Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kerusakan tanaman akibat serangan hama telah menjadi bagian dari
budidaya pertanian sejak manusia mengusahakan pertanian ribuan tahun yang
lalu. Manusia dengan sengaja menanam tumbuhan yang dibudidayakan untuk
diambil hasilnya guna memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Namun
usaha manusia mengeksploitasi ekosistem pertanian tidak selalu berjalan lancar,
banyak mengalami hambatan dan kendala. Salah satu hambatan utama yang
dialami oleh setiap usaha pertanian berasal dari gangguan berbagai jenis binatang
pesaing atau hama, yang ikut memakan berbagai tanaman yang dimakan manusia
(Untung, 2006)
Pada umumnya, serangan hama disebabkan oleh serangga, ada puluhan ribu
macam serangga yang dapat merusak tanaman petani (Baehaki, 1992). Salah
satunya yaitu hama yang berasal dari ordo Orthoptera. Jenis-jenisnya mudah
dikenali karena memiliki bentuk yang khusus misalnya belalang, jangkrik dan
kecoa. Nama belalang sudah sangat terkenal dalam sejarah kuno sebagai makanan
manusia, penghancur tanaman pertanian dan makanan bagi satwa liar (Kahono
dan Amir 2003, dalam Erawati dan Kahono 2010)
Belalang biasanya lebih menyerang pada bagian daun tanaman, karena alat
mulut pada belalang menggigit dan mengunyah dicirikan dengan adanya
mandibula yang berfugsi untuk memotong dan mengunyah makanan. Tanaman
yang diserang belalang akan ditandai dengan bekas gigitan dan daun akan
menjadi berlubang atau sebagian daun berkurang, akibatnya proses fotosintesis
menjadi terhambat sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan
generatif tanaman (Fattah dan Hamka, 2011 dalam Novita 2014).
Semula pengendalian hama hanya dilakukan secara sederhana yaitu secara
fisik dan secara mekanik, yaitu dengan menggunakan alat pemukul. Namun

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian


Banjir sebagai fenomena alam terkait dengan ulah manusia terjadi

sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan pasang surut air laut. Potensi

terjadinya ancaman bencana banjir saat ini disebabkan keadaan badan sungai

rusak, kerusakan daerah tangkapan air, pelanggaran tata-ruang wilayah,

pelanggaran hukum meningkat, perencanaan pembangunan kurang terpadu,

dan disiplin masyarakat yang rendah. Bencana banjir termasuk bencana alam

yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Bencana

banjir disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor hujan, faktor hancurnya

retensi Daerah Aliran Sungai (DAS), faktor kesalahan perencanaan

pembangunan alur sungai, faktor pendangkalan sungai dan faktor kesalahan

tata wilayah dan pembangunan sarana dan prasarana (Maryono, 2005).

Kelurahan Gandekan merupakan kelurahan yang mempunyai dataran

yang rendah Kelurahan Gandekan merupakan kelurahan yang sering

mengalami bencana banjir yaitu mulai dari tahun 1996, 2007, 2008, 2009,

2010, 2011, 2012, dan 2013. Letak administratif Kelurahan Gandekan ini

berada di Sebelah Utara Kelurahan Sudiroprajan, di Sebelah Timur Kelurahan

Sewu, di Sebelah Selatan Sungai Pepe, dan di Sebelah Barat Kelurahan

Sudiroprajan. Kelurahan Gandekan ini berada pada titik koordinat 7° 32' 47"

LS - 110° 50' 26" BT. Kelurahan Gandekan ini berada di Kecamatan Jebres

1
2

Kota Surakarta. Kelurahan Gandekan ini berada di Posisi yang secara

geografis berada di aliran Kali Pepe memberikan dampak yang positif dan

negatif. Secara positif merupakan kawasan strategis perdagangan yang sangat

menguntungkan diperkuat dengan letaknya yang dekat dengan Pasar Gede,

pasar tradisional terbesar di pusat Kota Solo sehingga memunculkan industri-

industri rumahan. Sedangkan dampak negatif yang ada adalah selalu menjadi

kawasan langganan banjir baik karena kiriman dari hulu kali maupun

limpahan banjir dari Bengawan Solo.

