Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

TATALAKSANA CACINGAN PADA ANAK

Disusun oleh :

Dadali Jarwaly

(0661050132)

Pembimbing :

Dr. Alfred Siahaan, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2012
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul Down Syndrom. Adapun referat
ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak periode Juni 2008
– 16 Agustus 2008.

Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Alfred Siahaan, SpA
selaku pembimbing saya, dosen-dosen pengajar di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UKI, asisten
pembimbing, dan juga semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan referat ini. Saya
menyadari bahwa referat ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang dapat membantu dan membangun untuk menyempurnakan di kemudian
hari.

Akhir kata, saya juga mengharapkan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi setiap
pembacanya, khususnya untuk para mahasiswa FK UKI.

Penyusun
Tujuan :

 Mengetahui patogenesis penyakit cacingan


 Mengetahui penegakkan diagnosis penyakit cacingan
 Mengetahui penatalaksanaan penyakit cacingan
Pendahuluan

Kecacingan merupakan salah satu mikroorgisme penyebab penyakit dari kelompok helminth
(cacing), membesar dan hidup dalam usus halus manusia, Cacing ini terutama tumbuh dan berkembang
pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. Terutamanya
pada anak-anak. Cacing-cacing tersebut adalah cacing gelang, cacing cambuk dan cacing tambang dan
cacing pita.

Diantara cacing tersebut yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk / C.kremi (Trichuris
trichiura). Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus anak, tetapi juga
merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak –anak yang
terinfeksi cacingan biasanya mengalami : lesu, pucat / anemia, berat badan menurun, tidak bergairah,
konsentrasi belajar kurang, kadang disertai batuk – batuk.
Pembahasan

Cacing gelang (Ascaris lumbricoides)

Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya antara 60-
90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di
sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan
sampah. Hal ini akan memudahkan terjadinya reinfeksi. Di negara-negara tertentu terdapat
kebiasaan memakai tinja sebagai pupuk.

Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu yang berkisar antara 25-30⁰C merupakan hal-hal
yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.lumbricoides menjadi bentuk infektif. Anjuran
mencuci tangan sebelum makan, menggunting kuku secara teratur, pemakaian jamban
keluarga serta pemeliharaan kesehatan pribadi dan lingkungan dapat mencegah askariasis.

Morfologi dan daur hidup

Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa
hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000
butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

Sumber : Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition


Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60x45 mikron dan yang tidak dibuahi 90x40
mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif
dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di
usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atrau
saluranlimfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva diparu
menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian
naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring, sehingga
menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan
tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu
kurang lebih 2 bulan.1

Patologi dan gejala klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.
Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan
terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai
batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu
3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler2. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti
mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi.1

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing menggumpal
dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).1

Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, appendiks, atau
ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif.1
Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan secara mikroskopis.


Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis.2 Selain itu diagnosis dapat dibuat bila
cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung, maupun melalui tinja.1

Pengobatan

Meskipun beberapa agen kemoterapeutik efektif terhadap askariasis, belum ada yang
memiliki efek pada fase pulmoner infeksi cacing. Pilihan terapi untuk askariasis gastrointestinal
antara lain albendazole (400 mg per oral, untuk semua usia), mebendazole (100 mg x 2 setelah
makan selama 3 hari atau 500 mg sekali per oral untuk semua usia), atau pirantel pamoate
(11mg/kgBB sekali peroral, maksimal 1 g). Piperazine citrate (dosis awal 150 mg/kgBB per oral,
diikuti 6 kali dengan dosis 65 mg/kgBB per oral dengan selang waktu 12 jam), yang
menyebabkan paralisis neuromuskular parasit adalah pilihan terapi untuk obstruksi intestinal
atau bilier dan diberikan dalam bentuk sirup melalui selang nasogastrik. Pembedahan mungkin
diperlukan pada kasus obstruksi yang parah. Nitazoxanide (100 mg x 2 per oral selama 3 hari
untuk anak usia 1-3 tahun, 200 mg x 2 per oral selama 3 hari untuk anak usia 4-11 tahun, dan
500 mg x 2 per oral selama 3 hari untuk remaja dan dewasa) memberikan angka kesembuhan
yang setara dengan albendazole dosis tunggal.2

Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, infeksi cacing
ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, kesembuhan diperoleh
antara 70-99%.1
Cacing kremi (Enterobius vermicularis)

Epidemiologi

Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada
suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama
(asrama). Telur cacing dapat diisolasi dari debu diruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan
mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan
beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan
(92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur,
pakaian dan tilam. Hasil penelitian menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan
manusia 3-80%.1

Penularan dapat dipengaruhi oleh :

1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perinanal (auto-infeksi) atau
tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena
memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi.

2. Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga
telur melalui debu dapat tertelan.

3. Retroinfeksi melalui anus: larva dari telur yang menetas di sekitar anus kembali masuk
ke usus.

Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi
oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.

Kebersihan penting untuk pencegahan. Kuku hendaknya selalu dipotong pendek, tangan
dicuci bersih sebelum makan. Anak yang mengandung cacing kremi sebaiknya memakai celana
panjang jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat
menggaruk daerah perianal.1
Morfologi dan daur hidup

Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulubus esofagus jelas sekali, ekornya panjang dan
runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh dengan telur. Cacing jantan berukuran 2-
5 mm, jugam mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda
tanya; spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum,
usus besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya adalah isi
dari usus.1

Sumber : Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition

Cacing betina yang gravid mengandung 11.000 – 15.000 butir telur, bermigrasi ke
daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan vaginanya. Telur-telur jarang
dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam tinja. Telur berbentuk lonjong dan
lebih datar pada satu sisi (asimetrik) dalam tinja. Dinding telur bening dan agak lebih tebal dari
dinding telur cacing tambang. Telur menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah
dikeluarkan, pada suhu badan. Telur resisten terhadap disinfektan dan udara dingin. Dalam
keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.

Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati setelah
kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur.

Infeksi cacing kremi terjadi bila menelan telur matang, atau bila larva dari telur yang
menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus besar. Bila telur matang yang tertelan,
telur menetas di duodenum dan larva rabfitiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di
jejujum dan bagian atas ileum.

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur matang
sampai menjadi cacaing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal, berlangsung kira-
kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira 1 bulan karena
telur-telur cacaing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah
pengobatan.

Infeksi cacing kremi dapat sembuh sendiri (self limited). Bila tidak ada reinfeksi, tanpa
pengobatan pun infeksi dapat berakhir.1

Patologi dan gejala klinis

Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis
yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum dan vagina oleh cacing betina gravid
yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menimbulkan pruritus lokal. Oleh karena
cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan pruritus ani, maka penderita menggaruk
daerah sekitar anus sehingga timbul luka garuk di sekitar anus.1,3 Keadaan ini sering terjadi pada
waktu malam hari hingga penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Kadang-kadang
cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung,
esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Cacing betina gravid
mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tuba Fallopii sehingga menyebabkan radang
di saluran telur. Cacing sering ditemukan di apendiks tetapi jarang menyebabkan apendisitis.1

Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobius vermicularis dikemukakan oleh


beberapa penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktivitas meninggi, enuresis,
cepat marah, gigi menggeretak, insomnia.1

Diagnosis

Infeksi cacing sering diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal di sekitar anus pada
waktu malam hari.3 Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dan cacing dewasa. Telur cacing
dapat diambil dengan mudah dengan alat anal swab yang ditempelkan di sekitar anus pada
waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat.1,3

Anal swab adalah suatu alat dari batang gelas atatu spatel lidah yang pada ujungnya
dilekatkan Scotch adhesive tape. Bila adhesive tape ini ditempelkan di daerah sekitar anus, telur
cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda
dan dibubuhi sedikit toluol untuk pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan
tiga hari berturut-turut.1

