Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dan memiliki potensi alam yang

besar pula, potensi alam yang terkandung di dalamnya meliputi potensi laut, perikanan

laut, perairan darat, pegunungan, daratan, dan banyak lainnya. Selain memiliki potensi

alam dan kekayaan yang ada, Indonesia juga merupakan Negara yang memiliki potensi

bencana (Setyowati, 2017:1). Indonesia secara geografis dan geologis terletak di

daerah yang rawan bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor,

kekeringan, angin beliung melanda hampir di seluruh pelosok negeri sehingga timbul

anggapan bahwa Indonesia adalah supermarket bencana yang kejadian alam tersebut

mengakibatkan banyak korban jiwa, kerugian harta benda, dan kerusakan lingkungan

(Hidayati, 2008). Indonesia terletak pada pertemuan lempeng – lempeng tektonik

dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, lempeng Indo-Australia di bagian

Selatan, lempeng Filipina dan Samudera Pasifik di bagian Timur. Hal tersebut

menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kerawanan bencana alam tinggi, seperti

letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan lain

sebagainya (Syarif dan Mastura, 2015).

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana adalah

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor

nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

1
2

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis.

Bencana merupakan fenomena yang dapat terjadi setiap saat, secara tiba-tiba atau

melalui proses yang berlangsung secara perlahan dimanapun dan kapanpun, sehingga

dapat menimbulkan kerugian material dan immaterial bagi kehidupan masyarakat

(Setyowati, 2017:2). Salah satu bencana tersebut adalah kekeringan yang dikategorikan

ke dalam bencana alam. Kekeringan tidak dapat dielakkan dan secara perlahan

berlangsung lama hingga musim hujan tiba, bahaya kekeringan cukup berbeda dari

bahaya bencana yang lain, karena datangnya juga tidak tiba-tiba namun timbul secara

perlahan dan mudah diabaikan (Dwi Hastuti dkk, 2017). Secara sederhana, ketiadaan

air dalam jangka waktu lama di suatu daerah dapat dikatakan tidak normal dari

biasanya, dapat dikatakan mengalami kekeringan. Kekeringan muncul bila suatu

wilayah secara terus menerus mengalami curah hujan dibawah rata-rata, dan musim

kemarau yang panjang akan akan menyebabkan kekeringan karena cadangan air tanah

akan habis akibat penguapan, transpirasi, ataupun penggunaan lain oleh manusia (

Darojati, 2015).

Jawa Tengah tergolong rawan bencana alam khususnya banjir, tanah longsor dan

kekeringan. Hal ini dapat terjadi setiap tahun karena alam sudah tidak kuat menerima

beban lingkungan. Sebagian besar bencana tersebut disebabkan karena faktor manusia

yang kurang memperhatikan dampak kerusakan lingkungan dan infrastruktur.

Bencana kekeringan selalu terjadi sepanjang tahun di Jawa Tengah. Pada tahun

2001-2007 wilayah kekeringan di Jawa Tengah terjadi pada kondisi yang sangat rawan
3

yaitu terjadi di Kabupaten Cilacap, Wonogiri, Sukoharjo, Sragen dan Rembang.

Sedangkan yang termasuk kategori rawan adalah Kebumen, Purworejo, Klaten,

Boyolali, Karanganyar, Blora dan Pati. Kemudian untuk daerah yang masuk kategori

berpotensi kekeringan antara lain Brebes, Tegal, Banyumas, Kendal, Semarang,

Grobogan dan Kudus (Adi, 2011).

Kabupaten Rembang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang

masuk dalam kategori sangat rawan mengalami bencana kekeringan. Bagian Selatan

Kabupaten Rembang merupakan Pegunungan Karst Sukolilo yang memanjang dari

arah barat – timur dan membentang dari Grobogan, Pati, Rembang dan Blora. Kawasan

tersebut yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Energi dan sumber daya mineral No

17 Tahun 2012 tentang penetapan kawasan Bentang Alam Karst, sebagai kawasan karst

. Kawasan ini juga merupakan kawasan imbuhan air terbesar di Kabupaten Rembang

yang dikenal sebagai pegunungan Watuputih atau Kawasan Karst Watu Putih yang

merupakan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih yang tertuang dalam

Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang penetapan Cekungan Air Tanah

dalam lampiran poin 124 Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih masuk dalam

klasifikasi Cekungan Air Tanah (CAT) B yaitu Cekungan Air Tanah (CAT) yang

berada di lintas kabupaten antara Kabupaten Rembang dan Blora (Wacana dkk, 2014).