Pola pemukiman di Kelurahan Gandekan ini sangat padat bahkan.

Pada dasarnya pemukiman masyarakat Kelurahan Gandekan ini berada dekat

dengan Sungai Pepe. umumnya pemukiman masih berada didataran rendah

sehingga kemungkinan terkena banjir itu sangat tinggi.

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kelurahan Gandekan. kondisi

ekonomi masyarakat Kelurahan Gandekan ini kebanyakan sudah merata.

Menilik jumlah pengusaha yang tercantum dalam data tersebut cukup banyak,

besar kemungkinan warga Gandekan yang menjadi karyawan tersebut bekerja

di tempat tetangganya yang menjadi pengusaha. Sedangkan untuk kondisi

sosial masyarakat yaitu adanya komunitas sosial pada waktu satu bulan sekali

masyarakat mengadakan pertemuan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK),

dan dikampung ini juga terdapat kegiatan karangtaruna.

Kondisi topografi Kelurahan Gandekan yang mempunyai kemiringan

tanah 0-15º. Bentangan topografi Kelurahan Gandekan adalah dataran rendah,

dimana terdapat sungai yaitu Sungai Pepe yang merupakan anak sungai dari
3

sungai besar yang melewatinya yaitu Sungai Bengawan Solo, letak topografi

tanahnya rendah menjadi salah satu sebab terjadinya bencana banjir.

Kerawanan akan terjadinya banjir tersebut disebabkan topografi wilayah

Kelurahan Gandekan yang rendah dimana daerah ini berbatasan dengan sungai

pepe. Secara geografis Kelurahan Gandekan ini terletak di timur sungai

pepeserta merupakan bagian dari anak Sungai Bengawan Solo. Kelurahan

Gandekan ini berada di sisi barat Bengawan Solo, sehingga daerah ini

mempunyai topografi yang relatif datar. Dengan ketinggian tempat adalah 80-

100 meter di atas permukaan laut.

Kronologi bencana banjir yang terjadi di Kelurahan Gandekan banjir

terjadi akibat limpasan dari bantaran Sungai Pepe. Banjir di Kelurahan

Gandekan ini terjadi pada tahun, 1996, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012,

2013 dimana pada tahun-tahun tersebut Kelurahan Gandekan mengalami

bencana banjir. Salah satu contoh kampung di Kelurahan Gandekan yang

mengalami banjir ini adalah Kampung Karangasem yang mempunyai jarak

500 meter yang terletak dibelakang taman cerdas. Lokasi perkampungan yang

merupakan dataran banjir. Kampung Karangasem sudah sering terkena banjir

yaitu dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


4

Tabel 1.1 Bencana banjir yang terjadi di Kelurahan Gandekan tahun 1996-2012
No Tahun terjadinya bencana Keterangan debit air banjir
banjir
1. 1996 Ketinggian air banjir mencapai atas
genteng warga hingga
menimbulkan kerugian material
dan korban jiwa.
2. 2007 Ketinggian air banjir hingga
sepinggang orang dewasa meski
belum menimbulkan kerugian
material tapi menghalangi aktifitas
warga kampung karangasem.
3. 2008 Muka air hanya naik ketika curah
hujan cukup tinggi, sehingga debit
air banjir tidak tinggi.
4. 2009 Muka air naik ketika curah hujan
cukup tinggi, sehingga debit air
banjir tidak tinggi.
5. Muka air hanya naik ketika curah
2010 hujan cukup tinggi, sehingga debit
air banjir tidak tinggi.

