Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan Sosialisasi Terhadap Kualitas Hidup Lansia
Sri Setyowati 93-101
Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa pada Keluarga Melalui Model Preventive Care
Mamnu’ah 122-129
Pengaruh Senam Nifas terhadap Kecepatan Penurunan Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Pada Primipara Post Partum
Yani Widyastuti, Suherni, Endah Marianingsih 138-146
Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan Tingkat Stres Dan Kadar Glukosa Darah
pada Pasien DM Tipe 2
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto 163-174
Pengaruh Musik terhadap Respirasi Bayi Berat Lahir Rendah Selama Kangaroo
Mother Care
Wiwi Kustio 175-182
Risiko Jatuh pada Lanjut Usia yang Mengikuti Senam dengan yang Tidak Mengikuti
Senam
Catur Suhartati, Lutfi Nurdian Asnindari 183-192
Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi
Suratini 193-204
Indeks Subjek Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) Vol. 9 Tahun 2013
Indeks Pengarang Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) Vol. 9 Tahun 2013
Daftar Nama Mitra Bestari sebagai Penelaah Tahun 2013
.
PENGARUH KONSEP DIRI DAN KEMAMPUAN SOSIALISASI
TERHADAP KUALITAS HIDUP LANSIA
Sri Setyowati
STIKES Surya Global Yogyakarta
E-mail: setyoku.sg@gmail.com
Simpangan
Variabel Rerata Median Minimum Maksimum
Baku
Kualitas
23,82 25 4,496 10 30
Hidup
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 97
Pembentukan konsep diri sangat dipe- Konsep diri sangat berpengaruh terha-
ngaruhi oleh lingkungan. Konsep diri juga dap kualitas hidup lansia, dimana harga diri
akan dipelajari melalui kontak diri. Konsep adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
diri merupakan suatu ukuran kualitas yang dicapai dengan menganalisis seberapa ba-
memungkinkan seseorang dianggap dan nyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal
dikenali sebagai individu lainnya. Hal ini akan dirinya. Individu akan merasa harga dirinya
mempengaruhi kemampuan individu dalam tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
membina hubungan dengan orang lain. sebaliknya individu akan merasa harga diri-
Self esteem atau penghargaan diri nya rendah bila sering mengalami kegagalan,
adalah nilai yang oleh seseorang dianggap tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan.
sebagai keunikan karakteristik, sifat-sifat
dan batas-batas seseorang. Self esteem Pengaruh Kemampuan Sosialisasi
mewakili evaluasi dan komponen efektif dari Terhadap Kualitas Hidup Lansia
konsep diri dari seseorang. Hal ini menunjuk Sosialisasi adalah satu konsep umum
kepada penilaian kualitatif dan rasa nilai yang bisa dimaknakan sebagai sebuah
untuk menggambarkan jati dirinya. Jadi proses dimana kita belajar melaui interaksi
konsep diri adalah pencerapan (persepsi) dengan orang lain, tentang cara berpikir,
seseorang tentang dirinya dan self esteem merasakan dan bertindak, dimana kese-
adalah nilai seseorang terhadap persepsi itu. muanya itu merupakan hal-hal yang sangat
Harga diri adalah dasar pengalaman penting dalam menghasilkan partisipasi sosial
hidup seseorang dan merupakan komponen yang efektif (Mustafa, 2007).
yang mendasari kepribadian yang mempe- Menurut Charlotte Buhler dalam
ngaruhi hubungan interpersonal serta suasa- Henslin (2006) kemampuan sosialisasi
na hati sehari-hari dan kemampuan untuk adalah kemampuan yang membantu in-
berfungsi. Spier dan Busse dalam Misra dividu-individu menyesuaikan diri bagaimana
(1996) melaporkan dalam episode depresi cara berfikir secara kelompok, agar dapat
pada lansia, menyimpulkan bahwa depresi berperan dan berfungsi dalam kelompok-
pada orang tua biasanya terkait dengan nya. Sosialisasi terjadi tidak hanya sekali
hilangnya harga diri. seumur hidup, melainkan terus menerus dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berganti-ganti menyesuaikan dengan
pengaruh konsep diri terhadap kualitas hidup perubahan yang terjadi dalam lingkungan.
lansia terdapat pengaruh yang signifikan ter- Sosialisasi mengacu pada suatu proses
hadap kualitas hidup lansia dimana t hitung belajar seorang individu yang akan meng-
lebih besar dari t table (3,216> 1,693). Ha- ubah dari seseorang yang tidak tahu menahu
sil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih
(Misra, 1996) dimana didapatkan hasil tahu dan memahami akan dirinya (Mubarak,
hubungan positif dan signifikan antara harga 2009). Kemampuan melakukan kontak
diri, olahraga dan self-rated kesehatan pada memiliki pengaruh yang menentukan kese-
wanita lansia. Penelitian tersebut menyim- hatan. Orang dengan kapasitas melakukan
pulkan bahwa wanita lansia yang mempu- kontak yang lebih besar mempunyai jaringan
nyai kebugaran yang positif akan mempu- dukungan sosial yang lebih luas dan lebih
nyai harga diri yang tinggi begitu juga seba- baik daripada mereka yang kurang mampu
liknya. Dengan demikian konsep diri atau membangun hubungan dengan orang lain.
harga diri pada lansia akan mempengaruhi Kemampuan sosialisasi yang dimaksud
kualitas hidupnya. dalam penelitian ini adalah perilaku lanjut usia
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 99
dalam melakukan hubungan antar pribadi, mengurangi bahkan berhenti dari kegiatan
pengisian waktu luang dan ketrampilan sosial atau menarik diri dari pergaulan
menghadapi situasi. sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan inter-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksi sosial menurun, secara kualitas maupun
nilai t hitung untuk variabel kemampuan kuantitas yaitu kehilangan peran, kontak
sosialisasi adalah sebesar 1,022. Nilai ter- sosial dan hilangnya komitmen karena sudah
sebut menunjukkan dibawah nilai t table merasa tidak mampu.
untuk N=33 yaitu sebesar 1,693 sehingga Kehadiran keluarga merupakan sum-
diinterpretasikan bahwa variabel kemam- ber dukungan sosial karena dalam hubungan
puan sosialisasi tidak mempunyai pengaruh keluarga tercipta hubungan saling memper-
yang signifikan terhadap kualitas hidup cayai. Individu sebagai anggota keluarga
lansia. Hasil ini dimungkinkan bahwa lansia akan menjadikan keluarga sebagai kum-
di Kepek Sewon Timbulharjo masih tinggal pulan harapan, tempat bercerita, tempat ber-
bersama keluarga dimana keluarga masih tanya dan tempat mengeluarkan keluhan-
memberikan dukungan sosial yang kuat. keluhan bilamana individu sedang mengalami
Sarafino dalam Arliza (2006) menya- permasalahan, sehingga lansia akan tetap
takan dukungan sosial sebagai adanya merasa dibutuhkan dan dihargai keha-
pemberian informasi baik secara verbal mau- dirannya, dengan demikian kualitas hidup
pun nonverbal, misalnya orang tua membe- lansia tidak akan terpengaruh meskipun
rikan saran kepada anaknya, pemberian kemampuan sosialnya berkurang.
bantuan tingkah laku atau materi melalui Berbeda dengan penelitian sebelum-
hubungan sosial yang akrab, misalnya anak nya yang menyampaikan bahwa orang yang
memberikan perhatian terhadap orang lebih dapat bersosialisasi kecil kemung-
tuanya yang sudah tua, individu yang mene- kinannya untuk tertular penyakit (Ferrucci
rimanya akan memiliki harga diri dan rasa Piero, 2006). Hal ini jelas bahwa lansia akan
percaya diri yang tinggi sehingga memun- mengalami kemunduran fisik dimana semua
culkan perilaku asertif. Dukungan sosial ada- organ tubuh dan kekebalan tubuhnya sudah
lah ketersediaan sumber daya yang memberi- mengalami kemunduran sehingga lansia akan
kan kenyamanan fisik dan psikologis yang lebih rentan terhadap penyakit.
didapat lewat pengetahuan bahwa individu
tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan
orang dan ia juga merupakan anggota dalam Sosialisasi Terhadap Kualitas Hidup
suatu kelompok yang berdasarkan kepen- Lansia
tingan bersama (Arliza, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Dukungan sosial merupakan salah satu secara bersama-sama konsep diri dan ke-
sumber penanggulangan yang penting terha- mampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
dap stres dan mempunyai pengaruh terhadap lansia mempunyai pengaruh yang signifikan
kondisi kesehatan seseorang. Menurut secara statistik. Hal ini sesuai dengan pen-
WHO dalam Arliza (2006) sumber support dapat yang disampaikan oleh Hunter, Linn,
dapat dibagi menjadi tiga level yaitu primer & Harris (1981-82) bahwa seiring ber-
(anggota keluarga dan sahabat/orang terde- tambahnya usia, lansia semakin beresiko
kat), sekunder (teman, kenalan, tetangga untuk mengalami peristiwa dan kondisi yang
dan rekan kerja) dan tersier (guru dan berhubungan dengan harga diri rendah seba-
petugas kesehatan). Seiring bertambahnya gai akibat dari kecacatan, kesehatan yang
usia, perubahan sosial lanjut usia cenderung buruk dan stres jangka panjang. Lansia
100 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 93-101
menjadi lebih sedikit kontak dengan keluarga dari nilai t table untuk N=33 yaitu sebesar
dan teman daripada saat mereka di usia 1,693 sehingga dapat disimpulkan bahwa
pertengahan. tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Lansia mungkin mengalami kemun- kemampuan soisalisasi terhadap kualitas
duran kemampuan untuk mengendalikan hidup lansia.
kehidupan mereka. Semua kondisi tersebut Hasil Uji F pada model penelitian
di atas terkait dengan menurunnya kesejah- adalah sebesar 5,578 dengan taraf signifi-
teraan psikologis antara orang-orang lanjut kansi sebesar 0,009. Nilai F>4 menunjuk-
usia dalam populasi umum (Cohen, Teresi, kan ada pengaruh yang signifikan secara
& Holmes, 1985;. Hunter dkk, 1981-82). bersama-sama antara konsep diri dan ke-
Menurut Oliver dalam Nugraheni mampuan sosialisasi terhadap kualitas hidup
(2008), kualitas hidup merupakan suatu lansia di Kepek Timbulharjo Sewon Bantul
konsep yang luas yaitu merupakan peng- Yogyakarta.
gabungan yang kompleks antara kesehatan Saran
fisik, kondisi psikologis, tingkat kemandirian, Bagi keluarga yang memiliki atau ting-
interaksi sosial, kepercayaan diri dan hu- gal bersama lansia untuk selalu memberikan
bungan yang baik dengan lingkungannya. dukungan konsep diri terutama harga diri
Lawton dalam Putri (2008) menyatakan agar lansia senantiasa memiliki kualitas hidup
bahwa kualitas hidup bersifat multidimensi yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan
karena kualitas hidup sendiri dari berbagai bahwa konsep diri dan kemampuan sosiali-
macam kesejahteraan sosial, sedangkan sasi berpengaruh terhadap kualitas hidup
kualitas hidup bersifat subyektif mengartikan lansia, oleh karena itu para petugas kese-
bahwa masing-masing individu memiliki hatan untuk memberikan dukungan psiko-
pandangan yang berbeda dalam menentukan logis lansia dalam memberikan intervensi
kualitas hidup yang baik. selain fisik.
Kualitas hidup merupakan tingkat
kehidupan yang berkualitas (dimana hal ini
perlu ada ukuran yang kualitatif), sehingga DAFTAR RUJUKAN
hidup seimbang. Dalam konteks penelitian Cohen, C., Teresi, J & Holmes, D. 1985.
ini kualitas hidup pada lansia adalah kondisi Social Networks, Stress and Phy-
hidup lansia sesuai dengan kehidupan sehari- sical Health: A Longitudinal Study
hari dilihat dari kondisi fisik, status mental of An Inner-City Elderly Population.
dan hubungan sosial dengan orang lain. Journal of Gerontology, 40: 478-
486.
SIMPULAN DAN SARAN Daniewicz, S.C., Mercier, LK, Powers,
Simpulan E.A., & Flynn, D. 1991. Change,
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan Resources and Self-Esteemin A
bahwa ada pengaruh yang signifikan antara Community Of Women Religious.
konsep diri terhadap kualitas hidup lansia, Journal of Women & Aging, 3(1):
ditunjukkan dengan nilai t hitung untuk varia- 71-91.
bel konsep diri (3,216) lebih besar dari nilai Departemen Kesehatan dan Departemen
t table untuk N=33 yaitu sebesar 1,693. Sosial RI. 2007. Pedoman Pem-
Nilai t hitung untuk variabel kemampuan binaan Kesehatan Usia Lanjut
sosialisasi adalah sebesar 1,022 lebih kecil Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta.
Sri Setyowati, Pengaruh Konsep Diri dan Kemampuan... 101
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Women & Ageing, 8 (1) : 81.
Multivariate dengan Program Mubarak WI. 2009. Sosiologi Untuk
IBM SPSS19. Badan Penerbit Uni- Keperawatan. Salemba Medika:
versitas Diponegoro: Semarang. Jakarta.
Henslin, James M. 2006. Sosiologi dengan Mustafa, Hasan. 2007. Sosialisasi,
Pendekatan Membumi. Jilid I Edi- (Online), (http://home.unpar.ac.id /
si Keenam. Erlangga: Jakarta. ~hasan/ SOSIALISASI.doc),
Hunter, K.I., Linn, M.W., & Harris, R. diakses 2012.
1981-82. Characteristics of High Oktaviani. 2009. Hubungan Antara
and Low Self-Esteem in The El- Bentuk Interaksi Sosial Dengan
derly. International Journal of Kualitas Hidup Pada Lansia Di
Ageing and Human Develop- Panti Sosial Tresna Wredha
ment, 14: 117-126. Abiyoso Pakem Yogyakarta.
Hurlock, E.B. 2007. Psikologi Perkem- Skripsi. Yogyakarta: Program Studi
bangan: Suatu Pendekatan Se- Ilmu Keperawatan Fakult as
panjang Rentang Kehidupan. Kedokteran Universitas Gadjah
Edisi V. PT GAP: Jakarta. Mada.
Lubis, Arliza Juairiani. 2006. Dukungan Piero, Ferrucci. 2006. The Power of Kind-
Sosial pada Pasien Gagal Ginjal ness: The Unexpected Benefits of
Terminal yang Melakukan Terapi Leading a Compassionate Life.
Hemodialisa. Makalah Diterbit- By Jeremy P. Tarcher/Penguin
kan. Medan: Prodi Psikologi Fa- Group (USA) Inc.,375 Hudson
kultas Kedokteran USU. Street: New York.
Misra, R., Alexy, B., Panigrahi, B. 1996. Rini, JF. 2002. Konsep Diri, (Online),
The Relationships Among Self- (http://www.epsikologi.com/
Esteem, Exercise, and Self-Rated dewasa/ 160502.html), diakses 5
Health in Older Women. Journal of Nopember 2011.
.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDIDIK SEBAYA
DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KESEHATAN
REPRODUKSI REMAJA
remaja terbatas, mobilitas teman sebaya memberikan informasi KRR. Oleh karena
tinggi, serta pendidik sebaya remaja terka- itu perlu dilakukan penelitian tentang perilaku
dang tidak dipercaya oleh teman sebayanya. pendidik sebaya dalam memberikan infor-
Penelitian yang dilakukan Saito masi kesehatan reproduksi remaja.
(2009), 50,96% dari pendidik sebaya
memiliki kinerja tinggi untuk pendidikan METODE PENELITIAN
sebaya HIV/AIDS. Sebanyak 66,88% dari Penelitian ini menggunakan pende-
mereka memiliki pengetahuan tentang HIV/ katan kuantitatif, yang digunakan untuk
AIDS yang cukup dan hanya 8,92% memi- mengetahui sebaran data. Jenis penelitian ini
liki pengetahuan yang buruk, 63,06% memi- termasuk dalam penelitian explanatory
liki sikap yang bagus tentang pendidikan research dengan pendekatan cross
sebaya. Kursus dan pelatihan merupakan sectional (Sugiyono, 2007). Populasi dalam
sumber daya yang paling tersedia dan dapat penelitian ini adalah pendidik sebaya di
diakses oleh pendidik sebaya. Kinerja pen- Kabupaten Kulon Progo sebanyak 81
didik sebaya ada hubungannya dengan orang.
durasi bekerja sebagai pendidik sebaya, Sampel dalam penelitian ini adalah total
pelatihan dan dukungan sosial. populasi. Beberapa kriteria sampel yang
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dipilih (kriteria inklusi) diterapkan untuk
melalui BPMPDP dan KB telah melakukan memilih responden, yang bersedia berpar-
program penyebarluasan informasi KRR tisipasi secara sukarela dalam penelitian ini
dengan salah satu programnya adalah dan pada waktu penelitian tinggal di Ka-
membentuk PIK Remaja di SMA dan SMK bupaten Kulon Progo. Instrumen pengam-
di Kabupaten Kulon Progo. Menurut Ka- bilan data berupa angket yang terlebih
subid Konseling dan Pengembangan Pembi- dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data
naan Kespro dan KB Kabupaten Kulon dianalisis secara univariat, bivariat meng-
Progo jumlah remaja yang mengakses pen- gunakan uji chi square dan multivariat
didik sebaya masih kurang. Dari hasil diskusi menggunakan regresi logistik.
dengan beberapa guru di SMA, menyatakan
bahwa beberapa pendidik sebaya menya- HASIL DAN PEMBAHASAN
takan kepada gurunya, kadang kurang
percaya diri dalam menyampaikan informasi Perilaku Pendidik Sebaya dalam Mem-
KRR kepada temannya karena takut apabila berikan Informasi KRR
ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab dan Pendidik sebaya adalah seorang yang
takut salah dalam menyampaikan materi. berperan memberikan pendidikan dengan
Kurangnya referensi materi KRR dan media cara menyampaikan informasi yang benar
juga dikeluhkan oleh pendidik sebaya. pada kelompoknya. Ada yang menyebutkan
Beberapa siswa SMA yang ditemui menya- pendidik sebaya adalah orang dari kelom-
takan hal yang senada, pendidik sebaya pok yang sama melakukan peran pendidik
dalam menyampaikan informasi kurang untuk anggota lain dan bekerja dengannya
menarik, kurangnya media seperti leaflet. atau rekan-rekannya untuk mempengaruhi
Penelitian ini menggunakan teori L.W sikap dan perubahan perilaku (BKKBN,
Green yaitu Precede Framework dan 2008; NACO). Definisi lain menyebutkan
Procede Framework (Green L, 2000). bahwa pendidik sebaya merupakan orang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal yang berpengaruh dan dianggap sebagai
yang mempengaruhi pendidik sebaya dalam rekan yang benar atau dekat dengan
Herlin Fitriani K., Zahroh Shaluhiyah, Faktor-faktor yang Mempengaruhi ..... 105
penting sesuai dengan tugas pendidik sebaya punyai ketersediaan sarana yang lengkap
yang terdapat pada modul pendidik sebaya sebagai sarana penunjang dalam membe-
dimana salah satu tugasnya adalah mela- rikan informasi KRR memiliki peluang
kukan pencatatan kegiatan yang sudah dila- berperilaku baik dalam memberikan infor-
kukan (BKKBN, 2008). Administrasi yang masi KRR sebesar 2,886 kali dibanding
lengkap dapat digunakan sebagai doku- responden yang mempunyai ketersediaan
mentasi dan juga sebagai alat untuk bisa sarana yang kurang lengkap sebagai sarana
menindaklanjuti kegiatan yang sudah dilaku- penunjang dalam memberikan informasi
kan oleh pendidik sebaya. KRR.
Berdasarkan analisis statistika multi- Responden yang memiliki ketersediaan
variat, pengetahuan pendidik sebaya tentang sarana yang lengkap dan mempunyai peri-
KRR dengan nilai OR=2,972, menunjukkan laku yang baik dalam memberikan informasi
responden yang mempunyai pengetahuan KRR menunjukkan bahwa ketersediaan
baik tentang informasi KRR memiliki sarana yang dimiliki responden berpengaruh
peluang berperilaku baik dalam memberikan terhadap perilaku responden terutama
informasi KRR sebesar 2,972 kali diban- dalam memberikan informasi KRR pada
dingkan dengan responden yang memiliki sebayanya.
pengetahuan cukup tentang informasi KRR. Menurut Green (2000) ketersediaan
Responden yang memiliki pengetahuan sarana merupakan salah satu dari beberapa
tentang KRR baik dan mempunyai perilaku hal yang menjadi faktor pendukung
yang baik dalam memberikan informasi (enabling factor) dalam perubahan perilaku
KRR menunjukkan bahwa pengetahuan seseorang. Dengan ketersediaan sarana
yang dimiliki responden berpengaruh ter- yang lengkap maka akan menunjang
hadap perilaku responden terutama dalam perilaku pendidik sebaya untuk berperilaku
memberikan informasi KRR pada sebaya- baik pula dalam memberikan informasi
nya. Sesuai dengan teori yang menyatakan KRR. Penelitian Saito (2009) menunjukkan
bahwa pengetahuan merupakan salah satu bahwa pendidik sebaya yang mempunyai
faktor predisposisi untuk terbentuknya kinerja tinggi lebih besar dibandingkan
sebuah perilaku baru. dengan pendidik sebaya yang mempunyai
Pengetahuan pada umumnya dapat kinerja yang rendah yaitu sebesar 50,96%
membentuk sikap dan perilaku tertentu da- dan 49,04%. Hasil penelitian menunjukkan
lam diri seseorang dan mempengaruhi tin- bahwa sebagian besar pendidik sebaya
dakan sehari-hari. Secara umum pendidik sudah mempunyai perilaku yang baik dalam
sebaya yang memiliki pengetahuan yang memberikan informasi KRR namun masih
baik maka akan berperilaku baik pula. De- terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan
mikian pula pengetahuan tentang kesehatan terkait dengan materi, media penyampaian
reproduksi yang baik dapat membentuk informasi KRR dan ketrampilan pendidik
perilaku yang baik pula dalam menyam- sebaya.
paikan materi-materi yang berkaitan dengan Berdasarkan teori L.W Green bahwa
KRR. perilaku seseorang akan dipengaruhi
Variabel yang berpengaruh berikutnya langsung oleh predisposing, reinforcing dan
adalah ketersediaan sarana dalam membe- enabling factors. Demikian pula untuk
rikan informasi KRR. Dari hasil analisis sta- perilaku pendidik sebaya dalam membe-
tistik multivariat diperoleh hasil nilai rikan informasi KRR, pada hipotesis
OR=2,886, artinya responden yang mem- dituliskan bahwa ada hubungan antara
108 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 102-113
(2009) bahwa kinerja pendidik sebaya Dari hasil analisis chi square didapat
sebagian besar adalah baik karena sebagian p value 0,011 (<0,05) yang berarti ada
besar responden telah mengikuti pelatihan hubungan antara ketersediaan sarana dalam
sebanyak lebih dari tiga kali. memberikan informasi KRR dengan perilaku
Hasil penelitian sejalan dengan pene- pendidik sebaya dalam memberikan
litian Saito (2009), yaitu 66,88% pendidik informasi KRR. Hasil penelitian, sebanyak
sebaya memiliki pengetahuan yang cukup 55,6% responden menjawab tidak tersedia
tentang HIV/AIDS dan hanya 8,92% memi- ruang PIK Remaja. Untuk ketersediaan me-
liki pengetahuan yang buruk. Notoatmodjo dia kliping koran (69,1%), kliping majalah
mengemukakan bahwa pengetahuan meru- (63%) dan lembar balik (56,9%) responden
pakan komponen pendukung sikap dan menyatakan tidak tersedia.
perilaku yang utama. Menurut Notoatmodjo suatu sikap
belum tentu terwujud dalam suatu tindakan,
Ketersediaan Sarana dalam Membe- untuk mewujudkan suatu sikap menjadi
rikan Informasi KRR suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
Hasil penelitian pada tabel 6 menun- pendukung atau suatu kondisi yang memung-
jukkan lebih banyak responden yang mem- kinkan antara lain adanya fasilitas atau sarana
punyai ketersediaan sarana lengkap (63%). prasarana. Keterbatasan sarana pendidik
sebaya juga diungkapkan dalam penelitian
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Keter- ini dimana responden menyatakan kurang-
sediaan Sarana nya sarana tempat yang pasti untuk kegiatan
pendidik sebaya yaitu sebesar 51,13% dan
No Kategori Jumlah Persentase
1. Lengkap 51 63
kurang bahan ajar dalam proses pemberian
2. Kurang Lengkap 30 37 informasi sebesar 52,23%.
Jumlah 81 100
Sikap Pendidik Sebaya dalam Pembe-
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada rian Informasi KRR
tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang Hasil penelitian pada tabel 8 menun-
berperilaku kurang baik dalam memberikan jukkan lebih banyak responden yang bersikap
informasi KRR lebih banyak pada kelompok mendukung pemberian informasi KRR
yang ketersediaan sarana dalam pemberian (69,1%) dibanding yang kurang mendukung
informasi KRR kurang lengkap (66,7%). pemberian informasi KRR (30,9%).
