Anda di halaman 1dari 27

1

NUTRITION

Oleh:
Yogeswary Phnnir Salvam
dr. Tjahya Aryasa EM, Sp.An

BAGIAN / SMF ILMU ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2017
2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
TERJEMAHAN TEXTBOOK ..........................................................................................1
LAMPIRAN ....................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
3

Nutrisi – Michael J. Murray

Vitamin, Suplemen Diet, dan Obat Herbal


1.1 Vitamin
Vitamin adalah kelompok senyawa organik dengan struktur beragam (larut air atau larut
lemak) yang harus diberikan dalam jumlah kecil dalam diet untuk sintesis kofaktor yang
penting dalam berbagai reaksi metabolik (Tabel 36-3). Makanan adalah sumber vitamin
terbaik, dan orang sehat yang mengonsumsi diet yang seimbang tidak perlu
mengonsumsi suplemen vitamin. Namun, banyak orang tidak mengonsumsi makanan
kaya vitamin dengan adekuat, terutama pasien dengan alkoholisme dan sindrom
malabsorpsi, orang tua, dan orang dengan ekonomi rendah.
Vitamin antioksidan dapat menghambat atherogenesis, dan antioksidan dapat
menurunkan resiko karsinogenesis. Ada hubungan antara asupan antioksidan rendah
atau kadar antioksidan plasma yang rendah dengan peningkatan resiko atherosklerosis
dan kanker. Penelitian menghubungkan konsentrasi asam folat plasma, vitamin B6, dan
vitamin B12 yang rendah dengan peningkatan konsentrasi homosistein plasma dan
peningkatan resiko kardiovaskuler. Suplemen vitamin yang menggabungkan
antioksidan dengan seng dapat menghambat perkembangan degenerasi makula. Individu
yang mengonsumsi multivitamin tampaknya memiliki resiko penyakit kardiovaskuler
dan kanker usus yang lebih rendah, yang dapat menunjukkan perlindungan dari asam
folat dan vitamin B.
Sudah jelas bahwa informasi dan penelitian tambahan diperlukan untuk
mengklarifikasi kebutuhan suplemen vitamin pada diet yang adekuat. Rekomendasi saat
ini adalah untuk wanita melahirkan, orang tua, dan individu dengan diet dengan gizi
suboptimal untuk mengonsumsi satu tablet multivitamin setiap hari. Vegetarian ketat
harus mengonsumsi suplemen B12.
Penggunaan sediaan vitamin dengan dosis yang sangat besar tidak disarankan.
Nama merek dan sediaan yang katanya alami tidak lebih efektif dibandingkan sediaan
vitamin generik. Namun, suplemen vitamin tidak boleh digunakan sebagai pengganti
diet sehat dan seimbang yang terdiri dari banyak makanan yang kaya akan vitamin.
4

1.2 Vitamin Larut Air


Vitamin larut air antara lain anggota dari vitamin B kompleks (thiamin, riboflavin, asam
nikotinat, piridoksin, asam pantotenat, biotin, cyanocobalamin, asam folat) dan asam
askorbat (vitamin C) (Gambar 36-1).

1.3 Thiamin
Thiamin (Vitamin B1) dikonversi menjadi koenzim aktif yang bernama thiamin
pirofosfat. Koenzim ini penting untuk dekarboksilasi dari asam α-keto seperti piruvat
dan dalam penggunaan pentosa dalam jalur heksosa-monofosfat. Memang, peningkatan
konsentrasi piruvat plasma adalah tanda diagnostik untuk defisiensi thiamin.

1.3.1 Penyebab Defisiensi


Kebutuhan thiamin berhubungan dengan laju metabolik dan menjadi sangat tinggi
ketika karbohidrat adalah sumber energi. Ini sangat penting pada pasien yang
dipertahankan dengan hiperalimentasi dimana mayoritas kalorinya diberikan dalam
bentuk glukosa. Pasien seperti ini harus menerima suplemen thiamin. Kebutuhan
thiamin juga meningkat selama kehamilan dan laktasi dan pada pasien dengan
alkoholisme kronik.

1.3.2 Gejala Defisiensi


Gejala defisiensi thiamin ringan (beriberi) antara lain hilangnya nafsu makan,
kelemahan otot skelet, kecenderungan untuk terjadi edema perifer, penurunan tekanan
darah sistemik, dan suhu tubuh rendah. Defisiensi thiamin berat (sindrom Korsakoff),
yang dapat muncul pada peminum alkohol, berhibungan dengan polineuritis perifer,
mencakup area hiperestesia dan anestesi dari kaki, gangguan memori, dan ensefalopati.
Gagal jantung output tinggi dengan edema perifer yang luas yang menunjukkan
hipoproteinemia juga sering menonjol. Ada pendataran atau terbalik dari gelombang T,
pemanjangan interval QTc pada elektrokardiogram (EKG).

1.3.3 Pengobatan Defisiensi


Defisiensi thiamin berat diobati dengan pemberian vitamin ini secara IV. Setelah
defisiensi vitamin dikoreksi, suplemen oral dapat diberikan.
5

1.4 Riboflavin
Riboflavin (Vitamin B1) dikonversi dalam tubuh ke salah satu koenzim aktif: flavin
mononukleotida (FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD). Karena kemampuannya
untuk “menerima” dua atom hidrogen, koenzim ini utamanya mempengaruhi transpor
ion hidrogen dalam sistem enzim oksidatif, termasuk sitokrom C reduktase, suksinat
dehidrogenase dan xanthin oksidase.

1.4.1 Gejala Defisiensi


Faringitis dan stomatitis angularis adalah biasanya tanda-tanda pertama dari defisiensi
riboflavin. Selanjutnya, glositis, bibir merah, dermatitis seboroik pada wajah, dan
dermatitis pada badan dan ekstremitas muncul. Defisiensi riboflavin secara klasik
dihubungkan dengan cheilitis angularis, fotofobia, dan dermatitis skrotal-sindrom oral-
okular-genital. Anemia dan neuropati perifer dapat menonjol. Vaskularisasi kornea dan
pembentukan katarak muncul pada beberapa subyek. Pengobatan dilakukan dengan
suplemen vitamin oral yang mengandung riboflavin.

1.5 Asam Nikotinat


Asam nikotinat (Niasin, B3) dikonversi menjadi koenzim aktif nikotinamide adenin
dinukleotida (NAD) dan nikotinamide adenin dinukleotida fosfat (NADP); NAD
dikonversi menjadi NADP dengan fosforilasi. Koenzim ini diperlukan untuk
mengkatalisasi reaksi oksidasi-reduksi yang penting untuk respirasi jaringan.

