Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

EKOLOGI PERAIRAN
EFEK RUMAH KACA

Nama: Melany Krista Yusti Rosyidah


NIM: 201810260311094

Dosen Pengampu: Dr. Hariyadi, S.Pi., M. Si.

Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas Muhammadiyah Malang
Kata Pengantar

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa
kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai pada
waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada pihak pihak yang telah
membantu saya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.
Saya berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan
para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

21 Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini, sering kita merasakan perubahan
cuaca yang ekstrim. Dalam waktu singkat kita bisa merasakan cuaca yang
sangat panas, kemudian tak berapa lama mendung dan kemudian hujan.
Saat cuaca panas, dapat dirasakan panas yang terlalu terik, dan ini dapat
kita amati dari waktu ke waktu. Bumi kita terasa semakin panas . Hal ini
disebut sebagai pemanasan global atau global warming, yaitu terjadinya
peningkatan suhu di permukaan bumi akibat efek rumah kaca.
Sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan
dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah
dipantulkan kembali, sinar matahari berubah menjadi gelombang panjang
yang berupa energi panas. Namun, sebagian dari energi panas tersebut
tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa karena
lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya
energi panas yang seharusnya lepas ke angkasa menjadi terpancar
kembali ke permukaan bumi, sehingga lebih dari dari kondisi normal,
inilah efek rumah kaca berlebihan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana efek rumah kaca terhadap pemanasan global ?
2. Bagaimana efek pemanasan global terhadap proses global
conveyor belt ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja efek rumah kaca terhadap pemansan


global ?
2. Untuk mengetahui bagaimana efek pemanasan global terhadap
proses global conveyor belt ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Efek rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari
permukaan atmosfer yang diserap oleh gas rumah kaca, dan dipancarkan
kembali ke segala arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah
kaca sebenarnya, yang bekerja dengan mengisolasi udara hangat dalam struktur
tersebut sehingga panas yang tidak hilang oleh konveksi. Efek rumah kaca
ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, dan pertama kali dilaporkan
kuantitatif oleh Svante Arrhenius pada tahun 1896, merupakan proses
pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang
disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. (Wikipedia, 2011).
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap
sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini
berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan
metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap
dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan
akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah
oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang
dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk
dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca
diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan
malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang
ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan
suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -
18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global”.
2. Dampak Efek Rumah Kaca
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu
rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap
seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-
4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di
atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari
permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan
bumi menjadi meningkat (Wikipedia, 2011).

Efek rumah kaca yang berlebih mengakibatkan meningkatkannya suhu


permukaan bumi. Sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim di
bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di
daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah
kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut
mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara
kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.

Perubahan iklim menimbulkan perubahan pada pola musim sehingga


menjadi sulit diprakirakan. Pada beberapa bagian dunia hal ini meningkatkan
intensitas curah hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah
longsor. Sedangkan belahan bumi yang lain bisa mengalami musim kering yang
berkepanjangan, karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban. Selanjutnya
perubahan iklim akan berdampak pada segala sector. Meliputi:

1. Ketahanan Pangan Terancam


Produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang
akibat banjir, kekeringan, pemanasan dan tekanan air, kenaikan air
laut, serta angin yang kuat. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi
jadwal panen dan jangka waktu penanaman. Peningkatan suhu 10C
diperkirakan menurunkan panen padi sebanyak 10%.

2. Dampak Lingkungan
Banyak jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan
iklim dan gangguan pada kesinambungan wilayah ekosistem
(fragmentasi ekosistem). Terumbu karang akan kehilangan warna
akibat cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati karena suhu tinggi.
Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies
dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam
wilayah yang dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).

3. Risiko Kesehatan
Cuaca yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan
bisa memunculkan penyakit lama. Badan Kesehatan PBB
memperkirakan bahwa peningkatan suhu dan curah hujan akibat
perubahan iklim sudah menyebabkan kematian 150.000 jiwa setiap
tahun. Penyakit seperti malaria, diare, dan demam berdarah
diperkirakan akan meningkat di negara tropis seperti Indonesia.

4. Air
Ketersediaan air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama
di daerah tropik kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang
di Asia Pasifik akibat musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air
laut ke daratan.

5. Ekonomi
Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan
kekeringan, bencana, dan risiko kesehatan mempunyai dampak pada
ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat perdana menteri Inggris
mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang perubahan
iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi.

Belum ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia.


Namun beberapa data menunjukkan bahwa:

1. Suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,30C sejak


tahun 1990.
2. Musim hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah
hujan lebih intensif sehingga meningkatkan risiko banjir.
3. Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko
kebakaran hutan dan lahan, terutama di Selatan Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi (CIFOR, 2004)
4. Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan
berdampak pada sektor pertanian dan ketahanan pangan.
5. Kenaikan permukaan air laut akan mengancam daerah dan
masyarakat pesisir. Sebagai contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm
tiap tahun. Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari kota jakarta akan
terendam air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan
Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007).
6. Di Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang
panti sekitar 430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan
3,7 Km per tahun dengan erosi ke daratan 50-100 meter per tahun
(Bali Membangun, 2004). Kerusakan ini ditambah potensi dampak
dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan muka air laut naik
6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang (Bali
Post, 16 Agustus 2007). Hal ini mengancam keberlangsungan
pendapatan dari pariwisata yang mengandalkan kekayaan dan
keindahan pantai dan laut di Bali.
7. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi
risiko kehilangan banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan
kawasan pesisir akibat kenaikan permukaan air laut. Wilayah
Indonesia akan berkurang dan akan ada pengungsi dalam negeri.

