Anda di halaman 1dari 29

1

2
MAKALAH BAHASA INDONESIA
Analisis Cerpen ‘Juru Masak’
Karya Damhuri Muhammad

Disusun Oleh : (Kelompok 4)


1. Imaniar Ramadani Y.
2. Lia Aprianti
3. M. Ilham Sudrajat
4. Nur Izzah R.
5. Rika Nurfitria A.

XI MIA 2
MAN 1 Kota Tangerang
JL. Lamda Raya Cimone karawaci, Kota Tangerang

3
I
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga
rangkaian penulisan makalah analisis cerpen ‘Juru Masak’ ini berjalan dengan lancar dan tanpa
hambatan. Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia.

Dengan selesainya makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada guru
pembimbing kami, yaitu Ibu Ninik Mufidah yang telah membimbing kami sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh Karena
itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi para siswa
sebagai sarana pembelajaran.

Tangerang, 24 November 2018

Penyusun (Kelompok 4)

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... I


DAFTAR ISI ....................................................................................................................... II

BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
3. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Cerpen ‘Juru Masak’...................................................................................................... 3
B. Unsur Intrinsik ............................................................................................................... 8
C. Unsur Ekstrinsik ............................................................................................................ 11

BAB III HASIL ANALISIS


A. Unsur Intrinsik ............................................................................................................... 12
B. Unsur Ekstrinsik ............................................................................................................ 19

BAB IV PENUTUP
Kesimpulan .......................................................................................................................... 21

Daftar Pustaka ..................................................................................................................... 22

II
III
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Cerpen merupakan sebuah karya sastra prosa yang berisi kisah yang paling menarik dari
pelakunya. Cerpen termasuk salah satu jenis karangan narasi, narasi merupakan karangan
berupa rangkaian peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu. Selain cerpen, karangan
yang tergolong kedalam jenis narasi adalah novel, roman, dan semua karya prosa imajinatif.

Cerpen mempunya unsur-unsur pembangun, diantaranya unsur intrinsik dan unsur


ekstrinsik. Unsur Intrinsik terdiri atas tema, alur, tokoh dan penokohan, latar atau setting,
sudut pandang, gaya bahasa (majas), dan amanat. Sedangkan Unsur Ekstrinsik berisi nilai-
nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Cerpen dapat dituliskan berdasarkan fakta dan data, tetapi juga dapat berupa sesuatu yang
dikhayalkan oleh penulis dan dihidupkan dalam alam fantasi yang sama sekali jauh dari
realita kehidupan. Dan cerpen yang kami analisis ini adalah sebuah Cerpen karya Damhuri
Muhammad yang berjudul “JURU MASAK”.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :


1. Jelaskan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen !
2. Jelaskan unsur-unsur ekstrinsik yang terdapat dalam cerpen !
3. Apa saja yang termasuk unsur intrinsik dalam Cerpen “JURU MASAK” ?
Analisislah unsur intrinsik tersebut !
4. Apa saja yang termasuk unsur ekstrinsik dalam Cerpen “JURU MASAK” ?
Analisislah unsur ekstrinsik tersebut !

1
3. Tujuan :

Tujuan menganalisis cerpen “JURU MASAK” ini adalah untuk :

 Mengetahui unsur intrinsik yang terdapat dalam cerpen tersebut.


 Mengetahui unsur ekstrinsik yang terdapat dalam cerpen tersebut.
 Menentukan tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, dll yang terdapat dalam cerpen
tersebut.
 Menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A Cerpen ‘JURU MASAK’ karya Damhuri Muhammad


Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar lantaran
racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai Rebung bakal
encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu masakan kekurangan
santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti ditanggung tuan rumah, bukan
karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena pelaminan tempat bersandingnya pasangan
pengantin tak sedap dipandang mata, tapi karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak
menggugah selera. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya
bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.

Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan
menyembelih tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari, tak berjalan mulus,
bahkan hampir saja batal. Keluarga mempelai pria merasa dibohongi oleh keluarga mempelai
wanita yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama kenduri
berlangsung akan dipercayakan pada Makaji, juru masak nomor satu di Lareh Panjang ini.
Tapi, di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai
Kambing, Gulai Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji
ternyata bukan masakan Makaji. Mana mungkin keluarga calon besan itu bisa dibohongi?
Lidah mereka sudah sangat terbiasa dengan masakan Makaji.

