Rawa Kalimantan Barat PDF
Rawa Kalimantan Barat PDF
1. PENDAHULUAN
Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 12 pemerintahan kota dan
kabupaten, dengan luas total 146.807 Km2 atau 7,6% dari total luas Indonesia,
dengan penduduk 4.033.234 jiwa (2004), memiliki sumber daya air yang
banyak; berupa sungai-sungai besar, danau dan rawa. Curah hujan rata-rata
bulanan antara 225 hingga 325 mm dengan jumlah total curah hujan tahunan
antara 3.000 hingga 4.000 mm, serta jumlah hari hujan bulanan rata-rata 12
hingga 19. Kemiringan lahan relatif landai, sekitar 30,6% areal mempunyai
kemiringan < 2%, 24% dengan kemiringan antara 2% – 15%, 17% arealnya
berkemiringan antara 15% - 40% serta selebihnya (24%) dengan kemiringan >
40%.
Terdapat ± 2,94 juta Ha potensi lahan rawa di Kalimantan Barat atau 8,8%
dari total 33,4 juta Ha lahan rawa yang ada di Indonesia. Daerah rawa
terutama terdapat di daerah pesisir, di Kabupaten Pontianak, Bengkayang,
Sambas dan Ketapang serta Kota Singkawang. Rawa lebak terdapat di
Kabupaten Kapuas Hulu. Lebih kurang 70 % dari lahan rawa Kalimantan Barat
berpotensi untuk dikembangkan untuk tanaman pangan, perkebunan, tambak
maupun permukiman. Potensi yang besar ini masih memiliki kemungkinan
untuk dikembangkan untuk fungsi lain, misalnya untuk konservasi dan
pengendalian daya rusak air.
1
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Sambas
Kab.
yang merupakan sumbangan lahan rawa. Oleh karenanya rawa merupakan
kekayaan atau aset daerah yang berharga. Namun kondisi jaringan rawa
kurang terpelihara disebabkan, salah satunya, oleh kurangnya biaya O&P yang
dapat disediakan oleh Pemerintah.
Pengembangan
Sebelas Daerah Rawa di Kalimantan Barat dengan luas 32.865 Ha telah
dikembangkan melalui program ISDP (Integrated Swamp Development Project)
bersama dengan daerah rawa di Provinsi Jambi dan Riau, dengan pendanaan
dari Bank Dunia pada tahun 1995 hingga tahun 2000. Hasil pendataan pada
tahun 2005, tercatat telah dikembangkan lahan rawa seluas 195.121 Ha yang
terutama tersebar di 3 kabupaten: Pontianak (44%), Sambas (29%) dan
Ketapang (23%), yang terdiri dari sebanyak 104 daerah rawa (DR) dengan
luas total 40.256 Ha dengan areal masing-masing < 1.000 Ha, 34 DR seluas
56.361 Ha dengan luas areal individu antara 1.000 – 3.000 Ha serta 18 DR
seluas 98.506 Ha dengan luas individu > 3.000 Ha. Perbandingan antara areal
irigasi dengan areal rawa seperti terurai pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Luas Lahan Irigasi dan Rawa Terbangun
Luas Luas
Jumla Jumlah Keteranga
No Kabupaten /Kota Irigasi Rawa
h D.I D.R n
(Ha) (Ha)
1
Darmanto, Ir. Dipl. HE, MSc, 2001, Paparan Serbacukup Penanganan Kawasan Lahan Basah Eks-PPLG
Sejuta Hektar Kalimantan Tengah, Divisi Lahan Basah, PSSL UGM, Yogyakarta, Pebruari 2001.
Sambas
Kab.
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Dari Tabel terlihat bahwa lahan pertanian Kalimantan Barat didominasi oleh
rawa (71%) dibandingkan lahan irigasi. Bahkan di Kabupaten Pontianak lahan
rawa 90%, Sambas 95% dan Kabupaten Ketapang 85%.
