Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI EMERGENCY

1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan peningkatan volume aliran
darah darah (Hani, 2010)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan
darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin
memilki batasan masing – masing :
a. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
b. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg.
c. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi.
(Dewi dan Familia, 2010 : 18).
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak
(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga
tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi
kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai
hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan
patokan >220/140.

2. Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a) Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung,
paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala
gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b) Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam
bahkan hitungan hari dengan obat oral.

Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan penyebabnya :


1. Hipertensi Primer
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar (90 –
95%) penderita termasuk hipertensi primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena
adanya faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan
hormon, penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit sistemik lainnya (Dewi dan
Familia, 2010 : 22). Sekitar 5 – 10% penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit
ginjal dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
misalnya pil KB (Elsanti, 2009 : 114 ).

3. Klasifikasi Hipertensi
Table 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik

Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg

Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

Stadium 1
140-159 mmHg 90-99 mmHg
(Hipertensi ringan)

Stadium 2
160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi sedang)

Stadium 3
180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)

Stadium 4
210 mmHg atau lebih 120 Hg atau lebih
(Hipertensi maligna)
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi
“Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi
jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya.
Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang
dari 1 %.

4. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi
kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan
organ target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi
emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati, infark
serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular yang dapat
mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta;
dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia, dan anemia hemolitik
mikroangiopatik.
Faktor Resiko Krisis Hipertensi
1. Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.
2. Kehamilan
3. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.
4. Pengguna NAPZA
5. Penderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit
vaskular/ kolagen)
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta;
mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi
pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan
nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
Tabel 2. Gambaran Klinik Hipertensi Darurat 5
Tekanan Funduskopi Status neurologi Jantung Ginjal Gastrointestinal
darah
> 220/140 Perdarahan, Sakit kepala, Denyut jelas, Uremia, Mual, muntah
mmHg eksudat, kacau, gangguan membesar, proteinuria
edema papilla kesadaran, dekompensasi,
kejang. oliguria

Table 3. Hipertensi Emergensi (darurat)


Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak hanya dari
tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya, cepatnya kenaikan TD, bangsa,
seks dan usia penderita. Penderita hipertensi kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih
tinggi dibanding dengan normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang
terjadi hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini dijumpai
bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita normotensi ataupun pada
penderita hipertensi baru dengan penghentian obat yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi
ensefalopati demikian juga pada eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD
160/110 mmHg.

6. Patofisiologi
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder, dapat
dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik meningkat cepat
sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat menyebabkan nekrosis
arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima arterial interlobuler nefron-
nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada retina, otak dan ginjal. Pada retina
akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan udem papil. Gejala retinopati dapat
mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan merupakan gejala paling terpercaya dari
hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun penurunan
tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160 mmHg. Apabila
tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak mampu lagi menahan
kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan diastolik yang sangat tinggi
memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan kerusakan otak
yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal ini
akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma dengan
krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Gambar 1. Skema Patofisiologi Hipertensi Emergensi


Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia,
autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan
yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema
otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
a. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya.
b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat
mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia
lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi
vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut
karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang
sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat,
sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas memompa jantung
berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi maka
tekanan darah akan menurun.
7. Penatalaksanaan Hipertensi emergency
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan darah
secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita. Pengobatan
biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang ketat terhadap
penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya
masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja cepat,
mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah dengan cara yang
dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak tergantung kepada sikap
tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-buru.
Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada otak dan
ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2 jam dan
diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan sebaiknya per
parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering digunakan adalah
Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada, pengobatan oral dapat
diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit. Pengobatan oral yang dapat diberikan
meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40
mg. Penderita harus dirawat inap.
Tabel 4: Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 3,5
Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sesak napas nokturia, dysarthria,
sering kali tanpa kelemahan, kesadaran
gejala menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema paru,
kerusakan organ target; muncul klinis insufisiensi ginjal, iskemia
target, tidak ada penyakit jantung
penyakit kardiovaskuler, stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan oral berjangka kerja laboratorium standar, terapi
obat oral, pendek obat IV
naikkan dosis
Rencana Periksa ulang Periksa ulang dalam Rawat ruangan/ICU
dalam 3 hari 24 jam
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5: Obat hipertensi oral 3,5
Obat Dosis Efek / Lama Kerja Perhatian khusus
Captopril 12,5 - 25 mg PO; 15-30 min/6-8 jam Hipotensi, gagal ginjal,
ulangi per 30 min ; ; SL 10-20 stenosis arteri renalis
SL, 25 mg min/2-6 jam
Clonidine PO 75 - 150 ug, 30-60 min/8-16 jam Hipotensi, mengantuk, mulut
ulangi per jam kering
Propanolol 10 - 40 mg PO; 15-30 min/3-6 jam Bronkokonstriksi, blok
ulangi setiap 30 min jantung, hipotensi ortostatik
Nifedipine 5 - 10 mg PO; 5 -15 min/4-6 jam Takikardi, hipotensi,
ulangi setiap 15 gangguan koroner
menit