“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah dilanjutkan!” ancam
Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga Rustamadji.

“Apa susahnya mendatangkan Makaji?”

“Percuma bikin helat besar-besaran bila menu yang terhidang hanya bikin malu.”

3
Begitulah pentingnya Makaji. Tanpa campur tangannya, kenduri terasa hambar, sehambar
Gulai Kambing dan Gulai Rebung karena bumbu-bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki
itu. Sejak dulu, Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak
menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang tamunya
membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran seadanya. Makaji tak
pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih tersisa di Lareh Panjang. Di usia
senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap gesit meracik bumbu, masih kuat ia
berjaga semalam suntuk.

“Separuh umur Ayah sudah habis untuk membantu setiap kenduri di kampung ini, bagaimana
kalau tanggungjawab itu dibebankan pada yang lebih muda?” saran Azrial, putra sulung
Makaji sewaktu ia pulang kampung enam bulan lalu.

“Mungkin sudah saatnya Ayah berhenti,”

“Belum! Akan Ayah pikul beban ini hingga tangan Ayah tak lincah lagi meracik bumbu,”
balas Makaji waktu itu.

“Kalau memang masih ingin jadi juru masak, bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah
satu Rumah Makan milik saya di Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,”

Sejenak Makaji diam mendengar tawaran Azrial. Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa
semanis gula, tak bakal langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru
dimuntahkannya, mesti matang ia menimbang. Makaji memang sudah lama menunggu ajakan
seperti itu. Orangtua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini,
gayung telah bersambut, sekali saja ia mengangguk, Azrial segera memboyongnya ke rantau,
Makaji tetap akan punya kesibukan di Jakarta, ia akan jadi juru masak di Rumah Makan milik
anaknya sendiri.

“Beri Ayah kesempatan satu kenduri lagi!”

“Kenduri siapa?” tanya Azrial.

4
“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang. Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu
kalau tiba-tiba dibatalkan,”

Merah padam muka Azrial mendengar nama itu. Siapa lagi anak gadis Mangkudun kalau
bukan Renggogeni, perempuan masa lalunya. Musabab hengkangnya ia dari Lareh Panjang
tidak lain adalah Renggogeni, anak perempuan tunggal babeleng itu. Siapa pula yang tak
kenal Mangkudun? Di Lareh Panjang, ia dijuluki tuan tanah, hampir sepertiga wilayah
kampung ini miliknya. Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu
beres di tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai
agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu.

Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat
di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni.
Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.
Sementara Azrial bukan siapa-siapa, hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja
honorer sebagai sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.

“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu anak juru masak!” bentak
Mangkudun, dan tak lama berselang berita ini berdengung juga di kuping Azrial.

“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami berjodoh,”

“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial. Akan saya carikan kau
jodoh yang lebih bermartabat!”

“Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”

“Jatuh martabat keluarga kita bila laki-laki itu jadi suamimu. Paham kau?”

Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah tak
berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan. Tapi tidak patut rasanya Mangkudun
memandangnya dengan sebelah mata. Maka, dengan berat hati Azrial melupakan
Renggogeni. Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya tukang
cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu

5
mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu
bergantung pada induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun,
Azrial kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah
yang tiap hari sibuk melayani pelanggan. Barangkali, ada hikmahnya juga Azrial gagal
mempersunting anak gadis Mangkudun. Kini, lelaki itu kerap disebut sebagai orang Lareh
Panjang paling sukses di rantau. Itu sebabnya ia ingin membawa Makaji ke Jakarta. Lagi
pula, sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat,
adik-adiknya sudah terbang-hambur pula ke negeri orang. Meski hidup Azrial sudah berada,
tapi ia masih saja membujang. Banyak yang ingin mengambilnya jadi menantu, tapi tak
seorang perempuan pun yang mampu luluhkan hatinya. Mungkin Azrial masih sulit
melupakan Renggogeni, atau jangan-jangan ia tak sungguh-sungguh melupakan perempuan
itu.

Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke langit,
pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh
Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti
Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para tetua kampung menyiapkan
pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan mempelai pria. Para pesilat turut ambil
bagian memeriahkan pesta perkawinan anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu.
Maklumlah, menantu Mangkudun bukan orang kebanyakan, tapi perwira muda kepolisian
yang baru dua tahun bertugas, anak bungsu pensiunan tentara, orang disegani di kampung
sebelah. Kabarnya, Mangkudun sudah banyak membantu laki-laki itu, sejak dari sebelum ia
lulus di akademi kepolisian hingga resmi jadi perwira muda. Ada yang bergunjing,
perjodohan itu terjadi karena keluarga pengantin pria hendak membalas jasa yang dilakukan
Mangkudun di masa lalu. Aih, perkawinan atas dasar hutang budi.

Mangkudun benar-benar menepati janji pada Renggogeni, bahwa ia akan carikan jodoh yang
sepadan dengan anak gadisnya itu, yang jauh lebih bermartabat. Tengoklah, Renggogeni kini
tengah bersanding dengan Yusnaldi, perwira muda polisi yang bila tidak ‘macam-macam’
tentu karirnya lekas menanjak. Duh, betapa beruntungnya keluarga besar Mangkudun. Tapi,
pesta yang digelar dengan menyembelih tiga ekor kerbau jantan dan tujuh ekor kambing itu

6
tak begitu ramai dikunjungi. Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama,
sekedar menyaksikan benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan
kenduri, setelah itu mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat
mencicipi hidangan tapi sudah tergesa pulang.

“Gulai Kambingnya tak ada rasa,” bisik seorang tamu.

“Kuah Gulai Rebungnya encer seperti kuah sayur Toge. Kembung perut kami dibuatnya,”
“Dagingnya keras, tidak kempuh. Bisa rontok gigi awak dibuatnya,”

“Masakannya tak mengeyangkan, tak mengundang selera.”

“Pasti juru masaknya bukan Makaji!”

Makin ke ujung, kenduri makin sepi. Rombongan pengantar mempelai pria diam-diam juga
kecewa pada tuan rumah, karena mereka hanya dijamu dengan menu masakan yang asal-
asalan, kurang bumbu, kuah encer dan daging yang tak kempuh. Padahal mereka bersemangat
datang karena pesta perkawinan di Lareh Panjang punya keistimewaan tersendiri, dan
keistimewaan itu ada pada rasa masakan hasil olah tangan juru masak nomor satu. Siapa lagi
kalau bukan Makaji?

“Kenapa Makaji tidak turun tangan dalam kenduri sepenting ini?” begitu mereka bertanya-
tanya.
“Sia-sia saja kenduri ini bila bukan Makaji yang meracik bumbu,”
“Ah, menyesal kami datang ke pesta ini!”

Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari Jakarta. Ia
pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah berada di Jakarta, mungkin tak
akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh
Panjang telah kehilangan juru masak handal yang pernah ada di kampung itu. Kabar
kepergian Makaji sampai juga ke telinga pengantin baru Renggogeni. Perempuan itu dapat
membayangkan betapa terpiuh-piuhnya perasaan Azrial setelah mendengar kabar kekasih
pujaannya telah dipersunting lelaki lain.

7
B Unsur Instrinsik

1. Tema adalah makna keseluruhan yang didukung oleh cerita.


2. Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan seksama yang
menggerakan jalan cerita melalui kerumitan kearah klimaks dan penyelesaian untuk
mencapai efek tertentu.
Macam-macam alur :
 Alur maju : Jalan cerita yang terjadi di masa kini atau masa depan.
 Alur mundur : Jalan cerita yang terjadi terjadi di masa lalu.
 Alur campuran : Jala cerita yang memiliki campuran alur maju dan alur mundur.
3. Sudut Pandang adalah strategi, teknik, atau siasat yang sengaja dipilih pengarang untuk
mengemukakan gagasan ceritanya.
Macam - macam sudut pandang :
1. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama, yakni menggunakan kata ganti
"aku" dalam cerita sehingga seakan-akan cerita tersebut merupakan kisah atau
pengalaman pribadi pengarang.
2. Sudut pandang orang pertama sebagai pelaku sampingan, yakni menggunakan kata
"aku" dalam ceritanya tetapi sebenarnya mengisahkan orang lain sebagai pelaku utama.
3. Sudut pandang orang ketiga serba tahu, yakni dalam cerita pengarah tidak berperan
apa-apa karena pelaku utamanya adalah orang lain yang disebut dengan "dia" atau "ia".
Namun dengan sudut pandang ini pengarang seakan-akan mengetahui apapun yang
dilakukan atau dipikirkan oleh tokoh cerita.
4. Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat, yakni pengarang hanya menceritakan
apa yang dilihatnya saja seakan-akan tidak mengetahui apa yang akan dilakukannya
atau dipikirkan oleh tokoh dalam cerita. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti
"dia" atau "ia"

