Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status gizi balita berpengaruh sangat besar dalam mewujudkan

sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan

kecerdasan saat usia dini tergantung pada asupan zat gizi yang diterima

oleh anak. Semakin rendah asupan zat gizi yang diterima, semakin

rendah pula status gizi dan tingkat kecerdasan anak. Pada masa bayi dan

anak- anak terutama usia kurang dari 5 tahun dampak dari gizi kurang

atau buruk dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani

dan kecerdasan anak (Kementerian Kesehatan RI, 2012).


Pada tahun 2011 World Health Organization (WHO, 2011)

memperkirakan bahwa 54% kematian anak disebabkan oleh keadaan

gizi yang buruk atau yang kurang, dua pertiga diantaranya terkait

dengan pemberian makan yang kurang tepat. Diperkirakan masih

terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk dan kurang yang

keberadaannya tersebar dipelosok-pelosok Indonesia (Kemenkes 2012).

Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian anak

yang berusia 0-5 tahun selama 1 tahun tertentu per 1000 anak pada

umur yang sama (Maryunani, 2010).


Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi

buruk dan kurang yang keberadaannya tersebar dipelosok-pelosok

Indonesia (Kemenkes 2012). Berdasarkan data riset kesehatan dasar

(Riskesdas) tahun 2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk


2

sebesar 4,9% dan kekurangan gizi 17,9%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa di Indonesia masih terdapat balita dengan gizi buruk dan

kekurangan gizi sehingga pembangunan di Indonesia belum sepenuhnya

mampu meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia di masa

yang akan datang (Gusti, A. K, 2012).


Salah satu indi kator dari gizi buruk atau kurang pada balita

adalah Bawah Garis Merah (BGM), yaitu letak titik berat badan anak

yang berada dibawah garis merah dalam grafik (KMS), bila berat badan

balita tidak mengalami kenaikan dalam 2 bulan berturut-turut maka

harus dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan (Meilani, 2013).


Pada penelitian ini menggunakan indikator berat badan menurut

umur (BB/U) karena indikator ini dapat menggambarkan status gizi

seseorang pada saat ini. Selain itu, penggunaan indikator berat badan

menurut umur (BB/U) karena lebih mudah dan lebih cepat dimengerti

oleh masyarakat umum sehingga dengan mudah dapat dilakukan,

sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek dan dapat

mendeteksi kegemukan (Supariasa dkk, 2012).


Hasil RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) Nasional tahun

2018 di Indonesia sendiri prevalensi gizi kurang dan gizi buruk sebesar

17,7%. dibandingkan tahun 2017 sebesar 17,8%. Diantara 33 provinsi

di Indonesia, Kalimantan Selatan menduduki urutan ke 6 yang

mengalami gizi buruk dan gizi kurang tertinggi (Riskesdas, 2018).


Sedangkan prevalensi gizi buruk dan kurang di Kalimantan

Selatan yaitu 24,49% yaitu gizi buruk 5,46% dan gizi kurang 19,03%

yang berarti masalah gizi buruk dan kurang diKalimantan Selatan


3

merupakan masalah kesehatan masyarakat prevalensi tinggi yaitu

melebihi angka prevalensi nasional yaitu 19,6% (Riskesdas Kalsel,

2018).
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar yang

terdiri dari 24 kecamatan hasil pemantauan status gizi dari 856 balita di

Kecamatan Tatah Makmur pada tahun 2018 prevalensi BGM sebanyak

47,67% dengan prevalensi gizi buruk sebanyak 12,62% dari 108 orang

danprevalensi gizi kurang sebanyak 35.05% dari 300 orang sedangkan

pada tahun 2017 dari hasil rekapitulasi kegiatan pekan penimbangan

dari 1081balita prevalensi BGM sebanyak 19,89% dengan gizi buruk

sebanyak 5.27% dari 57 orang dan gizi kurang sebanyak 14.62% dari

158 orang. Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi kasus balita gizi

kurang/buruk di Kecamatan Tatah Makmur dari tahun 2017 sampai

tahun 2018 terus meningkat. Sedangkan prevalensi BGM tertinggi

tahun 2017 di Kabupaten Banjar terdapat di Kecamatan Mataraman

sebanyak 46,12% dari 206 orang. Angka ini lebih tinggi dibandingkan

dengan angka prevalensi dari seluruh wilayah yang ada di Kabupaten

Banjar 15,6% (Dinkes Provinsi, 2018).


Berdasarkan data dari kunjungan posyandu Puskesmas Tatah

Makmur kejadian kurang gizi pada balita yaitu 5% sebanyak 36 balita,

menurut hasil wawancara dengan ibu balita pada tanggal 2 september

2019 yang didapat di wilayah kerja Puskesmas Tatah Makmur

kelompok ibu masih kurang paham terhadap pola asuh makan yang

baik untuk balita seperti pemberian frekuensi menyusui hanya sesuka


4

ibu atau hanya bila balita menginginkan dan ibu balita kurang paham

terhadap pengetahuan gizi seperti ibu kurang tau penyebab dan

dampak dari BGM.


Berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya BGM, beberapa

diantaranya adalah pengetahuan dan pola asuh makan balita. Tingkat

pengetahuan gizi seseorang akan sangat berpengaruh terhadap sikap

dan tindakan dalam memilih makanan dan nantinya akan juga

berpengaruh terhadap keadaan gizi individu tersebut. Pengetahuan gizi

yang kurang atau kurangnya menerapkan pengetahuan gizi dalam

kehidupan sehari hari dapat menimbulkan masalah gizi pada seseorang

(Revida R, 2011) Rendahnya pengetahuan gizi ibu diduga berkaitan

erat dengan tingkat pendidikan Ibu dan masih terdapat masyarakat

yang buta huruf, sehingga akses dan kesempatan untuk mendapatkan

pengetahuan gizi sangat terbatas (uliyanti,2016). Tinggi rendahnya

pengetahuan gizi Ibu akan memberikan perubahan pada status gizi.

Semakin tinggi pengetahuan gizi Ibu maka status gizi akan semakin

baik . hasil ini juga sesuai dengan penelitian adianti,dkk (2016)

menyatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang terhadap gizi

berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam menentyukan jenis dan

variasi makanan dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap status gizi

atau kurangnya penerapan pengetahuan gizi dalam praktek pemilihan

jenis dan variasi makananan tiap hari dapat menyebabkan timbulnya

masalah gizi, oleh karena itu pengetahuan atau kognitif merupakan

aspek yang sangat penting dan berpengaruh terhadap terbentuknya


5

perilaku seseorang dalam hal ini adalah pengetahuan ibu tentang gizi

menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan tingginya gizi kurang

pada balita. Menurut Alamsyah D, dkk mengungkapkan persolan gizi

kurang dan gizi buruk pada balita dapat disebabkan sikap atau perilaku

yang menjadi factor dalam pemilihan makanan yang tidak

benar.pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan yang

cukup dan keanekaragaman makanan ini dipengaruhi oleh tingkat

pengetahuan ibu tentang makanan dan gizinya. Pola makan pada balita

sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan pada balita,karena

dalam makanan banyak mengandung gizi. Gizi menjadi bagian yang

sangat penting dalam pertumbuhan. Gizi di dalamnya memiliki

keterkaitan yang sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan

kecerdasan. Apabila terkena defisiensi gizi maka kemungkinan besar

sekali anak akan mudah terkena infeksi. Gizi ini sangat berpengaruh

terhadap nafsu makan. Jika pola makan tidak tercapai dengan baik

pada balita maka pertumbuhan balita akan terganggu,tubuh kurus,

pendek bahkan bisa terjadi gizi buruk pada balita dan jika sikap ibu

kurang perhatian terhadap pola asuh makan balita maka status gizi

balita dapat berakibat terjadinya gizi kurang bahkan gizi buruk pada

balita (Nila Novitania, 2015).


Berdasarkan penelitian penelitian Kumala, M 2013 yang

mengatakan bahwa ada hubungan pemberian pola makan terhadap

balita. Hal ini sejalan dengan penelitian Izhar D.M 2017 bahwa ada

hubungan pola asuh makan terhadap status gizi balita. Hasil penelitian
6

dari Mugiati 2011 mengatakan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan ibu dengan kejadian balita BGM. Hasil penelitian Mugiati

memperkuat hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sumitri

(2010) yang mengatakan ada hubungan antara pengetahuan ibu

terhadap status gizi balita. Peneliti tertarik apakah ada hubungan juga

antara pengetahuan ibu dan pola asuh makan dengan kejadian BGM di

Puskesmas Tatah Makmur Kabupaten Banjar.


B. Rumusan Masalah
Dalam Penelitian ini rumusan masalahnya adalah apakah ada

hubungan pengetahuan ibu dan pola asuh makan balita dengan kejadian

BGM pada balita di Wilayah Wilayah Kerja Puskesmas Tatah Makmur

Kabupaten Banjar Tahun 2019?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dan pola asuh makan balita

dengan kejadian BGM pada balita di Wilayah Wilayah Kerja

Puskesmas Tatah Makmur Kabupaten Banjar


2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita BGM di Wilayah Wilayah

Kerja Puskesmas Tatah Makmur.


b. Mengidentifikasi pola asuh makan balita BGM di Wilayah Wilayah

Kerja Puskesmas Tatah Makmur.


c. Mengidentifikasi karakteristik responden di Wilayah Wilayah

Kerja Puskesmas Tatah Makmur.


d. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita BGM di Wilayah

Wilayah Kerja Puskesmas Tatah Makmur.


7

e. Menganalisis hubungan pola asuh makan balita BGM di Wilayah

Wilayah Kerja Puskesmas Tatah Makmur.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi

yang bermanfaat bagi semua kalangan dan dapat digunakan sebagai

salah satu bahan bacaan untuk menunjang peningkatan kesehatan

balita, khususnya tntang hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan

dan pola asuh makan ibu tehadap kejadian BGM pada anak balita.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan

acuan dalam penelitian selanjutnya.


8

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Peneliti Judul Perbedaan Persamaan


1 Nur Ankia Hubungan Tahun Variabel
Pengetahuan penelitian, bebas:
Ibu Dan Pola tempat dan pengetahuan
Asuh Makan waktu, dan pola
Dengan jumlah asuh makan
Kejadian sampel,
BGM Di jenis
Wilayah penelitian
Kerja
Puskesmas
Martapura
Timur Tahun
2018
2 Lailatul Hubungan Tahun Variabel
Munawaroh Tingkat penelitian, bebas:
Pengetahuan tempat dan pengetahuan
Gizi Ibu dan waktu, dan pola
Pola Makan jumlah asuh makan
dengan sampel,
Status Gizi jenis
Balita di penelitian
Wilayah
Kerja
Puskesmas
Kedungwuni
II Kabupaten
Pekalongan
Tahun 2016
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Balita Bawah Garis Merah


1. BGM

Bawah garis merah adalah balita yang saat ditimbang berat

badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada

KMS, keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh

rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari

dan terjadi dalam waktu yang cukup lama. (Syera Wahyuni

Harahap, 2014).