Pengobatan

Obat anticacing harus diberikan pada individu yang terinfeksi dan anggota keluarganya.
Dosis tunggal mebendazole (100 mg peroral untuk semua usia) diulang dalam 2 minggu
menghasilkan angka kesembuhan 90-100%. Pilihan regimen terapi lain termasuk dosis tunggal
albendazole (400 mg peroral untuk semua usia) diulang dalam 2 minggu atau dosis tunggal
pirantel pamoate (11 mg/kgBB peroral, maksimal 1 g). Mandi pagi menghilangkan telur dalam
jumlah besar. Penggantian pakaian yang sering, baju tidur, dan seprai menurunkan kontaminasi
telur dan dapat menurunkan resiko terjadi autoinfeksi.3

Cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada
mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000
butir, sedangkan A.duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang
lebih 1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan N.americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis
cacing ini besar. N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale ada dua
pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatriks.1
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu1 – 1,5 hari, keluarlah
larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva
filatiform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7 – 8 minggu di tanah.

Sumber : Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition

Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai
dinding tipis. Di dalamnya terdapat 4-8 sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron,
sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.

Daur hidup ialah sebagai berikut :1

Telur  larva rabditiform larva filariform  menembus kulit  kapiler darah  jantung
kanan  paru  bronkus  trakea  laring  usus halus

Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A.duodenale juga mungkin
dengan menelan larva filariform.

Patologi dan gejala klinis

Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis

1. Stadium larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch.1,4 Perubahan pada paru biasanya ringan.
2. Stadium dewasa

Gejala tergantung pada (a) spesies dan jumlah cacing dan (b) keadaan gizi penderita (Fe dan
protein).

Tiap cacing N.americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari,
sedangkan A.duodenale 0,08 – 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di
samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum
ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang.

Menurut Noerhajati, sejumlah penderita penyakit cacing tambang yang dirawat di


Yogyakarta mempunyai kadar hemoglobin yang semakin rendah bilamana penyakit semakin
berat. Golongan ringan, sedang, berat dan sangat berat mempunyai kadar Hb rata-rata
berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g %, 4,8 %, dan 2,6 g%.1

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama
mungkin ditemukan larva.

Untuk membedakan N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan biakan tinja


misalnya dengan cara Harada-Mori.1

Pengobatan

Tujuan terapi adalah dengan menhilangkan cacing tambang dewasa dengan obat antihelmintik.
Antihelmintik golongan benzimidazole, mebendazole dan albendazole, efektif untuk
mengeliminasi cacing tambang dari usus, meskipun dosis multipel terkadang diperlukan.
Albendazole (400 mg sekali peroral, untuk semua usia) biasanya memberikan angka
kesembuhan yang tinggi, meskipun cacing N.americanus dewasa terkadang lebih refrakter dan
memerlukan tambahan dosis. Mebendazole (100 mg x 2 peroral selama 3 hari, untuk semua
usia) juga efektif. Pada banyak negara berkembang, mebendazole diberikan dalam dosis
tunggal 500 mg; dengan regimen terapi ini angka kesembuhan hanya 20-30%. Mebendazole
juga direkomendasikan untuk enteritis A.caninum – terkait eosinofilia, meskipun rekurensi
sering terjadi. Karena golongan benzimidazole dilaporkan memiliki efek embriotoksik dan
teratogenik dalam percobaan hewan, keamanan selama kehamilan dan anak usia dini menjadi
perhatian khusus dan penentuan resiko-benefit harus dipikirkan secara matang. WHO dan
organisasi kesehatan internasional lainnya sepakat untuk penggunaan benzimidazole pada anak
usia ≥ 1 tahun, tetapi dosis yang lebih kecil diberikan untuk anak berusia lebih dini. Pirantel
pamoate (11mg/kgBB sekali sehari selama 3 hari, dosis maksimal 1 g) tersedia dalam bentuk
cair dan dapat digunakan sebagai alternatif benzimidazole yang efektif. Terapi preparat besi
oral tidak selalu dibutuhkan untuk mengatasi defisiensi besi – terkait infeksi cacing tambang
pada anak. 4