2
Budhi Santoso, Asset Management: Sebuah Pengantar, ibid
3
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Dari 195.121 Ha rawa yang terbangun sesuai dengan pendataan tahun 2005,
hanya 50.783 Ha (26%) dalam kondisi baik. Selebihnya kondisi rusak ringan
32.681 Ha (17%) dan rusak berat 111.657 Ha (57%). Meskipun terdata
kebanyakan jaringan dalam keadaan rusak tetapi produksi tanaman
cenderung naik. Hal ini dimungkinkan dengan adanya perbaikan perlakuan
dan peningkatan teknologi budidaya tanaman serta umumnya sawah di lahan
rawa adalah tadah hujan sehingga sebagian masih tetap dapat ditanami dan
berproduksi meski jaringan rusak.
Tabel 2: Kondisi Jaringan Rawa Hasil Pendataan 2005
Baik RusakRingan RusakBerat
Kabupaten
JumlahDR Luas(Ha) JumlahDR Luas(Ha) JumlahDR Luas(Ha)
Pontianak 8 10.315 7 12.010 36 62.394
Bengkayang 1 1.000 1 615 1 180
KotaSingkawang 9 3.155
Sam bas 25 34.030 2 1.048 39 25.404
KapuasHulu 1 20 4 1.565
Ketapang 9 5.438 5 18.988 8 18.959
43 50.783 16 32.681 97 111.657
Untuk mensiasati agar program O&P rawa tetap bisa dilaksanakan secara lebih
efektif maka pada tahun 2005 SKS Irigasi dan Rawa Kalimantan Barat
menggunakan terminologi baru: ‘pemeliharaan berat saluran’ yang merupakan
kegiatan penggalian saluran dengan alat berat. Sehingga dengan demikian
pelaksanaan di lapangan dapat lebih efektif.
Perhatian Pemerintah (Pusat), dalam hal ini Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air Departemen PU atas masalah O&P prasarana SDA dimulai lagi tahun 2004
sebagai konsekuensi pelaksanaan UU no. 7/2004 tentang Sumber Daya Air.
Muncul pemikiran dan dilanjutkan dengan pembahasan antara Ditjen Sumber
Daya Air dengan Ditjen Anggaran Dep. Keuangan dan melibatkan seluruh
Dinas pengelola Sumber Daya Air provinsi dan kabupaten/kota, untuk
mengusulkan memasukkan kebutuhan dana O&P Prasarana Sumber Daya Air
dalam Dana Alokasi Khusus (DAK). Selanjutnya pada Raker Ditjen Sumber
Daya Air akhir tahun 2004, komitmen melaksanakan UU no. 7/2004 dipertegas
lagi oleh instruksi Direktur Jenderal Sumber Daya Air agar dalam usulan TA
2005 harus ada kegiatan O&P prasarana SDA yang menjadi kewenangan dan
tanggungjawab Pemerintah. Namun yang menjadi acuan pada saat itu masih
lebih banyak pada kebutuhan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
ketimbang pada jaringan rawa. Perhatian atas rawa dan O&P Rawa semakin
meningkat dengan berjalannya organisasi Departemen PU sesuai dengan
Peraturan Menteri PU no. 286/PRT/M/2005, setelah adanya Direktorat Rawa
dan Pantai serta Direktorat BPSDA.
4
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Dengan adanya surat Dirjen Bina Bangda yang tegas mendukung kegiatan
O&P maka para pengelola O&P dapat berharap adanya komitmen penuh
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengurus juga daerah rawa
terbangun yang menjadi kewenangan sekaligus tanggungjawabnya. Seperti
juga kebijakan yang dilaksanakan Pemerintah Pusat, pada beberapa daerah
akan diperlukan kompromi untuk menindaklanjuti isi surat.