8
4. Latar/setting adalah keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa
dalam karya sastra.
 Latar Tempat : menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Contoh :
- Di Lareh Panjang.
- Di Jakarta.
- Di Rumah Mangkudun
 Latar Waktu : Waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar waktu dapat
digambarkan dengan siang hari, malam hari, atau petang, dan dapat pula
digambarkan secara konkret dengan menyebutkan tanggal dan waktu.
Contoh :
- Beberapa tahun lalu
- Hari pertama perhelatan
- Kini
- Sejak dulu
- Sejak Ibunya meninggal
- Dua hari sebelum kenduri berlangsung
 Latar Suasana : Mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat ditempat atau lokasi yang menjadi latar cerita.
Contoh :
- Kecewa
- Binggung
- Kesal
- Bahagia
- Sedih
- Bangga
- Semarak

9
5. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang yang melakukan perbuatan dan mengalami peristiwa dalam sebuah
karya rekaan. Sementara itu, penokohan atau karakter lebih memacu pada pandangan,
sifat, sikap, dan emosi yang dimiliki oleh tokoh dalam karya rekaan tersebut.
Macam – macam tokoh :
 Protagonis : tokoh yang memiliki karakter baik, ramah, sopan, disukai, dan diidolakan
pembaca. Contoh : seperti Makaji yang terdapat dalam cerpen ‘Juru Masak’ ini.
 Antagonis : tokoh yang memiliki perwatakan tidak baik.
Contoh : seperti Mangkudun yang terdapat dalam cerpen ‘Juru Masak’ ini.
 Tokoh Tritagonis (Pembantu) : tokoh pembantu atau pelengkap untuk mendukung
rangkaian cerita dan kesinambungan dalam cerita.
6. Gaya Bahasa ( Majas ) adalah cara bagaimana pengarang menguraikan cerita yang
dibuatnya, atau definisi dari gaya bahasa yaitu cara bagaimana pengarang cerita
mengungkapkan isi pemikirannya lewat bahasa bahasa yang khas dalan uraian ceritanya
sehingga dapat menimbulkan kesan tertentu.
 Macam-macam majas (secara gelobal) :
- Perbandingan terdiri atas majas metafora, personifikasi, simile, alegori.
- Pertentangan terdiri atas majas ironi (sinisme dan sarkasme), paradoks,
eufimisme, litotes, hiperbola, klimaks dan anti klimaks.
- Pertautan terdiri atas metonimia, sinekdoke (pars pro toto dan totem pro parte),
dan alusio.
- Pengulangan atau penegasan terdiri atas majas pleonasme, repetisi, pararelisme,
aliterasi, antanaklasis, dan tautologi.
7. Amanat merupakan pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca berupa
nilai- nilai luhur yang dapat dijadikan contoh atau teladan. Penyampaian pesan selalu
didasarkan tema dan tujuan yang telah ditetapkan penulis pada saat menyusun rancangan
cerita. Amanat dapat berupa pernyataan tersurat maupun tersirat.

10
C Unsur Ekstrinsik :
1. Nilai-nilai dalam cerpen:
- Nilai Sosial merupakan nilai yang berkaitan dengan tata laku dan interaksi antara
manusia dalam kehidupan sehari-hari
- Nilai Budaya merupakan konsep yang hidup dari pemikiran masyarakat mengenai
sesuatu yang dianggap bernilai beradab atau bermatabat, sesuai dengan budaya
yang hidup dalam kelompok masyarakat terrentu sehingga dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam kehidupan bermasyarakat.
- Nilai Moral berkaitan dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk yang menjadi
dasar kehidupan manusia dan masyarakat.
2. Latar belakang pengarang.
Latar belakang pengarang berisi riwayat hidup penulis yang merupakan biografi pengarang
cerpen secara keseluruhan.