Cacing cambuk (Trichinella spiralis)

Morfologi dan daur hidup

Cacing dewasa bentuknya halus seperti ramnbut. Cacing betina berukuran 3-4 mm dan
cacing jantan kira0kira 1,5 mm. Ujung anterior langsing dengan mulut kecil, bulat tanpa papil.
Ujung posterior pada cacing betina membulat dan tumpul, pada cacing jantan melengkung ke
ventral dengan dua buah papel.

Cacing betina bersifat vivipar dan biasanya masuk ke mukosa vilus usus, mulai dari
duodenum sampai ke sekum. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan kira-kira 1500 larva.
Larva tersebut dilepaskan di jaringan, mukosa, masuk ke dalam limfe dan peredaran darah,
ekmudian disebarkan keseluruh tubuh, terutama otot diafragma, iga, lidah, laring, mata, perut
biseps dan lain-lain. Kira-kira pada awal minggu ke 4 larva yang telah tumbuh hanya menjadi
kista dalam otot bergaris lintang.
Sumber : Nelson Textbook of Pediatrics 18th edition

Kista dapat hidup di otot selama kira-kira 18 bulan, kemudian terjadi perkapuran dalam
waktu 6 bulan sampai 2 tahun. Infeksi terjadi bila daging babi yang mengandung larva infektif
yang terdapat di dalam kista di makan.

Di usus halus bagian proksimal dinding kista dicernakan dan dalam waktu beberapa jam
larva dilepaskan dan segera masuk mukosa, kemudian menjadi dewasa dalam waktu 1,5-2 hari.

Patologi dan gejala klinis

Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan ileh cacing stadium
dewasa dan stadium larva.

Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejala usus seperti
sakit perut, diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah
infeksi.

Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul gejala nyeri
otot (mialgia) dan radang otot (miositis) yang disertai demam, eosinofilia, dan hipereosinofilia.

Gejala yang disebabkan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang dihinggapi
misalnya dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit persendian gejala pernapasan dan
kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan gejala akhir kelainan jantung dan susunan saraf
pusat bila larva T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu, biasanya
penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan dibentuknya kista dalam otot.

Pada infeksi berat (kira-kira 5000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin
meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu
sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak atau kelainan jantung.1

Diagnosis

Di samping diagnosis klinis yang tidak dapat diabaikan, diagnosis pasti sering tergantung
pada pemeriksaan laboratorium.5 Tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat dari larva
Trichinella dapat memberikan reaksi positif kira-kira pada minggu ke 3 atau ke 4. Reaksi ini
berupa benjolan memutih pada kulit dengan diameter sebesar 5 mm atau lebih yang dikelilingi
daerah eritema.

Reaksi imunologi lainnya seperti ter ikat komplemen dan ter presipitin dapat juga
dilakukan.

Mencari larva di dalam darah dancairan otak dapat dilakukan pada hari ke 8-14 sesudah
infeksi. Dengan biopsi otot, larva Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke 3 atau ke 4
sesudah infeksi.1

Pengobatan

Terapi yang direkomendasikan untuk trikinosis adalah mebendazole (200-400 mg x 3


peroral selama 3 hari daripada 400-500 mg x 3 peroral selama 10 hari, untuk semua usia) untuk
eradikasi cacing dewasa jika pasien telah memakan daging yang terkontaminasi dalam 1 minggu
yang lalu. Alternatif yang lain adalah mebendazole (400 mg x 2 peroral selama 8-14 hari, untuk
semua usia). Tidak ada konsensus untuk penatalaksanaan trikinosis stadium otot. Kortikosteroid
sistemik dengan mebendazole dapat digunakan, meskipun bukti efek terapi masih diragukan.
Tiabendazole (25 mg/kgBB x 2 peroral selama 10 hari) dan mebendazole (200 mg x 2 peroral
selama 10 hari) efektif terhadap larva di otot.5
Cacing pita (Taenia saginata dan Taenia solium)