Sedangkan responden yang berperilaku baik Berdasarkan hasil analisis bivariat
dalam memberikan informasi KRR lebih pada tabel 9 menunjukkan bahwa res-
banyak pada kelompok yang ketersediaan ponden yang berperilaku kurang baik dalam
sarana penunjang dalam memberikan informasi memberikan informasi KRR lebih banyak
KRR lengkap (62,7%). pada kelompok responden yang bersikap
seks didorong oleh dorongan seksual yang perilaku seks adalah segala tingkah laku yang
dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. didorong oleh hasrat seksual, baik dengan
lawan jenisnya maupun sesama jenis. Peri-
Tabel 5. Distribusi Jawaban Respon- laku tersebut sebaiknya di dalam perka-
den Menurut Tingkat Perila- winan, ini berarti bahwa setelah pasangan
ku Seks Pranikah resmi menjadi suami istri barulah diadakan
Tingkat Perilaku hubungan seksual (Tukan, 1990).
No Frekuensi Persentase Perilaku seks pranikah adalah penyim-
Seks Pranikah
1 Kissing 65 41 pangan perilaku, yakni suatu tingkah laku
(berciuman) yang tidak sesuai dengan norma sosial yang
2 Necking (cium 11 6,9 ada dalam masyarakat. Menurut W.V. Zan-
leher) den, penyimpangan didefinisikan sebagai
3 Masturbasi/onani 3 1,9
suatu perilaku yang oleh sebagian besar
4 Seks oral 3 1,9
5 Hubungan seksual 0 0 orang dianggap sebagai hal yang tercela dan
6 Seks anal (seks via 0 0 diluar batas toleransi (Suyanto, 2004).
anus/dubur) Berdasarkan hasil penelitian ini dida-
patkan bahwa sebanyak 53,1% responden
Sebagian besar responden melakukan mengaku mengakses pornografi dengan
kissing (berciuman sebesar 41%), necking berbagai frekuensi kadang-kadang 50%,
6,9%, masturbasi 1,9% dan seks oral 1,9%. seminggu sekali 1,9% dan sebulan sekali
Perilaku seks merupakan perilaku yang 1,2%. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan
didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan karena seperti penelitian tentang perilaku
untuk mendapatkan kesenangan organ seksual remaja SMU di Surakarta pada
seksual melalui berbagai perilaku. Perilaku tahun 2005 menyebutkan alasan remaja
seks didorong oleh dorongan seksual yang melakukan hubungan seksual adalah karena
dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku. pengaruh lingkungan, VCD dan film porno
Seks merupakan segala perilaku yang serta alasan kemajuan jaman dan supaya
didasari oleh dorongan seksual dan berhu- dianggap gaul (Shaluhiyah, 2006).
bungan dengan fungsi reproduktif atau yang
merangsang sensasi pada reseptor-reseptor Hubungan Persepsi tentang Seks Pra-
yang terletak pada atau di sekitar organ- nikah dengan Tingkat Perilaku Seks
organ reproduktif dan daerah-daerah ero- Pranikah
gen untuk mendapatkan kenikmatan atau Responden dengan tingkat seks pra-
kesenangan seksual, terutama orgasme. Jadi nikah sedang lebih banyak pada kelompok
responden yang memiliki persepsi buruk Masa remaja adalah masa peralihan
tentang seks pranikah sebanyak 11,8%. dari masa anak-anak menjadi masa dewasa
Jumlah ini lebih besar dari responden de- (Purwanto, 1998). Remaja mempunyai tu-
ngan tingkat seks pranikah sedang pada gas penting untuk mengembangkan
kelompok responden yang memiliki persepsi pengetahuan sehingga memiliki kemampuan
baik tentang seks pranikah sebanyak 3,6%. untuk mengambil keputusan (Bobak, 2004).
Responden yang memiliki persepsi Pengambilan keputusan dalam masalah
yang buruk terhadap seks pranikah (26%) seksual pada remaja akan mempengaruhi
menganggap bahwa seks pranikah memba- persepsi remaja tersebut (Bariroh, 2008).
wa lebih banyak kesenangan daripada kese- Persepsi remaja tentang perilaku seks pra-
dihan, 36% responden mempercayai pacar- nikah ditunjukkan dengan bagaimana remaja
nya sehingga apapun yang diminta termasuk melihat, mendengar, merasakan, meraba
berhubungan seks mereka bersedia melaku- serta memberi tanggapan tentang perilaku
kannya, 13% responden menganggap suatu seks pranikah.
hal biasa jika saat ini remaja melakukan seks Beberapa penyebab remaja melaku-
pranikah, 5% responden menyatakan kan seks pranikah mulai dari adanya do-
bahwa karena rasa ingin tahu yang besar, rongan biologis atau seksual (sexual drive)
pernah terbersit dalam hati untuk melakukan yang tidak dapat dibendung dan dilakukan
hubungan seks pranikah. semata-mata untuk memperkokoh komit-
Selanjutnya, 13% responden meng- men dalam pacaran, untuk memenuhi
anggap bahwa bagi seorang remaja yang keingintahuan dan sudah merasa siap untuk
sedang pada masa puber, seks pranikah melakukannya, merasakan afeksi dari
adalah sesuatu yang wajar, 4% responden pasangan atau partner seksnya, dan karena
menganggap hubungan seks boleh dilakukan adanya permasalahan dalam keluarga
remaja yang sudah mengalami kematangan (broken home) seperti kurang mendapatkan
pada organ-organ seksualnya, 29% respon- kasih sayang dari orangtua.
den masih menganggap hubungan seks pada Hasil penelitian Taufik (2013) menun-
remaja merupakan pelampiasan kebutuhan jukan bahwa remaja dalam hal ini pelajar di
biologis yang alamiah pada setiap insan yang SMK Negeri 5 Samarinda mempersep-
sedang jatuh cinta dan 13% responden sikan bahwa di sekolah mereka terdapat
menganggap saat pacaran merupakan saat fenomena seks pranikah dan mereka me-
untuk merasakan pengalaman seksual ber- ngetahui fenomena seks pranikah yang ada
sama orang yang dicintai, serta 7,5% res- di sekolah mereka. Menurut mereka feno-
ponden menganggap bila melakukan hu- mena seks pranikah yang terjadi di ling-
bungan seks sebelum menikah bukan kungan sekolah sangat memprihatinkan
merupakan aib bagi keluarga. karena setiap tahunnya ada pelajar yang
Berdasarkan hasil penelitian persepsi harus putus sekolah karena hamil di luar ni-
tentang seks pranikah kaitannya dengan kah, serta mereka mengatakan bahwa
tingkat perilaku seks pranikah, menunjukkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku
p value 0,039 (α <0,05) yang berarti ada yang tidak senonoh, tidak patut ditiru, meru-
hubungan antara persepsi tentang seks pra- sak martabat orang tua, memalukan, melu-
nikah dengan tingkat perilaku seks pranikah kai perasaan siapa saja yang mendengarnya
mahasiswa prodi Kebidanan STIKES dan haram, tidak sesuai dengan ajaran
‘Aisyiyah Yogyakarta. agama dan budaya Indonesia.
120 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 114-121
pada keluarga. Hal ini sesuai teori Stuart rima dan negosiasi terhadap situasi yang
(2009) yang menekan pentingnya tindakan terjadi. Menurut Torrey (1988 dalam Arif,
pencegahan primer yaitu memberikan 2006) bahwa adanya klien gangguan jiwa
pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa dalam keluarga merupakan stressor yang
kepada masyarakat yang belum mengalami sangat berat yang harus ditanggung keluarga.
gangguan jiwa termasuk keluarga yang berisiko Keluarga sebagai matriks relasi maka seluruh
tinggi mengalami gangguan jiwa karena anggotanya terhubung satu sama lain akan
bebannya dalam merawat pasien di rumah. terkena dampak yang besar. Keseimbangan
Begitupun menurut Keliat (2010) keluarga sebagai suatu sistem mendapatkan
bahwa dalam membentuk Desa Siaga Sehat tantangan yang besar.
Jiwa (DSSJ) salah satu tujuannya bagai- Pertemuan ketiga dan keempat diajar-
mana masyarakat atau keluarga yang sehat kan cara menyelesaikan masalah (problem
jiwa tetap sehat jiwa, yang berisiko tidak solving) selama merawat anggota keluarga
akan mengalami gangguan jiwa dan yang yang mengalami gangguan jiwa di rumah. Cara
gangguan jiwa bisa produktif dan mandiri. ini sangat membantu keluarga dan mengurangi
Kebijakan pemerintah sendiri sekarang beban yang dirasakan keluarga dalam
berorientasi pada community based bukan merawat. Menurut Keliat (2010) keluarga
hospital based sehingga diharapkan kelu- sangat membantu pemulihan pasien jiwa.
arga sebagai tempat tinggal pasien gangguan Keluarga yang berfungsi dengan baik akan
jiwa mampu merawat anggota keluarganya. membantu mempercepat pemulihan pasien.
Untuk itulah Model Preventive Care Untuk itulah keluarganya perlu diintervensi
diharapkan mampu memberikan peran agar dapat berfungsi secara optimal.
optimal keluarga dalam merawat pasien.
Model Preventive Care yang diberi- SIMPULAN DAN SARAN
kan dalam penelitian ini adalah dimulai dari Simpulan
mengenalkan kesehatan jiwa dan bagaimana Dari hasil penelitian ini dapat disim-
bisa mempertahankan agar tetap sehat jiwa. pulkan bahwa risiko gangguan jiwa pada
Selanjutnya dilatih cara berfikir positif keluarga sebelum dilakukan Model Preven-
bagaimana walaupun mempunyai anggota tive Care skor rata-rata sebesar 60,33,
keluarga yang mengalami gangguan jiwa risiko gangguan jiwa pada keluarga sesudah
tetapi tetap punya harapan dan berfikir yang dilakukan Model Preventive Care skor
baik. Penelitian ini mengajarkan keluarga rata-rata sebesar 67,87, ada perbedaan
cara melawan pikiran negatif menjadi positif. skor rata-rata risiko gangguan jiwa keluarga
Pikiran negatif yang muncul sebagian sebelum dan sesudah dilakukan Model
besar adalah khawatir kalau pasien kambuh. Preventive Care sebesar 7,54. Model
Keluarga juga merasakan adanya rasa jenuh/ Preventive Care terbukti efektif menurukan
bosan dalam merawat pasien. Hal ini sesuai risiko gangguan jiwa pada keluarga yang
dengan hasil penelitian Seloilwe (2006), merawat anggota keluarga yang mengalami
merawat anggota keluarga dengan gangguan gangguan jiwa dengan nilai p=0,021.
jiwa membuat keluarga bingung, sedih dan Saran
merupakan penderitaan tiada habisnya. Berdasarkan hasil penelitian ini
Pemberi perawatan dituntut untuk melaku- disarankan kepada responden diharapkan
kan koping setiap hari, menjadi tidak jujur dapat mempraktekkan model preventive
dengan anggota keluarga yang mengalami care yang telah dilatih dalam kehidupan
gangguan, manipulatif, akomodatif, mene- sehari-hari untuk membantu mengurangi
Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa... 129
Tenti Kurniawati
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: tenti_a@yahoo.co.id
amatan, menghitung, menggambarkan, dan yang masuk dalam kriteria sedang dalam
mengklasifikasikan data yang ditemukan masa cuti, maka jumlah sampel yang diambil
(Polit, 2004). Metode pendekatan waktu hanya 30 karyawan. Kriteria inklusi dalam
yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian ini adalah karyawan yang bersedia
setiap subjek penelitian hanya diobservasi menjadi responden dan kriteria ekslusi ada-
sekali saja dan pengukuran dilakukan lah karyawan yang sedang dalam masa cuti.
terhadap status karakter atau variabel subjek Kuesioner yang digunakan untuk me-
pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, ngumpulkan data terdiri dari dua kuesioner,
2010). Variabel adalah gejala yang menjadi yaitu kuesioner untuk mengetahui identitas
fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, responden dan mengetahui gambaran secara
2007). Variabel dalam penelitian ini hanya umum subjek penelitian yang terdiri dari
fokus pada satu variabel yaitu gambaran usia, jenis kelamin, lama kerja, status kepe-
pelaksanaan evaluasi kinerja karyawan di gawaian dan kuesioner untuk mengetahui
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. penilaian kinerja karyawan tentang standar,
Gambaran pelaksanaan evaluasi ki- target, umpan balik dan evaluasi. Jumlah
nerja karyawan adalah penilaian karyawan pernyataan dalam kuesioner ini adalah 20
terhadap sistem penilain kineja yang dilaku- item yang diadopsi dari Ningsih (2013).
kan oleh manajer di STIKES ‘Aisyiyah
Yogyakarta. Aspek yang terkait dalam peni- Tabel 1. Kisi-kisi Kuesioner untuk
laian kinerja adalah standar, target, umpan Penilaian Kerja
balik, dan evaluasi. Data dikumpulkan de- No item No item
ngan mengisi kuesioner yang dilakukan oleh Indikator Jumlah
favorable unfavorable
responden, dengan jenis pertanyaan positif Standar 1,3,4 2,5 5
(favorable) dan penyataan negatif (unfa- Target 6,7,9 8,10 5
vorable). Pada item pernyataan positif Umpan Balik 11,13,15 12,14 5
untuk pilihan jawaban sangat setuju = 5, Evaluasi 16,17 18,19,20 5
setuju = 4, ragu- ragu = 3, tidak setuju = 2, Jumlah 20
sangat tidak setuju = 1 dan untuk pernyataan
negatif adalah sebaliknya. Analisis dilakukan terhadap tiap varia-
Jawaban tersebut dikategorikan men- bel dari hasil penelitian, analisis ini meng-
jadi tiga kategori yaitu baik apabila skor hasilkan distribusi frekuensi dan persentase
76%- 100%, cukup apabila skor 56%- dari tiap variabel yaitu distribusi frekuensi
75%, kurang apabila skor < 55%. Skala usia, jenis kelamin, pendidikan, lama kerja,
data adalah ordinal. Populasi dalam pene- dan status kepegawaian. Adapun rumusnya
litian ini adalah seluruh karyawan di STIKES adalah sebagai berikut.
‘Asiyiyah Yogyakarta yang pernah dilaku- P= X x 100%
kan penilaian kinerjanya minimal satu kali. N
Jumlah Karyawan STIKES ‘Aisyiyah 35 Keterangan:
orang. Jumlah sampel dalam penelitian ini P = Persentase
mengacu pada penentuan jumlah sampel X = Jumlah jawaban yang sesuai
yang dikembangkan Isacc dan Michael, N = Jumlah soal
dengan populasi 35 orang dengan taraf Jawaban tersebut dikategorikan
kesalahan 5% maka jumlah sampel yang menjadi tiga kategori yaitu baik apabila skor
diambil seharusnya adalah 32 orang (Sugi- 76%- 100%, cukup apabila skor 56%-
yono, 2006), tetapi karena dua karyawan 75%, kurang apabila skor < 55%.
134 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 130-137
pekerjaan (Huber, 2006). Hasil riset mana- atau gagal memenuhi standar kinerja yang
jemen juga telah memperlihatkan beberapa telah ditetapkan. Tindakan korektif dapat
faktor yang berpengaruh terhadap hasil akhir didiskusikan agar suatu pembelajaran dapat
penilaian dalam meningkatkan motivasi dan terjadi dan peningkatan dapat disepakati
produktivitas (Marquis & Huston, 2009) (Dharma, 2010). Manajer sebagai pimpinan
adalah karyawan harus percaya bahwa perusahaan bertanggungjawab untuk mem-
penilaian didasarkan pada standar untuk beri umpan balik pada para karyawan, tidak
menilai karyawan dalam klasifikasi yang hanya menjadikan mereka lebih produktif,
sama dan dapat dipertanggungjawabkan. tetapi juga agar mereka mengembangkan
Standar harus dikomunikasikan dengan jelas keahlian mereka seiring dengan perkem-
pada karyawan pada waktu mereka direkrut bangan perusahaan. Umpan balik adalah
dan deskripsi pekerjaan atau tujuan individual cara yang paling efektif dan murah untuk
staf untuk tujuan penilaian kinerja. Karya- memotivasi karyawan (Phopal, 2008).
wan harus terlibat dalam mengembangkan Para karyawan ingin mengetahui bagai-
standar atau tujuan kinerja yang digunakan mana kualitas kerja mereka. Mereka me-
untuk menilai. Hal ini penting sekali untuk merlukan umpan balik untuk membantu
profesional pekerja. Karyawan harus me- mereka meningkat dan berkembang. Selu-
ngetahui kemajuan dan apa yang terjadi jika ruh karyawan harus memiliki peluang untuk
standar kinerja yang diharapkan tidak dica- evaluasi rutin yang formal. Bila umpan balik
pai. Karyawan perlu mengetahui bagaimana sering dilakukan setiap tahun, maka sesi
informasi akan diperoleh untuk memberikan formal yang diadakan setahun memberikan
gambaran kinerja. kesempatan formal untuk mendiskusikan
Penetapan sasaran untuk suatu peker- masalah pengembangan dan secara spesifik
jaaan harus dipastikan dalam proses mana- memfokuskan pada peningkatan kinerja
jemen bahwa setiap karyawan memahami (Phopal, 2008).
aturan dan hasil yang perlu dicapai untuk Penilaian kinerja adalah proses yang
memaksimalkan kontribusi mereka bagi wajib dalam organisasi untuk menjamin
organisasi secara keseluruhan. Pada haki- bahwa kualitas pelayanan terpenuhi. Penilai-
katnya dapat diartikan bahwa sasaran me- an kinerja menggunakan metode formal dan
mungkinkan karyawan untuk mengetahui informal untuk memberikan anggota staf
apa yang disyaratkan untuk mereka dan atas informasi penting untuk menentukan apa
dasar apa kinerja dan kontribusi mereka harapan mereka dan tindakan terbaik yang
akan dinilai (Williams dalam Amstrong, dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja
1994, dalam Dharma 2010). Manajemen mereka pada tingkat yang dikehendaki
kinerja mengasumsikan bahwa bilamana (Huber, 2006).
orang tahu dan mengerti apa yang diharap- Penelitian Raikkonen, Perala dan Ka-
kan dari mereka, dan dilibatkan dalam hanpaa (2007) dengan judul Staffing
penentuan sasaran yang akan dicapai, maka Adequacy, Supervisory Support and
mereka akan menunjukkan kinerja untuk Quality of Care in Long-Term Care
mencapai sasaran tersebut (Dharma, 2010). Setting: Staff Perceptions, menunjukkan
Pengukuran evaluasi kinerja diikuti hasil bahwa persepsi staf yang adekuat dan
dengan proses pemberian umpan balik, kecukupan dukungan dari supervisor, khu-
sehingga manajer dapat memantau kinerja susnya dukungan penguat (empowering)
karyawan, dan jika perlu dilakukan tindakan meningkatkan kemungkinan dicapainya
korektif jika karyawan membuat kesalahan kualitas pelayanan yang baik. Jika supervisor
136 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 130-137
fokus pada persepsi sejumlah staf, mereka memberikan kesempatan pada yang lain
dapat mengidentifikasi dengan lebih baik untuk maju tanpa merasa takut terhadap
kebutuhan staf dan juga kebutuhan dukungan bayang-bayang yang berlebihan (Huber
personal. 2006).
Proses penilaian kinerja diawali sejak
karyawan masuk sebagai pegawai baru, SIMPULAN DAN SARAN
seorang pegawai dikaji pengetahuan dan Simpulan
ketrampilanya. Pada program orientasi, ke- Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
majuan dan proses dalam melakukan pe- bahwa karakteristik responden menunjuk-
kerjaan akan dikaji, serta pekerjaan keselu- kan bahwa sebagian besar responden masuk
ruhan akan dievaluasi secara periodik. Peni- dalam kategori dewasa awal berusia 21-40
laian kinerja bersifat siklus (lingkaran). Di- tahun sebanyak 23 responden (76,7%),
mulai ketika karyawan digaji dan diakhiri sebagian besar berjenis kelamin perempuan
ketika pegawai keluar (Huber, 2006). 16 responden (53,3%), lama kerja terba-
Evaluasi kinerja melibatkan peran nyak < 5 tahun yakni sebanyak 12 respon-
manajer untuk memperjelas harapan yang den (40%), dan sebagian besar berstatus
mereka inginkan dari stafnya dan para kar- sebagai pegawai tetap sebanyak 17 respon-
yawan dapat mengkomunikasikan harapan den (56,7%). Pelaksanaan evaluasi kinerja
mereka dalam pekerjaannya terkait bakat di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta 2013,
pribadi yang dapat dimanfaatkan organisasi, menunjukkan bahwa sebagian besar res-
tujuannya untuk mencapai suatu konsensus. ponden memberikan penilaian kinerja di
Pengelolaan sasaran yang akan dicapai me- STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta dalam ka-
rupakan pekerjaan bersama yang menuntut tegori kurang sebanyak 18 responden
manajer dan karyawan bertindak secara (60%).
kemitraan. Hal tersebut dapat diartikan Saran
bahwa tiap tahapan sasaran untuk mencapai Berdasarkan hasil penelitian maka
kesepakatan bersama salah satunya menge- saran yang dapat penulis sampaikan adalah,
nai cara-cara pengukuran kinerja, penilaian kepada Bagian Sumber Daya STIKES
hasil dan faktor-faktor yang mempenga- ‘Aisyiyah Yogyakarta untuk mengevaluasi
ruhinya, serta rencana pengembangan dan adanya standar penilaian kinerja yang jelas
peningkatan kinerja (Dharma, 2010). untuk setiap bagian yang berbeda, target
Proses penilaian kinerja agar efektif yang terukur dan dikomunikasikan dengan
membutuhkan komponen penting dianta- jelas, umpan balik yang komunikatif dan
ranya dukungan dari pimpinan, komitmen transparan antara penilai dan yang dinilai,
organisasi terkait keuangan dan sumber daya evaluasi formal yang memotivasi dan tidak
manusia, memperoleh kualitas yang terbaik, diskriminatif.
dan merupakan proses yang dilakukan Pimpinan hendaknya menerapkan
secara terus menerus (Marquis & Huston, proses penilaian kinerja yang meningkatkan
2009). Proses penilaian kinerja memberikan motivasi pegawai dan meningkatkan pertum-
kesempatan manajer untuk menyampaikan buhan. Memfasilitasi proses dukungan untuk
dan mengidentifikasi nilai-nilai staf secara pegawai yang berusaha untuk memperbaiki
individu dan bakat yang dibawa mereka ke kinerja yang kurang. Menggunakan tehnik
dalam kelompok. Manajer sebagai pemim- bimbingan untuk meningkatkan pertumbuhan
pin harus memiliki kebanggaan untuk pegawai dalam kinerja pekerjaan.
