Anda di halaman 1dari 65

PERENCANAAN

PERKERASAN KAKU
RIGID PAVEMENT

1
UMUM
• Prosedur perencanaan Perkerasan kaku
mengikuti petunjuk yang dikembangkan oleh
NAASRA, dengan beberapa pnyesuaian yang
dipandang memenuhi kondisi di Indonesia
• Interpretasi, evaluasi dan kesimpulan2 yang
akan dikembangkan dalam petunjuk ini, harus
memperhitungkan penerapannya secara
ekonomis sesuai dengan kondisi setempat,
tingkat keperluan, kemampuan pelaksanaan dan
syarat teknis lainnya agar konstruksi perkerasan
yang direncanakan adalah yang optimal

2
FUNGSI PERKERASAN
• Fungsi utama perkerasan adalah untuk memikul
beban lalu lintas secara aman dan nyaman dan
selama umur rencana tidak terjadi kerusakan
yang berarti
• Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut,
perkerasan kaku harus :
– Mereduksi tegangan yang terjadi pada tanah dasar
sampai batas yang masih bisa dipikul tanah dasar
tersebut tanpa menimbulkan lendutan yang merusak
– Direncanakan dan dibangun sedemikian rupa
sehingga mampu mengatasi pengaruh kembang
susut dan penurunan kekuatan tanah dasar, serta
pengaruh cuaca dan kondisi lingkungan

3
STRUKTUR PERKERASAN KAKU
• Perkerasan kaku adalah struktur yang terdiri dari
pelat beton semen yang tersambung (tidak
menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan yang terletak diatas
lapis pondasi bawah, tanpa atau dengan
peraspalan sebagai lapis aus (non-struktural)
• Tidak seperti halnya pada perkerasan lentur,
diaman lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
memberikan sumbangan yang besar terhadap
daya dukung perkerasan, pada perkerasan
kaku, daya dukung perkerasan terutama
diperoleh dari pelat beton

4
• Kekuatan tanah dasar yang dinyatakan dalam Modulus
Reaksi Tanah Dasar (k)
• Tebal dan jenis pondasi bawah yang diperlukan untuk
melayani lalu lintas pelaksanaan, mengendalikan
pemompaan dan perubahan volume tanah dasar, serta
untuk mendapatkan keseragaman daya dukung dibawah
pelat
• Kekuatan beton yang dinyatakan dalam kuat lentur (Mr)
untuk mengatasi tegangan yang diakibatkan oleh beban
roda dari lalu lintas rencana

Kekuatan beton tidak dinyatakan dalam kuat tekan


(compressive strength) tapi dalam kuat lentur tarik
(flexural strength), mengingat bentuk keruntuhan pada
perkerasan beton berupa retakan yang diakibatkan oleh
tegangan lentur tarik yang berlebih
5
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERENCANAAN
• Peranan dan tingkat pelayanan
• Lalu lintas
• Umur rencana
• Kapasitas jalan
• Tanah dasar
• Lapis pondasi bawah
• Bahu
• Kekuatan beton

6
Peranan dan tingkat pelayanan
• Perwujudan yang harus disediakan pada suatu
ruas jalan ditentukan berdasarkan peranan jalan
dan intensitas lalu lintasnya
• Makin penting peranan jalan dan makin tinggi
intensitas lalu lintas, maka makin tinggi pula
perwujudan yang harus disediakan
• Hal ini dapat diperoleh dengan menerapkan
tingkat kepercayaan yang tinggi dalam
menetapkan besaran rencana

7
Lalu lintas
• Volume lalu lintas
• Konfigurasi sumbu dan roda
• Beban sumbu
• Ukuran dan tekanan ban
• Pertumbuhan lalu lintas
• Jumlah jalur dan arah lalu lintas

8
Umur rencana
Umur rencana perkerasan jalan ditentukan
atas dasar pertimbangan2 akan :

• Peranan jalan
• Pola lalu lintas
• Nilai ekonomi jalan yang bersangkutan
• Pengembangan wilayah