2. Faktor Penyebab BGM

Menurut Syera Wahyuni Harahap (2014), BGM secara langsung

dipengaruhi oleh 3 faktor yang saling terkait yaitu:

a. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang

Makanan alami terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan

sesudah usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping

ASI (MP-ASI) yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya sehingga

anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. MPASI

yang baik mengandung energi dan protein, zat besi, vitamin A,

asam folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI

yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di rumah. Keluarga

dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah,


10

seringkali anak harus puas dengan makanan seadanya yang tidak

memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan.

b. Anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai

Dari studi “positive deviance” diketahui pola pengasuhan

anak berpengaruh pada timbulnya BGM. mempelajari mengapa

dari di suatu desa miskin hanya sebagian kecil bayi dan balita

yang BGM, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin.

Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi

ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat

posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata

anaknya lebih sehat.

c. Anak menderita penyakit infeksi

Anak yang menderita BGM akan mengalami penurunan

daya tahan, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi

lain, anak yang menderita sakit infeksi akan cenderung menderita

gizi buruk.

3. Dampak Gizi Dibawah Garis Merah pada Balita

Keadaan gizi kurang pada balita mempunyai dampak

pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh

karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya

untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas

dibandingkan dengan anak yang normal (Syera Wahyuni

Harahap, 2014). Dampak yang mungkin muncul dalam


11

pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara

lain:

a. Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-

anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di

masa depan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka

kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini

berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan

fasilitas kesehatan.

b. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak -

anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi

kekurangan gizi semasa anak dikandung sampai umur kira-kira tiga

tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya

sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi

pembangunan bangsa.

c. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk

bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja

manusia. Kekurangan gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat

kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya

adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program

peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan

diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial

budaya dan lain sebagainya.


12

4. Epidemiologi BGM

Segitiga epidemiologi merupakan konsep dasar

epidemiologi yang memberi gambaran tentang hubungan antara

tiga faktor yang berperan dalam terjadinya penyakit dan masalah

kesehatan lainnya. Suatu penyakit dapat timbul di masyarakat

apabila terjadi ketidakseimbangan antara Host, Agent dan

Environment. Hal ini dikarenakan perubahan pada salah satu

faktor yang mengubah keseimbangan secara keseluruhan.

Hubungan ketiga komponen digambarkan dengan tuas dalam

timbangan, dimana environment sebagai penumpunya.

Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam

epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat ke suatu

proses kejadian penyakit yaitu proses interaksi antara manusia

(pejamu) dengan berbagai sifatnya (biologis, Fisiologis,

Psikologis, Sosiologis dan antropologis) dengan penyebab

(agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Syera Wahyuni

Harahap, 2014)

a. Host (Pejamu)

Host atau pejamu ialah keadaan manusia dimana dapat

menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Faktor ini di

sebabkan oleh faktor intrinsik:

1) Umur. Bayi dan balita merupakan golongan rawan terhadap

penyakit gizi buruk. Selain karena daya tahan tubuhnya yang


13

masih rendah, faktor organ pencernaan yang belum berfungsi

sempurna juga turut mempengaruhi.

2) Status kesehatan. Status gizi yang kurang menyebabkan

mudahnya menderita BGM.

3) Keadaan imunitas dan respons imunitas. Adanya alergi atau

intolerant terhadap protein tertentu terutama protein susu

mempengaruhi intake protein dalam tubuh. Sehingga

menyebabkan kurangnya protein apabila tidak dicari

penggantinya

4) Tingkat Pendidikan. BGM juga dipengaruhi akibat rendahnya

pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi pada anak dan

kurangnya pemahaman akan makanan peralihan dari ASI ke

makanan pengganti ASI.

b. Agent (Penyebab)

Pada dasarnya, tidak ada satu pun penyakit yang dapat

timbul hanya disebabkan oleh satu faktor tunggal semata.

Umumnya kejadian penyakit disebabkan oleh berbagai unsur yang

secara bersama-sama mendorong terjadinya penyakit, namun

demikian, secara dasar, unsur penyebab penyakit dapat dibagi

dalam dua bagian utama yakni:

1) Penyebab Kausal Primer

Penyebab kausal primer pada penderita BGM ialah

rendahnya asupan makanan yang mengandung protein. Padahal


14

zat ini sangat dibutuhkan oleh anak untuk tumbuh dan

berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori

yang cukup, namun tidak semua makanan mengandung

protein/asam amino yang mencukupi kebutuhan dalam tubuh.

2) Penyebab Kausal Sekunder

Sedangkan penyebab kausal sekunder lebih kepada

lingkungan pasien itu sendiri seperti ketersediaan bahan pangan

di daerah tempat tinggalnya yang memadai atau tidak.

c. Environment (Lingkungan)

Unsur lingkungan memegang peranan yang cukup penting

dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu sebagai

pejamu dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian BGM.