1.5.1 Gejala Defisiensi


Asam nikotinat adalah konstituen diet yang penting, jika kurang dapat menimbulkan
mual, lesi kulit dan mulut, anemia, sakit kepala, dan lelah. Defisiensi niasin kronik
bermanifestasi dalam bentuk pellagara dimana kulit menjadi eritematois dan tekstur
menjadi kasar, terutama pada area yang terpapar sinar matahari, gesekan atau tekanan.
Gejala utama pada traktus digestif adalah stomatitis, enteritis dand iare. Lidah menjadi
sangat merah dan bengkak. Sekresi saliva berlebih, dan mual dan muntah umum terjadi.
Sebagai tambahan dementia, gangguan motorik dan sensorik saraf perifer juga muncul,
menyerupai perubahan pada defisiensi thiamin.
6

Kebutuhan diet niasin dapat dipenuhi tidak hanya dengan asam nikotinat tapi
juga dengan nikotinamide dan asam amino triptofan. Hubungan antara kebutuhan asam
nikotinat dan asupan triptofan menjelaskan hubungan pellagra dengan diet jagung
defisiensi triptofan. Sindrom karsinoid dihubungkan dengan pengalihan triptofan dari
sintesis asam nikotinat ke produksi serotonon (5-hydroxytryptamine), mengakibatkan
gejala pellagra. Isoniazid menghambat penggunaan asam nikotinat menjadi NAD dan
dapat mengakibatkan pellagra.
Pellagra jarang terjadi di Amerika Serikat, menunjukkan suplementasi tepung
dengan asam nikotinat. Penyebab umum dari pellagra antara lain penyakit
gastrointestinal kronik dan alkoholisme, yang dihubungkan dengan beberapa defisiensi
gizi. Ketika pellagra berat, pemberian asam nikotinat IV diindikaskan. Pada kasus yang
lebih ringan, pemberian asam nikotinat oral sudah adekuat. Respon terhadap asam
nikotinat sangat dramatis, gejala hilang dalam 24 jam setelah mulainya terapi.
Efek toksik dari asam nikotinat antara lain muka memerah, gatal-gatal,
hepatotoksisitas, hiperurisemia dan aktivasi penyakit ulkus peptikum. Asam nikotinat
juga diresepkan untuk menurunkan kadar kolestrol plasma dan meningkatkan
konsentrasi high-density lipoprotein (HDL).

1.6 Piridoksin
Piridoksin (Vitamin B6) dikonversi ke bentuk aktifnya, piridoksal fosfat, oleh enzim
piridoksal kinase. Piridoksal fostat memegang peranan penting dalam metabolisme
sebagai koenzim untuk konversi triptofan ke serotonon dan methionin ke sistein.

1.6.1 Gejala Defisiensi


Defisiensi piridoksin jarang terjadi dan, jika terjadi, dihubungkan dengan defisiensi
vitamin lainnya dan, jika terlihat, lebih sering terjadi pada orang tua, pasien dengan
alkoholisme, dan pasien dengan gizi buruk. Pasien lain yang juga beresiko terkena
defisiensi ini adalah pasien dengan gagal ginjal kronik menggunakan dialisis, pasien
dengan gagal hepar, pasien dengan arthritis rheumatoid, wanita dengan diabetes tipe 1,
dan pasien yang terinfeksi HIV. Obat tertentu seperti antikonvulsan dan kortikosteroid
dapat mengganggu metabolisme piridoksin dan, dan juga isonizaid, sikloserin,
penisilamin, dan hidrokortison. Kejang-kejang pada defisiensi piridoksin dan neuritis
7

perifer seperti sindrom carpal tunnel umum terjadi. Penurunan ambang kejangg dapat
menunjukkan penurunan konsentrasi neurotransmitter inhibitorik asam γ-aminobutirat,
sintesis yang menggunakan enzim yang membutuhkan piridoksal fosfat.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, seseorang dengan defisiensi piridoksin
dapat juga memiliki defisiensi vitamin B lainnya.

1.6.2 Interaksi Obat


Isoniazid dan hidralazin bekerja sebagai inhibitor poten dari piridoksal kinase, sehingga
menghambat sintesis bentuk koenzim aktif dari vitamin ini. Memang, pemberian
piridoksin menurunkan insiden efek samping neurologis yang berhubungan dengan
pemberian obat ini. Piridoksin meningkatkan dekarboksilasi perifer dari levodopa dan
menurunkan efektivitasnya untuk terapi penyakit Parkinson. Ada penurunan konsentrasi
plasma piridoksal fosfat pada pasien yang mengonsumsi kontrasepsi oral.

1.7 Asam Pantotenat


Asam pantotenat dikonversi ke bentuk aktifnya, koenzim A, yang bekerja sebagai
kofaktor untuk reaksi katalase enzim yang melibatkan transfer dari dua kelompok
karbon (asetil). Reaksi ini penting dalam metabolisme oksidatif karbohidrat,
glukoneogenesis, dan sintesis dan degradasi asam lemak.
Defisiensi asam pantotenat pada manusia jarang terjadi, menunjukkan
banyaknya kandungan vitamin ini dalam makanan biasa dan juga produksinya oleh
bakteri di usus. Tidak ada fungsi dari asam pantotenat yang jelas telah ditemukan,
namun umum dimasukkan dalam sediaan multivitamin dan cairan hiperalimentasi.

1.8 Biotin
Biotin adalah asam organik yang berfungsi sebagai koenzim untuk reaksi karboksilasi
katalase enzim dan sintesis asam lemak. Pada orang dewasa, defisiensi biotin
bermanifestasi sebagai glositis, anoreksia, dermatitis dan depresi mental. Dermatitis
seboroik pada bayi juga kemungkinan besar merupakan bentuk dari defisiensi biotin.
Karena alasan ini, direkomendasikan formula untuk mengandung suplemen biotin.

3.9 Cyanocobalamin
8

Cyanocobalamin (Cobalamin, Vitamin B12) dan vitamin B12 adalah penyebutan


generik yang digunakan secara bergantian untuk menjelaskan beberapa senyawa yang
mengandung kobalt (cobalamin). Vitamin B12 makanan dengan hadirnya ion hidrogen
dalam lambung dilepaskan dari protein dan selanjutnya berikatan dengan faktor intrinsik
glikoprotein. Kompleks vitamin-faktor intriksik ini pergi ke ileum, dimana dia akan
berinteraksi dengan reseptor spesifik dan ditranspor melewati endotel usus. Setelah
absorpsi, vitamin B12 berikatan dengan β-globulin, transcobalamin II, untuk ditranspor
ke jaringan, terutama hati, yang berperan sebagai tempat penyimpanan utamanya.

1.9.1 Penyebab Defisiensi


Walaupun manusia bergantung pada sumber eksogen untuk vitamin B12, diet yang
kurang jarang merupakan penyebab defisiensi ini. Malah, akhloridria lambung dan
penurunan sekresi faktor intrinsik lambung lebih sering menjadi penyebab defisiensi
B12 orang dewasa. Antibodi terhadap faktor intrinsik dapat mengganggu penempelan
komplek ke reseptor gastrin di ileum. Pertumbuhan berlebih dari bakteri juga dapat
mencegah jumlah vitamin B12 yang cukup untuk mencapai ileum. Reseksi bedah atau
penyakit ileum juga dapat mengganggu absorpsi vitamin B12. Nitrat oksida secara
ireversibel mengoksidasi atom kobalt vitamin B12 sehingga aktivitas dua enzim yang
bergantung pada B12, methionin sintetase dan thimidilat sintetase, berkurang.