9
Kapasitas jalan
• Dalam menentukan lalu lintas rencana,
kapasitas maksimum jalan yang
direncanakan harus dipandang sebagai
pembatasan

10
Tanah dasar
• Parameter yang paling umum digunakan
untuk menyatakan daya dukung tanah
dasar pada perkerasan kaku adalah
Modulus Reaksi Tanah Dasar (k)
• k ditetapkan di lapangan dengan
pengujian plate bearing, dalam keadaan
terpaksa nilai k dapat juga ditentukan
berdasarkan nilai CBR

11
Tanah dasar
• Persoalan2 menyangkut tanah dasar :
– Sifat kembang – susut akibat perubahan kadar air
– Intrusi dan pemompaan (pumping) pada sambungan
dan retak pada tepi pelat sebagai akibat pembebanan
lalu lintas
– Daya dukung yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti
– Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas
dan penurunan yang diakibatkannya

12
Lapis Pondasi Bawah
• Walaupun lapis pondasi bawah bukan
merupakan bagian utama untuk memikul
beban, namun masih berfungsi sebagai :
– Mengendalikan pengaruh kembang susut
tanah dasar
– Mencegah intrusi dan pemompaan pada
sambungan, retak dan tepi pelat
– Memberikan dukungan yang mantap dan
seragam pada pelat
– Sebagai perkerasan jalan ketrja selama
pelaksanaan
13
Lapis Pondasi Bawah
• Dalam hal tanah dasar sangat jelek (k ≤ 2
kg/cm3), maka tanah tersebut perlu
diperbaiki sehingga diperoleh peningkatan
nilai ‘k’
• Pada setiap konstruksi perkerasan kaku,
lapis pondasi bawah minimum 10 cm
harus selalu dipasang, kecuali jika tanah
dasar mempunyai mutu yang sama
dengan material sub-base

14
Bahu
• Bahu biasanya dibuat dari bahan lapis pondasi
lentur atau bahan lapis pondasi distabilisasi
yang kemudian ditutup dengan lapis peraspalan
• Perbedaan kekuatan antara bahu dengan jalur
lalu lintas akan menimbulkan persoalan pada
sambungan (antara bahu dan pelat) apabila
sebagian roda kendaraan berat menginjak bahu
• Hal tersebut dapat diatasi antara lain dengan
cara :
– Membuat bahu dari pelat beton dan mengikatkannya
pada pelat perkerasan
– Mempertebal tepi pelat
– Menggunakan kerb monolit
15
Kekuatan Beton
• Karena tegangan kritis dalam perkerasan beton
terjadi akibat melenturnya perkerasan, maka
kekuatan lentur beton (flexural strength)
umumnya merupakan pencerminan kekuatan
beton yang paling sesuai untuk perencanaan
• Kuat lentur beton ditentukan dengan pengujian
secara pembebanan tiga titik (third-point
loading) sesuai dengan ASTM C-78 terhadap
benda uji berumur 28 hari

16
BATASAN PENGGUNAAN
• Untuk mendapat hasil yang memuaskan,
penggunaan pedoman ini harus memperhatikan
persyaratan dan pembatasan sebagai berikut :
– Modulus Reaksi Tanah Dasar (k), minimum 2 kg/cm3
– Kuat lentur tarik beton (Mr), pada umur 28 hari
dianjurkan 40 kg/cm2 (dalam keadaan terpaksa boleh
menggunakan beton dengan Mr minimum 30 kg/cm2)
– Kelandaian memanjang jalan maksimum 10%
– Pelaksanaan harus sesuai dengan Petunjuk
Pelaksanaan Perkerasan Kaku