Tenti Kurniawati, Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kinerja ... 137
Kata kunci: primipara, post partum, senam nifas, penurunan tinggi fundus
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 139
telah terjadi perubahan fisik dan psikis. Jumlah ibu post partum primipara sebanyak
Proses pemulihan post partum diantaranya 135 (47,03%) tahun 2009 dan 66 (47,14%)
adalah terjadinya involusi uteri dan proses pada tahun 2010. Rata-rata persalinan per-
laktasi. Setelah persalinan, terjadi perubahan bulan mencapai 25-30 persalinan. Pada ta-
pada uterus, dimana fundus uteri berada hun 2009 didapatkan data ibu post partum
setinggi pusat, kemudian terjadi proses primipara 10,07% (14) pulang pada hari
involusi uteri setiap hari yang tampak dari ketiga dengan kondisi kontraksi uterus baik
luar yaitu dengan penurunan tinggi fundus tetapi tinggi fundus uteri masih tinggi yaitu
uteri, kontraksi uterus dan pengeluaran dua jari di bawah pusat, sedangkan sisanya
lokhea (Farrer, 2001). Involusi uterus tidak pulang dalam kondisi normal. Sedangkan
berjalan sebagaimana mestinya bila ada pada semester pertama tahun 2010 dida-
infeksi endometrium, terdapat sisa plasenta patkan 13,63% (9) orang yang pulang de-
dan selaputnya, terdapat bekuan darah dan ngan kondisi yang sama. Ibu post partum
mioma (Manuaba, 2007). terutama yang primipara masih takut mela-
Wanita yang melahirkan sering menge- kukan banyak gerakan karena merupakan
luhkan perut masih terlihat besar, akibat pengalaman pertama, dan untuk mengecil-
membesarnya otot rahim karena pembe- kan rahim masih menggunakan stagen.
saran sel maupun pembesaran ukurannya Senam nifas merupakan serangkaian
selama hamil. Setelah melahirkan otot-otot gerakan tubuh yang dilakukan oleh ibu
tersebut akan mengendur. Salah satu cara setelah melahirkan yang bertujuan untuk
untuk membantu mengembalikan ukuran memulihkan dan mempertahankan kekuatan
rahim pada kondisi sebelum hamil adalah otot yang berhubungan dengan kehamilan
dengan senam nifas (Saminem, 2009). dan persalinan. Latihan pada otot dasar
Senam nifas bertujuan merangsang otot-otot panggul akan merangsang serat-serat saraf
rahim agar berfungsi secara optimal sehingga pada otot uterus yaitu serat saraf sympatis
diharapkan tidak terjadi perdarahan post dan parasympatis yang menuju ganglion
partum (Hamilton, 2006). cervicale dari frankenhauser yang terletak
Penelitian yang dilakukan oleh Surani di pangkal ligamentum sacro uterinum.
(2010) di Semarang, didapatkan bahwa se- Rangsangan yang terjadi pada ganglion ini
bagian besar responden yang diberi perla- akan menguatkan kontraksi uterus. Apabila
kuan senam nifas, mengalami penurunan pada masa post partum kontraksi uterus baik
TFU lebih cepat yaitu 76% dan yang menga- maka proses involusi uterus akan berjalan
lami penurunan TFU lambat sebanyak 24%. normal. Selain itu latihan otot perut akan
Menurut Varney (2007), survei yang dilaku- menyebabkan ligamen dan fasia yang me-
kan pada ibu pasca partum, lebih dari tiga nyokong uterus akan mengencang. Liga-
perempat dari 1.161 wanita ingin mendapat- mentum rotundum yang kendor akan kem-
kan informasi lagi tentang latihan, diet dan bali sehingga letak uterus yang sebelumnya
nutrisi, sementara wanita yang pernah mela- retofleksi akan kembali pada posisi normal
kukan latihan selama kehamilan ingin me- yaitu menjadi anterfleksi (Polden,1997).
lanjutkan latihan setelah persalinan. Berdasarkan latar belakang dapat
Studi pendahuluan yang dilakukan di dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apa-
Rumah Bersalin Rachmi didapatkan data kah ada pengaruh senam nifas terhadap
jumlah persalinan pada tahun 2009 seba- kecepatan penurunan tinggi fundus uteri
nyak 287 persalinan dan pada semester satu pada ibu post partum primipara di Rumah
tahun 2010 sebanyak 140 persalinan. Bersalin Rachmi tahun 2011?”
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 141
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Ibu Primipara Post Partum Dua Jam Berdasarkan
Penurunan TFU ( Pre-Test ) pada Kelompok Senam Nifas dan Tidak
Melakukan Senam Nifas
Senam Nifas Tidak Senam Nifas
Variabel
Jumlah % Jumlah %
11 cm 18 45,0 20 50,0
Tinggi fundus 12 cm 12 30,0 11 27,5
uteri (cm) 12,5 cm 3 7,5 4 10,0
2 jam post 13 cm 5 12,5 5 12,5
partum 13,5 cm 1 2,5 0 0,0
15 cm 1 2,5 0 0,0
Jumlah 40 100,0 40 100,0
Tabel 3. Distribusi Ibu Primipara Post Partum Hari he-5 Berdasar Penurunan TFU
(Post Test) kelompok Melakukan Senam Nifas dan Tidak Senam Nifas
Penurunan Tinggi Fundus Uteri 2 Jam yang diberi perlakuan senam nifas tinggi
Post Partum (pre-test) pada Ibu yang fundus uteri didominasi oleh tinggi fundus
Melakukan Senam Nifas dan Tidak uteri (TFU) 5 cm sebanyak 16 ibu (40,0%),
Melakukan Senam Nifas sedangkan pada kelompok kontrol dido-
Dari data yang tersaji pada tabel 2 minasi oleh tingggi fundus uteri 6 cm
diketahui bahwa ibu primipara post partum sebanyak 17 ibu (42,5%).
2 jam pada kelompok perlakuan senam nifas
didominasi oleh tinggi fundus uteri (TFU) 11 Jumlah Penurunan Tinggi Fundus Uteri
cm sebanyak 18 ibu (45,0%). Hal ini sama pada Ibu yang Melakukan Senam Nifas
dengan TFU pada kelompok kontrol yang dan Tidak Melakukan Senam Nifas
didominasi oleh TFU 11 cm sebanyak 20 Dari data yang tersaji pada tabel 4
ibu (50,0%). dapat diketahui bahwa tinggi fundus uteri
(TFU) pada ibu primipara post partum hari
Penurunan Tinggi Fundus Uteri (post- ke-5 pada kelompok perlakuan senam nifas
test) pada Ibu Nifas Hari Kelima yang menunjukkan bahwa sebagian besar me-
Melakukan Senam Nifas dan Tidak nurun 6,5 cm sebanyak 13 ibu (32,5%),
Melakukan Senam Nifas sedangkan pada kelompok kontrol seba-
Dari tabel 3 diketahui bahwa ibu primi- gian besar menurun 5 cm sebanyak 16 ibu
para post partum hari ke-5 pada kelompok (40,0%).
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 143
Tabel 4. Distribusi Ibu Primipara Post kelompok tidak senam sebanyak 5,475 cm.
Partum Berdasar Jumlah Pe- Nilai p value = 0,000 dimana nilai tersebut
nurunan TFU Kelompok Se- menunjukkan p value lebih kecil dari 0,05,
nam Nifas dan Tidak Senam maka dapat diketahui bahwa ada perbedaan
Kelompok total penurunan tinggi fundus uteri pada ibu
Variabel Tidak post partum yang melakukan senam nifas
Senam nifas
senam nifas dan tidak melakukan senam nifas. Kesim-
Penurunan pulannya adalah ada pengaruh senam nifas
TFU Jumlah % Jumlah %
terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus
4 cm 2 5,0 1 2,5 uteri pada ibu post partum primipara.
4,5 cm 0 0,0 0 0,0
5 cm 3 7,5 16 40,0 Perbedaan Pengaruh Senam Nifas Ter-
5,5 cm 7 17,5 8 20,0 hadap Penurunan TFU Berdasarkan
6 cm 3 7,5 10 25,0
6,5 cm 13 32,5 1 2,5
Golongan Umur
7 cm 4 10,0 1 2,5 Dari hasil uji Tukey post Hoc test un-
7,5 cm 7 17,5 0 0,0 tuk multiple comparison yang dilakukan
8 cm 1 2,5 0 0,0 didapat nilai pada semua golongan umur p
Jumlah 40 100,0 40 100,0 value lebih besar dari 0,05, maka dapat
diketahui bahwa tidak ada ada perbedaan
Pengaruh Senam Nifas terhadap Ke- rata-rata penurunan Tinggi fundus uteri pada
cepatan Penurunan TFU tiga golongan umur, sehingga dapat disim-
Dari hasil uji statistik yang dilakukan pulkan bahwa tidak ada pengaruh umur
didapat rata-rata Tinggi Fundus Uteri pada terhadap kecepatan penurunan tinggi fundus
kelompok senam pada hari ke-5 menurun uteri pada ibu primipara post partum di RB
sebanyak 6,762 cm, sedangkan pada Rachmi 2011.
Masa post partum adalah masa enam Menurut Farrer (2001), setelah mela-
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ hirkan ligamen, fasia, jaringan penunjang alat
reproduksi kembali ke keadaan normal se- genetalia menjadi agak kendor sehingga me-
belum hamil. Periode ini kadang-kadang nyebabkan letak uterus menjadi retrofleksi.
disebut peurperium atau trimester keempat Salah satu upaya untuk memulihkan kembali
kehamilan (Bobak, 2005). Pada masa post kekuatan otot dasar panggul adalah senam
partum terjadi perubahan-perubahan pada nifas. Senam nifas merupakan serangkaian
organ reproduksi salah satunya adalah peru- gerakan tubuh oleh ibu setelah melahirkan,
bahan pada uterus. Uterus mengalami invo- tujuannya untuk memulihkan dan memper-
lusi dengan cepat selama 7-10 hari pertama tahankan kekuatan otot yang berhubungan
selanjutnya berangsur-angsur. Setelah janin dengan kehamilan dan persalinan.
lahir fundus uteri kira-kira setinggi pusat, Dari hasil uji statistik t-test yang telah
segera setelah plasenta lahir, tinggi fundus dilakukan didapatkan nilai p value=0,000
uteri kurang lebih dua jari di bawah pusat. sehingga p<0,05, dengan demikian hipotesis
Uterus menyerupai buah alpukat yang penelitian ini didapatkan bahwa ada penga-
gepeng dengan ukuran panjang ± 15 cm, ruh senam nifas terhadap kecepatan penu-
lebar ± 12 cm dan tebal ± 10 cm. Setelah runan tinggi fundus uteri pada ibu primipara
tonus otot baik maka fundus uteri akan turun post partum. Pada ibu post partum yang
sedikit demi sedikit sehingga pada hari melakukan senam nifas mempunyai tinggi
kelima post partum tinggi fundus uteri hanya fundus uteri lebih rendah yaitu sampai dengan
7 cm di atas simpisis atau setengah pusat 4 cm diatas simpisis pada hari ke-5 post
simpisis dan sesudah 12 hari post partum partum, sedangkan pada ibu post partum
fundus uteri tidak dapat diraba lagi di atas yang tidak melakukan senam nifas tinggi
simpisis (Wiknjosastro, 2005). fundus uteri terendah adalah 5 cm diatas
Faktor-faktor yang menyebabkan in- simpisis pada hari ke-5 post partum.
volusio uteri adalah kontraksi dan retraksi Sesuai penelitian yang dilakukan oleh
serabut otot polos uterus yang terjadi terus Surani (2010) di RB Harmoni Semarang,
menerus, otolisis sitoplasma sel, atrofi ja- menyatakan bahwa responden yang diberi
ringan yang berproliferasi dengan adanya perlakuan senam nifas mengalami penurunan
estrogen dalam jumlah besar. Faktor-faktor TFU lebih cepat sebanyak 76% dan yang
yang mempengaruhi involusio uteri adalah mengalami penurunan TFU lebih lambat
usia, paritas, gizi ibu, ambulasi/mobilisasi dini sebanyak 46%. Menurut Wiknjosastro
dan menyusui. Senam nifas merupakan salah (2005), setelah persalinan uterus akan ber-
satu upaya dari mobilsasi dini (Farrer, 2001). angsur-angsur pulih, setelah tonus otot baik
Hasil penelitian ini menunjukkan TFU maka fundus uteri akan turun sedikit demi
ibu nifas primipara hari ke-5 pada kelompok sedikit sehingga pada hari kelima post
perlakuan senam nifas sebagian besar menu- partum tinggi fundus uteri hanya 7 cm di atas
run 6,5 cm sebanyak 13 ibu (32,5%), se- simpisis atau setengah pusat simpisis dan
dangkan pada kelompok kontrol sebagian sesudah 12 hari post partum fundus uteri
besar menurun 5 cm, ada16 ibu (40%). Dari tidak dapat diraba lagi di atas simpisis.
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu Ibu post partum yang diberi perlakuan
post partum yang melakukan senam nifas senam nifas mengalami penurunan tinggi
mengalami penurunan tinggi fundus uteri lebih fundus uteri lebih cepat disebabkan karena
cepat dibandingkan yang tidak melakukan latihan pada otot dasar panggul akan
senam nifas. merangsang serat-serat saraf pada otot
Yani Widyastuti, dkk., Pengaruh Senan Nifas... 145
uterus yaitu serat saraf sympatis dan para- kenhauser di pangkal ligamentum sacro
sympatis yang menuju ganglion cervicale uterinum. Hal ini menyebabkan otot-otot
dari frankenhauser yang terletak di pangkal pada miometrium semakin kuat sehingga
ligamentum sacro uterinum. Rangsang yang proses penyembuhan pada luka tempat
terjadi pada ganglion ini akan menguatkan implantasi plasenta lebih cepat sehingga
kontraksi uterus. Apabila pada masa post ekskresi dari cavum uteri menjadi lebih
partum kontraksi uterus baik maka proses singkat. Masa post partum kontraksi uterus
involusi uterus akan berjalan normal. Selain baik maka proses involusi uterus akan
itu latihan otot perut akan menyebabkan berjalan normal (Polden,1997).
ligament dan fasia yang menyokong uterus
akan mengencang. Ligamentum rotundum SIMPULAN DAN SARAN
yang kendor akan kembali sehingga letak Simpulan
uterus yang sebelumnya retrofleksi akan Hasil penelitian menunjukkan rata-rata
kembali pada posisi normal yaitu menjadi Tinggi Fundus Uteri pada kelompok senam
antefleksi (Polden, 1997). pada hari ke-5 menurun 6,762 cm, sedang-
Ibu post partum yang tidak melakukan kan pada kelompok tidak senam menurun
senam nifas mengalami penurunan tinggi 5,475 cm, dengan nilai t=6,567 dan p value
fundus uteri lebih lambat kemungkinan = 0,000, dapat disimpulkan ada pengaruh
disebabkan oleh faktor usia dan aktifitas senam post partum terhadap penurunan
(ambulasi dini). Ibu yang mempunyai usia TFU pada post partum primipara di Rumah
lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses pe- Sakit Bersalin Rachmi Yogyakarta 2011.
nuaan. Pada proses penuaan terjadi peru- Saran
bahan metabolisme yaitu terjadi peningkatan Bagi bidan pelaksana, pelaksanaan
jumlah lemak, penurunan elastisitas otot dan senam nifas agar diberikan kepada semua
penurunan penyerapan lemak, protein dan ibu post partum. Bagi pimpinan Rumah Ber-
karbohidrat. Dengan adanya penurunan salin agar senam nifas dijadikan prosedur
regangan otot akan mempengaruhi penge- tetap pelayanan terhadap ibu nifas.
cilan otot rahim setelah melahirkan dan mem-
butuhkan waktu yang lama dibandingkan DAFTAR RUJUKAN
dengan ibu yang mempunyai kekuatan otot Bobak, I, dkk. 2005. Buku Ajar Kepe-
dan regangan yang lebih baik (Farrer, 2001). rawatan Maternitas . EGC:
Ibu post partum yang melakukan Jakarta.
ambulasi dini terbatas mengalami penurunan Biro Pusat Statistik. 2009. Profil Dinas
tinggi fundus uteri lebih lambat disebabkan Kesehatan Propinsi DIY. Jakarta:
karena ambulasi dini dapat membantu Depkes RI.
kekuatan otot dinding rahim berfungsi
Depkes RI. 2007. Paket Pelatihan Pela-
kembali secara optimal, ibu post partum
yanan Obstetri Neonatal Emer-
akan merasa lebh sehat dan lebih kuat, faal
gensi Komprehensif. Jakarta:
usus dan kandung kemih menjadi lebih kuat,
Depkes RI JNPK-KR.
memungkinkan bidan untuk memberikan
bimbingan kepada ibu mengenai perawatan Farrer, H. 2001. Perawatan Maternitas.
bayinya (Sulistyowati, 2009). Edisi 2. EGC: Jakarta.
Senam nifas berfungsi merangsang Hamilto n, M. 2006 . Dasar-Dasar
serat-serat saraf otot uterus saraf sympatis Keperawatan Maternitas. Edisi 6.
yang menuju ganglion cervicale dari fran- EGC: Jakarta.
146 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 138-146
Manuaba, I. 2007. Pengantar Kuliah Ob- Sulistyowati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan
stetri. EGC: Jakarta. Kebidanan pada Ibu Nifas. Andi
Polden, M., Mantle, J. 1997. Physio- Offset: Yogyakarta.
therapy in Obstetrics and Gynea- Surani. 2010. Pengaruh Senam Nifas
cology. Butterworth Heinemann: Terhadap Involusio Uteri pada
Oxford. Ibu Nifas. Tesis. Surakarta: Pro-
Saifudin. 2001. Buku Acuan Nasional gram Studi Magister Kedokteran
Pelayanan Kesehatan Maternal Keluara, Program Pascasarjana
dan Neonatal. Yayasan Bina Pus- Univ. Sebelas Maret Surakarta.
taka Sarwono Prawirohardjo: Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan
Jakarta. Kebidanan. EGC: Jakarta.
Saminem. 2009. Seri Asuhan Kebidanan Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan.
Kehamilan Normal. EGC: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Jakarta. Prawirohardjo: Jakarta.
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG KANKER SERVIKS
DENGAN MINAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN
INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT (IVA)
positif) dan unfavorable (pertanyaan yang valid dan empat soal yang gugur, se-
negatif). Untuk pertanyaan favorable hingga soal yang digunakan sebagai instru-
interpretasi penilaiannya SS=4, S=3, RR=2, men ada 14 soal. Peneliti melakukan uji vali-
TS=1, STS=0 dan sebaliknya untuk perta- ditas dan reliabilitas di Dusun Soka, Merdi-
nyaan unfavorable, SS=0, S=1, RR=2, korejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta.
TS=3, STS=4.
Metode yang digunakan dalam pe- HASIL DAN PEMBAHASAN
ngumpulan data adalah dengan membagikan Analisis deskriptif ditujukan untuk
kuesioner. Sebelum kuesioner dibagikan, mengetahui kecenderungan tingkat penge-
peneliti melakukan informed concern tahuan tentang deteksi dini kanker serviks
terlebih dahulu kepada responden yang telah dan minat melakukan pemeriksaan Inspeksi
ditentukan. Apabila responden telah berse- Asam Asetat (IVA) di Dusun Soka, Merdi-
dia kemudian kuesioner dibagikan langsung korejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta. Untuk
kepada responden untuk diisi sesuai dengan mengetahui kecenderungan responden ter-
petunjuk yang telah disediakan. Untuk hadap tiap-tiap variabel penelitian, maka
menghindari kesalahan dalam pengisian dibuat klasifikasi berdasarkan norma yang
jawaban oleh responden, maka selama pro- disusun sesuai dengan tingkat diferensiasi
ses pengisian kuesioner diawasi oleh peneliti, yang dikehendaki yang ditetapkan batasan-
dan hasil pengisian kuesioner langsung nya berdasarkan kriteria. Berdasarkan hasil
diterima pada waktu itu juga. Pengumpulan wawancara yang dilakukan didapatkan
data dilakukan selama satu minggu dengan informasi jika di Dusun Soka belum pernah
bantuan seorang asisten yang terlebih dahulu dilakukan penelitian tentang hubungan
dijelaskan mengenai cara pengumpulan data, pengetahuan masyarakat tentang kanker
cara pengisian kuesioner dan tata tertib serviks dengan minat melakukan IVA.
pengisian kuesioner.
Berdasarkan hasil uji validitas untuk Tingkat Pengetahuan Tentang Kanker
kuesioner tingkat pengetahuan tentang kan- Serviks
ker serviks didapatkan 16 soal yang valid, Gambar 1 menunjukkan sebanyak 25
sedangkan untuk kuesioner minat melaku- responden (62,5%) mempunyai tingkat
kan IVA dengan 18 soal didapatkan 14 soal pengetahuan yang tinggi terhadap kanker
serviks, dan 5 responden (12,5%) mempunyai walaupun tidak secara detail, misalnya saja
pengetahuan yang rendah terhadap kanker mereka dapat menjawab dengan benar per-
serviks. Hal tersebut berdasarkan hasil pengisian tanyaan tentang pengertian kanker serviks
kuesioner oleh responden. Untuk tingkat tetapi secara detail seperti pertanyaan gejala
pengetahuan sendiri beberapa butir pertanyaan maupun penanganan masih ada sebagian
ada yang belum tepat dalam menjawab responden yang tidak dapat menjawabnya.
diantaranya istilah medis kanker serviks, angka Tingkat pengetahuan ini juga dapat berasal
kejadian tertinggi penyebab kematian perem- dari faktor luar seperti informasi ibu yang
puan dan pengobatan kanker serviks, sedang- didapat dari bidan, puskesmas, atau tenaga
kan secara umum tentang kanker serviks kesehatan lainnya yang memberikan infor-
responden sudah memahaminya seperti tanda masi tentang kanker serviks. Untuk menda-
dan gejala kanker serviks seperti keluarnya patkan informasi tidak harus dari media
keputihan yang pada awalnya berwarna putih tetapi dapat dari pengalaman orang lain,
sampai akhirnya berubah coklat dan berbau, karena di Dusun Soka mayoritas pekerjaan
perempuan yang menikah di usia muda, dan masyarakat adalah petani yang sering ber-
kebiasaan merokok. kumpul dengan tetangganya ketika bekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, tingkat Hal tersebut tidak menutup kemungkinan
pengetahuan kanker serviks sebanyak 12,5% responden mendapatkan informasi dari
dan 62,5% mempunyai tingkat pengetahuan pengalaman orang lain.
tinggi. Berdasarkan pendidikan responden
rata-rata adalah lulusan Sekolah Menengah Minat Melakukan IVA
Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan Gambar 2 menunjukkan sebanyak 10
(SMK). Pengetahuan tentang kanker serviks responden (25%) mempunyai minat yang
dapat diperoleh dari informasi baik secara tinggi terhadap pemeriksaan IVA, dan 15
lisan maupun tertulis dan pengalaman sese- responden (37,5%) mempunyai minat yang
orang. Informasi juga dapat diperoleh dari rendah terhadap pemeriksaan IVA. Hal
media seperti majalah, radio, televisi, dan lain tersebut berdasarkan hasil pengisian kuesi-
sebagainya (Soekanto, 2002). oner oleh responden. Untuk minat melaku-
Tingkat pengetahuan seseorang berbe- kan IVA beberapa butir pernyataan yang
da tergantung akses informasi yang didapat- diajukan seperti perasaan jika harus melaku-
kannya. Adanya informasi yang diterima kan pemeriksaan, kesadaran pentingnya
dapat memberikan pengetahuan baru, kare- deteksi dini, dan pentingnya informasi
na dengan informasi lebih banyak akan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi
mempunyai pengetahuan yang lebih luas perempuan.
(Soekanto, 2002). Pengetahuan yang baik Berdasarkan hasil penelitian minat mela-
tentang kanker serviks tersebut dipengaruhi kukan pemeriksaan IVA sebanyak 37,5%
oleh pengalaman pribadi atau pengalaman mempunyai minat rendah, dan 25%
orang lain yang kebetulan didengar meng- mempunyai minat tinggi. Hal ini menunjukkan
ingat bahwa informasi dapat diperoleh dari bahwa sikap tentang minat pemeriksaan IVA
berbagai sumber sebagaimana pernyataan pada ibu-ibu di Dusun Soka, Merdikorejo,
Notoatmodjo (2002). Tempel, Sleman masih cukup mempriha-
Selain itu didukung pula oleh hasil tinkan karena rata-rata minat untuk melaku-
pengisian kuesioner yang sudah dilakukan kan pemeriksaan IVA masih relatif kecil.
oleh responden dimana mereka sudah Diagnosis dini telah terbukti mampu
mengetahui sedikit tentang kanker serviks menurunkan mortalitas serta morbiditas kan-
152 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154
ker serviks, tetapi di Indonesia belum mam- Hubungan Tingkat Pengetahuan ten-
pu mencapai tujuan tersebut karena berba- tang Kanker Serviks dengan Minat
gai kendala antara lain faktor sumber daya Melakukan Pemeriksaan IVA
manusia, dana, sarana/prasarana, organi- Berdasarkan tabel 1 dapat dikatakan
sasi pelaksana, keadaan geografi dan wanita bahwa di Dusun Soka, Merdikorejo,
yang selayaknya menjalankan skrining. Se- Tempel, Sleman didapatkan hasil ibu dengan
makin bertambah usia seseorang maka akan tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi
muncul minat yang baru bahkan minat lama- dan minat untuk melakukan IVA sedang
nya akan berangsur-angsur menghilang. Se- sebesar 10 orang (25%) sedangkan untuk
lain itu, perubahan pada minat juga dipenga- tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi
ruhi oleh lingkungan, kelompok, dan peran dan minat untuk melakukan IVA rendah
yang ada dalam dirinya karena adanya per- sebesar 7 orang (17,5%).
bedaan dalam kemampuan dan pengalaman. Untuk mengetahui hubungan antara
Menurut Hurlock (2002), umur dan tingkat pengetahuan kanker serviks dengan
pekerjaan seseorang merupakan faktor- minat melakukan IVA, maka dilakukan
faktor yang mempengarui minat. Pada analisis menggunakan statistik uji korelasi
penelitian ini didapatkan masing-masing Chi Square. Dari hasil penelitian menun-
responden tidak dalam rentang usia yang jukkan nilai p=0,038 lebih besar dari 0,05
sama dan pekerjaan yang sama. Selain itu (0,05< 0,038), sehingga dapat disimpulkan
dimungkinkan ada beberapa faktor lain yang bahwa ada hubungan antara tingkat
mempengaruhi minat seseorang diantaranya pengetahuan tentang kanker serviks dengan
kondisi ekonomi, pendidikan, kondisi minat melakukan pemeriksaan IVA di Dusun
lingkungan dan keadaan psikis seseorang. Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman.
Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa Pembentukan sikap kesehatan sese-
terdapat hubungan antara tingkat orang dipengaruhi oleh pengetahuan yang
pengetahuan tentang kanker serviks dengan dimilikinya. Salah satu cara memperoleh
minat pemeriksaan IVA. Hal ini ditunjukkan pengetahuan adalah dengan adanya kegiatan
dari hasil analisis dengan uji Chi Square. Hasil penyuluhan. Hal-hal yang dapat mempenga-
penelitian menunjukkan nilai p=0,038 lebih ruhi minat seseorang salah satunya adalah
besar dari 0,05 (0,05< 0,038) yang artinya pengetahuan. Dan pengetahuan ini bisa
hipotesis diterima, sehingga dapat disimpulkan didapat dengan berbagai cara salah satunya
bahwa ada hubungan antara tingkat yaitu dengan mengikuti sebuah penyuluhan.
pengetahuan tentang kanker serviks dengan Mubarak (2007) juga menyatakan bahwa
minat pemeriksaan IVA di Dusun Soka, beberapa cara yang dapat menimbulkan
Merdikorejo, Tempel, Sleman tahun 2012. minat sehingga mengubah perilaku seseorang
Sumber informasi akan memperluas salah satunya adalah dengan pemberian
pengetahuan. Informasi inilah yang mempe- penyuluhan (Hurlock, 2002).
ngaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Setiawati dan Dermawan
Selanjutnya pengetahuan ini akan menyadar- (2008), minat merupakan salah satu faktor
kan orang tersebut untuk berperilaku yang internal dalam perubahan perilaku seseorang.
lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Minat mempunyai pengaruh besar terhadap
dari Machfoedz (2007) yang menyatakan perilaku karena dengan minat seseorang
orang yang bertambah pengetahuan dan akan melakukan sesuatu yang diminatinya.
kecakapanya, serta akan muncul kesadaran Pemberian informasi yang positif dan benar
dalam fikirannya tentang bahaya-bahaya sangat penting untuk menentukan minat me-
yang tidak sehat bila tidak mengubah perila- lakukan pemeriksaan IVA sebagai deteksi
kunya. Oleh karena itu orang yang belajar dini adanya kanker serviks.
mengenai kesehatan akan mengubah perila-
kunya agar menjadi sehat. SIMPULAN DAN SARAN
Hal ini mendukung penelitian yang Simpulan
dilakukan oleh Tejawati (2010) dengan judul Tingkat pengetahuan kanker serviks
“Hubungan penyuluhan tentang kanker sebanyak 5 orang (12,5%) mempunyai ting-
serviks terhadap minat ibu-ibu melakukan kat pengetahuan rendah, 10 orang (25%)
tes IVA di Lendah, Kulon Progo”. Hasil pe- mempunyai tingkat pengetahuan sedang,
nelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dan 25 orang (62,5%) mempunyai tingkat
yang kuat dan signifikan antara tingkat pe- pengetahuan tinggi. Minat melakukan peme-
nyuluhan tentang kanker serviks dengan riksaan IVA sebanyak 15 orang (37,5%)
minat melakukan IVA pada ibu-ibu di Len- mempunyai minat rendah, 15 orang (37,5%)
dah, Kulon Progo. Dengan adanya penyu- mempunyai minat sedang dan 10 orang
luhan minat ibu-ibu untuk melakukan sesuatu (25%) mempunyai minat tinggi.
akan muncul karena mereka mendapatkan Hasil penelitian menunjukkan nilai
hal yang baru dari penyuluhan tersebut. Pada p=0,038 lebih besar dari 0,05 (0,05<
proses penyuluhan inilah terjadi transfer ilmu 0,038) jadi hipotesis diterima, sehingga
pengetahuan dan wawasan serta informasi dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang terbaru dengan dunia kesehatan antara tingkat pengetahuan tentang kanker
khususnya mengenai kanker serviks dan serviks dengan minat pemeriksaan IVA di
pencegahannya sehingga menimbulkan minat Dusun Soka, Merdikorejo, Tempel, Sleman
bagi ibu-ibu setelah diberikan penyuluhan. tahun 2012.
154 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 147-154
mampu melakukan injeksi dengan benar (korelasi product moment) dan uji reabilitas
maka dapat membahayakan pasien. dengan menggunakan metode Alpha Cron-
Hasil evaluasi nilai KDPK untuk ke- bach (Sugiyono, 2010).
trampilan injeksi, dari 169 mahasiswa terda- Uji analisis data menggunakan uji t-test
pat 46 orang (27%) mendapatkan < 70 dengan p value=0,05 dengan membanding-
dan 73% mendapatkan nilai bervariasi an- kan nilai hasil pre test dan post test antara
tara 75-100. Guna mencapai proporsi lu- kelompok A dan B. Jika nilai p kurang dari
lusan 60% praktik dan 40% teori, maka do- 0,05 maka terdapat perbedaan prestasi
sen membuat inovasi yang lebih menarik yaitu mahasiswa antara yang mendapatkan pembe-
dengan mengkombinasikan demonstrasi lajaran dengan media demonstrasi phantom
phantom dengan video. Kasus di lapangan, dibandingkan dengan kombinasi VCD.
di Puskesmas Tegalrejo pada tahun 2011,
hanya 1 orang (10%) dari 10 mahasiswa HASIL DAN PEMBAHASAN
yang berkesempatan praktik ketrampilan Prestasi belajar ketrampilan injeksi
injeksi langsung pada pasien. Karena itu, menggunakan media demonstrasi dengan
maka peneliti bermaksud meneliti tentang Phantom dibanding kombinasi dengan
perbandingan prestasi belajar mahasiswa VCD, diuraikan dalam pembahasan berikut.
yang mendapatkan pembelajaran
demonstrasi dengan phantom dibanding Prestasi Sebelum Mendapatkan Pembe-
kombinasi dengan VCD pada ketrampilan lajaran
injeksi di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
Kelompok A (Demonstrasi Phantom)
Prodi D4 Bidan Pendidik semester II. Tujuan
Hasil pengolahan data didapatkan nilai
Penelitian ini adalah mengidentifikasi perbe-
pretest pada kelompok A dapat digambar-
daan pengaruh media pembelajaran demon-
kan sebagai berikut:
strasi dengan phantom dibanding kombinasi
dengan VCD terhadap ketrampilan injeksi Tabel 1. Nilai Pre Test Prestasi Maha-
mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. siswa Kelompok A
Kategori Nilai Nilai
METODE PENELITIAN Nilai Rendah 54
Desain penelitian ini ditetapkan jenis Nilai Tertinggi 70
eksperimental dengan pendekatan pre-post Rata-Rata Nilai 64,8
test design, yaitu pengukuran variabel dila-
kukan sebelum dan setelah dilakukan tindakan/
perlakuan. Variabel yang diukur/diuji adalah Tabel 2. Distribusi Frekuensi Rentang
Nilai Pre Test Prestasi Maha-
prestasi belajar dengan ujian tulis dan praktek.
siswa Kelompok A
Populasi penelitian ini adalah seluruh
mahasiswa STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Rentang Nilai Frekuensi
Prodi D4 Bidan Pendidik sejumlah 428 50-55 1
mahasiswa. Sampel dalam penelitian ini 56-60 8
adalah semester II angkatan 2010 sejumlah 61-65 24
66-70 33
169 mahasiswa, yang terdiri dari dua kelas Jumlah 66
yaitu IIA dan IIB. Seluruh mahasiswa tingkat
II Prodi D4 Bidan Pendidik dijadikan obyek Dari hasil di atas didapatkan mahasis-
penelitian. Instrumen prestasi belajar diuji wa terbanyak pada rentang skor 66-70
validitas dengan rumus uji korelasi pearson dengan jumlah mahasiswa 33.
158 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162
Untuk menentukan perbedaan prestasi belajar merupakan alat bantu yang berguna
sebagai indikator melihat adanya perbedaan dalam kegiatan belajar mengajar. Alat bantu
antara dua perlakuan, maka perlu ditetapkan dapat mewakili sesuatu yang tidak dapat
kondisi awal bahwa kedua kelompok harus disampaikan dosen melalui kata-kata. Ke-
setara. Kesetaraan dua kelompok ditentu- efektifan daya serap anak didik terhadap
kan berdasarkan hasil pre test yaitu dengan bahan pelajaran yang sulit dan rumit dapat
membandingkan apakah ada perbedaan nilai terjadi dengan bantuan alat bantu. Selain itu
antara masing-masing kelompok. kesulitan anak didik memahami konsep dan
Pengujian perbedaan prestasi antara prinsip tertentu dapat diatasi dengan ban-
kelompok A dan B sebelum pembelajaran tuan alat bantu. Bahkan alat bantu diakui
dilakukan dengan menggunakan uji t-test. dapat melahirkan umpan balik dari anak
Uji varians nilai sig = 0,401, karena nilai didik, dengan memanfaatkan taktik alat bantu
signifikansi lebih besar dari p = 0,05 dengan yang akseptabel dosen dapat menimbulkan
keputusan hipotesis nol diterima bahwa tidak minat belajar anak didik (Luca, 2009).
ada perbedaan yang mendasar antara Dalam proses belajar mengajar dosen
pengetahuan mahasiswa pada kelompok A mempunyai tugas untuk memilih model
dan B sebelum pembelajaran, yang berarti berikut media yang tepat sesuai dengan
kedua kelompok setara. materi yang disampaikan guna tercapainya
Pengujian perbedaan prestasi antara tujuan pembelajaran (Sudrajat, 2008),
kelompok A dan kelompok B setelah pem- sehingga sudah selayaknya dalam pembe-
belajaran dilakukan dengan menggunakan lajaran KDPK dilakukan suatu perbaikan
uji t-test, didapatkan uji varians 0,031 atau inovasi dan diupayakan peningkatan
karena nilai p <0,05 maka varians data ke- motivasi keingintahuan mahasiswa dalam
dua kelompok tidak sama. Angka sig pada menyiapkan mahasiswa untuk lebih mening-
equal varians not assumed adalah 0,000, katkan kemampuan berpikir kritis.
karena nilai p < 0,05 dengan keputusan Media pembelajaran dapat mengatasi
hipotesis nol ditolak yaitu bermakna bahwa keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh
terdapat perbedaan yang signifikan antara para pelajar. Media pembelajaran juga da-
pengetahuan mahasiswa pada kelompok A pat melampaui batasan ruang kelas. Melalui
dan kelompok B. penggunaan media yang tepat, maka semua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa obyek itu dapat disajikan kepada maha-
ada perbedaan yang bermakna antara pres- siswa. Media pembelajaran memungkinkan
tasi mahasiswa yang mendapatkan media adanya interaksi langsung antara mahasiswa
pembelajaran demonstrasi dengan phan- dengan lingkungannya (Damayanti, 2009).
tom dibandingkan kombinasi dengan VCD, Sadiman (2009) mengemukakan bah-
dimana kelompok yang mendapatkan media wa pemakaian media pembelajaran dalam
pembelajaran kombinasi VCD lebih baik proses belajar mengajar dapat membang-
dibandingkan dengan kelompok yang kitkan keinginan dan minat yang baru,
mendapatkan media demonstrasi dengan membangkitkan motivasi dan rangsangan
phantom. kegiatan belajar, dan bahkan membawa
Media menjadi sarana yang efektif dan pengaruh-pengaruh psikologis terhadap
efisien dalam menunjang kegiatan pembe- siswa. Penggunaan media pembelajaran
lajaran. Dalam hal ini, siswa cenderung lebih pada tahap orientasi pengajaran akan sangat
tertarik serta mudah menyerap informasi membantu keefektifan proses pembelajaran
yang disampaikan media. Media sumber dan penyampaian pesan dan isi pelajaran
160 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162
pada saat itu. Selain membangkitkan moti- menyenangkan. Sehingga dapat disimpulkan
vasi dan minat siswa, media pembelajaran bahwa media audio visual memiliki banyak
juga dapat membantu siswa meningkatkan keunggulan dibandingkan dengan media
pemahaman, menyajikan data dengan me- lainnya (Sanjaya, 2009).
narik dan terpercaya, memudahkan penaf- Efisiensi penggunaan media dapat
siran data dan memadatkan informasi. meningkatkan minat belajar dan keefektifan
Media pengajaran dapat mempertinggi belajar siswa sehingga prestasi belajar siswa
proses belajar siswa yang pada gilirannya akan meningkat. Prestasi belajar dapat diu-
diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar kur dari ujian baik secara lisan, tertulis mau-
yang dicapainya. Dosen akan lebih mudah pun praktek. Selain itu, prestasi belajar da-
menyampaikan pelajaran karena alat bantu pat digunakan sebagai tolak ukur kemam-
tersebut dan siswa pun lebih cepat menyerap puan pengetahuan siswa dalam menguasai
materi pelajaran karena mereka bisa melihat materi yang telah dipelajari sesuai dengan
secara langsung. Alasan media pengajaran kompetensi yang diharapkan (Sudrajat,
dapat mempertinggi proses belajar siswa 2008).
adalah pengajaran akan lebih menarik per- Pemilihan media harus sesuai dengan
hatian siswa sehingga menumbuhkan moti- kriteria dalam pemilihan media, media harus
vasi belajar, bahan pengajaran akan lebih disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau
jelas maknanya sehingga akan lebih dapat kompetensi yang ingin dicapai. Pada bagan
dipahami oleh para siswa, dan memung- kerucut pengalaman Edgar Dale dicon-
kinkan siswa menguasai tujuan pengajaran tohkan bahwa bila tujuan atau kompetensi
secara lebih baik, metode mengajar akan mahasiswa bersifat menghafalkan kata-kata
lebih bervariasi, tidak semata-mata komu- tertentu maka audio sangat tepat untuk
nikasi verbal melalui penuturan kata-kata digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang
oleh guru atau dosen sehingga siswa tidak dicapai bersifat memahami isi bacaan maka
mengalami kebosanan, siswa lebih banyak media cetak yang lebih digunakan. Jika
melakukan kegiatan belajar, tidak hanya tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak
mendengarkan penjelasan dari guru tetapi dan aktifitas), maka media film dan video
juga aktivitas lain seperti mengamati, men- bisa digunakan. Disamping itu terdapat
dengar, melakukan/mendemonstrasikan dan kriteria lainnya yang bersifat melengkapi
lain-lain (Purwanto, 2004). (komplementer) seperti biaya, ketepat-
Media audio visual adalah media gunaan, keadaan pebelajar, ketersedian, dan
instruksional modern yang sesuai dengan mutu teknis, sehingga dari penjelasan terse-
perkembangan jaman, meliputi media yang but jelas bahwa pembelajaran yang bersifat
dapat didengar dan dilihat. Pesan yang motorik dalam hal ini adalah keterampilan/
disampaikan video/VCD adalah fakta, mau- skill maka media VCD dapat digunakan
pun fiktif, bisa bersifat informatif, edukatif, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
maupun intraksional. Media audio visual Keuntungan penggunaan media VCD
dapat membuat konsep yang abstrak men- dalam pembelajaran adalah dapat memper-
jadi lebih kongkrit, dapat menampilkan ge- lihatkan secara langsung tentang proses
rak yang dipercepat atau diperlambat se- ketrampilan injeksi. Melalui video tersebut
hingga lebih mudah diamati, dapat me- materi akan mudah dipahami karena pera-
nampilkan detail suatu benda atau proses, gaan yang ditayangkan dijelaskan lebih terin-
membuat penyajian pembelajaran lebih ci, gambar jelas dan bila mahasiswa kurang
menarik, dan proses pembelajaran menjadi memahami dapat diputar ulang sehingga
Yekti Satriyandari, dkk., Pengaruh Media Pembelajaran Demonstrasi... 161
mahasiswa akan tertarik dengan materi yang dari informasi yang dipelajari. Penyangga ini
dipelajari. memungkinkan informasi tersimpan baik
Menurut Djamrah (2006) karakteris- dalam bentuk visual maupun audio.
tik media audio visual diantaranya mem-
punyai kelebihan yaitu selain bergerak dan SIMPULAN DAN SARAN
bersuara, film ini dapat menggambarkan Simpulan
suatu proses, dapat menimbulkan kesan ten- Berdasarkan hasil penelitian yang telah
tang ruang dan waktu, tiga dimensional da- dilakukan di D IV Bidan Pendidik STIKES
lam penggambarannya, suara yang dihasil- ‘Aisyiyah pada tahun 2012, dapat diambil
kan dapat menimbulkan realita pada gambar kesimpulan bahwa hasil ketrampilan injeksi
dalam bentuk impresi yang murni, jika film mahasiswa yang mendapatkan media pem-
itu suatu pelajaran, dapat menyampaikan belajaran demonstrasi dengan phantom di-
suara seorang ahli dan sekaligus memper- bandingkan kombinasi dengan VCD, dima-
lihatkan penampilannya, kalau film itu ber- na kelompok yang mendapatkan media
warna, jika autentik dapat menambahkan pembelajaran kombinasi VCD lebih baik
realitas kepada medium yang sudah realistis dibandingkan dengan kelompok yang men-
itu. Sedangkan kekurangan media audio dapatkan media demonstrasi dengan phan-
visual diantaranya yaitu film bersuara tidak tom pada pembelajaran ketrampilan injeksi
dapat diselingi dengan keterangan-kete- di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta Prodi D4
rangan yang diucapkan selagi film berputar, Bidan Pendidik semester II.
jalan film terlalu cepat sehingga tidak semua Dari penelitian yang dilakukan terha-
orang dapat mengikutinya dengan baik dap 169 mahasiswa didapatkan hasil bahwa
(Kozma, 2004). nilai pre test kelompok A (demonstrasi
Hasil belajar adalah kapabilitas, artinya dengan phantom) didapatkan rata-rata
terjadi peningkatan kemampuan individu nilainya 64,8 sedangkan pre test kelompok
sebagai hasil dari belajar. Kemampuan ini B (kombinasi dengan VCD) didapatkan
disebabkan adanya stimulasi dari lingkungan rata-rata nilainya 64. Sedangkan nilai post
dan adanya proses kognitif dari pebelajar. test kelompok A (demonstrasi dengan
Dari pemahaman ini dapat dikatakan pada phantom) didapatkan rata-rata nilainya
kelompok mahasiswa yang mendapatkan meningkat menjadi 80 sedangkan post test
pelajaran mendapatkan nilai yang relatif lebih kelompok B (kombinasi dengan VCD)
baik dibanding dengan kondisi sebelumnya didapatkan rata-rata nilainya meningkat
saat mereka belum mendapatkan materi yang menjadi 85. Dari nilai tersebut bisa diambil
memadai tentang substansi yang dilakukan kesimpulan bahwa pembelajaran kombinasi
test. Mengacu pada teori kognitif tentang dengan VCD jauh lebih baik dibandingkan
multimedia, didapatkan bahwa pembelajaran demonstrasi dengan phantom.
dengan menggunakan kombinasi VCD akan Hasil penelitian menunjukkan terdapat
menyebabkan stimulasi pada memori sensorik perbedaan ketrampilan injeksi antara maha-
(visual dan aural) secara bersama-sama siswa yang mendapatkan pembelajaran
sehingga meningkatkan retensi normasi ke media demonstrasi dengan phantom diban-
dalam memori jangka panjang. ding dengan mahasiswa yang mendapatkan
Penjelasan dari penelitian ini adalah pembelajaran kombinasi VCD di STIKES
bahwa pikiran sadar manusia didukung oleh Aisyiyah Yogyakarta Prodi D4 Bidan
“penguat” auditorik dan visual yang secara Pendidik semester II. Hal ini dibuktikan
khusus menyimpan representasi simbolik dengan prestasi mahasiswa yang menda-
162 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 155-162
hati, tidak sedang mendapatkan terapi insulin secara terstruktur berdasarkan aturan dan
basal atau intravena, bersedia untuk dilakukan rekomendasi ahli hipnoterapi. Semua
tindakan hipnorelaksasi selain mendapatkan pelaksana terapi hipnosis adalah peneliti
terapi standar untuk DM. Kriteria eksklusinya sehingga teknik dan isi terapi yang diberikan
antara lain mengalami gangguan pendengaran, pada pasien sama. Adapun terapi hipno-
sedang dalam pengaruh alkohol, obat-obat relaksasi membutuhkan waktu kira-kira 30
narkotika, antidepresan dan anestesia, ada menit. Pengolahan data dilakukan melalui
riwayat epilepsi, menderita gangguan jiwa tahapan editing, koding, tabulasi.
dan retradasi mental. Analisis univariat dilakukan untuk
Populasi penelitian ini adalah penyan- memberi gambaran dan penjelasan terhadap
dang Diabetes Mellitus tipe 2 RS Panti mean, median, standar deviasi dan lain-lain
Rapih Yogyakarta. Randominasi dilakukan dari variable numerik yaitu usia, hasil
dengan uji klinis acak terkontrol dengan pemeriksaan glukosa darah dua jam setelah
teknik simple random sampling. Peneliti makan pagi atau siang dan sebelum makan
ingin menguji hipotesis dengan perbedaan siang atau sore. Untuk variabel kategorik,
rata-rata minimum yang ingin dideteksi analisa univariat dilakukan untuk menjelas-
sebesar 115 mg/dL selama empat bulan (15 kan angka atau nilai dari jumlah dan per-
minggu) mulai minggu kedua bulan Juni sentase masing-masing kelompok berda-
sampai minggu ketiga bulan September sarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan,
2011, tingkat kemaknaan 5% dan kekuatan dan latar belakang budaya. Analisis bivariat
uji 95%, maka besar sampel yang harus dilakukan untuk mengetahui hubungan
didapatkan adalah 17 orang dengan kedua variabel (independen dan dependen).
menggunakan rumus uji hipotesis beda rata- Untuk menguji perbedaan rata-rata kadar
rata berpasangan (Ariawan, 1998). Untuk glukosa darah dua jam setelah makan pagi
mengantisipasi terjadinya drop out dari atau siang dan sebelum makan siang atau
responden maka jumlah cadangan yang sore pada kelompok kontrol dan kelompok
harus dipersiapkan adalah sebesar 10% intervensi maka uji statistik yang digunakan
(Madiyono, dkk, 2002, dalam Sastro- adalah uji t dengan derajat kemaknaan 0,05
asmoro, 2002) sehingga jumlah responden dan kekuatan uji 95%.
adalah 19 orang pada masing-masing
kelompok baik pada kelompok intervensi HASIL DAN PEMBAHASAN
dan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini kelompok A hanya
Alat untuk mengumpulkan data yang memperoleh modalitas terapi standar diabe-
dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes yang selanjutnya di sebut kelompok kon-
pengukuran tingkat stres dengan DASS yang trol. Kelompok B memperoleh kombinasi
disusun oleh Lovibond, SH dan Lovibond modalitas terapi standar diabetes dan hipno-
PF serta hasil pemeriksaan kadar glukosa relaksasi yang selanjutnya disebut kelompok
darah sebelum dan setelah diberikan intervensi. Jumlah masing-masing kelompok
intervensi. Untuk menjaga validitas alat ukur kontrol dan kelompok intervensi adalah 19
pemeriksaan glukosa darah puasa maka responden, sehingga dalam penelitian ini
peneliti memastikan hanya menggunakan jumlah total respoden yang dibutuhkan
satu alat glukometer yaitu Accu-Chek adalah 38 responden sesuai dengan rencana.
Active sebelum dan setelah intervensi Sejumlah 16 responden adalah pasien rawat
diberikan. Instrumen terapi hipnorelaksasi inap dan 22 responden adalah pasien rawat
dikembangkan dan disusun serta direkam jalan.