Taenia saginata

Morfologi dan daur hidup

Cacing pita Taenia saginata adalah salah satu cacing pita yang berukuran besar dan
panjang; terdiri dari kepala yang disebut skoleks, leher dan strobila yang merupakan rangkaian
ruas-ruas proglotid, sebanyak 1000-2000 buah. Panjang cacing 4-12 meter atau lebih. Skoleks
hanya berukuran 1-2 milimeter, mempunyai empat batil isap dengan otot-otot yang kuat, tanpa
kait-kait. Bentuk leher sempit, ruas-ruas tidak jelas dan di dalamnya tidak terlihat struktur
tertentu. Strobila terdiri dari rangkaian proglotid yang belum dewasa (imatur) dan yang dewasa
(matur) dan yang mengandung telur atau disebut gravid. Pada proglotid yang belum dewasa,
belum terlihat struktur alat kelamin seperti folikel testis yang berjumlah 300 – 400 buah,
tersebar di bidang dorsal. Vasa eferensnya bergabung untuk masuk ke rongga kelamin (genital
atrium), yang berakhir di lubang kelamin (genital pore). Lubang kelamin ini letaknya selang-
seling pada sisi kanan atau kiri strobila. Di bagian posterior lubang kelamin, dekat vas deferens,
terdapat tabung vagina yang berpangkal pada ootip.

Ovarium terdiri dari 2 loobus, berbentuk kipas, besarnya hampir sama. Letak ovarium di
sepertiga bagian posterior dari proglotid. Vitelaria letaknya di belakang ovarium dan
merupakan kumpulan folikel yang eliptik.

Uterus tumbuh dari bagian anterior ootip dan menjulur ke bagian anterior proglotid.
Setelah uterus ini penuh dengan telur, maka cabang-cabangnya akan tumbuh, yang berjumlah
15 – 30 buah pada satu sisinya dan tidak memilki lubang uterus (porus internus). Proglotid yang
sudah gravid letaknya terminal dan sering terlepas dari stobila. Proglotid ini dapat bergerak
aktif, keluar dengan tinja atau keluar sendiri dari lubang dubur (spontan). Setiap harinya kira-
kira 9 buah proglotid dilepas. Proglotid ini bentuknya lebih panjang daripada lebar. Telur
dibungkus embriofor, yang bergaris-garis radial, berukuran 30-40 x 20-30 mikron, berisi suatu
embrio heksakan atau onkosfer. Telur yang baru keluar dari uterus masih diliputi selaput tipis
yang disebut lapisan luar telur. Sebuah proglotid gravid berisi kira-kira 100.000 buah telur.
Waktu proglotid terlepas dari rangkaiannya dan menjadi koyak; cairan putih susu yang
mengandung banyak telur mengalir keluar dari sisi anterior proglotid tersebut, terutama bila
proglotid berkontraksi waktu gerak.

Telur-telur ini melekat pada rumput bersama tinja, bila orang berdefekasi di padang
rumput; atau karena tinja yang hanyut dari sungai di waktu banjir. Ternak yang makan rumput
yang terkontaminasi dihinggapi caacing gelembung, oleh karena telur yang tertelan dicerna dan
embrio heksakan menetas. Embrio heksakan disaluran pencernaan ternak menembus dinding
usus, masuk kesaluran getah bening atau darah dan ikut dengan aliran darah ke jaringan ikat di
sela-sela otot untuk tumbuh menjadi cacing gelembung, disebut sisterkus bovis, yaitu larva
Taenia saginata. Peristiwa ini terjadi setelah 12 – 15 minggu.