2011 Muka air hanya naik ketika curah


6. hujan cukup tinggi, sehingga debit
air banjir tidak tinggi.
7. 2012 Belum terjadi bencana banjir.
2013 Banjir terjadi pada bulan januari,
8.
april.
Sumber: Orientasi masyarakat Kampung Karangasem

Tabel di atas dapat di simpulkan bahwa Kelurahan Gandekan selalu

mengalami bencana banjir setiap tahunnya meski ketinggian muka air banjir

tidak selalu sama pertahunnya. Banjir yang terjadi pada tahun-tahun tersebut

menimbulkan banyak kerugian berupa kerugian material dan korban jiwa.

selain itu juga menimbulkan berbagai wabah penyakit dimasyarakat kampung

karangasem, diantaranya adalah penyakit diare, gatal-gatal, flu, batuk.

kerugian-kerugian diatas umumnya disebabkan karena tidak ada persiapan


5

menghadapi banjir,sehingga saat datangnya banjir masyarakat tidak mampu

menyelamatkan harta bendanya bahkan jiwa keluarganya,sehingga perlu

menanamkan kesadaran kepada masyarakat mengenai persiapan mitigasi

pengurangan bencana banjir dengan memberikan penyuluhan pengetahuan

kepada masyarakat Kelurahan Gandekan mengenai bencana banjir,serta

pentingnya guna mengurangi kerugian akibat banjir. Berdasarkan latar

belakang dan permasalahan tersebut penulis mengadakan penelitian dengan

judul “KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI

BENCANA BANJIR DI KELURAHAN GANDEKAN KECAMATAN

JEBRES KOTA SURAKARTA” .

B. Perumusan Masalah atau Fokus Penelitian :

Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kesiapsiagaan masyarakat di Kelurahan Gandekan dalam

mengurangi risiko bencana banjir?

2. Bagaimana pengetahuan masyarakat di Kelurahan Gandekan mengenai

bencana banjir?

3. Bagaimana kesadaran masyarakat di Kelurahan Gandekan dalam

melibatkan diri secara aktif mengenai pengurangan risiko bencana banjir?


6

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kesiapsiagaan masyarakat di Kelurahan Gandekan dalam

mengurangi risiko bencana banjir.

2. Mengetahui pengetahuan masyarakat di Kelurahan Gandekan mengenai

bencana banjir.

3. Mengetahui kesadaran masyarakat di Kelurahan Gandekan dalam

melibatkan diri secara aktif mengenai pengurangan risiko bencana banjir.

D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian

Setelah berbagai masalah yang telah dirumuskan diatas diperoleh

jawabannya,maka diharapkan dari hasil penelitian ini bermanfaat:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran bagi penelitian lain khususnya

untuk kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di

Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan melatih menerapkan

ilmu yang telah di dipelajari selama ini. Selain itu penelitian ini juga

bertujuan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan program studi

S-1 Fakultas Keguruan dan ilmu pendidikan Geografi,Universitas

Muhammadiyah Surakarta.
7

b. Bagi Pemerintah Kota

Guna Memberi masukan kepada pemerintah daerah dalam usaha

mencegah maupun mengurangi risiko bahaya bencana banjir di daerah

masing-masing.

c. Bagi Masyarakat

Guna Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melibatkan diri

secara aktif dalam melakukan mitigasi kebencanaan banjir secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.

d. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi

perpustakaan Fakultas Keguruan Dan Imu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Surakarta penelitian yang lain terutama masalah

kesiapsiagaan dalam mengahadapi bencana banjir.

E. Daftar Istilah

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka telah ditetapkan

beberapa istilah dan pengertian sebagai berikut:

1. Bencana Banjir adalah Suatu keadaan sungai dimana aliran airnya tidak

tertampung oleh palung sungai.

2. Fenomena adalah kejadian yang dapat di lihat secara ilmiah

3. Limpasan adalah Peristiwa mengalirnya air sungai atau waduk melalui

mercu tanggul atau bendungan.


8

4. Sungai adalah Sistem pengairan air mulai dari mata air sampai muara,

dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh

garis sempadan.

5. Bantaran sungai adalah lahan yang ada pada kedua sisi sepanjang palung

sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.

Yang dimaksud palung sungai adalah cekungan yang terbentuk oleh aliran

air secara alamiah, atau galian untuk mengalirkan sejumlah air tertentu.

6. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil

pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai.4

7. Tata pengairan adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan/atau

bangunan-bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik

pembinaan disuatu wilayah pengairan tertentu.