11
BAB III
HASIL ANALISIS

A Unsur Instrinsik
1 Tema : Keahlian di bidang memasak
-Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar
lantaran racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai
Rebung bakal encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu
masakan kekurangan santan. Nasi banyak gulai melimpah, tapi helat tak bikin kenyang.
Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu tak dilibatkan.-
 Karena di dalam cerpen “Juru Masak” ini menceritakan hilangnya Juru Masak
nomor 1 di Lareh Panjang mengakibatkan masakan-masakan dalam pesta
pernikahan atau kenduri menjadi tidak enak.
2 Alur : Campuran ( maju mundur )
a. Alur mundur :
1) Saat Azrial mengingat perjuangannya mendapatkan Renggogeni ;
-Masih segar dalam ingatan Azrial, waktu itu Renggogeni hampir tamat dari
akademi perawat di kota, tak banyak orang Lareh Panjang yang bisa bersekolah
tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning langsat pujaan Azrial itu benar-
benar akan menjadi seorang juru rawat. Sementara Azrial bukan siapa-siapa,
hanya tamatan madrasah aliyah yang sehari-hari bekerja honorer sebagai
sekretaris di kantor kepala desa. Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.-
2) Perjuangan saat awal merantau ke Jakarta ;
-Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya
tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh Panjang
yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta. Sedikit demi sedikit
dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada induk semang.-

12
3) Saat Azrial menjemput Makaji untuk ke Jakarta ;
-Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang
dari Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji. Kini, juru masak itu sudah
berada di Jakarta, mungkin tak akan kembali, sebab ia akan menghabiskan hari
tua di dekat anaknya. Orang-orang Lareh Panjang telah kehilangan juru masak
handal yang pernah ada di kampung itu.-

b. Alur maju :

Peristiwa-peristiwa selain yang disebutkan pada alur mundur, salah satunya


adalah;
-Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak. Dua kali meriam ditembakkan ke
langit, pertanda dimulainya perhelatan agung. Tak biasanya pusaka peninggalan
sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila yang menggelar kenduri bukan
orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak sembarang dipertontonkan. Para
tetua kampung menyiapkan pertunjukan pencak guna menyambut kedatangan
mempelai pria. Para pesilat turut ambil bagian memeriahkan pesta perkawinan
anak gadis orang terkaya di Lareh Panjang itu.-

3 Sudut Pandang : Orang ketiga serba tahu. karena pengarang tidak menceritakan tentang
dirinya, tetapi menceritakan tentang kisah orang lain dan juga pengarang menguasai dan
mengetahui jalan cerita selanjutnya di setiap peristiwa. Seperti saat pengarang sudah
mengetahui apa yang akan terjadi jika tidak ada Makaji.

‘Perhelatan bisa kacau tanpa kehadiran lelaki itu. Gulai Kambing akan terasa hambar
lantaran racikan bumbu tak meresap ke dalam daging. Kuah Gulai Kentang dan Gulai
Rebung bakal encer karena keliru menakar jumlah kelapa parut hingga setiap menu
masakan kekurangan santan. Akibatnya, berseraklah gunjing dan cela yang mesti
ditanggung tuan rumah, bukan karena kenduri kurang meriah, tidak pula karena
pelaminan tempat bersandingnya pasangan pengantin tak sedap dipandang mata, tapi
karena macam-macam hidangan yang tersuguh tak menggugah selera. Nasi banyak gulai

13
melimpah, tapi helat tak bikin kenyang. Ini celakanya bila Makaji, juru masak handal itu
tak dilibatkan.’