166 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174
Kelompok Kelompok
No Variabel Total (n=38)
Kontrol (n=19) Intervensi (n=19)
n (%) n (%) n (%)
1 Usia
30-45 tahun 3 15,79 7 36,84 10 26,31
46-60 tahun 16 84,21 12 63,16 28 73,68
2 Jenis Kelamin
Wanita 9 47,37 15 78,95 24 63,16
Laki-Laki 10 52,63 4 21,05 14 36,84
3 Pendidikan
SLTP 5 26,32 3 15,79 8 21,05
SLTA 12 63,16 6 31,58 18 47,37
PT 2 10,52 10 52,63 12 31,58
4 Pekerjaan
Pegawai PNS 3 15,79 3 15,79 6 15,79
Pegawai Swasta 5 26,32 5 5,26 10 26,31
Wiraswasta 4 21,05 2 10,53 6 15,79
Lain-lain 7 36,84 9 47,37 16 42,11
5 Budaya
Jawa 17 89,48 19 100,00 36 94,74
Luar Jawa 2 10,52 0 0,00 2 5,26
6 Terapi Diabetes
Diet 4 21,05 0 0,00 4 10,53
OAD + Diet 9 47,37 14 73,69 23 60,53
Insulin + Diet 5 26,32 1 5,26 6 15,79
OAD + Insulin + 1 5,26 4 21,05 5 13,16
Diet
wai swasta sebesar 26,31%. Relatif tidak Tabel 3. Gambaran Tingkat Stres pada
ada perbedaan yang bermakna variasi Kelompok Intervensi
pekerjaan responden antara kelompok Mean
kontrol dan kelompok intervensi. No Variabel Min-Max MTSPPPDH
TS
Dilihat dari segi budaya ditemukan 1 TS (pre) DH 2,00-4,00 2,895 1,316
bahwa hampir seluruh responden (94,74%) 2 TS (post) DH 1,00-2,00 1,579 N=19
adalah berlatar belakang budaya jawa.
Sebesar 100% kelompok intervensi berla- Gambaran tingkat stres pada kelom-
tar belakang bidaya jawa, sedangkan di pok intervensi ditunjukkan pada pada tabel
kelompok kontrol sebesar 89,48% . 3 dengan TS (pre) DH adalah tingkat stres
Dari total responden, terapi diabetes 2 jam setelah makan dengan hipnorelaksasi,
yang didapatkan responden dari dokter TS (post) DH adalah tingkat stres sebelum
terbanyak adalah obat anti diabetes (OAD) makan berikutnya dengan hipnorelaksasi,
dan diet yaitu sebesar 60,53% dengan 14 dan MPPPDH adalah mean penurunan
responden berada di kelompok intervensi dan tingkat stres pre dan post hipnorelakasi.
9 responden berada di kelompok kontrol. Tingkat stres sebelum makan berikutnya
pada kelompok intervensi terendah pada
Gambaran Tingkat Stres Responden tingkat ringan (skala 2,00) dan tertinggi pada
tingkat berat (skala 4,00) dengan rata-rata
Tabel 2. Gambaran Tingkat Stres pada tingkat stres adalah 2,895. Tingkat stres
Kelompok Kontrol sebelum makan berikutnya terendah pada
No Variabel Min-Max
Mean
MPPPTH
tingkat normal (skala 1) dan tertinggi pada
TS tingkat ringan (skala 2) dengan rata-rata
1 TS (pre) TH 2,00-4,00 2,789 0,105 tingkat stres adalah 1,579. Perbedaan rata-
2 TS (post) TH 1,00-4,00 2,684 n : 19 rata penurunan tingkat stres pre dan post
Gambaran tingkat stres pada kelom- hipnorelaksasi adalah 1,316.
pok kontrol ditunjukkan pada tabel 2 dengan
TS (pre) TH adalah tingkat stres setelah Gambaran Kadar Glukosa Darah
makan tanpa hipnorelaksasi, TS (post) TH Responden
adalah tingkat stres sebelum makan Tabel 4. Gambaran K adar Glukosa
berikutnya tanpa hipnorelaksasi. Serta Darah Kelompok Kontrol
MPTSPPTH adalah mean penurunan ting-
Min- Mean
kat stres pre dan post terapi standar (tanpa No Variabel MPPPTH
Max KGD
hipnorelakasi). Tingkat stres setelah makan 1 KGD (pre) TH 157-415 292,88 57,17
pada kelompok kontrol terendah pada 2 KGD (post) TH 107-352 271,06 n : 19
tingkat ringan (skala 2,00) dan tertinggi pada
tingkat berat (skala 4,00) dengan rata-rata Gambaran kadar glukosa darah ke-
tingkat stres adalah 2,789. Tingkat stres lompok kontrol tampak pada tabel 4 dengan
sebelum makan berikutnya terendah pada KGD (pre) TH adalah kadar glukosa darah
tingkat normal (skala 1) dan tertinggi pada 2 jam setelah makan tanpa hipnorelaksasi,
tingkat berat (skala 4) dengan rata-rata KGD (post) TH adalah kadar glukosa darah
tingkat stres adalah 2,684. Perbedaan rata- sebelum makan berikutnya tanpa hipno-
rata penurunan tingkat stres pre dan post- relaksasi, dan MPPPTH adalah mean penu-
test terapi standar diabetes (tanpa hipno- runan KGD pre dan post tanpa hipnorelak-
relaksasi) adalah 0,105. sasi. Kadar glukosa darah (KGD) setelah
168 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174
makan pada kelompok kontrol terendah Dari tabel 6 ditemukan bahwa rata-
157 mg/dL dan tertinggi 415 mg/dL, rata- rata tingkat stres setelah makan pada ke-
rata KGD 292,88 mg/dL. Kadar glukosa lompok kontrol (tanpa hipnorelaksasi) ada-
darah sebelum makan berikutnya terendah 107 lah 2,789, sedangkan tingkat stres sebelum
mg/dL, tertinggi 352 mg/dL, dan rata-rata makan berikutnya adalah 2,684, dengan
KGD 271,06. Perbedaan rata-rata penurunan perbedaan rata-rata penurunan tingkat stres
KGD pre dan post terapi standar diabetes adalah 0,105. Dengan menggunakan uji
(tanpa hipnorelaksasi) adalah 57,17 mg/dL. statistik paired sample t test didapatkan
nilai p=0,163 (α =0,05). Dapat disimpulkan
Tabel 5. Gambaran Kadar Glukosa Da- bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara
rah Kelompok Intervensi tingkat stres sebelum dan setelah terapi
Min- Mean MPPPD standar diabetes tanpa hipnorelaksasi.
No Variabel
Max KGD H
1 KGD (pre) DH 173-422 261,47 85,68 Tabel 7. Pengaruh Terapi Standar Ter-
2 KGD (post) DH 90-320 175,79 hadap Penurunan Kadar Glu-
kosa Darah Kelompok Inter-
Gambaran kadar glukosa darah ke- vensi
lompok intervensi ditunjukkan pada tabel 5 No Variabel N Mean SD p
dengan KGD (pre) DH adalah kadar 19 value
glukosa darah 2 jam setelah makan dengan 1 KGD pre 242,10 69,163 0,000
hipnorelaksasi, KGD (post) DH adalah 2 KGD post 190,95 55,915
kadar glukosa darah sebelum makan beri- 3 Selisih KGD 51,16 35,864
kutnya dengan hipnorelaksasi, MPPPDH pre dan post
adalah mean penurunan KGD pre dan post Dari tabel 7 ditemukan bahwa rata-
dengan hipnorelaksasi. Kadar glukosa da- rata kadar glukosa darah (KGD) setelah
rah (KGD) setelah makan pada kelompok makan pada kelompok intervensi adalah
intervensi terendah adalah 173 mg/dL dan 242,10 mg/dL, sedangkan KGD sebelum
tertinggi adalah 422 mg/dL dengan rata-rata makan berikutnya atau setelah hipnorelak-
KGD 261,47 mg/dL. Kadar glukosa darah sasi adalah 190,95 mg/dL dengan perbe-
sebelum makan berikutnya terendah adalah daan rata-rata penurunan KGD adalah
90 mg/dL dan tertinggi 320 mg/dL dengan 51,16. Dengan menggunakan uji statistik
rata-rata KGD 175,79. Perbedaan rata-rata paired sample t test didapatkan nilai
penurunan KGD pre dan post hipnorelaksasi p=0,000 (α =0,05). Dapat disimpulkan
adalah 85,68 mg/dL. bahwa ada perbedaan signifikan antara
KGD sebelum dan setelah hipnorelaksasi.
Analisis Bivariat
Tabel 6. Pengaruh Terapi Standar Ter- Tabel 8. Pengaruh Hipnorelaksasi
hadap Penurunan Tingkat Terhadap Penurunan Tingkat
Stres Kelompok Kontrol Stres pada Kelompok Kontrol
N p N p
No Variabel Mean SD No Variabel Mean SD
19 value 19 value
1 TS pre 2,789 0,535 0,163 1 TS pre 2,895 0,658 0,000
2 TS post 2,684 0,749 2 TS post 1,579 0,507
3 Selisih TS 0,105 0,315 3 Selisih TS 1,316 0,671
pre dan post pre dan post
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 169
selisih tingkat kadar glukosa darah (KGD) laki-laki. Penemuan ini menunjukkan bahwa
pre dan post pada kelompok kontrol (tanpa walaupun kedua jenis kelamin mempunyai
hipnorelaksasi) adalah 51,158 mg/dL, se- risiko yang sama untuk menjadi diabetes,
dangkan rata-rata selisih KGD pre dan post namun kebanyakan yang mempunyai kepe-
hipnorelaksasi pada kelompok intervensi dulian tinggi untuk mengendalikan diabetes
adalah 85,684 mg/dL dengan perbedaan lebih banyak adalah wanita. Kemungkinan
rata-rata KGD kedua kelompok adalah disebabkan karena karakter wanita yang
34,526 mg/dL. Dengan memakai uji statistik mempunyai sifat lebih peduli dan lebih mudah
paired sample t test didapatkan nilai stres jika kadar glukosa meningkat serta
p=0,015 (α =0,05). Dapat disimpulkan ada tidak terkendali disamping waktu untuk
perbedaan signifikan perbedaan penurunan berobat ke dokter lebih banyak dimiliki
KGD antara kelompok kontrol dan wanita. Pengelolaan diabetes yang tepat dan
kelompok intervensi. Perbedaan penurunan edukasi serta manajemen stres yang baik
rata-rata KGD pada kelompok intervensi berpotensi memperbaiki tingkat pengen-
lebih besar daripada kelompok kontrol. dalian yang baik pada wanita dibandingkan
laki-laki.
Gambaran Karakteristik Responden Dari hasil penelitian, jumlah total res-
Penelitian ponden terbanyak (47,37%) berlatar
Berdasarkan usia, responden kelom- belakang pendidikan terakhir SLTA, diikuti
pok usia 46-60 tahun adalah sebanyak perguruan tinggi yaitu sebesar 35,58%. Ini
73,68%. Hal ini menunjukkan bahwa lebih menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
banyak kelompok tersebut yang menjalani berhubungan dengan pemahaman tentang
rawat inap maupun rawat jalan di kedua diabetes dan kesadaran untuk mengendali-
rumah sakit. Semakin bertambah usia sema- kannya dengan lebih baik. Dengan demikian
kin tinggi risiko untuk menyandang diabetes. lebih banyak ditemukan baik di rawat inap
Dengan bertambahnya usia terdapat kecen- maupun rawat jalan. Pemahaman yang baik
derungan terjadi penurunan fungsi pankreas meningkatkan tingkat stres untuk memicu
secara progresif yang menyebabkan pro- pencarian cara pengelolaan yang baik. Jika
duksi insulin semakin menurun, dengan pengendalian diabetes yang dicapainya ku-
demikian kemampuan untuk menghantarkan rang baik cenderung terjadi peningkatan
glukosa dari darah ke dalam sel menurun. stres yang berdampak pada peningkatan
Pada akhirnya akan terjadi penambahan kadar glukosa darah.
peningkatan kadar glukosa dalam darah. Berdasarkan jenis pekerjaan, dari total
Penanganan diabetes yang tepat akan mam- responden sebanyak 42,11% adalah pensi-
pu mencapai pengendalian kadar glukosa unan dan ibu rumah tangga. Kondisi ini
darah yang baik untuk mempertahankan menyebabkan perhatian dan kepedulian
fungsi pankreas agar tidak semakin progresif serta konsentrasi untuk mengendalikan
menurun. Umur yang bertambah juga menye- diabetes lebih tinggi disamping mempunyai
babkan kecenderungan menurunnya resis- waktu yang lebih banyak memikirkan
tensi terhadap stres psikologi yang berpo- sakitnya. Kepedulian yang lebih tinggi ini jika
tensi pula menyebabkan peningkatan kadar tidak diimbangi dengan pencapaian
glukosa darah. pengendalian yang baik dapat memicu
Dari total responden, ditemukan bah- peningkatan tingkat stres yang juga
wa responden wanita lebih banyak berdampak dalam meningkatkan kadar
(63,16%) dibandingkan dengan responden glukosa darah.
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 171
Dari total responden ditemukan bahwa terjadi penurunan rata-rata tingkat stres
hampir seluruhnya (94,74%) berasal dari setelah diberikan hipnorelaksasi sebanyak
budaya Jawa. Penemuan ini dapat terjadi 1,316, lebih banyak daripada kelompok
oleh karena penelitian ini dilakukan di kontrol.
lingkungan budaya Jawa. Kemungkinan lain Dengan menggunakan uji statistik
bahwa budaya Jawa berhubungan dengan paired sample t test disimpulkan bahwa
gaya hidup yang meningkatkan risiko tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
terjadinya diabetes pada seseorang. Dengan penurunan tingkat stres sebelum dan setelah
karakter budaya Jawa yang lebih banyak terapi pada kelompok kontrol dengan nilai
menyembunyikan perasaan dan stres yang p=0,163 (α =0,05), sebaliknya terdapat
dialami, menyebabkan pengelolaan stres penurunan yang signifikan pada kelompok
tidak adekuat yang berdampak pada intervensi dengan nilai p=0,000 (tabel 6 dan
peningkatan kadar glukosa darah. 8). Dengan uji yang sama dilakukan uji
Berdasarkan terapi diabetes yang dija- perbedaan rata-rata penurunan tingkat stres
lani, dari total responden sebanyak 60,53% kelompok kontrol dan kelompok intervensi
menggunakan obat anti diabetes (OAD) oral (tabel 10). Dengan uji ini ditemukan hasil
dan diet. Penemuan ini terjadi karena be- yang sama dan menguatkan penemuan hasil
berapa responden baru terdeteksi menderita sebelumnya. Terjadi perbedaan penurunan
diabetes dan sedang dalam terapi awal. Ke- rata-rata tingkat stres secara signifikan an-
mungkinan lain bahwa kebanyakan penyan- tara kelompok kontrol maupun kelompok
dang diabetes takut untuk diberikan terapi intervensi dengan nilai p=0,000 (α =0,05).
insulin sehingga tetap bertahan dengan OAD Terjadi lebih banyak penurunan rata-rata
dan diet selain dengan olah raga. Jika penge- tingkat stres pada kelompok intervensi
lolaan diabetes yang dijalani tidak dapat dibandingkan pada kelompok kontrol.
mencapai pengendalian yang baik, maka Penemuan ini menunjukkan bahwa
rasa takut jika pada akhirnya harus menggu- hipnorelaksasi efektif untuk menurunkan
nakan terapi insulin akan meningkat yang tingkat stres pada penyandang diabetes
juga akan berdampak pada peningkatan dibandingkan yang tidak diberikan hipno-
kadar glukosa darah. relaksasi. Penemuan ini mendukung pernya-
taan Hastings (2005) dan hasil penelitian
Gambaran Penurunan Tingkat Stres sebelumnya dari Adriaanse MC (2008),
Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Shulimson, Lawrence, Lacono (1986) da-
Intervensi lam Brigitta (2001) dan Curtis, at al. (1985),
Berdasarkan hasil temuan di tabel 2 Guthrie, at al. (1987).
dan 3 didapatkan bahwa sedikit penurunan Dengan melakukan relaksasi progresif
tingkat stres yang terjadi pada kelompok dan guided imagery tentang hal-hal yang
kontrol, dengan penemuan dua responden positif akan berpengaruh pada penurunan
mengalami peningkatan stres, sebaliknya aktifitas jalur-jalur simpatetik dan neuro-
ditemukan hampir seluruh responden endokrin melalui sumbu hypothalamic-
kelompok intervensi mengalami penurunan pituitary-adrenal (HPA) dan sistem
tingkat stres satu tingkat di bawahnya. Rata- simpatetik di medula adrenal. Dengan
rata selisih penurunan rata-rata tingkat stres demikian pelepasan hormon-hormon stres
pre dan post pada kelompok kontrol lebih seperti glukagon, katekolamin dan kortisol
sedikit daripada kelompok intervensi yaitu dapat ditekan. Relaksasi atau istirahat fisik
sebesar 0,105. Pada kelompok intervensi dan psikologi dapat dicapai.
172 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 163-174
Gambaran Penurunan Kadar Glukosa (2007), Ratner, et.al (1990). Kondisi relak-
Darah Kelompok Kontrol dan Kelom- sasi dapat menurunkan tingkat stres yang
pok Intervensi berdampak pada penurunan sekresi gluka-
Berdasarkan hasil temuan di tabel 4 dan gon, katekolamin dan kortisol (glukokor-
5 didapatkan bahwa terjadi penurunan kadar tikoid), serta meningkatkan sensitifitas
glukosa darah pre dan post terapi baik pada insulin.
kelompok kontrol (tanpa hipnorelaksasi) Penurunan sirkulasi katekolamin dan
maupun kelompok intervensi yang diberikan glukokortikoid mempengaruhi struktur dan
hipnorelaksasi. Rata-rata penurunan kadar fungsi berbagai jaringan dan menghambat
glukosa darah pada kelompok kontrol lebih proses induksi cytokines inflammatory
sedikit daripada kelompok intervensi yaitu yang menyebabkan penurunan produksi
57,17 mg/dL, sedangkan pada kelompok glukagon dan peningkatan ambilan glukosa
intervensi rata-rata penurunan kadar glukosa di otot-otot perifer. Menurunnya cytokines
darah lebih banyak daripada kelompok terutama interleukin 6, menurunkan dampak
kontrol yaitu 85,68 mg/dL. Dua responden yang kuat dalam stres oksidatif dan proses
pada kelompok kontrol mengalami inflamasi yang menyebabkan peningkatan
peningkatan kadar glukosa darah setelah sensitifitas insulin dan menurunkan kom-
terapi standar diabetes diberikan. Semua plikasi-komplikasi vaskuler (Adriaanse
responden (100%) pada kelompok intervensi MC, 2008).
mengalami penurunan kadar glukosa darah Penurunan sekresi glukokortikoid juga
setelah diberikan hipnorelaksasi. menyebabkan terjadinya sintesa protein dari
Dengan menggunakan uji statistik asam amino dan mencegah katabolisme pro-
paired sample t test (tabel 7 dan 9) tein di hati untuk dibentuk menjadi glukosa.
disimpulkan bahwa ada perbedaan yang Penurunan sekresi glukagon menyebabkan
signifikan dalam penurunan kadar glukosa penurunan konsentrasi glukosa darah de-
darah baik pada kelompok kontrol dan ngan menghambat terjadinya glikogenolisis
kelompok intervensi, masing-masing dengan dan glikoneogenesis di hati. Jika sensitifitas
nilai p=0,000 dan p=0,000 (α =0,05). insulin menjadi meningkat maka ambilan
Dengan uji yang sama dilakukan uji perbe- glukosa oleh otot-otot perifer menjadi lebih
daan rata-rata penurunan kadar glukosa baik, semakin banyak glukosa yang masuk
darah antara kelompok kontrol dan kelom- ke dalam sel akan berdampak pada penu-
pok intervensi (tabel 11). Dengan uji ini runan kadar glukosa darah.
ditemukan hasil yang sama dan menguatkan
penemuan hasil sebelumnya. Rata-rata SIMPULAN DAN SARAN
penurunan kadar glukosa darah lebih banyak Simpulan
pada kelompok intervensi dibandingkan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
pada kelompok kontrol. bahwa ada perbedaan penurunan rata-rata
Penemuan ini menunjukkan bahwa tingkat stres yang signifikan pada pasien DM
hipnorelaksasi efektif pula untuk menu- tipe 2 setelah diberikan kombinasi modalitas
runkan kadar glukosa darah pada penyan- terapi standar dan terapi hipnorelaksasi.
dang diabetes. Penemuan ini mendukung Penurunan rata-rata tingkat stres ini tidak
penelitian sebelumnya dari Adriaanse terjadi pada kelompok kontrol. Ada per-
(2008), Lazar SW (2000) dalam DiNardo bedaan penurunan rata-rata kadar glukosa
(2009), Curtis, et al. (1985), Guthrie, et darah yang signifikan pada pasien DM tipe
al. (1987), Xu & Cardeòa, (2008), Ross 2 setelah diberikan kombinasi modalitas
Paulus Subiyanto, Hari Kusnanto, Pengaruh Hipnorelaksasi terhadap Penurunan ... 173
Hastings, C Devin. 2005. Can Hypnosis Rice, B.I. 2001. Mind-Body Interventions.
Help People With Diabates? Diabetes Spectrum, 14 (4): 213-217.
(Online), (http://www.diabetes. Ross, Heather M. 2007. Alternative Treat-
research-association-ofamerica. ment For Diabetes, (Online), (http:/
com/Diabetes info. htm), diakses 6 /diabetes.about.com/od/doctorsand
September 2007. specialists/a/altmeds.htm), diakses
Nugraheni, LP. 2006. Hubungan Stress 20 Januari 2009.
Terhadap Peningkatan KGD Sastoasmoro, S., dkk. 2002. Dasar-Dasar
Pasien DM di RSUD Kota Yogya- Metodologi Penelitian Klinis. Edi-
karta, (Online), (http://publikasi. si kedua. Sagung Seto: Jakarta.
umy.ac.id/index.php/psik/article/ Soegondo, S. 2010. CAM dalam Penata-
viewFile/1544/1010), diakses 10 laksanaan Diabetes. Medika, Jur-
Februari 2011. nal Kedokteran Indonesia,
Ratner H, Gross L, Casas J, Castells S. XXXVI (09).
1990. A Hypnotherapeutic Ap- Xu, Y & Cardeòa, E. 2008. Hypnosis as
proach To The improvement of An Adjunct Therapy in The Mana-
Compliance in Adolescent Dia- gement of Diabetes. International
betics. Am J Clin Hypnosis, 32: Journal of Clinical and Experi-
154–159. mental Hypnosis, 56 (1): 47-62.
PENGARUH MUSIK TERHADAP RESPIRASI BAYI BERAT LAHIR
RENDAH SELAMA KANGAROO MOTHER CARE
Wiwi Kustio
Akper Notokusumo Yogyakarta
Email: wiwi_kustio@yahoo.com
psikologis serta penurunan biaya perawatan perawat tidak memperhatikan segi psiko-
(Venancio and de Almeida, 2004). logis ibu selama proses KMC berlangsung.
Orang tua dengan BBLR atau prema- Perawat hanya memberikan pendidikan
tur dihadapkan berbagai masalah psikologis, sebelum KMC dimulai dan setelah proses
yaitu frustasi, khawatir dan beban psycho- KMC, ibu dan bayi dibiarkan saja dalam
physiological lainnya. Beberapa penelitian ruangan tanpa memperhatikan bagaimana
mengemukakan bahwa orang tua yang bayi- respon psikologis ibu maupun respon bayi-
nya lahir BBLR atau prematur akan mempu- nya selama proses KMC berlangsung. Ada-
nyai perspektif psikologis berbeda. Adanya nya musik dapat mempunyai efek relaksasi
pengalaman di NICU dan diperburuk bagi ibu maupun bayinya.
dengan perbedaan kebutuhan perawatan Penelitian dengan menggunakan musik
serta perbedaan keadaan perilaku bayi selama KMC berlangsung untuk mengetahui
BBLR atau prematur selama perawatan respon psychophysiological pada ibu dan
akan mempunyai pengaruh cukup besar bagi bayi masih sedikit. Dengan melihat uraian
ibu (Miles, 1989). latar belakang di atas, maka penelitian ini
KMC sendiri terbukti memiliki efek bertujuan untuk mengetahui efek musik
menguntungkan bagi orang tua dan bayi. terhadap respirasi BBLR selama KMC.