17
LINGKUP PERENCANAAN
• Keberhasilan perencanaan perkerasan
kaku tidak semata-mata ditentukan oleh
tebal pelat saja, namun juga sangat
dipengaruhi oleh perencanaan bagian2
lainnya.
• Disamping itu, petunjuk ini dapat
digunakan baik untuk perkerasan jalan
baru maupun perkuatan perkerasan jalan
lama

18
PENENTUAN BESARAN
RENCANA

19
UMUR RENCANA
• Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas
dasar pertimbangan :
– klasifikasi fungsional jalan,
– pola lalu lintas serta
– nilai ekonomi jalan yang bersangkutan
• Metoda BCR
• Metoda IRR
– Pengembangan wilayah
• Umumnya perkerasan kaku direncanakan
dengan umur rencana (n) 20 – 40 tahun

20
LALU LINTAS RENCANA
• Umum
– Dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga
(commercial vehicle) sesuai dengan konfigurasi
sumbu pada jalur rencana selama umur rencana
• Karakteristik kendaraan
– Jenis kendaraan
• Untuk keperluan perencanaan perkerasan kaku, hanya
kendaraan niaga dengan berat total ≥ 5 ton
– Konfigurasi sumbu
• Sumbu tunggal dengan roda tunggal
• Sumbu tunggal dengan roda ganda
• Sumbu tandem dengan roda ganda
– Prosedur (see next)

21
prosedur
• Hitung volume lalu lintas (LHR) yang diperkirakan akan
menggunakan jalan tersebut pada akhir umur rencana
Æ (periksa kembali bahwa volume lalin tersebut tidak
melampaui kapasitas jalan)
• Hitung Jumlah Kendaraan Niaga (JKN) selama umur
rencana (n tahun) dengan persamaan :

JKN = 365 x JKNH x R, dimana


• JKN = Jumlah Kendaraan Niaga Harian pada saat jalan dibuka
• R = faktor pertumbuhan lalu lintas – besarnya tergantung pada
faktor :
– i = pertumbuhan lalu lintas
– n = umur rencana

22
prosedur
• Apabila pertumbuhan lalu
lintas tahunan selama umur (1 + 1) n − 1
rencana tetap, maka R R = e
dihitung dengan cara sebagai log( 1 + i )
berikut :
(i=0)

• Apabila setelah waktu tertentu


(1 + i) m − 1
(m tahun) pertumbuhan lalin
tidak terjadi lagi, maka R dapat
R= e + (n − m)(1 + i) m−1
dihitung dengan cara sebagai log(1 + i)
berikut :
(i=0)

23
prosedur
• Apabila setelah waktu tertent ( n tahun ) pertumbuhan lalu lintas berbeda dengan
sebelumnya (i’/tahun), maka R dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

(1 + i ' ) m − 1 (1 + i ) m (1 + i ' ) n − m − 1
R= e +
log(1 + i ) e
log(1 + i ' )
• Hitung prosentase masing2 kombinasi konfigurasi beban sumbu terhadap Jumlah
Sumbu Kendaraan Niaga Harian (JSKNH)

• Hitung jumlah repetisi kumulatif tiap2 kombinasi konfigurasi / beban sumbu pada jalur
rencana dengan cara mengalikan Jumlah Sumbu Kendaraan Niaga (JSKN) dengan
prosentase tiap2 kombinasi terhadap (JSKNH) dan koefisien distribusi jalur rencana
seperti yang tertera pada Table berikut

24
KOEFISIEN DISTRIBUSI KENDARAAN NIAGA PADA JALUR RENCANA

JUMLAH JALUR untuk 1 ARAH 2 ARAH


KENDARAAN NIAGA

1 JALUR 1,0 1,0


2 JALUR 0,70 0,50
3 JALUR 0,50 0,475
4 JALUR - 0,45
5 JALUR - 0,425
6 JALUR - 0,40

25
Sebagai besaran rencana beban sumbu untuk setiap konfigurasi harus
Dikalikan dengan Faktor Keamanan (FK) seperti tercantum pada Tabel
dibawah ini