4 Latar/Setting :
1.) Waktu
a. Beberapa tahun lalu :
‘Beberapa tahun lalu, pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar
dengan menyembelih tiga belas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari’
b. Hari pertama perhelatan dan Ketika keluarga mempelai pria tiba :
‘di hari pertama perhelatan, ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba’
c. Kini :
‘Azrial kini sudah menjadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat
anak buah yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.’
d. Sejak dulu :
‘Sejak dulu, orang-orang Lareh Panjang yang kesulitan uang selalu beres di
tangannya, mereka tinggal menyebutkan sawah, ladang atau tambak ikan sebagai
agunan, dengan senang hati Mangkudun akan memegang gadaian itu’
e. Sejak ibunya meninggal :
‘sejak ibunya meninggal, ayahnya itu sendirian saja di rumah, tak ada yang merawat’
f. Dua hari sebelum kenduri berlangsung :
‘Dua hari sebelum kenduri berlangsung, Azrial, anak laki-laki Makaji, datang dari
Jakarta. Ia pulang untuk menjemput Makaji’

2.) Tempat

a. Lareh panjang : ‘Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang masih
tersisa di Lareh Panjang.’
b. Jakart : ‘Ia hengkang dari kampung, pergi membawa luka hati. Awalnya ia hanya
tukang cuci piring di Rumah Makan milik seorang perantau dari Lareh
Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta.’
c. Rumah Mangkudun : ‘Kenduri di rumah Mangkudun begitu semarak.’

14
3.) Suasana

a. Kecewa : (Keluarga mempelai pria ‘merasa dibohongi’ oleh keluarga mempelai wanita
yang semula sudah berjanji bahwa semua urusan masak-memasak selama
kenduri berlangsung akan dipercayakan pada Makaji,...)
b. Bahagia :(ketika rombongan keluarga mempelai pria tiba, Gulai Kambing, Gulai
Nangka, Gulai Kentang, Gulai Rebung dan aneka hidangan yang tersaji
‘ternyata bukan masakan Makaji’)
c. Kesal : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah
dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga
Rustamadji.)
d. Bahagia : (Makaji memang ‘sudah lama menunggu ajakan seperti itu.’ Orangtua mana
yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua? Dan kini, gayung
telah bersambut, sekali saja ia mengangguk,..)
e. Sedih : (dengan ‘berat hati’ Azrial melupakan Renggogeni. Ia hengkang dari kampung,
pergi membawa ‘luka hati’.)
f. Bangga : (Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial kini ‘sudah
jadi juragan’, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah
yang tiap hari sibuk melayani pelanggan)
g. Semarak : (Kenduri di rumah Mangkudun begitu ‘semarak’)

5 Tokoh dan Penokohan :

a. Makaji :
 Ringan tangan : (Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja
yang hendak menggelar pesta)
 Tidak pilih kasih/Adil : (tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang
yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar
syukuran seadanya. Makaji tak pilih kasih, meski ia satu-satunya juru masak yang
masih tersisa di Lareh Panjang)

15
 Pekerja keras : (Di usia senja, ia masih tangguh menahan kantuk, tangannya tetap
gesit meracik bumbu, masih kuat ia berjaga semalam suntuk.)
 Bertanggung jawab : (“Mangkudun. Anak gadisnya baru saja dipinang orang.
Sudah terlanjur Ayah sanggupi, malu kalau tiba-tiba dibatalkan,”)

b. Azrial :

 Baik dan berbakti kepada orang tua : (“Kalau memang masih ingin jadi juru masak,
bagaimana kalau Ayah jadi juru masak di salah satu Rumah Makan milik saya di
Jakarta? Saya tak ingin lagi berjauhan dengan Ayah,”)
 Pekerja keras : (Awalnya ia hanya tukang cuci piring di Rumah Makan milik
seorang perantau dari Lareh Panjang yang lebih dulu mengadu untung di Jakarta.
Sedikit demi sedikit dikumpulkannya modal, agar tidak selalu bergantung pada
induk semang. Berkat kegigihan dan kerja keras selama bertahun-tahun, Azrial
kini sudah jadi juragan, punya enam Rumah Makan dan duapuluh empat anak buah
yang tiap hari sibuk melayani pelanggan.)
 Pendendam : (Dengan maksud mengacaukan perhelatan Mangkudun, karena ia
masih merasa sakit hati karena sudah ditolak sebagai menantu oleh Mangkudun,
maka Makaji diboyong ke Jakarta oleh Azrial sebelum perhelatan tersebut
berlangsung padahal ia sudah tahu bahwa Ayahnya akan menjadi juru masak untuk
perhelatan tersebut.)

c. Mangkudun:

 Sombong : (“Bahkan bila ia jadi kepala desa pun, tak sudi saya punya menantu
anak juru masak!” bentak Mangkudun)
 Keras kepala : (“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan
Azrial. Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”)

d. Ranggogeni:

 Baik hati : (“Dia laki-laki taat, jujur, bertanggungjawab. Renggo yakin kami
berjodoh. Apa dia salah kalau ayahnya hanya juru masak?”)