4. LESSONS LEARNT
Pelaksanaan O&P rawa yang baik di jaringan reklamasi rawa tidak cukup
menjamin bahwa secara sertamerta terjadi peningkatan produktivitas3.Tetapi
3
Hartoyo Supriyanto, Where Do We Stand on Swamplands Development, Regional Teaching Seminar on
Guidelines on Tidal Lowlands, The Ministry of Settlement and Regional Infrastructure of The Government of
Indonesia in cooperation with The Ministry of Housing, Physical Planning and Environment of The Kingdom
5
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
O&P yang baik perlu meskipun bukan satu-satunya syarat agar terjadi
peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan petani. Selanjutnya dari
pengalaman dalam pelaksanaan ISDP (Integrated Swamp Development
Project) dan IISP (Integrated Irrigation Sector Project) tahun 1994-2000
didapati beberapa masalah yang dapat menjadi penghambat kegiatan
program O&P:
a) Kurang memadainya perangkat kerja dan sarana pendukung para
petugas O&P di lapangan untuk dapat melaksanakan kegiatan O&P yang
efektif.
b) Belum terpenuhinya biaya O&P sesuai dengan kebutuhan serta
belum jelasnya sumber pendanaan, pola dan jangka waktu pemenuhan
AKNOP.
c) Belum ada konsep yang memperkenalkan iuran kontribusi
pelayanan pengelolaan air.
Diperkirakan bahwa sampai tahun 2010, luas panen padi akan cenderung
berkurang dari 11,77 juta Ha di tahun 2005 menjadi 11,25 juta Ha dan
produktivitas per Ha tidak akan banyak meningkat sementara kebutuhan
pangan meningkat. Sehingga pada tahun 2010 diperkirakan terjadi defisit padi
nasional sebesar 1,097 juta Ton4. Di samping itu juga potensi sumber daya air
Pulau Jawa tiap tahunnya diperkirakan 51,21% terpakai hanya untuk
menghasilkan padi5. Sementara permintaan air semakin meningkat seiring
dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pembangunan sehingga
dapat menimbulkan krisis air dan konflik antar berbagai kepentingan. Oleh
6
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Produksi Pertanian
Peranan daerah rawa dalam mendukung ketahanan pangan tingkat provinsi
Kalimantan Barat tercermin dari kinerja ketiga kabupaten yang areal
sawahnya dominan daerah rawa, yakni Kabupaten Pontianak, Sambas dan
Ketapang. Data BPS Kalbar tahun 2005 mencatat bahwa dengan luas panen
182.927Ha atau 50,09% dari total luas panen provinsi, ketiga kabupaten
menyumbang produksi padi sebesar 563.477 ton atau 53,13% total produksi
padi seluruh provinsi.
Produksi padi provinsi meningkat secara konstan sejak tahun 2000 sesuai
dengan pendataan yang dilakukan oleh BPS Kalbar dan digambarkan dalam
Grafik 1 berikut.
1 .2 0 0 .0 0 0
1 .1 0 0 .0 0 0
1 .0 0 0 .0 0 0
9 0 0 .0 0 0
8 0 0 .0 0 0
7 0 0 .0 0 0
6 0 0 .0 0 0
5 0 0 .0 0 0
4 0 0 .0 0 0
3 0 0 .0 0 0
2 0 0 .0 0 0
1 0 0 .0 0 0
-
1 9 9 5 1 99 6 1 9 9 7 19 9 8 1 9 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1 2 0 0 2 2 0 0 3 2 0 0 4
Pa d i L a d a n g Pa d i B e r p e n g a ir a n To ta l
7
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Jeruk
Produksi buah jeruk juga meningkat sejak tahun 2003 yang ditanam
terbanyak di Kabupaten Sambas. Lahan tanaman jeruk juga memanfaatkan
lahan rawa yang telah direklamasi.
1 40.0 00
1 20.0 00
1 00.0 00
80.0 00
T o n
60.0 00
40.0 00
20.0 00
-
1 99 5 1 996 19 97 19 98 199 9 2 00 0 2 002 20 03 20 04
Produksi buah kelapa yang pohonnya juga sebagian ditanam di daerah rawa,
menunjukkan kenaikan seperti terlihat pada Grafik 4 berikut.