Kasi Adaptasi kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Kabupaten Rembang mengatakan bahwa bencana yang kerap terjadi di Kabupaten

Rembang hanyalah bersifat sementara dan berlangsung tidak lama sehingga tidak

menimbulkan banyak kerugian maupun korban jiwa, dan termasuk ke dalam intensitas
4

bencana rendah, karena tidak terjadi setiap tahunnya. Bencana yang kerap terjadi di

Kabupaten Rembang seperti Banjir, Longsor, Puting Beliung, Kebakaran, Abrasi dan

Kekeringan. Namun, hal ini berbeda dengan bencana kekeringan. Bencana kekeringan

menjadi trend bencana untuk akhir akhir tahun ini di Kabupaten Rembang. Hal ini

disebabkan karena kekeringan hampir terjadi setiap tahunnya dan wilayah yang

mengalami kekeringan semakin berkembang. Curah hujan di Kabupaten Rembang

termasuk dalam kategori sedang, yaitu rata-rata 502,26 mm per tahun (BPS Kabupaten

Rembang, 2018). Namun karena adanya El Nino yang berpengaruh kuat terhadap iklim

di Indonesia yang berdampak pada sebagian besar wilayah Indonesia akan selalu

berasosiasi dengan kekeringan akibat dari berkurangnya intensitas curah hujan

(Yananto, 2016). El Nino terhadap iklim di Indonesia juga menyebabkan berkurangnya

curah hujan dan menyebabkan musim kemarau yang berkepanjangan ( Safitri Sani,

2015).

Bahaya kekeringan adalah dampak dari perubahan iklim global El Nino sebagai

penyimpangan iklim yang mengakibatkan kemarau panjang (Hastuti Dwi,2017).

Puncak kekeringan di Kabupaten Rembang yaitu pada tahun 2018, karena mengalami

musim kemarau berlangsung lama, dari 287 desa di Kabupaten Rembang, hampir 31%

desa mengalami kekeringan. Total bantuan air bersih dari BPBD yang diberikan tahun

2018 tercatat ada 2.000 tangki. Dengan kapasitas 1 tangki yang berisi 5.000 liter. Dari

14 Kecamatan yang berada di Kabupaten Rembang hanya 2 kecamatan yang tidak

mengajukan bantuan air bersih ke BPBD yaitu Kecamatan Sarang dan Kecamatan Sale.

Bahkan Kecamatan Pamotan yang biasanya tidak pernah mengalami kekeringan,


5

namun pada tahun 2018 mengajukan bantuan air bersih, karena minimnya air akibat

musim kemarau (Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 2019).

Berdasarkan peta tingkat risiko bencana kekeringan Kabupaten Rembang yang

telah dipetakan oleh BPBD Kabupaten Rembang dari tahun 2013, indeks risiko

kekeringan tinggi terjadi pada Kecamatan Kaliori, Kecamatan Lasem, Kecamatan

Sedan dan Kecamatan Gunem. BPBD menjelaskan bahwa pada Kecamatan Sedan, ada

2 (dua) desa yang merupakan desa dengan tingkat kerawanan terjadi untuk terjadi

kekeringan yaitu Desa Dadapan dan Desa Lemahputo.Pada Desa Dadapan menduduki

peringkat pertama untuk indeks risiko kekeringan tertinggi di Kabupaten Rembang.

Desa Dadapan merupakan daerah yang memiliki permasalahan utama mengenai air.

Desa Dadapan merupakan Desa yang berada di Kecamatan Sedan yang terdiri dari 4

RW dan 17 RT serta memiliki 5 Dukuh, yaitu Dukuh Siwalan Sukun, Krajan, Macan

Ireng, Ngemplak, dan Sanggrahan/Karanggeneng. Kepala Desa Dadapan mengatakan

bahwa sudah dari dulu Desa Dadapan selalu mengalami kekeringan apalagi saat musim

kemarau tiba. Hal ini diketahui bahwa Desa Dadapan dari puluhan tahun lalu selalu

mengajukan bantuan air bersih terutama saat musim kemarau ke BPBD. Bantuan air

bersih pun dari BPBD tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa

Dadapan. Sehingga Pemerintah Desa menghimbau kepada masyarakat untuk

memanfaatkan air bersih hanya untuk kebutuhan yang penting saja seperti makan dan

minum.