Lingkungan Fisik, daerah dimana ketersediaan dan ketahanan

pangannya rendah akan menjadi daerah endemik penyebaran

BGM.

Lingkungan Sosial, semua bentuk kehidupan sosial budaya,

ekonomi, politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang

berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut.

Faktor hidup di tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan

sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk

menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun

temurun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya BGM.

Selain itu tingkat pendapatan yang rendah sehingga mengakibatkan


15

daya beli barang yang rendah juga turut andil mengakibatkan

BGM.

B. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang akibat

konsumsi makanan dan pengunaan zat-zat gizi. Malnutrisi

adalah keadaan patologis akibat kekurangan konsumsi pangan

untuk periode tertentu, specific deficiency yaitu kekurangan zat

gizi tertentu, imbalance yaitu akibat disporsisi zat gizi

(Supariasa, 2012). Status gizi dapat pula diartikan sebagai

gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari

keseimbangan energy yang masuk dan yang dikeluarkan oleh

tubuh (Marmi, 2013)


1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Balita

Tabel 2.1 Kategori dan ambang batas status gizi balita


Indeks Kategori Ambang Batas (Z-
Status Gizi Score)
Berat badan Lebih > 2SD
menurut umur Normal ≥ -2 SD sampai >2 SD
(BB/U) Kurus < - 3SD sampai ≤ - 2 SD
Buruk < - 3 SD
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan RI. 2010

a. Penilaian Status Gizi

Selama ini telah banyak dihasilkan berbagai pengukuran

status gizi balita, dan masing-masing ahli mempunyai

argumentasi sendiri dalam mengembangkan pengukuran

tersebut. Menurut Supariasa (2010) secara umum penilaian


16

status gizi dapat dibagi 2 yaitu penilaian status gizi secara

langsung dan tidak langsung.

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi

menjadi empat penilaian yaitu:

1) Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.

Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi

berhubungan dengan Klinis macam pengukuran dimensi tubuh

dan komposisi tubuh dari berbagai umur dan tingkat gizi.

Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam

tubuh (Supariasa 2010).

2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting

dalam menilai status gizi masyarakat. Dapat dilihat pada

jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau

pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh. Metode

ini umumnya digunakan untuk survey klinis secara cepat.

Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda

klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi.

Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi


17

seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda dan

gejala atau riwayat penyakit (Supariasa, 2010).

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Bawah Garis

Merah pada Balita

1. Secara Langsung

Penyebab langsung masalah status gizi yaitu

ketidakseimbangan antara konsumsi makanan dan penyakit infeksi.

Kedua penyebab langsung tersebut saling berkaitan, jika asupan

makanan yang dikonsumsi kurang dari kebutuhan maka

menyebabkan daya tahan tubuh melemah sehingga memudahkan

penyakit infeksi untuk masuk kedalam tubuh sehingga balita

berisiko terjadi wasting (Putri & Wahyono, 2013). Pendapat

tersebut didukung pada penelitian yang dilakukan oleh Ulfah &

Fransiska (2014) yang menyatakan bahwa tingkat konsumsi

makanan dan penyakit infeksi merupakan penyebab langsung dari

keadaan status gizi.

a. Konsumsi Makanan

Makanan merrupakan kebutuhan dasar bagi hidup

manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan

berbagai cara pengolahannya. Bayi dan anak balita sangat

membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan

perkembangannya. Makanan yang diberikan pada bayi maupun


18

balita juga harus disesuikan dengan kemampuan mencernanya

(Indriaya Hapsari, 2010).

b. Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal

yang saling mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak

mulai menurun dan mengurangi konsumsi makanannya, sehingga

berakibat berkurangnya zat gizi ke dalam tubuh anak. Dampak

infeksi yang lain adalah muntah dan mengakibatkan kehilangan

zat gizi. Infeksi yang menyebabkan diare pada anak

mengakibatkan cairan dan zat gizi di dalam tubuh berkurang.

Kadang-kadang orang tua juga melakukan pembatasan makan

akibat infeksi yang diderita dan menyebabkan asupan zat gizi

sangat kurang sekali bahkan bila berlanjut lama mengakibatkan

terjadinya gizi buruk.

Selain diare, Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) juga

merupakan salah satu panyakit infeksi yang erat kaitannya

dengan masalah gizi. Tanda dan gejala penyakit ISPA ini

bermacam-macam antara lain batuk, kesulitan bernafas,

tenggorakan kering, pilek demam dan sakit telinga. ISPA

disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan rickettsia. Pada

anak umur 12 bulan dan batuk sebagai salah satu gejala infeksi

saluran pernafasan hanya memiliki asosiasi yang signifikan


19

dengan perubahan berat badan, tidak dengan perubahan tinggi

badan (Depkes RI, 2010).

2. Secara Tidak Langsung

Faktor yang dapat mempengaruhi status gizi balita secara

tidak langsung yaitu kecukupan nutrisi dalam sebuah keluarga,

sanitasi lingkungan, kemudahan dalam akses layanan kesehatan,

usia balita, jenis kelamin balita, rumah sebagai tempat tinggal,

pendidikan dan pekerjaan orang tua (Putri & Wahyono, 2013).

