dewasa. Media merupakan salah satu daya
perti fakta kurangnya pengetahuan remaja tarik remaja untuk mengikuti kegiatan
tentang KRR dalam acara berita Seputar pemberian informasi KRR. Tetapi dari hasil
Indonesia yang ditayangkan di salah satu penelitian, media yang digunakan oleh
stasiun televisi tanggal 27 Januari 2013 pendidik sebaya masih sangat kurang.
dalam liputan khususnya yang mengambil Hal yang sama juga diperoleh dari hasil
tema tentang “Aborsi, Jerat Cinta Remaja”. penelitian Saito (2009), penggunaan media
Fenomena aborsi merupakan hal yang leaflet dan poster masih menjadi pilihan
dekat dengan remaja saat ini. Hal ini me- yang banyak diambil oleh pendidik sebaya
rupakan salah satu bentuk dari ketidak- yaitu >50% menggunakan media tersebut
tahuan remaja tentang kesehatan reproduk- dalam penyampaian informasi. Pendidik
sinya. Selain itu juga masih adanya kontro- sebaya diharapkan lebih bervariasi dalam
versi tentang pendidikan kesehatan repro- menggunakan media sehingga menarik minat
duksi, masih adanya anggapan bahwa de- remaja untuk datang dan mencari informasi
ngan memberikan materi kesehatan repro- pada pendidik sebaya.
duksi justru mengajarkan cara berhubungan Hasil penelitian menunjukkan sebagian
seksual. Hal ini merupakan PR yang harus besar responden (50,6%) dalam menjalan-
diluruskan agar tidak terjadi kesalahan kan tugasnya tidak menanyakan pada ahli-
penafsiran dari pendidikan atau pemberian nya apabila ada pertanyaan yang tidak bisa
informasi kesehatan reproduksi. dijawab. Hal ini dimungkinkan karena pen-
Berdasarkan penelitian dari Purwati- didik sebaya mencari informasi sendiri di in-
ningsih (2001) diperoleh hasil bahwa pela- ternet atau sumber belajar yang lain. Hasil
yanan kesehatan reproduksi sangat dibutuh- senada juga diperoleh dalam penelitian Saito
kan oleh remaja untuk menghindari keha- (2009) yang menyatakan bahwa lebih dari
milan yang tidak diinginkan, aborsi yang 50% pendidik sebaya tidak menanyakan
tidak aman, penyakit menular seksual dan kepada ahlinya misalnya guru, petugas kese-
salah satu akibat dari ketidaktahuan remaja hatan maupun pendidik sebaya yang lain jika
tentang informasi kesehatan reproduksi. ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab.
Hak-hak reproduksi hendaknya disam- Kegiatan administrasi yang dilakukan
paikan oleh pendidik sebaya karena hak- pendidik sebaya, 50,6% responden tidak
hak reproduksi merupakan hak asasi ma- pernah melakukan pencatatan terhadap
nusia dan merupakan bagian yang tidak kegiatan yang sudah dilakukan oleh pendidik
terpisahkan dari kesehatan reproduksi. sebaya. Padahal pencatatan ini sangat
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 107

penting sesuai dengan tugas pendidik sebaya punyai ketersediaan sarana yang lengkap
yang terdapat pada modul pendidik sebaya sebagai sarana penunjang dalam membe-
dimana salah satu tugasnya adalah mela- rikan informasi KRR memiliki peluang
kukan pencatatan kegiatan yang sudah dila- berperilaku baik dalam memberikan infor-
kukan (BKKBN, 2008). Administrasi yang masi KRR sebesar 2,886 kali dibanding
lengkap dapat digunakan sebagai doku- responden yang mempunyai ketersediaan
mentasi dan juga sebagai alat untuk bisa sarana yang kurang lengkap sebagai sarana
menindaklanjuti kegiatan yang sudah dilaku- penunjang dalam memberikan informasi
kan oleh pendidik sebaya. KRR.
Berdasarkan analisis statistika multi- Responden yang memiliki ketersediaan
variat, pengetahuan pendidik sebaya tentang sarana yang lengkap dan mempunyai peri-
KRR dengan nilai OR=2,972, menunjukkan laku yang baik dalam memberikan informasi
responden yang mempunyai pengetahuan KRR menunjukkan bahwa ketersediaan
baik tentang informasi KRR memiliki sarana yang dimiliki responden berpengaruh
peluang berperilaku baik dalam memberikan terhadap perilaku responden terutama
informasi KRR sebesar 2,972 kali diban- dalam memberikan informasi KRR pada
dingkan dengan responden yang memiliki sebayanya.
pengetahuan cukup tentang informasi KRR. Menurut Green (2000) ketersediaan
Responden yang memiliki pengetahuan sarana merupakan salah satu dari beberapa
tentang KRR baik dan mempunyai perilaku hal yang menjadi faktor pendukung
yang baik dalam memberikan informasi (enabling factor) dalam perubahan perilaku
KRR menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang. Dengan ketersediaan sarana
yang dimiliki responden berpengaruh ter- yang lengkap maka akan menunjang
hadap perilaku responden terutama dalam perilaku pendidik sebaya untuk berperilaku
memberikan informasi KRR pada sebaya- baik pula dalam memberikan informasi
nya. Sesuai dengan teori yang menyatakan KRR. Penelitian Saito (2009) menunjukkan
bahwa pengetahuan merupakan salah satu bahwa pendidik sebaya yang mempunyai
faktor predisposisi untuk terbentuknya kinerja tinggi lebih besar dibandingkan
sebuah perilaku baru. dengan pendidik sebaya yang mempunyai
Pengetahuan pada umumnya dapat kinerja yang rendah yaitu sebesar 50,96%
membentuk sikap dan perilaku tertentu da- dan 49,04%. Hasil penelitian menunjukkan
lam diri seseorang dan mempengaruhi tin- bahwa sebagian besar pendidik sebaya
dakan sehari-hari. Secara umum pendidik sudah mempunyai perilaku yang baik dalam
sebaya yang memiliki pengetahuan yang memberikan informasi KRR namun masih
baik maka akan berperilaku baik pula. De- terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan
mikian pula pengetahuan tentang kesehatan terkait dengan materi, media penyampaian
reproduksi yang baik dapat membentuk informasi KRR dan ketrampilan pendidik
perilaku yang baik pula dalam menyam- sebaya.
paikan materi-materi yang berkaitan dengan Berdasarkan teori L.W Green bahwa
KRR. perilaku seseorang akan dipengaruhi
Variabel yang berpengaruh berikutnya langsung oleh predisposing, reinforcing dan
adalah ketersediaan sarana dalam membe- enabling factors. Demikian pula untuk
rikan informasi KRR. Dari hasil analisis sta- perilaku pendidik sebaya dalam membe-
tistik multivariat diperoleh hasil nilai rikan informasi KRR, pada hipotesis
OR=2,886, artinya responden yang mem- dituliskan bahwa ada hubungan antara
108 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113

variabel bebas yait u predisposing, dalam memberikan informasi KRR lebih


reinforcing dan enabling factor dengan banyak pada kelompok yang berjenis
variabel terikat yaitu perilaku pendidik kelamin laki-laki (60%) dibandingkan
sebaya dalam memberikan informasi KRR. pendidik sebaya yang berjenis kelamin
Jadi perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh perempuan (47,1%).
satu faktor tetapi beberapa faktor. Dari hasil analisis chi square didapat
p value 0,260 (>0,05) yang berarti tidak
Jenis Kelamin Pendidik Sebaya ada hubungan antara jenis kelamin dengan
Jenis kelamin pendidik sebaya perilaku pendidik sebaya dalam membe-
dibedakan atas laki-laki dan perempuan. rikan informasi KRR. Jenis kelamin res-
Tabel 2 menunjukaan jenis kelamin repon- ponden tidak menentukan pendidik sebaya
den sebagian besar adalah perempuan yaitu berperilaku baik ataupun kurang baik dalam
63%, dimungkinkan karena perempuan memberikan informasi KRR. Pendidik
lebih berminat untuk melakukan kegiatan sebaya laki-laki maupun perempuan memiliki
pemberian informasi KRR di luar jam peluang yang sama untuk memberikan
sekolah dibandingkan laki-laki. informasi KRR. Hasil penelitian sejalan
dengan penelitian Saito (2009) bahwa jenis
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis kelamin pendidik sebaya tidak berhubungan
Kelamin Responden dengan kinerja pendidik sebaya dalam
No Kelompok Jumlah Persentase
pencegahan HIV/AIDS.
Jenis Kelamin Namun dari hasil penelitian responden
1. Laki-laki 30 37 yang berjenis kelamin perempuan lebih
2. Perempuan 51 63 banyak yang berperilaku kurang baik dalam
Jumlah 81 100 memberikan informasi KRR. Berdasarkan
teori Green bahwa jenis kelamin merupakan
Hasil penelitian menunjukkan respon- faktor demografi yang tidak dapat secara
den yang berperilaku kurang baik dalam mudah dan secara langsung dapat dipe-
memberikan informasi KRR lebih banyak ngaruhi untuk terjadinya suatu perilaku. Jadi
pada kelompok yang berjenis kelamin pe- jenis kelamin tidak begitu saja bisa mempe-
rempuan (52,9%) dibandingkan dengan ngaruhi perilaku pendidik sebaya dalam
responden yang berjenis kelamin laki-laki memberikan informasi KRR.
(40%), hal ini dimungkinkan karena remaja
perempuan kurang terbuka dalam membe- Pengetahuan Pendidik Sebaya Tentang
rikan informasi KRR sehingga ada materi- KRR
materi yang tidak diberikan. Sedangkan Berdasarkan hasil penelitian pada
pendidik sebaya yang berperilaku baik tabel 4 menunjukkan sebagian besar

Tabel 3. Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Pendidik Sebaya dalam


Memberikan Informasi KRR

Kelompok Jenis Perilaku Pendidik Sebaya


No Kelamin Baik Kurang Baik Total
N % N % N %
1. Laki-laki 18 60 12 40 30 100
2. Perempuan 24 47,1 27 52,9 51 100
p value =0,260
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 109

responden memiliki pengetahuan cukup Adapun pengetahuan responden tentang


tentang informasi KRR (63%). organ reproduksi, 53,9% responden tidak
mengetahui tentang sobeknya selaput dara
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Penge- pada saat pertama kali berhubungan seksual
tahuan tentang Kesehatan dan 63,1% responden tidak mengetahui
Reproduksi Remaja bahwa ujung penis tidak akan rusak apabila
sudah berhubungan seksual. Sebesar 61,7%
No Kategori Jumlah Persentase
1. Baik 30 37 responden tidak mengetahui bahwa sperma
2. Cukup 51 63 akan diserap ke dalam tubuh jika tidak
Jumlah 81 100 dikeluarkan.
Materi infeksi menular seksual mayori-
Hasil analisis bivariat pada tabel 5 me- tas responden mempunyai pengetahuan yang
nunjukkan bahwa responden yang berpe- tepat begitupun pengetahuan tentang HIV/
rilaku kurang baik dalam memberikan infor- AIDS namun terdapat 66,7% responden
masi KRR lebih banyak pada kelompok yang tidak mengetahui bahwa virus HIV
yang mempunyai pengetahuan cukup ten- tidak bisa menular melalui gigitan nyamuk.
tang informasi KRR (56,9%). Sedangkan Materi narkoba, 64,2% responden tidak
responden yang berperilaku baik dalam mengetahui tentang bahaya narkoba yaitu
memberikan informasi KRR lebih banyak bisa menyebabkan gangguan hati. Masih
pada kelompok yang berpengetahuan baik adanya pendidik sebaya yang tidak menge-
tentang informasi KRR (66,7%). tahui tentang materi KRR menyebabkan
Dari hasil analisis chi square didapat materi tersebut tidak disampaikan atau ku-
nilai p value 0,041 (<0,05) yang berarti ada rang maksimal dalam menyampaikan
hubungan antara pengetahuan pendidik se- kepada sebayanya.
baya tentang KRR dengan perilaku pendidik Menurut Notoatmodjo, pengalaman
sebaya dalam memberikan informasi KRR. seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh
Hasil analisis pertanyaan tentang KRR me- dari lingkungan, proses perkembangan,
nunjukkan bahwa pengetahuan responden organisasi, dan kegiatan menambah penge-
tentang KRR, 87,7% responden tidak tahuan seperti mengikuti seminar. Hal-hal
mengetahui tentang cara cebok yang benar. tersebut dapat meningkatkan pengetahuan
Sebanyak 70,4% responden tidak menge- seseorang. Pelatihan sangat penting untuk
tahui tentang penggunaan sabun sirih untuk mempersiapkan pendidik sebaya dalam
mencuci kemaluannya. menjalankan tugasnya. Penting untuk mela-
Materi kehamilan, 66,7% responden kukan tidak hanya pelatihan di awal, tetapi juga
tidak mengetahui terjadinya kehamilan jika memberikan penyegaran pelatihan secara
berhubungan seksual pada masa subur. berkala. Seperti halnya dalam penelitian Saito

Tabel 5. Hubungan Pengetahuan tentang KRR dengan Perilaku Pendidik Sebaya


dalam Memberikan Informasi KRR

No Pengetahuan Perilaku Pendidik Sebaya


Pendidik Sebaya Baik Kurang Baik Total
tentang KRR N % N % N %
1. Baik 20 66,7 10 33,3 30 100
2. Cukup 22 43,1 29 56,9 51 100
p value = 0,041
110 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113

(2009) bahwa kinerja pendidik sebaya Dari hasil analisis chi square didapat
sebagian besar adalah baik karena sebagian p value 0,011 (<0,05) yang berarti ada
besar responden telah mengikuti pelatihan hubungan antara ketersediaan sarana dalam
sebanyak lebih dari tiga kali. memberikan informasi KRR dengan perilaku
Hasil penelitian sejalan dengan pene- pendidik sebaya dalam memberikan
litian Saito (2009), yaitu 66,88% pendidik informasi KRR. Hasil penelitian, sebanyak
sebaya memiliki pengetahuan yang cukup 55,6% responden menjawab tidak tersedia
tentang HIV/AIDS dan hanya 8,92% memi- ruang PIK Remaja. Untuk ketersediaan me-
liki pengetahuan yang buruk. Notoatmodjo dia kliping koran (69,1%), kliping majalah
mengemukakan bahwa pengetahuan meru- (63%) dan lembar balik (56,9%) responden
pakan komponen pendukung sikap dan menyatakan tidak tersedia.
perilaku yang utama. Menurut Notoatmodjo suatu sikap
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan,
Ketersediaan Sarana dalam Membe- untuk mewujudkan suatu sikap menjadi
rikan Informasi KRR suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
Hasil penelitian pada tabel 6 menun- pendukung atau suatu kondisi yang memung-
jukkan lebih banyak responden yang mem- kinkan antara lain adanya fasilitas atau sarana
punyai ketersediaan sarana lengkap (63%). prasarana. Keterbatasan sarana pendidik
sebaya juga diungkapkan dalam penelitian
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Keter- ini dimana responden menyatakan kurang-
sediaan Sarana nya sarana tempat yang pasti untuk kegiatan
pendidik sebaya yaitu sebesar 51,13% dan
No Kategori Jumlah Persentase
1. Lengkap 51 63
kurang bahan ajar dalam proses pemberian
2. Kurang Lengkap 30 37 informasi sebesar 52,23%.
Jumlah 81 100
Sikap Pendidik Sebaya dalam Pembe-
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada rian Informasi KRR
tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang Hasil penelitian pada tabel 8 menun-
berperilaku kurang baik dalam memberikan jukkan lebih banyak responden yang bersikap
informasi KRR lebih banyak pada kelompok mendukung pemberian informasi KRR
yang ketersediaan sarana dalam pemberian (69,1%) dibanding yang kurang mendukung
informasi KRR kurang lengkap (66,7%). pemberian informasi KRR (30,9%).
Sedangkan responden yang berperilaku baik Berdasarkan hasil analisis bivariat
dalam memberikan informasi KRR lebih pada tabel 9 menunjukkan bahwa res-
banyak pada kelompok yang ketersediaan ponden yang berperilaku kurang baik dalam
sarana penunjang dalam memberikan informasi memberikan informasi KRR lebih banyak
KRR lengkap (62,7%). pada kelompok responden yang bersikap

Tabel 7. Hubungan Ketersediaan Sarana dengan Perilaku Pendidik Sebaya dalam


Memberikan Informasi KRR
Perilaku Pendidik Sebaya
Kelompok
No Baik Kurang Baik Total
Ketersediaan Sarana
N % N % N %
1. Lengkap 32 62,7 19 37,3 51 100
2. Kurang Lengkap 10 33,3 20 66,7 30 100
p value = 0,011
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 111

mendukung pemberian informasi KRR Adanya sikap bahwa pendidikan


(50%) dibandingkan dengan yang bersikap sebaya harus selalu dilakukan di ruang
kurang mendukung (44%). Sedangkan pen- tertutup menyebabkan tidak adanya variasi
didik sebaya yang berperilaku baik dalam dalam metode pemberian informasi, bahwa
memberikan informasi KRR lebih banyak tidak hanya di ruangan tetapi bisa di ruang
pada kelompok responden yang bersikap terbuka asalkan nyaman bagi remaja untuk
kurang mendukung pemberian informasi bisa memperoleh informasi KRR.
KRR (56%) dibandingkan responden yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mendukung (50%). responden yang berperilaku kurang baik
dalam memberikan informasi KRR lebih
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Sikap
banyak pada kelompok responden yang
Pendidik Sebaya Terhadap
Pemberian Informasi KRR bersikap mendukung pemberian informasi
KRR dibandingkan dengan yang bersikap
No Kategori Jumlah Persentase kurang mendukung. Hal ini menunjukkan
1. Mendukung 56 69,1 kurang adanya kesadaran akan pentingnya
2. Kurang 25 30,9 seorang pendidik sebaya untuk memberikan
Mendukung
informasi KRR terhadap remaja sebayanya
Jumlah 81 100
agar memiliki pengetahuan yang baik tentang
Dari hasil analisis chi square didapat informasi KRR.
p value 0,618 (>0,05) yang berarti tidak Penelitian Saito (2009) menunjukkan
ada hubungan antara sikap pendidik sebaya bahwa sebagian besar pendidik sebaya
terhadap pemberian informasi KRR dengan mempunyai sikap yang bagus terhadap pen-
perilaku pendidik sebaya dalam member- didikan sebaya. Sikap pendidik sebaya
ikan informasi KRR. Berdasarkan perta- yang baik diikuti dengan kinerja yang baik
nyaan mengenai sikap responden terhadap pula dari pendidik sebaya. Sedangkan hasil
pemberian informasi KRR bahwa 53,1% penelitian ini adanya sikap yang mendukung
pendidik sebaya tidak setuju apabila pen- pemberian informasi KRR tidak diikuti
didik sebaya harus aktif dalam kegiatan dengan perilaku yang baik dalam membe-
sosial dan 85,2% responden mempunyai si- rikan informasi KRR. Hal tersebut menun-
kap pendidikan sebaya harus selalu dilaku- jukkan bahwa sikap responden terhadap
kan di ruangan tertutup. Masih adanya sikap pemberian informasi KRR tidak menentukan
bahwa pendidik sebaya tidak harus aktif da- perilaku dalam memberikan informasi KRR.
lam kegiatan sosial, meyebabkan pendidik Hal ini dimungkinkan karena ada faktor lain
sebaya tidak selalu berhubungan dengan yang lebih mendukung. Seperti pada hasil
remaja, sehingga materi tentang KRR tidak penelitian Palinggi (2009) bahwa penerapan
bisa tersampaikan. ketrampilan pendidik sebaya dipengaruhi

Tabel 9. Hubungan Sikap Pendidik Sebaya Terhadap Pemberian Informasi KRR


dengan Perilaku Pendidik Sebaya dalam Memberikan Informasi KRR
Perilaku Pendidik Sebaya
Kelompok Sikap
No Baik Kurang Baik Total
N % N % N %
1. Mendukung 28 50 28 50 56 100
2. Kurang Mendukung 14 56 11 44 25 100
p value = 0,618
112 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113

oleh kurangnya kepercayaan diri atas responden yang mempunyai pengetahuan


kemampuannya dalam menyampaikan infor- baik tentang informasi KRR (37%). Res-
masi kespro, teman yang tidak mengacuhkan ponden yang mempunyai ketersediaan sa-
dan kurangnya dukungan sekolah. rana lengkap (63%) sedangkan responden
Menurut Widayatun, Ahmadi, maupun yang memiliki ketersediaan sarana kurang
Notoatmodjo, mengemukakan bahwa pe- lengkap (37%).
ngetahuan merupakan komponen pendu- Saran
kung sikap yang utama. Sehingga pendidik Kepada Badan Pemberdayaan Ma-
sebaya diharapkan mempunyai pengetahuan syarakat Pemerintahan Desa Perempuan
yang baik tentang tugasnya dalam mem- dan Keluarga Berencana (BPMPDP dan
berikan informasi KRR agar terbentuk sikap KB) Kabupaten Kulon Progo perlu menga-
yang positif terhadap pemberian informasi dakan penyegaran materi KRR serta me-
KRR. ningkatkan advokasi dan sosialisasi dengan
kepala sekolah.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pendidik sebaya yang berperilaku ku- DAFTAR RUJUKAN
rang baik dalam memberikan informasi KRR Afrima, A. 2011. Akseptabilitas dan
sebesar 51,9% dan yang berperilaku baik Pemanfaatan Pusat Informasi
48,1%. Perilaku pendidik sebaya yang ku- dan Konsultasi Kesehatan Repro-
rang dalam memberikan informasi KRR, duksi Remaja (PIK-KRR) pada
tidak pernah memberikan materi fungsi siswa SMU Di Kota Bima NTB.
organ reproduksi bagian dalam (53%), masa Tesis Diterbitkan. Yogyakarta:
subur (58%), bahaya kehamilan pada re- Universitas Gadjah Mada.
maja (53,1%), aborsi (68%), hak-hak re- Aryekti, K. 2009. Identifikasi Kebutuhan
produksi remaja (60,5%). Informasi Kesehatan Reproduksi
Perilaku pendidik sebaya dalam meng- Bagi Siswa SMP dan SLTA Di
gunakan alat bantu media penyampaian materi, Propinsi Yogyakara. BKKBN:
tidak pernah menggunakan media kliping Yogyakarta.
koran, kliping majalah, alat peraga, lembar balik BKKBN. 2002. Panduan Pembinaan
dan slide dengan persentase berturut-turut dan Pengembangan Pusat Infor-
adalah 75,3%, 70,4%, 60,5%, 54,3% dan masi dan Konsultasi Kesehatan
53,1%. Sebesar 50,6% responden tidak Reproduksi Remaja. Jakarta:
menanyakan kepada ahlinya bila mereka tidak BKKBN.
mengerti tentang materi KRR, 50,6% res-
ponden tidak melakukan pencatatan kegiatan _______. 2008. Kurikulum dan Modul
pemberian informasi Kesehatan Reproduksi Pelatihan Pengelolaan Pembe-
Remaja. rian Informasi Kesehatan Repro-
Variabel yang mempengaruhi perilaku duksi Remaja oleh Pendidik
pendidik sebaya dalam memberikan Sebaya. Cetakan 2, (online), (http:/
informasi KRR adalah pengetahuan tentang /ceria.bkkbn.go.id), diakses 11
KRR dengan nilai OR=2,972 dan keter- Januari 2012.
sediaan sarana dengan nilai OR=2,886. _______. 2010. Panduan Pengelolaan
Responden memiliki pengetahuan cukup Pusat Informasi dan Konseling
tentang informasi KRR (63%) sedangkan Remaja. Yogyakarta: BKKBN.
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 113

DP2PL. 2011. Surveilans Terpadu PKBI. 2008. Analisis Tingkat Penge-


Biologis Perilaku, (online), (http:// tahuan Remaja tentang Kese-
xa.yimg.com/kq/groups/20876694/ hatan Reproduksi dan Seksual
1372817981/name/ Kabupaten Kulon Progo. Yogya-
STBP+2011,+Final+%2829-2- karta: PKBI.
2012%29.pdf.), diakses 11 Januari Purwatiningsih, S. 2001. Analisis Kebu-
2012. tuhan Remaja Akan Pelayanan
FHI. 2002. FAQs: Peer Education, Kesehatan Reproduksi. UGM:
(online), (http://www.fhi360.org/en/ Yogyakarta.
youth/youthnet/faqs/faqspeered. Saito, K. 2009. Performance of Peer
htm), diakses 15 Februari 2012. Educators on HIV/AIDS Preven-
Green L, K. W. M. 2000. Health promo- tion Among High School Students
tion Planning. An Eductional and in Bangkok Metropolitan Thai-
Enviromental Approach. Volume land, (online), (www.li.mahidol.
2. Mayfield Publishing Company: ac.th/e-thesis/.../5137889.pdf),
USA. diakses 2 Maret 2012.
McDonald, J. 2007. Youth For Youth: Pie- Santrock, J. W. 2010. Adolescent: Per-
cing Together the Peer Education kembangan Remaja. Erlangga:
Jigsaw, (online), (www.peer.ca/ Jakarta.
mcdonald.pdfdiakses), diakses 28 Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang
November 2012. Remaja dan Permasalahannya.
NACO. Training Module for Peer Edu- CV. Sagung Seto: Jakarta.
cators. New Delhi: Ministry of Sugiyono. 2007. Statistik Untuk Pene-
Health and Family Welfare litian. CV. Alfabeta: Jakarta.
Government of India. Tanjung, A., Utamadi, G., Sahanaja, J. &
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Taffel, Z. 2001. Kebutuhan akan
Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta: Informasi dan Pelayanan Kese-
Jakarta. hatan Reproduksi Remaja. PKBI,
Noto atmodjo, S. 2003. Pengantar UNFPA & BKKBN: Jakarta.
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Wiknjosastro, G. H. d. 2006. Kesehatan
Perilaku. Rineka Cipta: Jakarta. Reproduksi. YPKP: Jakarta.
Palinggi, D. L. 2009. Pengetahuan dan Yansah, F. 2011. Peran Peer Educator
Sikap Mengenai HIV/AIDS Siswa Remaja dalam Pemberian Infor-
Dengan Pusat Informasi Dan masi Kesehatan Reproduksi Re-
Konseling Kesehatan Reproduksi maja (Studi pada PKBI Lam-
Remaja (PIK-KRR) Dan Siswa pung), (online), (http://repository.
Tanpa PIK-KRR Di Kota Palu. unila.ac.id:8180/dspace/handle/
Tesis Diterbitkan. Yogyakarta: 123456789/2953?mode=full),
Universitas Gadjah Mada. diakses 28 November 2012.
PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP TINGKAT PERILAKU
SEKS PRANIKAH MAHASISWA KEBIDANAN

Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah


STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta
E-mail : dewirokhanawati@yahoo.com

Abstract: The purpose of this descriptive study was to determine the


level of premarital sexual behavior of students of School of Midwifery
of 'Aisyiyah Health Sciences College of Yogyakarta. Data were collected
using a questionnaire. A hundred and sixty students were recruited using
proportional random sampling. Data collection was conducted from
March to September 2013. The results showed that most respondents
did not commit premarital sex (56.2%), and there was an effect of
perception on the level of premarital sexual behavior in the students of
'Aisyiyah Health Sciences College of Yogyakarta (p value = 0.039). It is
recommended for 'Aisyiyah Health Sciences College of Yogyakarta to
improve learning material about reproduction health and sexuality in
particular about the pregnancy, the risk of pregnancy and sexually
transmitted diseases through extracurricular activities of Students Union.

Keywords: students perception about premarital sexual behavior

Abstrak: Tujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa terhadap tingkat


perilaku seks pranikah mahasiswa Program Studi Kebidanan STIKES
'Aisyiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan di Program Studi Kebidanan
yang sebagian besar berusia remaja, menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan cross sectional. Data dikumpulkan melalui penye-
baran angket kepada 160 mahasiswa, dipilih secara acak proporsional
bulan Maret-September 2013. Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden (56,2%) tidak melakukan seks pranikah. Persepsi (p
value = 0,039) berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah di STIKES
'Aisyiyah Yogyakarta. Saran bagi STIKES 'Aisyiyah perlu menambahkan
materi risiko kehamilan dan penyakit menular seksual melalui kegiatan
ekstrakurikuler Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)/Pusat Informasi
Kesehatan (PIK).

Kata kunci: persepsi mahasiswa tentang perilaku seks pranikah


Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah, Persepsi Mahasiswa ... 115

PENDAHULUAN (KRR). Pusat-pusat pelayanan KRR telah


Seiring dengan perkembangannya, didirikan di beberapa daerah baik yang beru-
remaja banyak menghadapi masalah ter- pa pelayanan informasi KRR, konsultasi
utama yang berhubungan dengan aspek ataupun dalam bentuk klinik misalnya
kesehatan reproduksinya. Revolusi media informasi KRR di SLTP/SLTA/PT, Klinik
yang terbuka bagi keragaman gaya hidup Konsultasi Remaja, Youth Centre PKBI,
dan pilihan karir. Remaja rentan terhadap Puskesmas Peduli Remaja dan sebagainya
berbagai macam penyakit yang berhubungan (Kitting et al, 2004).
dengan kesehatan seksual dan reproduksi Data Perkumpulan Keluarga Beren-
termasuk ancaman yang meningkat terhadap cana Indonesia (PKBI) Yogyakarta meng-
HIV/AIDS (Willis, 2010). Keadaan remaja ungkapkan jumlah remaja Yogyakarta yang
dalam menghadapi kebutuhan seksual yang hamil di luar nikah cenderung meningkat
belum dapat terpenuhi, dapat mendorong dalam tiga tahun terakhir. Hasil penelitian
remaja untuk melakukan hubungan seks menunjukkan 21% hingga 30% remaja telah
pranikah (Ihsan, 2008). melakukan hubungan seksual pranikah
Zalbawi (2002) menyatakan bahwa (PKBI, 2004). Berdasarkan penelitian yang
remaja secara alami memiliki dorongan seks pernah dilakukan PKBI Yogyakarta (Khis-
yang sangat besar, sebagian besar terdorong biyah, dkk, 2002) diungkapkan dari 44
untuk mendapatkan pengalaman melakukan responden dengan kehamilan tidak dikehen-
seks. Hasil survei Komnas Perlindungan daki, frekuensi terbesar berusia 17-20 tahun
Anak tahun 2008, 97% remaja SMP dan sebesar 54,5% yaitu 24 orang. Dari 44 res-
SMA pernah menonton film porno, 63% ponden tersebut 16 orang sedang menem-
remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan puh pendidikan di perguruan tinggi.
SMA sudah melakukan hubungan seksual Berdasarkan data yang diperoleh dari
di luar nikah dan 21% diantaranya mela- Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES)
kukan aborsi. Berdasar data penelitian pada ‘Aisyiyah Yogyakarta bulan Februari 2013,
2005-2006 di kota-kota besar mulai Jabo- periode 2009-2012 terdapat tiga orang ma-
detabek, Medan, Jakarta, Bandung, Sura- hasiswa yang melakukan seks pranikah
baya dan Makasar, berkisar 47,54% remaja yang berdampak pada kehamilan tidak
melakukan hubungan seks pranikah diinginkan. Selanjutnya, hasil wawancara pre
(BKKBN, 2010). Keadaan itu membuka survey terhadap tujuh orang mahasiswa
peluang lebih besar lagi bagi munculnya STIKES ‘Aisyiyah, lima orang menolak
risiko kehamilan di luar nikah, aborsi, adanya seks pranikah dan beranggapan
bahkan penyakit menular seksual (PMS), bahwa perbuatan tersebut tercela dan me-
HIV/AIDS. langgar norma agama dan sosial, akan tetapi
Di kota Yogyakarta pada pendataan dua orang menganggap perbuatan tersebut
keluarga tahun 2009 jumlah anak dan remaja sebagai suatu hal biasa jika saat ini remaja
usia 7-21 tahun sebanyak 66.476 atau melakukan seks pranikah
21,81% dari jumlah jiwa yang ada. Hal ini
menunjukkan bahwa anak dan remaja perlu METODE PENELITIAN
mendapat perhatian dan penanganan yang Penelitian ini merupakan penelitian
serius. BKKBN melaksanakan Komunikasi deskriptif kuantitatif dengan pendekatan
Informasi dan Edukasi (KIE) pada kalangan waktu cross sectional. Sampel pada pene-
remaja termasuk anak sekolah melalui litian ini adalah mahasiswa semester II
program Kesehatan Reproduksi Remaja (angkatan 2012/2013) dan IV (angkatan
116 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 114-121

2011/2012) Prodi DIV Bidan Pendidik Tempat tinggal responden sebagian


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Yogya- besar (43,1%) adalah kos, yang memung-
karta. Pengambilan sampel menggunakan kinkan kurangnya pengawasan dari orang
teknik proporsional random sampling, tua, teman bermain, lingkungan yang menye-
diperoleh sejumlah 160 mahasiswa (72 babkan persepsi mahasiswa bervariasi.
mahasiswa semester II dan 88 mahasiswa Banyak hubungan seks pranikah dilakukan
semester IV). Analisa data menggunakan Chi di kos-kosan karena tempat kos adalah fak-
Square. tor yang termasuk dapat merubah perilaku
seseorang karena lepas dari pengawasan
HASIL DAN PEMBAHASAN orang yang disegani yaitu orang tua, teman
kos yang terdiri dari berbagai karakteristik,
Karakteristik Responden Berdasar Umur kemudian juga fasilitas yang mendukung pre-
marital seks di tempat kos sehingga sese-
Karakteristik responden berdasarkan orang akan berperilaku yang kurang baik.
umur dipaparkan dalam Gambar 1. Begitu juga asrama, bagi asrama yang
kurang menegakkan peraturan kedisiplinan
cenderung mahasiswa akan seenaknya kelu-
ar masuk asrama tanpa batas waktu dan laki-
laki masuk kamar perempuan dengan bebas,
begitu juga sebaliknya (Mohamad, 2008).

Karakteristik Responden Menurut


Sumber informasi Tentang Seks
Gambar 1. Distribusi Frekuensi Res-
ponden Menurut Umur

Sebagian besar responden kelompok


umur > 19 tahun yaitu 56,2%, sehingga
memungkinkan masih bermacam-macam
persepsi yang ada pada mahasiswa.
Gambar 3. Distribusi Frekuensi Res-
Karakteristik Responden Berdasarkan ponden Menurut Sumber
Tempat tinggal Informasi tentang Seks
Karakteristik responden berdasarkan
tempat tinggal dipaparkan dalam Gambar 2. Sebagian besar responden mendapat
informasi tentang seks dari sumber informasi
media elektronik sebesar 90% dan dari
media cetak sebesar 10%.

Karakteristik Responden Menurut


Perilaku Berisiko Melakukan Seks
Pranikah
Perilaku berisiko yang dimaksud
Gambar 2. Distribusi Frekuensi Res-
adalah perilaku berisiko terhadap seks
ponden Menurut Tempat
pranikah secara umum yaitu perilaku
Tinggal
berpacaran dan pornografi.
Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah, Persepsi Mahasiswa ... 117

Sebanyak 53,1% responden mengaku


mengakses pornografi dengan berbagai
frekuensi kadang-kadang 50%, seminggu
sekali 1,9% dan sebulan sekali 1,2%.

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Respon-


Gambar 4. Distribusi Frekuensi Res- den Menurut Persepsi Ten-
ponden Menurut Perilaku tang Seks Pranikah
Berisiko Melakukan Seks
Pranikah Persepsi Seks
No. Frekuensi Persentase
Pranikah
Responden yang melakukan perilaku 1. Persepsi baik 84 52,5
berisiko menurut penelitian ini adalah 2. Persepsi buruk 76 47,5
berisiko sebesar 90,6%. Sehingga kemung- Total 160 100
kinan mahasiswa bisa mempunyai persepsi Responden lebih banyak memiliki
sesuai dengan yang mereka alami atau laku- persepsi baik tentang seks pranikah seba-
kan. Adapun secara rinci jawaban res- nyak 52,5% sedangkan responden yang
ponden mengenai perilaku berisiko dapat memiliki persepsi buruk tentang seks
dilihat dalam tabel 1 dan 2. pranikah sebanyak 47,5%.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Respon-
den Menurut Status Pacaran Tabel 4. Distribusi Frekuensi Respon-
den Menurut Tingkat Perila-
No. Status Pacaran Frekuensi Persentase ku Seks Pranikah
1. Tidak Pernah 15 9,4
2. Pernah tapi sudah 72 45,0 Tingkat Perilaku
tidak punya No. Frekuensi Persentase
Seks Pranikah
3. Punya 73 45,6
1. Tidak melakukan 90 56,2
Total 160 100
2. Ringan 58 36,2
Sebagian besar responden sudah per- 3. Sedang 12 7,6
nah berpacaran, baik yang saat ini masih Total 160 100
berpacaran sebesar 45,6% ataupun sedang
Sebagian besar responden memiliki
tidak berpacaran sebesar 45%. Responden
kategori perilaku seks pranikah tidak
yang mengaku belum pernah pacaran
melakukan sebesar 56,2%, sedangkan
sebesar 9,4%.
perilaku seks pranikah kategori ringan
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Respon- sebesar 36,2% dan perilaku seks pranikah
den Menurut Perilaku Meng- kategori sedang sebesar 7,6%. Jawaban
akses Pornografi responden secara rinci per kategori dapat
Mengakses dilihat dalam tabel 5.
No. Frekuensi Persentase Sebagian besar responden melakukan
Pornografi
1. Tidak pernah 75 46,9 kissing (berciuman sebesar 41%), necking
2. Kadang-kadang 80 50 6,9%, masturbasi 1,9% dan seks oral 1,9%.
3. Seminggu 3 1,9 Perilaku seks merupakan perilaku yang
sekali didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan
4. Sebulan sekali 2 1,2 untuk mendapatkan kesenangan organ
Total 160 100 seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku
118 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 114-121

seks didorong oleh dorongan seksual yang perilaku seks adalah segala tingkah laku yang
dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun sesama jenis. Peri-
Tabel 5. Distribusi Jawaban Respon- laku tersebut sebaiknya di dalam perka-
den Menurut Tingkat Perila- winan, ini berarti bahwa setelah pasangan
ku Seks Pranikah resmi menjadi suami istri barulah diadakan
Tingkat Perilaku hubungan seksual (Tukan, 1990).
No Frekuensi Persentase Perilaku seks pranikah adalah penyim-
Seks Pranikah
1 Kissing 65 41 pangan perilaku, yakni suatu tingkah laku
(berciuman) yang tidak sesuai dengan norma sosial yang
2 Necking (cium 11 6,9 ada dalam masyarakat. Menurut W.V. Zan-
leher) den, penyimpangan didefinisikan sebagai
3 Masturbasi/onani 3 1,9
suatu perilaku yang oleh sebagian besar
4 Seks oral 3 1,9
5 Hubungan seksual 0 0 orang dianggap sebagai hal yang tercela dan
6 Seks anal (seks via 0 0 diluar batas toleransi (Suyanto, 2004).
anus/dubur) Berdasarkan hasil penelitian ini dida-
patkan bahwa sebanyak 53,1% responden
Sebagian besar responden melakukan mengaku mengakses pornografi dengan
kissing (berciuman sebesar 41%), necking berbagai frekuensi kadang-kadang 50%,
6,9%, masturbasi 1,9% dan seks oral 1,9%. seminggu sekali 1,9% dan sebulan sekali
Perilaku seks merupakan perilaku yang 1,2%. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan
didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan karena seperti penelitian tentang perilaku
untuk mendapatkan kesenangan organ seksual remaja SMU di Surakarta pada
seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku tahun 2005 menyebutkan alasan remaja
seks didorong oleh dorongan seksual yang melakukan hubungan seksual adalah karena
dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. pengaruh lingkungan, VCD dan film porno
Seks merupakan segala perilaku yang serta alasan kemajuan jaman dan supaya
didasari oleh dorongan seksual dan berhu- dianggap gaul (Shaluhiyah, 2006).
bungan dengan fungsi reproduktif atau yang
merangsang sensasi pada reseptor-reseptor Hubungan Persepsi tentang Seks Pra-
yang terletak pada atau di sekitar organ- nikah dengan Tingkat Perilaku Seks
organ reproduktif dan daerah-daerah ero- Pranikah
gen untuk mendapatkan kenikmatan atau Responden dengan tingkat seks pra-
kesenangan seksual, terutama orgasme. Jadi nikah sedang lebih banyak pada kelompok