16
 Penurut : (Karena ia menuruti kemauan Ayahnya untuk meninggalkan Azrial dan
dijodohkan dengan orang lain.)
 Pandai : (Renggogeni hampir tamat dari akademi perawat di kota, tak banyak orang
Lareh Panjang yang bisa bersekolah tinggi seperti Renggogeni. Perempuan kuning
langsat pujaan Azrial itu benar-benar akan menjadi seorang juru rawat.)

e. Sutan Basabatuah

 Tegas : (“Kalau besok Gulai Nangka masih sehambar hari ini, kenduri tak usah
dilanjutkan!” ancam Sutan Basabatuah, penghulu tinggi dari keluarga
Rustamadji.)

6 Gaya Bahasa ( Majas )


 Contoh Dalam Kalimat :
a. Antitesis ; karna pada kalimat tersebut mengandung majas Antitetis yang mengandung
majas yang membandingkan dua hal yang berlawanan.
 (Sejak dulu, Makaji tidak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang
hendak menggelar pesta,tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang
yang tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar
syukuran seadanya.)
b. Retorik ; karna pada kalimat tersebut mengandung majas retrorik yang berbentuk
kalimat pertanyaan tapi tidak perlu jawaban.
 (Orang tua mana yang tak ingin berkumpul dengan anaknya di hari tua ?)
 (Mana mungkin keluarga calon besar itu bisa dibohongi?)
c. Metafora ; karena pada kalimat yang ditebalkan mempunya makna yang bukan
mengunakan kata dalam arti sesungguhnya, melainkan sebagai kiasan yang
berdasarkan persamaan dan perbandingan.
 (Karena bumbu bumbu tak diracik oleh tangan dingin lelaki itu)
d. (Ironi) sindiran ; karna pada kalimat tersebut mengandung majas ironi yang ditandai
dengan pengungkapan sesuatu berlawanan dengan keadaan sebenarnya dengan maksud
untuk menyindir / mengolok-olok.

17
 "kuah gulai rebungnya encer seperti kuah sayur toge. kembang perut kami
dibuatnya."
e. Alegori ; karena pada kalimat yang ditebalkan tersebut menggambarkan kiasan
 (Tabiat orang tua memang selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal
langsung direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru
dimuntahkannya, meski matang ia menimbang.)
f. Hiperbola ; karna pada kata yang ditebalkan tersebut mengandung majas yang
berlebih-lebihan yaitu hiperbola.
 (Merah padam muka azrial mendengarnya.)
 (Adik-adiknya sudah terbang hambur pula ke negeri orang.)
g. Simile ; karena terdapat majas perbandingan yang menggunakan kata depan dan kata
penghubung
 (Ibarat emas dan loyang perbedaan mereka.)
h. Paradoks ; karna pada kalimat tersebut mengandung majas paradoks yang mengandung
pertentangan nyata dengan fakta yang ada.
 (Nasi banyak gulai melimpah, tetapi helat tak bikin kenyang.)
i. Litotes ; karena pada kalimat tersebut terdapat majas pertentangan yang tujuannya
untuk merendahkan diri
 (Derajat keluarga Azrial memang seumpama lurah tak berbatu, seperti sawah
tak berpembatang, tak ada yang bisa diandalkan.)
j. Personifikasi ; karena terdapat kalimat yang ditebalkan merupakan majas perbandingan
benda mati layaknya benda hidup.
 (Dan tak lama berselang, kabar ini berdengung juga di telinga Azrial.)

18
7 Amanat :
- Janganlah memandang dan memaki orang lain karena status sosialnya, karena bisa
jadi suatu saat nanti kita akan membutuhkannya.
- Terimalah takdir yang telah Allah swt tetapkan untuk kita, karena didalam semua
ketetapan-Nya pastilah terdapat hikmah yang baik untuk kita.
- Janganlah membalas perbuatan jahat orang lain dengan kejahatan yang lain.
- Kesuksesan akan dapat diraih dengan adanya usaha, kerja keras, dan kegigihan.
- Berbaktilah kepada orang tua kita.
- Hilangkan sifat sombong pada dirimu, karena hal itu akan menjerumuskanu pada
penderitaan lain.