Pemberian pola asuh yang salah dapat menyebabkan makanan

yang balita konsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya

(Ulfah & Fransiska, 2014).

a. pola asuh ibu


Menurut Soekirman (2010), pola asuh adalah berupa

sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi

makan, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya

kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal

kesehatan (fisik dan mental). Kebutuhan Asuh pada anak

merupakan kebutuhan fisik-biomedis, yang meliputi:


1) Kebutuhan terhadap pangan/gizi, yang merupakan kebutuhan

terpenting untuk tumbuh kembang anak


2) Kebutuhan terhadap perawatan kesehatan dasar, yang

meliputi pemberian ASI, imunisasi, penimbangan bayi/anak

secara teratur, pengobatan bila bayi/anak sakit, dan lain-lain


3) Kebutuhan terhadap papan/pemukiman yang layak, yaitu

rumah yang bersih dan sehat


b. sanitasi lingkungan
20

Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan

air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta

kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin

tersedia air bersih untuk kebutuhan seharihari, makin kecil risiko

anak terkena penyakit kurang gizi, selain faktor tersebut di atas

adalah faktor pengasuhan anak. (Soekirman, 2012).


c. pelayanan kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan penting dalam menyokong

status kesehatan dan gizi anak. Ketidakterjangkauan pelayanan

kesehatan disebabkan oleh jarak yang jauh atau

ketidakmampuan membayar, kurangnya pendidikan dan

pengetahuan merupakan kendala dalam memanfaatkan sarana

pelayanan kesehatan (Indriya Hapsari, 2010)

d. pengetahuan
Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam

penentuan konsumsi makanan dalam keluaga khususnya pada

anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh

terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya

pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada rendahnya anggaran

untuk belanja pangan dan mutu serta keanekaragaman makanan

yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang karena

pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan

gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu


21

menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari

(Sri, 2010).
Faktor pengetahuan yang rendah dari sebagian ibu akan

pentingnya pemberian makanan bergizi dan seimbang untuk

anaknya dapat dikaitkan dengan masalah KEP. Rendahnya

pengetahuan dan pendidikan orang tua khususnya ibu,

merupakan faktor penyebab mendasar terpenting, karena sangat

mempengaruhi tingkat kemampuan individu, keluarga, dan

masyarakat dalam rangka mengelola sumber daya yang ada,

untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan serta sejauh

mana sarana pelayanan kesehatan gizi dan sanitasi lingkungan

tersedia dimanfaatkan sebaik-baiknya. Pendidikan mempunyai

tujuan memberikan bantuan terhadap perkembangan anak

seutuhnya. Berarti mengembangkan potensi fisik, emosi, sikap

moral, pengetahuan dan ketrampilan semaksimal mungkin agar

dapat menjadi manusia dewasa (Sri, 2010).


Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan

seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi.

Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan

semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang

diperolehnya untuk dikonsumsi (Sri, 2010).


e. pendidikan
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi

tentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan

lebih mempertahankan tradisitradisi yang berhubungan dengan


22

makanan sehingga sulit menerima informasibaru di bidang Gizi.

Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah

tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia

menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan

informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut

diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat

(Alfriani, 2013). Tingkat pendidikan turut pula menentukan

mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami

pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan

landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat.

Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar

seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam

keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Alfriani,

2013).

f. Pekerjaan

Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi

dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya,

apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja

tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja

yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian

ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya.


23

Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi

waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak.

Jenis pekerjaan ibu pada ibu yang bekerja sebagian

besar adalah buruh pabrik. Buruh pabrik menyebabkan waktu

ibu dalam merawat anaknya menjadi terbatas, salah satunya

dalam pemberian ASI. Status gizi kurang atau gizi buruk yang

dialami balita juga dapat terjadi akibat memendeknya durasi

pemberian Air Susu Ibu (ASI) oleh ibu karena harus bekerja.

Banyak dari ibu bekerja yang kembali untuk masuk bekerja saat

anak mereka masih di bawah umur 12 bulan.

D. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan ibu tentang gizi dimaksudkan sebagai sesuatu yang

diketahui oleh ibu sebagai pengasuh mengenai cara menyiapkan

atau menyajikan makanan untuk memenuhi gizi anak, serta

bagaimana cara memodifikasi penyediaan makanan tanpa

mengurangi gizinya walaupun dengan harga murah dan mudah

didapat atau sudah tersedia dilingkungan rumahnya. Tingginya

tingkat pengetahuan ibu akan gizi membentuk sikap positif

terhadap masalah gizi dari pengetahuan dan sikap tersebut,

mendorong ibu untuk menyediakan makanan sehari-hari dalam


24

jumlah yang mencukupi kebutuhan zat gizi anak. Kondisi zat

gizi sendiri dipengaruhi oleh pengtahuan dan kebiasaan ibu

terhadap gizi dan kesehatan, daya beli keluarga, makanan

tambahan dan nilai makanan yang dimakan (Notoatmodjo,

2010).

2. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan ada 2 yaitu dengan cara

tradisional dan dengan cara modern. Cara tradisional terbagi

dalami beberapa macamdiantaranya cara coba dan salah, dimana

cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan.