Musik dan KMC adalah dua dari pelengkap
yang sering digunakan dalam perawatan di METODE PENELITIAN
unit perawatan intensif neonatal. Banyak Penelitian ini merupakan penelitian
penelitian tentang perawat yang telah terapan (applied research) yang digunakan
mengadopsi KMC di berbagai populasi untuk memperbaiki, meningkatkan dan
BBLR atau prematur dalam waktu lama dan mengembangkan pelayanan perawatan.
hasilnya positif secara fisiologis. Smith Penelitian terapan diselenggarakan dalam
(2001) melaporkan tidak ada perbedaan rangka mengatasi masalah nyata dalam
signifikan antara KMC dengan inkubator kehidupan untuk perbaikan secara praktis
rutin selama perawatan. Faktanya dengan (Nawawi and Martini, 2005). Penelitian ini
pengobatan dan perawatan yang tepat, menggunakan rancangan penelitian quasi
BBLR dapat hidup normal dan mempunyai eksperimental dengan Pretest-Posttest
kelangsungan hidup panjang (Lai et al., Non Equivalent Control Group Design.
2006). Pada rancangan ini awal pengamatan dila-
Terapi musik ialah terapi efektif untuk kukan pretest, setelah intervensi dilakukan
menghilangkan/memperbaiki kesulitan posttest, pengukuran tanpa intervensi
hidup, secara fisik, psikis, sosial, dan distress dilakukan posttest dan intervensi (Noto-
spiritual serta meningkatkan kenyamanan atmodjo, 2005).
(Hilliard, 2005). Para ilmuwan telah mene- Populasi penelitian adalah ibu dan
mukan bahwa gerakan atau suara musik kla- BBLR yang melaksanakan KMC di bangsal
sik memiliki nada yang sama dengan getaran NICU RSUD Wates Kulon Progo sebagai
otak, sehingga merangsang otak untuk kelompok intervensi dan Ruang Perinatal RS
bekerja lebih baik (Aizid, 2011). Efek musik Jogja Provinsi Yogyakarta sebagai kelom-
juga sangat signifikan dalam upaya menyem- pok kontrol. Jumlah BBLR di Rumah Sakit
buhkan, menyehatkan dan mencerdaskan Jogja minggu kedua Maret sampai minggu
manusia, musik sangat dekat dengan kehi- kedua Mei 2012 sebanyak 20 ibu dan bayi-
dupan sehari-hari serta mudah dilakukan. nya dan RSUD Wates ada 20 ibu dan bayi-
Selama ini dalam pelaksanaan KMC nya masuk kriteria inklusi. Sampel dianalisis
178 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 175-182
sebanyak 40 ibu dan bayi dengan 20 ke- lebih rendah pada kelompok kontrol.
lompok perlakuan dan 20 kelompok kon- Semua data karakteristik subjek mem-
trol. Pengambilan sampel secara purposive punyai nilai p > 0,05. Nilai p>0,05 artinya
sampling dengan seluruh subjek memenuhi tidak ada perbedaan bermakna antara
kriteria insklusi dalam penelitian selama dua kelompok perlakuan dan kontrol. Hal ini
bulan. berarti salah satu persyaratan untuk melaku-
Variabel penelitian yaitu musik sebagai kan penelitian eksperimen sudah terpenuhi,
variabel bebas (independent), respirasi karena kondisi awal responden kedua
BBLR sebagai variabel terikat (dependent) kelompok memiliki karakteristik subyek
dan cara persalinan serta usia kehamilan yang seimbang atau dengan kata lain kedua
sebagai variabel luar. Instrumen yang digu- kelompok homogen.
nakan adalah dengan menghitung respirasi
oleh pengambil data dengan jam tangan yang Pengaruh Musik terhadap Respirasi
mempunyai jarum penunjuk detik selama BBLR Selama KMC
satu menit penuh. Pengaruh musik terhadap respirasi
BBLR selama KMC antara kelompok
HASIL DAN PEMBAHASAN perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol ditunjukkan pada tabel 2.
Proporsi Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 2 menunjukkan nilai selisih rerata
Jumlah responden terdiri dari kelom- kelompok perlakuan hari pertama sampai
pok perlakuan sebanyak 20 ibu beserta ketiga penurunan paling besar adalah pada
bayinya dan kelompok kontrol yakni seba- hari ketiga yaitu -7,10 standar deviasi 4,30.
nyak 20 ibu beserta bayinya. Homogenitas Perbedaan selisih rerata penurunannya
dan karakteristik responden pada penelitian paling besar di hari pertama sebelum
ini disajikan dalam Tabel 1. diperdengarkan musik dengan hari ketiga
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian sesudah diperdengarkan musik yaitu -3,3 kali/
besar bayi dilahirkan dengan usia kehamilan menit, 95% CI (-6,03)-(-0,56) t = -2,44 dan
< 37 minggu baik kelompok perlakuan p = 0,019. Hal ini menunjukkan terdapat
(55%) dan kontrol (75%). Sebagian besar perbedaan bermakna pada selisih rerata
bayi dalam penelitian ini dilahirkan spontan respirasi BBLR antara kelompok yang
baik kelompok perlakukan (90%) maupun diperdengarkan musik dengan yang tidak
kontrol (65%). Respirasi BBLR reratanya diperdengarkan musik.
Pengaruh Variabel Umur Hamil dan rendah yaitu sebesar -2,35. Secara statistik
Cara Persalinan Terhadap Respirasi variabel usia kehamilan dan cara persalinan
BBLR Selama KMC terhadap respirasi BBLR selama KMC tidak
Pengaruh variabel umur hamil dan cara bermakna dimana semua nilai p>0,05
persalinan terhadap respirasi BBLR selama sehingga dapat diartikan bahwa semua
KMC dapat di lihat pada Tabel 3. variabel luar tidak mempengaruhi respirasi
Tabel 3 menunjukkan bahwa usia BBLR selama KMC.
kehamilan >37 minggu reratanya lebih besar
daripada yang umur hamil <37 minggu yaitu Pengaruh Musik terhadap Respirasi
-3,42 standar deviasi 3,62. Cara persalinan pada BBLR Selama KMC
rerata paling besar pada persalinan spontan Pengaruh musik terhadap perubahan
yaitu -3,35 standar deviasi 4,89. Selisih respirasi BBLR selama KMC dapat di lihat
rerata paling besar pada pendidikan ibu dalam Tabel 4.
Miles, M. S. 1989. Parents of Critically Ill Suradi, R., Rohsiswatmo, R., Dewi, R.,
Premature Infants: Sources of Endyarni, B. & Rustina, Y. 2008.
Stress. Critical Care Nursing Perawatan Bayi Berat Lahir
Quarterly, 1269-74. Rendah (BBLR) Dengan Metode
Nawawi, H. & Martini, M. 2005. Kanguru. HTA Indonesia: Jakarta.
Penelitian Terapan. Gadjah Mada Thukral, A., Chawla, D., Agarwal, R.,
University Press: Yogyakarta. Deorari, A. K. & Paul, V. K. 2008.
Neu, M. 1999. Parents’ Perception of Skin- Kangaroo Mother Care - an
to-Skin Care With Their Preterm Alternative to Conventional Care.
Infants Requiring Assisted Venti- Indian J Pediatr, 75(5): 497-503.
lation. J Obstet Gynecol Neonatal United Nations Children’s Fund & World
Nurs, 28(2): 157-64. Health Organization. 2004. Low
Nirmala, P., Rekhab, S. & Washington, M. Birthweight: Country, Regional
2006. Kangaroo Mother Care: and Global Estimates. UNICEF:
Effect and Perception of Mothers New York.
and Health Personnel. Journal of Venancio, S. I. & de Almeida, H. 2004.
Neonatal Nursing, 12(5): 177-184. Kangaroo-Mother Care: Scientific
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Pene- Evidence and Impact on Breast-
litian Kesehatan. Rineka Cipta: feeding. J Pediatr (Rio J), 80(5):
Jakarta. S173-80.
Ruiz-Pelaez, J. G., Charpak, N. & Cuervo, WHO. 2003. Kangaroo Mother Care: A
L. G. 2004. Kangaroo Mother Practical Guide. World Health
Care, an Example to Follow From Organization: Geneva.
Developing Countries. BMJ, Wijanarko, N. 2006. Efektifitas Terapi
329(7475): 1179-81. Musik Terhadap Penurunan
Smith, S. L. 2001. Physiologig Stability of Tingkat Kecemasan Klien Di
Intubated VLBW Infants During Ruang ICU -ICCU Rumah Sakit
Skin-to-Skin Care and Incubator Mardi Rahayu Kudus. Tesis.
Care. Advences in Neonatal Care, Semarang: Fakultas Kedokteran
1(1): 28-40. Universitas Diponegoro.
.
RISIKO JATUH PADA LANJUT USIA YANG MENGIKUTI SENAM
DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI SENAM
proporsi kejadian roboh (jatuh) pada lansia dengan lembar observasi Time Up and Go
di Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW) (TUG) Test.
Kasongan Yogyakarta cukup tinggi yaitu
mencapai 47,6%. Probosuseno & Dinisari HASIL DAN PEMBAHASAN
(2008) menyebutkan bahwa lansia dengan Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW)
riwayat jatuh yang memiliki hasil Timed Up Yogyakarta Unit Budi Luhur merupakan
and Go Test > 10 detik mencapai 93,3% tempat yang terletak di Kasongan Bangun-
(28 orang). Hal ini menunjukkan bahwa jiwo Kasihan Kabupaten Bantul yang memi-
keseimbangan tubuh lansia di panti ini cukup liki sembilan wisma. Terdapat 88 orang lanjut
rendah sehingga risiko jatuh lansia akan usia di PSTW yang terdiri dari 33 orang
semakin tinggi. lanjut usia laki-laki dan 55 orang lanjut usia
Proporsi kejadian jatuh di Panti Sosial perempuan. Sehingga didapatkan respon-
Tresna Wredha (PSTW) Kasongan Yogya- den dengan jumlah 30 orang lanjut usia yaitu
karta tergolong cukup tinggi yaitu sebanyak 15 orang lanjut usia yang aktif mengikuti
70% lansia pernah mengalami jatuh dalam senam lanjut usia dan 15 orang lanjut usia
waktu satu tahun terakhir ini, padahal yang tidak mengikuti senam untuk orang
sebagian lansia telah melakukan kegiatan lanjut usia.
senam secara rutin di panti tersebut. Hal ini
membuat peneliti tertarik untuk melakukan Karakteristik Responden
penelitian mengenai perbedaan risiko jatuh Karakteristik responden pada pene-
terhadap lansia yang melakukan aktivitas litian ini meliputi usia, jenis kelamin dan
senam dengan yang tidak melakukan riwayat jatuh. Berdasarkan hasil penelitian
aktivitas senam di Panti Sosial Tresna maka didapatkan karakteristik sebagai-
Wredha (PSTW) Kasongan Yogyakarta. mana pada tabel 1.
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat
METODE PENELITIAN bahwa lanjut usia yang mengikuti senam
Penelitian ini merupakan penelitian mayoritas berumur 60-74 tahun sebanyak
kuantitatif menggunakan rancangan penelitian 9 orang (90%), lanjut usia yang tidak me-
deskriptif dengan metode comparative ngikuti senam mayoritas berumur 75-90
study (studi komparatif). Pendekatan waktu tahun yaitu sebanyak 7 orang (46,7%).
yang digunakan adalah metode cross Berdasarkan jenis kelamin dapat
sectional. Variabel dalam penelitian ini ada- dilihat bahwa orang lanjut usia yang mengi-
lah variabel independent yaitu senam, se- kuti senam mayoritas berjenis kelamin
dangkan variabel dependent yaitu risiko ja- perempuan yaitu sebanyak 8 orang lansia
tuh pada lansia, sedangkan variabel peng- (53,3%). Orang lanjut usia yang tidak
ganggu dalam penelitian ini yaitu faktor mengikuti senam mayoritas juga berjenis
intrinsik dan faktor ekstrinsik. kelamin perempuan yaitu sebanyak 10
Sampel yang diambil dari penelitian ini orang (66,7%). Berdasarkan riwayat jatuh
adalah lansia yang mengikuti senam dengan dapat dilihat bahwa orang lanjut usia yang
yang tidak mengikuti senam di PSTW mengikuti senam mayoritas belum pernah
Kasongan didapatkan 30 responden dengan mengalami jatuh yaitu sebanyak 8 respon-
umur lebih dari 60 tahun. Langkah yang den (53,3%), sedangkan orang lanjut usia
ditempuh dalam pengambilan sampel yang tidak mengikuti senam mayoritas
penelitian ini adalah simple random pernah mengalami jatuh yaitu sebanyak 10
sampling . Metode pengambilan data responden (66,7%).
186 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192
Tabel 2. Risiko Jatuh Lansia yang Mengikuti Senam dan Tidak Mengikuti Senam
Pada tabel 3 menunjukan, hasil uji menyebabkan jatuh adalah program latihan
statistik menggunakan Mann Whitney U fisik (WHO, 2007). Senam merupakan
Test didapatkan hasil nilai p sebesar 0,000. salah satu bentuk latihan fisik yang bisa
Karena nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan dilakukan pada usia lanjut.
Ha diterima, sehingga disimpulkan ada Latihan fisik didefinisikan sebagai
perbedaan risiko jatuh antara lanjut usia sebuah tipe aktivitas fisik yang direnca-
yang mengikuti senam dengan yang tidak nakan, terstruktur dan berupa gerakan tubuh
mengikuti senam. yang berulang-ulang yang dilakukan untuk
meningkatkan atau mempertahankan satu
Risiko Jatuh Lanjut Usia yang Mengi- atau lebih komponen kebugaran fisik.
kuti Senam dan yang Tidak Mengikuti Komponen kebugaran fisik yang berhu-
Senam Lanjut Usia bungan dengan kesehatan adalah ketahanan
Risiko jatuh (risk for falls) merupakan kardiovaskuler, ketahanan dan kekuatan
diagnosa keperawatan berdasarkan North otot, kelenturan dan komposisi tubuh
American Nursing Diagnosis Association (Whaley et al., 2006).
(NANDA), yang didefinisikan sebagai Program latihan fisik dapat dibedakan
peningkatan kemungkinan terjadi jatuh yang menjadi beberapa jenis berdasarkan tujuan
dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkin- yang ingin dicapai. Program latihan endu-
son, 2005). Resiko jatuh dalam diagnosa rance bertujuan untuk meningkatkan
keperawatan NANDA merupakan masalah kapasitas kardiorespirasi dan kebugaran
keperawatan yang umum yang dapat otot lokal, program latihan resistance
menyebabkan cedera dan biaya perawatan bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
yang tinggi. dan program latihan flexibility bertujuan
Jatuh menurut WHO (2007) meru- untuk mengoptimalkan fungsi muskulo-
pakan suatu kondisi dimana seseorang tidak skeletal yang melibatkan rentang gerak dari
sengaja tergeletak di lantai, tanah atau seluruh sendi (Whaley et al., 2006).
tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak Hasil penelitian pada tabel 2 dida-
termasuk orang yang sengaja berpindah patkan bahwa lansia yang mengikuti senam
posisi ketika tidur. Jumlah kejadian jatuh mayoritas memiliki risiko jatuh sedang. Hasil
akan terus meningkat seiring dengan pening- tersebut menunjukkan bahwa lansia masih
katan jumlah lansia di seluruh dunia. Keja- memiliki risiko jatuh sedang meskipun
dian jatuh akan terus meningkat seiring mengikuti senam. Hal tersebut disebabkan
dengan bertambahnya usia seseorang. Hal oleh banyak faktor, salah satunya pada usia
tersebut berhubungan dengan perubahan- lanjut sudah terjadi penurunan fungsi pada
perubahan yang terjadi pada lansia. berbagai sistem tubuh, salah satu sistem yang
Cedera yang diakibatkan karena jatuh berhubungan dengan risiko jatuh adalah
insidensinya semakin meningkat. Penelitian fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf
mendapatkan bahwa insidensi fraktur dan (Miller, 2008). Selain itu, faktor risiko jatuh
cedera spinal cord meningkat 131% dalam sangat kompleks dan diantaranya tidak
tiga dasawarsa terakhir. Jika tindakan dapat dimodifikasi dengan intervensi tertentu
preventif tidak segera dilakukan, maka jatuh (Nieuwenhuizen et al., 2010). Faktor risiko
diperkirakan akan meningkat 100% pada jatuh yang tidak dapat dimodifikasi tersebut
tahun 2030 (Kannus, 2007). Salah satu tidak dilihat dalam penelitian ini.
intervensi yang bisa digunakan untuk mem- Senam dapat memberikan dampak
perbaiki beberapa faktor fisiologis yang yang maksimal bagi yang melakukan jika
188 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192
dilakukan dengan memperhatikan beberapa terhadap kondisi fisik lansia. Lansia akan
prinsip, yaitu FITT. F=frekuensi, latihan mengalami proses menua yang menye-
dapat dilakukan 3-5 kali seminggu. babkan penurunan fungsi secara perlahan-
I=Intensitas, intensitas yang dianjurkan lahan sehingga akan mengalami kejadian
kurang lebih 60-85% dari denyut jantung jatuh. Menurut Steffen (2002) melaporkan
maksimal. Pada umumnya latihan dilakukan bahwa usia young-old mempunyai risiko
sampai berkeringat dan bernapas dalam, prevalensi yang lebih besar dibandingkan
tanpa timbul sesak nafas atau timbul keluhan middle-old dalam memprediksi tes kese-
(seperti nyeri dada, pusing). Denyut jantung imbangan jatuh pada lansia.
maksimal=220-umur (dalam tahun). T=tipe Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
(macam), suatu kombinasi dari latihan kelompok lansia yang mengikuti senam dan
aerobik dan aktivitas kalistenik. Pilihan yang tidak mengikuti senam mayoritas ber-
aktivitas atas dasar selera, keadaan kebu- jenis kelamin perempuan. Dari hasil tersebut
garan, tersedianya fasilitas dan kemampuan. masing-masing mayoritas memiliki risiko
T=time (waktu), waktu yang digunakan jatuh sedang dan tinggi. Hal ini sesuai dengan
untuk latihan 15-60 menit latihan aerobik penelitian yang dilakukan oleh Yusumura dan
terus menerus. Sebelumnya didahului oleh Hasegawa (2009) yang menyebutkan angka
3-5 menit pemanasan dan disusul oleh 3-5 kejadian jatuh di Jepang pada daerah urban
menit pendinginan (Giam dan Teh, 1992). mayoritas terjadi pada perempuan. Chu et
Meskipun lansia di PSTW sudah al. (2007) juga mendapatkan hasil bahwa
melakukan senam secara teratur, peneliti kejadian jatuh pada lanjut usia di komunitas
melihat pelaksanaannya belum sepenuhnya di Hongkong dalam satu tahun lebih banyak
mengikuti resep FITT. Misalnya sebagian terjadi pada perempuan. Scheffer et al.
responden tidak mengikuti senam dengan (2008) mengatakan bahwa prevalensi
gerakan yang benar sesuai yang dicon- kejadian jatuh meningkat sesuai dengan
tohkan. Oleh karena itu, di akhir senam peningkatan umur dan sangat tinggi pada
sebagian tidak berkeringat atau tidak wanita. Banyak studi yang mengindikasikan
mengalami peningkatan pernafasan. bahwa wanita lebih banyak mengalami
Hasil penelitian pada tabel 2 menun- kehidupan jatuh dan memiliki angka
jukkan bahwa pada kelompok yang mengi- mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi
kuti senam SBL terdapat 3 responden daripada pria.
(20%) yang mengalami risiko jatuh rendah. Menurut Muttaqin (2008) osteo-
Hal tersebut disebabkan karena senam porosis tiga kali lebih sering terjadi pada
memberikan manfaat bagi lansia. Risiko jatuh perempuan dibandingkan laki-laki. Perbe-
rendah didapatkan jika dari hasil uji daan ini disebabkan oleh faktor hormon dan
menggunakan instrumen Time Up Go Test rangka tulang pada perempuan lebih kecil.
nilai x < 10 detik, artinya lansia mulai dari Individu yang sangat lemah dan memiliki
duduk kemudian berjalan maju 10 langkah control postural yang buruk cenderung
kemudian kembali ke tempat semula dan lebih peduli pada status keseimbangannya.
duduk memakan waktu kurang dari atau Mereka akan lebih berhati-hati sehingga
sama dengan 10 detik. kemungkinan tidak berada dalam risiko
Jika dilihat usia responden, pada jatuh tinggi. Individu yang sehat, bugar,
kelompok lansia yang mengikuti senam memiliki keseimbangan yang baik, dan dapat
terdapat 9 orang (30%) yang berusia 60- beraktivitas normal cenderung kurang hati-
74 tahun dan usia tentu saja berpengaruh hati, membahayakan diri sendiri dengan
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 189
mencoba melewati batasan kemampuannya yang memiliki risiko jatuh sedang. Banyak
sehingga meningkatkan risiko jatuh faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut,
(Laessose, et al., 2007). antara lain yaitu terdapat sebagian lansia
Menurut Enright (2003), kapasitas masih dalam keadaan sehat untuk mela-
fungsional laki-laki lebih baik dari wanita. kukan aktivitas mandiri akan tetapi masih
Dari analisis bivariat didapatkan jenis malas untuk melakukan senam. Menurut
kelamin berbeda bermakna dimana laki-laki Center for Disease Control and Pre-
mempunyai risiko jatuh yang ringan diban- vention (2008), peran olahraga (aktivitas
dingkan dengan wanita yang mempunyai senam termasuk didalamnya) dalam
risiko jatuh tinggi dari hasil pemeriksaan menurunkan risiko jatuh adalah dengan cara
keseimbangan tubuh. Hasil penelitian pada meningkatkan mobilitas, kekuatan dan
tabel 2, kelompok yang tidak mengikuti SBL keseimbangan tubuh.