SL, Sublingual. PO, Peroral


Sedangkan untuk hipertensi darurat (emergency) lebih dianjurkan untuk pemakaian
parenteral, daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6: Obat hipertensi parenteral 3,5
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / kg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside menit sebagai menit setelah panjang dapat menyebabkan keracunan
infus IV infus tiosianat, methemoglobinemia,
asidosis, keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 500-100 mg 2-5 min /5-10 Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
sebagai infus IV min methemoglobinemia; membutuhkan
sistem pengiriman khusus karena obat
mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15-30 Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
sebagai infus IV min peningkatan tekanan intrakranial;
hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ 24 Ensepalopati dengan gangguan koroner
per 250 cc jam
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 ug/kg/menit 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit kepala,
Diltiazem sebagi infus IV 30 min peningkatan tekanan intrakranial;
hipotensi

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi


dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak
memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat
pada tabel 7.
Tabel 7: Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 2,5
Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan
nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam
labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Kelebihan katekolamin Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopati Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam
AMI, infark miokard akut; SBP, tekanan sistolik bood.
Pemakaian obat-obat untuk krisis hipertensi
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun venous.
Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6 ug / kg /
menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration
of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping :
sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12
jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,
i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 –
40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 – 60
menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers. Terutama
untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20 mg secar i.v
bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi sistem
simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset of action :
1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi, ileus, retensia
urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 – 10
menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ) demam,
gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa
takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan
dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi
dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.

8. Pemeriksaan penunjang
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
b) Pemeriksaan retina
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ ginjal dan jantung
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
f) Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi
ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
g) Foto dada dan CT scan

9. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal
jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan darah yang
tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak
diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup
sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak terkontrol dan
telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi
adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi
akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata,
ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai
dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi
berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi
yang lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit
kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi
juga telah atau belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti merokok,
dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu
berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Anggraini, Waren, et. al, 2009).
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Krisis Hipertensi (KH) biasanya secara klinis mudah dilihat tanda dan gejalanya.
Tanda dan Gejala
Tanda umum adalah:
1. Sakit kepala hebat
2. nyeri dada
3. pingsan
4. tachikardia > 100/menit
5. tachipnoe > 20/menit
6. Muka pucat
Tanda Ancaman Kehidupan
Gejala KH:
1. Sakit Kepala Hebat
2. nyeri dada
3. peningkatan tekanan vena
4. shock / Pingsan
Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
Airway
a. yakinkan kepatenan jalan napas
b. berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
c. jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera
mungkin ke ICU
Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan
saturasi >92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask
ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti paru
Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Monitoring tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
1. Sinus tachikardi
2. Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
3. right bundle branch block (RBBB)
4. right axis deviation (RAD)
e. Lakukan IV akses dekstrose 5%
f. Pasang Kateter
g. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
h. Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
i. Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid

Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik

a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
1. Kelemahan
2. Letih
3. Napas pendek
4. Gaya hidup monoton
Tanda :
1. Frekuensi jantung meningkat
2. Perubahan irama jantung
3. Takipnea

b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit
serebrovaskuler
Tanda :
1. Kenaikan TD
2. Nadi : denyutan jelas
3. Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
4. Bunyi jantung : murmur
5. Distensi vena jugularis
6. Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler
mungkin lambat

c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor stress
multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
1. Letupan suasana hati
2. Gelisah
3. Penyempitan kontinue perhatian
4. Tangisan yang meledak
5. otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
6. Peningkatan pola bicara

d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan.
Gejala :
1. Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol.
2. Mual
3. Muntah
4. Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
1. BB normal atau obesitas
2. Edema
3. Kongesti vena
4. Peningkatan JVP
5. Glikosuria

f. Neurosensori
Gejala :
1. Keluhan pusing / pening, sakit kepala
2. Episode kebas
4. Kelemahan pada satu sisi tubuh
5. Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
6. Episode epistaksis
Tanda :
1. Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori ( ingatan )
2. Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
3. Perubahan retinal optic

g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
1. nyeri hilang timbul pada tungkai
2. sakit kepala oksipital berat
3. nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
1. Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
2. Takipnea
3. Ortopnea
4. Dispnea nocturnal proksimal
5. Batuk dengan atau tanpa sputum
6. Riwayat merokok
Tanda :
1. Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
2. Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
3. Sianosis

i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam.
Kriteria hasil :
· Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
· Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
· Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala
tempat tidur.
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
n. Diuretik Tiazid misalnya klorotiazid ( Diuril ), hidroklorotiazid ( esidrix, hidrodiuril ),
bendroflumentiazid ( Naturetin )
o. Diuretic Loop misalnya Furosemid ( Lasix ), asam etakrinic ( Edecrin ), Bumetanic (
Burmex )
p. Diuretik hemat kalium misalnay spironolakton ( aldactone ), triamterene ( Dyrenium ),
amilioride ( midamor )
q. Inhibitor simpatis misalnya propanolol ( inderal ), metoprolol ( lopressor ), Atenolol (
tenormin ), nadolol ( Corgard ), metildopa ( aldomet ), reserpine ( Serpasil ), klonidin (
catapres )
r. Vasodilator misalnya minoksidil ( loniten ), hidralasin ( apresolin ), bloker saluran kalsium
( nivedipin, verapamil )
s. Anti adrenergik misalnya minipres, tetazosin ( hytrin )
t. Bloker nuron adrenergik misalnya guanadrel ( hyloree ), quanetidin ( Ismelin ), reserpin (
Serpasil )
u. Inhibitor adrenergik yang bekerja secara sentral misalnya klonidin ( catapres ), guanabenz (
wytension ), metildopa ( aldomet )
v. Vasodilator kerja langsung misalnya hidralazin ( apresolin ), minoksidil, loniten
w. Vasodilator oral yang bekerja secara langsung misalnya diazoksid ( hyperstat ), nitroprusid
( nipride, nitropess )
x. Bloker ganglion misalnya guanetidin ( ismelin ), trimetapan ( arfonad ), ACE inhibitor (
captopril, captoten )
2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
· Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala
· Pasien tampak nyaman
· TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi
dan distraksi
f. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya
mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
g. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan,
diazepam, valium )

3. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya
tahanan pembuluh darah
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
· Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD
dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai
laboratorium dalam batas normal.
· Haluaran urin 30 ml/ menit
· Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring
b. Tinggikan kepala tempat tidur
c. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan
arteri jika tersedia
d. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan
e. Amati adanya hipotensi mendadak
f. Ukur masukan dan pengeluaran
g. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program
h. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program

4. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output


Tujuan : Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
· Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari
· Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
a. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan
bantuan sesuai kebutuhan
b. Instruksikan pasien tentang penghematan energy
c. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
d. Monitor adanya diaforesis, pusing
e. Observasi TTV tiap 4 jam
f. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu istirahat yang
tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore

5. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala


Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam
Kriteria hasil :
· Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari
· Tampak dapat istirahat dengan cukup
· TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman
b. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
c. Evaluasi tingkat stress
d. Monitor keluhan nyeri kepala
e. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
f. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat
g. Lakukan masase punggung
h. Putarkan musik yang lembut
i. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Hani, Sharon EF, Colgan R.Hypertensive Urgencies and Emergencies. Prim Care Clin Office
Pract 2010;33:613-23.
Vaidya CK, Ouellette CK. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
2009:43-50
Depkes RI (2011). Epidemologi Penyakit Hipertensi.
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on Hypertension.
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Ganong, William F (2009). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI EMERGENCY

DI RUANG IGD

RS REOMANI MUHAMADIYAH SEMARANG

Di Susun Oleh :

BAYU PRADITYA

G3A016242

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017

Anda mungkin juga menyukai