Pengetahuan tersebut diperoleh tanpa terlebih dahulu

menguji/membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan

penalarannya sendiri. Cara modern yaitu dengan cara

mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam

atau kemasyarakatan, kemudian hasil pengamatan tersebut

dikumpulkan dan diklasifikasi kemudian akhirnya diambil

kesimpulan umum (Notoatmodjo, 2010).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan dalam

masyarakat dipengaruhi beberapa faktor meliputi :

a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

member respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon


25

yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan

mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan berarti

bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita – cita

tertentu. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang

termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama

dalam memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan

kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan, sesorang makin

menerima informasi sehingga makin banyak pola

pengetahuan yang yang dimiliki.


b. Paparan media massa

Melalui media baik cetak maupun elektronik berbagai

informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang

yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah,

pamflet, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah

terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

seseorang.

c. Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun

kebutuhan sekunder. Keluarga dengan status ekonomi baik

akan lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan


26

status ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi

pemenuhan kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan

bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang

tentang berbagai hal.

d. Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan

saling berinterkasi antara satu dengan yang lain. Individu

yang dapat berinteraksi akan lebih besar terpapar informasi.

Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi

kemampuan individu sebagai komunikasi untuk menerima

pesan menurut model komunikasi media dengan demikian

hubungan sosial dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang tentang suatu hal.

e. Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa

di peroleh dari lingkungan kehidupan dalam proses

perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan.

Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat

memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai

kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

4. Hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita

Dalam penyediaan makanan keluarga dilakukan oleh

seorang ibu,banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan


27

yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya

pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi. Semakin

banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis

makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Orang awam yang

tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih

makanan yang paling menarik pancaindera, dan tidak

mengadakan makanan berdasarkan nilai gizinya. Sebaliknya

mereka yang banyak pengetahuan gizinya, lebih

mempergunakan pertimbangan dan pengetahuan tentang gizi

makanan tersebut. Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik,

seorang ibu dapat memilih dan memberikan makanan bagi balita

baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka

kecukupan gizi. (srimulyani, 2012).

E. Pola Asuh Makan


1. Pengertian Pola Asuh Makan
Pola asuh makan orang tua kepada anak atau parental feeding

adalah perilaku orang tua yang menunjukan bahwa mereka

memberikan makan pada anaknya baik dengan pertimbangan

atau tanpa pertimbangan (Nur Latifah Ariani, 2017).


Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita

sehingga dikatakan sebagai kelompok rentan karena pada usia

tersebut merupakan masa pertumbuhan yang pesat di mana

memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah

kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita

karena rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, pada masa


28

tersebut merupakan periode penting dalam proses tumbuh

kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung

sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di

mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan

berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang

mengalami proses pertumbuhan dengan pesat, memerlukan

asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang

lebih baik dan bergizi (Sutomo, 2010).


2. Tipe Pola Asuh Makan
Menurut Nur Latiah Ariyani (2017) tipe pola asuh makan

dikelompokkan menjadi 4 yaitu:


a. Emotional Feeding
Emotional feeding salah satu tipe pola asuh makan dimana

orangtua memberikan makanan agar anaknya tenang saat si

anak merasa marah, cemas, menangis, dan lain-lain.


b. Instrumental Feeding

Merupakan satu tipe pola asuh makan dimana orang tua

memberikan hadiah berupa makanan jika anak berperilaku

baik atau melakukan hal yang diperintahkan oleh orang tua.

c. Prompting or encouragement to eat


Merupakan tip pola asuh makan dimana orangtua mendoron

anaknya untuk makan dan memuji jika anaknya memakan

makanan yang telah disediakan. Mendorong anak untuk

makan disini bukan hanya menyuruh anaknya makan tetapi

juga memastikan anaknya memakan makanannya.


d. Control overeating
Ditipe ini, oran tua dengan tegas memutuskan apa yang
29

anaknya makan, menentukan makanan baik jenis dan

jumlah makanannya, serta orang tua menentukan kapan

anak harus makan dan berhenti makan.


3. Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Makan

Pola makan yang terbentuk gambaran sama dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi

terbentuknya pola makan adalah faktor ekonomi, sosial budaya,

agama, pendidikan, dan lingkungan (Sulistyoningsih, 2011).

a. Faktor ekonomi

Variabel ekonomi mencukup dalam peningkatan peluang

untuk daya beli pangan dengan kuantitas dan kualitas dalam

pendapatan menurunan daya beli pangan secara kualitas maupun

kuantitas masyarakat. Pendapatan yang tinggidapat mencakup

kurangnya daya beli denganh kurangnya pola makan masysrakat

sehingga pemilihan suatu bahan makanan lebih di dasarkan dalam

pertimbangan selera dibandingkan aspek gizi. Kecenderungan

untuk mengkonsumsi makanan impor(Sulistyoningsih, 2011).

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya sosial dalam kepercayaan budaya

adat daerah yang menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan suatu

masyarakat memiliki cara mengkonsumsi pola makan dengan cara

sendiri. Dalam budaya mempunyai suatu cara bentuk macam pola


30

makan seperti:dimakan, bagaimana pengolahanya, persiapan dan

penyajian, (Sulistyoningsih, 2011).

c. Agama

Dalam agama pola makan ialah suatu cara makan dengan

diawali berdoa sebelum makan dengan diawali makan mengunakan

tangan kanan dan memakan makanan yang halal.

d. Pendidikan

Dalam pendidikan pola makan iala salah satu pengetahuan,

yang dipelajari dengan berpengaruh terhadap pemilihan bahan

makanan dan penentuan kebutuhan gizi (Sulistyoningsih, 2011).

e. Lingkungan

Dalam lingkungan pola makan ialah berpengaruh terhadap

pembentuk perilaku makan berupa lingkungan keluarga melalui

adanya promosi, media elektroni, dan media cetak.