FAKTOR KEAMANAN

PERANAN JALAN FK

JALAN TOL 1,2

JALAN ARTERI 1,1

JALAN KOLEKTOR / 1,0


LOKAL
26
KEKUATAN TANAH DASAR
• Kekuatan tanah dasar dinyatakan dalam nilai Modulus
Reaksi Tanah Dasar (k) yang diperoleh dari pengukuran
Plate Bearing Test
• Bila dalam perencanaan nilai k belum dapat diukur,
maka nilai k dapat ditentukan berdasarkan korelasi
antara nilai k dan CBR, namun nilai k tersebut harus diuji
kembali dengan nilai k hasil pengukuran di lapangan
setelah permukaan tanah dasar disiapkan
• Pada dasarnya lapis pondasi bawah tidak dimaksudkan
sebagai lapis daya dukung, tetapi bila digunakan lapis
pondasi bawah dengan lapis pengikat (bound sub-base)
atau dalam hal lapis pondasi bawah diperhitungkan
sebagai yang mempunyai daya dukung, maka nilai k
gabungan dapat ditentukan dengan Gambar dan Tabel
berikut
27
PERKIRAAN NILAI MODULUS ELASTISITAS LAPIS PONDASI

JENIS BAHAN CPa psi kg/cm2


Granular 0,055 – 0,138 8.000 – 20.000 565 – 1410

Lapis pondasi di stabilisasi 3,5 – 6,9 50.000 – 1.000.000 35.210 – 70.420


semen

Tanah di stabilisasi semen 2,8 – 6,2 40.000 – 900.000 28.170 – 63.380

Lapis pondasi diperbaiki 2,4 – 6,9 350.000 – 1.000.000 24.650 – 70.420


aspal

Lapis pondasi diperbaiki 0,28 – 2,1 40.000 – 300.000 2.815 – 21.125


aspal emulsi

28
Hubungan antara CBR
dan k

29
KURVA untuk
Menentukan
k gabungan

30
Modulus Reaksi Tanah Dasar
• Penentuan nilai modulus reaksi tanah asar (k)
rencana untuk menentukan besarnya Modulus
Reaksi Tanah dasar rencana (ko) – yang
mewakili suatu seksi jalan digunakan rumus sbb
:
– ko = kr – 2S untuk jalan tol
– ko = kr – 1,64S untuk jalan arteri
– ko = kr – 1,28S untuk jalan kolektor/lokal
• Faktor keseragaman (FK = S/kr x 100%) dari
suatu seksi dianjurkan < 25%
– kr = k rata-rata
– S = standar deviasi

31
KEKUATAN BETON
• Kekuatan beton harus dinyatakan dalam
nilai kekuatan tarik lentur pada umur 28
hari, yang di dapat dari hasil pengujian
balok dengan pembebanan tiga titik
(ASTM C-78)
• Kuat lentur tarik beton yang didapat dari
pengujian “Modulus of Rupture” (Mr) pada
umur 28 hari dianjurkan 40 kg/cm2

32
PROSEDUR
PERENCANAAN TEBAL
PELAT

33
UMUM
• Menghitung :
– repetisi dari masing2 konfigurasi dan kombinasi
sumbu/beban
– Kekuatan beton
– Modulus reaksi tanah dasar/modulus reaksi
gabungan diketahui
• Memilih suatu tebal pelat tertentu
• Menghitung “total fatigue”
• Tebal rencana adalah tebal yang memberikan
total fatigue ≤ 100%