Tabel 6. Hubungan Persepsi tentang Seks Pranikah Dengan Tingkat Perilaku


Seks Pranikah
Tingkat perilaku seks pranikah
Persepsi tentang
No Seks Pranikah Tidak
Ringan Sedang Total
melakukan
N % N % N % N %
1.Baik 54 64,3 27 32,1 3 3,6 84 100
2.Buruk 36 47,4 31 40,8 9 11,8 76 100
Jumlah 90 56,2 58 36,2 12 7,5 160 100
2
X = 6,492 , ρ value = 0,039
Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah, Persepsi Mahasiswa ... 119

responden yang memiliki persepsi buruk Masa remaja adalah masa peralihan
tentang seks pranikah sebanyak 11,8%. dari masa anak-anak menjadi masa dewasa
Jumlah ini lebih besar dari responden de- (Purwanto, 1998). Remaja mempunyai tu-
ngan tingkat seks pranikah sedang pada gas penting untuk mengembangkan
kelompok responden yang memiliki persepsi pengetahuan sehingga memiliki kemampuan
baik tentang seks pranikah sebanyak 3,6%. untuk mengambil keputusan (Bobak, 2004).
Responden yang memiliki persepsi Pengambilan keputusan dalam masalah
yang buruk terhadap seks pranikah (26%) seksual pada remaja akan mempengaruhi
menganggap bahwa seks pranikah memba- persepsi remaja tersebut (Bariroh, 2008).
wa lebih banyak kesenangan daripada kese- Persepsi remaja tentang perilaku seks pra-
dihan, 36% responden mempercayai pacar- nikah ditunjukkan dengan bagaimana remaja
nya sehingga apapun yang diminta termasuk melihat, mendengar, merasakan, meraba
berhubungan seks mereka bersedia melaku- serta memberi tanggapan tentang perilaku
kannya, 13% responden menganggap suatu seks pranikah.
hal biasa jika saat ini remaja melakukan seks Beberapa penyebab remaja melaku-
pranikah, 5% responden menyatakan kan seks pranikah mulai dari adanya do-
bahwa karena rasa ingin tahu yang besar, rongan biologis atau seksual (sexual drive)
pernah terbersit dalam hati untuk melakukan yang tidak dapat dibendung dan dilakukan
hubungan seks pranikah. semata-mata untuk memperkokoh komit-
Selanjutnya, 13% responden meng- men dalam pacaran, untuk memenuhi
anggap bahwa bagi seorang remaja yang keingintahuan dan sudah merasa siap untuk
sedang pada masa puber, seks pranikah melakukannya, merasakan afeksi dari
adalah sesuatu yang wajar, 4% responden pasangan atau partner seksnya, dan karena
menganggap hubungan seks boleh dilakukan adanya permasalahan dalam keluarga
remaja yang sudah mengalami kematangan (broken home) seperti kurang mendapatkan
pada organ-organ seksualnya, 29% respon- kasih sayang dari orangtua.
den masih menganggap hubungan seks pada Hasil penelitian Taufik (2013) menun-
remaja merupakan pelampiasan kebutuhan jukan bahwa remaja dalam hal ini pelajar di
biologis yang alamiah pada setiap insan yang SMK Negeri 5 Samarinda mempersep-
sedang jatuh cinta dan 13% responden sikan bahwa di sekolah mereka terdapat
menganggap saat pacaran merupakan saat fenomena seks pranikah dan mereka me-
untuk merasakan pengalaman seksual ber- ngetahui fenomena seks pranikah yang ada
sama orang yang dicintai, serta 7,5% res- di sekolah mereka. Menurut mereka feno-
ponden menganggap bila melakukan hu- mena seks pranikah yang terjadi di ling-
bungan seks sebelum menikah bukan kungan sekolah sangat memprihatinkan
merupakan aib bagi keluarga. karena setiap tahunnya ada pelajar yang
Berdasarkan hasil penelitian persepsi harus putus sekolah karena hamil di luar ni-
tentang seks pranikah kaitannya dengan kah, serta mereka mengatakan bahwa
tingkat perilaku seks pranikah, menunjukkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku
p value 0,039 (α <0,05) yang berarti ada yang tidak senonoh, tidak patut ditiru, meru-
hubungan antara persepsi tentang seks pra- sak martabat orang tua, memalukan, melu-
nikah dengan tingkat perilaku seks pranikah kai perasaan siapa saja yang mendengarnya
mahasiswa prodi Kebidanan STIKES dan haram, tidak sesuai dengan ajaran
‘Aisyiyah Yogyakarta. agama dan budaya Indonesia.
120 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 114-121

Mereka mempersepsikan alasan re- Saran


maja di SMK Negeri 5 Samarinda melaku- Bagi STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
kan seks pranikah, dikarenakan kurangnya hendaknya menambahkan materi kesehatan
mendapat kasih sayang dari orang tua, ku- reproduksi dan seksualitas khususnya ten-
rangnya iman, tidak mengingat Tuhan Yang tang kehamilan, resiko kehamilan dan pe-
Maha Esa, rasa ingin tahu yang berlebih, nyakit menular seksual melalui kegiatan
pergaulan bebas, menjual diri dengan pria ekstrakurikuler Badan Eksekutif Mahasiswa
hidung belang, sering berduaan dan tinggi- (BEM)/PIK.
nya nafsu serta merasa ketagihan. Banyak- Bagi masyarakat/keluarga mening-
nya pasangan yang memiliki pikiran kotor, katkan pengetahuan dan kewaspadaan ter-
bujuk rayu pacar untuk dinikahi, pelam- hadap kesehatan reproduksi dan perilaku
piasan rasa kecewa serta salah memilih te- seksual pranikah baik secara formal atau in-
man dalam bergaul. formal. LSM yang bergerak dibidang KRR,
Perilaku seks pranikah memang sebu- mengadakan kegiatan di lingkungan kampus
ah potret kegelisahan zaman, anak remaja dalam meningkatkan kepedulian mahasiswa
mencari eksistensi diri dengan segala kebe- untuk pencegahan perilaku seks pranikah.
basan, namun justru terjerumus pada ak- Bagi Komite Kesehatan Reproduksi
tivitas yang tak terpuji. Perilaku seks prani- diharapkan secara aktif melaksanakan
kah memang kasat mata, namun tidak terjadi penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan
dengan sendirinya melainkan didorong atau reproduksi khususnya bahaya dan akibat
dimotivasi oleh faktor-faktor internal yang perilaku seks pranikah pada remaja dalam
tidak dapat diamati secara langsung. Dengan hal ini mahasiswa baik secara formal mau-
demikian individu bergerak untuk melaku- pun non formal di perguruan tinggi.
kan perilaku seks bebas atau secara halus
dikatakan sebagai seks pranikah.
Pada kalangan remaja, perilaku seks DAFTAR RUJUKAN
bebas dapat dimotivasi oleh rasa sayang dan Bariroh, I. 2008. Persepsi Remaja Putri
cinta yang didominasi oleh perasaan kede- tentang Kehamilan dan Melahir-
katan dan gairah yang tinggi terhadap pa- kan pada Usia Remaja. Skripsi
sangannya, tanpa disertai oleh komitmen Tidak Diterbitkan. Semarang: Fa-
yang jelas. Remaja tersebut ingin menjadi kultas Ilmu Keperawatan dan
bagian dari kelompoknya dengan mengikuti Kesehatan Universitas Muham-
norma-norma yang telah dianut oleh ke- madiyah Semarang.
lompoknya, dalam hal ini kelompoknya yang BKKBN. 2010. Sebanyak 63% Remaja
telah melakukan seks pranikah. Pernah Berhubungan Seks,
(online), (http://menkokesra.go.id),
SIMPULAN DAN SARAN diakses 26 Juli 2013.
Simpulan
Bobak, L. 2004. Keperawatan Mater-
Sebagian besar responden memiliki
nitas. EGC: Jakarta.
tingkat perilaku seks pranikah tidak mela-
kukan seks pranikah sebesar 56,2%. Ada Ihsan, M. 2008. Lima Dari 100 Siswa
pengaruh antara persepsi mahasiswa kebi- SLTA di DKI Berhubungan Seks
danan dengan tingkat perilaku seks pranikah Sebelum Menikah, (online), (http:/
di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah /www.lautanindonesia.com),
Yogyakarta (p value = 0,039). diakses 20 Agustus 2013.
Dewi Rokhanawati, Ima Kharimaturrohmah, Persepsi Mahasiswa ... 121

Khisbiyah, Desti, M & Wijayanto. 2002. Suryoputro, A. Ford Nicholas; Shaluhiyah,


Kehamilan yang tidak dikehendaki Z. 2006. Faktor-faktor yang Mem-
di Kalangan remaja. Bening: Me- pengaruhi Perilaku Seksual Remaja
dia Refleksi Pengalaman La- di Jawa Tengah: Implikasinya
pangan Program AIDS & Kese- Terhadap Kebijakan dan Layanan
hatan Reproduksi, III (1): 2-5. Kesehatan Reproduksi. Makara
Kiting, A.S., Siregar, S.R.,Kusumaryani, Kesehatan, 10 (1): 29-40.
M.S.W., Hidayat, Z. 2004. Menyi- Suyanto, Bagong., Narwoko, J. Dwi. 2004.
apkan Generasi Muda yang Se- Sosiologi Teks Pengantar dan
hat dan Produktif: Kebutuhan Terapan. Kencana Media Group:
akan Pelayanan dan Informasi Jakarta.
Kesehatan dan Reproduksi. Taufik, Ahmad. 2013. Persepsi Remaja Ter-
BKKBN: Jakarta. hadap Perilaku Seks Pranikah (Stu-
Mohamad, K. 2008. Seksualitas. Jurnal Pe- di Kasus SMK 5 Samarinda). e-
rempuan. (online), (http://www. mail- Journal Sosiatri-Sosiologi.
archive.com), diakses 12-9-13. (online) Volume 1, No. 1, (http://
PKBI. 2004. Seputar Seksualitas Re- ejournal. sos.fisip-unmul.ac.id/site/
maja: Panduan untuk Tutor dan wp content/uploads/2013/03/
Penceramah. Jakarta: PKBI. Ahmad% 20Taufik%20%2803-
Purwanto, 1998. Pengantar Perilaku Ma- 15-13-03-32-41%29.pdf), diakses
nusia Untuk Keperawatan. EGC: 12 September 2013.
Jakarta. Tukan, JS. 1990. Etika Seksual dan Per-
Shaluhiyah, Zahroh. 2006. Sexual kawinan. Intermedia: Jakarta.
Lifestyles and Interpersonal Rela- Willis, S. Sofyan. 2010. Remaja dan
tionship of university Students in Masalahnya. Alfabeta: Bandung.
Central Java Indonesia and Zalbawi, Soenanti. 2002. Masalah Aborsi
Their Implication for sexual and di Kalangan Remaja. Media
Reproductive Health. Disertasi. Litbang Departemen Kesehatan,
Devon: University of Exeter. XII (3): 18-23,44-45.
PENCEGAHAN RISIKO GANGGUAN JIWA
PADA KELUARGA MELALUI MODEL
PREVENTIVE CARE
Mamnu’ah
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
email: nutriatma@yahoo.co.id

Abstract: The purpose of this quasi experiment study was to analyze


the effectiveness of Preventive Care Model toward risk of mental
disorders on their family who care their patients in Banaran Village, Galur,
Kulon Progo, Yogyakarta. Simple random sampling technique was used
to recruit 15 families who have patient mental disorders. Subjects were
given a grouping intervention for 60 minutes that it was done four times
a month and it was done assesment the level of risk of psychiatric disorders
before and after the intervention. The results of the analysis by using
Wilcoxon Test Match show that the average risk of mental disorders
score before intervention is 60.33 and after intervention is 67.87, a decline
in risk as much as 7.54. It can be concluded that preventive care models
proven signicantly effective to decrease the risk of mental disorders in
families with p value of 0.021 (p<0.05).

Keywords: effectiveness of preventive care, mental disorders

Abstrak: Tujuan penelitian Quasi Experiment ini adalah untuk menganalisis


Efektivitas Model Preventive Care terhadap risiko gangguan jiwa pada
keluarga yang merawat pasien gangguan jiwa di Desa Banaran, Galur,
Kulonprogo, Yogyakarta. Lima belas keluarga yang memiliki pasien gangguan
jiwa diambil sebagai sampel secara acak sederhana. Responden diberikan
intervensi secara berkelompok selama 60 menit sebanyak empat kali
pertemuan dalam satu bulan, kemudian diukur tingkat risiko gangguan jiwa
sebelum dan sesudah intervensi. Analisis data yang digunakan adalah
Wilcoxon Match Test. Hasilnya diperoleh skor rata-rata risiko gangguan
jiwa pada keluarga sebelum intervensi 60,33 dan sesudah 67,87, terjadi
penurunan risiko sebanyak 7,54. Disimpulkan model preventive care terbukti
efektif menurunkan risiko gangguan jiwa pada keluarga dengan nilai p value
0,021 (p<0,05).

Kata kunci: efektivitas preventive care, gangguan jiwa


Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa... 123

PENDAHULUAN arganya dengan baik namun sebaliknya pa-


Menurut Departemen Kesehatan RI da keluarga yang tidak menjalankan fungsi
(2000) kesehatan merupakan suatu kondisi keluarga dengan baik maka akan mempe-
yang memungkinkan perkembangan yang ngaruhi klien. Darwis (2007) mengatakan
optimal baik secara fisik, intelektual dan banyak keluarga tidak membawa pulang
emosi dari seseorang yang selaras dengan klien karena malu, merasa terganggu, tidak
orang lain. Organisasi Kesehatan Dunia mampu merawat dan sebagainya. Akibat-
(WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai nya, kapasitas rumah sakit menjadi tidak
keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan mencukupi.
semata-mata keadaan tanpa penyakit atau Keluarga yang keberatan menerima
kelemahan. Definisi tersebut menekankan kembali klien di lingkungan keluarga akan
kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera menambah beban klien akibatnya klien tidak
yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa betah di keluarga dan merasa nyaman di
penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan rumah sakit. Penerimaan keluarga ini sangat
emosional, fisik dan sosial dapat memenuhi penting bagi kesembuhan klien karena
tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan apabila klien sembuh akan mempengaruhi
efektif dalam kehidupan sehari-hari dan puas fungsi keluarga. Masalah lain yang dirasakan
dengan hubungan interpersonal dan diri keluarga dengan adanya gangguan jiwa di
mereka sendiri (Videbeck, 2008). keluarga dapat mempengaruhi kemampuan
Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk ekonomi keluarga dalam membayar biaya
menjamin setiap orang dapat menikmati rumah sakit. Biaya yang harus dikeluarkan
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari keluarga cukup tinggi. Keluarga diharuskan
ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang mengunjungi anggota keluarganya yang
dapat mengganggu kesehatan jiwa. Upaya mengalami gangguan jiwa di rumah sakit
kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud secara rutin, padahal belum tentu jarak
terdiri atas preventif, promotif, kuratif, reha- rumah sakit dengan tempat tinggal klien
bilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah dekat sehingga membutuhkan biaya untuk
psikososial (Undang-Undang Kesehatan transportasi dan akomodasi.
No 36 tahun 2009). Berbagai macam cara dipilih keluarga
Kesehatan jiwa merupakan suatu untuk mencapai fungsi keluarga. Penelitian
rentang meliputi sehat jiwa, risiko dan gang- terkait pernah dilakukan oleh Seloilwe
guan jiwa. Setiap orang berisiko apakah (2006) tentang pengalaman dan kebutuhan
akan sehat jiwa, mengalami masalah psiko- keluarga dengan gangguan jiwa di rumah di
sosial maupun gangguan jiwa. Hasil Riskes- Botswana. Hasilnya bahwa merawat ang-
das (2007) menunjukkan angka gangguan gota keluarga dengan gangguan jiwa mem-
jiwa berat di Indonesia mencapai 0,46%, buat keluarga bingung, sedih dan merupakan
di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai penderitaan tiada habisnya. Pemberi pera-
0,38%. Angka ini masih di bawah angka watan dituntut untuk melakukan koping
nasional akan tetapi beban akibat gangguan setiap hari, menjadi tidak jujur dengan
jiwa sangat berat apalagi bagi keluarga yang anggota keluarga yang mengalami gangguan,
merawat pasien dengan gangguan jiwa. manipulatif, akomodatif, menerima dan
Adanya gangguan jiwa di keluarga negosiasi terhadap situasi yang terjadi. Pene-
mempengaruhi fungsi keluarga. Keluarga litian lain dilakukan oleh Iswanti, Suhartini
yang berfungsi dengan baik akan dapat dan Supriyadi (2007) tentang koping
memberikan perawatan pada anggota kelu- keluarga terhadap anggota keluarga yang
124 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 122-129

mengalami ketergantungan narkoba di wila- Nomporejo 30 pasien dan di desa Kranggan


yah kota Semarang. Hasil penelitian meng- sebanyak 34 pasien. Petugas juga menje-
gambarkan bahwa keluarga yang merawat laskan adanya satu keluarga yang mengalami
anggota keluarga yang mengalami ketergan- gangguan jiwa padahal sebelumnya hanya
tungan NAPZA merasa bingung, malu istrinya, kondisi ini menggambarkan adanya
karena adanya stigma yang negatif bagi anggota keluarga yang mengalami gangguan
pengguna NAPZA dan perlunya dukungan jiwa merupakan sumber stres bagi anggota
sosial untuk keluarga yang mengalami masa- keluarga yang lain. Untuk itulah perlu pen-
lah ketergantungan NAPZA. Stigma itu tidak dekatan atau metode untuk mencegah
hanya dihadapi oleh pengguna NAPZA akan anggota keluarga yang lain mengalami risiko
tetapi klien dengan gangguan jiwa juga yang sama.
mengalami hal yang sama. Salah satu upaya mencegah gangguan
Penelitian lain dilakukan oleh Solomon jiwa adalah model preventive care. Tindakan
dan Draine (1995) tentang koping adaptif perawatan preventif ini merupakan bentuk
keluarga dengan anggota keluarga menga- desain aktifitas untuk meningkatkan penge-
lami gangguan jiwa serius. Penelitian ini tahuan tentang kesehatan jiwa dan melatih
menggunakan desain kuantitatif. Hasil kemampuan keterampilan hidup dalam
penelitian didapatkan data bahwa ada lima menghadapi masalah. Model ini sejalan de-
faktor yang diduga mempengaruhi koping ngan arah pembangunan kesehatan jiwa yang
adaptif keluarga yaitu karakteristik demo- bergeser dari kuratif menjadi promotif
grafi anggota keluarga, berat ringan sakit, preventif, pelayanan pun difokuskan pada
beban subyektif anggota keluarga dan ber- community based yang sebelumnya bero-
duka, dukungan sosial dan sumber koping rientasi pada hospital based.
personal. Dari kelima faktor tersebut hanya Berdasarkan latar belakang dan per-
berat ringannya sakit yang tidak berpe- masalahan, maka dapat diasumsikan bahwa
ngaruh terhadap adaptif keluarga. model preventive care mampu menurunkan
Besarnya dampak yang ditimbulkan risiko terjadinya gangguan jiwa pada keluar-
gangguan jiwa terhadap keluarga khususnya ga yang merawat anggota keluarga yang
yang merawat perlu diantisipasi dengan cara mengalami gangguan jiwa dan memberikan
salah satunya adalah melakukan berbagai kontribusi yang lebih besar dibanding cara
macam penelitian yang dibutuhkan untuk yang lain karena sesuai dengan kebijakan
menentukan kebijakan pelaksanaan terapi pemerintah lebih mengutamakan tindakan
keluarga yang dibutuhkan keluarga ketika preventif sehingga rumusan masalah dari
merawat anggota keluarga dengan gangguan penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas
jiwa. Melalui penelitian ini, diharapkan akan model preventive care terhadap risiko
mendapatkan suatu model tindakan preven- gangguan jiwa?” Penelitian ini bertujuan
tif pada keluarga agar tidak stres selama untuk menganalisis efektifitas model preven-
merawat dan tidak jatuh pada rentang risiko tive care terhadap risiko gangguan jiwa
apalagi sampai mengalami gangguan jiwa. pada keluarga yang merawat anggota kelu-
Berdasarkan wawancara dengan pera- arga yang mengalami gangguan jiwa. Target
wat penanggung jawab program jiwa di luaran yang ingin dicapai dari penelitian ini
Puskesmas Galur II didapatkan data bahwa menjadi karya ilmiah yang dipublikasikan di
jumlah pasien gangguan jiwa di Desa Bana- jurnal ilmiah dan juga sebagai bahan penga-
ran sebanyak 75 pasien, angka ini tertinggi yaan untuk penyusunan buku ajar terutama
dibandingkan dua desa lainnya yaitu di Desa untuk keperawatan jiwa dan komunitas.
Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa... 125

METODE PENELITIAN manfaat penelitian. Model Preventive Care


Penelitian ini merupakan penelitian dilakukan empat kali pertemuan, pertemuan
Quasi Experiment untuk menilai efektifitas pertama membicarakan tentang kesehatan
Preventive Care Model terhadap risiko jiwa, pertemuan kedua latihan berfikir positif,
gangguan jiwa pada keluarga yang merawat pertemuan ketiga dan keempat latihan
anggota keluarga yang mengalami gangguan problem solving. Kegiatan ini dilakukan
jiwa. Penelitian ini adalah penelitian Pre-post selama satu bulan, tiap pertemuan dilakukan
Experiment dengan mengukur sebelum dan selama 60 menit.
sesuah diintervensi lalu diukur hasilnya (No- Pengukuran risiko gangguan jiwa dilak-
toatmodjo, 2010). Populasi adalah keselu- sanakan satu jam sebelum intervensi dan satu
ruhan objek penelitian atau objek yang diteliti jam setelah dilakukan intervensi pada
(Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian pertemuan keempat. Data yang diperoleh
ini yaitu semua pasien dan keluarga yang dilakukan uji normalitas data. Hasil uji
merawat anggota keluarga yang mengalami normalitas data didapatkan hasil data tidak
gangguan jiwa yang berjumlah 75 orang. terdistribusi normal sehingga menggunakan uji
Sampel adalah bagian populasi yang Wilcoxon Match Test. Apabila nilai p value
akan diteliti atau sebagian jumlah dari karak- < 0,05 maka dikatakan Model Preventive
teristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, Care efektif menurunkan risiko gangguan jiwa
2007). Sampelnya adalah keluarga yang pada keluarga yang merawat anggota
bertanggungjawab merawat pasien yang keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
mengalami gangguan jiwa di rumahnya.
Teknik sampel yang digunakan adalah HASIL DAN PEMBAHASAN
random sampling sebanyak 15 orang kelu-
arga yang akan dilakukan intervensi. Instru- Gambaran Lokasi Penelitian
men yang digunakan dalam penelitian ini Desa Banaran merupakan desa binaan
adalah lembar kuesioner dalam bentuk Puskesmas Galur II. Desa ini mempunyai
pertanyaan tertutup. Instrumen yang digu- angka gangguan jiwa lebih tinggi dibanding
nakan untuk intervensi Preventive Care dua desa lainnya yaitu Desa Nomporejo dan
Model menggunakan panduan yang telah Kranggan. Pelayanan kesehatan jiwa sudah
disusun oleh peneliti. dilakukan di puskesmas ini. Semua desa
Metode yang digunakan dalam sudah dicanangkan menjadi Desa Siaga
pengumpulan data adalah dengan memberi- Sehat Jiwa (DSSJ).
kan kuesioner untuk mendapatkan data
risiko gangguan jiwa pada keluarga. Pe- Karakteristik Responden
ngumpulan data dimulai dengan memberikan Karakteristik responden dalam pene-
informed consent kepada calon responden litian ini berdasarkan umur, jenis kelamin,
yang bersedia menjadi subyek dalam pene- tingkat pendidikan, dan pekerjaan dengan
litian ini kemudian menjelaskan tujuan dan hasil seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Variabel Mean SD Minimal-Maksimal 95% CI


Umur Keluarga 44,20 13,70 19-63 36,61-51,79
Umur Pasien 40,67 13,52 21-78 33,18-48,15
Lama Sakit 10,60 7,25 3-30 6,58-14,62
126 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 122-129

Tabel 1 menunjukkan data yang Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden


menggambarkan bahwa rata-rata umur Berdasar Tingkat Pendidikan
keluarga (responden) adalah 44,20 tahun
(95% CI: 36,61-51,79), dengan standar Keluarga Pasien
Pendidikan
deviasi 13,70 tahun. Umur termuda 19 tahun Frekuensi % Frekuensi %
dan umur tertua 63 tahun. Dari hasil estimasi Tidak sekolah 1 6,7 1 6,6
interval dapat disimpulkan bahwa 95%
SD 4 26,6 6 40
diyakini bahwa rata-rata umur responden
SMP 6 40 4 26,7
adalah diantara 36,61-51,79. Sedangkan
umur pasien yang dirawat didapatkan rata- SMA 3 20 4 26,7
rata 40,67 tahun (95% CI: 33,18-48,15), D3 1 6,7 0 0
dengan standar deviasi 13,52. Umur ter- Jumlah 15 100 15 100
muda 21 tahun dan umur tertua 78 tahun.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan
bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur Tabel 4. Distribusi Frekuensi Respon-
pasien adalah diantara 33,18-48,15. den Berdasar Pekerjaan
Lama sakit pasien rata-rata adalah
Keluarga Pasien
10,60 tahun (95% CI: 6,58-14,62), dengan Pekerjaan
Frekuensi % Frekuensi %
standar deviasi 7,25 tahun. Lama sakit
tercepat tiga tahun dan sakit terlama adalah Tidak bekerja 1 6,7 8 53,3
30 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat IRT 3 20 4 26,7
disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa Buruh/Tani 5 33,2 3 20
rata-rata lama sakit adalah diantara 6,58- Swasta/Dagang 4 26,7 0 0
14,62. Karywn. Swasta 1 6,7 0 0
Dukuh 1 6,7 0 0
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Respon- Jumlah 15 100 15 100
den Berdasar Jenis Kelamin
Tabel 4 menunjukkan bahwa keluarga
Jenis Pasien Keluarga
sebagian besar bekerja sebagai buruh/tani
Kelamin Frekuensi % Frekuensi % sebanyak 5 (33,2%), pasien sebagian besar
Laki-laki 7 46,7 7 46,7 tidak bekerja sebanyak 8 (53,3%).
Perempuan 8 53,3 8 53,3
Jumlah 15 100 15 100
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Respon-
den Berdasarkan Hubungan
Tabel 2 menunjukkan data yang dengan Pasien
menggambarkan bahwa responden paling
banyak adalah perempuan, yaitu sebanyak Hubungan Frekuensi Persentase
8 (53,3%). Kakak/adik 4 26,7
Tabel 3 menunjukkan data yang Anak 1 6,7
menggambarkan bahwa keluarga paling Orang tua 5 33,3
banyak berpendidikan SMP sebanyak 6 Suami/Istri 3 20
(40%), sedangkan pasien sebagian besar
Keluarga 2 13,3
berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
Jumlah 15 100
sebanyak 6 (40%).
Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa... 127

Tabel 5 menunjukkan bahwa hu- menunjukkan bahwa keluarga mempunyai


bungan keluarga dengan pasien sebagian masalah selama merawat anggota keluarga
besar sebagai orang tua sebanyak 5 orang yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini
(33,3%). didukung oleh lama sakit yang diderita pasien
rata-rata 10,60 tahun. Menurut Stuart and
Analisis Bivariat Laraia (2005) merawat anggota keluarga
Hasil uji statistik pengaruh model yang mengalami gangguan jiwa dalam waktu
preventive care terhadap risiko terjadinya lama menjadikan beban bagi keluarga dan
gangguan jiwa pada keluarga yang merawat akan berpengaruh terhadap kondisi
anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan pemberi pelayanan dalam hal ini
jiwa didapatkan hasil sebagai berikut: adalah keluarga. Apalagi keluarga yang
merawat sebagian besar umurnya rata-rata
usia produktif yaitu 44,20 tahun. Keluarga
Tabel 6. Distribusi Rata-Rata Skor
harus keluar rumah untuk mencari nafkah
Risiko Gangguan Jiwa pada
Keluarga Sebelum dan Se- dan sebagian besar mereka adalah bekerja.
sudah Dilakukan Model Keluhan yang paling banyak dirasakan
Preventive Care keluarga selama merawat adalah merasa
sedih karena memikirkan masa depannya
Variabel Mean SD SE P Value N dan keinginan keluarga agar pasien berpe-
Risiko rilaku seperti orang lain pada umumnya bisa
Gangguan Jiwa bekerja, berumah tangga dan bergaul de-
Sebelum 60,33 9,97 2,34 0, 021 15 ngan orang lain. Kondisi ini sesuai dengan
Sesudah 67,87 6,86 1,77
hasil penelitian ini sebagian besar pasien
tidak bekerja, padahal umur pasien rata-rata
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa 40,67 tahun dan termasuk usia kerja.
rata-rata risiko gangguan jiwa pada keluarga Apalagi pendidikan pasien juga sebagian
sebelum dilakukan Model Preventive Care besar SD sehingga kesulitan untuk mening-
adalah 60,33 dengan standar deviasi 9,97. katkan kemampuan pasien agar bisa pro-
Setelah dilakukan Model Preventive Care duktif dan mandiri. Keluhan lain yang dira-
didapatkan rata-rata 67,87 dengan standar sakan keluarga selama merawat pasien ada-
deviasi 6,86. Terlihat nilai mean perbedaan lah adanya rasa kekhawatiran kalau kambuh,
sebelum dan sesudah intervensi adalah 7,54 ada juga keluarga yang mengatakan kekha-
dengan standar deviasi 2,21. Hasil uji watirannya kalau dia akan mengalami gang-
statistik didapatkan nilai 0,021 maka dapat guan jiwa seperti yang dialami pasien.
disimpulkan ada perbedaan yang signifikan
antara sebelum dan sesudah dilakukan Risiko Gangguan Jiwa pada Keluarga
Model Preventive Care. Sesudah Dilakukan Model Preventive
Care
Risiko Gangguan Jiwa pada Keluarga Setelah dilakukan model preventive
Sebelum Dilakukan Model Preventive care terjadi peningkatan poin sebanyak 7,54
Care sehingga terjadi penurunan risiko gangguan
Risiko gangguan jiwa pada keluarga jiwa pada keluarga selama merawat anggota
yang merawat pasien gangguan jiwa sebelum keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
dilakukan model preventive care skor rata- Tindakan Preventive Care terbukti mampu
rata berada pada angka 60,33. Skor ini membantu menurunkan risiko gangguan jiwa
128 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 122-129

pada keluarga. Hal ini sesuai teori Stuart rima dan negosiasi terhadap situasi yang
(2009) yang menekan pentingnya tindakan terjadi. Menurut Torrey (1988 dalam Arif,
pencegahan primer yaitu memberikan 2006) bahwa adanya klien gangguan jiwa
pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dalam keluarga merupakan stressor yang
kepada masyarakat yang belum mengalami sangat berat yang harus ditanggung keluarga.
gangguan jiwa termasuk keluarga yang berisiko Keluarga sebagai matriks relasi maka seluruh
tinggi mengalami gangguan jiwa karena anggotanya terhubung satu sama lain akan
bebannya dalam merawat pasien di rumah. terkena dampak yang besar. Keseimbangan
Begitupun menurut Keliat (2010) keluarga sebagai suatu sistem mendapatkan
bahwa dalam membentuk Desa Siaga Sehat tantangan yang besar.
Jiwa (DSSJ) salah satu tujuannya bagai- Pertemuan ketiga dan keempat diajar-
mana masyarakat atau keluarga yang sehat kan cara menyelesaikan masalah (problem
jiwa tetap sehat jiwa, yang berisiko tidak solving) selama merawat anggota keluarga
akan mengalami gangguan jiwa dan yang yang mengalami gangguan jiwa di rumah. Cara
gangguan jiwa bisa produktif dan mandiri. ini sangat membantu keluarga dan mengurangi
Kebijakan pemerintah sendiri sekarang beban yang dirasakan keluarga dalam
berorientasi pada community based bukan merawat. Menurut Keliat (2010) keluarga
hospital based sehingga diharapkan kelu- sangat membantu pemulihan pasien jiwa.
arga sebagai tempat tinggal pasien gangguan Keluarga yang berfungsi dengan baik akan
jiwa mampu merawat anggota keluarganya. membantu mempercepat pemulihan pasien.
Untuk itulah Model Preventive Care Untuk itulah keluarganya perlu diintervensi
diharapkan mampu memberikan peran agar dapat berfungsi secara optimal.
optimal keluarga dalam merawat pasien.
Model Preventive Care yang diberi- SIMPULAN DAN SARAN
kan dalam penelitian ini adalah dimulai dari Simpulan
mengenalkan kesehatan jiwa dan bagaimana Dari hasil penelitian ini dapat disim-
bisa mempertahankan agar tetap sehat jiwa. pulkan bahwa risiko gangguan jiwa pada
Selanjutnya dilatih cara berfikir positif keluarga sebelum dilakukan Model Preven-
bagaimana walaupun mempunyai anggota tive Care skor rata-rata sebesar 60,33,
keluarga yang mengalami gangguan jiwa risiko gangguan jiwa pada keluarga sesudah
tetapi tetap punya harapan dan berfikir yang dilakukan Model Preventive Care skor
baik. Penelitian ini mengajarkan keluarga rata-rata sebesar 67,87, ada perbedaan
cara melawan pikiran negatif menjadi positif. skor rata-rata risiko gangguan jiwa keluarga
Pikiran negatif yang muncul sebagian sebelum dan sesudah dilakukan Model
besar adalah khawatir kalau pasien kambuh. Preventive Care sebesar 7,54. Model
Keluarga juga merasakan adanya rasa jenuh/ Preventive Care terbukti efektif menurukan
bosan dalam merawat pasien. Hal ini sesuai risiko gangguan jiwa pada keluarga yang
dengan hasil penelitian Seloilwe (2006), merawat anggota keluarga yang mengalami
merawat anggota keluarga dengan gangguan gangguan jiwa dengan nilai p=0,021.
jiwa membuat keluarga bingung, sedih dan Saran
merupakan penderitaan tiada habisnya. Berdasarkan hasil penelitian ini
Pemberi perawatan dituntut untuk melaku- disarankan kepada responden diharapkan
kan koping setiap hari, menjadi tidak jujur dapat mempraktekkan model preventive
dengan anggota keluarga yang mengalami care yang telah dilatih dalam kehidupan
gangguan, manipulatif, akomodatif, mene- sehari-hari untuk membantu mengurangi
Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa... 129

stres/beban yang dirasakan keluarga selama Anggota Keluarga yang Mengalami


merawat anggota keluarga yang mengalami Ketergantungan Narkoba Di
gangguan jiwa. Puskesmas Galur II Wilayah Kota Semarang. Jurnal
diharapkan kepada perawat penanggung Keperawatan Media NERS, 1 (1):
jawab program kesehatan jiwa untuk mene- 34-38.
rapkan Model Preventive Care kepada Keliat, B.A. & Akemat. 2010. Model
keluarga pasien sehingga bisa optimal dalam Praktik Keperawatan Profesio-
merawat pasien. Bagi peneliti selanjutnya nal Jiwa. Penerbit Buku Kedok-
diharapkan membuat model intervensi lain teran EGC: Jakarta.
untuk membantu keluarga mengurangi beban Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Pene-
selama merawat pasien. litian Kesehatan. Edisi Revisi.
Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
DAFTAR RUJUKAN Republik Indonesia. 2009. Undang-
Arif, I. S. 2006. Skizofrenia Memahami Undang Republik Indonesia No.
Dinamika Keluarga Pasien. Ce- 36 Tahun 2009 Tentang Kese-
takan Pertama. PT Refina Aditama: hatan. Jakarta: Kementrian Hukum
Bandung. dan HAM.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Seloilwe, E.S. 2006. Experineces and De-
Suatu Pendekatan Praktek. Edisi mands of Families With Mentally Ill
VI. Rineka Cipta: Jakarta. People at Home in Botswana.
Darwis, Y. 2007. 50 Persen Orang Gila Journal of Nursing Scholarship,
Terlantar di RSJ, (Online), (http:// 38(3): 262-268.
www.banjarmasin post.co.id/ Solomon P, Draine J. 1995. Adaptive
content/view/4131/297/), diakses Coping Among Family Members of
31 Januari 2008. Persons With Serious Mental Ill-
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset ness. Psychiatric Services, 46:
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 1156-1160.
2007. Laporan Nasional 2007. Stuart, G. W. 2009. Principles and Prac-
Jakarta: Badan Penelitian dan tice of Psychiatric Nursing. (9th
Pengembangan Kesehatan Depar- edition). Mosby Elsevier: Canada.
temen Kesehatan RI. Stuart, G.W. & Laraia, M.T. 2005. Prin-
Hidayat, A. A. A. 2007. Riset Kepera- ciples and Practice of Psychiatric
watan dan Teknik Penulisan Nursing. (7th edition). Mosby: St
Ilmiah. Salemba Medika: Jakarta. Louis.
Iswanti, D.I., Suhartini & Supriyadi. 2007. Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar
Ko ping Keluarga Terhadap Keperawatan Jiwa. EGC: Jakarta.
GAMBARAN PELAKSANAAN EVALUASI KINERJA
KARYAWAN DI STIKES 'AISYIYAH YOGYAKARTA

Tenti Kurniawati
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: tenti_a@yahoo.co.id

Abstract: This descriptive study aims to determine the employee's


performance evaluation in STIKES Aisyiyah Yogyakarta. This study
used cross sectional approach. Data were analyzed by frequency and
percentage distribution of each variable. Characteristics of the
respondents are mostly in the category of early adult aged 21-40 years
old by 23 respondents (76.7%), 16 female respondents (53.3%).
According to the duration of work, majority less than 5 years were 12
respondents (40%), which largely as a permanent employee 17
respondents (56.7%). On performance evaluation in STIKES 'Aisyiyah
Yogyakarta in 2013, most of the respondents, i.e, a total of 18 respondents
(60%), provide an assessment in the poor category.

Keywords: employee performance evaluation, cross sectional

Abstrak: Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif untuk meng-


gambarkan pelaksanaan evaluasi kinerja karyawan di STIKES 'Aisyiyah
Yogyakarta, menggunakan pendekatan waktu cross sectional, data
dianalisis dengan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
Karakteristik responden menunjukkan sebagian besar dalam kategori
dewasa awal berusia 21-40 tahun sebanyak 23 responden (76,7%),
berjenis kelamin perempuan 16 responden (53,3%), lama kerja terbanyak
< 5 tahun sebanyak 12 responden (40%), dan sebagian besar berstatus
pegawai tetap 17 responden (56,7%). Pelaksanaan evaluasi kinerja di
STIKES 'Aisyiyah Yogyakarta 2013, sebagian besar responden mem-
berikan penilaian kinerja dalam kategori kurang sebanyak 18 responden
(60%).