1.9.2 Diagnosis Defisiensi


Konsentrasi plasma dari vitamin B12 (cobalamin) kurang dari 200 pg/mL ketika masuk
dalam keadaan defisiensi. Pengukuran keasaman lambung dapat memberikan bukti
tidak langsung dari defek fungsi sel parietal lambung, sedangkan tes Schilling
(radioaktivitas dalam urin diukur setelah pemberian vitamin B12 oral berlabel) dapat
digunakan untuk memperkirakan absorpsi ileum dari vitamin B12. Observasi retikulosit
setelah percobaan terapi dengan vitamin B12 mengkonfirmasi diagnosisnya.

1.9.3 Gejala Defisiensi


Defisiensi vitamin B12 mengakibatkan defek sintesis DNA, terutama pada jaringan
dengan laju pertukaran sel yang cepat. Dalam hal ini, gejala defisiensi vitamin B12
paling sering bermanifestasi di sistem hematopoiesis dan saraf. Perubahan pada sistem
9

hematopoiesis paling jelas pada eritrosit, tapi ketika defisiensi vitamin B12 semakin
berat, sitopenia dapat terjadi. Secara klinis, tanda paling awal dari defisiensi vitamin
B12 adalah anemia megaloblastik (pernisiosa). Anemia dapat menjadi sangat parah
hingga terjadi gagal jantung, terutama pada orang tua dengan cadangan jantung yang
terbatas.
Ensefalopati adalah komplikasi yang umum dari defisiensi vitamin B12,
bermanifestasi sebagai myelopati, neuropati optik, dan neuropati perifer, baik berdiri
sendiri atau dalam kombinasi. Komplikasi neurologis tidak muncul bersamaan dengan
anemia megaloblastik. Kerusakan terhadap selubung mielin adalah gejala yang paling
jelas pada disfungsi sistem saraf yang berhubungan dengan defisiensi vitamin B12.
Demyelinasi dan kematian sel terjadi pada medula spinalis dan korteks cerebri,
bermanifestasi sebagai paresthesia tangan dan kaki dan hilangnya sensasi getar dan
proprioseptif yang berakibat ketidakstabilan gait. Refleks tendon dalam berkurang, dan
pada stadium yang lebih lanjut, kehilangan memori dan kebingungan muncul. Memang,
defisiensi vitamin B12 harus dipertimbangkan pada pasien orang tua dengan psikosis.
Terapi asam folat mengoreksi sistem hematopoiesis, tapi tidak sistem saraf, efek yang
dihasilkan oleh defisiensi vitamin B12.

1.9.4 Pengobatan Defisiensi


Vitamin B12 tersedia dalam bentuk murni untuk penggunaan oral atau parenteral atau
dalam kombinasi dengan vitamin lain untuk pemberian oral. Sediaan ini kurang berguna
dalam pengobatan pasien dengan defisiensi faktor intrinsik atau penyakit ileum. Jika
terjadi defisiensi vitamin B12 yang jelas secara klinis, absorpsi oral tidak dapat
diandalkan; sediaan yang menjadi pilihan adalah cyanocobalamin yang diberikan secara
intramuskuler. Sebagai contoh, pada pasien dengan gangguan eurologis, leukopenia,
atau thrombositopenia, pengobatan harus agresif. Pengobatan awal adalah dengan
pemberian vitamin B12 intramuskular dan pemberian asam folat oral. Peningkatan
hematokrit tidak muncul hingga 10 sampai 20 hari. Konsentrasi besi plasma, biasanya
menurun dalam 48 jam, karena besi sekarang digunakan untuk pembentukan
hemoglobin. Hitung platelet dapat diharapkan untuk mencapai nilai normal dalam
beberapa hari setelah pengobatan; hitung granulosit membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk kembali normal. Memori dan kesadaran diri mulai membaik setelah 24 jam
10

mulai pengobatan. Gejala dan tanda neurologis yang telah ada untuk waktu yang lama,
terkadang kembali perlahan-lahan dan mungkin tidak pernah kembali ke fungsi
normalnya. Memang, kerusakan neurologis setelah terjadinya anemia pernisiosa yang
tidak dikoreksi setelah 12 sampai 18 bulan biasanya akan menjadi permanen. Setelah
dimulai, terapi vitamin B12 harus dilanjutkan terus dengan interval satu bulan. Sangat
penting untuk mengawasi konsentrasi vitamin B12 plasma dan memeriksa sel darah
perifer setiap 3 sampai 6 bulan untuk mengkonfirmasi adekuat terapi.
Hidroksikobalamin memiliki aktivitas hematopoiesis serupa dengan vitamin B12
tapi sepertinya tidak memberikan keuntungan apapun walaupun lama kerjanya lebih
panjang. Lebih lanjut, beberapa pasien membentuk antibodi terhadap kompleks
hidroksikobalamin dan transkobalamin II. Dosis hidroksikobalamin dosis tinggi telah
disetujui sebagai pengobatan keracunan sianida karena nitroprusside. Secara konsep,
sianida bereaksi dengan kobalt dalam cyanocobalamin, mengurangi konsentrasi ion
sianida.

1.10 Asam Folat


Asam folat ditranspor dan disimpan sebagai 5-metilhidrofolat setelah absorpsi dari usus
halus, terutama di jejunum. Konversi ke bentuk metabolik aktif, tetrahidrofolat,
bergantung dari aktivitas vitamin B12. Tetrahidrofolat berperan sebagai akseptor unit 1-
karbon yang penting untuk (a) konversi homosistein menjadi methionin, (b) konversi
serin menjadi glisin, (c) sintesis DNA, dan (d) sintesis purin. Suplai asam folat
dipertahankan dengan pencernaan makanan dan oleh sirkulasi enterohepatik dari
vitamin ini. Hampir semua makanan mengandung asam folat, tapi memasak yang terlalu
lama dapat merusak 90% dari vitamin ini.

1.10.1 Penyebab Defisiensi


Defisiensi asam folat adalah komplikasi umum dari penyakit usus halus, seperti sprue,
yang mengganggu absorpsi vitamin dan resirkulasi enterohepatiknya. Pasien dengan
alkoholisme kurang asupan asam folatnya karena kurangnya asupan makanan mereka,
dan resirkulasi enterohepatiknya dapat terganggu oleh efek toksik dari alkohol terhadap
hepatosit. Memang, alkoholisme adalah penyebab paling umum dari defisiensi asam
folat, dengan penurunannya di konsentrasi plasma bermanifestasi dalam 24 sampai 48
11

jam setelah konsumsi alkohol terus-menerus. Obat yang menghambat dihidrofolat


reduktase (metotrexat, trimetoprim) atau mengganggu absorpsi dan penyimpanan asam
folat dalam jaringan (fenitoin) dapat menyebabkan defisiensi asam folat.

1.10.2 Gejala Defisiensi


Anemia megaloblastik adalah manifestasi yang paling umum dari defisiensi asam folat.
Anemia ini tidak dapat dibedakan dengan yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12.
Namun, defisiensi asam folat dikonfirmasi dengan kadar asam folat plasma kurang dari
4 ng/mL. Lebih lanjut lagi, onset yang tiba-tiba dari anemia megaloblastik yang
diakibatkan oleh defisiensi asam folat (1 sampai 4 minggu) menunjukkan terbatasnya
simpanan in vivo vitamin ini dan kontras dengan onset lambat (2 sampai 3 tahun) dari
gejala dan tanda defisiensi vitamin B12.