34
KETEBALAN PELAT
• Pilih suatu tebal pelat tertentu
• Untuk setiap kombinasi konfigurasi dan beban sumbu serta suatu
harga k tertentu maka :
– Tegangan lentur yang terjadi pada pelat beton ditentukan dari kurva2
berikut
– Perbandingan tegangan dihitung dengan membagi tegangan lentur
yang terjadi pada pelat dengan kuat lentur tarik (Mr) beton
– Jumlah pengulangan beban yang diijinkan ditentukan berdasarkan
harga perbandingan tegangan seperti yang ditunjukkan pada Tabel
berikut
– Prosentase fatigue untuk tiap2 kombinasi / beban sumbu ditentukan
dengan membagi jumlah pengulangan beban rencana dengan jumlah
pengulangan beban yang diijinkan
• Cari total fatigue dengan menjumlahkan prosentase fatigue dari
seluruh kombinasi konfigurasi / beban sumbu
• Langkah2 tersebut diulangi hingga didapatkan tebal pelat terkecil
dengan total fatigue ≤ 100%

35
NOMOGRAM-1
PENENTUAN TEGANGAN PADA PELAT
UNTUK SUMBU TUNGGAL RODA TUNGGAL

36
NOMOGRAM-2
PENENTUAN TEGANGAN PADA PELAT
UNTUK SUMBU TUNGGAL RODA GANDA

37
NOMOGRAM-3
PENENTUAN TEGANGAN PADAPELAT
UNTUK SUMBU TANDEM RODA GANDA

38
HUBUNGAN ANTARA PERBANDINGAN TEGANGAN DENGAN JUMLAH REPETISI BEBAN

39
TEBAL MINIMUM
• Ketebalan ini merupakan ketebalan pelat dalam
perencanaan perkerasan kaku yang berlaku
untuk :
– perkerasan beton bersambung tanpa tulangan,
– perkerasan beton bersambung dengan tulangan dan
– perkerasan beton menerus
• Tebal minimum pelat untuk perkerasan kaku
adalah 150 mm

40
PROSEDUR
PERENCANAAN
TULANGAN

41
UMUM
• Tujuan utama penulangan adalah bukan untuk
mencegah terjadinya retak melainkan untuk :
– Membatasi lebar retak, agar kekuatan pelat tetap
dapat dipertahankan
– Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang
agar dapat mengurangi jumlah sambungan melintang
sehingga dapat meningkatkan kenyamanan
– Mengurangi biaya pemeliharaan
• Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi
oleh jarak sambungan susut, sedangkan dalam
hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah
tulangan yang cukup untuk menghilangkan
sambungan susut
42
PENULANGAN PELAT PADA
PERKERASAN BETON BERSAMBUNG
• Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari persamaan berikut :

1200.F .L.h
As =
fs
dimana :
As = luas tulangan yang diperlukan (cm2/m lebar
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya sesuai Tabel
L = jarak antara sambungan (m)
h = tebal pelat (m)
fs = tegangan tarik baja yang diijinkan (kg/cm2)

NOTE :
Berat isi beton diambil 2400 kg/m3
Untuk panjang pelat ≤ 13 meter, luas tulangan diambil 0,1% dari luas penampang beton

43
KOEFISIEN GESEKAN antara PELAT BETON SEMEN dengan
LAPIS PONDASI BAWAH

JENIS PONDASI FAKTOR GESEKAN


(F)
BURTU, LAPEN dan konstruksi yang sejenis 2,2
Beton Aspal, LATASTON 1,8
Stabilisasi Kapur 1,8
Stabilisasi Aspal 1,8
Stabilisasi Semen 1,8
Koral 1,5
Batu Pecah 1,5
Sirtu 1,2
Tanah 0,9

44
PENULANGAN PELAT PADA PERKERASAN
BETON BERTULANG MENERUS (1/4)

• PENULANGAN MEMANJANG

100 f t
Ps = (1,3 − 0,2 F )
f y − n. f t
dimana :
Ps = Prosentase tulangan memanjang yang dibutuhkan terhadap penampang beton
ft = kuat tarik beton (0,4 – 0,5 Mr)
fy = tegangan leleh rencana baja
n = angka ekivalen antara baja dan beton
= Es/Ec sesuai dengan Tabel berikut
F = koefisien gesekan antara pelat beton dengan lapisan dibawahnya
Es = Modulus elastisitas baja
Ec = Modulus elastisitas beton