(Senam Bugar Lansia) mayoritas mengalami Pada kelompok lansia yang tidak
risiko jatuh tinggi. Risiko jatuh tinggi mengikuti senam mayoritas lansia sering
berdasarkan hasil uji Time Up Go Test mengalami jatuh. Penurunan massa dan
adalah ketika nilai x > 20 detik, yaitu nilai kekuatan otot terutama otot ekstremitas
ketika lansia dari posisi duduk kemudian bawah, penyakit musculoskeletal seperti
berjalan maju 10 langkah kemudian kembali osteoarthritis yang akan menimbulkan nyeri
dan duduk kembali dilakukan dengan dan penurunan range of motion dapat
memakan waktu lebih dari 20 detik. meningkatkan risiko jatuh. Kondisi sakit,
Hasil penelitian menunjukkan, pada panas badan, atau meningkatnya angka
kelompok yang tidak melakukan senam leukosit, limfosit dan hemoglobin yang
terdapat lansia dengan usia 75-90 tahun dan rendah akan meningkatkan risiko jatuh
usia lebih dari 90 tahun. Menurut WHO, (Probosuseno & Suhardo, 2008). Regulasi
28%-35% usia lanjut yang berusia 65 tahun tekanan darah sistemik merupakan kontri-
atau lebih mengalami jatuh setiap tahunnya. butor fisiologik yang penting dalam memper-
Dan persentase tersebut terus meningkat tahankan posisi berdiri. Hipotensi dapat
menjadi 32%-42% ketika usia 70 tahun ke mengakibatkan kegagalan perfusi ke otak,
atas. Kejadian jatuh akan terus meningkat sehingga meningkatkan risiko jatuh (Probo-
seiring dengan peningkatan usia. Selain itu, suseno & Dinisari, 2008).
lansia yang tinggal di tempat perawatan Pada lansia yang tidak mengikuti
jangka panjang akan lebih sering mengalami senam memiliki risiko jatuh yang tinggi,
jatuh dibandingkan dengan usia lanjut yang karena faktor risiko fisiologis yang dapat
tinggal di komunitas (WHO, 2007). dimodifikasi dengan senam tidak menda-
Menurut Siburian (2007) masalah patkan intervensi tersebut. Oleh karena itu
kesehatan yang sering muncul pada orang setelah dilakukan pengukuran, lansia yang
lanjut usia adalah gangguan mobilisasi. tidak melakukan senam memiliki risiko jatuh
Gangguan fisik menyebabkan orang lanjut tinggi. Dampak kejadian jatuh pada usia
usia mengalami imobilisasi (kurang bergerak) lanjut tidak bisa diremehkan. Cedera yang
sehingga lansia mengalami gangguan tulang, diakibatkan oleh jatuh pada usia lanjut dapat
sendi dan otot yang dapat menyebabkan mengakibatkan usia lanjut dirawat di rumah
terjadinya jatuh pada orang lanjut usia . sakit (RS) ataupun harus dibawa ke unit
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gawat darurat (UGD). Penelitian dari
pada kelompok lansia yang tidak melakukan Kanada, Australia dan Inggris mendapatkan
senam SBL terdapat 6 responden (40%) 1,6-3 usia lanjut per 10.000 populasi usia
190 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192
lanjut yang berusia 65 tahun harus dibawa mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik
ke rumah sakit karena kejadian jatuh. Di biasanya ditandai dengan gangguan motorik
Australia Barat dan di Inggris kejadian jatuh halus dan motorik kasar, ketidakstabilan
pada usia lanjut menyebabkan 5,5-8,9 usia postural, penurunan reaction time, peru-
lanjut dari 10.000 populasi harus dibawa ke bahan gaya berjalan, pergerakan melambat
UGD (WHO, 2007). (Wilkinson, 2005). Penelitian Shumway-
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Cook et al., (1997) mendapatkan bahwa
ada perbedaan risiko jatuh pada lansia yang latihan fisik meningkatkan secara signifikan
mengikuti senam dengan yang tidak keseimbangan dan mobilitas fisik lansia jika
mengikuti senam dengan nilai p<0,05. Nilai dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut
Z = -4,583 yang berarti penelitian ini dikarenakan adanya interaksi yang kompleks
memiliki perbedaan negatif yang artinya antara sistem muskuloskeletal dengan sistem
ketika lansia mengikuti senam maka tingkat syaraf.
risiko jatuh pada lansia tersebut akan Faktor risiko jatuh yang lain yang
mengalami penurunan. Hasil tersebut sesuai terdapat pada usia lansia adalah hipotensi
dengan penelitian sebelumnya yang orthostatik. Kondisi tersebut juga dapat
menyatakan bahwa salah satu intervensi diatasi dengan latihan fisik sebagai salah satu
yang bisa digunakan untuk memperbaiki intervensi yang dianjurkan untuk menangani
beberapa faktor fisiologis yang menye- masalah postural hipotensi. Latihan fisik
babkan jatuh adalah program latihan fisik. ringan meningkatkan toleransi orthostatik
WHO menyatakan bahwa aktifitas fisik dengan mengurangi venous pooling dan
moderate yang dilakukan teratur akan meningkatkan volume plasma. Usia lanjut
menyebabkan usia lanjut mendapatkan yang tidak pernah berolahraga mengalami
kesehatan yang baik, menjaga kemandirian postural hipotensi. Hal tersebut disebabkan
dan menurunkan risiko jatuh serta latihan fisik dapat meningkatkan penurunan
dampaknya (WHO, 2007). orthostatik tekanan darah. Latihan fisik
Keseimbangan merupakan suatu dengan posisi supinasi atau duduk (bere-
komponen yang dihasilkan dari eksekusi nang, recumbent biking) sangat disarankan
kontrol postural. Kapasitas keseimbangan (Figueroa et al., 2010).
menurun karena pertambahan usia dan akan Dengan dilakukannya latihan fisik salah
meningkatkan resiko jatuh pada orang lanjut satunya adalah senam lansia, diharapkan
usia (Hong et al., 2000). Penelitian mem- lansia tidak mengalami hipotensi orthostatik
buktikan bahwa dengan melakukan latihan dan risiko jatuh dapat diminimalkan.
fisik akan meningkatkan keseimbangan
seseorang. Latihan fisik itu berupa latihan SIMPULAN DAN SARAN
yang meningkatkan kekuatan otot ataupun Simpulan
latihan spesifik yang lain seperti duduk Dari hasil analisis penelitian ini dapat
kemudian berdiri, berjalan, berbaris. Latihan diambil simpulan bahwa ada perbedaan
fisik ini bisa dilakukan 2 sesi per minggu risiko jatuh pada lansia yang mengikuti
selama 5 minggu bahkan bisa juga dilakukan senam lansia dengan yang tidak mengikuti
4-5 sesi per minggu selama 16 minggu (Rand senam lansia di Panti Sosial Tresna Wredha
et al., 2011). Kasongan, Bantul, Yogyakarta.
Mobilitas merupakan perpindahan fisik Saran
tubuh dengan satu atau lebih ekstrimitas. Diharapkan perawat dapat membe-
Pada usia lanjut sering kali terjadi penurunan rikan dukungan kepada lansia dalam mela-
Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia... 191
kukan senam lansia sesuai jadwal di PSTW Enright. 2003. The Six-Minute Walk Test:
sehingga tidak terjadi risiko jatuh. Kegiatan Effects On Body Composition and
senam lansia diharapkan dapat terus Physical Performance. Journal of
dilakukan dan dapat dijadikan terapi fisik Gerontology, 60 (A): 1437-1447.
dengan lebih terencana dan terprogram Figueroa, J. J., Basford, J. R., Low, P. A.
untuk memelihara kesehatan lansia. Lanjut 2010. Preventing And Treating
usia di PSTW Kasongan Yogyakarta diha- Orthostatic Hypotension: As Easy
rapkan untuk selalu aktif dalam mengikuti as A, B, C. Cleve Clin J Med,
kegiatan Senam Bugar Lansia (SBL) untuk 77(5): 298–306.
mengindari terjadinya jatuh. Giam, C.K. & Teh, K.C. 1992. Ilmu
Kedokteran Olahraga: Pedoman
DAFTAR RUJUKAN Untuk Semua Orang. Bina Rupa
Aksara: Jakarta.
Anne Shumway-Cook, William Gruber,
Margaret Baldwin and Shiquan Hong, Y., Li, J. X., Robinson, P.D. 2000.
Liao. 1997. The Effect of Balance Control, Flexibility, and
Multidimensional Exercises on Cardiorespiratory Fitness Among
Balance Mobility, and Fall Risk in Older Tai Chi Practitioners. British
Community-Dwelling Older Adults. Journal of Sports Medicine,
Physical Therapy, 77 (1): 46-57. 34(1): 29–34.
Badan Pusat Statistik. 2009. Proyeksi Kannus P. 2007. Alarming Rise in The Number
Penduduk 2000–2025, Data and Incidence of Fall-Induced
Statistik Indonesia, (Online), (http:/ Cervical Spine Injuries Among Older
/www.datastatistik-indonesia.com), Adults. Journal of Gerontology:
diakses 10 Juli 2013. Biological Sciences and Medical
Sciences, 62(2):180-183.
Centers for Disease Control and Prevention.
2005. Fact Ssheet – Falls and Hip Kholid, A. 2007. Perubahan-Perubahan
Fractures Among Older Adults, Yang Terjadi Pada Lansia.
(Online), (http://www.cdc.gov/ PUSKOM Ngudi Waluyo,
ncipc/factsheets/falls.htm.), diakses (Online), (http://nwu.ac.id/content/
12 Juli 2013. view/208/), diakses 12 Juli 2013.
Chu, L. W., Chi, I., Chiu, A.Y.Y. 2007. Falls Laessoe, U., Hoeck, H.C., Simonsen, O.,
and Fall-Related Injuries In Sinkjaer, T. & Voigt, M. 2007. Fall
Community-Dwelling Elderly Risk in an Active Elderly Population
Persons In Hongkong: A Study On Can It be Assessed? Journal of
Risk Factors, Functional Decline, Negative Results In Biomedicine,
and Health Services Utilization After 6 (2): 1-11.
Falls. Hongkong Medicine Miller, C. A. 2008. Nursing Care of Older
Journal, 13 (1): 8-12. Adult Theory and Practice .
Darmojo, B. 2009. Teori Proses Menua. Lippincott Williams & Wilkins:
In: H.Hadi Martono dan Kris Philadelphia.
Pranarka (eds): Buku Ajar Boedhi- Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan
Darmojo GERIATRI Edisi 4. Balai Klien Gangguan Sistem Musku-
Penerbit FKUI: Jakarta. lokeletal. EGC: Jakarta.
192 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192
Nieuwenhuizen, et. al. 2010. Assessing The Rand, D., Miller, W. C., Yiu, J., Eng, J. J.
Prevalence of Modifiable Risk 2011. Interventions For Addressing
Factors in Older Patients Visiting an Low Balance Confidence In Older
ED Due to A Fall Using The Adults: A Systematic Review And
CAREFALL Triage Instrument. Meta-Analysis. Age and Ageing,
American Journal of Emergency 40 (3): 297–306.
Medicine, 28 (9): 994-1001. Scheffer, A.C., Schuurmasns, M.J., Dijk,
Presiden RI. 1998. UU RI Nomor 13 Ta- N.V., Hooft, T., Rooj, S.E. 2008.
hun 1998 tentang Kesejahteraan Systematic Review Fear of Falling:
Lansia, (Online), (http://www. Measurement Strategy, Prevalence,
bpkb.go.id/unit/hukum/uu/1998/ Risk Factors and Consequences
13-98.pdf), diakses 15 juli 2013. Among Older Persons. Journal
Probosuseno. 2006. Mengapa Lansia Age and Ageing, 37 (1): 19-24.
Sering Tiba–Tiba Roboh?, Badan Siburian, P. 2007. Empat Belas Masalah
Litbangkas Depkes RI, (Online), Kesehatan Utama pada Lansia,
(http://www.litbang.depkes.go.id/ (Online), (http://waspada.co.id),
aktual/kliping/lansia280506.htm), diakses 18 setember 2013.
diakses 9 september 2013. Steffen, T.M., Hacker, T.A. 2002. Age and
Probosuseno. 2007. Mengatasi Isolasi Gender-Related Test Performance
pada Lansia, (Online), (http://medi in Communit-Dwelling Elderly
calzone.org/fuldfk/viewtopic. People. Six-Minute Walk Test,
php?t=36 86&start=0&postdays= Berg Balance Scale, Timed Up &
0&postorder=asc&highlight) Go Test and Gaid Speeds, 82:
diakses 9 september 2013. 128-137.
Probosuseno & Dinisari, A. 2008. Faktor Yusumura, S., Hasegawa, S. 2009. Inci-
Risiko Terjadinya Roboh Dengan dence of Falls Among The Elderly
Panapis Timed Up and Go Test and Preventive Efforts in Japan.
Pada Lanjut Usia di Panti Sosial Japan Medicine Association
Tresna Wredha Abiyoso Pakem Journal, 52 (4): 231–236.
Sleman Yogyakarta, in Martono, Whaley, M. H., Brubaker, P. H., Otto, R.
H., Hirlan, Gasem, M.H., Rahayu, M. 2006. ACSM’s Guidelines For
R.A. & Murti, Y. (eds.). Naskah Exercise Testing and Prescription.
lengkap temu ilmiah geriatri 7th ed. Lippincott William & Wilkins:
Semarang 2008. Badan Penerbit Philadelphia.
Universitas Diponegoro: Semarang.
WHO. 2007. WHO Global Report on
Probosuseno & Suhardo, M. 2008. Falls Prevention in Older Age.
Menangani Mudah Roboh/Jatuh WHO: Geneva, Swiss.
Pada Usia Lanjut. Yayasan
Wilkinson, J. M. 2005. Prentice Hall
Sayang Anak dan Lansia Indonesia
Nursing Diagnosis Handbook
Cahaya Hati bekerjasama dengan
with NIC Intervention and NOC
PGTKI Bina Insan Mulia Press
outcomes. Prentice Hall: New
Yogyakarta: Temanggung.
Jersey.
PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT
TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI
Suratini
STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: anisa_tini@yahoo.com
Abstract: The purpose of this quasi experimental study with one group
pre-post design was to investigate the effect of progressive relaxation
of hypertensive levels in elderly with hypertension in Nogotirto, Gamping,
Sleman, Yogyakarta. The research was conducted in April-May 2013.
The number of respondent was as many as 12 people. Data analysis
using Wilcoxon test pair match revealed that there were difference of
systolic and diastole blood pressure levels before and after progressive
relaxation. There is the effect of progressive relaxation on systolic and
diastole blood pressure level. The elderly and families were recommended
to perform progressive relaxation in order to lower blood pressure in the
elderly independently at home.
serta aktif masyarakat melalui kegiatan Pos miokard, koma asidosis, metastasis kanker
Pembinaan Terpadu (posbindu). dan lain sebagainya (Darmojo & Martono,
Hipertensi lebih banyak terjadi pada 1999).
lanjut usia, hal ini disebabkan karena proses Penatalaksanaan hipertensi pada lansia
penuaan maka terjadi perubahan sistem tidak seluruhnya sama dengan hipertensi
kardiovaskuler baik secara struktural mau- pada usia dewasa. Pada lansia aspek diag-
pun fisiologi. Selain itu juga dipengaruhi oleh nosis selain diarahkan ke hipertensi dan
gaya hidup dan pola makan lanjut usia komplikasinya, juga diarahkan pada penge-
(Lueckenotte, 2000). Survei penyakit jan- nalan berbagai penyakit yang juga diderita
tung pada lanjut usia yang dilaksanakan oleh lansia karena berhubungan erat dengan
Boedhi Darmojo tahun 2007 menemukan penatalaksanaan secara keseluruhan
prevalensi tanpa atau dengan tanda penyakit (Darmojo & Martono, 1999). Sekitar 60%
jantung hipertensi sebesar 33,3% yaitu 81 hipertensi pada usia lanjut adalah hipertensi
orang dari 243 orang tua 50 tahun ke atas sistolik terisolasi dimana terdapat kenaikan
(Arifin, 2009). Dari kasus tadi ternyata tekanan darah sistolik disertai penurunan
68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik tekanan darah diastolik, yang selisih tekanan
95/104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang ini terbukti sebagai penyebab tingginya
(diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5% angka kematian dan kesakitan (Ali, 2009).
dengan hipertensi berat (diastolik sama atau Selisih dari tekanan darah sistolik dan
lebih dari 130 mmHg). tekanan darah diastolik yang disebut tekanan
Pada sebagian besar penderita, hiper- nadi, terbukti sebagai penyebab tingginya
tensi tidak menimbulkan gejala, meskipun angka kematian dan kesakitan (Lueckenotte,
beberapa gejala terjadi bersamaan dan di- 2000). Sedangkan peningkatan tekanan
percaya berhubungan dengan tekanan darah darah sistolik disebabkan terutama karena
tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala kekakuan arteri (Arifin, 2009).
yang dimaksud adalah sakit kepala, perda- Hipertensi pada lanjut usia, disebut
rahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan sebagai silent killer karena umumnya pen-
dan kelelahan, yang bisa saja terjadi baik derita tidak merasakan gejala saat tekanan
pada penderita hipertensi maupun pada darah meningkat. Menurut Attamimi (2003)
seseorang dengan tekanan darah yang nor- ahli jantung dan pembuluh darah pada RSU
mal. Jika hipertensinya berat atau menahun Kraton Pekalongan menyatakan hipertensi
dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti atau penyakit darah tinggi merupakan pe-
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nyebab terbesar dari penyakit jantung. Pen-
nafas, gelisah, dan pandangan menjadi kabur derita hipertensi 75% akan berujung pada
yang terjadi karena adanya kerusakan pada penyakit jantung dan baru tersadari pada
otak, mata, jantung dan ginjal (Ali, 2009). lanjut usia, ketika jantung telah ’lelah’
Manusia secara progresif akan kehi- bekerja untuk memompa darah dengan te-
langan daya tahan terhadap infeksi dan akan kanan yang berat (Attamimi, 2003). Seba-
menumpuk makin banyak gangguan meta- gian masyarakat tidak menaruh perhatian
bolik dan struktural yang disebut sebagai terhadap penyakit hipertensi, dan kadang
penyakit degeneratif seperti hipertensi, dianggap sepele. Masyarakat tidak menya-
aterosklerosis, diabetes mellitus dan kanker dari jika penyakit ini menjadi berbahaya dan
yang akan menyebabkan seseorang meng- mengakibatkan berbagai kelainan yang lebih
hadapi akhir hidup dengan episode terminal fatal misalnya kelainan pembuluh darah,
yang memprihatinkan seperti stroke, infark jantung dan gangguan ginjal, bahkan
196 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204
pecahnya pembuluh darah kapiler di otak dan mekanisme koping maladaptif. Hasil
atau stroke (Arifin, 2009). pelaksanaan manajemen stres melalui
Upaya yang dilakukan lansia untuk proses kelompok menunjukkan peningkatan
mengatasi masalah hipertensi adalah dengan pengetahuan dan sikap keluarga dalam
memeriksakan tekanan darah secara rutin merawat lansia gastritis, serta terjadi peru-
kepada petugas kesehatan, meminum obat bahan perilaku positif pada lansia yaitu
hipertensi dari dokter. Penggunaan obat- menurunnya pola makan tidak teratur,
obatan hipertensi menjadi solusi yang paling kebiasaan konsumsi makanan pedas dan
handal dalam menanggulangi masalah asam, serta konsumsi obat anti nyeri. Hasil
hipertensi pada lanjut usia. Sedangkan faktor pelaksanaan asuhan keperawatan pada 10
risiko hipertensi pada lansia disebabkan keluarga lansia gastritis menunjukkan bahwa
karena menanggung beban dan masalah kombinasi terapi modifikasi perilaku dan
dalam keluarga sehingga penanganan hiper- manajemen stres efektif dalam mencegah
tensi seharusnya tidak hanya tergantung kekambuhan gastritis.
pada obat dari dokter melainkan pena- Berdasarkan hasil penelitian yang
nganan/manajemen stres yang dilakukan dilakukan oleh Asminarsih (2010), peneliti
lansia. tertarik untuk meneliti pengaruh relaksasi
Menurut Hidayat (2006) terdapat tiga progresif terhadap tingkat hipertensi pada
tehnik untuk memodifikasi nyeri yaitu lansia dengan hipertensi. Tujuan penelitian
dengan tehnik latihan pengalihan, tehnik adalah untuk mengetahui pengaruh relaksasi
relaksasi dan stimulasi kulit. Latihan-latihan progresif terhadap tingkat hipertensi pada
ini dirancang untuk membuat seseorang yang lansia dengan hipertensi di desa Nogotirto,
cemas, stres menjadi rileks. Latihan ini dapat Gamping, Sleman, Yogyakarta.
mengurangi nyeri secara efektif dengan cara
melawan komponen stres. Strategi relaksasi METODE PENELITIAN
termasuk imajinasi terbimbing, relaksasi otot Penelitian ini merupakan pre ekspe-
progresif dan pengobatan (Stanley, 2007). rimen dengan rancangan one group pretest
Menurut Poter dan Perry (2005) post test yaitu rancangan yang tidak memi-
relaksasi yang efektif memerlukan pertisipasi liki kelompok kontrol atau pembanding,
dan kerjasama individu. Tehnik ini dapat tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi
dilakukan dengan tidur atau duduk. Relak- pertama (pretest) yang memungkinkan
sasi dengan atau tanpa tehnik imajinasi menguji perubahan-perubahan yang terjadi
menghilangkan nyeri kepala, nyeri persa- setelah adanya eksperimen (Notoatmodjo,
linan, antisipasi rangkaian nyeri akut dan 2012). Desain penelitian ini digunakan untuk
nyeri kronik dan stres. Latihan relaksasi pro- mengetahui pengaruh relaksasi progresif
gresif meliputi kombinasi latihan pernafasan terhadap tingkat tekanan darah pada lanjut
yang terkontrol dan rangkaian kontraksi usia dengan cara mengukur tekanan darah
serta relaksasi kelompok otot. sebelum dilakukan relaksasi progresif dan
Asminarsih (2010) melakukan inter- sesudah dilakukan relaksasi progresif.
vensi pencegahan kekambuhan pada lansia Sampel dalam penelitian ini adalah lan-
yang mengalami gastritis di kelurahan Ratu sia dengan hipertensi yang berobat ke Pus-
Jaya dengan terapi modifikasi perilaku dan kesmas atau Posbindu pada tingkat RW di
manajemen stres didapatkan manajemen area tempat tinggal sampel. Tehnik peng-
stres efektif dalam menurunkan tingkat nyeri, ambilan sampel dalam penelitian ini meng-
frekuensi kekambuhan gastritis, tingkat stres, gunakan random sampling (acak
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 197
sederhana) dengan jumlah sampel 12 orang tingkat hipertensi pada lansia. Dan jika nilai
lansia. p lebih besar dari nilai taraf signifikan maka
Instrumen yang dipakai untuk pengum- Ha ditolak dan Ho diterima artinya tidak ada
pulan data dalam penelitian ini adalah pengaruh relaksasi progresif terhadap tingkat
spigmomanometer ABN yang telah hipertensi pada lansia.
dilakukan kalibarasi sebelum dilakukan
pemakaian, lembar pemeriksaan tekanan HASIL DAN PEMBAHASAN
darah yang berisi identitas responden, nama, Penelitian ini dilakukan di dusun Ka-
alamat, umur, jenis kelamin, tekanan darah rang Tengah, Nogotirto, Gamping, Sleman.
sebelum dilakukan relaksasi progresif dan Dusun ini terdiri atas dua Rukun Warga
sesudah dilakukan relaksasi progresif. (RW) yang penduduknya mayoritas lanjut
Instrumen berikutnya adalah matras, karpet, usia. Kegiatan lanjut usia selama ini berupa
pakaian olahraga atau senam bagi lanjut usia pengajian rutin, senam lansia setiap hari
dan ruangan yang luas serta nyaman untuk Jumat dan melakukan kegiatan Posbindu
melakukan relaksasi progresif, pengeras atau Posyandu Lansia bersamaan dengan
suara untuk memimpin jalannya relaksasi posyandu balita karena kader yang mena-
progresif pada lanjut usia, serta booklet ngani adalah orang yang sama. Lansia memi-
panduan relaksasi progresif pada lanjut usia. liki kemampuan cukup tinggi untuk mela-
Metode pengumpulan data adalah kukan pemeriksaaan kesehatan, terlihat dari
dengan cara lansia berkumpul di suatu hasil rekapitulasi kehadiran lansia hampir
ruangan atau tempat yang telah disepakati 75%. Hasil penelitian dapat dilihat pada
yaitu di rumah kepala dusun Karang Tengah tabel berikut ini.
di ruang tengah yang cukup lebar dan luas
untuk aktivitas relaksasi progresif. Ada Tabel 1. Karakteristik Lansia Hiper-
asisten peneliti yang telah diberi pelatihan tensi di Nogotirto, Gamping,
sebelumnya, yang membantu memandu Sleman, Yogyakarta
lansia untuk melakukan relaksasi progresif,
Karakteristik
yaitu 1 asisten peneliti untuk setiap 3 lansia. Frekuensi Persentase
Responden
Sebelum penelitian, lansia diberikan sosi- Jenis Kelamin
alisasi dan kontrak waktu untuk melakukan Perempuan 7 58 %
kegiatan penelitian setiap sore hari jam 16.00 Laki-laki 5 42 %
WIB secara bersamaan sebanyak 12 orang Usia
dalam kurun waktu 5 hari selama 50-60 50 - 60 tahun 5 42 %
menit setiap kali melakukan kegiatan. Sebe- 61 - 70 tahun 5 42 %
lum melakukan relaksasi progresif dan sesu- >71 tahun 2 8%
dah melakukan relaksasi progresif dilakukan Jumlah 12 100%
pemeriksaan tekanan darah dengan meng-
gunakan spigmomanometer dan orang yang Berdasarkan data pada tabel 1 dida-
sama dengan posisi tidur. patkan bahwa lansia yang mengalami
Data diolah menggunakan teknik hipertensi mayoritas perempuan yaitu 7
Wilcoxon Match Pairs Test. Penelitian ini orang (58%). Lansia yang mengalami hiper-
menggunakan taraf signifikan 0,05. Apabila tensi di rentang usia 50-60 tahun sebanyak
nilai p lebih kecil dari nilai taraf signifikan 5 orang (42%), usia 61-70 tahun sebanyak
maka Ha diterima dan Ho ditolak, artinya 5 orang (42%), dan usia lebih dari 70 tahun
ada pengaruh relaksasi progresif terhadap sebanyak 2 orang (8%).
198 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204
Tabel 2. Perbedaan Mean Tekanan Da- Rata-rata tekanan darah diastole sebe-
rah Sistole Sebelum dan Sesu- lum dilakukan intervensi dengan relaksasi
dah Dilakukan Relaksasi Pro- progresif adalah 95 mmHg dengan standar
gresif pada Lansia deviasi 0,52 dan setelah dilakukan intervensi
Tekanan dengan relaksasi progresif adalah 82,5
Darah Mean SD N p value mmHg dengan standar deviasi 0,51. Hasil
Sistole analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh
Sebelum 175 1,138 12 0,000 relaksasi progresif dengan tekanan darah
Intervensi mmHg diastole pada lansia.