PRODUKSI BUAH KELAPA KALIMANTAN BARAT
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
-
1995 1999 2000 2002 2003 2004
8
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
• Program Gerakan Satu Juta Ton Gabah Kering Giling atau GENTATON.
GENTATON tahap I dimulai pada tahun 1998 sampai tahun 2002, dengan
tujuan: (a) untuk meningkatkan produksi padi dari 829.106 Ton menjadi
1.000.000 Ton, produksi jagung dari 40.981 Ton menjadi 50.000 Ton dan
produksi kedelai dari 5.629 Ton menjadi 10.000 Ton, (b) mengurangi jumlah
impor beras dari luar dan memperkuat ketahanan pangan daerah sekaligus
meningkatkan kesejahteraan petani.
• Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sejak tahun 2005 meluncurkan
Program pengembangan Kawasan Unggulan Agrobisnis Terpadu atau
Program KUAT yang merupakan kawasan khusus yang diharapkan cepat
tumbuh menjadi sentra agribisnis dengan tujuan:
a. Mencetak kawasan untuk tumbuh lebih cepat.
b. Mengembangkan sistem agribisnis yang terintegrasi antara hulu-hilir.
c. Mendorong perbaikan kesejahteraan masyarakat di kawasan.
• Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Program Pembangunan
Transmigrasi Baru (PTB), merencanakan mengembangkan Kawasan
Terentang dengan potensi lahan seluas 32.440 Ha yang merupakan lahan
rawa pasang surut, terletak di Kecamatan Terentang Kabupaten Pontianak,
untuk menjadi permukiman transmigrasi dengan komoditas tanaman
pangan lahan kering, tanaman pangan lahan basah (padi palawija,
hortikultura), perkebunan (kelapa, kopi, sawit, karet), peternakan unggas
serta perikanan air tawar.
Pembiayaan
Pasca Panen
Harus ada jaminan bahwa produk pertanian lahan rawa akan dapat dipasarkan
dengan mudah oleh petani. Karenanya peran Bulog sangat diharapkan.
Demikian juga untuk produk lain, misalnya jeruk yang kesegarannya tidak
dapat bertahan lama sehingga membutuhkan industri yang dapat menyerap
kelebihan produk.
Kelembagaan
Organisasi Pengamat Sumber Daya Air dan jurunya ada di kabupaten. Namun
wilayah kerjanya masih mencakup jaringan rawa yang menjadi kewenangan
dan tanggungjawab Pemerintah. Belum tersosialisasinya UU no. 7/2004
menyebabkan terdapatnya 2 (dua) program pelaksanaan pada 1 DR yang
9
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
sama, yaitu dari Provinsi (APBN) dan dari APBD Kabupaten. Keberadaan
organisasi lini depan ini dalam pengelolaan sumber daya air ini dapat
dimanfaatkan untuk terlibat dalam operasi dan pemeliharaan jaringan rawa.
Perlu pengaturan mekanisme pelibatan resmi secara lembaga sehingga tidak
menjadi masalah.
Peranserta Masyarakat
Awalnya pemanfaatan lahan rawa dirintis oleh masyarakat suku Bugis dan
Banjar dengan membuka dan mengolah lahan rawa secara tradisional menjadi
lahan budi daya pertanian tanaman pangan dan hortikultura serta tanaman
keras lainnya. Kemudian ide ini diadopsi oleh Pemerintah dan
melaksanakannya dengan skala yang lebih besar. Oleh karena itu O&P rawa
baik bila lebih melibatkan masyarakat petani pengguna air sejalan dengan
paradigma baru Pemerintah sebagai ’enabler not provider’.