Kata kunci: evaluasi kinerja karyawan, cross sectional


Tenti Kurniawati, Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja ... 131

PENDAHULUAN keluar. Variasi metode mengukur dapat


Saat ini setiap organisasi dituntut untuk digunakan (Frank, 1998 dalam Huber
mampu berkompetisi, sehingga dapat tetap 2006).
bertahan dalam persaingan global. Peranan Kinerja berasal dari pengertian per-
sumber daya manusia akan sangat menen- formance. Kinerja adalah tentang apa yang
tukan keberhasilan atau kegagalan organisasi dikerjakan dan bagaimana cara menger-
dalam merealisasikan visi dan misi organi- jakan (Wibowo, 2009). Selain itu kinerja
sasi. Jika sumber daya manusia yang dimiliki juga didefinisikan sebagai tindakan me-
organisasi tidak berkualitas atau tidak kom- nyelesaikan tugas sesuai dengan pekerjaan-
peten akan menuai kegagalan dalam men- nya. Pekerjaan tersebut dilakukan sebagai
capai visi dan misi yang ditetapkan. Sebalik- bentuk tanggungjawab pegawai dan dituju-
nya sekalipun telah memiliki sumber daya kan untuk mencapai tujuan organisasi dalam
yang berkualitas, tetapi tanpa pengelolaan mereflesikan misi, visi dan nilai-nilai organi-
secara optimal kontribusi terhadap organi- sasi. Kinerja memerlukan kejelasan komu-
sasi akan jauh dari harapan (Sudarmanto, nikasi, observasi yang efektif, dan umpan
2009). balik yang sesuai serta kriteria kinerja yang
Pendekatan mutu paripurna yang sesuai dengan pekerjaan (Huber, 2006).
berorientasi pada kepuasan pelanggan Penilaian kinerja adalah proses yang
menjadi strategi utama bagi organisasi wajib dalam organisasi untuk menjamin
pelayanan kesehatan di Indonesia, agar bahwa kualitas pelayanan terpenuhi, salah
dapat tetap eksis di tengah persaingan global satunya adalah kualitas pelayanan kepera-
yang lebih ketat (Wijono, 2000; Sullivan & watan yang diberikan oleh perawat kepada
Decker, 2005; Wise & Kowalski, 2006). pasien, sehingga akan mendukung penca-
Manajer berpartisipasi secara aktif dan me- paian tujuan organisasi melalui kegiatan
mainkan peran kunci dalam mensukseskan evaluasi kinerja yang dilakukan. Evaluasi
organisasi pelayanan kesehatan (Sullivan & kinerja diartikan mengevaluasi pekerjaan
Decker, 2005). Pengelolaan sumber daya orang lain (Huber, 2006). Evaluasi kinerja
manusia terkait kontribusinya untuk mereali- (performance appraisal) didefinisikan oleh
saikan visi dan misi organisasi maka kita Dharma (2010) sebagai sebuah sistem for-
akan mengenal istilah manajemen kinerja, mal yang digunakan untuk mengevaluasi
yaitu bagaimana kinerja dikelola untuk kinerja pegawai secara periodik yang diten-
memperoleh sukses (Wibowo, 2009). tukan oleh organisasi. Salah satu bentuk
Proses penilaian kinerja melibatkan evaluasi kinerja adalah Daftar Penilaian
pengkajian kebutuhan institusi dan personal Pelaksanaan Pekerjaan (DP3).
dan tujuan yang ditentukan, menentukan Evaluasi kinerja bukan pekerjaan yang
sasaran penilaian dan kerangka waktu, hanya dilakukan sekali dalam setahun, tetapi
mengkaji kemajuan dan mengevaluasi merupakan proses yang dimulai sejak awal
kemajuan kinerja, dan dimulai lagi setelah perekrutan karyawan dan terus berlanjut
semua berakhir. Penilaian diawali ketika pe- selama karyawan bekerja untuk suatu
kerja berperan sebagai pegawai baru, untuk perusahaan seperti rumah sakit (Phopal,
mengkaji pengetahuan dan ketrampilanya, 2008). Evaluasi kinerja dilakukan secara
dan evaluasi pegawai secara keseluruhan periodik sebagai sebuah mekanisme untuk
dilakukan secara periodik. Penilaian kinerja memberikan umpan balik pada karyawan
bersifat siklus (lingkaran) dimulai ketika (Wise & Kowalski, 2006). Evaluasi ini
karyawan digaji dan diakhiri ketika pegawai memerlukan komunikasi yang jelas
132 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 130-137

mengenai target dan standar, penetapan umum pelaksanaan evaluasi kinerja di


tujuan yang spesifik dan dapat diukur, umpan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta adalah
balik (feedback) yang berkelanjutan. Penja- penilaian kinerja karyawan yang diukur
baran secara jelas tentang apa yang diharap- dengan menggunakan DP3 belum dapat
kan dari karyawan dan pemberian dorongan mengukur kinerja karyawan yang sesung-
untuk memenuhi tujuan organisasi adalah guhnya, sehingga penilaian terhadap kinerja
bagian penting dari manajemen sumber daya masih bersifat subyektif. Dampak lain yang
manusia (Phopal, 2008). dirasakan adalah evaluasi kinerja yang dila-
Tujuan penilaian kinerja menurut kukan di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
Huber (2006; Robbins & Judge, 2008; dengan menggunakan DP3 belum membe-
Tomey, 2009) adalah untuk meningkatkan rikan dampak untuk melihat perlunya pembi-
kinerja (performance), meningkatkan ko- naan staf. Pembinaan staf yang dilakukan
munikasi, memperkuat perilaku positif, selama ini bersifat insidental.
mengkomunikasikan masalah terkait penga- Staf PSD menyampaikan bahwa um-
khiran tugas (ultimately), memperbaiki pan balik yang diberikan penilai terhadap
perilaku negatif/kurang sesuai menuju peri- orang yang dinilai masih dirasakan sangat
laku yang optimal, menyediakan dasar pem- kurang. Hasil penilaian DP3 hanya disam-
berian penghargaan (reward), dimana peng- paikan saja hasilnya tetapi umpan balik yang
hargaan dapat menjadi dasar untuk motivasi, diberikan secara positif, dalam bentuk pujian
menyediakan dasar untuk pengakhiran kerja untuk suatu prestasi, dan dalam bentuk
jika diperlukan, mengidentifikasi kebutuhan pemberian motivasi melalui penghargaan dan
pembelajaran dan perkembangan individu. keterlibatan, sangat jarang dan tidak dilaku-
Mengukur kinerja sangat tidak mung- kan. Sedangkan umpan balik konstruktif
kin jika standar tidak ditentukan secara jelas. yang diberikan untuk karyawan yang
Tidak hanya standar yang harus ada, tetapi bekerja tidak baik jarang dilakukan.
pimpinan juga harus melihat bahwa subordi- Pelaksanaan evaluasi kinerja karyawan
nat (pegawai) mengetahui dan memahami di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta seharus-
standar karena standar berbeda-beda antar nya dilakukan secara formal setiap tahun,
organisasi. Karyawan harus mengetahui tetapi pada kenyataanya penilaian kinerja
standar yang diharapkan dari organisasi hanya dilakukan untuk kenaikan golongan
mereka. Karyawan harus terbuka dengan karyawan. Selain itu evaluasi kinerja juga
kinerja mereka ketika diukur kemampu- dilakukan untuk rekrutmen pegawai baru.
annya dikaitkan dengan standar yang telah Penilaian dilakukan oleh atasan langsung
ditentukan (Marquis & Huston, 2009). karyawan yang dinilai. Mekanisme pelaksa-
Peneliti melakukan studi pendahuluan naan penilaian yang diterapkan juga menjadi
pada staf Pengembangan Sumber Daya bagian yang penting dalam penilaian kinerja,
(PSD) STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta, karena akan menentukan keakuratan data
didapatkan hasil bahwa untuk penilaian penilaian yang dikumpulkan.
kinerja karyawan di STIKES ‘Aisyiyah Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Yogyakarta digunakan Daftar Penilaian gambaran pelaksanaan evaluasi kinerja
Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Penilaian karyawan di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
menggunakan DP3 ini digunakan untuk
menilai staf di semua bagian yang ada. METODE PENELITIAN
Beberapa hal yang disampaikan oleh Penelitian ini termasuk dalam penelitian
staf PSD, terkait dengan evaluasi secara deskriptif yaitu peneliti melakukan peng-
Tenti Kurniawati, Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja ... 133

amatan, menghitung, menggambarkan, dan yang masuk dalam kriteria sedang dalam
mengklasifikasikan data yang ditemukan masa cuti, maka jumlah sampel yang diambil
(Polit, 2004). Metode pendekatan waktu hanya 30 karyawan. Kriteria inklusi dalam
yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian ini adalah karyawan yang bersedia
setiap subjek penelitian hanya diobservasi menjadi responden dan kriteria ekslusi ada-
sekali saja dan pengukuran dilakukan lah karyawan yang sedang dalam masa cuti.
terhadap status karakter atau variabel subjek Kuesioner yang digunakan untuk me-
pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, ngumpulkan data terdiri dari dua kuesioner,
2010). Variabel adalah gejala yang menjadi yaitu kuesioner untuk mengetahui identitas
fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, responden dan mengetahui gambaran secara
2007). Variabel dalam penelitian ini hanya umum subjek penelitian yang terdiri dari
fokus pada satu variabel yaitu gambaran usia, jenis kelamin, lama kerja, status kepe-
pelaksanaan evaluasi kinerja karyawan di gawaian dan kuesioner untuk mengetahui
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. penilaian kinerja karyawan tentang standar,
Gambaran pelaksanaan evaluasi ki- target, umpan balik dan evaluasi. Jumlah
nerja karyawan adalah penilaian karyawan pernyataan dalam kuesioner ini adalah 20
terhadap sistem penilain kineja yang dilaku- item yang diadopsi dari Ningsih (2013).
kan oleh manajer di STIKES ‘Aisyiyah
Yogyakarta. Aspek yang terkait dalam peni- Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner untuk
laian kinerja adalah standar, target, umpan Penilaian Kerja
balik, dan evaluasi. Data dikumpulkan de- No item No item
ngan mengisi kuesioner yang dilakukan oleh Indikator Jumlah
favorable unfavorable
responden, dengan jenis pertanyaan positif Standar 1,3,4 2,5 5
(favorable) dan penyataan negatif (unfa- Target 6,7,9 8,10 5
vorable). Pada item pernyataan positif Umpan Balik 11,13,15 12,14 5
untuk pilihan jawaban sangat setuju = 5, Evaluasi 16,17 18,19,20 5
setuju = 4, ragu- ragu = 3, tidak setuju = 2, Jumlah 20
sangat tidak setuju = 1 dan untuk pernyataan
negatif adalah sebaliknya. Analisis dilakukan terhadap tiap varia-
Jawaban tersebut dikategorikan men- bel dari hasil penelitian, analisis ini meng-
jadi tiga kategori yaitu baik apabila skor hasilkan distribusi frekuensi dan persentase
76%- 100%, cukup apabila skor 56%- dari tiap variabel yaitu distribusi frekuensi
75%, kurang apabila skor < 55%. Skala usia, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,
data adalah ordinal. Populasi dalam pene- dan status kepegawaian. Adapun rumusnya
litian ini adalah seluruh karyawan di STIKES adalah sebagai berikut.
‘Asiyiyah Yogyakarta yang pernah dilaku- P= X x 100%
kan penilaian kinerjanya minimal satu kali. N
Jumlah Karyawan STIKES ‘Aisyiyah 35 Keterangan:
orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini P = Persentase
mengacu pada penentuan jumlah sampel X = Jumlah jawaban yang sesuai
yang dikembangkan Isacc dan Michael, N = Jumlah soal
dengan populasi 35 orang dengan taraf Jawaban tersebut dikategorikan
kesalahan 5% maka jumlah sampel yang menjadi tiga kategori yaitu baik apabila skor
diambil seharusnya adalah 32 orang (Sugi- 76%- 100%, cukup apabila skor 56%-
yono, 2006), tetapi karena dua karyawan 75%, kurang apabila skor < 55%.
134 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 130-137

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian


besar responden memberikan penilaian
Karakteristik Responden bahwa penilaian kinerja di STIKES ‘Aisyi-
Responden pada penelitian ini memiliki yah Yogyakarta dalam kategori kurang
karakteristik usia, jenis kelamin, lama kerja, sebanyak 18 responden (60%).
status kepegawaian. Karakteristik respon- Berdasarkan karakteristik responden
den dapat dilihat pada tabel 2. secara keseluruhan karyawan termasuk da-
lam usia produktif dan sebagian besar masuk
Tabel 2. Karakteristik Responden dalam kategori dewasa awal berusia 21-40
tahun sebanyak 23 responden (76,7 %).
Karakteristik
Kategori Frekuensi Persentase Usia dewasa awal memiliki karakteristik ter-
Responden
Usia 21-40 tahun 23 76,7 kait dengan pekerjaan adalah mereka beru-
40-60 tahun 7 23,3 paya menekuni karir sesuai dengan minat dan
Jenis Kelamin Laki-laki 14 46,7 bakat yang dimiliki, serta memberi jaminan
Perempuan 16 53,3 masa depan keuangan yang baik. Sebalik-
Lama Kerja < 5 tahun 12 40 nya, bila tidak atau belum cocok antara
5-10 tahun 9 30
minat/bakat dengan jenis pekerjaan, mereka
11-15 ahun 4 13,3
16-20 tahun 2 6,7
akan berhenti dan mencari jenis pekerjaan
>20 tahun 3 10 yang sesuai dengan selera (Alfara, 2013).
Status Tetap 17 56,7 Sebagian besar responden berjenis
kepegawaian Kontrak 13 43,3 kelamin perempuan 16 responden (53,3%).
Harsiwi (2004 dalam Zanaria 2007),
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian mengungkapkan bahwa pria cenderung
besar responden masuk dalam kategori kurang memiliki disiplin diri dalam bekerja,
dewasa awal berusia 21-40 tahun sebanyak sehingga perlu diterapkan suatu sistem kerja
23 responden (76,7%), sebagian besar yang keras. Sementara itu, perempuan cen-
berjenis kelamin perempuan 16 responden derung memiliki disiplin diri yang lebih tinggi
(53,3%), lama kerja terbanyak <5 tahun dibandingkan pria, sehingga sistem disiplin
sebanyak 12 responden (40%), dan seba- yang diterapkan lebih bersifat memelihara
gian besar berstatus sebagai pegawai tetap atau maintenance dan meningkatkan disi-
sebanyak 17 responden (56,7%). plin tersebut. Berdasarkan penilaian karya-
Aspek yang dinilai dari kinerja adalah wan terhadap sistem penilain kineja yang
standar, target, umpan balik, dan evaluasi. dilakukan di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakar-
Hasil penilaian karyawan terhadap sistem ta, sebagian besar responden memberikan
penilain kineja dapat dilihat pada tabel 3. penilaian dalam kategori kurang sebanyak
18 responden (60 %).
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Penilai- Standar kerja perlu dibuat dalam
an Kinerja di STIKES ‘Aisyi- pengukuran evaluasi kinerja, karena standar
yah Yogyakarta 2013 akan menjabarkan tentang pekerjaan yang
mencakup dalam satu pekerjaan tertentu.
Penilaian Kinerja Frekuensi Persentase Tanpa standar, masalah kinerja dapat
Baik 3 10 menjadi sangat rancu (Pophal, 2008).
Cukup 9 30 Pekerjaan karyawan diukur mengacu pada
Kurang 18 60 standar dengan tujuan untuk memberikan
Total 30 100 gambaran tingkat kualitas dari kinerja
Tenti Kurniawati, Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja ... 135

pekerjaan (Huber, 2006). Hasil riset mana- atau gagal memenuhi standar kinerja yang
jemen juga telah memperlihatkan beberapa telah ditetapkan. Tindakan korektif dapat
faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir didiskusikan agar suatu pembelajaran dapat
penilaian dalam meningkatkan motivasi dan terjadi dan peningkatan dapat disepakati
produktivitas (Marquis & Huston, 2009) (Dharma, 2010). Manajer sebagai pimpinan
adalah karyawan harus percaya bahwa perusahaan bertanggungjawab untuk mem-
penilaian didasarkan pada standar untuk beri umpan balik pada para karyawan, tidak
menilai karyawan dalam klasifikasi yang hanya menjadikan mereka lebih produktif,
sama dan dapat dipertanggungjawabkan. tetapi juga agar mereka mengembangkan
Standar harus dikomunikasikan dengan jelas keahlian mereka seiring dengan perkem-
pada karyawan pada waktu mereka direkrut bangan perusahaan. Umpan balik adalah
dan deskripsi pekerjaan atau tujuan individual cara yang paling efektif dan murah untuk
staf untuk tujuan penilaian kinerja. Karya- memotivasi karyawan (Phopal, 2008).
wan harus terlibat dalam mengembangkan Para karyawan ingin mengetahui bagai-
standar atau tujuan kinerja yang digunakan mana kualitas kerja mereka. Mereka me-
untuk menilai. Hal ini penting sekali untuk merlukan umpan balik untuk membantu
profesional pekerja. Karyawan harus me- mereka meningkat dan berkembang. Selu-
ngetahui kemajuan dan apa yang terjadi jika ruh karyawan harus memiliki peluang untuk
standar kinerja yang diharapkan tidak dica- evaluasi rutin yang formal. Bila umpan balik
pai. Karyawan perlu mengetahui bagaimana sering dilakukan setiap tahun, maka sesi
informasi akan diperoleh untuk memberikan formal yang diadakan setahun memberikan
gambaran kinerja. kesempatan formal untuk mendiskusikan
Penetapan sasaran untuk suatu peker- masalah pengembangan dan secara spesifik
jaaan harus dipastikan dalam proses mana- memfokuskan pada peningkatan kinerja
jemen bahwa setiap karyawan memahami (Phopal, 2008).
aturan dan hasil yang perlu dicapai untuk Penilaian kinerja adalah proses yang
memaksimalkan kontribusi mereka bagi wajib dalam organisasi untuk menjamin
organisasi secara keseluruhan. Pada haki- bahwa kualitas pelayanan terpenuhi. Penilai-
katnya dapat diartikan bahwa sasaran me- an kinerja menggunakan metode formal dan
mungkinkan karyawan untuk mengetahui informal untuk memberikan anggota staf
apa yang disyaratkan untuk mereka dan atas informasi penting untuk menentukan apa
dasar apa kinerja dan kontribusi mereka harapan mereka dan tindakan terbaik yang
akan dinilai (Williams dalam Amstrong, dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja
1994, dalam Dharma 2010). Manajemen mereka pada tingkat yang dikehendaki
kinerja mengasumsikan bahwa bilamana (Huber, 2006).
orang tahu dan mengerti apa yang diharap- Penelitian Raikkonen, Perala dan Ka-
kan dari mereka, dan dilibatkan dalam hanpaa (2007) dengan judul Staffing
penentuan sasaran yang akan dicapai, maka Adequacy, Supervisory Support and
mereka akan menunjukkan kinerja untuk Quality of Care in Long-Term Care
mencapai sasaran tersebut (Dharma, 2010). Setting: Staff Perceptions, menunjukkan
Pengukuran evaluasi kinerja diikuti hasil bahwa persepsi staf yang adekuat dan
dengan proses pemberian umpan balik, kecukupan dukungan dari supervisor, khu-
sehingga manajer dapat memantau kinerja susnya dukungan penguat (empowering)
karyawan, dan jika perlu dilakukan tindakan meningkatkan kemungkinan dicapainya
korektif jika karyawan membuat kesalahan kualitas pelayanan yang baik. Jika supervisor
136 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 130-137

fokus pada persepsi sejumlah staf, mereka memberikan kesempatan pada yang lain
dapat mengidentifikasi dengan lebih baik untuk maju tanpa merasa takut terhadap
kebutuhan staf dan juga kebutuhan dukungan bayang-bayang yang berlebihan (Huber
personal. 2006).
Proses penilaian kinerja diawali sejak
karyawan masuk sebagai pegawai baru, SIMPULAN DAN SARAN
seorang pegawai dikaji pengetahuan dan Simpulan
ketrampilanya. Pada program orientasi, ke- Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
majuan dan proses dalam melakukan pe- bahwa karakteristik responden menunjuk-
kerjaan akan dikaji, serta pekerjaan keselu- kan bahwa sebagian besar responden masuk
ruhan akan dievaluasi secara periodik. Peni- dalam kategori dewasa awal berusia 21-40
laian kinerja bersifat siklus (lingkaran). Di- tahun sebanyak 23 responden (76,7%),
mulai ketika karyawan digaji dan diakhiri sebagian besar berjenis kelamin perempuan
ketika pegawai keluar (Huber, 2006). 16 responden (53,3%), lama kerja terba-
Evaluasi kinerja melibatkan peran nyak < 5 tahun yakni sebanyak 12 respon-
manajer untuk memperjelas harapan yang den (40%), dan sebagian besar berstatus
mereka inginkan dari stafnya dan para kar- sebagai pegawai tetap sebanyak 17 respon-
yawan dapat mengkomunikasikan harapan den (56,7%). Pelaksanaan evaluasi kinerja
mereka dalam pekerjaannya terkait bakat di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 2013,
pribadi yang dapat dimanfaatkan organisasi, menunjukkan bahwa sebagian besar res-
tujuannya untuk mencapai suatu konsensus. ponden memberikan penilaian kinerja di
Pengelolaan sasaran yang akan dicapai me- STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta dalam ka-
rupakan pekerjaan bersama yang menuntut tegori kurang sebanyak 18 responden
manajer dan karyawan bertindak secara (60%).
kemitraan. Hal tersebut dapat diartikan Saran
bahwa tiap tahapan sasaran untuk mencapai Berdasarkan hasil penelitian maka
kesepakatan bersama salah satunya menge- saran yang dapat penulis sampaikan adalah,
nai cara-cara pengukuran kinerja, penilaian kepada Bagian Sumber Daya STIKES
hasil dan faktor-faktor yang mempenga- ‘Aisyiyah Yogyakarta untuk mengevaluasi
ruhinya, serta rencana pengembangan dan adanya standar penilaian kinerja yang jelas
peningkatan kinerja (Dharma, 2010). untuk setiap bagian yang berbeda, target
Proses penilaian kinerja agar efektif yang terukur dan dikomunikasikan dengan
membutuhkan komponen penting dianta- jelas, umpan balik yang komunikatif dan
ranya dukungan dari pimpinan, komitmen transparan antara penilai dan yang dinilai,
organisasi terkait keuangan dan sumber daya evaluasi formal yang memotivasi dan tidak
manusia, memperoleh kualitas yang terbaik, diskriminatif.
dan merupakan proses yang dilakukan Pimpinan hendaknya menerapkan
secara terus menerus (Marquis & Huston, proses penilaian kinerja yang meningkatkan
2009). Proses penilaian kinerja memberikan motivasi pegawai dan meningkatkan pertum-
kesempatan manajer untuk menyampaikan buhan. Memfasilitasi proses dukungan untuk
dan mengidentifikasi nilai-nilai staf secara pegawai yang berusaha untuk memperbaiki
individu dan bakat yang dibawa mereka ke kinerja yang kurang. Menggunakan tehnik
dalam kelompok. Manajer sebagai pemim- bimbingan untuk meningkatkan pertumbuhan
pin harus memiliki kebanggaan untuk pegawai dalam kinerja pekerjaan.
Tenti Kurniawati, Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja ... 137

DAFTAR RUJUKAN Support and QualityofCare in Long-Term


Alfara. 2013. Karakteristik Dewasa Awal, Care Setting: Staff Perceptions. Journal of
(Online), (http://www.google.com/ Advance Nursing, 60 (6): 615-626.
search?hl=in&rediresc=7clien= Robbins, Stephen P., Judge, Timothy A.
karakteristik+dewasa+awal), diakses 2008. Organizational Behavior. Edisi
7 Agustus 2013. 13. Prentice Hall: New Jersey.
Badan Kepegawaian Negara. 2007. Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengem-
Materi Diklat Teknis Mana-jemen bangan Kompetensi SDM: Teori,
Kepegawaian. Yogyakarta: BKN. Dimensi Pengukuran dan Implemen-
Dharma, S. 2010. Manajemen kinerja: tasi dalam Organisasi. Pustaka
Falsafah Teori dan Penerapannya. Pelajar: Yogyakarta.
Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuan-
Huber, D.L. 2006. Leadership and titatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta:
Nursing Care management. Edisi Bandung.
Ke-3. Elsevier: Philadelphia. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Bisnis.
Marquis, B.l & Huston, C.J. 2009. Alfabeta: Bandung.
Leadership Role and Management Sullivan, E.J. & Decker, P.J. 2005.
Function In Nursing. Edisi Ke-6. Effective Leadership & Manage-
Lippincott Williams & Wilkins: ment In Nursing. Edisi ke-6. Pearson
Philadelphia. Education: New Jersey.
Ningsih, A.S. 2013. Hubungan Persepsi Tomey, Ann-Marriner. 2009. Guide to
Perawat tentang Sistem Penilaian Nursing Management and Leader-
Kinerja dengan Kepuasan Kerja Pe- ship. Mosby Elsevier: Philadelphia.
rawat di RSU PKU Muhammadiyah Wibowo. 2009. Manajemen Kinerja.
Bantul. Skripsi Tidak Diterbitkan. Yog- Penerbit PT. Raja Grafindo: Jakarta.
yakarta: STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. Wijono. 2000. Manajemen Mutu Pela-
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Pene- yanan Kesehatan. Volume 1. Air-
litian Kesehatan. Rineka Cipta: langga University Press: Surabaya.
Jakarta. Wise, P.S. & Kowalski, K.E. 2006.
Pophal, L.G. 2008. Human Resources Beyond Leading and Managing:
Book: Manajemen Sumber Daya Nursing Administration For The
Manusia Untuk Bisnis. Edisi ke-1. Future. Mosby Elsevier: Philadelphia.
Prenada Media: Jakarta. Zanaria, Y. 2007. Pengaruh Mengenai
Polit, D.F., & Beck, C.T. 2004. Nursing Persepsi Atribut Pekerjaan dan
research principles and methods. Kepuasan Kerja Terhadap Usia dan
Edisi ke-7. Lippincott Williams & Gender pada Profesi Akuntasi.
Wilkins: Philadelphia. Semarang: Program Studi Magister
Raikkonen, O., Perala,M.L., Kahanpaa, A. Sains Akuntansi Program Pasca
2007. Staffing Adequacy, Supervisory Sarjana Undip.
PENGARUH SENAM NIFAS TERHADAP KECEPATAN
PENURUNAN TINGGI FUNDUS UTERI (TFU)
PADA PRIMIPARA POST PARTUM

Yani Widyastuti, Suherni, Endah Marianingsih


Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
E-mail: yaniwidyastuti.yk@gmail.com

Abstract: The purpose of this research was to investigate the effect of


exercise post partum on uterus fundal height decrease in primiparous post
partum at Rachmi Maternity Hospital Yogyakarta 2011 using true
experiments with pre test-post test with control group design. The population
of this research is all post partum who give birth at Rachmi maternity
hospital 1 Agustus 2011 - 30 November 2011. The sample consist 40
treatment group, 40 control group, chosen using simple random sampling
technique. Analysis statistical t-test with significance level 0.05. The result
showed a significant difference of fundal height decrease between post
partum did exercise and not exercise, evidenced by the value t = 6,567
and value p = 0.000. There is the influence exercise post partum fundal
height decrease in primiparous post partum at Rachmi maternity Hospital
Yogyakarta 2011.

Keywords: primiparous, post partum, exercise post partum, fundal height


decrease

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh senam post


partum terhadap penurunan TFU pada post partum primipara di Rumah
Sakit Bersalin Rachmi Yogyakarta 2011. True experiment dengan pre test-
post test control group design. Subjek penelitian ini adalah semua post
partum yang melahirkan di Rumah Sakit Bersalin Rachmi Agustus -
November 2011. Sampel terdiri 40 kelompok perlakuan, 40 kelompok
kontrol, yang dipilih menggunakan teknik simple random sampling. Analisis
statistik uji t-independen dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan yang signifikan dari penurunan TFU pada ibu
post partum primipara antara melakukan yang senam nifas dan tidak senam
nifas di Rumah Sakit Bersalin Rachmi, Yogyakarta 2011 dibuktikan dengan
nilai t=6,567 dan p value=0,000. Ada pengaruh senam post partum terhadap
penurunan TFU pada post partum primipara di Rumah Sakit bersalin Rachmi
Yogyakarta 2011.

Kata kunci: primipara, post partum, senam nifas, penurunan tinggi fundus
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 139

PENDAHULUAN 18 kasus, Kulonprogo 4 kasus, Gunung-


Angka kematian ibu di Indonesia masih kidul 7 kasus dan Sleman 11 kasus. Data
cukup tinggi yaitu berada pada urutan kedua tersebut semakin menguatkan perlunya pe-
di antara negara-negara ASEAN (Depkes, nanganan serius bagi kematian maternal (Biro
2007). Angka kematian ibu (AKI) di Indo- Pusat Statistik, 2009).
nesia mencapai 307 per 100.000 kelahiran Berbagai program kebijakan peme-
hidup pada tahun 2003, lalu mengalami rintah dalam meningkatkan mutu pelayanan
penurunan pada tahun 2005 AKI menjadi obstetrik telah dilakukan untuk menurunkan
226 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun tingginya AKI, yaitu program safe mother-
AKI mengalami penurunan tetapi belum hood (1998), Gerakan Sayang Ibu (1996),
dapat diturunkan secara signifikan dan masih Gerakan Nasional Kehamilan yang aman
jauh dari yang ditargetkan karena target atau Making Pregnancy Saver dan untuk
MDG’s secara nasional pada tahun 2015 daerah propinsi DIY pemerintah telah me-
angka kematian ibu adalah tiga perempat nyusun Rencana Strategis (Renstra) Nasio-
dari kondisi tahun 1999 (132 per 100.000) nal yang bertujuan untuk mewujudkan
menjadi 97,5 per 100.000 kelahiran hidup Yogyakarta sehat guna menciptakan keluar-
(Biro Pusat Statistik, 2009). ga mandiri dalam bidang kesehatan (Sai-
Setiap tahun sekitar 20.650 ibu dan fudin, 2001).
anak perempuan di Indonesia meninggal ka- Penyebab utama kematian ibu post
rena komplikasi yang berhubungan dengan partum adalah perdarahan. Perdarahan post
kehamilan dan persalinan. Perkiraan mor- partum adalah perdarahan melebihi 500 ml
talitas saat kehamilan adalah 10%, selama yang terjadi setelah bayi lahir (Depkes,
persalinan 14% dan selama nifas 3,3% de- 2007). Perdarahan post partum lanjut atau
ngan variasi cukup besar antar propinsi. tertunda adalah perdarahan berlebihan
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia selama masa nifas termasuk periode 24 jam
adalah perdarahan sebesar 28%, eklampsi setelah kala III persalinan selesai sampai 42
24%, infeksi 11% dan persalinan macet 5%. hari. Penyebab yang paling sering karena
Baik di negara maju maupun berkembang, kegagalan uterus tidak bisa mengeluarkan
60% kematian ibu terjadi pasca partum. Dari produk-produk kehamilan yang tertinggal
kematian ibu pasca partum ini 45% terjadi (Manuaba, 2007).
dalam satu hari, lebih dari 65% dalam satu Opini masyarakat menyatakan bahwa
minggu dan lebih dari 85% dalam dua minggu. perawatan pasca persalinan khususnya un-
Jadi satu hari sampai satu minggu pasca tuk proses mengecilkan rahim ibu membu-
partum merupakan waktu kritis bagi tuhkan banyak istirahat, tidak boleh berge-
perawatan obstetrik (Depkes, 2007). rak dan ibu dipakaikan stagen yang diikat
Pada tahun 2007 angka kematian ibu kuat pada perut. Pemakaian stagen yang di-
di Yogyakarta mencapai 105 per 100.000 ikat terlalu kuat akan membuat tekanan intra
kelahiran hidup. Pada tahun 2008 tidak ada abdomen di dalam rongga perut terlalu ting-
penurunan jumlah AKI yaitu masih pada gi, akibatnya organ-organ yang berada dida-
angka 105 per 100.000 kelahiran hidup. lam perut tertekan sehingga rahim akan
Data yang tercatat dari Dinas Kesehatan melambat turun (Saminem, 2009).
Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa kema- Proses pemulihan kesehatan pada
tian maternal tahun 2007 terdapat 33 kasus masa post partum merupakan hal yang
dan meningkat pada tahun 2008 menjadi 41 sangat penting bagi ibu setelah melahirkan,
kasus yaitu Kota Yogyakarta 1 kasus, Bantul sebab pada masa kehamilan dan persalinan
140 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 138-146

telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Jumlah ibu post partum primipara sebanyak
Proses pemulihan post partum diantaranya 135 (47,03%) tahun 2009 dan 66 (47,14%)
adalah terjadinya involusi uteri dan proses pada tahun 2010. Rata-rata persalinan per-
laktasi. Setelah persalinan, terjadi perubahan bulan mencapai 25-30 persalinan. Pada ta-
pada uterus, dimana fundus uteri berada hun 2009 didapatkan data ibu post partum
setinggi pusat, kemudian terjadi proses primipara 10,07% (14) pulang pada hari
involusi uteri setiap hari yang tampak dari ketiga dengan kondisi kontraksi uterus baik
luar yaitu dengan penurunan tinggi fundus tetapi tinggi fundus uteri masih tinggi yaitu
uteri, kontraksi uterus dan pengeluaran dua jari di bawah pusat, sedangkan sisanya
lokhea (Farrer, 2001). Involusi uterus tidak pulang dalam kondisi normal. Sedangkan
berjalan sebagaimana mestinya bila ada pada semester pertama tahun 2010 dida-
infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta patkan 13,63% (9) orang yang pulang de-
dan selaputnya, terdapat bekuan darah dan ngan kondisi yang sama. Ibu post partum
mioma (Manuaba, 2007). terutama yang primipara masih takut mela-
Wanita yang melahirkan sering menge- kukan banyak gerakan karena merupakan
luhkan perut masih terlihat besar, akibat pengalaman pertama, dan untuk mengecil-
membesarnya otot rahim karena pembe- kan rahim masih menggunakan stagen.
saran sel maupun pembesaran ukurannya Senam nifas merupakan serangkaian
selama hamil. Setelah melahirkan otot-otot gerakan tubuh yang dilakukan oleh ibu
tersebut akan mengendur. Salah satu cara setelah melahirkan yang bertujuan untuk
untuk membantu mengembalikan ukuran memulihkan dan mempertahankan kekuatan
rahim pada kondisi sebelum hamil adalah otot yang berhubungan dengan kehamilan
dengan senam nifas (Saminem, 2009). dan persalinan. Latihan pada otot dasar
Senam nifas bertujuan merangsang otot-otot panggul akan merangsang serat-serat saraf
rahim agar berfungsi secara optimal sehingga pada otot uterus yaitu serat saraf sympatis
diharapkan tidak terjadi perdarahan post dan parasympatis yang menuju ganglion
partum (Hamilton, 2006). cervicale dari frankenhauser yang terletak
Penelitian yang dilakukan oleh Surani di pangkal ligamentum sacro uterinum.
(2010) di Semarang, didapatkan bahwa se- Rangsangan yang terjadi pada ganglion ini
bagian besar responden yang diberi perla- akan menguatkan kontraksi uterus. Apabila
kuan senam nifas, mengalami penurunan pada masa post partum kontraksi uterus baik
TFU lebih cepat yaitu 76% dan yang menga- maka proses involusi uterus akan berjalan
lami penurunan TFU lambat sebanyak 24%. normal. Selain itu latihan otot perut akan
Menurut Varney (2007), survei yang dilaku- menyebabkan ligamen dan fasia yang me-
kan pada ibu pasca partum, lebih dari tiga nyokong uterus akan mengencang. Liga-
perempat dari 1.161 wanita ingin mendapat- mentum rotundum yang kendor akan kem-
kan informasi lagi tentang latihan, diet dan bali sehingga letak uterus yang sebelumnya
nutrisi, sementara wanita yang pernah mela- retofleksi akan kembali pada posisi normal
kukan latihan selama kehamilan ingin me- yaitu menjadi anterfleksi (Polden,1997).
lanjutkan latihan setelah persalinan. Berdasarkan latar belakang dapat
Studi pendahuluan yang dilakukan di dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apa-
Rumah Bersalin Rachmi didapatkan data kah ada pengaruh senam nifas terhadap
jumlah persalinan pada tahun 2009 seba- kecepatan penurunan tinggi fundus uteri
nyak 287 persalinan dan pada semester satu pada ibu post partum primipara di Rumah
tahun 2010 sebanyak 140 persalinan. Bersalin Rachmi tahun 2011?”
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 141

METODE PENELITIAN menggunakan teknik consecutif sampling.


Penelitian ini menggunakan rancangan Instrumen penelitian berupa lembar
penelitian eksperimen sesungguhnya (true observasi, untuk mengukur penurunan TFU
experiment). Desain penelitian ini menggu- dengan metlin. Analisis yang digunakan
nakan pre test dan post test dengan kelom- adalah uji T-test dengan tingkat kepercaya-
pok kontrol (Pre test-Post test with Con- an 95% ( α =0,05%) dengan bantuan
trol Group). Penelitian dilaksanakan di perangkat lunak komputer. Hasil analisis
Rumah Bersalin Rachmi selama empat bulan, menunjukkan perbedaan bila p value<0,05
yaitu bulan Agustus-November 2011. pada taraf kepercayaan 95%.
Variabel bebas adalah senam nifas dengan
serangkaian gerakan tubuh yang dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh ibu setelah melahirkan dengan memfo- Dari tabel 1 diketahui bahwa karak-
kuskan pada latihan otot perut, latihan kon- teristik ibu post partum primipara pada
traksi dan relaksasi otot dasar panggul kelompok senam nifas sebagian besar ber-
diberikan pada enam jam setelah bayi lahir umur 20-30 tahun sebanyak 19 orang
selama 15 menit dilanjutkan setiap 24 jam (47,5%) sedangkan kelompok tidak senam
setelah senam sebelumnya sampai hari sebagian besar berumur 26-30 tahun
keempat post partum. Variabel dependen sebanyak 21 ibu (52,5%). Tidak terdapat
adalah penurunan tinggi fundus uteri (TFU) perbedaan proporsi antara kelompok inter-
(pemulihan fundus uteri masuk ke rongga vensi dan kelompok kontrol, dengan nilai
panggul yang diukur dengan metlin pada dua p=0,645>0,05. Berdasarkan pekerjaan,
jam post partum dan pada hari kelima post pada kelompok senam sebagian besar be-
partum). kerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak
Subjek penelitian ibu post partum 18 orang (45%), pada kelompok tidak se-
primipara di Rumah Bersalin Rachmi yang nam sebagian besar sebagai ibu rumah tang-
melahirkan pada tahun 2011 berjumlah 80 ga sebanyak 20 ibu (50%) dan tidak ter-
subjek, kelompok perlakuan berjumlah 40 dapat perbedaan proporsi antara kelompok
dan kelompok kontrol berjumlah 40, intervensi dan kelompok kontrol, dengan
pengambilan sampel dalam penelitian ini nilai p=0,517>0,05.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden yang Melakukan Senam Nifas dan


Tidak Senam Nifas

Senam Nifas Tidak Senam Nifas


Karakteristik P value
Jumlah % Jumlah %
Umur
20-25 tahun 19 47,5 15 37,5 0,645
26-30 tahun 15 37,5 21 52,5
31-35 tahun 6 15 4 10
Jumlah 40 100 40 100
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 18 45 20 50 0,517
PNS 4 10 1 2,5
Karyawan 5 12,5 7 17,5
Buruh 13 32,5 12 30
Jumlah 40 100 40 100
142 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 138-146

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Ibu Primipara Post Partum Dua Jam Berdasarkan
Penurunan TFU ( Pre-Test ) pada Kelompok Senam Nifas dan Tidak
Melakukan Senam Nifas
Senam Nifas Tidak Senam Nifas
Variabel
Jumlah % Jumlah %
11 cm 18 45,0 20 50,0
Tinggi fundus 12 cm 12 30,0 11 27,5
uteri (cm) 12,5 cm 3 7,5 4 10,0
2 jam post 13 cm 5 12,5 5 12,5
partum 13,5 cm 1 2,5 0 0,0
15 cm 1 2,5 0 0,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0

Tabel 3. Distribusi Ibu Primipara Post Partum Hari he-5 Berdasar Penurunan TFU
(Post Test) kelompok Melakukan Senam Nifas dan Tidak Senam Nifas

Tinggi Fundus Uteri Kelompok


(cm) pada hari ke-5 Senam nifas % Tidak senam nifas %
4 cm 7 17,5 0 0,0
4,5 cm 7 17,5 0 0,0
5 cm 16 40,0 3 7,5
5,5 cm 2 5,0 8 20
6 cm 5 12,5 17 42,5
7 cm 3 7,5 11 27,5
8cm 0 0,0 1 2,5
Jumlah 40,0 100,0 40 100,0

Penurunan Tinggi Fundus Uteri 2 Jam yang diberi perlakuan senam nifas tinggi
Post Partum (pre-test) pada Ibu yang fundus uteri didominasi oleh tinggi fundus
Melakukan Senam Nifas dan Tidak uteri (TFU) 5 cm sebanyak 16 ibu (40,0%),
Melakukan Senam Nifas sedangkan pada kelompok kontrol dido-
Dari data yang tersaji pada tabel 2 minasi oleh tingggi fundus uteri 6 cm
diketahui bahwa ibu primipara post partum sebanyak 17 ibu (42,5%).
2 jam pada kelompok perlakuan senam nifas
didominasi oleh tinggi fundus uteri (TFU) 11 Jumlah Penurunan Tinggi Fundus Uteri
cm sebanyak 18 ibu (45,0%). Hal ini sama pada Ibu yang Melakukan Senam Nifas
dengan TFU pada kelompok kontrol yang dan Tidak Melakukan Senam Nifas
didominasi oleh TFU 11 cm sebanyak 20 Dari data yang tersaji pada tabel 4
ibu (50,0%). dapat diketahui bahwa tinggi fundus uteri
(TFU) pada ibu primipara post partum hari
Penurunan Tinggi Fundus Uteri (post- ke-5 pada kelompok perlakuan senam nifas
test) pada Ibu Nifas Hari Kelima yang menunjukkan bahwa sebagian besar me-
Melakukan Senam Nifas dan Tidak nurun 6,5 cm sebanyak 13 ibu (32,5%),
Melakukan Senam Nifas sedangkan pada kelompok kontrol seba-
Dari tabel 3 diketahui bahwa ibu primi- gian besar menurun 5 cm sebanyak 16 ibu
para post partum hari ke-5 pada kelompok (40,0%).
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 143

Tabel 4. Distribusi Ibu Primipara Post kelompok tidak senam sebanyak 5,475 cm.
Partum Berdasar Jumlah Pe- Nilai p value = 0,000 dimana nilai tersebut
nurunan TFU Kelompok Se- menunjukkan p value lebih kecil dari 0,05,
nam Nifas dan Tidak Senam maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan
Kelompok total penurunan tinggi fundus uteri pada ibu
Variabel Tidak post partum yang melakukan senam nifas
Senam nifas
senam nifas dan tidak melakukan senam nifas. Kesim-
Penurunan pulannya adalah ada pengaruh senam nifas
TFU Jumlah % Jumlah %
terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus
4 cm 2 5,0 1 2,5 uteri pada ibu post partum primipara.
4,5 cm 0 0,0 0 0,0
5 cm 3 7,5 16 40,0 Perbedaan Pengaruh Senam Nifas Ter-
5,5 cm 7 17,5 8 20,0 hadap Penurunan TFU Berdasarkan
6 cm 3 7,5 10 25,0
6,5 cm 13 32,5 1 2,5
Golongan Umur
7 cm 4 10,0 1 2,5 Dari hasil uji Tukey post Hoc test un-
7,5 cm 7 17,5 0 0,0 tuk multiple comparison yang dilakukan
8 cm 1 2,5 0 0,0 didapat nilai pada semua golongan umur p
Jumlah 40 100,0 40 100,0 value lebih besar dari 0,05, maka dapat
diketahui bahwa tidak ada ada perbedaan
Pengaruh Senam Nifas terhadap Ke- rata-rata penurunan Tinggi fundus uteri pada
cepatan Penurunan TFU tiga golongan umur, sehingga dapat disim-
Dari hasil uji statistik yang dilakukan pulkan bahwa tidak ada pengaruh umur
didapat rata-rata Tinggi Fundus Uteri pada terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus
kelompok senam pada hari ke-5 menurun uteri pada ibu primipara post partum di RB
sebanyak 6,762 cm, sedangkan pada Rachmi 2011.