B Unsur Ekstrinsik
1. Nilai-nilai dalam cerpen
a. Nilai sosial :
‘Orang-orang Lareh Panjang hanya datang di hari pertama, sekedar menyaksikan
benda-benda pusaka adat yang dikeluarkan untuk menyemarakkan kenduri, setelah itu
mereka berbalik meninggalkan helat, bahkan ada yang belum sempat mencicipi
hidangan tapi sudah tergesa pulang.’
b. Nilai budaya :
 ‘pesta perkawinan Gentasari dengan Rustamadji yang digelar dengan menyembelih
tigabelas ekor kambing dan berlangsung selama tiga hari’
 ‘Dua kali meriam ditembakkan ke langit, pertanda dimulainya perhelatan agung.
Tak biasanya pusaka peninggalan sesepuh adat Lareh Panjang itu dikeluarkan. Bila
yang menggelar kenduri bukan orang berpengaruh seperti Mangkudun, tentu tak
sembarang dipertontonkan.’
c. Nilai Moral :
 Baik : ‘Makaji tak pernah keberatan membantu keluarga mana saja yang hendak
menggelar pesta, tak peduli apakah tuan rumah hajatan itu orang terpandang yang
tamunya membludak atau orang biasa yang hanya sanggup menggelar syukuran
seadanya’

19
 Buruk :“Apa kau bilang? Jodoh? Saya tidak rela kau berjodoh dengan Azrial.
Akan saya carikan kau jodoh yang lebih bermartabat!”

2. Latar belakang pengarang


Latar belakang pengarang sangat jelas, dimana pengarang berasal dari daerah Sumatra.
Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya nasihat didalam cerpen tersebut yang ditulis
melalui pribahasa maupun ungkapan yang merupakan kekayaan daerah Sumatera Barat,
contohnya : ‘Tabiat orangtua selalu begitu, walau terasa semanis gula, tak bakal langsung
direguknya, meski sepahit empedu tidak pula buru-buru dimuntahkannya, mesti matang ia
menimbang.’

20
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Menganalisis teks cerpen merupakan salah satu upaya menghayati dan mengamalkan isi teks
cerpen serta meneladani sikap yang baik dari teks cerpen dan juga menunjukkan sikap jujur,
disiplin,dan tanggung jawab dalam penggunaan gaya bahasa pada isi teks cerpen. Hal ini dapat
digunakan sebagai sarana komunikasi dan sebagai ilmu pengetahuan atau informasi lisan dan
tulisan melalui isi teks cerpen yang kita pelajari.

Dari isi teks cerpen yang berjudul “JURU MASAK” yang merupakan karya Damhuri
Muhammad yang telah kami analisis bersama diketahui bahwa banyak yang kita pelajari tentang
alurnya yang merupakan alur maju mundur, sudut pandang yanng digunakan merupakan sudut
pandang orang ketiga serba tahu, tokoh dan penokohan yang baik dan inspirasi kita bisa contoh
dalam kehidupan sehari-hari, dan di cerpen ini juga memuat beberapa nasihat yang berupa
ungkapan dengan majas-majas tertentu yang memiliki makna yang sangat dalam dan dapat kita
jadikan contoh bagi kita semua, dan amanat yang disampaikan oleh sang penulis dalam cerpen ini
cukup mudah untuk ditemukan, seperti jangan pantang menyerah dan jangan memandang dan
merendahkan orang lain dari status sosialnya karena bisa jadi kita akan membutuhkannya di
kemudian hari.

21
Daftar Pustaka :

http://auliauia.blogspot.com/2015/08/analisis-unsur-intrinsik-dan-unsur.html
https://blog.ruangguru.com/analisis-unsur-ekstrinsik-cerpen
https://bellaryzkadw.blogspot.com/2015/10/majas-majas-atau-gaya-bahasa-yang.html
https://kurnaininia.wordpress.com/2013/11/06/makalah-bahasa-indonesia-cerpen/
Buku Bahasa Indonesia Kelas 11

22

Anda mungkin juga menyukai