10
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
2) DR Kalimas/Punggur
3) DR Sui Nipah (Jungkat)
4) DR Jawi Kalimas
B. Kabupaten Sambas :
1) DR Semelagi – Selakau (Sungai Daun)
2) DR Sebangkau
3) DR Jawai
4) DR Pimpinan Komplek
11
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
P E M E R I N T A H K A B U P A T E N S A M B A S
n a B A D A N P E R E N C A N A A N P E M B A N G U N A N D A E R A H
u
t
a
2O 2
N
L A
t
A Y S
u
K U C H IN G I A
M
a
S
L
S A M B A S
-
b as
S. S
a
A
m
R A W A K
S i n g k a w a n g K e t e r a n g a n :
1O B E N G K A YA N G 1 O
P . L e m u k u t a n P U T U S SIB A U
pua
s P R O P I N S I B a t a s N e g a r a
K a
S. K A L I M A N T A N T I M U R
P . P e n a t a S. K e
B e s a r tu n g
au B a t a s P r o p i n s i
N G A B A N G B a t a s K a b u p a t e n
P . T e m a j o
M E M P A W A H
B a t a s K e c a m a t a n
S A N G G A U
p u as S IN TA N G S u n g a i / a n a k s u n g a i
Ka
S.
P O N T IA N A K d
ak
0O La
O
0 I b u k o t a P r o p i n s i
n
S.
S.
S.M
K
ap
el a w
I b u k o t a K a b u p a t e n
ua
s
A A A AN a m a I b u k o t a K a b u p a t e n
J a l a n
H
G A
T E N
T A N
M A N
A L I
I K
N S
P . P e n e b a P n . g M a na y a
O P I
P . P e l a p i s P R
P . B u a n
P . K a r i m a t a
n
P . S e r u t u
a
aw
P
K E TA P A N G S.
2O 2 O
S
e
a n g an
aw
l
S u m b e r p e t a d a s a r : S t u d i R e P P P r o T , 1 9 8 7
nd
Ke
S u m b e r d a t a : D o k u m e n t a s i d a n b a s is d a t a P T K R I N O T E K , P o n t i a n a k
a
S.
t
K
a
r S.J
e la i
3O
i
O
3
m
a
t a
1 0O 9 0I0 1 1O 0 0 I 0 1 1O 1 0 I0 1 1O 2 0 I0 1 1O 3 0 I0 1 1O 4 0I 0
Topografi
Tanah di Wilayah Kabupaten Sambas yang utama adalah jenis tanah Aluvial
(36,06%), tanah Gambut (21,30%),dan tanah Podsolik Merah Kuning (24,60%)
sedang sisanya meliputi jenis tanah Podsol dan Latosol. Berdasarkan
Ketinggian tanah dari permukaan laut, sebesar 49,60% dari wilayah
Kabupaten Sambas merupakan daerah tergenang atau daerah rawa. Daerah
rawa Kabupaten Sambas termasuk dalam kategori Rawa Pasang Surut.
Sumberdaya lahan di daerah rawa pasang surut didominasi oleh jenis tanah
alluvial dan gambut. Tanah-tanah ini tergolong tanah marjinal yang
mempunyai tingkat kesuburan rendah. Lahan pertanian dengan topografi
relatif datar umumnya mempunyai masalah tanah yang berpotensi sulfat
masam dan/atau sulfat masam. Pengolahan tanah dan pengelolaan air sangat
penting untuk mempertahankan perubahan sifat-sifat tanah tersebut yang
dapat merugikan usaha pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan,
12
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Luas areal pertanian di Kabupaten Sambas seluas 62.872 Ha yang terdiri dari
atas luas sawah yang panen 1 kali setahun sebesar 46.029 Ha dan panen 2
kali setahun seluas 16.850 Ha.