8. Daerah pengaliran sungai adalah suatu kesatuan wilayah tata air yang

terbentuk secara alamiah dimana air meresap dan atau mengalir melalui

sungai dan sungai yang bersangkutan.

9. Dataran banjir adalah lahan yang pada waktu-waktu tertentu dapat terlanda

atau tergenang air banjir.

10. Mitigasi adalah mengambil tindakan-tindakan untuk mengurangi

pengaruh-pengaruh dari satu bahaya sebelum bahaya itu terjadi.

Sumber: (Sudaryoko. 1987. Pedoman Penanggulangan Banjir. Jakarta.

Dapartemen Pekerjaan Umum Badan Penerbit Pekerjaan Umum)


9

11. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang

bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi

respon yang efektif ketika suatu bencana terjadi.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22218/4/Chapter%20II.p

df )

12. Masyarakat adalah kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu

kelompok yang berfikir tentang dirinya sendiri yang berbeda dengan

kelompok yang lain.

(http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_kpdd_15.html&q=pengertian

masyarakat ditinjau dari segi pendidikan)

13. Kelurahan adalah pembagian wilayah administrative di Indonesia di

bawah kecamatan.

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/kelurahan)
semakin luasnya lahan pertanian, cara sederhana ini mulai ditinggalkan oleh para
petani karena cara sederhana sudah tidak dapat lagi mengatasi peningkatan
populasi hama. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, para
pakar hama tanaman menemukan dan mulai mengembangkan metode dan teknik
pengendalian hama yang lebih efektif dan efisien (Rukmana dan Saputra, 1997)
Pestisida sebagai pengendalian hama yang efektif dan efisien mulai
digunakan secara besar-besaran dalam pengendalian hama. Dampak negatif dari
penggunaan pestisida kimia secara berkelanjutan dapat mengakibatkan kerusakan
pada lingkungan dan gangguan kesehatan (Andriyani, 2006). Pestisida tidak
hanya beracun bagi serangga hama sasaran, tapi juga berbahaya bagi serangga -
serangga musuh alami, binatang-binatang lain, manusia dan komponen-
komponen lingkungan hidup. Gangguan kesehatan tubuh yang dapat dialami
akibat penggunaan pestisida kimia, yaitu nyeri pada bagian perut, gangguan pada
jantung, ginjal, hati, mata, pencernaan, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu penggunaan pestisida kimia ini dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran pada tanah, air, tumbuhan, dan
rusaknya rantai makanan suatu ekosistem. Untuk mengurangi dampak dari
penggunaan pestisida kimia maka dibutuhkan teknik pengendalian hama yang
aman dan ramah lingkungan yaitu dengan menggunakan pestisida (insektisida)
nabati.
Insektisida nabati yaitu insektisida yang dapat dibuat sendiri dengan
bahan-bahan nabati yang ada di alam, mudah didapat dan harganya terjangkau.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dikaji potensi tanaman untuk
dikembangkan menjadi insektisida nabati. Tanaman secara alamiah diketahui
menghasilkan suatu senyawa metabolit sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk
melindungi dirinya dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Senyawa metabolit sekunder berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai insektisida
nabati yang lebih aman bagi para petani dan lingkungan sekitarnya (Untung,
2006).