3. Efek Pemanasan Global terhadap proses Global Conveyor Belt


Secara umum , faktor utama yang mengendalikan adanya ocean conveyor
belt atau sirkulasi thermohaline adalah densitas air laut. Sirkulasi
thermohaline terbentuk akibat proses penambahan dan pengurangan densitas
air laut. Sejumlah besar air yang berat (densitas besar) akibat proses
pendinginan yang turun atau tenggelam ke lapisan dalam harus diimbangi
oleh air yang naik dengan jumlah yang sama di tempat yang lain. Adanya
perbedaan besar densitas dalam arah vertikal menyebabkan gerakan vertikal
air laut dan menciptakan gerakan massa air laut yang bergerak melintasi
samudera secara perlahan .

Berikut adalah beberapa hal yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaan


(pertambahan maupun pengurangan) densitas , namun hal ini dapat terjadi
hanya sebatas pada permukaan saja :

 Di laut pertambahan densitas dapat terjadi akibat adanya :


1. Pendinginan
2. Penguapan
3. Konduksi panas ke atmosfer
4. Pertambahan salinitas akibat penguapan atau pembentukan es
 Di laut pengurangan densitas dapat terjadi akibat adanya :
1. Pemanasan
2. Pengurangan densitas akibat penambahan air tawar melalui
presipitasi
3. Run off atau pencairan es

Air laut di tropis yang hangat inilah yang menjadikan iklim di lintang
menengah dan tinggi tetap cukup hangat. Pemanasan global akan
mengakibatkan terjadinya pencairan es di kutub. Hal ini mengakibatkan
bertambahnya jumlah air, sehingga terjadi pengenceran air laut. Akibatnya,
densitas air laut menjadi berkurang, sehingga proses sinking (downwelling) pun
akan melemah. Melemahnya proses ini akan mengurangi jumlah air hangat
yang masuk dari daerah tropis. Akibat selanjutnya, iklim di lintang menengah
dan tinggi tidak lagi sehangat sebelumnya.Perubahan iklim atau yang sering kita
sebut dengan Global Warming telah menimbulkan dampak yang signifikan
terhadap laut. Diyakini, akibat fenomena alam tersebut, sirkulasi arus laut dunia
atau Ocean Conveyor Belt telah berubah. Hal tersebut menimbulkan kondisi
yang ekstrem. Air laut bisa menjadi panas sekali atau dingin sekali. Dari
berbagai sumber diperoleh informasi perubahan Ocean Conveyor Belt dipicu
kuat oleh terjadinya pemanasan global. Selama ini proses pembekuan air laut di
daerah kutub dengan melepaskan garam, sehingga menjadikan salinitas air laut
menjadi lebih tinggi. Bongkahan es besar yang terpisah dari gletser utama di
Greenland yang juga bisa menyebabkan salinitas air laut berkurang dan
mempengaruhi Ocean Conveyor Belt

Akibatnya, densitas air laut di daerah Kutub Utara pun lebih tinggi
dibanding daerah sekitarnya yang memiliki lintang lebih rendah atau daerah
tropis. Kekosongan karena turunnya massa air laut yang memiliki densitas yang
besar tersebut akan diisi oleh massa air laut di sekitarnya, yaitu dari daerah
lintang yang lebih rendah atau daerah tropis.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Efek rumah kaca merupakan proses pemanasan permukaan suatu
benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh
komposisi dan keadaan atmosfernya. Efek rumah kaca timbul
karena komposisi gas rumah kaca yang sudah tidak stabil lagi.
Beberapa gas tersebut yaitu uap air, karbondioksida,metana,
nitrogen dioksida, dan gas-gas lainnya.
Adanya efek rumah kaca dapat menyebabkan meningkatnya panas
atau suhu bumi, atau biasa disebut sebagai global warming atau
pemanasan global. Global warming juga dapat menimbulkan
beberapa akibat, perubahan yang saat ini di Indonesia sedang
terjadi adalah perubahan iklim, ditandai dengan cuaca yang selama
sehari tidak menentu. Hal ini nantinya akan berdampak pada aspek
kehidupan lainnya
Oleh karena itu, tentunya harus ada penanggulangan agar dampak
dari efek rumah kaca tidak semakin parah dan berimbas kepada
kehidupan kita nantinya. Banyak hal yang perlu dilakukan sebagai
upaya untuk mengurangi dampak tersebut, beberapa diantaranya
penghematan dalam menggunakan listrik, penggunaan kendaraan
atau bahan bakar, penanaman pohon, serta daur ulang sampah.
Dengan dilakukannya beberapa hal tersebut, kita turut memberikan
perhatian dan tindakan demi kelangsungan hidup kita dan anak
cucu kita nantinya.
Daftar Pustaka
Ai, N. S. (2012). EVOLUSI FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN. Jurnal
Ilmiah Sains Vol.

12 No. 1, 28-34.

Drs. Taufik Rahman, M. (2016). NUTRISI DAN ENERGI TUMBUHAN .


Bandung :

Universitas Pendidikan Indonesia .

Utomo, B. (2007 ). FOTOSINTESIS PADA TUMBUHAN . Karya Ilmiah


Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara , 1-2.

Anda mungkin juga menyukai