permukiman yang berada di daerah hulu sungai atau Semarang atas masih
sangat sedikit keberadaannya.
Upaya yang dilakukan pemerintah Belanda untuk pengendalian banjir
dengan berbagai cara, antara lain memotong aliran Kali Semarang dengan
melakukan pelurusan Kali Garang menjadi Kali Banjir Kanal Barat. Pada tahun
1892 upaya pengendalian banjir tersebut dilengkapi dengan pembangunan
tanggul atau normalisasi Kali Banjir Kanal Barat. Pada tahun 1900 upaya
pembuatan tanggul atau normalisasi sungai dilanjutkan pada kali Banjir Kanal
Timur. Berikut ini akan dipaparkan tentang kondisi sungai-sungai besar di Kota
Semarang.
Pada daerah hulu kali garang, Kali Kripik, dan Kali Kreo beserta anak-
anak sungainya membentuk daerah erosi yang luas dan intensif, bahkan di
sepanjang daerah plateau Kali garang menyayat dengan gradient yang tinggi
dan terjal. Mengarah ke hilir pada pertemuannya dengan Kali Kreo
membentuk dataran banjir yang cukup luas, selebar kurang lebih 500 meter
dan memanjang sejauh 3 kilometer hingga dataran pantai Semarang. Pada
daerah ini atau tepatnya setelah pertemuan dengan dua sungai lain, Kali
Garang mengalir dengan pola aliran meander atau berkelok-kelok.
Berikut ini ditampilkan pola aliran sungai dari tiga buah sungai besar di
kota Semarang, yaitu Kali Banjir Kanal barat, kali Banjir Kanal Timur, dan Kali
Beringin.
6
dibedakan menjadi tiga macam kejadian banjir, yaitu banjir lokal, banjir
kiriman, dan banjir pasang air laut (rob) yang diuraikan sebagai berikut.
Tabel 2. Nama sungai dan saluran sebagai sumber banjir di Kota Semarang
lama, dan luas banjir di kota Semarang bagian bawah periode tahun 1990
sampai tahun 1996 dapat dilihat pada tabel berikut ini dan dapat diamati dari
Peta daerah banjir di pusat kota Semarang dari tahun 1980 sampai tahun 1995..
Tabel 3. Kedalaman, lama dan luas banjir lokal di pusat kota Semarang
Tahun 1980 – 1995
genangan juga mengalami kenaikan dan penurunan seperti terlihat pada Tabel 3
di atas. Peninggian badan jalan maupun bangunan berlomba dengan banjir.
Komplek Mlatiharjo, Jalan Mataram, daerah Pengapon, dan Rejomulyo,
pada tahun 1980 kondisi banjir belum meluas, bahkan di Rejomulyo wilayah yang
dilanda banjir masih sedikit dan tersebar atau dapat dikatakan belum ada banjir.
Pada tahun 1985 sampai 1990 kejadian banjir meningkat baik luasan maupun
lama genangan, terutama di daerah Mlatiharjo. Pada tahun 1995 sampai 2000
kejadian banjir baik ketinggian, luasan maupun lama genangan menurun
disebabkan karena ada proyek peninggian badan jalan dan pavingisasi yang
dilakukan di daerah pusat kota Semarang terutama di kawasan Kota Lama.
Kawasan Simpang Lima mengalami banjir yang selalu meningkat dari
tahun 1980 sampai 1990. Namun mulai tahun 1995 dapat dikatakan bebas banjir,
karena dilakukan proyek normalisasi saluran drainase di seputar Simpang Lima
yang berfungsi untuk menampung sebagian air limpahan air hujan maupun
limpasan dari Semarang atas. Selain itu stasiun pompa Kartini yang berfungsi
menyedot air di Komplek Simpang Lima ke Kali Banjir Kanal Timur sudah
beroperasi secara penuh. Namun apabila terjadi terjadi hujan dengan intensitas
tinggi, kawasan Simpang Lima masih sering tergenang air walaupun hanya
dalam waktu kurang dari 1 jam. Hal ini disebabkan terbatasnya kapasitas saluran
penampung dan kemampuan debit pompa di stasiun Kartini dalam menyedot air
dari kawasan Simpang Lima ke Kali Banjir Kanal Timur.