2
Adapun bahan-bahan insektisida nabati itu adalah tembakau, gadung,
sereh, mimba, jeruk purut dan masih banyak lagi (Sakung, dkk 2012 dalam
Andriyani 2006). Salah satu tanaman yang sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai insektisida alami adalah gadung (Dioscorea hispida Dennst). Umbi
gadung mengandung racun berupa suatu alkaloid padat yakni dioskorin yang
mempunyai sifat-sifat pembangkit kejang apabila termakan manusia maupun
hewan. Alkaloid discorin yaitu suatu substansi yang bersifat basa mengandung
satu atau lebih atom nitrogen dan sering kali bersifat toksik. Terdapat pula asam
sianida atau HCN yang bersifat racun mematikan. Selain zat tersebut terdapat
juga zat saponin, flavonoida dan tanin (Faqih, 2002).
Penelitian Santi (2010), menunjukkan ekstrak umbi gadung pada
konsentrasi 5% dan 10% b/v menunjukkan aktivitas antimakan 100% terhadap
kumbang Epilachna spars. Penelitian Faurial (2000) bahwa ekstrak umbi gadung
(Dioscorea Hispida Dennst) pada konsentrasi antara 0,1093% - 0,1830% pada CI
95% (LC90) bersifat toksik terhadap larva nyamuk Anopheles aconitus dan dapat
mematikan sebanyak 90% larva, hal ini disebabkan karena racun yang masuk
dapat menghambat metabolisme sel dan menyebabkan larva mati.
Insektisida dalam filtrat umbi gadung merupakan salah satu alternatif untuk
meningkatkan pengendalian hama belalang kembara, dimana merupakan
teknologi baru untuk mengendalikan hama belalang yang lebih aman dan ramah
lingkungan. Sesuai dengan fenomena perkembangan dan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang biologi dan perkembangan sistem
informasi yang semakin canggih merupakan dua hal yang harus diantisipasi oleh
lembaga pendidikan formal, khususnya perguruan tinggi agar dapat memberikan
informasi dan perkembangan yang aktual terhadap peserta didik. Terkait dengan
bahan ajar, pengembangan bahan ajar merupakan bagian integral dalam
pengembangan kurikulum dan sistem pembelajaran (Mbulu dan Suhartono,
2004). Sumber bahan ajar dapat memanfaatkan hasil-hasil dari penelitian.

3
Berdasarkan penjelasan tersebut penulis ingin meneliti lebih lanjut tentang
manfaat umbi gadung (Discorea hispida Dennst) dari berbagai konsentrasi
sebagai insektisida nabati melalui penelitian dengan judul ”Pengaruh Insektisida
Nabati Filtrat Umbi Gadung (Discorea hispida Dennst) Terhadap Respon
Belalang Kembara (Locusta migratoria) dan Implementasinya Sebagai Bahan
Ajar Mata Kuliah Bioterapan”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Mengapa belalang dapat

2. Manakah konsentrasi filtrat umbi gadung (D iscorea hispida Dennst)


yangmempunyai respon paling efektif ?
3. Apa bentuk bahan ajar yang dapat dibuat dari hasil penelitian ini sebagai
bahan ajar mata kuliah bioterapan ?

3.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian yang diharapkan antara lain :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian filtrat umbi gadung (Discorea
hispida Dennst) sebagai insektisida nabati terhadap respon belalang kembara
(Locusta migratoria) .
2. Untuk mengetahui konsentrasi filtrat umbi gadung (Discorea hispida Dennst)
yang paling efektif sebagai insektisida nabati.
3. Untuk tambahan bahan ajar dalam Mata Kuliah Biologi Terapan

4
3.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi peneliti
Dapat menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman peneliti dalam
bidang sains maupun pertanian tentang pemberian filtrat umbi gadung
(Discorea hispida Dennst) sebagai insektisida nabati terhadap belalang
kembara (Locusta migratori). Sebagai rujukan atau penelitian lanjutan tentang
insektisida nabati umbi gadung (Discorea hispida Dennst).
2. Bagi mahasiswa
Memberikan informasi tentang kandungan kimiawi, khasiat dan manfaat umbi
gadung (Discorea hispida Dennst) sebagai insektisida nabati terhadap respon
belalang kembara sebagai bahan ajar mata kuliah Biologi Terapan.
3. Bagi masyarakat luas
Memberikan pengetahuan tentang manfaat pemberian filtrat umbi gadung
(Discorea hispida Dennst) untuk mengatasi hama seperti belalang
kembara,memberikan solusi ramah lingkungan dalam penanganan hama,
mengurangi pemakaian pestisida kimia dalam penanganan belalang kembara,
menambah pengetahuan tentang manfaat dari umbi gadung (Discorea hispida
Dennst) selain sebagai bahan makanan.
5

Anda mungkin juga menyukai