(Sulistyoningsih, 2011).

f. Kebiasaan makan

Penduduk mempunyai kebiasaan makan dalam tiga kali

sehari. Kebiasaan makan ialah suatu cara seseorang yang

mempunyai keterbiasaan makan dalam jumlah tiga kali makan

dengan frekuensi dan jenis makanan yang dimakan (Willy, 2011)


31

F. Kerangka Teori

Status Gizi

Konsumsi Pola Asuh Anak Penyakit Infeksi


Tidak Memadai
Ketersediaan Sanitasi/akses
Pangan Kurang air bersih dan
pengetahuan, pelayanan
pendidikan dan
keterampilan
Kurang
pemanfaatan
sumber daya
Pengangguran, inflasi,
masyarakat
kurang pangan dan
Sumber: UNICEF (1998) dalam Supariasa, (2013)
kemiskinan
Gambar 1.1 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola
Asuh Makan Balita Balita dengan kejadian BGM Pada Balita

Krisis ekonomi, politik


dan sosial
32

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Status gizi balita disebabkan beberapa faktor yaitu pengetahuan

ibu, pola asuh makan, pekerjaan, pendidikan, ketahanan pangan,

higienie sanitasi dan pelayanan kesehatan. Sedangkan variable yang

akan diteliti untuk penelitian ini aalah pengetahuan ibu dan pola asuh

makan dengan kejadian balita BGM.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Ibu
Kejadian BGM
Pola Asuh Makan

Gambar 1.2 Kerangka Teori Hubungan Pengetahuan Ibu dan Pola Asuh
Makan Balita Balita dengan kejadian BGM Pada Balita
33

B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian BGM di

wilayah kerja Puskesmas Tatah Makmur.


2. Ada hubungan antara pola asuh makan balita dengan kejadian BGM di

wilayah kerja Puskesmas Tatah Makmur.


34

BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik yaitu

peneliti mencoba mencari cara hubungan variabel dengan cara

melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan (Hasnia, 2013).


B. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah cross sectional, Cross Sectional

yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara

faktor-faktor beresiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi

atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoadmojo, 2010).

dimulai dengan mengedintifikasi kelompok kasus (BGM) dan

kelompok kontrol (tidak BGM) karena pada penelitian populasi balita

BGM terbatas.

C. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas

Tatah Makmur tahun 2019.


2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan oktober 2019- februari 2020.
35

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita berusia 0-59

bulan yang menderita BGM di wilayah kerja Puskesmas Tatah

Makmur dari 36 balita.


2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah 36 balita BGM.

Perbandingan antara kasus dan kontrol adalah 1:1 sehingga jumlah

kasus dalam penlitian ini adalah 36 kasus (balita BGM) dan 36

kontrol (balita tidak BGM).

Pengambilan sampel kasus untuk tiap desa dilakukan dengan

teknik purposive sampling yaitu teknik sampling yang sering

digunakan. Metode ini menggunakan kriteria yang telah dipilih oleh

peneliti dalam memilih sampel. kriteria pemilihan sampel terbagi

menjadi kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi :
1. Balita BGM
2. Balita tidak BGM
3. Balita berusia 0-59 bulan
4. Bersedia menjadi sampel
b. Kriteria Eksklusi
1. Responden berpergian
2. Responden mengundurkan diri dari penelitian

E. Variabel Penelitian dan Definsi Operasional

1. Variabel Penelitian
a. Variabel Dependen
Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah kejadian

BGM pada balita.


b. Variabel Independen
36

Dalam penelitian ini variabel independennya adalah

pengetahuan ibu dan pola asuh makan.


37

2. Defenisi Operasional

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat Kategori Skala
Operasional Ukur
Variabel Balita BGM Kartu BGM:Bila Ordinal
Dependen: adalah balita KMS hasil
balita yang letak balita penimbangan
BGM titik berat berat badan
badan balita berada
berada digaris merah.
dibawah Tidak BGM:
garis merah Bila hasil
dalam grafik penimbangan
(KMS). berat badan
balita berada
diatas garis
merah.
Variabel Kemampuan ibu Kuesioner Baik: >80% Ordinal
Independen: balita dalam
Pengetahuan menjawab Cukup:60-80%
ibu pertanyaan yang
diberikan Kurang:<60%
seputar
penyebab dan
dampak BGM,
makanan yang
sehat, makanan
yang
mengandung
gizi dan
sebagainya.
dengan benar
Pola asuh Cara dan Kuesioner Baik: >80% Ordinal
makan ibu kebiasaan ibu
terhadap balita dalam Cukup:60-80%
balita pemberian,
pemelihan, Kurang:<60%
pengolahandan
jadwal makan (Hurmanisa,
anak balita
2013)
38

F. Prosedur Pengumpulan Data


1. Jenis Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini ada 2 yaitu:
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara

menggunakan kuesioner dengan responden oleh peneliti yang

berisi pertanyaan untuk menggali pengetahuan ibu dan pola asuh

makan ibu balita.


b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

penimbangan KMS balita di wilayah kerja Puskesmas Tatah

Makmur dan data laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Banjar.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Data Primer
1) Data status gizi dapat didapatkan dengan melihat kartu KMS

balita.
2) Data pengetahuan ibu didapatkan dari hasil wanwancara

menggunakan kuesioner.
3) Data pola asuh makan balita didapatkan dari hasil wanwancara

menggunakan kuesioner.

b. Data Sekunder
1) Data gambaran umum Puskesmas Tatah Makmur terbaru tahun

2018-2019.
2) Data kejadian BGM didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten

Banjar tahun 2018.