1.10.3 Pengobatan Defisiensi


Asam folat tersedia dalam sediaan oral atau dengan kombinasi vitamin lain baik dalam
sediaan oral atau injeksi parenteral. Penggunaan terapeutik dari asam folat terbatas ke
pencegahan dan pengobatan defisiensi. Sebagai contoh, kehamilan meningkatkan
kebutuhan asam folat, dan suplemen oral, biasanya dalam sediaan multivitamin,
diindikasikan. Jika ada anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, pemberian
vitamin ini dihubungkan dengan menurunnya konsentrasi besi plasma dalam 48 jam,
menunjukkan eritropoiesis baru. Serupa, hitung retikulosit mulai meningkat dalam 48
sampai 72 jam, dan hematokrit mulai meningkat selama minggu kedua terapi.

1.10.4 Terapi Folat


Terapi vitamin untuk menurunkan kadar homosistein telah direkomendasikan untuk
pencegahan restenosis setelah angioplasti koroner. Ini berdasarkan kepercayaan bahwa
homosistein bersifat thrombogenik dan merupakan faktor resiko untuk penyakit arteri
koroner. Suplemen folat adalah pengobatan efektif untuk homosisteinemia. Namun,
terapi folat (kombinasi asam folat, vitamin B6, dan vitamin B12) dapat meningkatkan
resiko restenosis dalam stent dan kebutuhan revaskularisasi.
12

1.11 Leukovorin
Leukovorin (faktor sitrovorum) adalah metabolit aktif, bentuk tereduksi dari asam folat.
Setelah pengobatan dengan antagonis asam folat, seperti metotrexat, pasien dapat
mendapat leukovorin (terapi penyelamat), yang bertindak sebagai sumber tetrahidrofolat
yang tidak dapat dibentuk karena inhibisi dihdrofolat reduktase dari obat.

1.12 Asam Askorbat


Asam askorbat (Vitamin C) adalah senyawa enam-karbon yang secara struktural
berhubungan dengan glukosa. Vitamin ini bekerja sebagai koenzim dan penting dalam
beberapa reaksi biokimiawi, terutama melibatkan oksidasi. Sebagai contoh, asam
askorbat dibutuhkan untuk sintesis kolagen, karnitin, dan kortikosteroid. Asam askorbat
siap diabsorbsi dari traktus gastrointestinal, dan banyak makanan, seperti jus jeruk dan
jus lemon, memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi. Ketika absorpsi
gastrointestinal terganggu, asam askorbat dapat diberikan secara intramuskular atau
intravena. Disamping perannya dalam nutrisi, asam askorbat umum digunakan sebagai
antioksidan untuk melindungi rasa alami dan warna dari banyak jenis makanan.
Meskipun ada klaim yang menyatakan sebaliknya, penelitian terkontrol tidak
mendukung efektivitas asam askorbat walaupun dosis tinggi dalam mengobati infeksi
traktus respiratori viral. Resiko asam askorbat dosis tinggi adalah pembentukan batu
ginjal yang diakibatkan dari sekresi berlebih oksalat. Dosis asam askorbat yang berlebih
juga dapat meningkatkan absorpsi besi dan mengganggu terapi antikoagulan.

1.12.1 Gejala Defisiensi


Defisiensi asam askorbat dikenal sebagai scurvy. Manusia, terbalik dengan mamalia
lainnya, tidak dapat mensistensis asam askorbat, sehingga menekankan kebutuhan
sumber makanan vitamin untuk mencegah scurvy. Secara spesifik, manusia tidak
memiliki enzim hati yang diperlukan untuk memproduksi asam askorbat dari glukonat.
Manifestasi scurvy antara lain gingivitis, ruptur kapiler dengan pembentukan beberapa
petekia, dan kegagalan penyembuhan luka. Anemia juga dapat menunjukkan fungsi
spesifik dari asam askorbat dalam sintesis hemoglobin. Scurvy jelas terjadi ketika
konsentrasi asam askorbat plasma kurang dari 0.15 mg/dL.
13

Scury ditemukan pada orang tua, peminum alkohol, dan pecandu narkoba.
Kebutuhan asam askorbat meningkat selama kehamilan, laktasi, dan stres seperti infeksi
atau setelah operasi. Bayu yang mendapat diet formula dengan konsentrasi asam
askorbat yang tidak adekuat dapat terkena scurvy. Pasien yang mendapat TPN harus
mendapat suplemen asam askorbat. Pengeluaran asam askorbat yang masuk melalui
urin cukup besar, sehingga membutuhkan dosis harian 200 mg untuk mempertahankan
konsentrasi normal dalam plasma yaitu 1 mg/dL. Peningkatan ekskresi asam askorbat
dari urin disebabkan oleh salisilat, tetrasiklin dan barbiturat.

1.12.3 Vitamin Larut Lemak


Vitamin larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K (Gambar 36-2). Mereka diabsorpsi
dari traktus gastrointestinal oleh proses kompleks yang bersamaan dengan absorpsi
lemak. Sehingga, keadaan apapun yang menyebabkan malabsorpsi lemak, seperti
ikterus obstruktif, dapat mengakibatkan defisiensi salah satu atau semua dari vitamin
ini. Vitamin larut lemak disimpan terutama di hati dan dikeluarkan di feses. Karena
vitamin ini dimetabolisme sangat lambat, overdosis dapat menghasilkan efek yang
toksik.

1.13 Vitamin A (Retinol, Asam Retinoat)


Vitamin A memiliki berbagai bentuk, antara lain retinal dan 3-dehidroretinal. Vitamin
ini sangat penting untuk fungsi retina, integritas mukosa dan permukaan epitel,
pembentukan dan pertumbuhan tulang, reproduksi, dan perkembangan embrio. Dia juga
memiliki efek stabilisasi pada berbagai membran dan meregulasi permeabilitas
membran. Vitamin A dapat menyebabkan kontrol transkripsional dari produksi protein
spesifik, sebuah proses yang memiliki implikasi penting dalam hal regulasi diferensiasi
seluler dan perkembangan malignansi. Batasan dalam penggunaan terapeutik dari
vitamin A sebagai antineoplastik adalah hepatotoksisitasnya dan kegagalannya untuk
terdistribusi ke beberapa organ tertentu.
Sumber makanan utama vitamin A adalah hati, mentega, keju, susu, ikan
tertentu dan berbagai buah dan sayuran kuning atau hijau. Sejumlah vitamin A disimpan
di hati orang yang bergizi baik untuk memenuhi kebutuhan beberapa bulan. Konsentrasi
plasma vitamin A dipertahankan dengan cadangan hati sehingga tidak selalu
14

mencerminkan status vitamin A seseorang. Vitamin A dapat berinteraksi dengan protein


seluler, yang berfungsi secara analog dengan reseptor untuk estrogen dan steroid
lainnya.