45
HUBUNGAN ANTARA KUAT TEKAN BETON dan ANGKA EKIVALEN
antara BAJA dan BETON

σbk (kg/cm2) n

115 – 140 15

145 – 170 12

175 – 225 10

235 – 285 8

290 - keatas 6

46
PENULANGAN PELAT PADA PERKERASAN
BETON BERTULANG MENERUS (2/4)

• Prosentase minimum dari tulangan memanjang


pada perkerasan beton menerus adalah 0,6%
dari luas penampang beton
• Jumlah optimum tulangan memanjang, perlu
dipasang sedemikian rupa sehingga jarak dan
lebar retakan dapat dikendalikan
• Bila jarak retakan akan menjadi lebar sehingga
akan mempercepat karat pada tulangan,
sedangkan bila jarak antara retakan terlalu kecil
maka akan terjadi desintegrasi pada pelat

47
PENULANGAN PELAT PADA PERKERASAN
BETON BERTULANG MENERUS (3/4)

• Secara teoritis jarak


antara retakan pada ft
2
perkerasan beton Lcr =
menerus dengan n. p 2u. f b ( S .Ec − Ft )
tulangan dihitung dari
persamaan :
Dimana :
Lcr = jarak teoritis antara retakan
p = luas tulangan memanjang per satuan luas beban
u = perbandingan keliling dan luas tulangan = 4/d
fs = tegangan lekat antara tulangan dengan beton –
fb = (2,16. σbk)/d
S = koefisien susut beton (400x10-6)
ft = kuat tarik beton ( 0,4 – 0,5 Mr)
n = angka ekivalensi antara baja dan beton = Es/Ec
Ec = modulus Elastisitas = 16.600 √σbk

48
PENULANGAN PELAT PADA PERKERASAN
BETON BERTULANG MENERUS (4/4)

• Untuk menjamin agar di dapat retakan2 yang


halus dan jarak antara retakan yang optimum,
maka :
– Prosentase tulangan dan perbandingan antara
keliling dan luas tulangan harus besar
– Sebaiknya menggunakan batang yang diprofilkan
(deformed bars) untuk memperoleh tegangan lekat
yang lebih tinggi
• Jarak retakan teoritis yang dihitung dengan
persamaan diatas harus memberikan hasil
antara 1,5 – 2,5 meter

49
PENULANGAN MELINTANG
• Luas tulangan melintang yang diperlukan
pada perkerasan beton menerus, dihitung
dengan persamaan yang sama seperti
pada perhitungan penulangan perkerasan
beton bersambung dengan tulangan

50
PENULANGAN KHUSUS pada PERKERASAN
BETON BERSAMBUNG TANPA TULANGAN

• Pada bagian-bagian pelat yang diperkirakan


akan mengalami retak akibat konsentrasi
tegangan yang tidak dapat dihindari dengan
pengaturan pola pelat, maka bagian pelat
tersebut harus diberi tulangan
• Keadaan tersebut dijumpai misalnya pada :
– Pelat dengan bentuk tak lazim (seperti bentuk
segitiga)
– Pelat berlubang
– Pelat dengan sambungan yang tidak sejalur

51
TEKNIK PENYAMBUNGAN
dan PENULANGAN

52
UMUM
• Keterbatasan kemampuan peralatan pelaksanaan serta
pembatasan terhadap tegangan2 yang timbul akibat
pemuaian, penyusutan, perbedaan suhu dan kadar air
pada ketebalan pelat, menuntut agar perkerasan beton
semen dikerjakan dalam pola plat yang terpotong
• Dengan demikian , antara tiap jalur penghamparan
diperlukan sambungan memanjang
• Demikian pula untuk penundaan pekerjaan, juga
diperlukan sambungan pelaksanaan yang dipotong
secara melintang
• Pergerakan pelat akan menimbulkan tahanan geser
antara pelat dengan permukaan lapisan dibawahnya,
sehingga akan terjadi tegangan tarik dan tegangan tekan
pada beton