Tabel 5. Perbedaan Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Kelompok yang


Melakukan Senam Nifas dan Tidak Senam Nifas
Confidence
Standar T P
Total Kelompok n Mean Interval 95%
Deviasi statistik value
penurunan Lower Upper
Tinggi Senam
Fundus 40 6,7625 1,10353
Nifas 0,897 1,677 6,567 0,000
Uteri Tidak SN 40 5,4750 0,56557

Tabel 6. Perbedaan Pengaruh Senam Nifas Terhadap Penurunan Tinggi Fundus


Uteri Berdasarkan Golongan Umur
Golongan Golongan Mean 95% Confidence Interval
Std. Error Sig.
Umur Umur Difference Lower Bound Upper Bound
20-25 26-30 .00603 .25730 1.000 -.6089 .6209
>35 .28992 .45515 .800 -.7978 1.3777
26-30 20-25 -.00603 .25730 1.000 -.6209 .6089
>35 .28388 .45014 .804 -.7919 1.3597
>35 20-25 -.28992 .45515 .800 -1.3777 .7978
26-30 -.28388 .45014 .804 -1.3597 .7919
144 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 138-146

Masa post partum adalah masa enam Menurut Farrer (2001), setelah mela-
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ hirkan ligamen, fasia, jaringan penunjang alat
reproduksi kembali ke keadaan normal se- genetalia menjadi agak kendor sehingga me-
belum hamil. Periode ini kadang-kadang nyebabkan letak uterus menjadi retrofleksi.
disebut peurperium atau trimester keempat Salah satu upaya untuk memulihkan kembali
kehamilan (Bobak, 2005). Pada masa post kekuatan otot dasar panggul adalah senam
partum terjadi perubahan-perubahan pada nifas. Senam nifas merupakan serangkaian
organ reproduksi salah satunya adalah peru- gerakan tubuh oleh ibu setelah melahirkan,
bahan pada uterus. Uterus mengalami invo- tujuannya untuk memulihkan dan memper-
lusi dengan cepat selama 7-10 hari pertama tahankan kekuatan otot yang berhubungan
selanjutnya berangsur-angsur. Setelah janin dengan kehamilan dan persalinan.
lahir fundus uteri kira-kira setinggi pusat, Dari hasil uji statistik t-test yang telah
segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus dilakukan didapatkan nilai p value=0,000
uteri kurang lebih dua jari di bawah pusat. sehingga p<0,05, dengan demikian hipotesis
Uterus menyerupai buah alpukat yang penelitian ini didapatkan bahwa ada penga-
gepeng dengan ukuran panjang ± 15 cm, ruh senam nifas terhadap kecepatan penu-
lebar ± 12 cm dan tebal ± 10 cm. Setelah runan tinggi fundus uteri pada ibu primipara
tonus otot baik maka fundus uteri akan turun post partum. Pada ibu post partum yang
sedikit demi sedikit sehingga pada hari melakukan senam nifas mempunyai tinggi
kelima post partum tinggi fundus uteri hanya fundus uteri lebih rendah yaitu sampai dengan
7 cm di atas simpisis atau setengah pusat 4 cm diatas simpisis pada hari ke-5 post
simpisis dan sesudah 12 hari post partum partum, sedangkan pada ibu post partum
fundus uteri tidak dapat diraba lagi di atas yang tidak melakukan senam nifas tinggi
simpisis (Wiknjosastro, 2005). fundus uteri terendah adalah 5 cm diatas
Faktor-faktor yang menyebabkan in- simpisis pada hari ke-5 post partum.
volusio uteri adalah kontraksi dan retraksi Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
serabut otot polos uterus yang terjadi terus Surani (2010) di RB Harmoni Semarang,
menerus, otolisis sitoplasma sel, atrofi ja- menyatakan bahwa responden yang diberi
ringan yang berproliferasi dengan adanya perlakuan senam nifas mengalami penurunan
estrogen dalam jumlah besar. Faktor-faktor TFU lebih cepat sebanyak 76% dan yang
yang mempengaruhi involusio uteri adalah mengalami penurunan TFU lebih lambat
usia, paritas, gizi ibu, ambulasi/mobilisasi dini sebanyak 46%. Menurut Wiknjosastro
dan menyusui. Senam nifas merupakan salah (2005), setelah persalinan uterus akan ber-
satu upaya dari mobilsasi dini (Farrer, 2001). angsur-angsur pulih, setelah tonus otot baik
Hasil penelitian ini menunjukkan TFU maka fundus uteri akan turun sedikit demi
ibu nifas primipara hari ke-5 pada kelompok sedikit sehingga pada hari kelima post
perlakuan senam nifas sebagian besar menu- partum tinggi fundus uteri hanya 7 cm di atas
run 6,5 cm sebanyak 13 ibu (32,5%), se- simpisis atau setengah pusat simpisis dan
dangkan pada kelompok kontrol sebagian sesudah 12 hari post partum fundus uteri
besar menurun 5 cm, ada16 ibu (40%). Dari tidak dapat diraba lagi di atas simpisis.
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu Ibu post partum yang diberi perlakuan
post partum yang melakukan senam nifas senam nifas mengalami penurunan tinggi
mengalami penurunan tinggi fundus uteri lebih fundus uteri lebih cepat disebabkan karena
cepat dibandingkan yang tidak melakukan latihan pada otot dasar panggul akan
senam nifas. merangsang serat-serat saraf pada otot
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 145

uterus yaitu serat saraf sympatis dan para- kenhauser di pangkal ligamentum sacro
sympatis yang menuju ganglion cervicale uterinum. Hal ini menyebabkan otot-otot
dari frankenhauser yang terletak di pangkal pada miometrium semakin kuat sehingga
ligamentum sacro uterinum. Rangsang yang proses penyembuhan pada luka tempat
terjadi pada ganglion ini akan menguatkan implantasi plasenta lebih cepat sehingga
kontraksi uterus. Apabila pada masa post ekskresi dari cavum uteri menjadi lebih
partum kontraksi uterus baik maka proses singkat. Masa post partum kontraksi uterus
involusi uterus akan berjalan normal. Selain baik maka proses involusi uterus akan
itu latihan otot perut akan menyebabkan berjalan normal (Polden,1997).
ligament dan fasia yang menyokong uterus
akan mengencang. Ligamentum rotundum SIMPULAN DAN SARAN
yang kendor akan kembali sehingga letak Simpulan
uterus yang sebelumnya retrofleksi akan Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
kembali pada posisi normal yaitu menjadi Tinggi Fundus Uteri pada kelompok senam
antefleksi (Polden, 1997). pada hari ke-5 menurun 6,762 cm, sedang-
Ibu post partum yang tidak melakukan kan pada kelompok tidak senam menurun
senam nifas mengalami penurunan tinggi 5,475 cm, dengan nilai t=6,567 dan p value
fundus uteri lebih lambat kemungkinan = 0,000, dapat disimpulkan ada pengaruh
disebabkan oleh faktor usia dan aktifitas senam post partum terhadap penurunan
(ambulasi dini). Ibu yang mempunyai usia TFU pada post partum primipara di Rumah
lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses pe- Sakit Bersalin Rachmi Yogyakarta 2011.
nuaan. Pada proses penuaan terjadi peru- Saran
bahan metabolisme yaitu terjadi peningkatan Bagi bidan pelaksana, pelaksanaan
jumlah lemak, penurunan elastisitas otot dan senam nifas agar diberikan kepada semua
penurunan penyerapan lemak, protein dan ibu post partum. Bagi pimpinan Rumah Ber-
karbohidrat. Dengan adanya penurunan salin agar senam nifas dijadikan prosedur
regangan otot akan mempengaruhi penge- tetap pelayanan terhadap ibu nifas.
cilan otot rahim setelah melahirkan dan mem-
butuhkan waktu yang lama dibandingkan DAFTAR RUJUKAN
dengan ibu yang mempunyai kekuatan otot Bobak, I, dkk. 2005. Buku Ajar Kepe-
dan regangan yang lebih baik (Farrer, 2001). rawatan Maternitas . EGC:
Ibu post partum yang melakukan Jakarta.
ambulasi dini terbatas mengalami penurunan Biro Pusat Statistik. 2009. Profil Dinas
tinggi fundus uteri lebih lambat disebabkan Kesehatan Propinsi DIY. Jakarta:
karena ambulasi dini dapat membantu Depkes RI.
kekuatan otot dinding rahim berfungsi
Depkes RI. 2007. Paket Pelatihan Pela-
kembali secara optimal, ibu post partum
yanan Obstetri Neonatal Emer-
akan merasa lebh sehat dan lebih kuat, faal
gensi Komprehensif. Jakarta:
usus dan kandung kemih menjadi lebih kuat,
Depkes RI JNPK-KR.
memungkinkan bidan untuk memberikan
bimbingan kepada ibu mengenai perawatan Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas.
bayinya (Sulistyowati, 2009). Edisi 2. EGC: Jakarta.
Senam nifas berfungsi merangsang Hamilto n, M. 2006 . Dasar-Dasar
serat-serat saraf otot uterus saraf sympatis Keperawatan Maternitas. Edisi 6.
yang menuju ganglion cervicale dari fran- EGC: Jakarta.
146 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 138-146

Manuaba, I. 2007. Pengantar Kuliah Ob- Sulistyowati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan
stetri. EGC: Jakarta. Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi
Polden, M., Mantle, J. 1997. Physio- Offset: Yogyakarta.
therapy in Obstetrics and Gynea- Surani. 2010. Pengaruh Senam Nifas
cology. Butterworth Heinemann: Terhadap Involusio Uteri pada
Oxford. Ibu Nifas. Tesis. Surakarta: Pro-
Saifudin. 2001. Buku Acuan Nasional gram Studi Magister Kedokteran
Pelayanan Kesehatan Maternal Keluara, Program Pascasarjana
dan Neonatal. Yayasan Bina Pus- Univ. Sebelas Maret Surakarta.
taka Sarwono Prawirohardjo: Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan
Jakarta. Kebidanan. EGC: Jakarta.
Saminem. 2009. Seri Asuhan Kebidanan Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.
Kehamilan Normal. EGC: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Jakarta. Prawirohardjo: Jakarta.
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS
DENGAN MINAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN
INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA)

Suesti, Sri Ratnaningsih, Esitra Herfanda


STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: myratna_cute@yahoo.co.id

Abstract: This correlational descriptive study was to determine the


relationship of knowledge about cervical cancer with an interest to
undergo IVA inspection at Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman District
in 2012. This study used a cross-sectional approach. The sample of this
study were women of childbearing age by using random sampling. Data
collection was obtained by using the enclosed questionnaire and data
were analyzed by Chi Square test. The results shows that p-value analysis
is 0.038 (p <0.05). Due to the result, the study strongly indicates that
there is a significant relationship between the level of knowledge about
cervical cancer and interest to undergo IVA inspection.

Keywords: cervical cancer knowledge, interest to IVA

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pe-


ngetahuan tentang kanker serviks dengan minat melakukan pemeriksaan
IVA di Dusun Soka Merdikorejo Tempel Sleman tahun 2012. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dan menggunakan pendekatan
waktu cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah wanita usia
subur di Dusun Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta dan pe-
ngambilan sampel menggunakan random sampling. Tehnik pengumpulan
data menggunakan kuesioner tertutup. Hasil penelitian dianalisa dengan
uji Chi Square didapatkan nilai p adalah 0,038 (p<0,05), menunjukkan
bahwa ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan tentang kanker
serviks dengan minat melakukan pemeriksaan IVA.

Kata kunci: pengetahuan tentang kanker serviks, minat melakukan IVA


.
148 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154

PENDAHULUAN upaya mendapatkan lebih banyak temuan


World Health Organization (WHO) kanker serviks stadium dini. Cara ini selain
mencatat penyakit kanker serviks menem- mudah dan murah, juga memiliki keakuratan
pati peringkat teratas diantara berbagai jenis sangat tinggi dalam mendeteksi lesi atau luka
kanker penyebab kematian pada perem- pra kanker, yaitu mencapai 90%. Deteksi
puan di dunia. Menurut data WHO, Indo- dini dengan cara mengoleskan asam cuka
nesia merupakan negara dengan jumlah 3-5 persen di daerah mulut rahim (serviks)
penderita kanker serviks tertinggi di dunia. ini tidak harus dilakukan oleh dokter, tetapi
Penyebabnya karena kanker serviks muncul bisa dipraktikkan oleh tenaga terlatih seperti
seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali bidan di puskesmas, dan dalam waktu seki-
dideteksi hingga penyakit telah mencapai tar 60 detik sudah dapat dilihat jika ada
stadium lanjut. kelainan, yaitu munculnya plak putih pada
Kanker serviks disebabkan oleh virus serviks. Plak putih ini bisa diwaspadai seba-
Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini gai luka pra-kanker. Selain kinerja yang sa-
memiliki lebih dari 100 tipe, sebagian besar ma dengan tes lain dan hasilnya bisa segera
diantaranya tidak berbahaya dan akan diketahui, IVA juga menawarkan keun-
lenyap dengan sendirinya. Jenis virus HPV tungan lain, yakni praktis, hanya memerlukan
yang menyebabkan kanker serviks dan alat sederhana, dan harganya terjangkau.
paling fatal ialah virus HPV tipe 16 dan 18. Deteksi dini kanker serviks dengan
Kanker serviks merupakan keganasan yang asam cuka ini disebut metode IVA (Inspeksi
paling banyak ditemukan dan merupakan Visual dengan Asam Asetat). Metode ini
penyebab kematian utama kanker pada sudah dikenalkan sejak 1925 oleh Hans
wanita di negara-negara sedang berkem- Hinselman dari Jerman, tetapi baru diterap-
bang termasuk Indonesia. Insiden kanker kan sekitar tahun 2005. Badan Kesehatan
serviks di Indonesia belum diketahui, akan Dunia (WHO) telah meneliti penerapan IVA
tetapi diperkirakan terdapat 180.000 kasus di India, Thailand, dan Zimbabwe. Kanker
kanker baru pertahunnya dengan kanker leher rahim dapat dideteksi dini dengan pap
ginekologik di tempat teratas. Kanker ser- smear atau IVA (inspeksi visual dengan
viks merupakan kurang lebih tiga perempat asam asetat) secara teratur dengan biaya
dari kanker ginekologik tersebut. relatif bisa dijangkau oleh masyarakat.
Penularan virus HPV bisa terjadi mela- Hasil akurasi diagnostik IVA apabila
lui hubungan seksual, terutama yang dilaku- dibandingkan dengan tes pap smear, maka
kan dengan berganti-ganti pasangan. Penu- pemeriksaan IVA memenuhi syarat sebagai
laran virus ini dapat terjadi baik dengan cara alat penapis lesi pra kanker/kanker serviks
transmisi melalui organ genital ke organ ge- selain dengan tes pap smear. Metode IVA
nital, oral ke genital, maupun secara manual juga memiliki kelebihan dibandingkan tes
ke genital. Deteksi dini bisa dilakukan papsmear yaitu murah, mudah dilaksanakan,
dengan cara pap smear. praktis, sederhana, interpretasi hasil cepat
Pap smear bukan satu-satunya cara serta hanya memerlukan sumber daya
deteksi dini kanker serviks. Ada jenis peme- berkualitas bidan terlatih, mengingat di
riksaan lain yaitu dengan menggunakan Indonesia pada tahun 1977 saja sudah
asam asetat (cuka). Adanya hambatan dan terdapat 55.000 bidan desa dan 16.000
kelemahan tes pap smear menimbulkan bidan praktek swasta. Pemberdayaan
pemikiran untuk skrining alternatif dengan tenaga paramedis ini dapat menjanjikan
menggunakan asam asetat (cuka) sebagai kelancaran pelaksanaan metode IVA.
Suesti, dkk., Hubungan Pengetahuan tentang Kanker... 149

Terbatasnya jumlah ahli patologi menjadi objek penelitian (Ridwan dan


anatomi yang berhak membaca tes pap Akdan, 2006). Populasi dari penelitian ini
smear yaitu hanya 178 orang dan teknisi adalah wanita usia subur di Dusun Soka,
sitologi/skriner masih kurang dari 100 orang Merdikorejo, Tempel, Sleman sebanyak
pada periode yang sama, serta kendala tes 106 orang.
pap smear lainnya seperti kuantitas dan Menurut Notoatmodjo (2005), sam-
kualitas sumber daya manusia yang masih pel merupakan sebagian dari populasi yang
rendah, prosedur tes pap smear yang pan- diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah
jang dan kompleks, akurasi diagnostik yang semua wanita usia subur di Dusun Soka,
sangat bervariasi dengan negatif palsu yang Merdikorejo, Tempel, Sleman sebanyak 40
tinggi, sistem pelaporan dan terminologi responden yaitu wanita dengan kriteria
yang berbeda-beda, teknik pengambilan tercatat sebagai penduduk di Dusun Soka,
dan pemeriksaan yang kurang praktis meng- Merdikorejo, Tempel, Sleman, bersedia
ingat wilayah Indonesia yang sangat luas menjadi responden, wanita usia subur yaitu
terkait dengan masalah transportasi dan rentang 20 -35 tahun, wanita yang bisa
komunikasi, serta para wanita yang selayak- membaca dan menulis. Sehubungan dengan
nya menjalankan skrining enggan untuk jumlah populasi yang relatif tidak banyak dan
diperiksa karena ketidaktahuan, rasa malu, untuk keakuratan penelitian, maka sampel
rasa takut dan faktor biaya, maka alternatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skrining kanker serviks dengan metode IVA random sampling yaitu pengambilan popu-
bisa menjadi salah satu solusi. lasi secara acak.
Alat dalam pengumpulan data yang
METODE PENELITIAN digunakan adalah kuesioner dengan jenis
Penelitian ini adalah deskriptif korelasi pertanyaan tertutup yaitu responden tinggal
yaitu penelitian yang digunakan untuk memilih alternatif jawaban yang telah
mengetahui hubungan antara dua variabel disediakan sesuai dengan petunjuk (Ari-
(Arikunto, 2002). Penelitian ini bertujuan kunto, 2002). Kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui hubungan pengetahuan berisikan pertanyaan untuk mendapatkan
tentang kanker serviks dengan minat mela- data terkait tingkat pengetahuan tentang
kukan pemeriksaan IVA di Dusun Soka, kanker serviks dan minat dalam melakukan
Merdikorejo, Tempel, Sleman. pemeriksaan IVA. Pertanyaan tentang
Metode pengambilan data berdasar- pengetahuan terdiri dari 16 pertanyaan
kan pendekatan waktu secara cross sectio- tertutup dalam bentuk pilihan ganda dengan
nal dimana data yang mencakup variabel satu jawaban benar. Penilaian diberikan
bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dengan angka 0 untuk jawaban salah dan
dan diukur dalam waktu yang bersamaan angka 1 untuk jawaban benar.
(Notoatmodjo, 2002). Pada penelitian ini Kuesioner yang digunakan untuk
mengambil data pengetahuan tentang kanker mengetahui minat terdiri dari 14 pertanyaan
serviks dengan minat melakukan pemerik- tertutup yang digunakan oleh Yuniartha
saan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), (2003), yang kemudian dikembangkan oleh
pengambilan data ini dilakukan pada waktu peneliti. Diukur dengan skala Likert dengan
yang bersamaan di Dusun Soka, Merdi- pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju
korejo, Tempel, Sleman tahun 2012. (S), ragu-ragu (RR), tidak setuju (TS) dan
Populasi merupakan keseluruhan dari sangat tidak setuju (STS). Pertanyaan terdiri
karakteristik atau unit hasil pengukuran yang dari pertanyaan favorable (pertanyaan
150 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154

positif) dan unfavorable (pertanyaan yang valid dan empat soal yang gugur, se-
negatif). Untuk pertanyaan favorable hingga soal yang digunakan sebagai instru-
interpretasi penilaiannya SS=4, S=3, RR=2, men ada 14 soal. Peneliti melakukan uji vali-
TS=1, STS=0 dan sebaliknya untuk perta- ditas dan reliabilitas di Dusun Soka, Merdi-
nyaan unfavorable, SS=0, S=1, RR=2, korejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta.
TS=3, STS=4.
Metode yang digunakan dalam pe- HASIL DAN PEMBAHASAN
ngumpulan data adalah dengan membagikan Analisis deskriptif ditujukan untuk
kuesioner. Sebelum kuesioner dibagikan, mengetahui kecenderungan tingkat penge-
peneliti melakukan informed concern tahuan tentang deteksi dini kanker serviks
terlebih dahulu kepada responden yang telah dan minat melakukan pemeriksaan Inspeksi
ditentukan. Apabila responden telah berse- Asam Asetat (IVA) di Dusun Soka, Merdi-
dia kemudian kuesioner dibagikan langsung korejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta. Untuk
kepada responden untuk diisi sesuai dengan mengetahui kecenderungan responden ter-
petunjuk yang telah disediakan. Untuk hadap tiap-tiap variabel penelitian, maka
menghindari kesalahan dalam pengisian dibuat klasifikasi berdasarkan norma yang
jawaban oleh responden, maka selama pro- disusun sesuai dengan tingkat diferensiasi
ses pengisian kuesioner diawasi oleh peneliti, yang dikehendaki yang ditetapkan batasan-
dan hasil pengisian kuesioner langsung nya berdasarkan kriteria. Berdasarkan hasil
diterima pada waktu itu juga. Pengumpulan wawancara yang dilakukan didapatkan
data dilakukan selama satu minggu dengan informasi jika di Dusun Soka belum pernah
bantuan seorang asisten yang terlebih dahulu dilakukan penelitian tentang hubungan
dijelaskan mengenai cara pengumpulan data, pengetahuan masyarakat tentang kanker
cara pengisian kuesioner dan tata tertib serviks dengan minat melakukan IVA.
pengisian kuesioner.
Berdasarkan hasil uji validitas untuk Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker
kuesioner tingkat pengetahuan tentang kan- Serviks
ker serviks didapatkan 16 soal yang valid, Gambar 1 menunjukkan sebanyak 25
sedangkan untuk kuesioner minat melaku- responden (62,5%) mempunyai tingkat
kan IVA dengan 18 soal didapatkan 14 soal pengetahuan yang tinggi terhadap kanker

Gambar 1. Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Serviks


Suesti, dkk., Hubungan Pengetahuan tentang Kanker... 151

serviks, dan 5 responden (12,5%) mempunyai walaupun tidak secara detail, misalnya saja
pengetahuan yang rendah terhadap kanker mereka dapat menjawab dengan benar per-
serviks. Hal tersebut berdasarkan hasil pengisian tanyaan tentang pengertian kanker serviks
kuesioner oleh responden. Untuk tingkat tetapi secara detail seperti pertanyaan gejala
pengetahuan sendiri beberapa butir pertanyaan maupun penanganan masih ada sebagian
ada yang belum tepat dalam menjawab responden yang tidak dapat menjawabnya.
diantaranya istilah medis kanker serviks, angka Tingkat pengetahuan ini juga dapat berasal
kejadian tertinggi penyebab kematian perem- dari faktor luar seperti informasi ibu yang
puan dan pengobatan kanker serviks, sedang- didapat dari bidan, puskesmas, atau tenaga
kan secara umum tentang kanker serviks kesehatan lainnya yang memberikan infor-
responden sudah memahaminya seperti tanda masi tentang kanker serviks. Untuk menda-
dan gejala kanker serviks seperti keluarnya patkan informasi tidak harus dari media
keputihan yang pada awalnya berwarna putih tetapi dapat dari pengalaman orang lain,
sampai akhirnya berubah coklat dan berbau, karena di Dusun Soka mayoritas pekerjaan
perempuan yang menikah di usia muda, dan masyarakat adalah petani yang sering ber-
kebiasaan merokok. kumpul dengan tetangganya ketika bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat Hal tersebut tidak menutup kemungkinan
pengetahuan kanker serviks sebanyak 12,5% responden mendapatkan informasi dari
dan 62,5% mempunyai tingkat pengetahuan pengalaman orang lain.
tinggi. Berdasarkan pendidikan responden
rata-rata adalah lulusan Sekolah Menengah Minat Melakukan IVA
Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan Gambar 2 menunjukkan sebanyak 10
(SMK). Pengetahuan tentang kanker serviks responden (25%) mempunyai minat yang
dapat diperoleh dari informasi baik secara tinggi terhadap pemeriksaan IVA, dan 15
lisan maupun tertulis dan pengalaman sese- responden (37,5%) mempunyai minat yang
orang. Informasi juga dapat diperoleh dari rendah terhadap pemeriksaan IVA. Hal
media seperti majalah, radio, televisi, dan lain tersebut berdasarkan hasil pengisian kuesi-
sebagainya (Soekanto, 2002). oner oleh responden. Untuk minat melaku-
Tingkat pengetahuan seseorang berbe- kan IVA beberapa butir pernyataan yang
da tergantung akses informasi yang didapat- diajukan seperti perasaan jika harus melaku-
kannya. Adanya informasi yang diterima kan pemeriksaan, kesadaran pentingnya
dapat memberikan pengetahuan baru, kare- deteksi dini, dan pentingnya informasi
na dengan informasi lebih banyak akan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi
mempunyai pengetahuan yang lebih luas perempuan.
(Soekanto, 2002). Pengetahuan yang baik Berdasarkan hasil penelitian minat mela-
tentang kanker serviks tersebut dipengaruhi kukan pemeriksaan IVA sebanyak 37,5%
oleh pengalaman pribadi atau pengalaman mempunyai minat rendah, dan 25%
orang lain yang kebetulan didengar meng- mempunyai minat tinggi. Hal ini menunjukkan
ingat bahwa informasi dapat diperoleh dari bahwa sikap tentang minat pemeriksaan IVA
berbagai sumber sebagaimana pernyataan pada ibu-ibu di Dusun Soka, Merdikorejo,
Notoatmodjo (2002). Tempel, Sleman masih cukup mempriha-
Selain itu didukung pula oleh hasil tinkan karena rata-rata minat untuk melaku-
pengisian kuesioner yang sudah dilakukan kan pemeriksaan IVA masih relatif kecil.
oleh responden dimana mereka sudah Diagnosis dini telah terbukti mampu
mengetahui sedikit tentang kanker serviks menurunkan mortalitas serta morbiditas kan-
152 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154

Gambar 2. Minat Melakukan Pemeriksaan IVA

ker serviks, tetapi di Indonesia belum mam- Hubungan Tingkat Pengetahuan ten-
pu mencapai tujuan tersebut karena berba- tang Kanker Serviks dengan Minat
gai kendala antara lain faktor sumber daya Melakukan Pemeriksaan IVA
manusia, dana, sarana/prasarana, organi- Berdasarkan tabel 1 dapat dikatakan
sasi pelaksana, keadaan geografi dan wanita bahwa di Dusun Soka, Merdikorejo,
yang selayaknya menjalankan skrining. Se- Tempel, Sleman didapatkan hasil ibu dengan
makin bertambah usia seseorang maka akan tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi
muncul minat yang baru bahkan minat lama- dan minat untuk melakukan IVA sedang
nya akan berangsur-angsur menghilang. Se- sebesar 10 orang (25%) sedangkan untuk
lain itu, perubahan pada minat juga dipenga- tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi
ruhi oleh lingkungan, kelompok, dan peran dan minat untuk melakukan IVA rendah
yang ada dalam dirinya karena adanya per- sebesar 7 orang (17,5%).
bedaan dalam kemampuan dan pengalaman. Untuk mengetahui hubungan antara
Menurut Hurlock (2002), umur dan tingkat pengetahuan kanker serviks dengan
pekerjaan seseorang merupakan faktor- minat melakukan IVA, maka dilakukan
faktor yang mempengarui minat. Pada analisis menggunakan statistik uji korelasi
penelitian ini didapatkan masing-masing Chi Square. Dari hasil penelitian menun-
responden tidak dalam rentang usia yang jukkan nilai p=0,038 lebih besar dari 0,05
sama dan pekerjaan yang sama. Selain itu (0,05< 0,038), sehingga dapat disimpulkan
dimungkinkan ada beberapa faktor lain yang bahwa ada hubungan antara tingkat
mempengaruhi minat seseorang diantaranya pengetahuan tentang kanker serviks dengan
kondisi ekonomi, pendidikan, kondisi minat melakukan pemeriksaan IVA di Dusun
lingkungan dan keadaan psikis seseorang. Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman.

Tabel 1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker Serviks dengan Minat


Melakukan Pemeriksaan IVA
Tingkat Pengetahuan Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Minat IVA f % f % f % f %
Tinggi 8 20 2 5 0 0 10 25
Sedang 10 25 5 12,5 0 0 15 37,5
Rendah 7 17,5 3 7,5 5 12,5 15 37,5
Jumlah 25 62,5 10 25 5 12,5 40 100
Suesti, dkk., Hubungan Pengetahuan tentang Kanker... 153

Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa Pembentukan sikap kesehatan sese-
terdapat hubungan antara tingkat orang dipengaruhi oleh pengetahuan yang
pengetahuan tentang kanker serviks dengan dimilikinya. Salah satu cara memperoleh
minat pemeriksaan IVA. Hal ini ditunjukkan pengetahuan adalah dengan adanya kegiatan
dari hasil analisis dengan uji Chi Square. Hasil penyuluhan. Hal-hal yang dapat mempenga-
penelitian menunjukkan nilai p=0,038 lebih ruhi minat seseorang salah satunya adalah
besar dari 0,05 (0,05< 0,038) yang artinya pengetahuan. Dan pengetahuan ini bisa
hipotesis diterima, sehingga dapat disimpulkan didapat dengan berbagai cara salah satunya
bahwa ada hubungan antara tingkat yaitu dengan mengikuti sebuah penyuluhan.
pengetahuan tentang kanker serviks dengan Mubarak (2007) juga menyatakan bahwa
minat pemeriksaan IVA di Dusun Soka, beberapa cara yang dapat menimbulkan
Merdikorejo, Tempel, Sleman tahun 2012. minat sehingga mengubah perilaku seseorang
Sumber informasi akan memperluas salah satunya adalah dengan pemberian
pengetahuan. Informasi inilah yang mempe- penyuluhan (Hurlock, 2002).
ngaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Setiawati dan Dermawan
Selanjutnya pengetahuan ini akan menyadar- (2008), minat merupakan salah satu faktor
kan orang tersebut untuk berperilaku yang internal dalam perubahan perilaku seseorang.
lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Minat mempunyai pengaruh besar terhadap
dari Machfoedz (2007) yang menyatakan perilaku karena dengan minat seseorang
orang yang bertambah pengetahuan dan akan melakukan sesuatu yang diminatinya.
kecakapanya, serta akan muncul kesadaran Pemberian informasi yang positif dan benar
dalam fikirannya tentang bahaya-bahaya sangat penting untuk menentukan minat me-
yang tidak sehat bila tidak mengubah perila- lakukan pemeriksaan IVA sebagai deteksi
kunya. Oleh karena itu orang yang belajar dini adanya kanker serviks.
mengenai kesehatan akan mengubah perila-
kunya agar menjadi sehat. SIMPULAN DAN SARAN
Hal ini mendukung penelitian yang Simpulan
dilakukan oleh Tejawati (2010) dengan judul Tingkat pengetahuan kanker serviks
“Hubungan penyuluhan tentang kanker sebanyak 5 orang (12,5%) mempunyai ting-
serviks terhadap minat ibu-ibu melakukan kat pengetahuan rendah, 10 orang (25%)
tes IVA di Lendah, Kulon Progo”. Hasil pe- mempunyai tingkat pengetahuan sedang,
nelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dan 25 orang (62,5%) mempunyai tingkat
yang kuat dan signifikan antara tingkat pe- pengetahuan tinggi. Minat melakukan peme-
nyuluhan tentang kanker serviks dengan riksaan IVA sebanyak 15 orang (37,5%)
minat melakukan IVA pada ibu-ibu di Len- mempunyai minat rendah, 15 orang (37,5%)
dah, Kulon Progo. Dengan adanya penyu- mempunyai minat sedang dan 10 orang
luhan minat ibu-ibu untuk melakukan sesuatu (25%) mempunyai minat tinggi.
akan muncul karena mereka mendapatkan Hasil penelitian menunjukkan nilai
hal yang baru dari penyuluhan tersebut. Pada p=0,038 lebih besar dari 0,05 (0,05<
proses penyuluhan inilah terjadi transfer ilmu 0,038) jadi hipotesis diterima, sehingga
pengetahuan dan wawasan serta informasi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang terbaru dengan dunia kesehatan antara tingkat pengetahuan tentang kanker
khususnya mengenai kanker serviks dan serviks dengan minat pemeriksaan IVA di
pencegahannya sehingga menimbulkan minat Dusun Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman
bagi ibu-ibu setelah diberikan penyuluhan. tahun 2012.
154 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154

Saran Notoatmodjo. 2002. Metode Penelitian


Bagi responden, pemeriksaan IVA Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta.
sangat dianjurkan untuk dilakukan. Sebab, __________. 2003. Pendidikan dan
dengan melakukan pemeriksaan IVA dapat Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta:
dilakukan deteksi dini terhadap resiko Jakarta.
penyakit kanker serviks. Bagi profesi bidan, __________. 2005. Promosi Kesehatan
diharapkan dapat memberikan pelayanan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:
kesehatan seperti penyuluhan sesuai dengan Jakarta.
kebutuhan masyarakat, serta dapat membe-
Ridwan., Akdan. 2006. Rumus dan Data
rikan layanan sebagai salah satu upaya de-
dalam Aplikasi Statistika. Alfa-
teksi dini kanker serviks melalui pemerik-
beta: Bandung.
saan IVA.
Setiawati, S., Dermawan, A.C. 2008. Pro-
DAFTAR RUJUKAN ses Pembelajaran dalam Pendi-
dikan Kesehatan. TI Media: Jakarta.
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Sua-
tu Pendekatan Praktek. Rineka Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi
Cipta: Jakarta. Sebagai Suatu Pengantar. Raja
Persada: Jakarta.
Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkem-
bangan. Erlangga: Jakarta. Tejawati,Feriana. 2010. Pengaruh Penyu-
luhan Tentang Kanker Serviks
Machfoedz,I. 2007. Pendidikan Kese- Terhadap Minat Pemeriksaan
hatan Masyarakat. Fitramaya: IVA Pada Ibu-Ibu PKK Di Lendah
Jakarta. Kulon Progo. Skripsi Tidak Diter-
Mubarak, I.W., et al. 2007. Promosi Kese- bitkan. Yogyakarta: STIKES
hatan. Graha Ilmu: Jakarta. ‘Aisyiyah Yogyakarta.
PENGARUH MEDIA PEMBELAJARAN DEMONSTRASI PHANTOM
DIBANDING KOMBINASI VIDEO COMPACT DISC TERHADAP
KETRAMPILAN INJEKSI MAHASISWA

Yekti Satriyandari, Mufdlilah, Ririn Wahyu Hidayati


STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: yekti_1988@yahoo.co.id

Abstract: This study aimed to investigate the effect of media demon-


stration phantom than a combination of phantom with a video compact
disc (VCD) on the achievements of learning in injection skills. The study
was experimental approach using pre-post test design. The sample were
all of 169 students in second semester of DIV Midwifery STIKES
‘Aisyiyah. Results of the study showed that there is a difference of
injection skills on students who get a phantom media learning rather than
learning a combination media phantom with VCD. It is recommended
that STIKES Aisyiyah should provide facilities for development and
procurement of the VCD to improve learning media skills student injection.

Keywords: video compact disc, phantom, skill injection

Abstrak: Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh media demonstrasi


dengan phantom dibanding kombinasi phantom dengan Video Compact
Disc (VCD) terhadap prestasi belajar pada ketrampilan injeksi. Desain
penelitian adalah eksperimental dengan pendekatan pre-post test. Pe-
ngambilan sampel dengan Total Sampling sebanyak 169 mahasiswa se-
mester II DIV Bidan Pendidik STIKES 'Aisyiyah. Uji validitas meng-
gunakan product moment, reliabilitas Alfa Crombah. Analisis data meng-
gunakan t-test. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan ketrampilan
injeksi pada mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran media phantom
dibanding pembelajaran kombinasi media phantom dengan VCD. Disa-
rankan agar STIKES 'Aisyiyah dapat memberikan fasilitas bagi pengem-
bangan dan pengadaan media pembelajaran VCD untuk meningkatkan
ketrampilan injeksi mahasiswa.

Kata Kunci: video compact disc, phantom, ketrampilan injeksi


156 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162

PENDAHULUAN digunakan adalah dari VCD pembelajaran


Jumlah penyelenggaraan pendidikan dan panthom (Sudrajat, 2008).
tinggi bidang kesehatan dituntut untuk me- VCD pembelajaran sebagai media pen-
respon proses yang kompleks dan berkelan- didikan dan sumber pembelajaran KDPK
jutan guna menghasilkan lulusan yang dapat mengkondisikan mahasiswa untuk belajar
bekerja sesuai bidang ilmunya. Proporsi ke- melalui pembelajaran mandiri, mahasiswa
terampilan lulusan STIKES ‘Aisyiyah adalah dapat berpikir aktif serta mampu
60% praktik dan 40% teori. Pendidikan meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
program D4 Bidan Pendidik sendiri memiliki Phantom saat ini merupakan media yang
tujuan menghasilkan bidan yang terampil paling banyak digunakan untuk demonstrasi
mengelola masalah kesehatan khususnya saat praktikum dilakukan, namun phantom
kesehatan ibu dan anak, memiliki landasan memiliki kekurangan dibandingkan media
profesi yang kokoh, bermakna menumbuh- VCD. Media VCD mampu membangkitkan
kan dan membina sikap, tingkah laku, dan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
kemampuan profesional kebidanan untuk motivasi dan meningkatkan pemahaman.
melakukan praktik kebidanan ilmiah. Media pengajaran dengan meng-
Salah satu upaya untuk mengembang- gunakan phantom kurang menarik perha-
kan variasi belajar adalah dengan meman- tian siswa sehingga kurang menumbuhkan
faatkan variasi alat bantu, baik dalam variasi motivasi belajar dan materi yang disampai-
media pandang, media dengar, maupun me- kan kurang dapat dipahami oleh para maha-
dia taktil. Penggunaan media yang tepat siswa. Media phantom tidak dapat meng-
dapat meningkatkan dan memelihara perha- gunakan komunikasi verbal sehingga jika
tian mahasiswa terhadap relevansi proses dosen tidak mampu menjaga suasana pem-
belajar, memberikan kesempatan kemung- belajaran yang kondusif maka siswa akan
kinan berfungsinya motivasi, memberi ke- bosan (Sudrajat, 2008). Berbeda dengan
mungkinan pilihan dan fasilitas belajar indi- media VCD siswa lebih banyak melakukan
vidu dan mendorong mahasiswa untuk bela- kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan
jar (Ariani, 2010). penjelasan dari guru tetapi juga aktivitas lain
Sejalan dengan perkembangan ilmu seperti mengamati, mendengar, melakukan/
pengetahuan dan teknologi, saat ini penggu- mendemonstrasikan dan lain-lain.
naan media pendidikan, khususnya media Seorang mahasiswa kebidanan harus
audio visual, sudah merupakan suatu tun- memiliki kompetensi yang dimiliki oleh bidan
tutan yang mendesak. Hal ini disebabkan yang meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan
sifat pembelajaran yang semakin kompleks. perilaku dalam melaksanakan praktik kebi-
Terdapat berbagai tujuan belajar yang sulit danan secara aman dan bertanggung jawab
dicapai hanya dengan mengandalkan penje- dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan.
lasan dosen. Pembelajaran dapat mencapai Salah satu kompetensi yang harus dikuasai
hasil yang maksimal diperlukan adanya bidan yaitu materi ketrampilan dasar praktik
pemanfaatan media, salah satunya dengan klinik I yang mempunyai peranan yang sangat
menggunakan media audio visual, sehingga penting dalam melakukan asuhan. Injeksi
media menjadi sarana yang efektif dan efisien merupakan kompetensi yang harus dikuasai
dalam menunjang kegiatan pembelajaran. oleh bidan. Beberapa kewenangan bidan
Mahasiswa cenderung lebih tertarik dan mu- dalam melakukan injeksi adalah injeksi tetanus
dah menyerap informasi yang disampaikan toksoid (TT), injeksi untuk suntik keluarga
melalui media. Salah satu media yang dapat berencana (KB). Jika mahasiswa tidak
Yekti Satriyandari, dkk., Pengaruh Media Pembelajaran Demonstrasi... 157

mampu melakukan injeksi dengan benar (korelasi product moment) dan uji reabilitas
maka dapat membahayakan pasien. dengan menggunakan metode Alpha Cron-
Hasil evaluasi nilai KDPK untuk ke- bach (Sugiyono, 2010).
trampilan injeksi, dari 169 mahasiswa terda- Uji analisis data menggunakan uji t-test
pat 46 orang (27%) mendapatkan < 70 dengan p value=0,05 dengan membanding-
dan 73% mendapatkan nilai bervariasi an- kan nilai hasil pre test dan post test antara
tara 75-100. Guna mencapai proporsi lu- kelompok A dan B. Jika nilai p kurang dari
lusan 60% praktik dan 40% teori, maka do- 0,05 maka terdapat perbedaan prestasi
sen membuat inovasi yang lebih menarik yaitu mahasiswa antara yang mendapatkan pembe-
dengan mengkombinasikan demonstrasi lajaran dengan media demonstrasi phantom
phantom dengan video. Kasus di lapangan, dibandingkan dengan kombinasi VCD.
di Puskesmas Tegalrejo pada tahun 2011,
hanya 1 orang (10%) dari 10 mahasiswa HASIL DAN PEMBAHASAN
yang berkesempatan praktik ketrampilan Prestasi belajar ketrampilan injeksi
injeksi langsung pada pasien. Karena itu, menggunakan media demonstrasi dengan
maka peneliti bermaksud meneliti tentang Phantom dibanding kombinasi dengan
perbandingan prestasi belajar mahasiswa VCD, diuraikan dalam pembahasan berikut.
yang mendapatkan pembelajaran
demonstrasi dengan phantom dibanding Prestasi Sebelum Mendapatkan Pembe-
kombinasi dengan VCD pada ketrampilan lajaran
injeksi di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
Kelompok A (Demonstrasi Phantom)
Prodi D4 Bidan Pendidik semester II. Tujuan
Hasil pengolahan data didapatkan nilai
Penelitian ini adalah mengidentifikasi perbe-
pretest pada kelompok A dapat digambar-
daan pengaruh media pembelajaran demon-
kan sebagai berikut:
strasi dengan phantom dibanding kombinasi
dengan VCD terhadap ketrampilan injeksi Tabel 1. Nilai Pre Test Prestasi Maha-
mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. siswa Kelompok A
Kategori Nilai Nilai
METODE PENELITIAN Nilai Rendah 54
Desain penelitian ini ditetapkan jenis Nilai Tertinggi 70
eksperimental dengan pendekatan pre-post Rata-Rata Nilai 64,8
test design, yaitu pengukuran variabel dila-
kukan sebelum dan setelah dilakukan tindakan/
perlakuan. Variabel yang diukur/diuji adalah Tabel 2. Distribusi Frekuensi Rentang
Nilai Pre Test Prestasi Maha-
prestasi belajar dengan ujian tulis dan praktek.
siswa Kelompok A
Populasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Rentang Nilai Frekuensi
Prodi D4 Bidan Pendidik sejumlah 428 50-55 1
mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini 56-60 8
adalah semester II angkatan 2010 sejumlah 61-65 24
66-70 33
169 mahasiswa, yang terdiri dari dua kelas Jumlah 66
yaitu IIA dan IIB. Seluruh mahasiswa tingkat
II Prodi D4 Bidan Pendidik dijadikan obyek Dari hasil di atas didapatkan mahasis-
penelitian. Instrumen prestasi belajar diuji wa terbanyak pada rentang skor 66-70
validitas dengan rumus uji korelasi pearson dengan jumlah mahasiswa 33.
158 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162