Selain di Desa Dadapan, Desa yang mengalami kekeringan, juga terjadi pada

Desa Lemahputih. Desa Lemahputih pasalnya ketika musim kemarau juga mengalami
6

kekeringan yang menyebabkan banyak warga yang mengeluh karena aktivitasnya

terganggu. Sama seperti pada Desa Dadapan, Desa Lemahputih pada saat musim

kemarau juga selalu mengajukan bantuan air bersih kepada Pemerintah Kabupaten

Rembang, dan memanfaatkannya hanya untuk kebutuhan yang penting saja.

Mengantisipasi kerawanan bencana kekeringan, Pemerintah Desa dan

masyarakat Desa Dadapan dan Desa Lemahputih selalu melakukan koordinasi dan

musyawarah bersama untuk mengatasi masalah kekeringan yang hampir setiap tahun

terjadi. Sikap maupun tindakan masyarakat akan bencana masih terbatas yang

menyebabkan masyarakat hanya mengandalkan bantuan air bersih dari Pemerintah.

Adaptasi kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat dan

berdaya guna. Pada musim kemarau, masyarakat dituntut untuk siap siaga menghadapi

bencana kekeringan. Sehingga adaptasi kesiapsiagaan perlu ditingkatkan. Maka

peneliti mengambil judul ’Adaptasi kesiapsiagaan Masyarakat dalam menghadapi

Bencana Kekeringan di Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang’.

1.2 Rumusan Masalah

Kekeringan merupakan salah satu bencana yang terjadi di Kecamatan Sedan

setiap musim kemarau tiba khususnya di Desa Dadapan dan Desa Lemahputih.

Kekeringan tersebut membawa kerugian dengan terganggunya aktivitas kehidupan

masyarakat sehari – hari. Sehingga sebagian dari masyarakat harus membeli air untuk

mencukupi kehidupan sehari-hari. Adaptasi kesiapsiagaan bencana sudah dilakukan

oleh masyarakat untuk meminimalisir kekeringan, namun kekeringan masih terus


7

berlanjut dan membawa kerugian yang besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penilaian untuk mengetahui tingkat adaptasi kesiapsiagaan, agar masyarakat dapat

meningkatkan adaptasi kesiapsiagaan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

peneliti perlu membatasi permasalahan yang akan dikaji. Adapun rumusan masalah

dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana tingkat adaptasi adaptasi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

kekeringan di Desa Dadapan Kecamatan Sedan ?

2. Bagaimana tingkat adaptasi adaptasi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

kekeringan di Desa Lemahputih Kecamatan Sedan?

3. Bagaimana perbedaan adaptasi adaptasi kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat

Desa Dadapan dan Desa Lemahputih dalam menghadapi kekeringan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ditentukan, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Tingkat adaptasi adaptasi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

kekeringan di Desa Dadapan Kecamatan Sedan.

2. Tingkat adaptasi adaptasi kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi

kekeringan di Desa Lemahputih Kecamatan Sedan.

3. Perbedaan adaptasi adaptasi kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat Desa

Dadapan dan Desa Lemahputih dalam menghadapi kekeringan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis
8

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu geografi

khususnya bidang kebencanaan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang adaptasi kesiapsiagaan yang

dilakukan masyarakat dalam menghadapi kekeringan.

b. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

tentang penanggulangan bencana kekeringan di Kecamatan Sedan Kabupaten

Rembang.

1.5 Batasan Istilah

Batasan Istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup

permasalahan yang diteliti sehingga jelas batas-batasnya, untuk menghindari adanya

kesalahan dan penafsiran judul skripsi, maka dibutuhkan penegasan istilah sebagai

berikut :

a. Adaptasi kesiapsiagaan

Adaptasi kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat dan

berdaya guna. Adaptasi kesiapsiagaan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

tingkat adaptasi adaptasi kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi

kekeringan di Desa Dadapan dan Desa Lemahputih Kecamatan Sedan Kabupaten

Rembang.
9

b. Kekeringan

Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh di bawah

kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan

lingkungan (BNPB, 2011). Kekeringan dalam penelitian ini yaitu kekeringan

meteorologis. Karena kekeringan yang terjadi pada Desa Dadapan dan Desa

Lemahputih disebabkan pada saat musim kemarau tiba.

Anda mungkin juga menyukai