Sesudah 141,41 0,45 12 Hasil analisis terhadap perbedaan
Intervensi mmHg
tekanan darah sistole sebelum dan sesudah
dilakukan relaksasi progresif dapat dilihat
Rata-rata tekanan darah sistole setelah
pada tabel 4.
dilakukan intervensi adalah 175 mmHg
Hasil analisis data pada tabel 4 dida-
dengan standar deviasi 1,138. Rata-rata
patkan rata-rata tekanan darah sistolik sete-
tekanan darah sistole sesudah dilakukan
lah dilakukan intervensi dengan relaksasi
intervensi dengan relaksasi progresif adalah
progresif pada hari kelima adalah 141,41
141,41 mmHg dengan standar deviasi 0,45.
mmHg dengan standar deviasi 0,51. Hasil
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat
uji statistik didapatkan nilai p value 0,017
pengaruh relaksasi progresif terhadap te-
maka dapat disimpulkan, secara bermakna
kanan darah sistole pada lanjut usia di dusun
ada penurunan tekanan darah sistolik sesu-
Karang Tengah, Nogotirto, Gamping,
dah latihan relaksasi progresif. Rata-rata
Sleman, Yogyakarta.
tekanan darah diastolik kelompok perlakuan
Perbedaan mean tekanan darah dias-
setelah dilakukan relaksasi progresif pada
tole sebelum dan sesudah dilakukan perla-
hari keenam adalah 82,5 mmHg. Hasil uji
kuan dapat dilihat pada tabel berikut.
statistik didapatkan nilai p value 0,001
Tabel 3. Perbedaan Mean Tekanan Da- dapat disimpulkan, secara bermakna ada
rah Diastole Sebelum dan penurunan darah diastolik sesudah dilakukan
Sesudah Dilakukan Relaksasi latihan relaksasi progresif.
Progresif pada Lansia Responden dalam penelitian ini adalah
klien yang menderita hipertensi primer
Tekanan
darah Mean SD N p value
dengan usia 50-75 tahun. Usia tersebut
Diastole sudah termasuk usia lanjut usia menurut
Sebelum 95 0,52 12 0,092 WHO. Hasil penelitian ini sejalan dengan
intervensi mmHg teori yang mengatakan bahwa tekanan
Sesudah 82,5 0,51 12 darah pada lanjut usia, seiring dengan
Intervensi mmHg pertambahan umur maka tekanan darah
Variabel
Kelompok Rata-rata SD T p value
Tekanan darah
Sistolik Perlakuan 141,41 mmHg 0,51 2,08 0,017
Diastolik Perlakuan 82,5 mmHg 0,73 4,69 0,001
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 199
Survey) berbeda dengan penelitian Sigar- 141,41 mmHg dengan standar deviasi 0,51.
laki. Hasilnya dilaporkan bahwa secara Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,017
umum dari semua etnis ada perbedaan maka dapat disimpulkan bahwa secara
tekanan darah arterial pada laki-laki diban- bermakna ada penurunan tekanan darah
dingkan dengan perempuan. Laki-laki sistolik sesudah latihan relaksasi progresif.
mempunyai tekanan darah arterial sistolik Rata-rata tekanan darah diastolik kelompok
dan diastolik lebih tinggi. Community perlakuan setelah dilakukan relaksasi
Hypertension Evaluation Clinic Program progresif pada hari keenam adalah 82,5
juga melaporkan bahwa tekanan darah mmHg. Dari hasil uji statistik didapatkan nilai
diastolik arterial laki-laki lebih tinggi daripada p 0,001, dapat disimpulkan bahwa secara
perempuan di semua umur sedangkan bermakna ada penurunan tekanan darah
tekanan darah sistolik arterial rata-rata pada diastolik sesudah dilakukan latihan relaksasi
laki-laki lebih tinggi sampai usia 60 tahun progresif.
pada kulit hitam dan sampai usia 65 tahun Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
pada kulit putih. yang mengatakan bahwa relaksasi progresif
Berdasarkan hasil penelitian dan teori, merupakan metode untuk membantu menu-
peneliti berpendapat bahwa jenis kelamin runkan tegangan sehingga otot tubuh menjadi
mempengaruhi tekanan darah. Hal ini rileks. Relaksasi progresif bertujuan menu-
disebabkan karena perempuan pada usia runkan kecemasan, stres, otot tegang dan
pertengahan sudah memasuki masa me- kesulitan tidur. Pada saat tubuh dan pikiran
nopause dimana terjadi penurunan hormon rileks, secara otomatis ketegangan yang
esterogen. Penurunan hormon esterogen seringkali membuat otot-otot mengencang
berdampak terhadap peningkatan aktivasi diabaikan (Ramdhani, 2009).
dari sistem renin angiotensin dan sistem saraf Smeltzer dan Bare (2002) mengatakan
simpatik. Adanya aktivasi dari kedua hor- tujuan latihan relaksasi adalah untuk meng-
mon ini akan menyebabkan perubahan hasilkan respon yang dapat memerangi
dalam mengatur vasokontriksi dan vasodi- respon stres, sedangkan Perry dan Potter
latasi pembuluh darah sehingga tekanan (2005) mengatakan relaksasi bertujuan
darah meningkat, hal ini terjadi pada menurunkan aktifitas sistem syaraf simpatis,
perempuan yang usianya lebih dari 55 tahun. meningkatkan aktifitas syaraf parasimpatis,
Hasil penelitian ini 52% perempuan dan 48 menurunkan metabolisme, menurunkan
% laki-laki. tekanan darah dan denyut nadi, serta menu-
Hal ini didukung oleh hasil penelitian runkan konsumsi oksigen. Pada saat kondisi
Perry & Potter (2005) yang mengatakan rileks tercapai maka aksi hipotalamus akan
bahwa wanita setelah menopause cenderung menyesuaikan dan terjadi penurunan ak-
memiliki tekanan darah yang lebih baik dari- tivitas sistem syaraf simpatis dan para-
pada pria pada usia tersebut. Pada penelitian simpatis. Urutan efek fisiologis dan gejala
ini jumlah responden perempuan 50%, hal ini maupun tandanya akan terputus dan stres
senada dengan hasil penelitian Black & Hawk psikologis akan berkurang. Tehnik relaksasi
(2005) yang menyatakan bahwa sampai usia yang bisa digunakan adalah relaksasi otot,
55 tahun angka kejadian hipertensi pada laki- relaksasi dengan imajinasi terbimbing dan
laki lebih tinggi daripada perempuan. respon relaksasi dari Benson (Smeltzer &
Rata-rata tekanan darah sistolik Bare, 2002).
setelah dilakukan intervensi dengan Menurut Bluerufi (2009) dasar pemi-
relaksasi progresif pada hari kelima adalah kiran metode latihan relaksasi adalah di
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 201
dalam sistem syaraf pusat dan syaraf Penelitian yang bertolak belakang
otonom, dimana fungsi sistem syaraf pusat adalah penelitian yang membandingkan
adalah mengendalikan gerakan yang antara meditasi transedental dan otot pro-
dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, gresif dengan program pendidikan modi-
leher dan jari-jari. Sistem syaraf otonom fikasi gaya hidup dalam penurunan stres
berfungsi mengendalikan gerakan yang pada hipertensi sedang yang dilakukan oleh
otomatis misalnya fungsi digestif dan Scneider dkk (1995). Hasil penelitian
kardiovaskuler. Sistem syaraf otonom terdiri menyatakan bahwa relaksasi progresif dapat
dari dua subsistem yang kerjanya saling menurunkan tekanan darah sistolik sebesar
berlawanan yaitu syaraf simpatis dan syaraf 4,7 mmHg namun tidak bermakna
parasimpatis. (pv=0,054), sedangkan tekanan darah
Syaraf simpatis bekerja meningkatkan diastolik menurun sebesar 3,3 mmHg dan
rangsangan atau memacu organ-organ bermakna (pv=0,02), sedangkan meditasi
tubuh, memacu meningkatkan denyut jantung transedental dapat menurunkan tekanan
dan pernafasan serta menimbulkan penyem- darah sistolik 10,7 mmHg (pv<0,0003) dan
pitan pembuluh darah perifer dan daya tahan tekanan darah diastolik 6,4 mmHg
kulit serta akan menghambat proses digestif (pv=0,0005).
dan seksual. Syaraf parasimpatis bekerja Hasil penelitian Charles dkk (1996)
menstimulasi naiknya semua fungsi yang juga bertolak belakang tentang upaya menu-
diturunkan oleh sistem syaraf simpatis. Pada runkan stres dengan membandingkan medi-
waktu orang mengalami ketegangan dan tasi transendetal dan relaksasi progresif
kecemasan yang bekerja adalah sistem pada klien hipertensi etnis Amerika Afrika,
syaraf simpatis sehingga denyut jantung, hasil penelitian menyatakan bahwa latihan
tekanan darah, jumlah pernafasan, aliran relaksasi otot progresif pada responden laki-
darah ke otot dan dilatasi pupil sering laki hanya dapat menurunkan tekanan darah
meningkat. Pada kondisi stres yang terus diastolik secara bermakna sebesar 6,2
menerus mungkin muncul efek negatif mmHg (pv<0,01) sedangkan pada respon-
terhadap kesehatan seperti tekanan darah den perempuan latihan relaksasi otot pro-
tinggi, kolesterol tinggi, distres gastro- gresif tidak dapat menurunkan tekanan
intestinal dan melemakan sistem imun darah.
(Bluerufi, 2009). Dari hasil penelitian dan teori di atas,
Relaksasi mungkin memberikan peneliti berpendapat bahwa ketika melaku-
aktivitas yang berlawanan. Beberapa kan latihan tehnik relaksasi progresif dengan
perubahan akibat tehnik relaksasi adalah keadaan tenang, rileks dan konsetrasi penuh
menurunkan tekanan darah, menurunkan terhadap tegangan dan rileks otot yang dilatih
frekuensi jantung, mengurangi disritmia selama 15 menit, sekresi CRH (Corti-
jantung, mengurangi kebutuhan oksigen dan cotropin Reasing Hormone) dan ACTH
konsumsi oksigen, mengurangi ketegangan (Adrenocorticotropic Hormone) di hipo-
otot, menurunkan laju metabolik, mening- talamus menurun. Penurunan sekresi
katkan gelombang alfa otak yang terjadi hormon ini menyebabkan aktifitas kerja
ketika klien sadar, tidak memfokuskan syaraf simpatik menurun, sehingga penge-
perhatian dan rileks, meningkatkan luaran adrenalin dan noradrenalin berkurang.
kebugaran, meningkatkan konsentrasi dan Penurunan adrenalin dan noradrenalin
memperbaiki kemampuan untuk mengatasi mengakibatkan terjadi penurunan denyut
stresor (Perry & Potter, 2005). jantung, pembuluh darah melebar, tahanan
202 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 193-204
pembuluh darah berkurang dan penurunan antara relaksasi progresif terhadap tingkat
pompa jantung sehingga tekanan darah tekanan darah sistole dan diastole pada
arterial jantung menurun. lanjut usia dengan nilai p=0,017 dan
Penelitian ini sesuai dengan penelitian p=0,001 (α =0,05).
yang dilakuan oleh Schiener dkk (1995) Saran
dan Charless dkk (1996). Schiener dkk Keluarga lanjut usia dan lansia hen-
(1995) menggunakan responden dengan daknya menerapkan relaksasi progresif
tekanan diastolik antara 90 sampai dengan dalam kesehariannya sehingga dapat menu-
109 MmHg dan tekanan darah sistolik ku- runkan tekanan darah sistole dan diastole
rang atau sama dengan 189 mmHg. Se- pada lansia tanpa menggunakan obat-
dangkan Charless dkk (1996) menggu- obatan yang dapat memiliki efek samping
nakan responden dengan tekanan diastolik yang tidak baik dalam tubuh lansia.
antara 90 sampai dengan 104 mmHg Puskesmas hendaknya menerapkan
dengan tekanan darah sistolik kurang atau dan mengajarkan relaksasi progresif pada
sama dengan 179 mmHg. Tekanan darah lansia ketika melakukan kunjungan rumah
diastolik ini masih dalam rentang hipertensi sebagai salah satu solusi/intervensi dalam
sedang, sedangkan tekanan darah sistolik mencegah terjadinya peningkatan tekanan
sampai rentang hipertensi berat. Pada res- darah sistole dan diastole pada lansia.
ponden perempuan kemungkinan karena
sudah masa menopause sehingga terjadi DAFTAR RUJUKAN
penurunan esterogen yang berisiko terjadi Ali. 2009. Hipertensi, (online), (http://
peningkatan tekanan darah. www.m.tipsdokter.com/details?
Hasil penelitian ini juga menunjukkan url=hipertensi), diakses 22 Mei 2013.
terjadi penurunan tekanan darah baik sistolik Anderson, E,T., Mc Farlane, J. 2007. Buku
maupun diastolik. Hal tersebut disebabkan Ajar Keperawatan Komunitas
karena hipertensi diastolik lebih sering terjadi Teori dan Praktik. Edisi 3. EGC:
pada lanjut usia antara umur 50-60 tahun, Jakarta.
bersifat lebih lama dan kemudian cenderung
Arifin, 2009. Buku Pegangan Penyakit
menetap atau sedikit menurun. Hipertensi
tidak Menular bagi Kesehatan.
diastolik lebih banyak berhubungan
EGC: Jakarta.
penurunan fungsi otot jantung, penurunan
kemampuan pompa jantung dan terjadi Asminarsih. 2010. Pengaruh Teknik Re-
kekakuan otot jantung, hal ini berbeda dengan laksasi Progresif Terhadap Res-
hipertensi sistolik yang mengalami pon Nyeri dan Frekuensi Kekam-
peningkatan secara progresif sampai dengan buhan Nyeri pada Lanjut Usia de-
usia 70-80 dikarenakan perubahan elastisitas ngan Gastritis di Wilayah Kerja
pembuluh darah (Kuswardhani, 2006). Puskesmas Pancoran Mas Kota
Depok. Tesis tidak diterbitkan. De-
SIMPULAN DAN SARAN pok: Program Studi Ilmu Kepera-
Simpulan watan UI.
Hasil penelitian menunjukkan ada Attamimi, Hisyam. 2003. Hipertensi Pe-
perbedaan tekanan darah sistole dan nyebab Terbesar Penyakit Jan-
diastole sebelum dan sesudah dilakukan tung, (online), (http://www.suara
relaksasi progresif. Dari hasil penelitian merdeka.com/harian/0309/08/
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dar3.htm), diakses 22 Mei 2013.
Suratini, Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Tingkat... 203
C H
Centers for Disease Control and hipnorelaksasi, 163
Prevention (CDCP), 184 hospital based, 124
Charlotte Buhler, 96 Human Papilloma Virus, 148
chi square, 108 Hunter, Linn, & Harris, 97
Cohen, Teresi & Holmes, 98 Hurlock, 94, 152
community based, 124 hypothalamic-pituitary-adrenal, 171
confidence interval, 175 ibu nifas primipara, 144
cross sectional, 102 infeksi endometrium, 140
informed concern, 150
D informed consent, 125
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), 147
131 Isacc dan Michael, 133
J osteoarthritis, 189
Jerat Cinta Remaja, 106
P
K paired sample t test, 163
Kangaroo Mother Care, 175 paired sample t test, 171
kanker serviks, 147 Palinggi, 111
KDPK, 157 Panti Sosial Tresna Wredha, 183
Keliat, 128 pap smear, 148
kemampuan sosialisasi, 93 partisipasi sosial, 96
kematian neonatus, 176 Pelatihan Pengelolaan Pemberian Informasi
Kepek Timbulharjo Sewon Bantul, 93 KRR, 106
Kesehatan Reproduksi Remaja, 103, 115 pemulihan post partum, 140
Komisi Nasional Lansia, 184 Pendekatan mutu paripurna, 131
Komite Kesehatan Reproduksi, 120 Pendidik sebaya, 104
Komunikasi Informasi dan Edukasi, 115 pengaruh konsep diri, 93
kualitas hidup lansia, 93 Pengembangan Sumber Daya, 132
penghargaan diri, 96
L penurunan tingkat stres, 163
L.W Green, 104 penyakit menular seksual, 115
performance appraisal, 131
M perilaku berisiko, 117
Machfoedz, 153 perilaku pendidik sebaya, 102
Making Pregnancy Saver, 139 perilaku seks pranikah, 114
Mann Whitney U Test, 183 pernikahan usia dini, 103
Manuaba, 139 Pikiran negatif, 128
Marquis & Huston, 136 Plak putih, 148
Masa remaja, 119 Precede Framework, 104
masturbasi, 117 predisposing, reinforcing dan enabling
media audio visual, 156 factors, 107
medula adrenal, 171 Pre-post Experiment, 125
Mubarak, 96 preventive care, 122
multiple comparison, 143 Prodi D4 Bidan Pendidik STIKES Aisyiyah,
musculoskeletal, 189 156
musik lullaby, 180 psychophysiological, 177
purposive sampling, 95
N Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan
necking, 117 Reproduksi Remaja, 103
nonprobability sampling, 95
North American Nursing Diagnosis Q
Association, 187 Quasi Experiment, 122
Notoatmodjo, 109 quasi experimental, 163, 175
O R
observasi analitik, 93 Raikkonen, Perala dan Kahanpaa, 135
Organisasi Kesehatan Dunia, 123 random sampling, 116
range of motion, 189 T
RB Harmoni Semarang, 144 teori Green, 108
reaction time, 190 terapi hipnorelaksasi, 172
recumbent biking, 190 the level of premarital sexual behavior, 114
relaksasi progresif, 171 Thukral, 181
reliabilitas Alfa Crombah, 154 Time Up and Go (TUG) Test, 185
Resiko Jatuh, 183 Timed Up Go, 183
risk for falls, 187 tinggi fundus uteri, 139
Riskesdas, 123 Torrey, 128
RS Panti Rapih Yogyakarta, 164
RSUD Kota Yogyakarta, 164 U
Rumah Bersalin Rachmi Yogyakarta, 139 Umur Harapan Hidup, 94
Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun
S 2009, 123
safe motherhood, 139 UU RI No 4 tahun 1965, 184
Saito, 109
Saminem, 139 V
Sarafino, 97 VCD pembelajaran, 156
seks oral, 117 venous pooling, 190
Self esteem, 96 Videbeck, 123
self-rated, 96
Seloilwe, 128 W
Senam Bugar Lansia (SBL), 183 wanita usia subur, 147
seks pranikah, 116 WHO, 190
sexual drive, 119 Wilcoxon Match Test, 122
simple random sampling, 163 Wise & Kowalski, 131
skala Likert, 149 World Health Organization, 148
skrining, 149
SMK Negeri 5 Samarinda, 119 Y
Spier & Busse, 96 Youth Centre PKBI, 115
spinal cord, 187
Stuart and Laraia, 127 Z
Sudarmanto,131 Zalbawi, 115
Indeks Pengarang
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN (JKK)
Volume 9 Tahun 2013
Untuk penerbitan Volume 9 tahun 2013, Edisi Desember 2013, semua naskah yang
disumbangkan kepada Jurnal Kebidanan dan Keperawatan (JKK) telah ditelaah oleh mitra
bestari (peer reviewers) berikut ini:
1. Artikel yang ditulis dalam Jurnal Kebidanan dan Keperawatan meliputi hasil penelitian
di bidang kebidanan dan keperawatan. Naskah diketik dengan program Microsoft Word,
huruf Times New Roman, ukuran 12 pts, dengan spasi At least 12 pts, dicetak pada
kertas A4 sepanjang lebih kurang 20 halaman dan diserahkan dalam bentuk Print-Out
sebanyak 2 eksemplar beserta softcopynya. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai
Attachment e-mail ke alamat: bp3m_stikesayo@yahoo.com
2. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Sistematika artikel hasil penelitian
adalah judul, nama penulis, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode penelitian,
hasil dan pembahasan, simpulan dan saran, serta daftar pustaka.
3. Judul artikel tidak boleh lebih dari 20 kata. Judul dicetak dengan huruf kapital di tengah-
tengah, dengan ukuran huruf 14 poin.
4. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik, disertai lembaga asal, dan
ditempatkan di bawah judul artikel. Jika naskah ditulis oleh tim, maka penyunting hanya
berhubungan dengan penulis utama atau penulis yang namanya tercantum pada urutan
pertama. Penulis utama harus mencantumkan alamat korespondensi atau e-mail.
5. Abstrak dan kata kunci ditulis dalam dua bahasa (Indonesia dan Inggris). Panjang
masing-masing abstrak maksimal 150 kata, sedangkan jumlah kata kunci 3-5 kata. Isi
abstrak mengandung tujuan, metode, dan hasil penelitian.
6. Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan
tujuan penelitian. Seluruh bagian pendahuluan dipaparkan secara terintegrasi dalam
bentuk paragraf-paragraf.
7. Bagian metode penelitian berisi paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis yang secara nyata
dilakukan peneliti.
8. Bagian hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan
penelitian. Setiap hasil penelitian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan hasil
dan pembandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis.
9. Bagian simpulan berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian
atau berupa intisari hasil pembahasan. Simpulan disajikan dalam bentuk paragraf. Saran
ditulis secara jelas untuk siapa dan bersifat operasional. Saran disajikan dalam bentuk
paragraf.
10. Daftar rujukan hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk, dan semua sumber yang
dirujuk harus tercantum dalam daftar rujukan. Sumber rujukan minimal 80% berupa
rujukan terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yang digunakan adalah sumber-sumber primer
berupa artikel-artikel penelitian dalam jurnal atau laporan penelitian (termasuk skripsi,
tesis, disertasi). Artikel yang dimuat di Jurnal Kebidanan dan Keperawatan disarankan
untuk digunakan sebagai rujukan.
11. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurung (nama akhir,
tahun). Pencantuman sumber pada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan
tentang nomor halaman tempat asal kutipan. Contoh: (Davis, 2003: 47).
12. Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut ini dan diurutkan secara
alfabetis dan kronologis.
Buku: Smeltzer, Suzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
and Suddarth. Edisi 8. EGC: Jakarta.
Buku kumpulan artikel: Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds). 2002. Menulis Artikel
untuk Jurnal Ilmiah (edisi ke - 4, cetakan ke-1). Malang: UM Press.
Artikel dalam buku kumpulan artikel: Russel, T. 1998. An Alternative Conception:
Representing Representation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds). Children’s Informal
Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.
Artikel dalam jurnal atau majalah: Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan
Pendidikan Program Profesional dalam memenuhi Kebutuhan Industri. Transport, XX
(4): 57-61.
Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah
Sekolah Pengunggulan, Jawa Post, hlm. 4 & 11.
Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 2006.
Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.
Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.1997. Pedoman
Penulisan Pelaporan Penelitian. Jakarta : Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT Ammas Duta Jaya.
Skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian: Sudyasih, T. 2006. Hubungan Tingkat
Pengetahuan Tentang Tubercolosis Paru Dengan Sikap Orang Tua Anak (0-10 Tahun)
Penderita Tuberkulosis Paru Selama Menjalani Pengobatan di Puskesmas Piyungan
Bantul Tahun 2006. Skripsi Diterbitkan. Yogyakarta: PSIK-STIKES ‘ASYIYAH
YOGYAKARTA.
Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G. 2001. Isi dan Format Jurnal
Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Penulisan Artikel dan Pengelolaan
Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus 2001.
Internet (karya individual): Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of
STM Online Journals, 1990-1995: The Calm before the Storm, (Online), (http://
journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html), diakses 12 Agustus 2006.
Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi, 2004. Pengukuran Bekal Awal
Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (online), Jilid 5, No. 4,
(http://www.malang.ac.id), diakses 20 Januari 2000.
13. Tata cara penyajian kutipan, rujukan, tabel, gambar pada artikel berbahasa Indonesia
menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
(Depdikbud, 1987).
14. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari (reviewers) yang ditunjuk
oleh penyunting menurut bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk
melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bebestari
atau penyunting. Kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara
tertulis.
15. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan software
komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HaKI yang
dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul
karenanya, menjadi tanggungjawab penuh penulis artikel.
16. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi
pelanggan minimal selama satu tahun (dua nomor). Penulis menerima nomor bukti
pemuatan sebanyak 2 (dua) eksemplar dan cetak lepas sebanyak 2 (dua eksemplar).
Artikel yang tidak dimuat tidak akan dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.
JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292
Telp. (0274) 4469199; Fax. (0274) 4469204
Bersama ini kami kirimkan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 2, Desember
2013 sebanyak ….... eks.
Untuk selanjutnya apabila Bpk/Ibu/Sdr/Institusi Anda berkenan melanggannya, mohon
untuk mengisi blangko formulir berlangganan di bawah ini dan kirimkan ke alamat :
REDAKSI JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
Jl. Ring Road Barat No. 63, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta 55292.
Telp (0274) 4469199 pesawat 166, Fax. (0274) 4469204
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TANDA TERIMA
Telah terima Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol. 9, No. 2, Desember 2013
sebanyak: ......................... eksemplar dengan baik.