Kelompok B (Video Compact Disc) Tabel 6. Distribusi Frekuensi Rentang


Hasil pengolahan data didapatkan nilai Nilai Post Test Prestasi Maha-
pretest kemampuan mahasiswa kelompok siswa Kelompok A
B sebelum mendapatkan pembelajaran Rentang Nilai Frekuensi
dapat digambarkan pada tabel 3. 61-65 1
66-70 1
Tabel 3. Nilai Pre test Kelompok B 71-75 18
76-80 18
Kategori Nilai Nilai 81-85 16
Nilai Rendah 58 86-90 12 \
Nilai Tertinggi 75 Jumlah 66
Rata-Rata Nilai 64
Dari data di atas didapatkan maha-
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Rentang siswa terbanyak pada rentang skor 71-80
Nilai Pre Test Prestasi Maha-
dengan jumlah mahasiswa 36. Dari hasil
siswa Kelompok B
didapatkan bahwa nilai rata-rata kelas
Rentang Nilai Frekuensi meningkat dari 64,8 menjadi 80.
55-60 22
61-65 12 Kelompok B (Video Compact Disc)
66-70 25 Adapun prestasi mahasiswa kelompok
71-75 7
B setelah mendapatkan pembelajaran de-
Jumlah 66
ngan menggunakan media film (VCD) dapat
Dari hasil penelitian didapatkan maha- digambarkan sebagai berikut:
siswa terbanyak pada rentang skor 66-70
Tabel 7. Nilai Post Test Prestasi Maha-
dengan jumlah mahasiswa 25. Dari data
siswa Kelompok B
tersebut terlihat bahwa hasil pre test dari
kedua kelas relatif tidak banyak perbedaan Kategori Nilai Nilai
yang mencolok. Rata-rata nilai untuk kelom- Nilai Rendah 70
pok A adalah 64,8 dan pada kelompok B Nilai Tertinggi 90
Rata-Rata Nilai 85
sebesar 64.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Rentang
Prestasi Setelah Mendapatkan Pembe-
Nilai Post Test Prestasi Maha-
lajaran siswa Kelompok B
Kelompok A (Demonstrasi Phantom) Rentang Nilai Frekuensi
Setelah dilakukan pembelajaran pada 66-70 1
kedua kelas, maka didapatkan prestasi 71-75 2
mahasiswa hasil post test yang ditunjukkan 76-80 10
81-85 7
pada tabel 5.
86-90 46
Jumlah 66
Tabel 5. Nilai Post Test Prestasi Maha-
siswa Kelompok A Dari data di atas didapatkan maha-
Kategori Nilai Nilai siswa terbanyak pada rentang skor 86-90
Nilai Rendah 65 dengan jumlah mahasiswa 46. Dari hasil di-
Nilai Tertinggi 89 dapatkan bahwa nilai rata-rata kelas me-
Rata-Rata Nilai 80 ningkat dari 64 menjadi 85.
Yekti Satriyandari, dkk., Pengaruh Media Pembelajaran Demonstrasi... 159

Untuk menentukan perbedaan prestasi belajar merupakan alat bantu yang berguna
sebagai indikator melihat adanya perbedaan dalam kegiatan belajar mengajar. Alat bantu
antara dua perlakuan, maka perlu ditetapkan dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat
kondisi awal bahwa kedua kelompok harus disampaikan dosen melalui kata-kata. Ke-
setara. Kesetaraan dua kelompok ditentu- efektifan daya serap anak didik terhadap
kan berdasarkan hasil pre test yaitu dengan bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat
membandingkan apakah ada perbedaan nilai terjadi dengan bantuan alat bantu. Selain itu
antara masing-masing kelompok. kesulitan anak didik memahami konsep dan
Pengujian perbedaan prestasi antara prinsip tertentu dapat diatasi dengan ban-
kelompok A dan B sebelum pembelajaran tuan alat bantu. Bahkan alat bantu diakui
dilakukan dengan menggunakan uji t-test. dapat melahirkan umpan balik dari anak
Uji varians nilai sig = 0,401, karena nilai didik, dengan memanfaatkan taktik alat bantu
signifikansi lebih besar dari p = 0,05 dengan yang akseptabel dosen dapat menimbulkan
keputusan hipotesis nol diterima bahwa tidak minat belajar anak didik (Luca, 2009).
ada perbedaan yang mendasar antara Dalam proses belajar mengajar dosen
pengetahuan mahasiswa pada kelompok A mempunyai tugas untuk memilih model
dan B sebelum pembelajaran, yang berarti berikut media yang tepat sesuai dengan
kedua kelompok setara. materi yang disampaikan guna tercapainya
Pengujian perbedaan prestasi antara tujuan pembelajaran (Sudrajat, 2008),
kelompok A dan kelompok B setelah pem- sehingga sudah selayaknya dalam pembe-
belajaran dilakukan dengan menggunakan lajaran KDPK dilakukan suatu perbaikan
uji t-test, didapatkan uji varians 0,031 atau inovasi dan diupayakan peningkatan
karena nilai p <0,05 maka varians data ke- motivasi keingintahuan mahasiswa dalam
dua kelompok tidak sama. Angka sig pada menyiapkan mahasiswa untuk lebih mening-
equal varians not assumed adalah 0,000, katkan kemampuan berpikir kritis.
karena nilai p < 0,05 dengan keputusan Media pembelajaran dapat mengatasi
hipotesis nol ditolak yaitu bermakna bahwa keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh
terdapat perbedaan yang signifikan antara para pelajar. Media pembelajaran juga da-
pengetahuan mahasiswa pada kelompok A pat melampaui batasan ruang kelas. Melalui
dan kelompok B. penggunaan media yang tepat, maka semua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa obyek itu dapat disajikan kepada maha-
ada perbedaan yang bermakna antara pres- siswa. Media pembelajaran memungkinkan
tasi mahasiswa yang mendapatkan media adanya interaksi langsung antara mahasiswa
pembelajaran demonstrasi dengan phan- dengan lingkungannya (Damayanti, 2009).
tom dibandingkan kombinasi dengan VCD, Sadiman (2009) mengemukakan bah-
dimana kelompok yang mendapatkan media wa pemakaian media pembelajaran dalam
pembelajaran kombinasi VCD lebih baik proses belajar mengajar dapat membang-
dibandingkan dengan kelompok yang kitkan keinginan dan minat yang baru,
mendapatkan media demonstrasi dengan membangkitkan motivasi dan rangsangan
phantom. kegiatan belajar, dan bahkan membawa
Media menjadi sarana yang efektif dan pengaruh-pengaruh psikologis terhadap
efisien dalam menunjang kegiatan pembe- siswa. Penggunaan media pembelajaran
lajaran. Dalam hal ini, siswa cenderung lebih pada tahap orientasi pengajaran akan sangat
tertarik serta mudah menyerap informasi membantu keefektifan proses pembelajaran
yang disampaikan media. Media sumber dan penyampaian pesan dan isi pelajaran
160 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162

pada saat itu. Selain membangkitkan moti- menyenangkan. Sehingga dapat disimpulkan
vasi dan minat siswa, media pembelajaran bahwa media audio visual memiliki banyak
juga dapat membantu siswa meningkatkan keunggulan dibandingkan dengan media
pemahaman, menyajikan data dengan me- lainnya (Sanjaya, 2009).
narik dan terpercaya, memudahkan penaf- Efisiensi penggunaan media dapat
siran data dan memadatkan informasi. meningkatkan minat belajar dan keefektifan
Media pengajaran dapat mempertinggi belajar siswa sehingga prestasi belajar siswa
proses belajar siswa yang pada gilirannya akan meningkat. Prestasi belajar dapat diu-
diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar kur dari ujian baik secara lisan, tertulis mau-
yang dicapainya. Dosen akan lebih mudah pun praktek. Selain itu, prestasi belajar da-
menyampaikan pelajaran karena alat bantu pat digunakan sebagai tolak ukur kemam-
tersebut dan siswa pun lebih cepat menyerap puan pengetahuan siswa dalam menguasai
materi pelajaran karena mereka bisa melihat materi yang telah dipelajari sesuai dengan
secara langsung. Alasan media pengajaran kompetensi yang diharapkan (Sudrajat,
dapat mempertinggi proses belajar siswa 2008).
adalah pengajaran akan lebih menarik per- Pemilihan media harus sesuai dengan
hatian siswa sehingga menumbuhkan moti- kriteria dalam pemilihan media, media harus
vasi belajar, bahan pengajaran akan lebih disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau
jelas maknanya sehingga akan lebih dapat kompetensi yang ingin dicapai. Pada bagan
dipahami oleh para siswa, dan memung- kerucut pengalaman Edgar Dale dicon-
kinkan siswa menguasai tujuan pengajaran tohkan bahwa bila tujuan atau kompetensi
secara lebih baik, metode mengajar akan mahasiswa bersifat menghafalkan kata-kata
lebih bervariasi, tidak semata-mata komu- tertentu maka audio sangat tepat untuk
nikasi verbal melalui penuturan kata-kata digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang
oleh guru atau dosen sehingga siswa tidak dicapai bersifat memahami isi bacaan maka
mengalami kebosanan, siswa lebih banyak media cetak yang lebih digunakan. Jika
melakukan kegiatan belajar, tidak hanya tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak
mendengarkan penjelasan dari guru tetapi dan aktifitas), maka media film dan video
juga aktivitas lain seperti mengamati, men- bisa digunakan. Disamping itu terdapat
dengar, melakukan/mendemonstrasikan dan kriteria lainnya yang bersifat melengkapi
lain-lain (Purwanto, 2004). (komplementer) seperti biaya, ketepat-
Media audio visual adalah media gunaan, keadaan pebelajar, ketersedian, dan
instruksional modern yang sesuai dengan mutu teknis, sehingga dari penjelasan terse-
perkembangan jaman, meliputi media yang but jelas bahwa pembelajaran yang bersifat
dapat didengar dan dilihat. Pesan yang motorik dalam hal ini adalah keterampilan/
disampaikan video/VCD adalah fakta, mau- skill maka media VCD dapat digunakan
pun fiktif, bisa bersifat informatif, edukatif, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
maupun intraksional. Media audio visual Keuntungan penggunaan media VCD
dapat membuat konsep yang abstrak men- dalam pembelajaran adalah dapat memper-
jadi lebih kongkrit, dapat menampilkan ge- lihatkan secara langsung tentang proses
rak yang dipercepat atau diperlambat se- ketrampilan injeksi. Melalui video tersebut
hingga lebih mudah diamati, dapat me- materi akan mudah dipahami karena pera-
nampilkan detail suatu benda atau proses, gaan yang ditayangkan dijelaskan lebih terin-
membuat penyajian pembelajaran lebih ci, gambar jelas dan bila mahasiswa kurang
menarik, dan proses pembelajaran menjadi memahami dapat diputar ulang sehingga
Yekti Satriyandari, dkk., Pengaruh Media Pembelajaran Demonstrasi... 161

mahasiswa akan tertarik dengan materi yang dari informasi yang dipelajari. Penyangga ini
dipelajari. memungkinkan informasi tersimpan baik
Menurut Djamrah (2006) karakteris- dalam bentuk visual maupun audio.
tik media audio visual diantaranya mem-
punyai kelebihan yaitu selain bergerak dan SIMPULAN DAN SARAN
bersuara, film ini dapat menggambarkan Simpulan
suatu proses, dapat menimbulkan kesan ten- Berdasarkan hasil penelitian yang telah
tang ruang dan waktu, tiga dimensional da- dilakukan di D IV Bidan Pendidik STIKES
lam penggambarannya, suara yang dihasil- ‘Aisyiyah pada tahun 2012, dapat diambil
kan dapat menimbulkan realita pada gambar kesimpulan bahwa hasil ketrampilan injeksi
dalam bentuk impresi yang murni, jika film mahasiswa yang mendapatkan media pem-
itu suatu pelajaran, dapat menyampaikan belajaran demonstrasi dengan phantom di-
suara seorang ahli dan sekaligus memper- bandingkan kombinasi dengan VCD, dima-
lihatkan penampilannya, kalau film itu ber- na kelompok yang mendapatkan media
warna, jika autentik dapat menambahkan pembelajaran kombinasi VCD lebih baik
realitas kepada medium yang sudah realistis dibandingkan dengan kelompok yang men-
itu. Sedangkan kekurangan media audio dapatkan media demonstrasi dengan phan-
visual diantaranya yaitu film bersuara tidak tom pada pembelajaran ketrampilan injeksi
dapat diselingi dengan keterangan-kete- di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Prodi D4
rangan yang diucapkan selagi film berputar, Bidan Pendidik semester II.
jalan film terlalu cepat sehingga tidak semua Dari penelitian yang dilakukan terha-
orang dapat mengikutinya dengan baik dap 169 mahasiswa didapatkan hasil bahwa
(Kozma, 2004). nilai pre test kelompok A (demonstrasi
Hasil belajar adalah kapabilitas, artinya dengan phantom) didapatkan rata-rata
terjadi peningkatan kemampuan individu nilainya 64,8 sedangkan pre test kelompok
sebagai hasil dari belajar. Kemampuan ini B (kombinasi dengan VCD) didapatkan
disebabkan adanya stimulasi dari lingkungan rata-rata nilainya 64. Sedangkan nilai post
dan adanya proses kognitif dari pebelajar. test kelompok A (demonstrasi dengan
Dari pemahaman ini dapat dikatakan pada phantom) didapatkan rata-rata nilainya
kelompok mahasiswa yang mendapatkan meningkat menjadi 80 sedangkan post test
pelajaran mendapatkan nilai yang relatif lebih kelompok B (kombinasi dengan VCD)
baik dibanding dengan kondisi sebelumnya didapatkan rata-rata nilainya meningkat
saat mereka belum mendapatkan materi yang menjadi 85. Dari nilai tersebut bisa diambil
memadai tentang substansi yang dilakukan kesimpulan bahwa pembelajaran kombinasi
test. Mengacu pada teori kognitif tentang dengan VCD jauh lebih baik dibandingkan
multimedia, didapatkan bahwa pembelajaran demonstrasi dengan phantom.
dengan menggunakan kombinasi VCD akan Hasil penelitian menunjukkan terdapat
menyebabkan stimulasi pada memori sensorik perbedaan ketrampilan injeksi antara maha-
(visual dan aural) secara bersama-sama siswa yang mendapatkan pembelajaran
sehingga meningkatkan retensi normasi ke media demonstrasi dengan phantom diban-
dalam memori jangka panjang. ding dengan mahasiswa yang mendapatkan
Penjelasan dari penelitian ini adalah pembelajaran kombinasi VCD di STIKES
bahwa pikiran sadar manusia didukung oleh Aisyiyah Yogyakarta Prodi D4 Bidan
“penguat” auditorik dan visual yang secara Pendidik semester II. Hal ini dibuktikan
khusus menyimpan representasi simbolik dengan prestasi mahasiswa yang menda-
162 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162

patkan pembelajaran media kombinasi Djamrah. 2006. Strategi Belajar Menga-


video (VCD) lebih baik dibandingkan jar. Rhineka Cipta: Jakarta.
dengan mahasiswa yang mendapatkan Kozma, R. 2004. “Will Media Influences
pembelajaran phantom. Learning : Reframing The De-
Saran bate”. Education Technology Re-
Kepada Institusi STIKES Aisyiyah search and Development, (On-
dapat memberikan fasilitas bagi pengem- line), (http://imej.wfu.edu), diakses
bangan dan pengadaan media pembelajaran 2 Februari 2012.
VCD untuk meningkatkan prestasi belajar Luca. 2009. Membangkitkan Minat Bela-
dan kualitas pembelajaran di STIKES jar Anak, (Online), (http://erdimon.
Aisyiyah. com/articel/membangkitkan minat
Kepada dosen pengajar STIKES belajar anak), diakses 20 Februari
Aisyiyah diharapkan dapat berinovasi dan 2012.
mengembangkan diri dalam menciptakan
Purwanto. 2004. Psikologi pendidikan.
media VCD serta mengembangkan teknik
Rosda Karya: Jakarta.
lain diluar pemakaian media untuk memper-
tahankan atau meningkatkan prestasi belajar Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran
mahasiswa di STIKES Aisyiyah. Berorientasi Standar Proses Pen-
Kepada mahasiswa STIKES Aisyiyah didikan. Edisi I. Cetakan ke-6.
diharapkan dapat mengoptimalkan penggu- Kencana Prenada Media Group:
naan media belajar terutama VCD sebagai Jakarta.
sarana untuk membantu meningkatkan Sudrajat, A. 2008. Jenis-Jenis Media
pengetahuan dan prestasi belajar. Pembelajaran, (Online), (http://
akhmadsudrajat.wordpress.com),
DAFTAR RUJUKAN diakses 20 Februari 2012.
Ariani. 2010. Pembelajaran Multi Media Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pen-
di Sekolah Pedoman Pembela- didikan (Pendekatan Kuantitatif,
jaran Inspiratif, Konstruktif dan Kualitatif dan R&D). Cetakan ke-
Prospektif . Cetakan Pertama. 9. Alfabeta: Bandung.
Prestasi Pustaka: Jakarta. Sadiman. 2007. Macam-Macam Media
Damayanti. 2009. Keperawatan di Indo- Pembelajaran, (Online), (http://
nesia, (Online), (http://inna-ppni- www.unjabisnis.com), diakses 20
or.id/html), diakses 2 Februari 2012. Februari 2012.
PENGARUH HIPNORELAKSASI TERHADAP PENURUNAN
TINGKAT STRES DAN KADAR GLUKOSA DARAH
PADA PASIEN DM TIPE 2

Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto


Akademi Keperawatan Panti Rapih Yogyakarta
E-mail: paulus_subiyanto@yahoo.co.id

Abstract: The purpose of this quasi experimental study with pre-post


design was to examine the effect of hypnotherapy on stress level and
blood glucose level of diabetes mellitus type 2 patients. Thirty eight
patients of two private hospitals in Yogyakarta province were recruited
as sample using simple random sampling then divided into experiment
group and control group. Data analysis using paired t-test revealed that
there were significantly difference between mean of stress level and
blood glucose level in patients after hipnorelaxation intervention (p=0.000
and p=0.015; p?0,05). Hypnorelaxation is effective to reduce stress level
and blood glucose level of diabetes mellitus type 2 patients.

Keywords: hipnorelaxation, decrease stress levels, decrease blood


glucose levels

Abstrak: Penelitian quasi experimental dengan rancangan pre-post test


ini bertujuan untuk menguji pengaruh hipnoterapi terhadap tingkat stres
dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Tiga puluh
delapan pasien yang berasal dari dua rumah sakit swasta di Yogyakarta
diambil sebagai subyek penelitian menggunakan simple random sampling
yang dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Analisis
data dengan uji statistik paired sample t test menunjukkan perbedaan yang
signifikan rata-rata penurunan tingkat stres dan kadar glukosa darah pada
pasien setelah intervensi hipnorelaksasi (p=0,000 dan p=0,015; α =0,05).
Hipnorelaksasi efektif untuk menurunkan tingkat stres dan kadar glukosa
darah pasien DM tipe 2.

Kata kunci: hipnorelaksasi, penurunan tingkat stres, penurunan kadar


gula darah
164 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

PENDAHULUAN aterosklerosis dengan memicu terjadinya


Sebuah penelitian yang dilakukan di vasokonstriksi, inflamasi, dan trombosis.
rawat jalan RSUD Kota Yogyakarta dite- Selain karena keadaan hiperglikemia, ROS
mukan bahwa terdapat hubungan stres ter- juga meningkat pada variabilitas glukosa
hadap peningkatan kadar glukosa darah darah yang naik turun. Di dalam mitokon-
pasien diabetes. Dari 60 sampel penelitian, dria, ROS ini selanjutnya akan mengaktivasi
didapatkan bahwa pasien diabetes yang ber- jalur poliol, mangaktivasi protein kinase C
ada pada kategori stres sedang mempunyai (PKC), meningkatkan jalur heksosamin,
kadar glukosa darah yang tinggi, sedangkan serta meningkatkan akumulasi advanced
pasien dengan stres ringan tidak menun- glycosylationend products (AGE). Ketiga
jukkan kadar glukosa yang tinggi. Pasien proses tersebut pada akhirnya akan menye-
diabetes yang mengalami stres kemungkinan babkan komplikasi vaskular pada penyan-
besar (48%) mempunyai kadar glukosa dang diabetes.
darah > 200 mg/dl (Nugraheni, 2006). Berbagai riset dan temuan terbaru se-
Penemuan ini memperkuat pernyataan makin menguatkan bahwa hipnoterapi ada-
seorang pakar endokrinologi dari FK lah sesuatu yang ilmiah. Bukti-bukti ilmiah
Undip, RSUP Dokter Kariadi, bahwa bila tentang manfaat hipnosis sebagai terapi pen-
penyandang diabetes mengalami stres atau dukung bagi penyandang diabetes telah ba-
depresi akan menyebabkan peningkatan nyak dilaporkan. Hastings (2005) menemu-
metabolisme glukosa yang membuat kadar kan bahwa salah satu manfaat positif dari
glukosa dalam darahnya meningkat (Dhar- hipnoterapi adalah menurunkan tingkat stres
mono, 2010). penyandang diabetes, dengan demikian
Penyandang diabetes mellitus yang kadar glukosa darah secara perlahan-lahan
berada dalam keadaan stres sering pula akan menurun pula. Penurunan kadar glu-
menjadi kurang memprioritaskan kesehatan kosa darah ini diharapkan dapat menurun-
dan pengendalian diabetes yang harus kan angka komplikasi pada penderita
dijalankannya dan menyebabkan kontrol diabetes.
glikemik menjadi buruk. Kondisi hiper-
glikemia ini berdampak buruk terhadap METODE PENELITIAN
luaran klinis karena dapat menyebabkan Dalam penelitian ini desain yang digu-
gangguan fungsi imun, lebih rentan terkena nakan adalah quasi experimental dengan uji
infeksi, perburukan sistem kardiovaskular, klinis menggunakan pre dan post-test dan
trombosis, peningkatan inflamasi, disfungsi desain pararel. Dalam penelitian ini kelom-
endotel, dan kerusakan otak (Clement et pok A hanya memperoleh modalitas terapi
al, 2004).
standar (kelompok kontrol), dan kelompok
Soegondo (2010) menyatakan bahwa
B memperoleh kombinasi modalitas terapi
stres juga dapat menyebabkan terbentuknya
standar dan hipnorelaksasi (kelompok
radikal bebas atau stres oksidatif. Salah satu
intervensi). Subyek terpilih dalam penelitian
jenis stres oksidatif adalah reactive oxygen
ini adalah penyandang DM tipe 2 yang me-
species (ROS) yang terdiri dari superoksida
menuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang
(O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan
dipilih adalah penyandang DM tipe 2 dengan
hidroksil (OH-). Jenis radikal bebas ini dapat
hiperglikemia (kadar glukosa darah > 145
menyebabkan komplikasi vaskular pada
mg/dL), usia 30-60 tahun, sadar (compos-
diabetes, yang berperan pada kejadian
mentis), tidak mengalami gangguan fungsi
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 165

hati, tidak sedang mendapatkan terapi insulin secara terstruktur berdasarkan aturan dan
basal atau intravena, bersedia untuk dilakukan rekomendasi ahli hipnoterapi. Semua
tindakan hipnorelaksasi selain mendapatkan pelaksana terapi hipnosis adalah peneliti
terapi standar untuk DM. Kriteria eksklusinya sehingga teknik dan isi terapi yang diberikan
antara lain mengalami gangguan pendengaran, pada pasien sama. Adapun terapi hipno-
sedang dalam pengaruh alkohol, obat-obat relaksasi membutuhkan waktu kira-kira 30
narkotika, antidepresan dan anestesia, ada menit. Pengolahan data dilakukan melalui
riwayat epilepsi, menderita gangguan jiwa tahapan editing, koding, tabulasi.
dan retradasi mental. Analisis univariat dilakukan untuk
Populasi penelitian ini adalah penyan- memberi gambaran dan penjelasan terhadap
dang Diabetes Mellitus tipe 2 RS Panti mean, median, standar deviasi dan lain-lain
Rapih Yogyakarta. Randominasi dilakukan dari variable numerik yaitu usia, hasil
dengan uji klinis acak terkontrol dengan pemeriksaan glukosa darah dua jam setelah
teknik simple random sampling. Peneliti makan pagi atau siang dan sebelum makan
ingin menguji hipotesis dengan perbedaan siang atau sore. Untuk variabel kategorik,
rata-rata minimum yang ingin dideteksi analisa univariat dilakukan untuk menjelas-
sebesar 115 mg/dL selama empat bulan (15 kan angka atau nilai dari jumlah dan per-
minggu) mulai minggu kedua bulan Juni sentase masing-masing kelompok berda-
sampai minggu ketiga bulan September sarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan,
2011, tingkat kemaknaan 5% dan kekuatan dan latar belakang budaya. Analisis bivariat
uji 95%, maka besar sampel yang harus dilakukan untuk mengetahui hubungan
didapatkan adalah 17 orang dengan kedua variabel (independen dan dependen).
menggunakan rumus uji hipotesis beda rata- Untuk menguji perbedaan rata-rata kadar
rata berpasangan (Ariawan, 1998). Untuk glukosa darah dua jam setelah makan pagi
mengantisipasi terjadinya drop out dari atau siang dan sebelum makan siang atau
responden maka jumlah cadangan yang sore pada kelompok kontrol dan kelompok
harus dipersiapkan adalah sebesar 10% intervensi maka uji statistik yang digunakan
(Madiyono, dkk, 2002, dalam Sastro- adalah uji t dengan derajat kemaknaan 0,05
asmoro, 2002) sehingga jumlah responden dan kekuatan uji 95%.
adalah 19 orang pada masing-masing
kelompok baik pada kelompok intervensi HASIL DAN PEMBAHASAN
dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini kelompok A hanya
Alat untuk mengumpulkan data yang memperoleh modalitas terapi standar diabe-
dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes yang selanjutnya di sebut kelompok kon-
pengukuran tingkat stres dengan DASS yang trol. Kelompok B memperoleh kombinasi
disusun oleh Lovibond, SH dan Lovibond modalitas terapi standar diabetes dan hipno-
PF serta hasil pemeriksaan kadar glukosa relaksasi yang selanjutnya disebut kelompok
darah sebelum dan setelah diberikan intervensi. Jumlah masing-masing kelompok
intervensi. Untuk menjaga validitas alat ukur kontrol dan kelompok intervensi adalah 19
pemeriksaan glukosa darah puasa maka responden, sehingga dalam penelitian ini
peneliti memastikan hanya menggunakan jumlah total respoden yang dibutuhkan
satu alat glukometer yaitu Accu-Chek adalah 38 responden sesuai dengan rencana.
Active sebelum dan setelah intervensi Sejumlah 16 responden adalah pasien rawat
diberikan. Instrumen terapi hipnorelaksasi inap dan 22 responden adalah pasien rawat
dikembangkan dan disusun serta direkam jalan.
166 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Kelompok Kelompok
No Variabel Total (n=38)
Kontrol (n=19) Intervensi (n=19)
n (%) n (%) n (%)
1 Usia
30-45 tahun 3 15,79 7 36,84 10 26,31
46-60 tahun 16 84,21 12 63,16 28 73,68
2 Jenis Kelamin
Wanita 9 47,37 15 78,95 24 63,16
Laki-Laki 10 52,63 4 21,05 14 36,84
3 Pendidikan
SLTP 5 26,32 3 15,79 8 21,05
SLTA 12 63,16 6 31,58 18 47,37
PT 2 10,52 10 52,63 12 31,58
4 Pekerjaan
Pegawai PNS 3 15,79 3 15,79 6 15,79
Pegawai Swasta 5 26,32 5 5,26 10 26,31
Wiraswasta 4 21,05 2 10,53 6 15,79
Lain-lain 7 36,84 9 47,37 16 42,11
5 Budaya
Jawa 17 89,48 19 100,00 36 94,74
Luar Jawa 2 10,52 0 0,00 2 5,26
6 Terapi Diabetes
Diet 4 21,05 0 0,00 4 10,53
OAD + Diet 9 47,37 14 73,69 23 60,53
Insulin + Diet 5 26,32 1 5,26 6 15,79
OAD + Insulin + 1 5,26 4 21,05 5 13,16
Diet

Analisis Univariat total responden, ditemukan jumlah wanita


lebih banyak daripada laki-laki yaitu sebesar
Gambaran Karakteristik Responden 63,21%. Responden wanita lebih banyak
Analisis univariat ini menggambarkan di kelompok intervensi yaitu sebanyak 15
distribusi frekuensi dari seluruh variabel orang (78,95%), sedangkan responden laki-
meliputi karakteristik responden baik usia, laki lebih banyak di kelompok kontrol yaitu
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar sebanyak 10 orang (52,63%).
belakang budaya, dan terapi diabetes. Tingkat pendidikan responden terba-
Dari tabel 1 didapatkan bahwa nyak adalah SLTA yaitu sebesar 47,37%,
73,68% berada pada kategori usia 46-60 sedangkan pendidikan tinggi sebesar
tahun, 16 responden pada kelompok kontrol 31,58%. Responden dengan pendidikan
dan 12 responden pada kelompok inter- SLTA lebih banyak pada kelompok kontrol
vensi. Responden dengan kelompok usia yaitu sebanyak 12 orang (63,16%), sedang-
30-45 tahun lebih banyak di kelompok kan pendidikan tinggi lebih banyak di kelom-
intervensi sebanyak 7 orang (36,84%), se- pok intervensi yaitu sebanyak 10 orang
dangkan responden kelompok usia 46-60 (52,63%). Berdasarkan pekerjaan, terba-
tahun lebih banyak di kelompok kontrol nyak lain-lain (pensiunan dan ibu rumah
sebanyak 16 orang (84,21%). Dari jumlah tangga) yaitu sebesar 42,11% diikuti pega-
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 167

wai swasta sebesar 26,31%. Relatif tidak Tabel 3. Gambaran Tingkat Stres pada
ada perbedaan yang bermakna variasi Kelompok Intervensi
pekerjaan responden antara kelompok Mean
kontrol dan kelompok intervensi. No Variabel Min-Max MTSPPPDH
TS
Dilihat dari segi budaya ditemukan 1 TS (pre) DH 2,00-4,00 2,895 1,316
bahwa hampir seluruh responden (94,74%) 2 TS (post) DH 1,00-2,00 1,579 N=19
adalah berlatar belakang budaya jawa.
Sebesar 100% kelompok intervensi berla- Gambaran tingkat stres pada kelom-
tar belakang bidaya jawa, sedangkan di pok intervensi ditunjukkan pada pada tabel
kelompok kontrol sebesar 89,48% . 3 dengan TS (pre) DH adalah tingkat stres
Dari total responden, terapi diabetes 2 jam setelah makan dengan hipnorelaksasi,
yang didapatkan responden dari dokter TS (post) DH adalah tingkat stres sebelum
terbanyak adalah obat anti diabetes (OAD) makan berikutnya dengan hipnorelaksasi,
dan diet yaitu sebesar 60,53% dengan 14 dan MPPPDH adalah mean penurunan
responden berada di kelompok intervensi dan tingkat stres pre dan post hipnorelakasi.
9 responden berada di kelompok kontrol. Tingkat stres sebelum makan berikutnya
pada kelompok intervensi terendah pada
Gambaran Tingkat Stres Responden tingkat ringan (skala 2,00) dan tertinggi pada
tingkat berat (skala 4,00) dengan rata-rata
Tabel 2. Gambaran Tingkat Stres pada tingkat stres adalah 2,895. Tingkat stres
Kelompok Kontrol sebelum makan berikutnya terendah pada
No Variabel Min-Max
Mean
MPPPTH
tingkat normal (skala 1) dan tertinggi pada
TS tingkat ringan (skala 2) dengan rata-rata
1 TS (pre) TH 2,00-4,00 2,789 0,105 tingkat stres adalah 1,579. Perbedaan rata-
2 TS (post) TH 1,00-4,00 2,684 n : 19 rata penurunan tingkat stres pre dan post
Gambaran tingkat stres pada kelom- hipnorelaksasi adalah 1,316.
pok kontrol ditunjukkan pada tabel 2 dengan
TS (pre) TH adalah tingkat stres setelah Gambaran Kadar Glukosa Darah
makan tanpa hipnorelaksasi, TS (post) TH Responden
adalah tingkat stres sebelum makan Tabel 4. Gambaran K adar Glukosa
berikutnya tanpa hipnorelaksasi. Serta Darah Kelompok Kontrol
MPTSPPTH adalah mean penurunan ting-
Min- Mean
kat stres pre dan post terapi standar (tanpa No Variabel MPPPTH
Max KGD
hipnorelakasi). Tingkat stres setelah makan 1 KGD (pre) TH 157-415 292,88 57,17
pada kelompok kontrol terendah pada 2 KGD (post) TH 107-352 271,06 n : 19
tingkat ringan (skala 2,00) dan tertinggi pada
tingkat berat (skala 4,00) dengan rata-rata Gambaran kadar glukosa darah ke-
tingkat stres adalah 2,789. Tingkat stres lompok kontrol tampak pada tabel 4 dengan
sebelum makan berikutnya terendah pada KGD (pre) TH adalah kadar glukosa darah
tingkat normal (skala 1) dan tertinggi pada 2 jam setelah makan tanpa hipnorelaksasi,
tingkat berat (skala 4) dengan rata-rata KGD (post) TH adalah kadar glukosa darah
tingkat stres adalah 2,684. Perbedaan rata- sebelum makan berikutnya tanpa hipno-
rata penurunan tingkat stres pre dan post- relaksasi, dan MPPPTH adalah mean penu-
test terapi standar diabetes (tanpa hipno- runan KGD pre dan post tanpa hipnorelak-
relaksasi) adalah 0,105. sasi. Kadar glukosa darah (KGD) setelah
168 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

makan pada kelompok kontrol terendah Dari tabel 6 ditemukan bahwa rata-
157 mg/dL dan tertinggi 415 mg/dL, rata- rata tingkat stres setelah makan pada ke-
rata KGD 292,88 mg/dL. Kadar glukosa lompok kontrol (tanpa hipnorelaksasi) ada-
darah sebelum makan berikutnya terendah 107 lah 2,789, sedangkan tingkat stres sebelum
mg/dL, tertinggi 352 mg/dL, dan rata-rata makan berikutnya adalah 2,684, dengan
KGD 271,06. Perbedaan rata-rata penurunan perbedaan rata-rata penurunan tingkat stres
KGD pre dan post terapi standar diabetes adalah 0,105. Dengan menggunakan uji
(tanpa hipnorelaksasi) adalah 57,17 mg/dL. statistik paired sample t test didapatkan
nilai p=0,163 (α =0,05). Dapat disimpulkan
Tabel 5. Gambaran Kadar Glukosa Da- bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara
rah Kelompok Intervensi tingkat stres sebelum dan setelah terapi
Min- Mean MPPPD standar diabetes tanpa hipnorelaksasi.
No Variabel
Max KGD H
1 KGD (pre) DH 173-422 261,47 85,68 Tabel 7. Pengaruh Terapi Standar Ter-
2 KGD (post) DH 90-320 175,79 hadap Penurunan Kadar Glu-
kosa Darah Kelompok Inter-
Gambaran kadar glukosa darah ke- vensi
lompok intervensi ditunjukkan pada tabel 5 No Variabel N Mean SD p
dengan KGD (pre) DH adalah kadar 19 value
glukosa darah 2 jam setelah makan dengan 1 KGD pre 242,10 69,163 0,000
hipnorelaksasi, KGD (post) DH adalah 2 KGD post 190,95 55,915
kadar glukosa darah sebelum makan beri- 3 Selisih KGD 51,16 35,864
kutnya dengan hipnorelaksasi, MPPPDH pre dan post
adalah mean penurunan KGD pre dan post Dari tabel 7 ditemukan bahwa rata-
dengan hipnorelaksasi. Kadar glukosa da- rata kadar glukosa darah (KGD) setelah
rah (KGD) setelah makan pada kelompok makan pada kelompok intervensi adalah
intervensi terendah adalah 173 mg/dL dan 242,10 mg/dL, sedangkan KGD sebelum
tertinggi adalah 422 mg/dL dengan rata-rata makan berikutnya atau setelah hipnorelak-
KGD 261,47 mg/dL. Kadar glukosa darah sasi adalah 190,95 mg/dL dengan perbe-
sebelum makan berikutnya terendah adalah daan rata-rata penurunan KGD adalah
90 mg/dL dan tertinggi 320 mg/dL dengan 51,16. Dengan menggunakan uji statistik
rata-rata KGD 175,79. Perbedaan rata-rata paired sample t test didapatkan nilai
penurunan KGD pre dan post hipnorelaksasi p=0,000 (α =0,05). Dapat disimpulkan
adalah 85,68 mg/dL. bahwa ada perbedaan signifikan antara
KGD sebelum dan setelah hipnorelaksasi.
Analisis Bivariat
Tabel 6. Pengaruh Terapi Standar Ter- Tabel 8. Pengaruh Hipnorelaksasi
hadap Penurunan Tingkat Terhadap Penurunan Tingkat
Stres Kelompok Kontrol Stres pada Kelompok Kontrol
N p N p
No Variabel Mean SD No Variabel Mean SD
19 value 19 value
1 TS pre 2,789 0,535 0,163 1 TS pre 2,895 0,658 0,000
2 TS post 2,684 0,749 2 TS post 1,579 0,507
3 Selisih TS 0,105 0,315 3 Selisih TS 1,316 0,671
pre dan post pre dan post
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 169

Dari data padel tabel 8 ditemukan Perbedaan penurunan tingkat stres


bahwa rata-rata tingkat stres setelah makan pada kelompok kontrol dan kelompok
pada kelompok kontrol (tanpa hipno- intervensi ditunjukkan pada tabel 10 dengan
relaksasi) adalah 2,895, sedangkan tingkat STS TH adalah rata-rata selisih tingkat stres
stres sebelum makan berikutnya adalah pre dan post kelompok kontrol, STS DH
1,579, dengan perbedaan rata-rata penu- adalah rata-rata selisih tingkat stres pre dan
runan tingkat stres adalah 1,316. Dengan post kelompok intervensi, STSPPH adalah
menggunakan uji statistik paired sample t rata-rata selisih tingkat stres pre dan post
test didapatkan nilai p=0,000 (α =0,05). pada kelompok kontrol dan kelompok
Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan intervensi. Rata-rata selisih tingkat stres pre
signifikan tingkat stres sebelum dan setelah dan post kelompok kontrol adalah 0,105,
terapi standar diabetes tanpa hipnorelaksasi. sedangkan tingkat stres pre dan post
hipnorelaksasi pada kelompok intervensi
Tabel 9. Pengaruh Hipnorelaksasi ter- adalah 1,316, dengan perbedaan rata-rata
hadap Penurunan KGD pada tingkat stres kedua kelompok adalah 1,211.
Kelompok Intervensi Dengan menggunakan uji statistik paired
N p sample t test didapatkan nilai p=0,000
No Variabel Mean SD (α =0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada
19 value
1 KGD pre 261,47 67,649 0,000 perbedaan signifikan perbedaan penurunan
2 KGD post 175,79 51,851 tingkat stres antara kelompok kontrol dan
3 Selisih KGD 85,68 42,779 kelompok intervensi. Perbedaan rata-rata
pre dan post penurunan tingkat stres pada kelompok
intervensi lebih besar daripada kelompok
Dari data pada tabel 9 ditemukan
kontrol.
bahwa rata-rata kadar glukosa darah setelah
makan pada kelompok intervensi adalah
Tabel 11. Perbedaan Rata-Rata Penu-
261,47 mg/dL, sedangkan kadar glukosa runan KGD Kelompok Kon-
darah sebelum makan berikutnya atau trol dan Kelompok Intervensi
setelah hipnorelaksasi adalah 171,79 mg/
P
dL, dengan perbedaan rata-rata penurunan Variabel n Mean SD
value
kadar glukosa darah adalah 85,68. Dengan SKGD TH 19 51,158 42,779 0,015
menggunakan uji statistik paired sample t SKGD DH 19 85,684 35,864
test didapatkan nilai p=0,000 (α =0,05). SKGDPPH 34,526 56,153
Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan
signifikan penurunan kadar glukosa darah Perbedaan rata-rata penurunan kadar
sebelum dan setelah hipnorelaksasi. glukosa darah kelompok kontrol dan
kelompok intervensi ditunjukkan pada tabel
Tabel 10. Perbedaan Penurunan Ting- 11 dengan SKGD TH adalah rata-rata
kat Stres Kelompok Kontrol selisih kadar glukosa darah pre dan post
dan Kelompok Intervensi terapi standar tanpa hipnorelaksasi, SKGD
DH adalah rata-rata selisih kadar glukosa
Variabel n Mean SD P value
STS TH 19 0,105 0,315 0,000
darah pre dan post hipnorelaksasi,
STS DH 19 1,316 0,671 SKGDPPH adalah rata-rata selisih kadar
STSPPH 1,211 0,787 glukosa darah pre dan post kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Rata-rata
170 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

selisih tingkat kadar glukosa darah (KGD) laki-laki. Penemuan ini menunjukkan bahwa
pre dan post pada kelompok kontrol (tanpa walaupun kedua jenis kelamin mempunyai
hipnorelaksasi) adalah 51,158 mg/dL, se- risiko yang sama untuk menjadi diabetes,
dangkan rata-rata selisih KGD pre dan post namun kebanyakan yang mempunyai kepe-
hipnorelaksasi pada kelompok intervensi dulian tinggi untuk mengendalikan diabetes
adalah 85,684 mg/dL dengan perbedaan lebih banyak adalah wanita. Kemungkinan
rata-rata KGD kedua kelompok adalah disebabkan karena karakter wanita yang
34,526 mg/dL. Dengan memakai uji statistik mempunyai sifat lebih peduli dan lebih mudah
paired sample t test didapatkan nilai stres jika kadar glukosa meningkat serta
p=0,015 (α =0,05). Dapat disimpulkan ada tidak terkendali disamping waktu untuk
perbedaan signifikan perbedaan penurunan berobat ke dokter lebih banyak dimiliki
KGD antara kelompok kontrol dan wanita. Pengelolaan diabetes yang tepat dan
kelompok intervensi. Perbedaan penurunan edukasi serta manajemen stres yang baik
rata-rata KGD pada kelompok intervensi berpotensi memperbaiki tingkat pengen-
lebih besar daripada kelompok kontrol. dalian yang baik pada wanita dibandingkan
laki-laki.
Gambaran Karakteristik Responden Dari hasil penelitian, jumlah total res-
Penelitian ponden terbanyak (47,37%) berlatar
Berdasarkan usia, responden kelom- belakang pendidikan terakhir SLTA, diikuti
pok usia 46-60 tahun adalah sebanyak perguruan tinggi yaitu sebesar 35,58%. Ini
73,68%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
banyak kelompok tersebut yang menjalani berhubungan dengan pemahaman tentang
rawat inap maupun rawat jalan di kedua diabetes dan kesadaran untuk mengendali-
rumah sakit. Semakin bertambah usia sema- kannya dengan lebih baik. Dengan demikian
kin tinggi risiko untuk menyandang diabetes. lebih banyak ditemukan baik di rawat inap
Dengan bertambahnya usia terdapat kecen- maupun rawat jalan. Pemahaman yang baik
derungan terjadi penurunan fungsi pankreas meningkatkan tingkat stres untuk memicu
secara progresif yang menyebabkan pro- pencarian cara pengelolaan yang baik. Jika
duksi insulin semakin menurun, dengan pengendalian diabetes yang dicapainya ku-
demikian kemampuan untuk menghantarkan rang baik cenderung terjadi peningkatan
glukosa dari darah ke dalam sel menurun. stres yang berdampak pada peningkatan
Pada akhirnya akan terjadi penambahan kadar glukosa darah.
peningkatan kadar glukosa dalam darah. Berdasarkan jenis pekerjaan, dari total
Penanganan diabetes yang tepat akan mam- responden sebanyak 42,11% adalah pensi-
pu mencapai pengendalian kadar glukosa unan dan ibu rumah tangga. Kondisi ini
darah yang baik untuk mempertahankan menyebabkan perhatian dan kepedulian
fungsi pankreas agar tidak semakin progresif serta konsentrasi untuk mengendalikan
menurun. Umur yang bertambah juga menye- diabetes lebih tinggi disamping mempunyai
babkan kecenderungan menurunnya resis- waktu yang lebih banyak memikirkan
tensi terhadap stres psikologi yang berpo- sakitnya. Kepedulian yang lebih tinggi ini jika
tensi pula menyebabkan peningkatan kadar tidak diimbangi dengan pencapaian
glukosa darah. pengendalian yang baik dapat memicu
Dari total responden, ditemukan bah- peningkatan tingkat stres yang juga
wa responden wanita lebih banyak berdampak dalam meningkatkan kadar
(63,16%) dibandingkan dengan responden glukosa darah.
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 171