1.13.1 Gejala Defisiensi


Konsentrasi vitamin A plasma dibawah 20μg/dL mengindikasikan resiko defisiensi.
Sebagian besar defisiensi muncul pada bayi atau anak-anak. Tanda dan gejala defisiensi
vitamin A ringan dapat dengan mudah terlewatkan. Lesi kulit seperti hiperkeratosis
folikularis dan infeksi biasanya menjadi tanda paling awal dari defisiensi. Namun,
manifestasi defisiensi vitamin A yang paling mudah dikenali adalah buta malam hari
(nyctalopia), yang muncul hanya ketika defisiensinya parah. Infeksi paru-paru juga
meningkat karena sekresi mukus dari epitel bronkus berkurang karena sel epitel
mengalami keratinisasi. Keratinisasi dan pengeringan epidermis terjadi. Kalkuli
urinarius biasanya dihubungkan dengan defisiensi vitamin A, yang dapat menunjukkan
perubahan epitelial yang memberi nidus di sekitar dimana kalkulus tersebut terbentuk.
Abnormalitas reproduksi antara lain gangguan spermatogenesis dan aborsi spontan.
Gangguan pengecapan dan penghidu umum terjadi pada pasien dengan defisiensi
vitamin A, diduga karena efek keratinisasi. Penurunan eritropoiesis dapat dibayangi
oleh kehilangan cairan yang abnormal.

1.14 Hipervitaminosis A
Hipervitaminosis A adalah sindrom toksik yang terjadi karena asupan berlebih vitamin
A, terutama pada anak-anak. Biasanya, asupan vitamin A yang tinggi terjadi karena
terapi vitamin A profilaksis yang berlebihan. Konsentrasi vitamin A plasma lebih dari
300 μg/dL diagnostik untuk hipervitaminosis A. Pengobatan terdiri dari penghentian
sumber vitamin, yang biasanya setelah 7 hari manifestasi kelebihan vitamin A
menghilang.
Tanda dan gejala awal dari intoksikasi vitamin A antara lain iritabilitas, muntah,
dan dermatitis. Lelah, myalgia, rambut rontok, diplopia, nistagmus, gingivitis, stomatitis
dan limfadenopati juga telah diamati. Hepatosplenomegali disertai sirosis hati,
hipertensi vena portal, dan asites. Tekanan intrakranial dapat meningkat, dan gejala
neurologis, antara lain papilledema, dapat menyerupai tumor otak (pseudotumor
15

serebri). Diagnosis dikonfirmasi dengan radiologi hiperostosis yang menyebabkan


pembengkakak ekstremitas dan regio occipital dari kepala. Konsentrasi alkalin fosfatase
plasma meningkat, menunjukkan aktivitas osteoblastik. Hiperkalsemia dapat terjadi
karena penghancuran tulang. Tulang terus tumbuh dalam panjang, tapi tidak
ketebalannya, dengan semakin rentan terjadi fraktur. Abnormalitas kongenital dapat
muncul pada bayi yang ibunya mengonsumsi vitamin A dengan berlebihan selama
kehamilan. Gangguan psikiatrik dapat menyerupai depresi mental atau skizofrenia.

1.15 Vitamin D
Vitamin D (Kalsiferol) memiliki dua bentuk, D2 (ergokalsiferol) dan D3
(kolekalsiferol) dengan struktur kimiawi yang identik kecuali bahwa D2 memiliki
tambahan golongan metil pada Karbon 24. D2 berasal dari diet, sedangkan D3 disintesis
di kulit oleh cahaya ultraviolet pada 7-dehidrokolestrol. D2 dan D3 tidak aktif secara
metabolik dan membutuhkan dua reaksi kimiawi untuk menjadi aktif. Pada sel hepar
25-hidroksilase menambahkan golongan hidroksil pada molekul untuk membentuk 25-
hidroksivitamin D atau 25-(OH)D, dan reaksi kedua terjadi di ginjal dimana 1α-
hidroksilase mengkonversi 25-(OH)D ke 1,25(OH)2 vitamin D (kalsitriol) yang aktif
secara metabolik, yang meregulasi konsentrasi kalsium dan fosfat dalam darah. 25-
(OH)D ditranspor ke darah oleh protein pengikat vitamin D (DBP). Setelah diproduksi
di ginjal, kalsitriol berikatan dengan DBP untuk ditranspor ke tempat kerjanya. 25-
(OH)D berikatan dengan DBP bersirkulasi di dalam darah, dan, ketika kadar kalsium
menurun, 25-(OH)D diserap oleh ginjal dan dihidroksilasi ke kalsitriol yang aktif secara
metabolik, lalu dilepaskan kembali ke aliran darah. Proses ini cukup teregulasi dan,
kecuali ada kebutuhan, kalsitriol tidak diproduksi dalam ginjal. Sejauh ini, kalsitriol
diduga adalah molekul metabolik yang aktif dan 25-(OH)D adalah prohormon, tapi
penelitian terbaru pada tikus pingsan dengan defisiensi 1α-hidroksilase telah
menunjukkan bahwa kalsium yang cukup dalam diet dapat menormalkan kadar kalsium
serum, diduga karena kerja dari 25-(OH)D.
Kalsitriol bekerja dengan mengikat dan mengaktifkan reseptor vitamin D
(VDRs) dalam nukleus banyak jenis sel yang berbeda.
Fungsi utama kalsitriol adalah untuk mempertahankan homeostasis kalsium dan
fosfat. Kadar kalsium dipertahankan melalui tiga mekanisme: absorpsi kalsium di
16

duodenum dan jejunum, pelepasan kalsium dari tulang, dan peningkatan pengambilan
kalsium di tubulus distal ginjal.
Ketika kadar fosfat rendah, absorpsi kalsitriol meningkat di usus halus, atau
ketika kadar fosfat meningkat, kalsitriol bekerja di osteosit untuk melepaskan fibroblast
growth factor 23, yang akan meningkatkan pelepasan fosfat di tubulus distal ginjal
VDRs diidentifikasi dalam nukleus dalam berbagai macam sel yang tidak
memegang peranan dalam homeostasis kalsium atau fosfat, dan tidak mengejutkan
bahwa vitamin D memiliki peran dalam regulasi berbagai macam gen.
Penelitian retrospektif telah menunjukkan penurunan 21% dalam mortalitas
penyakit kardiovaskuler dan penurunan sebesar 28% pada mortalitas pasien dengan
kadar vitamin D dua kali lipat dari kontrol. Namun, suplemen vitamin D untuk
menurunkan insiden penyakit kardiovaskuler tidak ditemukan, tapi ada anjuran
pendekatan ini untuk menurunkan morbiditas yang berhubungan dengan penyakit
kardiovaskuler.
Penelitian lain telah menunjukkan korelasi antara konsentrasi vitamin D dan
hasil akhir pada pasien kanker.Kalsitriol memilki peranan dalam penyakit maligna,
mengurangi proliferasi sel maligna melalui beberapa mekanisme. Kalsitriol dapat
meregulasi kemajuan pertumbuhan sel maligna dengan menekan mik protoonkogen,
kinase siklin-dependen, dan fosforilasi protein retinoblastoma dan melalui gangguan
jalur sinyal growth factor dimediasi reseptor. Pengaruh kalsitriol pada apoptosis dapat
juga memiliki peran dalam memodulasi sel kanker maligna.
Kalsitriol juga dapat mempengaruhi fungsi imun, melalui jalur metabolik yang
serupa. Pada monosit, kalsitriol menstimulasi katelisidin, sebuah peptida dengan
karakteristik bakterisidal dan mikrobakterisidal. Kalsitriol juga menghambat jumlah dan
aktivitas sel T helper. Efek ini dapat penting secara klinis dengan memberikan manfaat
pasien yang sepsis, dan pasien dengan penyakit myeloproliferatif.
Kalsitriol dapat memiliki peran dalam diabetes tipe I dan II melalui berikatannya
dengan VDRS sel pankreas atau melalui efeknya pada metabolisme kalsium. Sebagai
tambahan untuk peran teoritis dari kalsitriol pada penyakit kardiovaskuler, kanker,
fungsi imun, dan diabetes, dia juga memiliki efek terhadap morbiditas dan mortalitas
pasien yang sakit kritis.
17