Uraian di atas menceritakan tentang fenomena banjir di Kawasan pusat
kota Semarang, dengan sumber limpasan banjir dari Kali Banjir Kanal Barat, Kali
Banjir Kanal Timur, Kali Semarang, kali Banger, maupun kali Baru. Berikut ini
akan diuraikan fenomena yang terjadi banjir yang terjadi di kawasan Semarang
Barat, dengan sumber limpasan banjir dari Kali Beringin dan Kali Plumbon.
Fenomena banjir di kawasan ini perlu dikaji karena kejadian banjir dari tahun ke
tahun semakin meningkat dan kawasan yang terlanda banjir berupa permukiman
penduduk dan areal persawahan.
18
1999 1,0 – 2,0 m 0,5 – 1,0 m 0,5 – 1,0 m 2 s/d 5 2 s/d 3 1 s/d 3
jam jam jam
2 jam s/d 2 s/d 6
2000 0,5 – 2,5 m 1,0 – 2,0 m 0,5 – 1,5 m 1 s/d 4
1hari jam
jam
Sumber: Hasil Penelitian, Liesnoor tahun 2000.
Kejadian banjir terjadi pada setiap tahun, tepatnya pada saat terjadi hujan
lebat di daerah hulu dan hilir secara bersamaan. Banjir yang dirasakan cukup
mengganggu terutama pada lokasi 0 sampai 50 meter dari sungai, dengan lama
genangan ada yang mencapai hitungan satu hari atau pada kejadian banjir pada
tahun 1976 mencapai lama genangan sampai 3 (tiga) hari terencam air. Kejadian
19
banjir Kali Beringin dirasakan dari tahun ke tahun semakin meluas dan meningkat
frekuensinya.
Faktor penyebab utama peningkatnya banjir Kali Beringin diuraikan
sebagai berikut (Liesnoor, 2000), yaitu:
1. bentuk dan arah aliran yang tidak konstan,
2. bentuk lahan perbukitan digunakan sebagai kawasan perkembangan
permukiman, sehingga memperbesar limpasan Kali Beringin,
3. lokasi perkembangan permukiman berada pada lokasi yang tidak tepat,
4. terjadi penyempitan lebar sungai pada daerah hilir DAS, pada hulu sungai
lebar mencapai sekitar 20 meter dengan kedalaman 5 meter, sedangkan pada
hilir lebar sungai menjadi hanya 4 meter dengan kedalaman 2 meter saja.
5. kapasitas saluran di daerah hilir DAS sangat kecil, sehingga pada saat
terjadi limpasan besar air sungai tidak tertampung dan meluap, terjadilah
banjir.
Tabel 5. Kedalaman dan lama genangan air rob pada tiga kelurahan di Kecamatan
Semarang Utara, Tahun 1984, 1990, dan 1996.
Kejadian banjir pasang air laut atau rob terjadi hampir setiap pada saat
air laut pasang, dengan ketinggian yang bervariasi. Kedalaman dan genangan di
wilayah Tanah Mas dan kelurahan Panggung Lor berkisar antara 20-30 cm,
dengan lama genangan selama 3-5 jam pada tahun 1984 dan sedalam 50 cm
dengan lama genangan 1-2 jam pada tahun 1996. Di keluarahan Bandarharjo
kedalaman genangan mencapai 50-60 cm dengan lama genangan 3-6 jam pada
tahun 1984-1996 (lihat Tabel.5).
Pada tahun 1996 kondisi genangan air rob meluas ke arah daratan
sesuai dengan elevasi muka tanah. Areal air rob ini tergantung dari pasang surut
air laut, pada saat terjadi bulan purnama dan bulan baru kedudukan bulan bumi
dan matahari berada pada satu garis lurus, akan terjadi pasang air laut tinggi.
