1980 - 2009
KERANGKA BERFIKIR
Oleh :
ARI YOGO PRASETYA
NIM 060210302230
Rasa solidaritas yang tinggi muncul dari tradisi bari’an ini. Tidak ada lagi
rasa perbedaan sosial, perbedaan derajat, pangkat atau apapun, semuanya sama
tidak ada yang membedakan, ini merupakan simbol dari duduk bersila dibawah.
Apa yang kita rasakan harus dirasakan oleh orang lain juga, saling berbagi,
meruapakan simbol dari saling tukar menukar ambeng.
Pada perkembangannya bari’an tidak hanya dilakukan pada waktu hari raya,
masyarakat mennggap bari’an penting untuk diadakan pada acara-acara hari besar
lainnya. Tahun 1990 bari’an juga diadakan untuk menyelamati desa yang
waktunya tidak tentu tapi diadakan setahun sekali. Masyarakat berdo’a untuk desa
mereka agar tidak terjadi bencana, atau konflik. Berharap semuanya berjalan
dengan lancar, aman dan tentram tanpa adanya gangguan didalamnya.
Tahun 2000 tradisi bari’an berkembang lagi, kali ini untuk acara hari besar
Islam lainnya, misalnya saja kelahiran Nabi Muhammad SAW, menjelang bulan
puasa, Idul Adha, dll. Masyarakat lebih mengembangkan tradisi bari’an ini
dengan do’a pada Allah SWT, dimana do’a atau ucapan syukur yang diadakan
bersama ini tidak hanya dilakukan pada waktu Idul Fitri tiba tetapi juga pada hari-
hari besar Islam lainnya.
Pada tahun 2007 sampai sekarang bari’an dilaksanakan terus pada cara-acara
tersebut diatas. Tata cara bari’an sendiri tidak mengalami perubahan yang cukup
berarti, hanya saja pada saat ini kue-kue ataupun lauk pauk yang ada di dalamnya
yang dahulu di buat oleh tangan sendiri sekarang di ganti yang lebih efisien,
misalnya saja mie instan, atupun snack-snack yang ada di pasaran. Ini menandai
adanya akulturasi oleh teknologi, masyarakat lebih suka yang efisien tanpa
mengeluarkan biaya yang banya. Tetapi apapun itu tradisi ini tetap berlangsung
dan harus, agar masyarakat lebih akrab satu dengan yang lain selain tujuan intinya
yaitu do’a dan ucapan syukur pada Allah SWT.