1.15.1 Gejala Defisiensi


Defisiensi vitamin D berakibat penurunan konsentrasi kalsium dan fosfat plasma,
dengan stimulasi sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid bekerja dengan
memulihkan konsentrasi kalsium plasma menggunakan kalsium tulang. Pada bayi dan
anak-anak, ini mengakibatkan gagal mineralisasi jaringan osteoid dan kartilago baru,
menyebabkan pembentukan tulang halus, yang, saat menopang berat, menghasilkan
deformitas yang dikenal dengan ricketsia. Pada orang dewasa, defisiensi vitamin D
mengakibatkan osteomalasia. Terapi antikonvulsan dengan fenitoin meningkatkan
resistensi organ target terhadap vitamin D, mengakibatkan peningkatan insiden ricketsia
dan osteomalasia. Ada bukti bahwa suplemen vitamin D mengurangi resiko jatuh pada
orang tua.

1.15.2 Hipervitaminosis D
Pemberian vitamin D yang berlebihan mengakibatkan hipervitaminosis, yang
bermanifestasi hiperkalsemia, kelemahan otot skelet, sakit kepala, lelah, dan muntah.
Gangguan awal pada fungsi renal dari hiperkalsemia bermanifestasi sebagai poliuria,
polidipsi, proteinuria, dan penurunan kemampuan mempekatkan urin. Sebagai
tambahan dengan penghentian vitamin, pengobatan juga meningkatkan asupan cairan,
diuresis, dan pemberian kortikosteroid.

1.16 Vitamin E
Vitamin E (α-Tokoferol) bukanlah molekul tunggal namun, sebuah kelompok senyawa
larut lemak yang ada pada tanaman. Ada sedikit bukti bahwa vitamin E signifikan bagi
manusia. α-Tokoferol adalah tokoferol yang paling banyak dan penting dari 8 tokoferol
alami yang menyusun vitamin E. Fitur kimia yang penting dari tokoferol adalah mereka
merupakan antioksidan. Dengan bekerja sebagai antioksidan, vitamin E diduga
mencegah oksidasi unsur seluler yang penting atau mencegah pembentukan produk
oksidasi yang toksik. Sepertinya ada hubungan antara vitamin A dan E dalam hal
bagaimana vitamin E memfasilitasi absorpsi, penyimpanan hepatik, dan penggunaan
vitamin A. Sebagai tambahan, vitamin E tampaknya melindungi terjadinya
hipervitaminosis A dengan meningkatkan penggunaan vitamin A. Vitamin A disimpan
di jaringan lemak dan diduga memstabilkan porsi lemak dari membran sel. Fungsi lain
18

dari vitamin E adalah inhibisi produksi prostaglandin dan stimulasi kofaktor penting
dalam metabolisme kortikosteroid.
Kebutuhan vitamin E dapat meningkat pada individu yang terpapar ke
lingkungan dengan oksigen tinggi atau yang mendapat dosis besi terapeutik yang tinggi
atau dosis pengganti hormon tiroid yang tinggi. Vitamin E dapat penting dalam
hematopoiesis, dengan kadang-kadang menyebabkan anemia yang merespon pada
pemberian α-Tokoferol.
Meskipun tidak adanya bukti pendukung yang jelas, vitamin E diberikan pada
wanita dengan riwayat aborsi spontan berulang dan untuk sterilitas pada kedua jenis
kelamin. Pada hewan, defisiensi vitamin E mengakibatkan terjadinya distrofi muskular,
tapi tidak ada bukti bahwa hal yang sama juga terjadi pada manusia. Perubahan yang
serupa dengan yang diamati pada otot skelet juga muncul pada otot jantung dari hewan.
Myopati nekrosis dengan kelemahan otot skelet proksimal dan peningkatan konsentrasi
kreatin kinase plasma dapat muncul pada pasien yang mengonsumsi vitamin E dosis
tinggi. Ada data yang mendukung hubungan antara kadar vitamin E plasma yang rendah
dengan resiko terjadinya kanker paru-paru.
Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti dari hubungan terbalik antara
penyakit jantung koroner dan asupan antioksidan, dan terutama suplemen vitamin E.
Hubungan ini karena penemuan bahwa antioksidan mencegah oksidasi leak pada
lipoprotein densitas rendah. Dikatakan bahwa oksidasi lemak pada lipoprotein densitas
rendah (peroksidasi lipid) memulai proses atherogenesis.

1.17 Vitamin K
Vitamin K adalah senyawa diet larut lemak yang penting untuk biosintesis beberapa
faktor yang dibutuhkan untuk pembekuan darah normal. Fitonadion (vitamin K1)
terkandung pada berbagai makanan dan merupakan satu-satunya bentuk natural dari
vitamin K yang tersedia untuk penggunaan terapeutik. Vitamin K2 mewakili beberapa
senyawa yang disintesis oleh bakteri gram positif di traktus gastrointestinal. Sintesis
vitamin K menyediakan sekitar 50% dari kebutuhan vitamin K harian; sisanya disuplai
oleh diet. Vitamin K diabsorbsi dari saluran pencernaan hanya jika ada garam empedu
yang adekuat. Vitamin K disimpan di hati, limpa, dan paru-paru, tapi, walaupun larut
19

lemak, vitamin K tidak disimpan dalam tubuh dalam jumlah yang banyak untuk waktu
yang lama.

1.17.1 Mekanisme Kerja


Vitamin K berfungsi sebagai kofaktor penting untuk enzim mikrosom hepar yang
mengkonversi residu asam glutamat menjadi residu asam γ-karboksiglutamik pada
faktor II (prothrombin), VII, IX, dan X. Residu asam γ-karboksiglutamik
memungkinkan faktor koagulasi ini untuk mengikat ion kalsium dan melekat pada
permukaan fosfolipid, menghasilkan pembentukan bekuan. Jika terjadi defisiensi
vitamin K, konsentrasi dari faktor koagulasi ini dalam plasma menurun dan terjadi
gangguan hemoragik. Defisiensi vitamin K memiliki gejala ekimosis, epistaksis,
hematuria, dan perdarahan gastrointestinal. Aktivitas vitamin K dinilai dengan
mengawasi PT.