53
UMUM
• Selama penyusutan, tegangan tarik yang terjadi dapat
melampaui kuat tarik beton, sehingga akan terjadi retak
yang memperlemah perkerasan
• Berhubung dengan hal tersebut maka :
– Pada perkerasan beton bersambung tanpa tulangan,
sambungan susut harus ditemnpatkan melintang jalur
penghamparan pada jarak2 yang tepat, agar retal yang terjadi
dapat dikendalikan
– Pada perkerasan beton bersambung dengan tulangan,
sambungan susut ditempatkan pada jarak2 yang lebih besar,
serta tulangan dipasang untuk memegang setiap retak yang
terjadi pada seluruh panjang tiap2 pelat
– Pada perkerasan beton menerus dengan tulangan, sambunan
susut tidak perlu dipasang, karena tulangan sudah direncanakan
untuk memegang setiap retak yang terjadi
54
UMUM
• Alasan lain untuk membatasi ukuran pelat adalah untuk
mengendalikan besarnya tegangan lenting (warping
stresses) sebagai akibat perbedaan suhu dan atau kadar
air pada bagian atas dan bagian bawah pelat
• Tegangan lenting tersebut juga akan menimbulkan
retakan yang tidak terkendalikan
• Karena tegangan lenting akan memperbesar tegangan
tarik total, maka perencanaan pelat harus
memperhitungkan hal tersebut dan juga perlu dijaga
agar tegangan tarik total tersebut terjadi sekecil mungkin
dengan memperhatikan pertimbangan2 praktis lainnya

55
DIMENSI PELAT
• LEBAR PELAT
– Ditentukan oleh metoda penghamparan (mesin atau
manual)
• Dengan mesin = 7,5 – 15 meter
• Manual = kelipatan lebar jalur lalin = ±3,5 meter
• PANJANG PELAT
– Sebaiknya panjang ∞ lebar
– Bentuk 4 segi panjang menguntungkan karena
mengurangi jumlah sambungan
– Lebar bukaan retakan minimum (mm) = 0,45 x
panjang pelat (m), berkisar antara 1 – 3 mm, untuk
memudahkan pengisian joint filler dibuat 6 – 10 mm
dan kedalaman tidak lebih dari 20 mm

56
PENYALURAN BEBAN
• Saling kunci antara butir agregat
• Ruji (dowel) sebagai penyalur beban
– Sambungan pelaksanaan melintang
– Sambungan pelaksanaan memanjang
– Sambungan susut melintang
• Lidar alur

57
SAMBUNGAN
• Ada 3 jenis sambungan yaitu :
– Sambungan susut
• Tujuan
• Jenis
• Penyalur beban
– Sambungan pelaksanaan
• Tujuan
• Jenis
• Penyalur beban
– Sambungan muai
• Tujuan
• Jenis
• Penyalur beban

58
Sambungan Susut
• Tujuan :
– Dibuat dalam arah melintang
– Jarak sama dengan panjang pelat
– Mengendalikan tegangan lenting dan retakan pada
beton akibat perbedaan temperatur dan kelembaban
• Jenis
– Sambungan dapat dibuat dengan memasang pengisi
yang sudah dibentuk atau dengan menggergaji
• Penyalur beban
– Setiap sambungan susut harus dipasang ruji (dowel)
yang berfungsi sebagai penyalur beban

59
Sambungan Pelaksanaan
• Tujuan
– Ditempatkan pada perbatasan antara akhir
pengecoran dan awal pengecoran berikutnya
• Jenis
– Dipasang di tempat sambungan susut dan
muai akan dipasang
• Penyalur beban
– Baja tulangan minimum U24 dengan diameter
16 mm, panjang 800 mm dan jarak 750 mm