Dari total responden ditemukan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat stres
hampir seluruhnya (94,74%) berasal dari setelah diberikan hipnorelaksasi sebanyak
budaya Jawa. Penemuan ini dapat terjadi 1,316, lebih banyak daripada kelompok
oleh karena penelitian ini dilakukan di kontrol.
lingkungan budaya Jawa. Kemungkinan lain Dengan menggunakan uji statistik
bahwa budaya Jawa berhubungan dengan paired sample t test disimpulkan bahwa
gaya hidup yang meningkatkan risiko tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
terjadinya diabetes pada seseorang. Dengan penurunan tingkat stres sebelum dan setelah
karakter budaya Jawa yang lebih banyak terapi pada kelompok kontrol dengan nilai
menyembunyikan perasaan dan stres yang p=0,163 (α =0,05), sebaliknya terdapat
dialami, menyebabkan pengelolaan stres penurunan yang signifikan pada kelompok
tidak adekuat yang berdampak pada intervensi dengan nilai p=0,000 (tabel 6 dan
peningkatan kadar glukosa darah. 8). Dengan uji yang sama dilakukan uji
Berdasarkan terapi diabetes yang dija- perbedaan rata-rata penurunan tingkat stres
lani, dari total responden sebanyak 60,53% kelompok kontrol dan kelompok intervensi
menggunakan obat anti diabetes (OAD) oral (tabel 10). Dengan uji ini ditemukan hasil
dan diet. Penemuan ini terjadi karena be- yang sama dan menguatkan penemuan hasil
berapa responden baru terdeteksi menderita sebelumnya. Terjadi perbedaan penurunan
diabetes dan sedang dalam terapi awal. Ke- rata-rata tingkat stres secara signifikan an-
mungkinan lain bahwa kebanyakan penyan- tara kelompok kontrol maupun kelompok
dang diabetes takut untuk diberikan terapi intervensi dengan nilai p=0,000 (α =0,05).
insulin sehingga tetap bertahan dengan OAD Terjadi lebih banyak penurunan rata-rata
dan diet selain dengan olah raga. Jika penge- tingkat stres pada kelompok intervensi
lolaan diabetes yang dijalani tidak dapat dibandingkan pada kelompok kontrol.
mencapai pengendalian yang baik, maka Penemuan ini menunjukkan bahwa
rasa takut jika pada akhirnya harus menggu- hipnorelaksasi efektif untuk menurunkan
nakan terapi insulin akan meningkat yang tingkat stres pada penyandang diabetes
juga akan berdampak pada peningkatan dibandingkan yang tidak diberikan hipno-
kadar glukosa darah. relaksasi. Penemuan ini mendukung pernya-
taan Hastings (2005) dan hasil penelitian
Gambaran Penurunan Tingkat Stres sebelumnya dari Adriaanse MC (2008),
Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Shulimson, Lawrence, Lacono (1986) da-
Intervensi lam Brigitta (2001) dan Curtis, at al. (1985),
Berdasarkan hasil temuan di tabel 2 Guthrie, at al. (1987).
dan 3 didapatkan bahwa sedikit penurunan Dengan melakukan relaksasi progresif
tingkat stres yang terjadi pada kelompok dan guided imagery tentang hal-hal yang
kontrol, dengan penemuan dua responden positif akan berpengaruh pada penurunan
mengalami peningkatan stres, sebaliknya aktifitas jalur-jalur simpatetik dan neuro-
ditemukan hampir seluruh responden endokrin melalui sumbu hypothalamic-
kelompok intervensi mengalami penurunan pituitary-adrenal (HPA) dan sistem
tingkat stres satu tingkat di bawahnya. Rata- simpatetik di medula adrenal. Dengan
rata selisih penurunan rata-rata tingkat stres demikian pelepasan hormon-hormon stres
pre dan post pada kelompok kontrol lebih seperti glukagon, katekolamin dan kortisol
sedikit daripada kelompok intervensi yaitu dapat ditekan. Relaksasi atau istirahat fisik
sebesar 0,105. Pada kelompok intervensi dan psikologi dapat dicapai.
172 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

Gambaran Penurunan Kadar Glukosa (2007), Ratner, et.al (1990). Kondisi relak-
Darah Kelompok Kontrol dan Kelom- sasi dapat menurunkan tingkat stres yang
pok Intervensi berdampak pada penurunan sekresi gluka-
Berdasarkan hasil temuan di tabel 4 dan gon, katekolamin dan kortisol (glukokor-
5 didapatkan bahwa terjadi penurunan kadar tikoid), serta meningkatkan sensitifitas
glukosa darah pre dan post terapi baik pada insulin.
kelompok kontrol (tanpa hipnorelaksasi) Penurunan sirkulasi katekolamin dan
maupun kelompok intervensi yang diberikan glukokortikoid mempengaruhi struktur dan
hipnorelaksasi. Rata-rata penurunan kadar fungsi berbagai jaringan dan menghambat
glukosa darah pada kelompok kontrol lebih proses induksi cytokines inflammatory
sedikit daripada kelompok intervensi yaitu yang menyebabkan penurunan produksi
57,17 mg/dL, sedangkan pada kelompok glukagon dan peningkatan ambilan glukosa
intervensi rata-rata penurunan kadar glukosa di otot-otot perifer. Menurunnya cytokines
darah lebih banyak daripada kelompok terutama interleukin 6, menurunkan dampak
kontrol yaitu 85,68 mg/dL. Dua responden yang kuat dalam stres oksidatif dan proses
pada kelompok kontrol mengalami inflamasi yang menyebabkan peningkatan
peningkatan kadar glukosa darah setelah sensitifitas insulin dan menurunkan kom-
terapi standar diabetes diberikan. Semua plikasi-komplikasi vaskuler (Adriaanse
responden (100%) pada kelompok intervensi MC, 2008).
mengalami penurunan kadar glukosa darah Penurunan sekresi glukokortikoid juga
setelah diberikan hipnorelaksasi. menyebabkan terjadinya sintesa protein dari
Dengan menggunakan uji statistik asam amino dan mencegah katabolisme pro-
paired sample t test (tabel 7 dan 9) tein di hati untuk dibentuk menjadi glukosa.
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang Penurunan sekresi glukagon menyebabkan
signifikan dalam penurunan kadar glukosa penurunan konsentrasi glukosa darah de-
darah baik pada kelompok kontrol dan ngan menghambat terjadinya glikogenolisis
kelompok intervensi, masing-masing dengan dan glikoneogenesis di hati. Jika sensitifitas
nilai p=0,000 dan p=0,000 (α =0,05). insulin menjadi meningkat maka ambilan
Dengan uji yang sama dilakukan uji perbe- glukosa oleh otot-otot perifer menjadi lebih
daan rata-rata penurunan kadar glukosa baik, semakin banyak glukosa yang masuk
darah antara kelompok kontrol dan kelom- ke dalam sel akan berdampak pada penu-
pok intervensi (tabel 11). Dengan uji ini runan kadar glukosa darah.
ditemukan hasil yang sama dan menguatkan
penemuan hasil sebelumnya. Rata-rata SIMPULAN DAN SARAN
penurunan kadar glukosa darah lebih banyak Simpulan
pada kelompok intervensi dibandingkan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
pada kelompok kontrol. bahwa ada perbedaan penurunan rata-rata
Penemuan ini menunjukkan bahwa tingkat stres yang signifikan pada pasien DM
hipnorelaksasi efektif pula untuk menu- tipe 2 setelah diberikan kombinasi modalitas
runkan kadar glukosa darah pada penyan- terapi standar dan terapi hipnorelaksasi.
dang diabetes. Penemuan ini mendukung Penurunan rata-rata tingkat stres ini tidak
penelitian sebelumnya dari Adriaanse terjadi pada kelompok kontrol. Ada per-
(2008), Lazar SW (2000) dalam DiNardo bedaan penurunan rata-rata kadar glukosa
(2009), Curtis, et al. (1985), Guthrie, et darah yang signifikan pada pasien DM tipe
al. (1987), Xu & Cardeòa, (2008), Ross 2 setelah diberikan kombinasi modalitas
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 173

terapi standar dan terapi hipnorelaksasi. Hal Diperlukan manajemen pengendalian


serupa juga terjadi pada kelompok kontrol. diabetes yang lebih komprehensif dan efektif
Ada perbedaan penurunan rata-rata tingkat pada pasien-pasien rawat inap dan rawat
stres yang lebih besar pada kelompok jalan serta klub diabetes yang dikelola oleh
intervensi dibandingkan kelompok kontrol. rumah sakit, selain melalui lima pilar yang
Penurunan rata-rata tingkat stres pada ada. Salah satu manajemen yang disarankan
kelompok intervensi adalah 1,316, sedang- adalah manajemen stres dengan hipno-
kan pada kelompok kontrol 0,105. relaksasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi penurunan rata-rata kadar glukosa
darah yang lebih besar pada pasien DM tipe DAFTAR RUJUKAN
2 setelah diberikan modalitas terapi standar Adriaanse, MC. 2008. The Hoorn Study:
dan hipnorelaksasi dibandingkan yang hanya Diabetes-Related Symptom Dis-
mendapatkan terapi modalitas standar. tress in Association With Glucose
Penurunan kadar glukosa darah pada ke- Metabolism and Comorbidity.
lompok intervensi adalah 85, 68, sedangkan Diabetes Care, 31: 2268-2270.
pada kelompok kontrol 51,17. Terjadi
Ariawan I. 1998. Besar dan Metode Sam-
perbedaan yang signifikan rata-rata selisih
pel pada Penelitian Kesehatan.
penurunan tingkat stres dan kadar glukosa
FKM UI: Depok.
darah antara pasien DM tipe 2 yang dibe-
rikan kombinasi terapi standar dan hipno- Clement S, at al. 2004. Management of
relaksasi dan yang tanpa hipnorelaksasi. Diabetes and Hyperglycaemia in
Hipnorelaksasi mampu menurunkan tingkat Hospitals. Diabetes Care, 27 (2):
stres dan kadar glukosa darah yang lebih 553-591.
efektif pada pasien DM tipe2 jika diban- Curtis JD, Deter RA, Schindler JV, Zirkel
dingkan yang tanpa hipnorelaksasi. J. 1985. Teaching Stress Mana-
Saran gement & Relaxation Skills: An
Penelitian ini masih merupakan kajian Instructor’s Guide. Coulee Press:
awal untuk mengetahui sejauh mana efek- La Crosse, Wiscounsin.
tifitas hipnorelaksasi dalam menurunkan
Dharmono, Suryo. 2010. Media Edukasi
tingkat stres dan kadar glukosa darah pasien
dengan Tema “Kalangan Profe-
DM tipe 2, karena yang diukur dan evaluasi
sional Rentan Depresi?, (Online),
adalah kadar glukosa darah (bukan A1c)
(http://health.detik.com/read/2011/
sebelum dan setelah terapi dengan waktu
01/06/160104/ 1540667/763/
yang relatif singkat yaitu setelah makan dan
stres-berbahaya-bagi-penderita-
sebelum makan berikutnya.
diabetes?ld991106763), diakses
Dibutuhkan riset yang lebih mendalam
Februari 2011.
untuk meyakinkan sejauh mana efektifitas
hipnorelaksasi ini dalam menurunkan HbA1c DiNardo, Monica I. 2009. Mind-Body
dan dalam peningkatan pengendalian Therapies in Diabetes Management.
diabetes pada pasien DM tipe 2 dengan Diabetes Spectrum, 22 (1): 30-34.
kelompok kontrol yang lebih homogen dan Guthrie D, Moeller T, Guthrie R. 1987.
lebih ketat dengan waktu penelitian yang Biofeedback and Its Application To
lebih lama (misal tiga sampai enam bulan), The Stabilization of Diabetes. Am
serta hipnorelaksasi minimal 4-6 sesi. J Clin Biofeedback, 2: 82–87.
174 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174

Hastings, C Devin. 2005. Can Hypnosis Rice, B.I. 2001. Mind-Body Interventions.
Help People With Diabates? Diabetes Spectrum, 14 (4): 213-217.
(Online), (http://www.diabetes. Ross, Heather M. 2007. Alternative Treat-
research-association-ofamerica. ment For Diabetes, (Online), (http:/
com/Diabetes info. htm), diakses 6 /diabetes.about.com/od/doctorsand
September 2007. specialists/a/altmeds.htm), diakses
Nugraheni, LP. 2006. Hubungan Stress 20 Januari 2009.
Terhadap Peningkatan KGD Sastoasmoro, S., dkk. 2002. Dasar-Dasar
Pasien DM di RSUD Kota Yogya- Metodologi Penelitian Klinis. Edi-
karta, (Online), (http://publikasi. si kedua. Sagung Seto: Jakarta.
umy.ac.id/index.php/psik/article/ Soegondo, S. 2010. CAM dalam Penata-
viewFile/1544/1010), diakses 10 laksanaan Diabetes. Medika, Jur-
Februari 2011. nal Kedokteran Indonesia,
Ratner H, Gross L, Casas J, Castells S. XXXVI (09).
1990. A Hypnotherapeutic Ap- Xu, Y & Cardeòa, E. 2008. Hypnosis as
proach To The improvement of An Adjunct Therapy in The Mana-
Compliance in Adolescent Dia- gement of Diabetes. International
betics. Am J Clin Hypnosis, 32: Journal of Clinical and Experi-
154–159. mental Hypnosis, 56 (1): 47-62.
PENGARUH MUSIK TERHADAP RESPIRASI BAYI BERAT LAHIR
RENDAH SELAMA KANGAROO MOTHER CARE

Wiwi Kustio
Akper Notokusumo Yogyakarta
Email: wiwi_kustio@yahoo.com

Abstract: The purpose of this study was to investigate the effect of


music on respiration for low birth weight babies during Kangaroo Mother
Care. This study used a quasi-experimental design with pretest and
posttest non equivalent control group design. The sample were 40 mothers
and their babies recruited using purposive sampling. The study was
conducted in Neonatal Intensive Care Unit of Wates District Hospital
and Jogja District Hospital. Data were analyzed using the paired t-test,
independent t-test and linear regression with a significance level of p <
0.05 and confidence interval (CI) 95%. There was decreased in respiration
rate on low birth weight 3,3 times/minute ( p = 0.019). Gestational age
and labor type results were not significant ( p > 0.05). The music has an
effect on the reduction of respiratory rate in low birth weight babies
during Kangaroo Mother Care.

Keywords: Kangaroo Mother Care, Low Birth Weight, music, respiratory


rate

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui manfaat musik pada


respirasi BBLR selama Kangaroo Mother Care. Penelitian menggunakan
desain Quasi Experimental dengan Pretest and Posttest Non Equivalent
Control Group Design pada ibu dan BBLR yang melaksanakan KMC.
Sampel penelitian 40 ibu beserta bayinya dengan teknik purposive
sampling. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Wates
dan RS Jogja. Uji statistik Paired t-test, independent t-test dan regresi
linier dengan tingkat kemaknaan p<0,05 dan confidence interval (CI)
95%. Terjadi penurunan respirasi BBLR 3,3 kali/menit, p=0,019. Usia
kehamilan dan cara persalinan hasilnya tidak bermakna (p>0,05).
Kesimpulannya adalah musik mempunyai pengaruh terhadap penurunan
respirasi BBLR selama Kangaroo Mother Care.

Kata kunci: Kangaroo Mother Care, BBLR, musik, respirasi


176 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 175-182

PENDAHULUAN gawat nafas, paten duktus arteriosus, infeksi


Setiap tahun di dunia diperkirakan se- perdarahan intraventrikuler apnea of
kitar 20 juta bayi lahir dengan berat lahir prematurity dan anemia (Depkes RI,
rendah, merupakan suatu beban kesehatan 2008). Dampak tersebut dapat dikurangi
sosial dan masyarakat di negara berkem- dengan pemberian perawatan kesehatan
bang (Ruiz-Pelaez et al., 2004). Sebagian yang berkualitas. Namun biaya, sumber
besar kelahiran bayi berat lahir rendah daya terbatas dan mahalnya perawatan
(BBLR) disebabkan bayi lahir sebelum teknologi tinggi yang diperlukan untuk
waktunya (prematur) dan gangguan pertum- neonatus BBLR, maka sangat penting untuk
buhan selama masih dalam kandungan/ menguji pendekatan alternatif mengurangi
pertumbuhan janin terhambat (PJT). Di pemisahan antara ibu dan bayi berkelan-
Indonesia prevalensi BBLR adalah 5-27%, jutan, penerimaan biaya dan kemudahan
sedangkan di Yogyakarta angka prevalensi dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu
BBLR tahun 2007 sebesar 14% (Depkes program Kangaroo Mother Care (KMC)
RI, 2007). telah dilakukan pada berat badan lahir
Perawatan BBLR merupakan hal rendah (BBLR) bayi dari rumah sakit yang
kompleks dan membutuhkan infrastruktur dipilih untuk menguji efek parameter fisio-
mahal serta tenaga yang memiliki keahlian logis (jantung, tingkat pernapasan, tempe-
tinggi, sehingga sering menjadi pengalaman ratur dan saturasi oksigen) (Nirmala et al.,
sangat mengganggu bagi keluarga (Mew et 2006). Selain itu juga perlu dilakukan pena-
al., 2003). Untuk perawatan BBLR secara nganan umum untuk merawat BBLR, yaitu
konvensional dengan inkubator sangat ma- dengan mempertahankan suhu bayi agar
hal dan memerlukan tenaga kesehatan tetap normal, pemberian air susu ibu (ASI),
terlatih dan fasilitas peralatan memadai, dan pencegahan infeksi.
sedangkan di negara berkembang penda- Upaya yang paling efektif untuk mem-
patan dan sumber daya manusia terbatas pertahankan suhu tubuh normal adalah
dalam perawatan neonatus serta kebiasaan sering memeluk dan menggendong bayi. Hal
bangsal BBLR penuh dan terbatas. Dengan tersebut merupakan cara atau metode dalam
demikian perlu adanya intervensi untuk merawat BBLR, dimana terjadi kontak kulit
BBLR dalam mengurangi angka kesakitan secara langsung antara ibu dan bayi mem-
dan kematian neonatus serta menurunkan buat penyesuaian otomatis suhu tubuh ibu
biaya perawatan. Hal tersebut sangat penting untuk melindungi bayinya. Metode tersebut
untuk meningkatkan kesehatan di negara dikenal dengan perawatan metode kanguru
berkembang (Thukral et al., 2008). atau perawatan bayi lekat (Judarwanto,
Dampak BBLR sendiri sangat serius 2006). Kangaroo Mother Care (KMC)
terhadap kualitas generasi mendatang. Per- merupakan salah satu program dalam
masalahan jangka panjang kemungkinan pelayanan esensial neonatus dan intervensi
terjadi akibat dari BBLR antara lain gang- efektif untuk mempercepat penurunan angka
guan perkembangan, penglihatan (retino- kematian neonatus dan bayi (Depkes RI,
pati), pendengaran, penyakit paru kronis, 2010). KMC merupakan metode lembut
kenaikan angka kesakitan dan frekuensi dan efektif untuk menghindari kegelisahan
kelainan bawaan serta sering masuk rumah bayi karena situasi sulit di aktifitas bangsal
sakit. Komplikasi langsung yang terjadi pada (Thukral et al., 2008). Keuntungan KMC
BBLR yaitu hipotermi, gangguan cairan dan tersebut ialah menurunkan angka kematian
elektrolit, hiperbilirubinemia, sindroma bayi, untuk perkembangan fisiologis dan
Wiwi Kustio, Pengaruh Musik Terhadap Respirasi Bayi... 177

psikologis serta penurunan biaya perawatan perawat tidak memperhatikan segi psiko-
(Venancio and de Almeida, 2004). logis ibu selama proses KMC berlangsung.
Orang tua dengan BBLR atau prema- Perawat hanya memberikan pendidikan
tur dihadapkan berbagai masalah psikologis, sebelum KMC dimulai dan setelah proses
yaitu frustasi, khawatir dan beban psycho- KMC, ibu dan bayi dibiarkan saja dalam
physiological lainnya. Beberapa penelitian ruangan tanpa memperhatikan bagaimana
mengemukakan bahwa orang tua yang bayi- respon psikologis ibu maupun respon bayi-
nya lahir BBLR atau prematur akan mempu- nya selama proses KMC berlangsung. Ada-
nyai perspektif psikologis berbeda. Adanya nya musik dapat mempunyai efek relaksasi
pengalaman di NICU dan diperburuk bagi ibu maupun bayinya.
dengan perbedaan kebutuhan perawatan Penelitian dengan menggunakan musik
serta perbedaan keadaan perilaku bayi selama KMC berlangsung untuk mengetahui
BBLR atau prematur selama perawatan respon psychophysiological pada ibu dan
akan mempunyai pengaruh cukup besar bagi bayi masih sedikit. Dengan melihat uraian
ibu (Miles, 1989). latar belakang di atas, maka penelitian ini
KMC sendiri terbukti memiliki efek bertujuan untuk mengetahui efek musik
menguntungkan bagi orang tua dan bayi. terhadap respirasi BBLR selama KMC.
Musik dan KMC adalah dua dari pelengkap
yang sering digunakan dalam perawatan di METODE PENELITIAN
unit perawatan intensif neonatal. Banyak Penelitian ini merupakan penelitian
penelitian tentang perawat yang telah terapan (applied research) yang digunakan
mengadopsi KMC di berbagai populasi untuk memperbaiki, meningkatkan dan
BBLR atau prematur dalam waktu lama dan mengembangkan pelayanan perawatan.
hasilnya positif secara fisiologis. Smith Penelitian terapan diselenggarakan dalam
(2001) melaporkan tidak ada perbedaan rangka mengatasi masalah nyata dalam
signifikan antara KMC dengan inkubator kehidupan untuk perbaikan secara praktis
rutin selama perawatan. Faktanya dengan (Nawawi and Martini, 2005). Penelitian ini
pengobatan dan perawatan yang tepat, menggunakan rancangan penelitian quasi
BBLR dapat hidup normal dan mempunyai eksperimental dengan Pretest-Posttest
kelangsungan hidup panjang (Lai et al., Non Equivalent Control Group Design.
2006). Pada rancangan ini awal pengamatan dila-
Terapi musik ialah terapi efektif untuk kukan pretest, setelah intervensi dilakukan
menghilangkan/memperbaiki kesulitan posttest, pengukuran tanpa intervensi
hidup, secara fisik, psikis, sosial, dan distress dilakukan posttest dan intervensi (Noto-
spiritual serta meningkatkan kenyamanan atmodjo, 2005).
(Hilliard, 2005). Para ilmuwan telah mene- Populasi penelitian adalah ibu dan
mukan bahwa gerakan atau suara musik kla- BBLR yang melaksanakan KMC di bangsal
sik memiliki nada yang sama dengan getaran NICU RSUD Wates Kulon Progo sebagai
otak, sehingga merangsang otak untuk kelompok intervensi dan Ruang Perinatal RS
bekerja lebih baik (Aizid, 2011). Efek musik Jogja Provinsi Yogyakarta sebagai kelom-
juga sangat signifikan dalam upaya menyem- pok kontrol. Jumlah BBLR di Rumah Sakit
buhkan, menyehatkan dan mencerdaskan Jogja minggu kedua Maret sampai minggu
manusia, musik sangat dekat dengan kehi- kedua Mei 2012 sebanyak 20 ibu dan bayi-
dupan sehari-hari serta mudah dilakukan. nya dan RSUD Wates ada 20 ibu dan bayi-
Selama ini dalam pelaksanaan KMC nya masuk kriteria inklusi. Sampel dianalisis
178 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 175-182

sebanyak 40 ibu dan bayi dengan 20 ke- lebih rendah pada kelompok kontrol.
lompok perlakuan dan 20 kelompok kon- Semua data karakteristik subjek mem-
trol. Pengambilan sampel secara purposive punyai nilai p > 0,05. Nilai p>0,05 artinya
sampling dengan seluruh subjek memenuhi tidak ada perbedaan bermakna antara
kriteria insklusi dalam penelitian selama dua kelompok perlakuan dan kontrol. Hal ini
bulan. berarti salah satu persyaratan untuk melaku-
Variabel penelitian yaitu musik sebagai kan penelitian eksperimen sudah terpenuhi,
variabel bebas (independent), respirasi karena kondisi awal responden kedua
BBLR sebagai variabel terikat (dependent) kelompok memiliki karakteristik subyek
dan cara persalinan serta usia kehamilan yang seimbang atau dengan kata lain kedua
sebagai variabel luar. Instrumen yang digu- kelompok homogen.
nakan adalah dengan menghitung respirasi
oleh pengambil data dengan jam tangan yang Pengaruh Musik terhadap Respirasi
mempunyai jarum penunjuk detik selama BBLR Selama KMC
satu menit penuh. Pengaruh musik terhadap respirasi
BBLR selama KMC antara kelompok
HASIL DAN PEMBAHASAN perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol ditunjukkan pada tabel 2.
Proporsi Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 2 menunjukkan nilai selisih rerata
Jumlah responden terdiri dari kelom- kelompok perlakuan hari pertama sampai
pok perlakuan sebanyak 20 ibu beserta ketiga penurunan paling besar adalah pada
bayinya dan kelompok kontrol yakni seba- hari ketiga yaitu -7,10 standar deviasi 4,30.
nyak 20 ibu beserta bayinya. Homogenitas Perbedaan selisih rerata penurunannya
dan karakteristik responden pada penelitian paling besar di hari pertama sebelum
ini disajikan dalam Tabel 1. diperdengarkan musik dengan hari ketiga
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian sesudah diperdengarkan musik yaitu -3,3 kali/
besar bayi dilahirkan dengan usia kehamilan menit, 95% CI (-6,03)-(-0,56) t = -2,44 dan
< 37 minggu baik kelompok perlakuan p = 0,019. Hal ini menunjukkan terdapat
(55%) dan kontrol (75%). Sebagian besar perbedaan bermakna pada selisih rerata
bayi dalam penelitian ini dilahirkan spontan respirasi BBLR antara kelompok yang
baik kelompok perlakukan (90%) maupun diperdengarkan musik dengan yang tidak
kontrol (65%). Respirasi BBLR reratanya diperdengarkan musik.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian dan Homogenitas


Kelompok
Perlakuan (n=20) Kontrol (n=20)
Karakteristik n % n % χ2 ( t ) p
(mean ± sd) (mean ± sd)
Usia kehamilan
< 37 11 55 15 75 1,75 0,185
>37 9 45 5 25
Cara persalinan
Tidak spontan 2 10 7 35 3,58 0,058
Spontan 18 90 13 65
Respirasi (39,25 ± 3,05) (40,45 ± 2,28) (-1,40) 0,167
Wiwi Kustio, Pengaruh Musik Terhadap Respirasi Bayi... 179

Tabel 2. Analisis Independent t- test Perubahan Respirasi BBLR


Selisih rerata Beda selisih
Kelompok 95 % CI t p
(SD) rerata
Hari1
Perlakuan -0,40 ( 2,58) 0,60 (-1,28) - (2,48) 0,64 0,522
Kontrol -1 (3,26)
Hari 2
Perlakuan -0,05 (5,05) -0,35 (-2,92) - (2.22) -0,27 0,784
Kontrol 0,30 (2,59 )
Hari 3
Perlakuan -7,10 (4,30) -0,60 (-3,01) - (1,81) -0,50 0,617
Kontrol -6,50 (3,10)
Hari1 dan 3
Perlakuan -4,75 (4,90) -3,30 (-6,03) - (-0,56) -2,44 0,019
Kontrol -1,45 ( 3,53)

Pengaruh Variabel Umur Hamil dan rendah yaitu sebesar -2,35. Secara statistik
Cara Persalinan Terhadap Respirasi variabel usia kehamilan dan cara persalinan
BBLR Selama KMC terhadap respirasi BBLR selama KMC tidak
Pengaruh variabel umur hamil dan cara bermakna dimana semua nilai p>0,05
persalinan terhadap respirasi BBLR selama sehingga dapat diartikan bahwa semua
KMC dapat di lihat pada Tabel 3. variabel luar tidak mempengaruhi respirasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa usia BBLR selama KMC.
kehamilan >37 minggu reratanya lebih besar
daripada yang umur hamil <37 minggu yaitu Pengaruh Musik terhadap Respirasi
-3,42 standar deviasi 3,62. Cara persalinan pada BBLR Selama KMC
rerata paling besar pada persalinan spontan Pengaruh musik terhadap perubahan
yaitu -3,35 standar deviasi 4,89. Selisih respirasi BBLR selama KMC dapat di lihat
rerata paling besar pada pendidikan ibu dalam Tabel 4.

Tabel 3. Pengaruh Variabel Usia Kehamilan, dan Cara Persalinan terhadap


Respirasi BBLR selama KMC
Kelompok mean ± sd selisih 95 % CI t p
rerata
Umur Hamil
<37 -3,42 ± 3,62 -0,92 (-3,99) - (2,14) -0,60 0,546
>37 -2,50 ± 5,99
Cara Persalinan
Tidak spontan -2,22 ± 3,07 1,13 (-2,37) - (4,63) 0,65 0,517
Spontan -3,35 ± 4,89

Tabel 4. Analisa Regresi Linier (Pengaruh Musik terhadap Respirasi BBLR)


Variabel Koefisien 95%CI P R2 Constanta n
Respirasi
Perlakuan -3,3* (-6,03) - (-0,56) 0,019 0,13 -1,45 40
Kontrol
180 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 175-182

Tabel 4 menunjukkan bahwa pada Salah satu kesiapan BBLR sebelum


kelompok perlakuan pada respirasi BBLR dilakukan KMC yaitu keadaan umum bayi
memiliki nilai koefisien regresi sebesar -3,3 baik dan stabil (respirasi 30-60 kali/menit).
dengan nilai 95% CI=(-6,03)-(-0,03), Pada penelitian ini sebelum diperdengarkan
R2=0,13 yang berarti ada pengaruh ber- musik dan sesudah diperdengarkan musik
makna antara perlakuan musik terhadap masih dalam rentang respirasi normal selama
rerata penurunan respirasi sebesar 3,3 kali/ tiga hari yaitu respirasi 30-60 kali/menit. Jadi
menit dan musik mempengaruhi penurunan dapat disimpulkan bahwa secara statistik
respirasi BBLR sebesar 13%. pengaruh musik terhadap respirasi adalah
Selain menyenangkan, musik juga bermakna tetapi secara klinis tidak bermak-
menenangkan, membuat BBLR tidak na karena masih dalam rentang normal. Hasil
gelisah, dan merasa nyaman. Dr. Manoj ini sama dengan penelitian yang dilakukan
Kumar dari Universitas Alberta, Kanada oleh Lai et al. (2006) bahwa respon fisiologis
mengungkapkan, musik dapat meringankan (nadi dan respirasi) BBLR selama KMC
“penderitaan” bayi yang lahir prematur saat pada kelompok perlakuan dan kontrol
diberikan tindakan medis. Menurutnya, masih dalam rentang normal.
musik jauh lebih baik daripada pemakaian Kangaroo Mother Care mempunyai
obat-obatan pengurang rasa sakit. Selain itu, manfaat bagi bayi yaitu terjadi kontak kulit
pertambahan berat badan bayi-bayi bayi dan ibu membuat suhu tubuh bayi lebih
prematur ini pun menjadi lebih cepat, dan stabil, pola pernafasan bayi menjadi lebih
bayi tidak rewel serta bayi mengalami teratur, denyut jantung bayi lebih stabil,
relaksasi. frekuensi menangis berkurang, lebih sering
Pada hasil penelitian respirasi BBLR minum ASI dan lama menyusu lebih panjang
menunjukkan bahwa beda selisih rerata serta kenaikan berat badan lebih baik
penurunannya lebih banyak di kelompok (Thukral et al., 2008, Suradi et al., 2008).
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol Berdasarkan hasil analisis pengaruh musik
yaitu sebesar 3,30 kali/menit, 95 % CI= (- terhadap respirasi BBLR dapat disimpulkan
6,03)-(-0,56), t = -2,44 p=0,019. Hasil bahwa secara statistik pengaruh musik
penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadap respirasi adalah bermakna tetapi
Garunkstiene et al. (2010) dimana setelah secara klinis tidak bermakna karena masih
bayi prematur diperdengarkan musik lullaby dalam rentang normal.
dengan recorder selama 60 menit dalam tiga
hari berturut-turut mempunyai pengaruh Pengaruh Variabel Luar Terhadap
penurunan nadi pada bayi secara signifikan Respirasi Pada BBLR
dengan nilai p=0,002. Analisis bivariabel untuk variabel luar
Penelitian ini juga sesuai dengan menunjukkan bahwa usia kehamilan dan
penelitian Wijanarko (2006) dimana setelah cara persalinan tidak mempunyai pengaruh
diperdengarkan musik terjadi penurunan yang bermakna terhadap respirasi BBLR.
tekanan darah, respirasi dan nadi dengan Orang tua yang memiliki bayi prematur
nilai signifikansi hasil uji paired t-test 0,000- dihadapkan pada berbagai masalah psycho-
0,002. Musik secara fisiologis memperbaiki physiological lainnya. Beberapa penelitian
sistem kimia tubuh, sehingga mampu mengemukakan bahwa orang tua yang
menurunkan tekanan darah, memperlambat bayinya prematur akan mempunyai per-
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan spektif psikologis berbeda. Adanya penga-
aktivitas gelombang otak (Aizid, 2011). laman NICU dan diperburuk dengan per-
Wiwi Kustio, Pengaruh Musik Terhadap Respirasi Bayi... 181

bedaan kebutuhan perawatan serta perbe- www.bankdata.depkes.go.id),


daan keadaan perilaku bayi prematur sela- diakses 9 Januari 2012.
ma perawatan akan mempunyai pengaruh ______. 2008. Perawatan Bayi Berat
cukup besar bagi ibu (Miles, 1989). Lahir Rendah (BBLR) Dengan
Ibu yang memiliki bayi prematur akan Metode Kanguru. Depkes RI:
mengalami stres dan respon emosional lain Jakarta.
yang berhubungan dengan proses kelahiran, ______. 2010. Pelayanan Kesehatan
hospitalisasi dan kebutuhan perawatan bayi Neonatal Esensial Pedoman
selama di rumah sakit. Kecemasan berka- Teknis Pelayanan Kesehatan
itan dengan perilaku bayi prematur sering Dasar. Kementrian Kesehatan RI:
terjadi pada orang tua bayi (Neu, 1999). Jakarta.
Analisis multivariabel menunjukkan
Garunkstiene, R., Uloziene, I. & Mar-
bahwa musik mempunyai pengaruh terhadap
kuniene, E. 2010. Live Versus
penurunan respirasi 13%. Penurunan ini su-
Recorded Lullabies For Infants of
dah mempertimbangakan efek dari KMC
Less Than 32 Weeks’ Gestation.
pada ibu dan bayi.
Early Human Development, 86
(0): AO-06.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Hilliard, R. E. 2005. Music Therapy in
Berdasarkan hasil penelitian dapat Hospice and Palliative Care: a
disimpulkan bahwa musik berpengaruh Review of The Empirical Data. Evid
terhadap penurunan angka respirasi BBLR Based Complement Alternat
selama Kangaroo Mother Care. Med, 2(2): 173-178.
Saran Judarwanto, W. 2006. Metode Kanguru
Beberapa saran dianjurkan sebagai Pada BBLR, (Online), (http://
bahan pertimbangan adalah musik dapat www.ilmugizi.info/pdf/judarwanto-
digunakan sebagai alternatif meningkatan 2006-metode-kanguru-pada bblr.
perawatan BBLR bagi ibu dan bayi yang html), diakses 15 Desember 2011.
melaksanakan KMC di ruang NICU Lai, H. L., Chen, C. J., Peng, T. C., Chang,
maupun perinatal di rumah sakit, perlu F. M., Hsieh, M. L., Huang, H. Y.
dipertimbangkan adalah musik yang & Chang, S. C. 2006. Randomized
diperdengarkan adalah musik yang lebih Controlled Trial of Music During
dikenal oleh masyarakat sesuai sosial Kangaroo Care on Maternal State
budaya dan bagaimana pengaruh musik Anxiety and Preterm Infants’
tersebut terhadap respon fisiologis yaitu Responses. Int J Nurs Stud, 43(2):
saturasi oksigen dan respon behavioural 139-46.
state pada BBLR. Lai, H. L. & Good, M. 2002. An Overview
of Music Therapy. The Journal of
DAFTAR RUJUKAN Nursing, 49(2): 80-84.
Aizid, R. 2011. Sehat dan Cerdas Dengan Mew, A. M., Holditch-Davis, D., Belyea,
Terapi Musik. Laksana: Yogya- M., Miles, M. S. & Fishel, A. 2003.
karta. Correlates of Depressive Symptoms
Depkes RI. 2007. Database Kesehatan in Mothers of Preterm Infants.
per Provinsi, (Online), (http:// Neonatal Netw, 22(5): 51-60.
182 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 175-182

Miles, M. S. 1989. Parents of Critically Ill Suradi, R., Rohsiswatmo, R., Dewi, R.,
Premature Infants: Sources of Endyarni, B. & Rustina, Y. 2008.
Stress. Critical Care Nursing Perawatan Bayi Berat Lahir
Quarterly, 1269-74. Rendah (BBLR) Dengan Metode
Nawawi, H. & Martini, M. 2005. Kanguru. HTA Indonesia: Jakarta.
Penelitian Terapan. Gadjah Mada Thukral, A., Chawla, D., Agarwal, R.,
University Press: Yogyakarta. Deorari, A. K. & Paul, V. K. 2008.
Neu, M. 1999. Parents’ Perception of Skin- Kangaroo Mother Care - an
to-Skin Care With Their Preterm Alternative to Conventional Care.
Infants Requiring Assisted Venti- Indian J Pediatr, 75(5): 497-503.
lation. J Obstet Gynecol Neonatal United Nations Children’s Fund & World
Nurs, 28(2): 157-64. Health Organization. 2004. Low
Nirmala, P., Rekhab, S. & Washington, M. Birthweight: Country, Regional
2006. Kangaroo Mother Care: and Global Estimates. UNICEF:
Effect and Perception of Mothers New York.
and Health Personnel. Journal of Venancio, S. I. & de Almeida, H. 2004.
Neonatal Nursing, 12(5): 177-184. Kangaroo-Mother Care: Scientific
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Pene- Evidence and Impact on Breast-
litian Kesehatan. Rineka Cipta: feeding. J Pediatr (Rio J), 80(5):
Jakarta. S173-80.
Ruiz-Pelaez, J. G., Charpak, N. & Cuervo, WHO. 2003. Kangaroo Mother Care: A
L. G. 2004. Kangaroo Mother Practical Guide. World Health
Care, an Example to Follow From Organization: Geneva.
Developing Countries. BMJ, Wijanarko, N. 2006. Efektifitas Terapi
329(7475): 1179-81. Musik Terhadap Penurunan
Smith, S. L. 2001. Physiologig Stability of Tingkat Kecemasan Klien Di
Intubated VLBW Infants During Ruang ICU -ICCU Rumah Sakit
Skin-to-Skin Care and Incubator Mardi Rahayu Kudus. Tesis.
Care. Advences in Neonatal Care, Semarang: Fakultas Kedokteran
1(1): 28-40. Universitas Diponegoro.
.
RISIKO JATUH PADA LANJUT USIA YANG MENGIKUTI SENAM
DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI SENAM

Catur Suhartati, Lutfi Nurdian Asnindari


STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: lutfi.asnindari@gmail.com

Abstract: This study aims to investigate difference between groups


that joined excercise and those that did not join with the risk of falls
among elderly. This research is a comparative study. The number of
samples are 30 people. The research instrument is the observation sheet
of Timed Up and Go (TUG) test. Data is analyzed by using the Mann-
Whitney U Test. The result of statistical calculation shows comparative
coefficient of -4.583 with p=0.000 (p<0.05). The conclusion is that there
is a difference between groups that joined excercise and those that did
not join with the risk of falls among elderly in PSTW Kasongan, Bantul,
Yogyakarta.

Keywords: exercise, fall risk, elderly

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan resiko jatuh


pada lanjut usia yang mengikuti senam lansia (SBL/Senam Bugar Lansia)
dengan yang tidak mengikuti senam lansia. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif komparasi. Jumlah sampel dalam penelitian ini 30 orang,
intrumen yang digunakan menggunakan Timed Up Go (TUG) test untuk
melihat resiko jatuh pada usia lanjut. Analisa data menggunakan Mann-
Whitney U Test didapatkan nilai p sebesar 0,000 dengan nilai Z sebesar
-4,583. Kesimpulannya terdapat perbedaan bermakna resiko jatuh pada
usia lanjut yang melakukan senam lansia dengan yang tidak melakukan
senam lansia di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) Kasongan, Bantul,
Yogyakarta.

Kata kunci: senam, risiko jatuh, lansia


184 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192

PENDAHULUAN suseno, 2006).


Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Kejadian jatuh yang terjadi pada lansia
Indonesia terus mengalami peningkatan dari merupakan kejadian serius yang dapat
tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan membawa banyak akibat. Perlukaan, keta-
Pusat Statistik (BPS), jumlah lansia di kutan akan jatuh, penurunan kemampuan
Indonesia tercatat sebesar 14,62 juta jiwa fungsional, patah tulang, trauma kepala,
pada tahun 2000. Pada tahun 2005 jumlah bahkan kematian dapat ditimbulkan oleh
lansia meningkat menjadi 16,04 juta jiwa. kejadian jatuh. Pada tahun 2003 sekitar 1,8
Pada tahun 2020 jumlahnya akan mencapai juta lansia dibawa ke Unit Gawat Darurat
28,99 juta jiwa. Pada tahun 2025 jumlah (UGD) dan lebih dari 421.000 lansia dirawat
lansia diperkirakan akan mencapai 95,92 di rumah sakit, kepala mengalami perlukaan
juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2009). akibat jatuh (Centers for Disease Control
Kebijakan pemerintah terhadap lansia and Prevention, 2005). Pada tahun 2001
terdapat pada Undang-undang Republik jatuh menjadi penyebab kematian nomor
Indonesia No 4 tahun 1965 dan No 13 ta- tujuh pada lansia di Amerika Serikat
hun 1998 pasal 14 yang menyatakan tentang (Probosuseno & Suhardo, 2008).
kesejahteraan lanjut usia. Keppres No 52 Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi
tahun 2004 menyatakan komisi nasional oleh berbagai faktor. Faktor risiko jatuh
lansia dan Keppres No 93/M tahun 2005 umumnya dibagi menjadi dua, yaitu faktor
menyatakan keanggotaan komisi nasional intrinsik dan faktor ekstrinsik. Salah satu
lansia. faktor intrinsik yang mempengaruhi jatuh
Kantor Menteri Kependudukan/Ba- pada lansia adalah masalah keseimbangan.
dan Kependudukan dan Keluarga Be- Dari beberapa upaya menjaga kesehatan
rencana Nasional (BKKBN) (1999) dan pencegahan penyakit bagi lansia, senam
menyatakan bahwa pada tahun 1995 bebe- merupakan tindakan yang banyak dian-
rapa propinsi di Indonesia proporsi lansianya jurkan. Senam bagi lansia memiliki gerakan-
jauh berada di atas patokan penduduk gerakan yang sederhana dengan tempo
berstruktur tua yakni 7%. Daerah Istimewa lambat dan waktu yang diperlukan juga
Yogyakarta memiliki proporsi lansia tertinggi singkat.
dari kelima daerah tersebut yaitu 12,5% Senam lansia dapat mencegah atau
(BKKBN, 1999 dalam Probosuseno, memperlambat kehilangan fungsional seperti
2007). penurunan massa otot serta kekuatannya,
Secara alamiah, lansia akan mengalami toleransi latihan, dan terjadinya penurunan
berbagai kemunduran dan penurunan fisik. lemak tubuh, bahkan dengan senam secara
Penurunan kemampuan akan dipengaruhi teratur dapat memperbaiki morbiditas dan
oleh kualitas fungsi organ-organ tubuh mortalitas yang diakibatkan oleh penyakit
sehingga penurunan kemampuan tersebut kardiovaskuler (Martono, 1992, White-
dapat menyebabkan lansia rawan menga- head, 1995 dalam Darmojo, 2009). Bebe-
lami masalah (Kholid, 2007). Jatuh (fall) rapa penelitian yang pernah dilakukan di
merupakan suatu masalah fisik yang sering Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW)
terjadi pada lansia. Biasanya lansia yang Kasongan Yogyakarta juga menunjukkan
jatuh itu terjerembab (terletak di tanah atau bahwa kejadian jatuh cukup banyak terjadi
pada tingkat yang lebih rendah) secara tidak pada lansia yang tinggal di panti tersebut.
sengaja. Pada usia diatas 80 tahun sekitar Penelitian yang dilaksanakan Probosuseno
50% lansia pernah mengalami jatuh (Probo- dan Dinisari (2008) menunjukkan bahwa
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 185

proporsi kejadian roboh (jatuh) pada lansia dengan lembar observasi Time Up and Go
di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) (TUG) Test.
Kasongan Yogyakarta cukup tinggi yaitu
mencapai 47,6%. Probosuseno & Dinisari HASIL DAN PEMBAHASAN
(2008) menyebutkan bahwa lansia dengan Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW)
riwayat jatuh yang memiliki hasil Timed Up Yogyakarta Unit Budi Luhur merupakan
and Go Test > 10 detik mencapai 93,3% tempat yang terletak di Kasongan Bangun-
(28 orang). Hal ini menunjukkan bahwa jiwo Kasihan Kabupaten Bantul yang memi-
keseimbangan tubuh lansia di panti ini cukup liki sembilan wisma. Terdapat 88 orang lanjut
rendah sehingga risiko jatuh lansia akan usia di PSTW yang terdiri dari 33 orang
semakin tinggi. lanjut usia laki-laki dan 55 orang lanjut usia
Proporsi kejadian jatuh di Panti Sosial perempuan. Sehingga didapatkan respon-
Tresna Wredha (PSTW) Kasongan Yogya- den dengan jumlah 30 orang lanjut usia yaitu
karta tergolong cukup tinggi yaitu sebanyak 15 orang lanjut usia yang aktif mengikuti
70% lansia pernah mengalami jatuh dalam senam lanjut usia dan 15 orang lanjut usia
waktu satu tahun terakhir ini, padahal yang tidak mengikuti senam untuk orang
sebagian lansia telah melakukan kegiatan lanjut usia.
senam secara rutin di panti tersebut. Hal ini
membuat peneliti tertarik untuk melakukan Karakteristik Responden
penelitian mengenai perbedaan risiko jatuh Karakteristik responden pada pene-
terhadap lansia yang melakukan aktivitas litian ini meliputi usia, jenis kelamin dan
senam dengan yang tidak melakukan riwayat jatuh. Berdasarkan hasil penelitian
aktivitas senam di Panti Sosial Tresna maka didapatkan karakteristik sebagai-
Wredha (PSTW) Kasongan Yogyakarta. mana pada tabel 1.
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat
METODE PENELITIAN bahwa lanjut usia yang mengikuti senam
Penelitian ini merupakan penelitian mayoritas berumur 60-74 tahun sebanyak
kuantitatif menggunakan rancangan penelitian 9 orang (90%), lanjut usia yang tidak me-
deskriptif dengan metode comparative ngikuti senam mayoritas berumur 75-90
study (studi komparatif). Pendekatan waktu tahun yaitu sebanyak 7 orang (46,7%).
yang digunakan adalah metode cross Berdasarkan jenis kelamin dapat
sectional. Variabel dalam penelitian ini ada- dilihat bahwa orang lanjut usia yang mengi-
lah variabel independent yaitu senam, se- kuti senam mayoritas berjenis kelamin
dangkan variabel dependent yaitu risiko ja- perempuan yaitu sebanyak 8 orang lansia
tuh pada lansia, sedangkan variabel peng- (53,3%). Orang lanjut usia yang tidak
ganggu dalam penelitian ini yaitu faktor mengikuti senam mayoritas juga berjenis
intrinsik dan faktor ekstrinsik. kelamin perempuan yaitu sebanyak 10
Sampel yang diambil dari penelitian ini orang (66,7%). Berdasarkan riwayat jatuh
adalah lansia yang mengikuti senam dengan dapat dilihat bahwa orang lanjut usia yang
yang tidak mengikuti senam di PSTW mengikuti senam mayoritas belum pernah
Kasongan didapatkan 30 responden dengan mengalami jatuh yaitu sebanyak 8 respon-
umur lebih dari 60 tahun. Langkah yang den (53,3%), sedangkan orang lanjut usia
ditempuh dalam pengambilan sampel yang tidak mengikuti senam mayoritas
penelitian ini adalah simple random pernah mengalami jatuh yaitu sebanyak 10
sampling . Metode pengambilan data responden (66,7%).
186 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Riwayat


Jatuh

Karakteristik SBL Tidak SBL


Responden Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
Umur
60 – 74 9 60% 6 40%
75 – 90 6 40% 7 46,7%
>90 0 0% 2 13,3%
Total 15 100% 15 100%
Jenis Kelamin
Perempuan 8 53,3% 10 66,7%
Laki-laki 7 46,7% 5 33,3%
Total 15 100% 15 100%
Riwayat Jatuh
Ada 7 46,7% 10 66,7%
Tidak 8 53,3% 5 33,3%
Total 15 100% 15 100%

Risiko Jatuh Lansia yang Mengikuti sedang yaitu sebanyak 12 responden


Senam Dengan yang Tidak Mengikuti (80%), sedangkan pada kelompok lansia
Senam yang tidak mengikuti senam mayoritas lansia
Berdasarkan hasil penelitian, risiko memiliki risiko jatuh tinggi yaitu sebanyak 9
jatuh lansia yang mengikuti senam dengan responden (60%).
yang tidak mengikuti senam dapat dilihat Dari hasil penelitian risiko jatuh pada
pada tabel 2. kelompok yang mengikuti senam dan tidak
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada mengikuti senam dilakukan uji beda meng-
kelompok lansia yang mengikuti senam, gunakan Mann Whitney U Test. Hasil dari
mayoritas lansia mengalami risiko jatuh uji beda tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 2. Risiko Jatuh Lansia yang Mengikuti Senam dan Tidak Mengikuti Senam

Risiko Jatuh Lansia


Risiko Jatuh Risiko Jatuh Sedang Risiko Jatuh
Kegiatan Total
Rendah (10 detik <x< 20 Tinggi
Senam
(x ≤ 10 detik) detik) ( ≥ 20 detik )
F % F % F % F %
SBL 3 20 12 80 0 0 15 100
Tidak SBL 0 0 6 40 9 60 15 100

Tabel 3. Hasil uji Mann Whitney U-Test

Variabel Z Asymp. Sig. (2-tailed)


Perbedaan risiko jatuh pada lansia yang
mengikuti senam dengan yang tidak -4.583 .000
mengikuti senam
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 187

Pada tabel 3 menunjukan, hasil uji menyebabkan jatuh adalah program latihan
statistik menggunakan Mann Whitney U fisik (WHO, 2007). Senam merupakan
Test didapatkan hasil nilai p sebesar 0,000. salah satu bentuk latihan fisik yang bisa
Karena nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan dilakukan pada usia lanjut.
Ha diterima, sehingga disimpulkan ada Latihan fisik didefinisikan sebagai
perbedaan risiko jatuh antara lanjut usia sebuah tipe aktivitas fisik yang direnca-
yang mengikuti senam dengan yang tidak nakan, terstruktur dan berupa gerakan tubuh
mengikuti senam. yang berulang-ulang yang dilakukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan satu
Risiko Jatuh Lanjut Usia yang Mengi- atau lebih komponen kebugaran fisik.
kuti Senam dan yang Tidak Mengikuti Komponen kebugaran fisik yang berhu-
Senam Lanjut Usia bungan dengan kesehatan adalah ketahanan
Risiko jatuh (risk for falls) merupakan kardiovaskuler, ketahanan dan kekuatan
diagnosa keperawatan berdasarkan North otot, kelenturan dan komposisi tubuh
American Nursing Diagnosis Association (Whaley et al., 2006).
(NANDA), yang didefinisikan sebagai Program latihan fisik dapat dibedakan
peningkatan kemungkinan terjadi jatuh yang menjadi beberapa jenis berdasarkan tujuan
dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkin- yang ingin dicapai. Program latihan endu-
son, 2005). Resiko jatuh dalam diagnosa rance bertujuan untuk meningkatkan
keperawatan NANDA merupakan masalah kapasitas kardiorespirasi dan kebugaran
keperawatan yang umum yang dapat otot lokal, program latihan resistance
menyebabkan cedera dan biaya perawatan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
yang tinggi. dan program latihan flexibility bertujuan
Jatuh menurut WHO (2007) meru- untuk mengoptimalkan fungsi muskulo-
pakan suatu kondisi dimana seseorang tidak skeletal yang melibatkan rentang gerak dari
sengaja tergeletak di lantai, tanah atau seluruh sendi (Whaley et al., 2006).
tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak Hasil penelitian pada tabel 2 dida-
termasuk orang yang sengaja berpindah patkan bahwa lansia yang mengikuti senam
posisi ketika tidur. Jumlah kejadian jatuh mayoritas memiliki risiko jatuh sedang. Hasil
akan terus meningkat seiring dengan pening- tersebut menunjukkan bahwa lansia masih
katan jumlah lansia di seluruh dunia. Keja- memiliki risiko jatuh sedang meskipun
dian jatuh akan terus meningkat seiring mengikuti senam. Hal tersebut disebabkan
dengan bertambahnya usia seseorang. Hal oleh banyak faktor, salah satunya pada usia
tersebut berhubungan dengan perubahan- lanjut sudah terjadi penurunan fungsi pada
perubahan yang terjadi pada lansia. berbagai sistem tubuh, salah satu sistem yang
Cedera yang diakibatkan karena jatuh berhubungan dengan risiko jatuh adalah
insidensinya semakin meningkat. Penelitian fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf
mendapatkan bahwa insidensi fraktur dan (Miller, 2008). Selain itu, faktor risiko jatuh
cedera spinal cord meningkat 131% dalam sangat kompleks dan diantaranya tidak
tiga dasawarsa terakhir. Jika tindakan dapat dimodifikasi dengan intervensi tertentu
preventif tidak segera dilakukan, maka jatuh (Nieuwenhuizen et al., 2010). Faktor risiko
diperkirakan akan meningkat 100% pada jatuh yang tidak dapat dimodifikasi tersebut
tahun 2030 (Kannus, 2007). Salah satu tidak dilihat dalam penelitian ini.
intervensi yang bisa digunakan untuk mem- Senam dapat memberikan dampak
perbaiki beberapa faktor fisiologis yang yang maksimal bagi yang melakukan jika
188 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192

dilakukan dengan memperhatikan beberapa terhadap kondisi fisik lansia. Lansia akan
prinsip, yaitu FITT. F=frekuensi, latihan mengalami proses menua yang menye-
dapat dilakukan 3-5 kali seminggu. babkan penurunan fungsi secara perlahan-
I=Intensitas, intensitas yang dianjurkan lahan sehingga akan mengalami kejadian
kurang lebih 60-85% dari denyut jantung jatuh. Menurut Steffen (2002) melaporkan
maksimal. Pada umumnya latihan dilakukan bahwa usia young-old mempunyai risiko
sampai berkeringat dan bernapas dalam, prevalensi yang lebih besar dibandingkan
tanpa timbul sesak nafas atau timbul keluhan middle-old dalam memprediksi tes kese-
(seperti nyeri dada, pusing). Denyut jantung imbangan jatuh pada lansia.
maksimal=220-umur (dalam tahun). T=tipe Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
(macam), suatu kombinasi dari latihan kelompok lansia yang mengikuti senam dan
aerobik dan aktivitas kalistenik. Pilihan yang tidak mengikuti senam mayoritas ber-
aktivitas atas dasar selera, keadaan kebu- jenis kelamin perempuan. Dari hasil tersebut
garan, tersedianya fasilitas dan kemampuan. masing-masing mayoritas memiliki risiko
T=time (waktu), waktu yang digunakan jatuh sedang dan tinggi. Hal ini sesuai dengan
untuk latihan 15-60 menit latihan aerobik penelitian yang dilakukan oleh Yusumura dan
terus menerus. Sebelumnya didahului oleh Hasegawa (2009) yang menyebutkan angka
3-5 menit pemanasan dan disusul oleh 3-5 kejadian jatuh di Jepang pada daerah urban
menit pendinginan (Giam dan Teh, 1992). mayoritas terjadi pada perempuan. Chu et
Meskipun lansia di PSTW sudah al. (2007) juga mendapatkan hasil bahwa
melakukan senam secara teratur, peneliti kejadian jatuh pada lanjut usia di komunitas
melihat pelaksanaannya belum sepenuhnya di Hongkong dalam satu tahun lebih banyak
mengikuti resep FITT. Misalnya sebagian terjadi pada perempuan. Scheffer et al.
responden tidak mengikuti senam dengan (2008) mengatakan bahwa prevalensi
gerakan yang benar sesuai yang dicon- kejadian jatuh meningkat sesuai dengan
tohkan. Oleh karena itu, di akhir senam peningkatan umur dan sangat tinggi pada
sebagian tidak berkeringat atau tidak wanita. Banyak studi yang mengindikasikan
mengalami peningkatan pernafasan. bahwa wanita lebih banyak mengalami
Hasil penelitian pada tabel 2 menun- kehidupan jatuh dan memiliki angka
jukkan bahwa pada kelompok yang mengi- mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi
kuti senam SBL terdapat 3 responden daripada pria.
(20%) yang mengalami risiko jatuh rendah. Menurut Muttaqin (2008) osteo-
Hal tersebut disebabkan karena senam porosis tiga kali lebih sering terjadi pada
memberikan manfaat bagi lansia. Risiko jatuh perempuan dibandingkan laki-laki. Perbe-
rendah didapatkan jika dari hasil uji daan ini disebabkan oleh faktor hormon dan
menggunakan instrumen Time Up Go Test rangka tulang pada perempuan lebih kecil.
nilai x < 10 detik, artinya lansia mulai dari Individu yang sangat lemah dan memiliki
duduk kemudian berjalan maju 10 langkah control postural yang buruk cenderung
kemudian kembali ke tempat semula dan lebih peduli pada status keseimbangannya.
duduk memakan waktu kurang dari atau Mereka akan lebih berhati-hati sehingga
sama dengan 10 detik. kemungkinan tidak berada dalam risiko
Jika dilihat usia responden, pada jatuh tinggi. Individu yang sehat, bugar,
kelompok lansia yang mengikuti senam memiliki keseimbangan yang baik, dan dapat
terdapat 9 orang (30%) yang berusia 60- beraktivitas normal cenderung kurang hati-
74 tahun dan usia tentu saja berpengaruh hati, membahayakan diri sendiri dengan
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 189

mencoba melewati batasan kemampuannya yang memiliki risiko jatuh sedang. Banyak
sehingga meningkatkan risiko jatuh faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut,
(Laessose, et al., 2007). antara lain yaitu terdapat sebagian lansia
Menurut Enright (2003), kapasitas masih dalam keadaan sehat untuk mela-
fungsional laki-laki lebih baik dari wanita. kukan aktivitas mandiri akan tetapi masih
Dari analisis bivariat didapatkan jenis malas untuk melakukan senam. Menurut
kelamin berbeda bermakna dimana laki-laki Center for Disease Control and Pre-
mempunyai risiko jatuh yang ringan diban- vention (2008), peran olahraga (aktivitas
dingkan dengan wanita yang mempunyai senam termasuk didalamnya) dalam
risiko jatuh tinggi dari hasil pemeriksaan menurunkan risiko jatuh adalah dengan cara
keseimbangan tubuh. Hasil penelitian pada meningkatkan mobilitas, kekuatan dan
tabel 2, kelompok yang tidak mengikuti SBL keseimbangan tubuh.
(Senam Bugar Lansia) mayoritas mengalami Pada kelompok lansia yang tidak
risiko jatuh tinggi. Risiko jatuh tinggi mengikuti senam mayoritas lansia sering
berdasarkan hasil uji Time Up Go Test mengalami jatuh. Penurunan massa dan
adalah ketika nilai x > 20 detik, yaitu nilai kekuatan otot terutama otot ekstremitas
ketika lansia dari posisi duduk kemudian bawah, penyakit musculoskeletal seperti
berjalan maju 10 langkah kemudian kembali osteoarthritis yang akan menimbulkan nyeri
dan duduk kembali dilakukan dengan dan penurunan range of motion dapat
memakan waktu lebih dari 20 detik. meningkatkan risiko jatuh. Kondisi sakit,
Hasil penelitian menunjukkan, pada panas badan, atau meningkatnya angka
kelompok yang tidak melakukan senam leukosit, limfosit dan hemoglobin yang
terdapat lansia dengan usia 75-90 tahun dan rendah akan meningkatkan risiko jatuh
usia lebih dari 90 tahun. Menurut WHO, (Probosuseno & Suhardo, 2008). Regulasi
28%-35% usia lanjut yang berusia 65 tahun tekanan darah sistemik merupakan kontri-
atau lebih mengalami jatuh setiap tahunnya. butor fisiologik yang penting dalam memper-
Dan persentase tersebut terus meningkat tahankan posisi berdiri. Hipotensi dapat
menjadi 32%-42% ketika usia 70 tahun ke mengakibatkan kegagalan perfusi ke otak,
atas. Kejadian jatuh akan terus meningkat sehingga meningkatkan risiko jatuh (Probo-
seiring dengan peningkatan usia. Selain itu, suseno & Dinisari, 2008).
lansia yang tinggal di tempat perawatan Pada lansia yang tidak mengikuti
jangka panjang akan lebih sering mengalami senam memiliki risiko jatuh yang tinggi,
jatuh dibandingkan dengan usia lanjut yang karena faktor risiko fisiologis yang dapat
tinggal di komunitas (WHO, 2007). dimodifikasi dengan senam tidak menda-
Menurut Siburian (2007) masalah patkan intervensi tersebut. Oleh karena itu
kesehatan yang sering muncul pada orang setelah dilakukan pengukuran, lansia yang
lanjut usia adalah gangguan mobilisasi. tidak melakukan senam memiliki risiko jatuh
Gangguan fisik menyebabkan orang lanjut tinggi. Dampak kejadian jatuh pada usia
usia mengalami imobilisasi (kurang bergerak) lanjut tidak bisa diremehkan. Cedera yang
sehingga lansia mengalami gangguan tulang, diakibatkan oleh jatuh pada usia lanjut dapat
sendi dan otot yang dapat menyebabkan mengakibatkan usia lanjut dirawat di rumah
terjadinya jatuh pada orang lanjut usia . sakit (RS) ataupun harus dibawa ke unit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gawat darurat (UGD). Penelitian dari
pada kelompok lansia yang tidak melakukan Kanada, Australia dan Inggris mendapatkan
senam SBL terdapat 6 responden (40%) 1,6-3 usia lanjut per 10.000 populasi usia
190 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192

lanjut yang berusia 65 tahun harus dibawa mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik
ke rumah sakit karena kejadian jatuh. Di biasanya ditandai dengan gangguan motorik
Australia Barat dan di Inggris kejadian jatuh halus dan motorik kasar, ketidakstabilan
pada usia lanjut menyebabkan 5,5-8,9 usia postural, penurunan reaction time, peru-
lanjut dari 10.000 populasi harus dibawa ke bahan gaya berjalan, pergerakan melambat
UGD (WHO, 2007). (Wilkinson, 2005). Penelitian Shumway-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cook et al., (1997) mendapatkan bahwa
ada perbedaan risiko jatuh pada lansia yang latihan fisik meningkatkan secara signifikan
mengikuti senam dengan yang tidak keseimbangan dan mobilitas fisik lansia jika
mengikuti senam dengan nilai p<0,05. Nilai dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut
Z = -4,583 yang berarti penelitian ini dikarenakan adanya interaksi yang kompleks
memiliki perbedaan negatif yang artinya antara sistem muskuloskeletal dengan sistem
ketika lansia mengikuti senam maka tingkat syaraf.
risiko jatuh pada lansia tersebut akan Faktor risiko jatuh yang lain yang
mengalami penurunan. Hasil tersebut sesuai terdapat pada usia lansia adalah hipotensi
dengan penelitian sebelumnya yang orthostatik. Kondisi tersebut juga dapat
menyatakan bahwa salah satu intervensi diatasi dengan latihan fisik sebagai salah satu
yang bisa digunakan untuk memperbaiki intervensi yang dianjurkan untuk menangani
beberapa faktor fisiologis yang menye- masalah postural hipotensi. Latihan fisik
babkan jatuh adalah program latihan fisik. ringan meningkatkan toleransi orthostatik
WHO menyatakan bahwa aktifitas fisik dengan mengurangi venous pooling dan
moderate yang dilakukan teratur akan meningkatkan volume plasma. Usia lanjut
menyebabkan usia lanjut mendapatkan yang tidak pernah berolahraga mengalami
kesehatan yang baik, menjaga kemandirian postural hipotensi. Hal tersebut disebabkan
dan menurunkan risiko jatuh serta latihan fisik dapat meningkatkan penurunan
dampaknya (WHO, 2007). orthostatik tekanan darah. Latihan fisik
Keseimbangan merupakan suatu dengan posisi supinasi atau duduk (bere-
komponen yang dihasilkan dari eksekusi nang, recumbent biking) sangat disarankan
kontrol postural. Kapasitas keseimbangan (Figueroa et al., 2010).
menurun karena pertambahan usia dan akan Dengan dilakukannya latihan fisik salah
meningkatkan resiko jatuh pada orang lanjut satunya adalah senam lansia, diharapkan
usia (Hong et al., 2000). Penelitian mem- lansia tidak mengalami hipotensi orthostatik
buktikan bahwa dengan melakukan latihan dan risiko jatuh dapat diminimalkan.
fisik akan meningkatkan keseimbangan
seseorang. Latihan fisik itu berupa latihan SIMPULAN DAN SARAN
yang meningkatkan kekuatan otot ataupun Simpulan
latihan spesifik yang lain seperti duduk Dari hasil analisis penelitian ini dapat
kemudian berdiri, berjalan, berbaris. Latihan diambil simpulan bahwa ada perbedaan
fisik ini bisa dilakukan 2 sesi per minggu risiko jatuh pada lansia yang mengikuti
selama 5 minggu bahkan bisa juga dilakukan senam lansia dengan yang tidak mengikuti
4-5 sesi per minggu selama 16 minggu (Rand senam lansia di Panti Sosial Tresna Wredha
et al., 2011). Kasongan, Bantul, Yogyakarta.
Mobilitas merupakan perpindahan fisik Saran
tubuh dengan satu atau lebih ekstrimitas. Diharapkan perawat dapat membe-
Pada usia lanjut sering kali terjadi penurunan rikan dukungan kepada lansia dalam mela-
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 191

kukan senam lansia sesuai jadwal di PSTW Enright. 2003. The Six-Minute Walk Test:
sehingga tidak terjadi risiko jatuh. Kegiatan Effects On Body Composition and
senam lansia diharapkan dapat terus Physical Performance. Journal of
dilakukan dan dapat dijadikan terapi fisik Gerontology, 60 (A): 1437-1447.
dengan lebih terencana dan terprogram Figueroa, J. J., Basford, J. R., Low, P. A.
untuk memelihara kesehatan lansia. Lanjut 2010. Preventing And Treating
usia di PSTW Kasongan Yogyakarta diha- Orthostatic Hypotension: As Easy
rapkan untuk selalu aktif dalam mengikuti as A, B, C. Cleve Clin J Med,
kegiatan Senam Bugar Lansia (SBL) untuk 77(5): 298–306.
mengindari terjadinya jatuh. Giam, C.K. & Teh, K.C. 1992. Ilmu
Kedokteran Olahraga: Pedoman
DAFTAR RUJUKAN Untuk Semua Orang. Bina Rupa
Aksara: Jakarta.
Anne Shumway-Cook, William Gruber,
Margaret Baldwin and Shiquan Hong, Y., Li, J. X., Robinson, P.D. 2000.
Liao. 1997. The Effect of Balance Control, Flexibility, and
Multidimensional Exercises on Cardiorespiratory Fitness Among
Balance Mobility, and Fall Risk in Older Tai Chi Practitioners. British
Community-Dwelling Older Adults. Journal of Sports Medicine,
Physical Therapy, 77 (1): 46-57. 34(1): 29–34.
Badan Pusat Statistik. 2009. Proyeksi Kannus P. 2007. Alarming Rise in The Number
Penduduk 2000–2025, Data and Incidence of Fall-Induced
Statistik Indonesia, (Online), (http:/ Cervical Spine Injuries Among Older
/www.datastatistik-indonesia.com), Adults. Journal of Gerontology:
diakses 10 Juli 2013. Biological Sciences and Medical
Sciences, 62(2):180-183.
Centers for Disease Control and Prevention.
2005. Fact Ssheet – Falls and Hip Kholid, A. 2007. Perubahan-Perubahan
Fractures Among Older Adults, Yang Terjadi Pada Lansia.
(Online), (http://www.cdc.gov/ PUSKOM Ngudi Waluyo,
ncipc/factsheets/falls.htm.), diakses (Online), (http://nwu.ac.id/content/
12 Juli 2013. view/208/), diakses 12 Juli 2013.
Chu, L. W., Chi, I., Chiu, A.Y.Y. 2007. Falls Laessoe, U., Hoeck, H.C., Simonsen, O.,
and Fall-Related Injuries In Sinkjaer, T. & Voigt, M. 2007. Fall
Community-Dwelling Elderly Risk in an Active Elderly Population
Persons In Hongkong: A Study On Can It be Assessed? Journal of
Risk Factors, Functional Decline, Negative Results In Biomedicine,
and Health Services Utilization After 6 (2): 1-11.
Falls. Hongkong Medicine Miller, C. A. 2008. Nursing Care of Older
Journal, 13 (1): 8-12. Adult Theory and Practice .
Darmojo, B. 2009. Teori Proses Menua. Lippincott Williams & Wilkins:
In: H.Hadi Martono dan Kris Philadelphia.
Pranarka (eds): Buku Ajar Boedhi- Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan
Darmojo GERIATRI Edisi 4. Balai Klien Gangguan Sistem Musku-
Penerbit FKUI: Jakarta. lokeletal. EGC: Jakarta.
192 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192

Nieuwenhuizen, et. al. 2010. Assessing The Rand, D., Miller, W. C., Yiu, J., Eng, J. J.
Prevalence of Modifiable Risk 2011. Interventions For Addressing
Factors in Older Patients Visiting an Low Balance Confidence In Older
ED Due to A Fall Using The Adults: A Systematic Review And
CAREFALL Triage Instrument. Meta-Analysis. Age and Ageing,
American Journal of Emergency 40 (3): 297–306.
Medicine, 28 (9): 994-1001. Scheffer, A.C., Schuurmasns, M.J., Dijk,
Presiden RI. 1998. UU RI Nomor 13 Ta- N.V., Hooft, T., Rooj, S.E. 2008.
hun 1998 tentang Kesejahteraan Systematic Review Fear of Falling:
Lansia, (Online), (http://www. Measurement Strategy, Prevalence,
bpkb.go.id/unit/hukum/uu/1998/ Risk Factors and Consequences
13-98.pdf), diakses 15 juli 2013. Among Older Persons. Journal
Probosuseno. 2006. Mengapa Lansia Age and Ageing, 37 (1): 19-24.
Sering Tiba–Tiba Roboh?, Badan Siburian, P. 2007. Empat Belas Masalah
Litbangkas Depkes RI, (Online), Kesehatan Utama pada Lansia,
(http://www.litbang.depkes.go.id/ (Online), (http://waspada.co.id),
aktual/kliping/lansia280506.htm), diakses 18 setember 2013.
diakses 9 september 2013. Steffen, T.M., Hacker, T.A. 2002. Age and
Probosuseno. 2007. Mengatasi Isolasi Gender-Related Test Performance
pada Lansia, (Online), (http://medi in Communit-Dwelling Elderly
calzone.org/fuldfk/viewtopic. People. Six-Minute Walk Test,
php?t=36 86&start=0&postdays= Berg Balance Scale, Timed Up &
0&postorder=asc&highlight) Go Test and Gaid Speeds, 82:
diakses 9 september 2013. 128-137.
Probosuseno & Dinisari, A. 2008. Faktor Yusumura, S., Hasegawa, S. 2009. Inci-
Risiko Terjadinya Roboh Dengan dence of Falls Among The Elderly
Panapis Timed Up and Go Test and Preventive Efforts in Japan.
Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Japan Medicine Association
Tresna Wredha Abiyoso Pakem Journal, 52 (4): 231–236.
Sleman Yogyakarta, in Martono, Whaley, M. H., Brubaker, P. H., Otto, R.
H., Hirlan, Gasem, M.H., Rahayu, M. 2006. ACSM’s Guidelines For
R.A. & Murti, Y. (eds.). Naskah Exercise Testing and Prescription.
lengkap temu ilmiah geriatri 7th ed. Lippincott William & Wilkins:
Semarang 2008. Badan Penerbit Philadelphia.
Universitas Diponegoro: Semarang.
WHO. 2007. WHO Global Report on
Probosuseno & Suhardo, M. 2008. Falls Prevention in Older Age.
Menangani Mudah Roboh/Jatuh WHO: Geneva, Swiss.
Pada Usia Lanjut. Yayasan
Wilkinson, J. M. 2005. Prentice Hall
Sayang Anak dan Lansia Indonesia
Nursing Diagnosis Handbook
Cahaya Hati bekerjasama dengan
with NIC Intervention and NOC
PGTKI Bina Insan Mulia Press
outcomes. Prentice Hall: New
Yogyakarta: Temanggung.
Jersey.
PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT
TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI

Suratini
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: anisa_tini@yahoo.com

Abstract: The purpose of this quasi experimental study with one group
pre-post design was to investigate the effect of progressive relaxation
of hypertensive levels in elderly with hypertension in Nogotirto, Gamping,
Sleman, Yogyakarta. The research was conducted in April-May 2013.
The number of respondent was as many as 12 people. Data analysis
using Wilcoxon test pair match revealed that there were difference of
systolic and diastole blood pressure levels before and after progressive
relaxation. There is the effect of progressive relaxation on systolic and
diastole blood pressure level. The elderly and families were recommended
to perform progressive relaxation in order to lower blood pressure in the
elderly independently at home.

Keywords: relaxation progressive, hypertension elderly

Abstrak: Penelitian quasi experimental dengan rancangan one group


pre-post test ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi progresif
terhadap tingkat hipertensi pada lansia dengan hipertensi di desa
Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April-Mei 2013. Jumlah responden dalam penelitian adalah sebanyak
12 orang. Analisis data dengan Wilcoxon match pair test menunjukkan
ada perbedaan tingkat tekanan darah sistole dan diastole sebelum dan
sesudah dilakukan relaksasi progresif (p=0,017 dan p=0,001; α =0,05).
Ada pengaruh pemberian relaksasi progresif terhadap tingkat tekanan
darah sistole dan diastole. Lansia dan keluarga disarankan agar melakukan
relaksasi progresif untuk menurunkan tekanan darah pada lansia secara
mandiri di rumah.

Kata kunci: relaksasi progresif, lansia hipertensi


194 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

PENDAHULUAN penelitian Zavitsanou dan Babatsikou


Watson (2003) menggambarkan jum- (2010) bahwa hipertensi lebih banyak terjadi
lah lanjut usia yang semakin meningkat akan pada lanjut usia, dengan angka kejadian di
menimbulkan dampak munculnya berbagai Amerika 53% dan di Eropa 72%. Selain
masalah. Lanjut usia akan mengalami faktor usia juga ada beberapa faktor resiko
penurunan fungsi tubuh akibat perubahan lain seperti kegemukan, gaya hidup, psiko-
fisik, psikososial, kultural, spiritual. Peru- logi dan kurang aktivitas.
bahan fisik akan mempengaruhi berbagai Lanjut usia hipertensi sebagai populasi
sistem tubuh salah satunya adalah sistem yang rentan seharusnya diberikan perhatian,
kardiovaskuler. Masalah kesehatan yang mengingat kelompok lanjut usia memiliki
sering terjadi pada sistem kardiovaskuler pengalaman luas, kearifan dan pengetahuan
yang merupakan proses degeneratif, dianta- yang dapat dimanfaatkan untuk pemba-
ranya yaitu penyakit hipertensi. ngunan. Upaya pembinaan terutama ditu-
Penyakit hipertensi merupakan suatu jukan pada peningkatan kesehatan dan
keadaan yang ditandai dengan tekanan kemampuan untuk mandiri agar selama
sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya mungkin tetap produktif dalam pemba-
menetap atau kurang dari 90 mmHg. Selain ngunan. Berdasarkan undang-undang nomor
proses penuaan, hipertensi pada lansia dipe- 23 tahun 1992 pasal 19 tentang kesehatan
ngaruhi oleh gaya hidup seperti merokok, menetapkan bahwa kesehatan lanjut usia dia-
obesitas, alkohol, inaktifitas fisik dan stres rahkan untuk memelihara dan meningkatkan
psikososial serta pola makan (Anderson & kesehatan dan kemampuannya agar tetap
Mc. Farlane, 2007). Menurut Black dan sehat dan produktif.
Hawks (2009), penggunaan rokok, ma- Menghadapi tantangan di masa yang
kanan, alkohol, dan stresor yang berulang akan datang, pembinaan kesehatan pada
termasuk faktor risiko terjadinya hipertensi. lanjut usia memerlukan penanganan yang
Lanjut usia dengan hipertensi, bila tidak lebih serius karena tejadinya perubahan
menjalankan pola hidup yang sehat akan demografi, pergeseran pola penyakit dan
berisiko terserang stroke. meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia,
Prevalensi hipertensi meningkat di sementara jumlah dan kualitas petugas
banyak negara sejalan dengan perubahan kesehatan dalam pengelolaan pelayanan
gaya hidup seperti merokok, obesitas, inak- kesehatan lanjut usia di tingkat pelayanan
tifitas fisik dan stres psikososial (Anderson, dasar maupun rujukan saat ini belum sesuai
2007). Menurut Anderson dan Mc Farlane standar. Rasio tenaga kesehatan dengan
(2007), diAmerika tahun 1994 penyakit fisik penderita yaitu 1:6. Riset Kesehatan Dasar
kronik pada populasi lansia menduduki urut- tahun 2007 (Kemenkes RI, 2011) meng-
an teratas, salah satunya adalah hipertensi. identifikasi bahwa telah terjadi pergeseran
Hipertensi telah menjadi masalah utama penyebab kematian, dari penyakit menular
kesehatan masyarakat di Indonesia maupun ke penyakit tidak menular (PTM) dimana
di beberapa negara di dunia. penyakit tidak menular sebagai penyumbang
WHO (2002) menyatakan jumlah terbesar kematian sebanyak 59,5%.
penderita hipertensi dunia berkisar 600 juta Pengendalian PTM menjadi salah satu prio-
dan angka kematian tiap tahun diperkirakan ritas pembangunan kesehatan. Penyeleng-
mencapai 7,14 juta jiwa terjadi pada kelom- garaan program kesehatan lanjut usia dengan
pok usia lebih dari 60 tahun dengan jenis PTM dilakukan sebagai bagian dari upaya
kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil kesehatan dasar yang didukung oleh peran
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 195

serta aktif masyarakat melalui kegiatan Pos miokard, koma asidosis, metastasis kanker
Pembinaan Terpadu (posbindu). dan lain sebagainya (Darmojo & Martono,
Hipertensi lebih banyak terjadi pada 1999).
lanjut usia, hal ini disebabkan karena proses Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
penuaan maka terjadi perubahan sistem tidak seluruhnya sama dengan hipertensi
kardiovaskuler baik secara struktural mau- pada usia dewasa. Pada lansia aspek diag-
pun fisiologi. Selain itu juga dipengaruhi oleh nosis selain diarahkan ke hipertensi dan
gaya hidup dan pola makan lanjut usia komplikasinya, juga diarahkan pada penge-
(Lueckenotte, 2000). Survei penyakit jan- nalan berbagai penyakit yang juga diderita
tung pada lanjut usia yang dilaksanakan oleh lansia karena berhubungan erat dengan
Boedhi Darmojo tahun 2007 menemukan penatalaksanaan secara keseluruhan
prevalensi tanpa atau dengan tanda penyakit (Darmojo & Martono, 1999). Sekitar 60%
jantung hipertensi sebesar 33,3% yaitu 81 hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi
orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas sistolik terisolasi dimana terdapat kenaikan
(Arifin, 2009). Dari kasus tadi ternyata tekanan darah sistolik disertai penurunan
68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik tekanan darah diastolik, yang selisih tekanan
95/104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang ini terbukti sebagai penyebab tingginya
(diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5% angka kematian dan kesakitan (Ali, 2009).
dengan hipertensi berat (diastolik sama atau Selisih dari tekanan darah sistolik dan
lebih dari 130 mmHg). tekanan darah diastolik yang disebut tekanan
Pada sebagian besar penderita, hiper- nadi, terbukti sebagai penyebab tingginya
tensi tidak menimbulkan gejala, meskipun angka kematian dan kesakitan (Lueckenotte,
beberapa gejala terjadi bersamaan dan di- 2000). Sedangkan peningkatan tekanan
percaya berhubungan dengan tekanan darah darah sistolik disebabkan terutama karena
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala kekakuan arteri (Arifin, 2009).
yang dimaksud adalah sakit kepala, perda- Hipertensi pada lanjut usia, disebut
rahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan sebagai silent killer karena umumnya pen-
dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik derita tidak merasakan gejala saat tekanan
pada penderita hipertensi maupun pada darah meningkat. Menurut Attamimi (2003)
seseorang dengan tekanan darah yang nor- ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU
mal. Jika hipertensinya berat atau menahun Kraton Pekalongan menyatakan hipertensi
dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti atau penyakit darah tinggi merupakan pe-
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nyebab terbesar dari penyakit jantung. Pen-
nafas, gelisah, dan pandangan menjadi kabur derita hipertensi 75% akan berujung pada
yang terjadi karena adanya kerusakan pada penyakit jantung dan baru tersadari pada
otak, mata, jantung dan ginjal (Ali, 2009). lanjut usia, ketika jantung telah ’lelah’
Manusia secara progresif akan kehi- bekerja untuk memompa darah dengan te-
langan daya tahan terhadap infeksi dan akan kanan yang berat (Attamimi, 2003). Seba-
menumpuk makin banyak gangguan meta- gian masyarakat tidak menaruh perhatian
bolik dan struktural yang disebut sebagai terhadap penyakit hipertensi, dan kadang
penyakit degeneratif seperti hipertensi, dianggap sepele. Masyarakat tidak menya-
aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker dari jika penyakit ini menjadi berbahaya dan
yang akan menyebabkan seseorang meng- mengakibatkan berbagai kelainan yang lebih
hadapi akhir hidup dengan episode terminal fatal misalnya kelainan pembuluh darah,
yang memprihatinkan seperti stroke, infark jantung dan gangguan ginjal, bahkan
196 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