Pengaruh luasan genangan air laut akan meningkat dan meluas ke daratan,
apabila kejadian pasang bersamaan dengan terjadi hujan deras di daerah hulu
sungai (Ungaran). Akibatnya terjadi areal genangan yang luas karena datangnya
banjir kiriman bersamaan dengan dengan air laut pasang, sehingga limpasan air
tidak bisa secepatnya msuk ke laut.
Air rob yang setiap hari selalu datang di kawasan permukiman penduduk
khususnya di Kecamatan Semarang Utara menimbulkan keresahan masyarakat.
Dampak air rob yang dirasakan oleh penduduk antara lain (Sugiyanto, 1999):
a. Bangunan rumah atau tempat tinggal menjadi rusak, dinding rumah yang
tergenang rob menjadi rusak atau rapuh akibat terjadi penggaraman. Sekitar
70 % dari jumlah rumah penduduk di kelurahan Bandarharjo dan Tanjung Mas
serta panggung Lor dinding rumah tumbuh jamur dan rapuh karena proses
penggaraman.
b. Peresapan dan septi tank tidak berfungsi, sehingga mengganggu kesehatan.
Setiap 2 bulan sekali harus dilakukan pengurasan septi tank karena selalu
terendam rob.
c. Air tanah menjadi lebih asin, sehingga tidak bisa diminum, khusunya di yiga
kelurahan di atas.
d. Alat rumah tangga dan kendaraan yang terbuat dari besi akan mudah korosi.
e. Jalan yang semula beraspal menjadi rusak atau mengelupas, sehingga jalan
berubah menjadi tanah berlumpur.
f. Nyamuk mudah berkembang biak di wilayah ini.
Akibat kondisi kemampuan warga atau pemilik rumah tidak sama, maka dalam
meninggikan rumah dan jalan menjadi tidak sama tingginya.
a. Pemanasan Global
Apabila ketiga hal tersebut benar terjadi maka di seluruh permukaan laut
di bumi ini akan naik, termasuk pantai utara Jawa dan khususnya pantai
Semarang. Berikut ini ditunjukkan data tentang kondisi pasang surut air laut di
Pantai Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya (tahun 1985 – 1995) dan data
pasut di Pelabuhan tanjung mas Semarang.
24
Tabel 7. Pasang Surut Air Laut di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan dan
tanjung mas Semarang Tahun 1985 – 1995.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Geologi Proyek SUDMP tahun
2000, memberikan gambaran tentang penurunan tanah dalam perkiraan
kurun waktu lima tahun (seperti terlihat pada Tabel 9. Salah satu.penyebab
penurunan tanah adalah akibat pengambilan air tanah dalam yang berlebihan,
namun semua itu masih dalam tahap perbincangan secara terbatas, belum
ada bukti kuat tentang fenomena penurunan tanah.
Selama kurun waktu terakhir yaitu tahun 1995 sampai tahun 2000,
Team SUDMP melakukan pemantauan penurunan tanah pada bebera tempat
di Kota Semarang. Terminal Terboyo dan Kawasan LIK Genuk mengalami
penurunan tanah tertinggi yaitu sebesar 22 cm per-tahun, disusul pada
kawasan Karang Kimpul dan Pelabuhan tanjung Mas sebesar 8-10 cm per-
tahun.Stasiun tawang ada penurunan tanah sebesar 7-8 cm per-tahun dan
kawasan simpang lima sebesar 4 cm per-tahun, serta bandara A.Yani ada
penurunan sebesar 2-4 cm per-tahun. Bila diamati tabel 7 dan tabel 8 dalam
kurun waktu berbeda ternyata ada kenaikan penurunan tanah dari tahun ke
tahun (dari pengamatan tahun 1984 sampai tahun 2000.
3. Upaya Penanggulangan
kegiatan bersama untuk menjaga lingkungan, sampai menarik iuran uang untuk
memperbaiki sarana dan prasarana di sekitar tempat tinggal dan lingkungannya.
Beberapa upaya masyarakat dalam menanggulangi banjir dan rob pada tingkat
kecamatan diuraikan seperti Tabel 10.
Tabel 10. Usaha masyarakat dalam menanggulangi banjir dan Rob di wilayah
Kecamatan