60
Sambungan Muai
• Tujuan
– Sambungan melintang yang digunakan untuk membebaskan
tegangan pada perkerasan beton
– Dipasang diantara perkerasan yang akan mengalami perbedaan
arah gerakan
• Jenis
– Dibuat dari bahan yang mudah dibentuk dan tidak merusak dan
dapat mengikuti perubahan bentuk akibat tekanan
– Bahan ini dipasang pada seluruh permukaan sambungan dan
dipasangkan sambungan beton dan dipasangkan hanya setelah
salah satu bidang sambungan mengeras
• Penyalur beban
– Sambungan muai yang memisahkan dua bidang beton yang
berdekatan, harus dipasang ruji sebagai penyalur beban

61
BAHAN PENUTUP SAMBUNGAN
• Kegunaan penutup celah antara 2 (dua) pelat beton yang
berdekatan adalah untuk mencegah masuknya benda2 asing yang
berbentuk padat (pasir, kerikil, dll) yang akan mencegah
kesempurnaan merapatnya sambungan dan dapat menimbulkan
tegangan yang tinggi di dalam pelat
• Bila perkerasan dibangun diatas pondasi atau tanah dasar yang
terbuat dari bahan yang berbutir halus, maka masuknya air
kebawah perkerasan dapat mengakibatkan pumping
• Untuk mencegah pumping, maka bahan penutup sambungan harus
kedap air, karena pumping akan menyebabkan hilangnya daya
dukung terhadap pelat yang pada akhirnya akan mengakibatkan
keruntuhan struktur perkerasan
• Untuk menjaga kekedapan sambungan, perlu pemeliharaan yang
terus menerus dan penggantian dari bahan penutup yang tidak
berfungsi lagi bahan penutup yang tidak berfungsi lagi
• Cara lain untuk mencegah pumping adalah dengan menggunakan
lapis pondasi yang tahan pumping (misal stabilisasi semen)

62
PERSYARATAN BAHAN
PENUTUP SAMBUNGAN
• Pada waktu perkerasan mengalami pemuaian dan
penyusutan yang diakibatkan oleh perubahan
temperatur, maka sambungan akan membuka dan
menutup
• Dengan demikian maka bahan penutup harus tetap
dapat berfungsi sebagai pencegah masuknya benda2
asing, sambil menyesuaikan terhadap perubahan lebar
sambungan
• Dengan demikian bahan penutup harus tahan terhadap
tarikandan tekanan, dan masih bisa tetap melekat pada
dinding2 sambungan
• Bahan penutup ini harus terbuat dari bahan yang cukup
kuat dan elastis seperti karet, mastic asphalt, poly-
eruthene dan lain2 untuk mencegah masuknya bahan
asing
63
POLA SAMBUNGAN
• Maksud dari perencanaan sambungan pada
perkerasan kaku adalah untuk menentukan
tempat dan jenis sambungan yang harus
disediakan pada suatu panjang jalan yang
bentuk geometriknya sudah ditetapkan
• Berdasarkan ukuran pelat, perencanaan denah
sambungan akan menghadapi persoalan dalam
menentukan pola pelat yang cocok
• Jumlah pelat dengan bentuk tidak lazim (odd-
shaped) dan pelat dengan sambungan tidak
sejalur (mismatched joint) harus dibuat
seminimum mungkin sesuai pertimbangan
praktis
64
PENULANGAN
• Perkerasan beton bersambung dengan tulangan
• Perkerasan beton menerus dengan tulangan
– Penulangan memanjang
– Penulangan melintang
– Letak tulangan
– Sambungan pelaksanaan melintang
– Sambungan akhir
• Penulangan khusus
– Bentuk tidak lazim
– Sambungan tidak sejalur
– Pelat yang mengandung lubang drainase

65

Anda mungkin juga menyukai