Bagian tubuh ternak yang sering dihinggapi larva tersebut adalah otot maseter, paha
belakang dan punggung. Otot di bagian lain juga dapat dihinggapi. Setelah 1 tahun cacing
gelembung ini biasanya mengalami degenerasi, walaupun ada yang dapat hidup sampai 3
tahun.

Bila cacing gelembung yang terdapat di daging sapi yang dimasak kurang matang
termakan oleh manusia, skoleksnya keluar dari cacing gelembung dengan vara evaginasi dan
melekat pada mukosa usus halus seperti jejunum. Cacing gelembung tersebut dalam waktu 8 –
10 minggu menjadi dewasa.1

Patologi dan gejala klinis

Cacing dewasa Taenia saginata, biasanya menyebabkan gejala klinis yang ringan, seperti
sakit ulu hati, perut merasa tidak enak, mual, muntah, mencret, pusing atau gugup. Gejala-
gejala tersebut disertai dengan ditemukannya proglotid cacing yang bergerak-gerak lewat
dubur bersama dengan atau tanpa tinja. Gejala yang lebih berat dapat terjadi, yaitu apabila
proglotid menyasar masuk apendiks, atau terdapat ileus yang disebabkan obstruksi usus oleh
strobila cacing.6 Berat badan tidak jelas menurun. Eosinofilia dapat ditemukan di darah tepi.
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya proflotid yang aktif bergerak dalam tinja,
atau keluar spontan; juga dengan ditemukannya telur dalam tinja atau usap anus. Proglotid
kemudian dapat diidentifikasi dengan mrendamnya dalam cairan laktofenol sampai jernih.
Setelah uterus dengan cabang-cabangnya terlihat jelas, jumlah cabang-cabang dapat dihitung.1

Taenia solium

Morfologi dan daur hidup

Cacing pita Taenia solium, berukuran panjang kira-kira 2 – 4 meter dan kadang-kadang
sampai 8 meter. Cacing ini seperti cacing Taenia saginata, terdiri dari skoleks, leher dan stobila,
yang terdiri dari 800 – 1000 ruas proglotid. Skoleks yang bulat berukuran kira-kira 1 milimeter,
mempunyai 4 buah batil isap dengan rostelum yang mempunyai 2 baris kait-kait, masing-
masing sebanyak 25 – 30 buah. Seperti Taenia saginata, strobila terdiri dari rangkaian proglotid
yang belum dewasa (imatur), dewasa (matur) dan mengandung telur (gravid). Gambaran alat
kelamin pada proglotid dewasa sama dengan Taenia saginata, kecuali jumlah folikel testisnya
lebih sedikit, yaitu 150 – 200 buah. Bentuk prolotid gravid mempunyai ukuran panjang hampir
sama dengan lebarnya. Kumlah cabang uterus pada proglotid gravid adalah 7 – 12 buah pada
satu sisi. Lubang kelamin letaknya bergantian selang-seling pada sisi kanan atau kiri strobila
secara tidak beraturan.

Proglotid gravid berisi kira-kira 30.000 – 50.000 buah telur. Seperti pada Taenia
saginata, telurnya keluar melalui celah robekan pada proglotid. Telur tersebut bila termakan
oleh hospes prantara yang sesuai, maka dindingnya dicerna dan embrio heksakan keluar dari
telur, menembus dinding usus dan masuk ke saluran getah bening atau darah. Embrio heksakan
kemudian ikut aliran darah dan menyangkut di jaringan otot babi. Embrio heksakan cacing
gelembung (sistiserkus) babi, dapat dibedakan dari cacing gelembung sapi, disebut sistiserkus
selulose biasanya ditemukan pada otot lidah, punggung dan pundak babi. Hospes perantara lain
kecuali babi, adalah monyet, onta, anjing, babi hutan, domba, kucing, tikus dan manusia. Larva
tersebut berukuran 0,6 – 1,8 cm. Bila daging babi yang mengandung larva sistiserkus dimakan
setengah matang atau mentah oleh manusia, dinding kista decerna, skoleks mengalami
evaginasi untuk kemudian melekat pada dinding usus halus seperti jejunum. Dalam waktu 3
bula cacing tersebut menjadi dewasa dan melepaskan proglotid dengan telur. 1

Patologi dan gejala klinis

Cacing dewasa, yang biasanya berjumlah seekor, tidak menyebabkan gejala klinis yang
berarti. Bila ada, dapat berupa nyeri ulu hati, mencret, mual, obstipasi dan skit kepala. Darah
tepi dapat menunjukkan eosinofilia.