1.17.2 Penggunaan Klinis


Vitamin K diberikan untuk mengobati defisiensinya dan penurunan konsentrasi
prothrombin dan faktor pembekuan lainnya di plasma. Defisiensi vitamin K dapat
terjadi karena (a) asupan diet yang tidak adekuat, (b) sintesis bakteri menurun karena
terapi antibiotik, (c) gangguan absorpsi gastrointestinal yang terjadi karena penyakit
okbstruksi traktus biliaris dan tidak adanya garam empedu, atau (d) penyakit
hepatoseluler. Neonatus menderita hipoprothrombinemia karena defisiensi vitamin K
sampai asupan diet yang adekuat didapatkan dan flora bakteri pencernaan normal
terbentuk. Memang, pada saat baru lahur, bayi normal hanya memiliki 20% sampai 40%
dari konsentrasi faktor pembekuan II, VII, IX, dan X dibandingkan orang dewasa.
Konsentrasi plasma ini makin menurun lagi selama 2 sampai 3 hari setelah kelahiran
dan mulai meningkat ke kadar orang dewasa setelah 6 hari. Pada bayi prematur,
konsentrasi faktor pembekuan plasma lebih rendah lagi. Air susu ibu memiliki sedikit
vitamin K. Pemberian vitamin K, 0.5 sampai 1.0 mg saat lahir, pada neonatus normal
mencegah penurunan konsentrasi faktur pembekuan dependen vitamin K pada hri
pertama setelah kelahiran tapi tidak meningkatkan konsentrasinya sampai kadar orang
dewasa.
20

Terapi pengganti vitamin K tidak efektif ketika ada penyakit hepatoseluler berat
yang bertanggung jawab atas penurunan produksi faktor pembekuan. Jika tidak ada
penyakit hepatoseluler berat dan adanya garam empedu yang adekuat, pemberian
sediaan vitamin K oral efektif untuk mengoreksi hipoprothrombinemia. Fitonadion dan
menadion adalah sediaan vitamin K yang paling sering digunakan untuk mengobati
hipoprothrombinemia.

1.18 Fitonadion
Fitonadion (vitamin K1) adalah obat pilihan untuk mengobati hipoprothrombinemia,
terutama jika membutuhkan dosis besar atau terapi jangka panjang.
Hipoprothrombinemia neonatus diobati dengan fitonadion, 0.5 sampai 1.0 mg
intramuskular, dalam 24 jam setelah lahir. Indikasi fitonadion yang juga sering adalah
untuk mengoreksi efek antikoagulan oral. Sebagai contoh, fitonadion, 10 sampai 20 mg
oral atau intravena pada laju 1 mg per menit, biasanya adekuat untuk mengoreksi efek
antikoagulan oral. Rute oral dan intramuskular lebih jarang menimbulkan efek samping
dibandingkan injeksi fitonadion IV sehingga lebih dipilih untuk koreksi non emergensi
dari antikoagulan oral. Bahkan dosis tinggi fitonadion tidak efektif pada antikoagulasi
diinduksi heparin. Suplemen vitamin K juga diindikasikan untuk pasien yang mendapat
TPN jangka panjang, terutama jika antibiotik sering diberikan.
Injeksi fitonadion IV dapat menyebabkan reaksi alergi mengancam nyawa
dengan karakteristik hipotensi dan bronkospasme. Pemberian intramuskular dapat
menyebabkan perdarahan lokal pada tempat injeksi di pasien hipoprothrombinemia.
Pada neonatus, dosis fitonadion lebih dari 1 mg dapat menyebabkan anemia hemolitik
dan meningkatkan konsentrasi bilirubin bebas di plasma, sehingga meningkatkan resiko
kernikterus. Terjadinya anemia hemolitik menunjukkan defisiensi enzim glikolisis pada
beberapa neonatus.

1.19 Menadion
Menadion memilik kerja dan penggunaan yang sama dengan fitonadion (Gambar 36-3).
Menadion garam larut air tidak membutuhkan garam empedu untuk absorpsi
sistemiknya setelah pemberian oral. Karakteristik ini menjadi penting ketika malabsorps
vitamin K disebabkan oleh obstruksi bilier.
21

Menadion menghemolisis eritrosit pada pasien dengan defisiensi genetik


glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan juga pada neonatus, terutama bayi prematur.
Hemolisis dan terkadang toksisitas hepar ini menunjukkan kombinasi menadion dengan
kelompok sulfihidril di jaringna. Kernikterus juga pernah muncul setelah pemberian
menadion di neonatus. Karena alasan ini, menadion tidak direkomendasikan untuk
pengobatan penyakit perdarahan neonatus. Pemberian menadion dosis besa atau
fitonadion dapat menurunkan fungsi hati, terutama jika ada penyakit liver.

1.19.1 Suplemen Diet


Suplemen Diet (vitamin, mineral, herbal, asam amino, enzim) adalah produk yang
dikonsumsi secara oral dan berujuan untuk memberi suplemen diet dengan nutrisi yang
diduga meningkatkan kesehatan. Herbal antara lain tanaman bunga, semak belukar,
rumput laut, dan alga. Diperkirakan 25% pasien menggunakan terapi alternatif yang

Tabel 36-3
Vitamin
Fungsi Defisiensi Efek toksik Sumber
Thiamin (B1) Metabolisme Beriberi, Sindrom Tidak ada Gandum, kacang
karbohidrat, alkohol, Wernicke-Korsakoff polong, unggas, daging
asam amino
Riboflavin (B2) Reaksi oksidasi-reduksi Stomatitis, Dermatitis, Tidak ada Gandum, produk
seluler Anemia ternak, daging, telur,
sayuran hijau
Asam nikotinat (niasin, Metabolisme oksidatif, Pellagra Muka merah, sakit Daging, unggas, ikan,
B3) menurunkan kolestrol kepala, pruritus, gandum, kacang,
LDL, meningkatkan hiperglikemia, triptofan dalam
kolestrol HDL hiperurisemua makanan
Piridoksin (B6) Metabolisme asam Anemia, cheilosis, Neurotoksisitas Hati, unggas, ikan,
amino, sintesis hem, dermatitis gandum, pisang
eksitabilitas neuronal,
menurunkan kadar
homosistein darah
Asam pantotenat B12 Proses metabolik, Jarang, anemia Tidak ada Banyak makanan, hati,
(kobalamin, sintesis DNA, sintesis megaloblastik, unggas, ikan, produk
cyanokobalamin) myelin, menurunkan neuropati perifer ternak
kadar homosistein
darah
Asam folat Sintesis DNA, Anemia megaloblastik, Tidak ada Kacang polong,
menurunkan kadar defek lahir gandum, buah, unggas,
homosistein darah daging
22

