Patofisiologi
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan yang aneh di dalam
paru-paru meliputi: penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag, pembentukan dinding di sekitar
lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang disebut dengan tuberkel. Banyaknya area
fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena
itu menurunkan kapasitas vital, berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang
menyebabkan penurunan kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang
abnormal di dalam paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah
Manifestasi klinis
Gejala
a) Gejala sistemik/umum
o Penurunan nafsu makan dan berat badan.
o Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
o Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b) Gejala khusus
o Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke
paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
o Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
Tanda
Tanda-tanda yang di temukan pada pemeriksaan fisik tergantung luas dan
kelainan struktural paru. Pada lesi minimal, pemeriksaan fisis dapat normal atau
dapat ditemukan tanda konsolidasi paru utamanya apeks paru. Tanda pemeriksaan
fisik paru tersebut dapat berupa: fokal fremitus meingkat, perkusi redup, bunyi
napas bronkovesikuler atau adanya ronkhi terutama di apeks paru.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium: LED
- Microbiologis: BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M. tuberculosis
Pada kategori 1 dan 3 : sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2,4 dan 6.
Pada kategori 2: spuntum BTA diulani pada akhir bulan ke 2.5 dan 8.
Kultur BTA spuntum diulangi pada akhir bulan ke 2 dan akhir terapi.
- Radiologis: foto toraks PA, lateral pada saat diagnosis awal dan akhir terapi.
- Selama terapi: evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
Imuno-Serologis:
Uji kulit dengan tuberculin (mantoux)
Tes PAP, ICT-TBC PCR-TB dari sputum
Komplikasi
Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan
4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
INH
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS(dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Prognosis