Gejala klinis yang lebih berarti dan sering diderita, disebabkan oleh larva dan disebut
sistiserkosis.

Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala, kucali bila alat yang dihinggapi adalah
alat tubuh yang penting.

Pada manusia, sistiserkus atau larva Taenia solium sering menghinggapi jaringan
subkutis, mata, jaringan otak, otot, otot jantung, hati, paru dan rongga perut. Walaupun sering
dijumpai, kalsifikasi (perkapuran) pada sistiserkus tidak menimbulkan gejala, akan tetapi
sewaktu-waktu terdapat pseudohipertrofi otot, disertai gejala, miositis, demam tinggi dan
eosinofilia.

Pada jaringan otak atau medula spinalis, sistiserkus jarang mengalami kalsifikasi.
Keadaan ini serin menimbulkan reaksi jaringan dan dapat mengakibatkan serangan ayan
(epilepsi), meningo-ensefalitis, gejala yang disebabkan oleh tekanan intrakranial yang tinggi
seperti nyeri kepala dan kadang-kadang kelainan jiwa. Hidrosefalus internus dapat terjadi, bila
timbul sumbatan aliran cairan serebrospinal.

Sebuah laporan menyatakan, bahwa sebuah sistiserkus tunggal yang ditemukan dalam
ventrikel IV dari otak, dapat menyebabkan kematian.1

Diagnosis
Diagnosis taeniasis solium dilakukan dengan menemukan telur dan proglotid. Telur
sukar dibedakan dengan telur Taenia saginata.

Diagnosis sistiserkosis dapat dilakukan dfengan cara :1

1. Ekstirpasi benjolan yang kemudian diperiksa secara histopatologi.

2. Radiologis dengan CT scan atau MRI.

3. Deteksi antibodi dengan teknik ELISA, Western Blot, uji hemaglutinasi, CIE.

4. Deteksi coproantigen pada tinja.

5. Deteksi DNA dengan teknik PCR

Pengobatan

Infeksi cacing dewasa dapat dieliminasi dengan praziquantel (5-10 mg/kgBB sekali
peroral). Alternatif lain adalah niclosamide (50 mg/kgBB sekali peroral untuk anak, 2 g sekali
peroral untuk dewasa). Parasit biasanya menghilang sehari setelah pemberian obat. 6

Prognosis

Prognosis untuk taeniasis solium cukup baik, dapat disembuhkan dengan pengobatan.
Pada sistiserkosis, prognosis tergantung berat ringannya infeksi dan alat tubuh yang dihinggapi.
Bila yang dihinggapi alat penting, prognosis kurang baik.1
Daftar Pustaka

1. Srisasi Gandahusada, H.Herry D. Ilahude, Wita Pribadi. 2003. Parasitologi Kedokteran,


Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2. Arlene E. Dent, James W. Kazura. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th : Chapter 288
(Ascariasis). Philadelphia : Saunders.
3. Arlene E. Dent, James W. Kazura. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18 th : Chapter 291
(Enterobiasis). Philadelphia : Saunders.
4. Peter J. Hotez. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th : Chapter 289 (Hookworms).
Philadelphia : Saunders.
5. Arlene E. Dent, James W. Kazura. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18 th : Chapter 296
(Trichinosis). Philadelphia : Saunders.
6. Ronald Blanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics 18th : Chapter 299 (Adult
Tapeworm Infections). Philadelphia : Saunders.

Anda mungkin juga menyukai