pecahnya pembuluh darah kapiler di otak dan mekanisme koping maladaptif. Hasil
atau stroke (Arifin, 2009). pelaksanaan manajemen stres melalui
Upaya yang dilakukan lansia untuk proses kelompok menunjukkan peningkatan
mengatasi masalah hipertensi adalah dengan pengetahuan dan sikap keluarga dalam
memeriksakan tekanan darah secara rutin merawat lansia gastritis, serta terjadi peru-
kepada petugas kesehatan, meminum obat bahan perilaku positif pada lansia yaitu
hipertensi dari dokter. Penggunaan obat- menurunnya pola makan tidak teratur,
obatan hipertensi menjadi solusi yang paling kebiasaan konsumsi makanan pedas dan
handal dalam menanggulangi masalah asam, serta konsumsi obat anti nyeri. Hasil
hipertensi pada lanjut usia. Sedangkan faktor pelaksanaan asuhan keperawatan pada 10
risiko hipertensi pada lansia disebabkan keluarga lansia gastritis menunjukkan bahwa
karena menanggung beban dan masalah kombinasi terapi modifikasi perilaku dan
dalam keluarga sehingga penanganan hiper- manajemen stres efektif dalam mencegah
tensi seharusnya tidak hanya tergantung kekambuhan gastritis.
pada obat dari dokter melainkan pena- Berdasarkan hasil penelitian yang
nganan/manajemen stres yang dilakukan dilakukan oleh Asminarsih (2010), peneliti
lansia. tertarik untuk meneliti pengaruh relaksasi
Menurut Hidayat (2006) terdapat tiga progresif terhadap tingkat hipertensi pada
tehnik untuk memodifikasi nyeri yaitu lansia dengan hipertensi. Tujuan penelitian
dengan tehnik latihan pengalihan, tehnik adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi
relaksasi dan stimulasi kulit. Latihan-latihan progresif terhadap tingkat hipertensi pada
ini dirancang untuk membuat seseorang yang lansia dengan hipertensi di desa Nogotirto,
cemas, stres menjadi rileks. Latihan ini dapat Gamping, Sleman, Yogyakarta.
mengurangi nyeri secara efektif dengan cara
melawan komponen stres. Strategi relaksasi METODE PENELITIAN
termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot Penelitian ini merupakan pre ekspe-
progresif dan pengobatan (Stanley, 2007). rimen dengan rancangan one group pretest
Menurut Poter dan Perry (2005) post test yaitu rancangan yang tidak memi-
relaksasi yang efektif memerlukan pertisipasi liki kelompok kontrol atau pembanding,
dan kerjasama individu. Tehnik ini dapat tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi
dilakukan dengan tidur atau duduk. Relak- pertama (pretest) yang memungkinkan
sasi dengan atau tanpa tehnik imajinasi menguji perubahan-perubahan yang terjadi
menghilangkan nyeri kepala, nyeri persa- setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo,
linan, antisipasi rangkaian nyeri akut dan 2012). Desain penelitian ini digunakan untuk
nyeri kronik dan stres. Latihan relaksasi pro- mengetahui pengaruh relaksasi progresif
gresif meliputi kombinasi latihan pernafasan terhadap tingkat tekanan darah pada lanjut
yang terkontrol dan rangkaian kontraksi usia dengan cara mengukur tekanan darah
serta relaksasi kelompok otot. sebelum dilakukan relaksasi progresif dan
Asminarsih (2010) melakukan inter- sesudah dilakukan relaksasi progresif.
vensi pencegahan kekambuhan pada lansia Sampel dalam penelitian ini adalah lan-
yang mengalami gastritis di kelurahan Ratu sia dengan hipertensi yang berobat ke Pus-
Jaya dengan terapi modifikasi perilaku dan kesmas atau Posbindu pada tingkat RW di
manajemen stres didapatkan manajemen area tempat tinggal sampel. Tehnik peng-
stres efektif dalam menurunkan tingkat nyeri, ambilan sampel dalam penelitian ini meng-
frekuensi kekambuhan gastritis, tingkat stres, gunakan random sampling (acak
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 197

sederhana) dengan jumlah sampel 12 orang tingkat hipertensi pada lansia. Dan jika nilai
lansia. p lebih besar dari nilai taraf signifikan maka
Instrumen yang dipakai untuk pengum- Ha ditolak dan Ho diterima artinya tidak ada
pulan data dalam penelitian ini adalah pengaruh relaksasi progresif terhadap tingkat
spigmomanometer ABN yang telah hipertensi pada lansia.
dilakukan kalibarasi sebelum dilakukan
pemakaian, lembar pemeriksaan tekanan HASIL DAN PEMBAHASAN
darah yang berisi identitas responden, nama, Penelitian ini dilakukan di dusun Ka-
alamat, umur, jenis kelamin, tekanan darah rang Tengah, Nogotirto, Gamping, Sleman.
sebelum dilakukan relaksasi progresif dan Dusun ini terdiri atas dua Rukun Warga
sesudah dilakukan relaksasi progresif. (RW) yang penduduknya mayoritas lanjut
Instrumen berikutnya adalah matras, karpet, usia. Kegiatan lanjut usia selama ini berupa
pakaian olahraga atau senam bagi lanjut usia pengajian rutin, senam lansia setiap hari
dan ruangan yang luas serta nyaman untuk Jumat dan melakukan kegiatan Posbindu
melakukan relaksasi progresif, pengeras atau Posyandu Lansia bersamaan dengan
suara untuk memimpin jalannya relaksasi posyandu balita karena kader yang mena-
progresif pada lanjut usia, serta booklet ngani adalah orang yang sama. Lansia memi-
panduan relaksasi progresif pada lanjut usia. liki kemampuan cukup tinggi untuk mela-
Metode pengumpulan data adalah kukan pemeriksaaan kesehatan, terlihat dari
dengan cara lansia berkumpul di suatu hasil rekapitulasi kehadiran lansia hampir
ruangan atau tempat yang telah disepakati 75%. Hasil penelitian dapat dilihat pada
yaitu di rumah kepala dusun Karang Tengah tabel berikut ini.
di ruang tengah yang cukup lebar dan luas
untuk aktivitas relaksasi progresif. Ada Tabel 1. Karakteristik Lansia Hiper-
asisten peneliti yang telah diberi pelatihan tensi di Nogotirto, Gamping,
sebelumnya, yang membantu memandu Sleman, Yogyakarta
lansia untuk melakukan relaksasi progresif,
Karakteristik
yaitu 1 asisten peneliti untuk setiap 3 lansia. Frekuensi Persentase
Responden
Sebelum penelitian, lansia diberikan sosi- Jenis Kelamin
alisasi dan kontrak waktu untuk melakukan Perempuan 7 58 %
kegiatan penelitian setiap sore hari jam 16.00 Laki-laki 5 42 %
WIB secara bersamaan sebanyak 12 orang Usia
dalam kurun waktu 5 hari selama 50-60 50 - 60 tahun 5 42 %
menit setiap kali melakukan kegiatan. Sebe- 61 - 70 tahun 5 42 %
lum melakukan relaksasi progresif dan sesu- >71 tahun 2 8%
dah melakukan relaksasi progresif dilakukan Jumlah 12 100%
pemeriksaan tekanan darah dengan meng-
gunakan spigmomanometer dan orang yang Berdasarkan data pada tabel 1 dida-
sama dengan posisi tidur. patkan bahwa lansia yang mengalami
Data diolah menggunakan teknik hipertensi mayoritas perempuan yaitu 7
Wilcoxon Match Pairs Test. Penelitian ini orang (58%). Lansia yang mengalami hiper-
menggunakan taraf signifikan 0,05. Apabila tensi di rentang usia 50-60 tahun sebanyak
nilai p lebih kecil dari nilai taraf signifikan 5 orang (42%), usia 61-70 tahun sebanyak
maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya 5 orang (42%), dan usia lebih dari 70 tahun
ada pengaruh relaksasi progresif terhadap sebanyak 2 orang (8%).
198 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

Tabel 2. Perbedaan Mean Tekanan Da- Rata-rata tekanan darah diastole sebe-
rah Sistole Sebelum dan Sesu- lum dilakukan intervensi dengan relaksasi
dah Dilakukan Relaksasi Pro- progresif adalah 95 mmHg dengan standar
gresif pada Lansia deviasi 0,52 dan setelah dilakukan intervensi
Tekanan dengan relaksasi progresif adalah 82,5
Darah Mean SD N p value mmHg dengan standar deviasi 0,51. Hasil
Sistole analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh
Sebelum 175 1,138 12 0,000 relaksasi progresif dengan tekanan darah
Intervensi mmHg diastole pada lansia.
Sesudah 141,41 0,45 12 Hasil analisis terhadap perbedaan
Intervensi mmHg
tekanan darah sistole sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi progresif dapat dilihat
Rata-rata tekanan darah sistole setelah
pada tabel 4.
dilakukan intervensi adalah 175 mmHg
Hasil analisis data pada tabel 4 dida-
dengan standar deviasi 1,138. Rata-rata
patkan rata-rata tekanan darah sistolik sete-
tekanan darah sistole sesudah dilakukan
lah dilakukan intervensi dengan relaksasi
intervensi dengan relaksasi progresif adalah
progresif pada hari kelima adalah 141,41
141,41 mmHg dengan standar deviasi 0,45.
mmHg dengan standar deviasi 0,51. Hasil
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
uji statistik didapatkan nilai p value 0,017
pengaruh relaksasi progresif terhadap te-
maka dapat disimpulkan, secara bermakna
kanan darah sistole pada lanjut usia di dusun
ada penurunan tekanan darah sistolik sesu-
Karang Tengah, Nogotirto, Gamping,
dah latihan relaksasi progresif. Rata-rata
Sleman, Yogyakarta.
tekanan darah diastolik kelompok perlakuan
Perbedaan mean tekanan darah dias-
setelah dilakukan relaksasi progresif pada
tole sebelum dan sesudah dilakukan perla-
hari keenam adalah 82,5 mmHg. Hasil uji
kuan dapat dilihat pada tabel berikut.
statistik didapatkan nilai p value 0,001
Tabel 3. Perbedaan Mean Tekanan Da- dapat disimpulkan, secara bermakna ada
rah Diastole Sebelum dan penurunan darah diastolik sesudah dilakukan
Sesudah Dilakukan Relaksasi latihan relaksasi progresif.
Progresif pada Lansia Responden dalam penelitian ini adalah
klien yang menderita hipertensi primer
Tekanan
darah Mean SD N p value
dengan usia 50-75 tahun. Usia tersebut
Diastole sudah termasuk usia lanjut usia menurut
Sebelum 95 0,52 12 0,092 WHO. Hasil penelitian ini sejalan dengan
intervensi mmHg teori yang mengatakan bahwa tekanan
Sesudah 82,5 0,51 12 darah pada lanjut usia, seiring dengan
Intervensi mmHg pertambahan umur maka tekanan darah

Tabel 4. Perbedaan Tekanan Darah Sistole dan Diastole Setelah Dilakukan


Relaksasi Progresif

Variabel
Kelompok Rata-rata SD T p value
Tekanan darah
Sistolik Perlakuan 141,41 mmHg 0,51 2,08 0,017
Diastolik Perlakuan 82,5 mmHg 0,73 4,69 0,001
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 199

sistoliknya meningkat sehubungan dengan fisiologi sistem kardiovaskuler. Proses


penurunan elastisitas pembuluh darah (Perry penuaan mempengaruhi kemampuan jantung
& Potter, 2005; LeMone & Burke, 2008). dan vaskuler dalam memompa darah
Kaplan (2009) mengatakan bahwa angka menjadi kurang efisien.
kejadian hipertensi meningkat pada usia 65 Katup jantung menjadi lebih tebal dan
tahun keatas dan menurun pada usia 30 kaku, elastisitas pembuluh darah mengalami
tahun kebawah. penurunan. Timbunan lemak dan kalsium
LeMone & Burke (2008) mengatakan meningkat sehingga mempermudah terja-
bahwa hipertensi primer mempengaruhi usia dinya hipertensi. Hal ini diperkuat hasil
pertengahan dan dewasa tua. Umur mem- penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa
pengaruhi baroreceptor dalam pengaturan sebagian besar (75%) responden berusia
tekanan darah. Arteri menjadi kurang antara 50-59 tahun. Mayoritas responden
compiant sehingga tekanan dalam pembuluh penelitian berjenis kelamin perempuan
darah meningkat. Keadaaan ini yang paling (58%). Hal ini berbeda dengan teori yang
sering meningkatkan tekanan sistolik yang mengatakan bahwa kejadian hipertensi lebih
berhubungan dengan umur. tinggi pada laki-laki daripada wanita sampai
Hasil penelitian ini didukung oleh pe- 55 tahun. Menurut Black & Hawk (2005)
nelitian Sigarlaki (2006) tentang karakteristik antara usia 55-74 tahun berisiko hampir
dan faktor yang berhubungan dengan hiper- sama, setelah usia 74 tahun wanita lebih be-
tensi di desa Bocor Kebumen. Hasilnya di- sar risikonya.
peroleh penderita hipertensi usia 20-40 tahun Kaplan (2009) mengatakan bahwa
sebanyak 10 orang (9,8%), usia 41-55 tahun perempuan mempunyai toleransi yang lebih
sebanyak 25 orang ( 24,62%), usia 56-77 baik daripada laki-laki terhadap hipertensi.
tahun sebanyak 57 orang (55,88%) dan usia Secara klinis tidak ada perbedaan signifikan
lebih dari 77 tahun sebanyak 10 orang antara tekanan darah pada laki-laki dan
(9,80%). Kesimpulannya ada hubungan perempuan. Setelah pubertas, pria cende-
antara usia dengan tekanan darah tinggi. rung memiliki tekanan darah yang lebih
Penelitian yang berbeda dilakukan oleh tinggi, dan wanita setelah menopause cende-
Pecckermen dkk (2001) tentang efek umur rung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dan jenis kelamin terhadap sensitifitas reflek daripada usia tersebut ( Perry & potter,
baroreceptor klien hipertensi. Hal ini ke- 2005).
mungkinan karena rentang umur yang berva- Angka kejadian hipertensi pada pe-
riasi dari responden sehingga perubahan rempuan didukung oleh penelitian yang
pada struktur jantung dan pembuluh darah dilakukan oleh Sigarlaki (2006) tentang
berbeda-beda akibat proses penuaan se- karakteristik faktor yang berhubungan de-
hingga dapat mempengaruhi tekanan darah. ngan hipertensi di desa Bocor Kebumen.
Hasilnya usia tidak mempunyai efek yang Hasilnya diperoleh bahwa lebih dari separuh
signifikan untuk mempengaruhi reflek (55,77%) berjenis kelamin perempuan dan
tekanan darah dimana penurunan sensitifitas hampir separuhnya (44,12%) responden
baroreceptor arteri mungkin lebih spesifik berjenis kelamin pria. Kesimpulannya adalah
pada klien hipertensi laki-laki dibandingkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan
dengan perempuan. Semakin bertambahnya tekanan darah tinggi.
usia maka akan semakin tinggi pula tekanan Survei yang dilakukan oleh August
darah seseorang, hal ini berkaitan dengan (1998) dalam NHNES III (Third National
terjadinya perubahan struktur anatomi dan Health and Nutrition Examination
200 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

Survey) berbeda dengan penelitian Sigar- 141,41 mmHg dengan standar deviasi 0,51.
laki. Hasilnya dilaporkan bahwa secara Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,017
umum dari semua etnis ada perbedaan maka dapat disimpulkan bahwa secara
tekanan darah arterial pada laki-laki diban- bermakna ada penurunan tekanan darah
dingkan dengan perempuan. Laki-laki sistolik sesudah latihan relaksasi progresif.
mempunyai tekanan darah arterial sistolik Rata-rata tekanan darah diastolik kelompok
dan diastolik lebih tinggi. Community perlakuan setelah dilakukan relaksasi
Hypertension Evaluation Clinic Program progresif pada hari keenam adalah 82,5
juga melaporkan bahwa tekanan darah mmHg. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
diastolik arterial laki-laki lebih tinggi daripada p 0,001, dapat disimpulkan bahwa secara
perempuan di semua umur sedangkan bermakna ada penurunan tekanan darah
tekanan darah sistolik arterial rata-rata pada diastolik sesudah dilakukan latihan relaksasi
laki-laki lebih tinggi sampai usia 60 tahun progresif.
pada kulit hitam dan sampai usia 65 tahun Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
pada kulit putih. yang mengatakan bahwa relaksasi progresif
Berdasarkan hasil penelitian dan teori, merupakan metode untuk membantu menu-
peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin runkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi
mempengaruhi tekanan darah. Hal ini rileks. Relaksasi progresif bertujuan menu-
disebabkan karena perempuan pada usia runkan kecemasan, stres, otot tegang dan
pertengahan sudah memasuki masa me- kesulitan tidur. Pada saat tubuh dan pikiran
nopause dimana terjadi penurunan hormon rileks, secara otomatis ketegangan yang
esterogen. Penurunan hormon esterogen seringkali membuat otot-otot mengencang
berdampak terhadap peningkatan aktivasi diabaikan (Ramdhani, 2009).
dari sistem renin angiotensin dan sistem saraf Smeltzer dan Bare (2002) mengatakan
simpatik. Adanya aktivasi dari kedua hor- tujuan latihan relaksasi adalah untuk meng-
mon ini akan menyebabkan perubahan hasilkan respon yang dapat memerangi
dalam mengatur vasokontriksi dan vasodi- respon stres, sedangkan Perry dan Potter
latasi pembuluh darah sehingga tekanan (2005) mengatakan relaksasi bertujuan
darah meningkat, hal ini terjadi pada menurunkan aktifitas sistem syaraf simpatis,
perempuan yang usianya lebih dari 55 tahun. meningkatkan aktifitas syaraf parasimpatis,
Hasil penelitian ini 52% perempuan dan 48 menurunkan metabolisme, menurunkan
% laki-laki. tekanan darah dan denyut nadi, serta menu-
Hal ini didukung oleh hasil penelitian runkan konsumsi oksigen. Pada saat kondisi
Perry & Potter (2005) yang mengatakan rileks tercapai maka aksi hipotalamus akan
bahwa wanita setelah menopause cenderung menyesuaikan dan terjadi penurunan ak-
memiliki tekanan darah yang lebih baik dari- tivitas sistem syaraf simpatis dan para-
pada pria pada usia tersebut. Pada penelitian simpatis. Urutan efek fisiologis dan gejala
ini jumlah responden perempuan 50%, hal ini maupun tandanya akan terputus dan stres
senada dengan hasil penelitian Black & Hawk psikologis akan berkurang. Tehnik relaksasi
(2005) yang menyatakan bahwa sampai usia yang bisa digunakan adalah relaksasi otot,
55 tahun angka kejadian hipertensi pada laki- relaksasi dengan imajinasi terbimbing dan
laki lebih tinggi daripada perempuan. respon relaksasi dari Benson (Smeltzer &
Rata-rata tekanan darah sistolik Bare, 2002).
setelah dilakukan intervensi dengan Menurut Bluerufi (2009) dasar pemi-
relaksasi progresif pada hari kelima adalah kiran metode latihan relaksasi adalah di
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 201

dalam sistem syaraf pusat dan syaraf Penelitian yang bertolak belakang
otonom, dimana fungsi sistem syaraf pusat adalah penelitian yang membandingkan
adalah mengendalikan gerakan yang antara meditasi transedental dan otot pro-
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, gresif dengan program pendidikan modi-
leher dan jari-jari. Sistem syaraf otonom fikasi gaya hidup dalam penurunan stres
berfungsi mengendalikan gerakan yang pada hipertensi sedang yang dilakukan oleh
otomatis misalnya fungsi digestif dan Scneider dkk (1995). Hasil penelitian
kardiovaskuler. Sistem syaraf otonom terdiri menyatakan bahwa relaksasi progresif dapat
dari dua subsistem yang kerjanya saling menurunkan tekanan darah sistolik sebesar
berlawanan yaitu syaraf simpatis dan syaraf 4,7 mmHg namun tidak bermakna
parasimpatis. (pv=0,054), sedangkan tekanan darah
Syaraf simpatis bekerja meningkatkan diastolik menurun sebesar 3,3 mmHg dan
rangsangan atau memacu organ-organ bermakna (pv=0,02), sedangkan meditasi
tubuh, memacu meningkatkan denyut jantung transedental dapat menurunkan tekanan
dan pernafasan serta menimbulkan penyem- darah sistolik 10,7 mmHg (pv<0,0003) dan
pitan pembuluh darah perifer dan daya tahan tekanan darah diastolik 6,4 mmHg
kulit serta akan menghambat proses digestif (pv=0,0005).
dan seksual. Syaraf parasimpatis bekerja Hasil penelitian Charles dkk (1996)
menstimulasi naiknya semua fungsi yang juga bertolak belakang tentang upaya menu-
diturunkan oleh sistem syaraf simpatis. Pada runkan stres dengan membandingkan medi-
waktu orang mengalami ketegangan dan tasi transendetal dan relaksasi progresif
kecemasan yang bekerja adalah sistem pada klien hipertensi etnis Amerika Afrika,
syaraf simpatis sehingga denyut jantung, hasil penelitian menyatakan bahwa latihan
tekanan darah, jumlah pernafasan, aliran relaksasi otot progresif pada responden laki-
darah ke otot dan dilatasi pupil sering laki hanya dapat menurunkan tekanan darah
meningkat. Pada kondisi stres yang terus diastolik secara bermakna sebesar 6,2
menerus mungkin muncul efek negatif mmHg (pv<0,01) sedangkan pada respon-
terhadap kesehatan seperti tekanan darah den perempuan latihan relaksasi otot pro-
tinggi, kolesterol tinggi, distres gastro- gresif tidak dapat menurunkan tekanan
intestinal dan melemakan sistem imun darah.
(Bluerufi, 2009). Dari hasil penelitian dan teori di atas,
Relaksasi mungkin memberikan peneliti berpendapat bahwa ketika melaku-
aktivitas yang berlawanan. Beberapa kan latihan tehnik relaksasi progresif dengan
perubahan akibat tehnik relaksasi adalah keadaan tenang, rileks dan konsetrasi penuh
menurunkan tekanan darah, menurunkan terhadap tegangan dan rileks otot yang dilatih
frekuensi jantung, mengurangi disritmia selama 15 menit, sekresi CRH (Corti-
jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan cotropin Reasing Hormone) dan ACTH
konsumsi oksigen, mengurangi ketegangan (Adrenocorticotropic Hormone) di hipo-
otot, menurunkan laju metabolik, mening- talamus menurun. Penurunan sekresi
katkan gelombang alfa otak yang terjadi hormon ini menyebabkan aktifitas kerja
ketika klien sadar, tidak memfokuskan syaraf simpatik menurun, sehingga penge-
perhatian dan rileks, meningkatkan luaran adrenalin dan noradrenalin berkurang.
kebugaran, meningkatkan konsentrasi dan Penurunan adrenalin dan noradrenalin
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi mengakibatkan terjadi penurunan denyut
stresor (Perry & Potter, 2005). jantung, pembuluh darah melebar, tahanan
202 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

pembuluh darah berkurang dan penurunan antara relaksasi progresif terhadap tingkat
pompa jantung sehingga tekanan darah tekanan darah sistole dan diastole pada
arterial jantung menurun. lanjut usia dengan nilai p=0,017 dan
Penelitian ini sesuai dengan penelitian p=0,001 (α =0,05).
yang dilakuan oleh Schiener dkk (1995) Saran
dan Charless dkk (1996). Schiener dkk Keluarga lanjut usia dan lansia hen-
(1995) menggunakan responden dengan daknya menerapkan relaksasi progresif
tekanan diastolik antara 90 sampai dengan dalam kesehariannya sehingga dapat menu-
109 MmHg dan tekanan darah sistolik ku- runkan tekanan darah sistole dan diastole
rang atau sama dengan 189 mmHg. Se- pada lansia tanpa menggunakan obat-
dangkan Charless dkk (1996) menggu- obatan yang dapat memiliki efek samping
nakan responden dengan tekanan diastolik yang tidak baik dalam tubuh lansia.
antara 90 sampai dengan 104 mmHg Puskesmas hendaknya menerapkan
dengan tekanan darah sistolik kurang atau dan mengajarkan relaksasi progresif pada
sama dengan 179 mmHg. Tekanan darah lansia ketika melakukan kunjungan rumah
diastolik ini masih dalam rentang hipertensi sebagai salah satu solusi/intervensi dalam
sedang, sedangkan tekanan darah sistolik mencegah terjadinya peningkatan tekanan
sampai rentang hipertensi berat. Pada res- darah sistole dan diastole pada lansia.
ponden perempuan kemungkinan karena
sudah masa menopause sehingga terjadi DAFTAR RUJUKAN
penurunan esterogen yang berisiko terjadi Ali. 2009. Hipertensi, (online), (http://
peningkatan tekanan darah. www.m.tipsdokter.com/details?
Hasil penelitian ini juga menunjukkan url=hipertensi), diakses 22 Mei 2013.
terjadi penurunan tekanan darah baik sistolik Anderson, E,T., Mc Farlane, J. 2007. Buku
maupun diastolik. Hal tersebut disebabkan Ajar Keperawatan Komunitas
karena hipertensi diastolik lebih sering terjadi Teori dan Praktik. Edisi 3. EGC:
pada lanjut usia antara umur 50-60 tahun, Jakarta.
bersifat lebih lama dan kemudian cenderung
Arifin, 2009. Buku Pegangan Penyakit
menetap atau sedikit menurun. Hipertensi
tidak Menular bagi Kesehatan.
diastolik lebih banyak berhubungan
EGC: Jakarta.
penurunan fungsi otot jantung, penurunan
kemampuan pompa jantung dan terjadi Asminarsih. 2010. Pengaruh Teknik Re-
kekakuan otot jantung, hal ini berbeda dengan laksasi Progresif Terhadap Res-
hipertensi sistolik yang mengalami pon Nyeri dan Frekuensi Kekam-
peningkatan secara progresif sampai dengan buhan Nyeri pada Lanjut Usia de-
usia 70-80 dikarenakan perubahan elastisitas ngan Gastritis di Wilayah Kerja
pembuluh darah (Kuswardhani, 2006). Puskesmas Pancoran Mas Kota
Depok. Tesis tidak diterbitkan. De-
SIMPULAN DAN SARAN pok: Program Studi Ilmu Kepera-
Simpulan watan UI.
Hasil penelitian menunjukkan ada Attamimi, Hisyam. 2003. Hipertensi Pe-
perbedaan tekanan darah sistole dan nyebab Terbesar Penyakit Jan-
diastole sebelum dan sesudah dilakukan tung, (online), (http://www.suara
relaksasi progresif. Dari hasil penelitian merdeka.com/harian/0309/08/
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dar3.htm), diakses 22 Mei 2013.
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 203

Babatsikou,F & Zavitsanou,A. 2010. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kese-


Epidemiology of Hypertension in hatan dan Perilaku Kesehatan
The Elderly. Health Science (Edisi Revisi) . Rineka Cipta:
Journal, 4 (1): 24-30. Jakarta.
Black, J.M & Hawks, J.H. 2009. Medical Peckerman, A., Hurwits,B.E., Nagel, JH.,
Surgical Nursing Clinical Mana- Leitten, C., Agatston, AS., &
gement for Positive Outcomes. Schneiderman, N. 2001. Effects of
Eight Edition. Elseveir Saunders: Gender and Age The Cardiac
Singapura. Baroreceptor Reflex in Hyperten-
Bluerufi. 2009. Terapi Relaksasi, (online), sion, (online), (http;//www.ncbi,
(http://bluerufi.blogspot.com/2009/ nlm.nih.gov/pubmed/11728009),
1/ terapi-relaksasi.html), diakses 22 diakses 22 Mei 2013.
Mei 2013. Potter, P.A & Perry, A.G. 2005. Buku Ajar
Charles et al.1996. Trial of Stress Re- Fundamental Keperawatan. Edisi
duction For Hipertenstion in 4. EGC: Jakarta.
Older African American, (online), Ramdhani, N., Putra, AA. 2009. Pengem-
(http://hiper.ahajournal.org/cgi/ bangan Multimedia Relaxation,
content/full/28/2/228?Maxtos (online), (http:/www.Guideto
s ho w= &h it s =1 0 &R E S ULT psychology.com/pmr.htm), diakses
FORMAT=&fulltext=progressive+ 20 Mei 2013.
muscle+relaxation&searchid=1& Schneider, R.H. 1995. A Ramdomized
FISRTINDEX=0&resusourcetype= Controled Trial of Stress Reduc-
HWCIT), diakses 12 Mei 2013. tion for Hypertention in Older
Darmojo, B & Martono, H. 1999. Geriatri. African Americans, (online), (http/
FKUI: Jakarta. /www/ipnoguida.net/2009/02/
Hidayat, A. A. A. 2006. Pengantar Kebu- getione-stress-hipertensione),
tuhan Dasar Manusia: Aplikasi diakses 20 Mei 2013
Konsep dan Proses Kepera- Sigarlaki, Herke J.O. 2006. Karakteristik
watan. Salemba Medika: Jakarta. dan Faktor Berhubungan dengan
Kaplan, Norman M. 2009. Waspadai Hipertensi di Desa Bocor, Keca-
Penyakit Silent Killer, (online), matan Bulus Pesantren, Kabupaten
(http://www.dexamedica.com/ Kebumen, Jawa Tengah Tahun
image/managemenhiperetensi.pdf), 2006. Makara, Kesehatan, 10 (2):
diakses 15 Mei 2013. 78-88.
Kuswardhani, T. 2006. Penatalaksanaan Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar
Hipertensi pada Lansia. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam, 7(2): 135-140. Brunner & Suddarth. Edisi 8.
LeMone, P & Burke, Karen. 2008. Me- EGC: Jakarta.
dical Surgical Nursing, Critical Stanley, M. 2007. Buku Ajar Kepera-
Thinking in Client Care. Edisi 4. watan Gerontik. Edisi 2. EGC:
Prentice Hall Health: New Jersey. Jakarta.
Lueckenotte, Annete G. 2000. Gerontologic Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada
Nursing. Edisi 2. Mosby: St. Louis. Lansia. EGC: Jakarta.
204 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204

World Health Organization. 2002. Penyakit


Tidak Menular, (online),
(www.Noncomunicable desease//
viewarticle/85/84/010/20), diakses
29 Mei 2013.
Indeks Subjek
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN (JKK)
Volume 9. Nomor 2, Edisi Desember, 2013

A Daniewicz, Mercier, Powers, & Flynn, 95


Aborsi, 106 demonstrasi phantom, 154
Accu-Chek Active, 164 Desa Siaga Sehat Jiwa, 125
advanced glycosylationend products, 164 dukungan sosial, 97
aged structured population, 94 Dusun Soka, Merdikorejo, Tempel,
Angka kematian, 139 Sleman, 147
Arliza, 97
E
B Edgar Dale, 160
Badan Eksekutif Mahasiswa, 120 Efektivitas Model Preventive Care, 122
Badan Kependudukan dan Keluarga enabling factor, 107
Berencana Nasional (BKKBN), 184 equal varians not assumed, 159
Badan Pemberdayaan Masyarakat Peme- evaluasi kinerja, 130
rintahan Desa Perempuan dan Keluarga explanatory research, 104
Berencana (BPMPDPKB), 112
Badan Pusat Statistik (BPS), 184 F
Banaran, Galur, Kulonprogo, 122 Fakultas Kedokteran Undip, 164
BBLR, 175 Ferrucci Piero, 97
Beck, Willian dan Rawlin, 95 frekuensi, intensitas, tipe, time (FITT), 188
bidan desa, 148
~ pendidik, 154 G
~ praktek swasta, 148 Gerakan Nasional Kehamilan, 139
~ terlatih, 148 Gerakan Sayang Ibu, 139
broken home, 119 guided imagery, 171

C H
Centers for Disease Control and hipnorelaksasi, 163
Prevention (CDCP), 184 hospital based, 124
Charlotte Buhler, 96 Human Papilloma Virus, 148
chi square, 108 Hunter, Linn, & Harris, 97
Cohen, Teresi & Holmes, 98 Hurlock, 94, 152
community based, 124 hypothalamic-pituitary-adrenal, 171
confidence interval, 175 ibu nifas primipara, 144
cross sectional, 102 infeksi endometrium, 140
informed concern, 150
D informed consent, 125
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), 147
131 Isacc dan Michael, 133
J osteoarthritis, 189
Jerat Cinta Remaja, 106
P
K paired sample t test, 163
Kangaroo Mother Care, 175 paired sample t test, 171
kanker serviks, 147 Palinggi, 111
KDPK, 157 Panti Sosial Tresna Wredha, 183
Keliat, 128 pap smear, 148
kemampuan sosialisasi, 93 partisipasi sosial, 96
kematian neonatus, 176 Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi
Kepek Timbulharjo Sewon Bantul, 93 KRR, 106
Kesehatan Reproduksi Remaja, 103, 115 pemulihan post partum, 140
Komisi Nasional Lansia, 184 Pendekatan mutu paripurna, 131
Komite Kesehatan Reproduksi, 120 Pendidik sebaya, 104
Komunikasi Informasi dan Edukasi, 115 pengaruh konsep diri, 93
kualitas hidup lansia, 93 Pengembangan Sumber Daya, 132
penghargaan diri, 96
L penurunan tingkat stres, 163
L.W Green, 104 penyakit menular seksual, 115
performance appraisal, 131
M perilaku berisiko, 117
Machfoedz, 153 perilaku pendidik sebaya, 102
Making Pregnancy Saver, 139 perilaku seks pranikah, 114
Mann Whitney U Test, 183 pernikahan usia dini, 103
Manuaba, 139 Pikiran negatif, 128
Marquis & Huston, 136 Plak putih, 148
Masa remaja, 119 Precede Framework, 104
masturbasi, 117 predisposing, reinforcing dan enabling
media audio visual, 156 factors, 107
medula adrenal, 171 Pre-post Experiment, 125
Mubarak, 96 preventive care, 122
multiple comparison, 143 Prodi D4 Bidan Pendidik STIKES Aisyiyah,
musculoskeletal, 189 156
musik lullaby, 180 psychophysiological, 177
purposive sampling, 95
N Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan
necking, 117 Reproduksi Remaja, 103
nonprobability sampling, 95
North American Nursing Diagnosis Q
Association, 187 Quasi Experiment, 122
Notoatmodjo, 109 quasi experimental, 163, 175

O R
observasi analitik, 93 Raikkonen, Perala dan Kahanpaa, 135
Organisasi Kesehatan Dunia, 123 random sampling, 116
range of motion, 189 T
RB Harmoni Semarang, 144 teori Green, 108
reaction time, 190 terapi hipnorelaksasi, 172
recumbent biking, 190 the level of premarital sexual behavior, 114
relaksasi progresif, 171 Thukral, 181
reliabilitas Alfa Crombah, 154 Time Up and Go (TUG) Test, 185
Resiko Jatuh, 183 Timed Up Go, 183
risk for falls, 187 tinggi fundus uteri, 139
Riskesdas, 123 Torrey, 128
RS Panti Rapih Yogyakarta, 164
RSUD Kota Yogyakarta, 164 U
Rumah Bersalin Rachmi Yogyakarta, 139 Umur Harapan Hidup, 94
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun
S 2009, 123
safe motherhood, 139 UU RI No 4 tahun 1965, 184
Saito, 109
Saminem, 139 V
Sarafino, 97 VCD pembelajaran, 156
seks oral, 117 venous pooling, 190
Self esteem, 96 Videbeck, 123
self-rated, 96
Seloilwe, 128 W
Senam Bugar Lansia (SBL), 183 wanita usia subur, 147
seks pranikah, 116 WHO, 190
sexual drive, 119 Wilcoxon Match Test, 122
simple random sampling, 163 Wise & Kowalski, 131
skala Likert, 149 World Health Organization, 148
skrining, 149
SMK Negeri 5 Samarinda, 119 Y
Spier & Busse, 96 Youth Centre PKBI, 115
spinal cord, 187
Stuart and Laraia, 127 Z
Sudarmanto,131 Zalbawi, 115
Indeks Pengarang
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN (JKK)
Volume 9 Tahun 2013

Ag. Sri Oktri Hastuti, 19 Paulus Subiyanto, 163


Akhmadi, 1 Rahmi Nur Fitri Handayani, 84
Antono Suryoputro, 47 Ririn Wahyu Hidayati, 155
Catur Suhartati, 183 Risa Devita, 37
Dewi Rokhanawati, 114 Salia Marvinia, 29
Endah Marianingsih, 138 Sri Ratnaningsih, 147
Esitra Herfanda, 147 Sri Setyowati, 93
Gani Apriningtyas B, 1 Suesti, 147
Hari Kusnanto, 163 Suherni, 138
Henny Permatasari, 74 Sumarni DW, 1
Herlin Fitriana Kurniawati, 47 Suratini, 74
Herlin Fitriani Kurniawati, 102 Tenti Kurniawati, 84, 130
Ima Kharimaturrohmah, 114 Widaryati, 29
Kurnianto Priambodo, 57 Wiwi Kustio, 175
Lutfi Nurdian Asnindari, 57, 183 Wiwin Wiarsih, 74
Mamnu’ah, 10, 122 Yani Widyastuti, 138
Mufdlilah, 155 Yekti Satriyandari, 155
Muhammad Saefulloh, 65 Zahroh Shaluhiyah, 102

Daftar Nama Mitra Bestari


Sebagai Penelaah Ahli
Tahun 2013

Untuk penerbitan Volume 9 tahun 2013, Edisi Desember 2013, semua naskah yang
disumbangkan kepada Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) telah ditelaah oleh mitra
bestari (peer reviewers) berikut ini:

1. Wiwi Karnasih (STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta)


2. Heni Dwi Windarwati (Universitas Brawijaya)
3. Leni Latifah (Balai Penelitian dan Pengembangan Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium Kemenkes Republik Indonesia)
4. Restu Syamsul Hadi (Universitas Fakultas Kedokteran Yarsi Jakarta)

Penyunting Jurnal Kebidanan dan Kebidanan (JKK) menyampaikan penghargaan setinggi-


tingginya dan terimakasih sebesar-besarnya kepada para mitra bestari tersebut atas bantuan
mereka.
Petunjuk bagi Penulis
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN

1. Artikel yang ditulis dalam Jurnal Kebidanan dan Keperawatan meliputi hasil penelitian
di bidang kebidanan dan keperawatan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,
huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada
kertas A4 sepanjang lebih kurang 20 halaman dan diserahkan dalam bentuk Print-Out
sebanyak 2 eksemplar beserta softcopynya. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai
Attachment e-mail ke alamat: bp3m_stikesayo@yahoo.com
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian
adalah judul, nama penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,
hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, serta daftar pustaka.
3. Judul artikel tidak boleh lebih dari 20 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-
tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, dan
ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim, maka penyunting hanya
berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan
pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail.
5. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjang
masing-masing abstrak maksimal 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Isi
abstrak mengandung tujuan, metode, dan hasil penelitian.
6. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan
tujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam
bentuk paragraf-paragraf.
7. Bagian metode penelitian berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis yang secara nyata
dilakukan peneliti.
8. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan
penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan hasil
dan pembandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis.
9. Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian
atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. Saran
ditulis secara jelas untuk siapa dan bersifat operasional. Saran disajikan dalam bentuk
paragraf.
10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang
dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa
rujukan terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primer
berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi,
tesis, disertasi). Artikel yang dimuat di Jurnal Kebidanan dan Keperawatan disarankan
untuk digunakan sebagai rujukan.
11. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,
tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan
tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davis, 2003: 47).
12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara
alfabetis dan kronologis.
Buku: Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
and Suddarth. Edisi 8. EGC: Jakarta.
Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds). 2002. Menulis Artikel
untuk Jurnal Ilmiah (edisi ke - 4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds). Children’s Informal
Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam memenuhi Kebutuhan Industri. Transport, XX
(4): 57-61.
Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah
Sekolah Pengunggulan, Jawa Post, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 2006.
Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1997. Pedoman
Penulisan Pelaporan Penelitian. Jakarta : Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Ammas Duta Jaya.
Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian: Sudyasih, T. 2006. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Tubercolosis Paru Dengan Sikap Orang Tua Anak (0-10 Tahun)
Penderita Tuberkulosis Paru Selama Menjalani Pengobatan di Puskesmas Piyungan
Bantul Tahun 2006. Skripsi Diterbitkan. Yogyakarta: PSIK-STIKES ‘ASYIYAH
YOGYAKARTA.
Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal
Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan
Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus 2001.
Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://
journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Agustus 2006.
Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi, 2004. Pengukuran Bekal Awal
Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (online), Jilid 5, No. 4,
(http://www.malang.ac.id), diakses 20 Januari 2000.
13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, gambar pada artikel berbahasa Indonesia
menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(Depdikbud, 1987).
14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk
oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk
melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari
atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara
tertulis.
15. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software
komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang
dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul
karenanya, menjadi tanggungjawab penuh penulis artikel.
16. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi
pelanggan minimal selama satu tahun (dua nomor). Penulis menerima nomor bukti
pemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 2 (dua eksemplar).
Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292
Telp. (0274) 4469199; Fax. (0274) 4469204

Bersama ini kami kirimkan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 2, Desember
2013 sebanyak ….... eks.
Untuk selanjutnya apabila Bpk/Ibu/Sdr/Institusi Anda berkenan melanggannya, mohon
untuk mengisi blangko formulir berlangganan di bawah ini dan kirimkan ke alamat :
REDAKSI JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292.
Telp (0274) 4469199 pesawat 166, Fax. (0274) 4469204
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN


Nama : ...................................................................................................
□Mahasiswa □ Individu □ Instansi
Alamat : ...................................................................................................
....................................................... Telp. : ................................
Akan Berlangganan JKK:
Vol. ....... : No. ........................... s/d ......................................
Sejumlah : ....................... eks./penerbitan
Untuk itu saya akan mengirimkan biaya pengganti ongkos cetak dan ongkos kirim sejumlah :
Rp. ..........................

Melalui : Transfer BRI Unit KH Ahmad Dahlan Yogyakarta


a.n Jurnal Kebidanan dan Keperawatan
No. Rek : 3005-01-013030-53-8

(fotokopi bukti pembayaran terlampir/dikirimkan ke alamat di atas)


Biaya berlangganan untuk satu tahun penerbitan: Rp 60.000 (Jawa) dan Rp 75.000 (Luar Jawa)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TANDA TERIMA

Telah terima Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 2, Desember 2013
sebanyak: ......................... eksemplar dengan baik.

Diterima di/tgl. : .................................... (Harap dikembalikan ke alamat di atas, bila ada


perubahan nama & alamat mohon ditulis)
Nama : ....................................
.
.

Anda mungkin juga menyukai