39

3) Jumlah balita BGM di wilayah kerja Puskesmas Tatah Makmur

terbaru tahun 2019 didapat dari arsip dan dokumen dari

Puskesmas Tatah Makmur.


G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Menurut Hidayat (2010) dalam proses pengolahan data terdapat

tahapan-tahapan yang harus ditempuh:


a. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali data

yang di peroleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada

tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpulkan.


b. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk

huruf menjadi data dan berbentuk angka/bilangan. Coding

adalah usaha memberi kode angka pada jawaban responden.

Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisa

data menggunakan computer. Biasanya pemberian kode dibuat

juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk

memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu variable.


c. Cleaning
Cleaning adalah pengecekan kembali data-data yang

sudah dimasukan untuk memastikan data bebas dari kesalahan

(mengetahui missing, mengetahui variasi data dan mengetahui

konsistensi data).
d. Entri Data
Setelah mengaruhi langkah-langkah pengolahan data,

maka langkah selanjutnya adalah proses entri data dengan

komputterisasi yang meliputi segala proses file data, modifikasi


40

data, membuat tabulasi berbentuk distribusi frekuensi, analisis

statistic deskriptif pembuatan grafik.


e. Tabulating
Memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam table-

tabel sesuai kriteria yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner

yang telah di tentukan skor nya.


1. Data Primer
a. Pengetahuan Ibu
Berdasarkan hasil wawancara kuesioner jika jawaban benar

diberi skor 1 jika jawaban salah diberi skor 0. Hasil nilai yang

benar dibagi jumlah soal kemudian dikali 100%. hasilnya

dikategorikan sebagai berikut:


- Baik : >80%
- Cukup : 60-80%
- Kurang : <60%
b. Pola Asuh Makan Ibu
Berdasarkan hasil wawancara kuesioner jika jawaban benar

diberi skor 1 jika jawaban salah diberi skor 0. Hasil nilai yang

benar dibagi jumlah soal kemudian dikali 100%. Hasilnya

dikategorikan sebagai berikut:


- Baik : >80%
- Cukup : 60-80%
- Kurang : <60%
2. Analisis Data
Menurut Notoatmojo (2010) analisa data dalam suatu penelitian,

biasanya melalui prsedur bertahap sebagai berikut:


a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisa yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan tingkat pengetahuan gizi dan pola asuh

makan ibu balita BGM. Analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi dan persentase dari tiap variabel Notoatmojo, 2010)


b. Analisis Bivariat
41

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan tehadap dua

variabel yang diduga berhubungan atau korelasi yang meliputi

variabel independen (Pola asuh makan dan pengetahuan ibu

balita) dan variabel dependen (kejadian balita BGM). Analisa

menggunakan spearman untuk mengetahui hubungan antara dua

atau lebih variabel bebas dan terikat berskala ordinal. Nilai

keyakinan yang dipakai adalah uji statistik 95% dengan nilai

kemaknaan α = 0,05, bila nilai ρ ≥ α =0,05 maka Ho diterima

berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan

kejadiaan BGM dan tidak ada hubungan antara pola


42

H. Jadwal Penelitian dan Rencana Anggaran Penelitian


1. Jadwal Penelitian

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian


2018 2019
No Kegiatan
8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
1 persiapan
a. Pengajuan Judul X
b. Persetujuan
Judul X
c. Pengambilan X X
data puskesmas X X
d. Konsultasi X X
e. Penyusunan X
Proposal X
f. Seminar X
Proposal
g. Perbaikan X
Proposal
2 Pelaksanaan
a. Pengumpulan X X
Data X
b. Pengolahan data X
c. Analisis Data

3 Penyusunan Skiripsi X

4 Seminar Skripsi X

5 Perbaikan Skripsi X

6 Laporan Akhir dan X


pengadaan

2. Anggaran Penelitian
43

Untuk penelitian ini diperlukan dana perkiraan anggaran

dengan perincian sebagai berikut:


A. Persiapan
1. Pengetikan proposal = Rp. 50.000
2. Penjilidan = Rp. 60.000
3. Penggandaan = Rp. 100.000
4. Pembuatan Transparan
5. Transportasi = Rp. 200.000

Jumlah A = Rp. 400.000

B. Pelaksanaan
1. Pengumpulan Data = Rp. 200.000
2. Pengolahan Data = Rp. 100.000
3. Fotocopy = Rp. 100.000
4. Transportasi = Rp. 100.000
5. Souvenir = Rp. 35.000

Jumlah B = Rp. 535.000

C. Penyusunan skripsi = Rp. 150.000

Jumlah C = Rp. 150.000


D. Seminar Skripsi = Rp. 200.000
Jumlah D = Rp. 200.000

E. Perbaikan

a) Pengetikan = Rp. 150.000


b) Penggandaan = Rp. 100.000
c) Penjilidan = Rp. 50.000
Jumlah E = Rp. 300.000
F. Lain – lain = Rp. 200.000
Total Jumlah (A+B+C+D+E+F) = Rp. 1.650.000,-

Anda mungkin juga menyukai