Asam askorbat Sintesis kolagen, Scurvy Nefrolitiasis, diare Buah, sayuran hijau,
(vitamin C) perlindungan terhadap kentang, sereal
kanker tertentu
Vitamin A (retinol, Pengelihatan, integritas Buta malam hari, Teratogenik, Hati, produk ternak,
asam retinoat) epitelial rentan infeksi hepatotoksisitas, edema sayuran hijau
serebri
Vitamin D (kalsiferol) Absorpsi kalsium usus Osteomalasia, ricketsia Hiperkalsemia Produk ternak, ikan,
telur, hati
Vitamin E (tokoferol) Menurunkan Jarang Antagonis vitamin K, Minyak sayur, kacang.
peroksidasi asam sakit kepala gandum
lemak, perlindungan
terhadap
atherosklerosis
Vitamin K Sintesis faktor Diatesis hemoragik Tidak ada Sayuran hijau, bakteri
pembekuan (VII, IX, usus
X)

disebut sebagai suplemen diet atau obat herbla (lebih dari 3 miliar dosis). Produk ini
tidak disetujui FDA karena mereka dianggap nutrien (tidak melalui pengujian ilmiah
untuk membuktikan efektivitas dan tumbuhan dan sebagian dari tumbuhan tidak dapat
dipatenkan) walaupun mereka tidak dapat dipromosikan secara spesifik ntuk
pengobatan, pencegahan, atau penyembuhan penyakit. Namun, produk ini dapat dilabeli
dengan pernyataan dugaan efeknya. FDA tidak dapat mengendalikan industri herbal
dalam hal guideline keamanan yang meregulasi kemurnian dan konsistensi medikasi
terapeutik.

1.19.2 Efek Samping dan Interaksi Obat


Individu yang mengkonsumsi suplemen diet dan/atau obat herbal dengan kombinasi
obat yang diresepkan dapat beresiko mengalami interaksi obat (Tabel 36-4 dan 36-5).
Efek samping yang paling serius yang dihubungkan dengan senyawa ini antara lain
instabilitas kardiovaskuler, kecenderungan perdarahan terutama berhubungan dengan
antikoagulan lain seperti warfarin, dan terlambat sadar dari anastesi.
Ephedra adalah bahan yang umum dalam produk herbal penurun berat badan,
stimulan, dekongestan, dan bronkodilator. Bagian aktif dalam ephedra adalah ephedrine,
sebuah amin simpatomimetik yang secara struktural berhubungan dengan amfetamin.
Reaksi yang serius, antara lain hipertensi, aritmia jantung, pemanjangan interval QTc
pada EKG, infark myokardium, stroke, dan kematian, telah ditemukan pada pasien yang
23

mengonsumsi ephedra. Peluang untuk mengalami reaksi efek samping ketika meminum
ephedra diperkirakan 100 kali lebih besar dibandingkan suplemen diet atau obat herbal
lainnya. Walaupun takikardia dan vasokonstriksi dapat muncul pada pasien sehat,
pasien dengan penyakit jantung atau hipertensi sistemik, atau pasien dengan aktivitas
fisik yang berat, tampaknya memiliki resiko yang lebih besar untuk efek samping
karena ephedra. Berdasarkan resiko reaksi sampingan ini, FDA menyimpulkan bahwa
suplemen diet yang mengandung ephedra memiliki resiko sakit atau cedera yang tidak
dapat dijelaskan. FDA melarang penjualan suplemen diet yang mengandung ephedra
pada April 2004.
Ginseng dapat menyebabkan takikardi atau hipertensi sistemik, terutama dalam
kombinasi dengan obat stimulan jantung lainnya. Sebagai tambahan, ginseng dapat
menurunkan efek antikoagulan dari warfarin. Demam dapat meningkatkan perdarahan
dengan menginhibisi aktivitas platelet. Warfarin juga dapat dikuatkan dengan
penggunaan bawang putih, ginkgo biloba dan jahe secara bersamaan. Ginkgo biloba
telah disebutkan memiliki efek antiplatelet, dan pernah dilaporkan terjadi perdarahan
spontan. St. John’s wort, yang diduga merupakan antidepresan alami, telah
menunjukkan menginhibisi pengambilan serotonin, dopamin dan norepinephrine dan
memiliki kemungkinan interaksi dengan inhibitor monoamin oksidase dan obat
serotonergik lainnya. Valerian, kava-kava, dan mungkin juga St. John’s wort dapat
menghambat sadarnya pasien dari anastesi dengan memperpanjang efek sedatif dari
obat anastesi.

Tabel 36-4 & 36-5


Saran Penggunaan, Potensi Toksisitas, dan Interaksi Obat dari Suplemen Diet dan
Obat Herbal
Saran Penggunaan Potensi Toksisitas Interaksi Obat
Black cohosh Gejala menopause Ketidaknyamanan
gastrointestinal
Beri pohon chaste Gejala premenstruasi Pruritus Antagonis reseptor
dopamin
Cranberi Infeksi saluran kemih Nefrolitiasis
Dong quai Gejala menopause Bercak merah Wafarin
24

Ekinasea Infeksi saluran Reaksi


pernafasan atas hipersensitivitas,
inflamasi hepar
Evening primrose Eksema, irritable Mual, muntah, diare, Obat antiepilepsi
bowel syndrome, flatus, reaksi
gejala premenstruasi, hipersensitivitas,
arthritis rheumatoid menghambat aktivitas
platelet
Feverfew Mencegah migrain, Reaksi Warfarin
arthritis, alergi hipersensitivitas,
menghambat aktivitas
platelet
Bawang putih Hipertensi, Ketidaknyamanan Warfarin
hipertrigliseridemia, gastrointestinal,
hiperkolestrolemia perdarahan
Jahe Mabuk laut, vertigo Warfarin
Ginkgo biloba Demensia, klaudikasi, Ketidaknyamanan Warfarin
tinnitus gastrointestinal, sakit
kepala, pusing,
kejang
Ginseng Lelah, diabetes Takikardi, hipertensi Warfarin
Goldenseal Laksatif Edema, hipertensi
Kava-kava Anxietas Bercak merah, sedasi, Benzodiazepin,
toksisitas hati alkohol, obat anastesi
Kacang kola Lelah Iritabilitas, insomnia Stimulan
Licorice Ulkus gaster Hipertensi
Saw palmetto Hiperplasia prostat ketidaknyamanan
gastrointestinal
St John’s wort Depresi, anxietas Sakit kepala, Digoksin, kontrasepsi
insomnia, pusing, oral, antagonis
ketidaknyamanan serotonin, obat
gastrointestinal anastesi
Valerian Insomnia Sakit kepala Benzodiazepin, obat
anastesi, obat
antiepilepsi
25

Koenzim Q10 Gagal jantung Dispepsia, mual, Warfarin


kongestif, hipertensi diare
Glukosamin Osteoarthritis Ketidaknyamanan Warfarin
gastrointestinal
Melatonin Insomnia, jet lag Lelah, sedasi
S-adenosilmetionin Osteoarthritis, depresi Mual, Antidepresan trisiklik
ketidaknyamanan
gastrointestinal
26

LAMPIRAN

STOELTING’S : Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. Edisi 5. Bab 36 :


Nutrition. Halaman 716-731.
27

DAFTAR PUSTAKA

Michael J. Muray. 2015. Nutrition. STOELTING’S : Pharmacology & Physiology in


Anesthetic Practice. Edisi 5. Hal 716-731. USA : Wolters Kluwer Health.

Anda mungkin juga menyukai