Lahan Sawah
No. Kecamatan Panen > 2x Panen 1x Jumlah
Setahun Setahun
1 Selakau 3.142 4.148 7.290
2 Pemangkat 1.208 4.296 5.504
3 Semparuk 545 3.758 4.303
4 Tebas 5.158 1.348 6.506
5 Tekarang 60 1.465 1.525
6 Jawai 2.620 3.198 5.818
7 Jawai Selatan 862 2.174 3.036
8 Sewabi 394 859 1.253
9 Sambas 598 1.882 2.480
10 Sajad - 915 915
11 Sejangkung - 3.158 3.158
12 Subah 1.065 1.000 2.065
13 Galing 500 2.530 3.030
14 Sijang - 860 860
15 Teluk Keramat 540 10.920 11.460
16 Palok 155 3.514 3.669
Total 16.850 46.029 62.872
2. JARINGAN PENGAIRAN
13
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Sistem jaringan pengairan yang sudah terbangun sampai dengan tahun 2005
terdiri atas panjang saluran yang terbangun sepanjang 1.246.772 meter yang
terdiri dari saluran primer sepanjang 384.812 meter, saluran sekunder
861.960 meter sedangkan bangunan air sebanyak 513 buah.
Panjang
Kecamatan/Daerah Rawa/Daerah
No Saluran
Irigasi
(m)
1 Teluk Keramat 138.922
2 Paloh 67.200
3 Galing 7.000
4 Sajingan 33.100
5 Jawai 167.030
6 Tekarang 18.500
7 Tebas 142.150
8 Sebawi 10.500
9 Sambas 61.320
10 Sejangkung 47.500
11 Subah 2.000
12 Selaku 198.400
13 Pemangkat 188.650
14 Semparuk 44.500
1.126.77
TOTAL
2
Kondisi jaringan tersebut hampir 60% dalam kondisi rusak hal ini dikarenakan
terlewatinya umur konstruksi dari jaringan tersebut dan seringnya terjadi
banjir tahunan yang merusak infrastruktur tersebut.
1. Sering terjadinya banjir akibat curah hujan yang tinggi serta naiknya air
pasang laut, selain itu mulai berkurangnya daya serap lahan akibat
penebangan liar.
14
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
Seperti telah diketahui bahwa kondisi tofogafi kabupaten Sambas yang relatif
datar (0-3%), tinggi curahnya hujan sebesar serta rentan terhadap pasang
surut air laut mengakibatkan Kabupaten Sambas sering mengalami banjir
tahunan. Salah satu yang terbesar terjadi di kawasan Semelagi Kompleks
Kecamatan Selakau terjadi pada tahun 2003.
Pada tahun yang sama Di Kecamatan Galing juga terjadi banjir akibat
meluapnya Sungai Bantanan sepanjang 12 Km, luas wilayah yang tergenang
8.627 Ha, Di Kecamatan Sajingan Besar terjadi banjir akibat meluapnya sungai
Sajingan dengan luas genangan 17.386 Ha, di Kecamatan Sambas luas lahan
pertanian yang rusak mencapai 1.500 Ha, di Kecamatan Teluk Keramat terjadi
luapan sungai Sekumbak yang mengakibatkan terjadinya banjir yang
menggenangi areal pertanian seluas 1.652 Ha. Dan di Kecanatan Sejangkung
terjadi luapan sungai sajingan kecil dengan areal tergenang 8.281 Ha.
15
Rawa Kalimantan Barat:: Aset yang Membutuhkan O&P yang Berkelanjutan
2. NORMALISASI SUNGAI
Sumber air dari sungai-sungai dan anak-anak sungai yang dipengaruhi pasang
surut umumnya menyebar di lahan-lahan usaha tani tanaman pangan. Interusi
air asin pada musim kemarau biasanya baru terjadi bila kemarau terus
menerus selama 2 – 3 bulan. Sumber Daya Air yang melimpah ini masih belum
dapat dimanfaatkan untuk pertanian, karena areal sawah yang dikembangkan
(baik yang direklamasi oleh masyarakat secara tradisionil maupun oleh
pemerintah) sebagian besar termasuk dalam rawa pasang surut tipe C,
dimana air pasang tidak melampaui permukaan tanah (petak-petak sawah),
baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Sistim jaringan pengairan
yang dibangun hanya berfungsi untuk drainase lahan, tetapi tidak dapat
berfungsi untuk irigasi pertanian.
16